Ikterus Dan Perdarahan Tali Pusat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan



bilirubin.



Sedangkan



hiperbilirubinemia



adalah



ikterus



dengan



konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan. Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, pada tahun 1997 tercatat sebanyak 41,4 per 1000 kelahiran hidup. Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka salah satu tolok ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada tahun 2025 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Dewasa ini penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50% kematian terjadi dalam periode neonatal. Oleh karena itu, upaya pembinaan kesehatan bayi dimulai dari pemenuhan kebutuhan primer sejak dalam kandungan sampai periode perinatal. Kurang baiknya penanganan BBL akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat berakibat fatal bagi bayi. Misalnya perdarahan pada BBL. Diantara perdarahan yang terjadi pada neonatus adalah seperti perdarahan tali pusat. Gejala ini timbul salah satunya karena kekurangan vitamin K,khususnya karena hati bayi yang belum matang untuk membentuk vitamin K,untuk itu setiap bayi yang baru lahir diberikan vitamin K1 untuk mencegah terjadinya perdarahan. Pendarahan tali pusat bisa juga terjadi karena perawatan pasca lepasnya tali pusat yang kurang sempurna,sehingga lambat dalam proses penyembuhan. Ini sering ditemui, tali pusat bayi yang terus berdarah. Meski demikian, jika terus-menerus juga bisa menyebabkan anak kurang darah,karena masalah ini yang sering terjadi pada bayi dan cukup berbahaya yaitu perdarahan tali pusat. Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah tentang ikterus dan perdarahan tali pusat.



B. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui tentang Ikhterus dan Perdarahan Tali Pusat. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengertian ikterus dan Perdarahan Tali Pusat. b. Untuk mengetahui penyebab dari ikterus dan Perdarahan Tali Pusat. c. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari ikterus dan Perdarahan Tali Pusat. d. Untuk mengetahui penatalaksanaan ikterus dan penatalaksanaan Perdarahan Tali Pusat.



BAB II PEMBAHASAN A. IKTERUS 1. Definisi Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan



bilirubin.



Sedangkan



hiperbilirubinemia



adalah



ikterus



dengan



konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan. Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek. 2. Parameter a. Ikterus fisiologis Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru lahir,tidak mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi kern ikterus.yang tanda-tandanya sebagai berikut : 1) Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir. 2) Kadar bilirubin indirect tidak lebih dari 10mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5mg% pada neonatus kurang bulan 3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5mg% per hari 4) Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1mg% 5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama 6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis b. Ikterus patologis Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis dengan kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.tandatandanya sebagai berikut : 1) Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan 2) Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 24 jam



3) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau sepsis) 4) Ikterus yang disertai oleh: 



Berat lahir 8 hari (pada NCB) atau >14 hari (pada NKB) 3. Gejala dan tanda klinis Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala: a. Dehidrasi Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah) b. Pucat Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular. c. Trauma lahir Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya. d. Pletorik (penumpukan darah) Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK e. Letargik dan gejala sepsis lainnya f. Petekiae (bintik merah di kulit) Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis g. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati h. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)



i. Omfalitis (peradangan umbilikus) j. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid) k. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus) l. Feses dempul disertai urin warna coklat Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi. 4. Etiologi Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena : a. Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek. b. Produksi bilirubin serum yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis. c. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi hepar. Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar. d. Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat bilirubin.Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak. e. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau kerusakan sel liver). Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. 5. Penegakkan Diagnosis a) Visual



Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut. WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut: -



Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.



-



Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan



-



Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.



b) Bilirubin Serum Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil). Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu. c) Bilirubinometer Transkutan Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa. Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh



pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis. d) Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidaseperoksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah. Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin. 5. Faktor Resiko Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum: 



Faktor Maternal a. Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani) b. Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) c. Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik. d. ASI







Faktor Perinatal a. Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) b. Infeksi (bakteri, virus, protozoa)







Faktor Neonatus a. Prematuritas b. Faktor genetik c. Polisitemia d. Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol) e. Rendahnya asupan ASI f. Hipoglikemia



6. Patofisiolgis 



Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksigenase,biliverdin reduktase,dan agen pereduksi nonenzimatik dalam system retikuloendotelial,







Setelah pemecahan hemoglobin,bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraseluler ‘’Y protein’’dalam hati.pengambilan tergantung pada aliran darah hepatik dan adanya ikatan protein.







Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh enzim asam uridin difosfoglukuronat uridin diphosphoglucuronic acid (UPGA) glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang polar larut dalam air (bereaksi direk).







Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal dengan konjugasi bilirubin masuk dalam empedu melalui membran kanalikular kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urin.beberapa bilirubin diabsorbsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik.







Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut dalam lemak,tak terkonjugasi,non polar(bereaksi indirek)







Pada bayi dengan hyperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak aktifnya glukuronil transferase.rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan darah hepatik.







Jundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak yang terdapat dalam ASI terjadi 4- 7 hari setelah lahir dimana terdapat tkenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 – 30 mg/dl selama minggu ke 2- ke 3.biasanya bisa mencapai usia 4 minggu dan menurun setelah 10 minggu.jika pemberian ASI dilanjutkan, hyperbilirubinemia akan menurun berangsur angsur dapat menetap selama 3-10 minggu pada kadar yang lebih rendah.jika pemberian ASI dihentikan,kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat biasanya 1-2 hari dan pengganti ASI



dengan susu formula mengakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hyperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumanya. 



Bilirubin yang patologi tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam pertama kelahiran.sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis muncul antara 3-5 hari sesedah kelahiran.



7. Penatalaksanaan Ikterus a) Fototerapi Dilakukan apabila telah ditegakkan ikterik patologis dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dan beliverdin. Walaupun ahaya biru memberikan panjang gelombang yang tepat untuk fotoaktivasi bilirubin bebas, ahaya hijau memperngaruhi lotoreaksi bilirubin yang terikat albumin. Cahaya menyebabkan reaksi lolokimia dalam kulit(fotoisomerisasi) yang mengubah bilirubin tak terkonjugasi kedalam fotobilirubin, yang mana diekresikan dalam hati kemudian ke empedu. Kemudian produk akhir reaksi adalah reversible dan diekresikan kedalam empedu tanpa perlukonjugas. b) Fonobarbital Dapat mengeksresika bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatic glukuronil tranfus yang mana dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatic pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk meningkatkan bilirubin. Fenobarbital tidak begitu dianjurkan. c) Aantibiotik Apabila terkait dengan infeksi. d) Tranfusi tukar Apabila sudah tidak dapat ditangani denga fototerapi.



B. PERDARAHAN TALI PUSAT 1. Pengertian Perdarahan tali pusat adalah perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukan trombus normal. Yaitu adanya cairan (darah) yang keluar di sekitar tali pusat bayi. Akibat dari trauma pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukkan trombus normal. Tetapi merupakan hal yang normal apabila pendarahan yang terjadi disekitar tali pusat dalam jumlah yang sedikit. Dimana, pendarahan tidak melebihi luasan uang logam dan akan berhenti melalui penekanan yang halus selama 5 menit. Selain itu perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagi petunjuk adanya penyakit pada bayi. 2. Faktor penyebab perdarahan tali pusat Perdarahan tali pusat dapat terjadi karena robekan umbilkus, robekan pembuluh darah, placenta previa, dan abrupsio placenta. 1) Robekan umbilicus  Normal,terjadi karena : a) Partus presipitatus b) Adanya trauma ataulilitan tali pusat c) Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan yang berlebihan pada saat persalianan. d) Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya dinding umbilikus atau plasenta sewaktu SC.  Abnormal,terjadi karena a) Adanya hematoma pada umbilikus yang kemudian hematom tersebut pecah, namun perdarahan yang terjadi masuk kembali ke dalam placenta. Hal ini sangat berbahaya bagi bayi dan dapat menimbulkan kematian pada bayi. b) Varises juga dapat menyebabkan perdarahan apabila varises tersebut pecah c) Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus dimana terjadi pelebaran pembuluh darah setempat saja karena salah dalam proses perkembangan atau terjadi kemunduran dinding pembuluh darah. Pada aneurisme pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. 2) Robekan pembuluh darah Pada kasus robekan pembuluh darah umbilikus tanpa adanya trauma, hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya kelainan anatomi pembuluh darah seperti berikut ini : a) Pembuluh darah aberan yang mudah pecah karena dindingnya tipis dan tidak ada perlindungan jely Wharton



b) Insersi velamentosa tali pusat, dimana pecahnya pembuluh darah terjadi pada tempat percabangan tali pusat sampai ke membran tempat masuknya dalam placenta tidak ada proteksi. Umbilikus dengan kelainan insersi ini sering terdapat pada kehamilan ganda c) Placenta multilobularis, perdarahan



terjadi



pembuluh



darah



yang



menghubungkan masing-masing lobus dengan jaringan placenta karena bagian tersebut sangat rapuh dan mudah pecah. 3) Perdarahan akibat plasenta previa dan abrupsio plasenta Perdarahan akibat placenta previa dan abrutio



