Ilmu Bayan - Maksud Dan Tujuan Tasybih [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



Tasybih merupakan salah satu uslub pengungkapan dalam bahasa Arab, yang meluncur dari lisan seorang penutur dengan memperhatikan aspek seperti objek pembicaraan, situasi, tujuannya, efek yang timbulkan, dan lainnya. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, maka muncul teknik, uslub, style, dan bentuk-bentuk penuturan yang bervariasi. Tasybih itu sendiri terbagi ke dalam beberapa bagian, seperti tasybih tamtsil yang bilamana wajah syibeh-nya berupa gambaran yang dirangkai dari keadaan beberapa hal, sedangkan tasybih ghair tamtsil bila wajah syibeh-nya tidak demikian. Kemudia ada tasybih dhimni, merupakan tasybih yang kedua tharaf-nya tidak dirangkai dalam bentuk tasybih yang telah dikenal, melainkan keduanya berdampingan dalam susunan kalimat. Tasybih dhimni ini didatngkan untuk menunjukan bahwa hukum (makna) yang disandarkan kepada musyabbah itu mungkin adanya. Adalagi tasybih maqlub, yaitu yang menjadikan musyabbah sebagai musyabbah bih dengan mendakwakan bahwa titik keserupaannya lebih kuat pada musyabbah. Dalam ketiga pembagian tasybih di atas, dapat dilihat bahwa seorang penyair ingin menyampaikan makna atau maksud yang berbeda-beda dalam sya’irnya. Maksud serta tujuan-tujuan para penyair itu tentunya berhubungan langsung dengan segala aspek kehidupan di sekitarnya. Tujuan-tujuan para penyair dalam menggunakan tasybih itu, akan di jelaskan di bawah ini.



1|Maksud dan Tujuan Tasybih



BAB II PEMBAHASAN Uslub tasybih di gunakan dengan tujuan-tujuan sebagai berikut: 1. Menjelaskan tentang kemungkinan adanya sesuatu hal pada musyabbah Penyusunan ungkapan tasybih untuk tujuan ini dilakukan apabila ada dua sifat yang akan dipersamakan berlawanan. Contoh syi’ir al-Buhturi:



‫ عه كل ود فّ الىدِ َضسيب‬# ‫دان إلّ ايدِ العفاة َالشاسع‬ ‫ للعصبت السسيه جد قسيب‬# ً‫ افسط فّ العلُ َضُئ‬,‫البدز‬ Artinya: “ia dekat dengan orang-orang yang membutuhkannya, namun jauh dengan orangorang yang setaraf dengannya dalam kebajikan dan kemuliaan. Bagaikan bulan yang sangat tinggi, namun cahayanya sangat dekat bagi orang-orang yang menempuh perjalanan di malam hari.”1 Dalam kedua bait pertama Al-Buhturi menyifati orang yang dipujinya, bahwa ia sangat dekat dengan orang-orang yang membutuhkannya, namun ia sangat tinggi kedudukannya, jauh dengan orang-orang yang setaraf dengannya. Akan tetapi ketika, ketika Al-Buhturi merasa bahwa ia harus menyifati orang yang di pujinya itu dengan dua sifat yang berlawanan, yakni dekat dan jauh, maka ia hendak menunjukan bahwa hal itu dapat terjadi dan tiada kesulitan dalam masalah itu. untuk itu, ia mnyerupakan orang yang dipujinya itu dengan bulan yang letaknya jauh di langit, tetapi cahanya sangat dekat kepada orang-orang yang menempuh perjalanan di waktu malam. Hal ini adalah salah satu tujuan tasybih, yakni menunjukan kemungkinan suatu hal dapat terjadi pada musyabbah.2



2. Menjelaskan keadaan musyabbah Pengungkapan tasybih untuk tujuan ini dilakukan bila musyabbah tidak dikenal sifatnya sebelum di jelaskan melalui tasybih yang menjelaskannya. Dengan demikian, tashbih itu memberikan pengertian yang sama dengan kata sifat. Contohnya adalah pada syi’ir an-Nabhigoh:



