Ilmu Penyakit Dalam Hewan Kecil [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

NAMA



: KHAIRUNNISA PANE



NIM



: 1602101010178



KELAS



: 1 IPDHK



1. ENTERITIS Enteritis adalah salah satu gangguan pencernaan yang sering menyerang hewan kesayangan. Penyakit ini merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan terjadinya peradangan pada mukosa usus yang menimbulkan gangguan fungsi pada usus dimana peristaltik dan sekresi usus meningkat namun fungsi dan absorpsi usus berkurang sehingga menimbulkan gejala klinis berupa diare. Radang usus yang bersifat akut maupun kronis dapat mengakibatkan peningkatan peristaltik usus, kenaikan jumlah sekresi kelenjar pencernaan serta penurunan proses penyerapan cairan maupun sari-sari makanan yang terlarut di dalamnya. Radang usus primer maupun sekunder ditandai dengan menurunnya nafsu makan, menurunnya kondisi tubuh, dehidrasi dan diare. Perasaan sakit karena adanya radang usus bersifat bervariasi, tergantung pada jenis hewan yang menderita serta derajat keradangan yang dideritanya (Subronto, 1995).



1. Etiologi Enteritis dapat disebabkan oleh agen infeksius (bakteri, virus), diet makanan yang buruk, perubahan diet pakan mendadak, bahan kimia (fenol, arsen, thalium , phosphor) dan parasit (Nelson, R.W. dan Couto, C.G., 2003) Kuman –kuman yang dapat menyebabkan enteritis antara lain Escherichia coli, Salmonella sp., Campylobacter jejuni, Clostridium perfringens. Parasit yang dapat menyebabkan enteritis antara lain Ancylostoma sp., Ascaris sp., Strongyloides, cacing pita, Protozoa (Giardia, Coccidia, Cryptosporodia). Radang usus yang disebabkan oleh virus antara lain Feline Parvoviral Enteritis, Feline Coronaviral Enteritis, Feline Leukemia Virus. 2. Patogenesis Radang ini dicirikan dengan kehilangan perakut gerakan mukosal intestinal dengan perpindahan secara cepat dari darah, cairan dan elektrolit ke lumen usus. Dehidrasi dan shock hipovolemik terjadi secara cepat. Translokasi dari bakteri atau toksin bakteri akanmenyebabkan kerusakan mukosa intestinum dan mengakibatkan shock septik atau shock endotoksik. Elektrolit, terutama Natrium dan Kalium ikut hilang bersama dengan hilangnya cairan tubuh. Terganggunya keseimbangan elektrolit dalam tubuh dapat menyebabkan dehidrasi yang bisa berakibat fatal, apalagi



dalam keadaan sakit yang berat, baik pada hewan dewasa maupun muda (Nugroho dan Whendarto, 1998) 3. Gejala Rasa sakit ditandai dengan kegelisahan. Diare merupaka gejala yang selalu dijumpai dalam radang usus. Tinja yang cair dengan bau yang tajam mungkin bercampur dengan darah, lendir atau reruntuhan jaringan usus. Pada radang yang kronik, terjadi kekurusan dengan tinja yang bersifat cair, berisi darah, lendir atau reruntuhan jaringan yang jumlahnya mencolok. Akibat kehilangan cairan yang berlebihan, penderita akan mengalami dehidrasi yang mencolok. Radang usus akut selalu disertai dengan oligo uria atau anuria, dan disertai dengan menurunnya nafsu makan, anoreksia total maupun parsial. Pada radang kronik biasanya bafsu makan tidak mengalami perubahan (Subronto, 1995). Tanda lain seperti diare disertai atau tanpa muntah, demam, anoreksia, depresi dan sakit pada abdomen (Nelson, R.W. dan Couto, C.G., 2003). 4. Diagnosa Anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium (darah dan tinja) digunakan untuk mengidentifikasi penyebab radang usus. Diagnosa tentatif diambil bila tidak ditemukan penyakit tersifat penyebab diare (Nelson, R.W. dan Couto, C.G., 2003). 5. Terapi Pengobatan ditujukan untuk mengatasi penyebab primernya, perlu dipertimbangkan pemberian protektiva, adstringensia. Rasa sakit yang terus menerus dapat dikurangi dengan pemberian analgesika atau transquilizer. Pemberian cairan faali maupun elektrolit mutlak diberikan unutuk mengganti cairan yang hilang. Pemberian antibiotik dapat dilakukan unutk mencegah terjadinya infeksi sekunder.