placenta



dapat



membahayakan bayi. Pada kasus plasenta previa cenderung mengakibatkan anemia, sedangkan pada kasus abrutio plasenta lebih sering mengakibatkan kematian intra uterin karena dapat mengakibatkan anoreksia. Pengamatan pada plasenta dengan teliti untuk menentukan adanya perdarahan bayi baru lahir. Pada bayi baru lahir dengan kelainan placenta previa atau dengan SC apabila diperlukan dapat lakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala. 3. Gejala perdarahan tali pusat a) Ikatan tali pusat lepas atau klem tali pusat tapi masih menempel pada tali pusat b) Kulit di sekitar tali pusat memerah dan lecet c) Adanya cairan yang keluar pada tali pusat,dan cairan tersebut bisa berwarna kuning,hijau,atau darah. d) Timbul sisik di sekitar atau pada tali pusat 4. Upaya pencegahan perdarahan tali pusat a) Pada perdarahan umbilikus akibat ikatan yang longgar, dapat di kencangkan kembali pengikat tali pusat. Perdarahan juga dapat disebabkan oleh repitan atau tarifan dari kiem. Jika perdarahan tidak berhenti setelah 15-20 menit maka tali pusatnya harus segera di lakukan beberapa jahitan pada luka bekas pemotongan tersebut. b) Perdarahan umbilikus akibat robekan umbilikus harus segera di jahit. Kemudian segera lakukan rujukan untuk mengetahui apakah ada kelainan lain seperti kelainan anatomik pembuluh darah sehingga dapat segera di lakukan tindakan oleh dokter atau rumah sakit. c) Perdarahan pada abrupsio plasenta, plasenta previa dan kelainan lainnya, bidan harus segera merujuk. Bahkan rujukan lebih baik segera di lakukan jika kelainan



tersebut sudah di ketahui sebelum bayi lahir sehingga dapat di lakukan tindakan sesegera mungkin untuk membuat peluang bayi lahir hidup lebih besar. 5. Penatalaksanaan Perdarahan Tali Pusat a) Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan tali pusat yang terjadi. b) Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan pencegahan infeksi pada tali pusat.  Jaga agar tetap kering  Kenakan popok di bawah tali pusat  Biarkan tali pusat terbuka,tidak tertutup pakaian bayi sesering mungkin  Bersihkan area di sekitar tali pusat. Lakukan sekali disetiap mengganti popok 



bayi. Gunakan kassa atau cotton bud untuk membersihkannya. Angkat tali pusat dan dan bersihkan tepat pada area bertemunya pangkal tali







pusat dan tubuh. Tidak perlu takut hal ini akan menyakiti bayi . Jangan basahi tali pusat sampai tidak terjadinya perdarahan. Karena tali pusat akan terlepas sendiri dalam waktu 1-2 minggu. Tapi yang perlu diingat adalah







jangan menarik tali pusat walaupun sudah terlepas setengah atau sebagian. Hindari penggunaan bedak atau lotion pada area sekitar tali pusat.



6. Kondisi atau tanda-tanda bayi yang harus dirujuk Segera lakukan inform consent dan inform choise pada keluarga pasien untuk dilakukan rujukan. Hal ini dilakukan bila terjadi gejala berikut: a) Tali pusat belum terlepas dalam waktu 3 minggu b) Klem pada pangkal tali pusat terlepas c) Timbul garis merah pada kulitdi sekitar tali pusat d) Bayi demam e) Adanya pembengkakan atau kemerahan pada sekitar tali pusat f) Timbul bau yang tidak enak di sekitar tali pusat g) Timbul bintil-bintil atau kulit melepuh di sekitar tali pusat h) Terjadi perdarahan yang berlebihan pada tali pusat,dan perdarahan melebihi i)



luasan uang logam Perdarahan pada tali pusat tidak berhentiwalaupun dudah di dep/ditekan.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan



bilirubin.



Sedangkan



hiperbilirubinemia



adalah



ikterus



dengan



konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan. Penanganan ikterus neonatorum sangat tergantung pada saat terjadinya ikterus, intensitas ikterus (kadar bilirubin serum) jenis bilirubin,dan sebab terjadinya ikterus. Untuk mendaptkan peganagn yang baik,pengobatan dan pemeriksaan-pemeriksaan yang perlu dilakukan didasarkan pada timbulnya ikterus naiknya kadar bilirubin serum. Diantara perdarahan yang terjadi pada neonatus adalah seperti perdarahan tali pusat. Perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari trauma pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukkan trombus normal. Selain itu perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagi petunjuk adanya penyakit pada bayi. B. Saran 1) Saran Untuk Tenaga Kesehatan Kami berharap hendaknya kita sebagai tenaga kesehatan lebih memahami tentang macam-macam masalah sering terjadi pada neonates (bayi baru lahir),dan bayi terutama ikterus dan perdarahan tali pusat. Serta bagaimana tindakan kita untuk mengatasinya. 2) Saran Untuk Institusi Kami berharap agar makalah tentang ikterus dan perdarahan talipusat ini dapat dijadikan referensi. 3) Saran Untuk Mahasiswa Kami berharap kepada



mahasiswa



khususnya



kepada



mahasiswa



prodi



DIII Kebidanan lebih mengetahui tentang masalah yang sering terjadi pada neonatus, bayi dan balita. Serta dapat menerapkan saat praktek di lapangan. DAFTAR PUSTAKA



Manuaba.1998.Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana.Jakarta : EGC Bobak.2004.buku ajaran keperawatan maternitas.jakarta:EGC. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta : Salemba Medika Hamilton,P.M. 1995 . Dasar-dasar keperawatan maternitas .Jakarta :EGC Helen Farrer RN RM . 1999. Perawatan maternitas. Jakarta : EGC