ّ ‫مىٍه كُكب‬ ‫ إذا طلعج لم يبد‬# ‫كأوك شمس َالملُك كُاكب‬ Artinya: 1



2



Mamat Zaenuddin dan Yayan Nurbayan, Pengantar ilmu balagoh, (Bandung: PT Rafika Aditama), 2007, hal 27 Ali Al-jarim dan Mustafa Usman, Albalaaghatul waadhihah, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo), 1994, hal 70



2|Maksud dan Tujuan Tasybih



“Engkau bagaikan matahari, sedangkan raja-raja lainnya bagaikan bintangbintang. Bila matahari telah terbit, maka tiada satu bintangpun yang tampak.”3 An-Nabighah menyerupakan orang yang dipujinya dengan matahari dan menyerupakan raja-raja lainnya dengan bintang-bintang karena pengaruh raja yang dipujinya itu mengalahkan semua raja lainnya, seperti matahari menyembunyikan bintang-bintang. Jadi, ia ingin menjelaskan kondisi raja yang dipuji dan kondisi raja-raja lainnya. Dengan demikian, penjelasan suatu keadaan juga merupakan salah satu maksud dan tujuan tasybih.4 3. Menjelaskan kadar dan keadaan musyabbah Tasybih juga digunakan untuk menjelaskan secara rinci keadaan sesuatu yang diserupakan (musyabbah). Jika musyabbah sudah diketahui keadaannya secara global, lalu tasybih didatangkan untuk menjelaskan rincian keadaan itu. contohnya ada pada syi’ir Mutanabbi:



‫ ححج الدجّ وازالفسيق حلُال‬# ‫ماقُبلج عيىاي االّ ظىخا‬ Artinya: “kedua mata singa itu bila dalam keadaan gelap tidak dapat ditangkap mata kita, kecuali disangka sebagai api sekelompok orang yang mendiami daerah itu.”5 Syair Mutanabbi menjelaskan sifat mata singa dalam kegelapan, ia tampak merah menyala sehingga orang yang melihatnya dari kejauhan akan menyangkanya sebagai api yang dinyalakan oleh sekelompok orang yang tengah bermukim. Seandainya Mutanabbi tidak hendak membuat tasybih, maka ia cukup berkata, “ Sesungguhnya kedua mata singa itu merah.” Namun, karena ia merasa perlu untuk menghadirkan isi hatinya itu dalam bentuk tasybih, maka ia menjelaskan kadar kebesaran warna merah mata singa tersebut. Jadi, menjelaskan gambaran sesuatu adalah salah satu maksud dan tujuan tasybih.6



4. Menjelaskan keadaan musyabbah Tasybih kadang-kadang juga diguunakan untuk menegaskan suatu hal. Jika keadaan sesuatu bersifat abstrak, biasanya digunakan penyerupaan dengan sesuatu yang kongkrit sehingga lebih jelas dan mudah dipahami. Contoh tasybih ini adalah dalam firman Allah SWT:



ّ‫َالريه يدعُن مه دَوً ال يسخجيبُن لٍم بشيئ إالّ كباسط كفّيً ال‬ 3



Mamat Zaenuddin dan Yayan Nurbayan, Op.cit., hal 28 Ali Al-jarim dan Mustafa Usman, Op.cit., hal 2 5 Mamat Zaenuddin dan Yayan Nurbayan, Loc.cit., 6 Ali Al-jarim dan Mustafa Usman, Loc.cit., 4



3|Maksud dan Tujuan Tasybih



ً‫الماء ليبلغ فاي َماٌُببالغي‬ Artinya: “Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangan ke dalam air supaya air itu sampai ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya.”7 Firman Allah ini menjelaskan keadaan orang yang menyembah berhala yang menyembah tuhan-tuhan mereka yang tidak dapat memenuhi permintaan mereka, dan doa mereka itu tidak membawa faedah bagi diri mereka. Allah ingin menegaskan hal itu agar dapat diresapi oleh setiap orang, maka Dia menyerupakan mereka denga orang yang membuka kedua telapak tangannya ke dalam air untuk minum, maka dengan cara demikian air tidak akan sampai ke mulut, melainkan akan jatuh kembali melalui sela-sela jari tangannya selama telapak dan jarinya terbuka. Jadi, maksud dan tujuan tasybih dalam ayat ini untuk menegaskan keadaan musyabbah. Maksud dan tujuan demikian ditempuh manakala musyabbah merupakan hal yang bersifat abstrak, mengingat sesuatu yang abstrak sulit dipahami, tidak sebagaimana hal yang kongkret. Maka untuk memudahkan pengertian, diserupakanlah denga hal yang kongkret.8 5. Memperindah atau meperburuk musyabbah Contoh untuk tujuan tasybih ini adalah syi’ir dari Abul hasan Al-Anbari:



‫ كمدٌما اليٍم بالٍباث‬# ‫مددث يديك وحٌُم احخفاء‬ Artinya: “Uluran tanganmu kepada mereka dengan penuh penghormatan adalah seperti uluran tangan kepada mereka dengan beberapa pemberian.” Juga pada syi’ir seorang Badui yang mencela isterinya:



‫ حٌُمخً بابا مه الىاز يفخح‬# ً‫َحفخح – الكاوج – فمالُ زأيخ‬ Artinya: “ ia membuka mulutnya, sebaiknya ia tidak pernah lahir. Bila engkau melihat mulutnya itu, maka engkau akan menduganya sebagai satu pintu neraka yang terbuka.” Syi’ir pertama dari Abul hasan Al-Anbari merupaka kasidah yang sangat masyhur di dunia sastra Arab. Hal ini tiada lain karena menyatakan kebagusan sesuatu yang disepakati oleh seluruh manusia sebagai sesuatu yang jelek dan mengerikan, yakni penyaliban. Ia menyerupakan uluran tangan orang yang disalib ke tiang salib dan 7 8



Mamat Zaenuddin dan Yayan Nurbayan, Op.cit., hal 29 Ali Al-jarim dan Mustafa Usman, Op.cit,. hal 3



4|Maksud dan Tujuan Tasybih



dikelilingi oleh sekelompok manusia dengan uluran tangannya untuk memberikan sesuatu kepada para peminta-minta ketika hidup. Maksud dan tujuan tasybih yang demikian sering ditampakkan dalam bentuk pujian, ratapan, keagungan, dan untuk mengundang rasa belas kasihan. Sedangkan pada syi’ir berikutnya, penyair meyifati isterinya sedang marah dan menyakitkan, sehingga ia menyesalkan keberadaannya, dan untuk itu ia berkata laa kaanat (sebaiknya ia tidak pernah lahir). Ia menyerupaka mulut isterinya itu ketika terbuka menghamburkan kemarahannya dengan salah satu pintu neraka. Maksud dan tujuan tasybih dalam syi’ir ini adalah menjelekkan sesuatu. Kebanyakan maksud dan tujuan demikian dipakai untuk mengejek dan menggambarkan hal-hal yang tidak disukai.9



9



Ibid., hal 71



5|Maksud dan Tujuan Tasybih



BAB III KESIMPULAN Dari berbagai contoh syi’ir beserta penjelasannya di atas, dapat di simpulkan bahwa maksud dan tujuan tasybih adalah:  Menjelaskan kemungkinan terjadinya sesuatu hal pada musyabbah, yakni ketika sesuatu yang sangat aneh disandarkan kepada musyabbah, dan keanehan itu tidak lenyap sebelum di jelaskan keanehan serupa dalam kasus lain.  Menjelaskan keadaan musyabbah, yakni bila musyabbah tidak dikenal sifatnya sebelum dijelaskan melalui tasybih yang dijelaskannya. Dengan demikian, tasybih itu memberikan pengertian yang sama dengan kata sifat.  Menjelaskan kadar dan keadaan musyabbah, yakni bila musyabbah sudah diketahui keadaannya secara global, lalu tasybih didatangkan untuk menjelaskan rincian keadaan itu.  Menegaskan keadaan musyabbah, yakni bila sesuatu yang disandarkan kepada musyabbah itu membutuhkan penegasan dan penjelasan dengan contoh.  Memperindah atau memperburuk musyabbah.



6|Maksud dan Tujuan Tasybih



DAFTAR PUSTAKA



Zaenuddin, Mamat, Yayan Nurbayan. ( 2007). Pengantar ilmu balagoh. Bandung: PT Rafika Aditama. Al-jarimq, Ali, Mustafa Usman. (1994). Albalaaghatul waadhihah. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo.



7|Maksud dan Tujuan Tasybih