2.GASTRITIS



1. Definisi Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Secara histopologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Gastritis adalah salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam pada umumnya (Herlan, 2002). Disebut gastritis Kronis apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina propria dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel kolor rubur (radang) kronik, yaitu limfosit dan neutrofil pada daerah tersebut menandakan adanya aktifitas yang membuat kerja lambung (Herlan, 2002). Tipe gastritis kronis sering tidak memperlihatkan tanda atau gejala. Namun, gastritis kronis merupakan faktor risiko ulkus peptikum, polip lambung, serta kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung. Menurut data WHO (2005), kanker lambung merupakan jenis kanker penyebab kematian terbanyak kedua setelah kanker paru yaitu mencapai lebih dari 1 juta kematian pertahun. Selain itu, gastritis juga merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas dan bila tidak ditangani dengan baik dapat juga berakibat fatal. 2.



Etiologi



Gastritis pada hewan kecil biasanya disebabkan karena makan berlebihan, ingesti sampah atau makanan beracun. Agen penyebabnya yaitu makanan yang terfermentasi, bakteri, enterotoksin dan mikotoksin. Ingesti benda asing seperti logam, plastik, tulang, bahkan rumput juga bisa menyebabkan gastritis. Agen infeksi seperti coronavirus, parvovirus, canine distemper juga dapat menimbulkan lesi mukosa gastrium. Gastritis akut juga dapat terjadi karena reaksi alergi, makanan misalnya. Kondisi seperti uremia, gangguan hati, shock, sepsis atau stress juga dapat berperan sebagai etiologi gastritis akut Selain itu terjadinya gastritis disebabkan karena produksi asam lambung yang berlebih. Asam lambung yang semula membantu lambung malah merugikan lambung. Dalam keadaaan normal lambung akan memproduksi asam sesuai dengan jumlah makanan yang masuk. Tetapi bila pola makan kita tidak teratur, lambung sulit beradaptasi dan lama kelamaan mengakibatkan produksi asam lambung yang berlebih (Uripi,2002).



Penyebab asam lambung tinggi adalah aktivitas padat sehingga telat makan, Stress yang tinggi, yang berimbas pada produksi asam lambung berlebih, Makanan dan minuman yang memicu tingginya sekresi asam lambung, seperti makanan dan minuman dengan rasa asam, pedas, kecut, berkafein tinggi, mengandung vitamin C dosis tinggi, termasuk buah-buahan. Kejadian Gastritis kronis, terutama Gastritis kronis antrium meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80% menderita Gastritis kronis dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis adalah refluks kronis cairan penereatotilien, empedu dan lisolesitin (Herlan, 2002). Gastritis dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : Gastritis Tipe A dan Gastritis Tipe B. Tipe A sering disebut sebagai Gastritis auto imun diakibatkan dari perubahan dari sel parietal, yang menimbulkan atropi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit auto imun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe B kadang disebut sebagai Helicobacter Pylory mempengaruhi antrium dan pilorus (ujung bawah dekat dedenum).Ini dihubungkan dengan bakteri Helicobacter Pylory (H. Pylory). Faktor lain seperti diet makanan bergas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok atau refleks isi usus ke dalam lambung (Brunner dan Suddarth, 2002). Tipe A biasanya meliputi asimtomatik kecuali untuk gejala defisiensi B 12 dan pada Gastritis Tipe B pasien anoreksia, sakit ulu hati setelah makan, bersendawa, rasa pahit atau mual dan muntah. Kebanyakan pasien tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kecil terlihat nyeri hati, anoreksia, nusea dan pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan (Mansjoer, 2001). 3. Patogenesis Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung, yaitu: 1.



Kerusakan mukosa barrier sehingga difusi balik ion H meninggi.



2.



Perfusi  mukosa lambung yang terganggu.



3.



Jumlah asam lambung.



4.



Faktor makan (pola makan)



5.



Faktor obat-obatan



6.



Faktor psikologis



7.



Infeksi bakteri Pada umumnya patogenesis gastritis kronik belum diketahui. Gastritits kronik



sering dijumpai bersama-sama dengan penyakit lain, misalnya anemia, penyakit Addison dan Gondok, anemia kekurangan besi idiopatik. Gastritis kronik antrum-pilorus hampir selalu terdapat bersamaan dengan ulkus lambung kronik. Gastritis akibat infeksi dari luar tubuh jarang terjadi, sebab bakteri tersebut akan terbunuh oleh asam lambung. Kuman penyakit/infeksi bakteri gastritis umumnya berasal dari dalam tubuh penderita yang bersangkutan.Keadaan ini sebagai wujud komplikasi penyakit yang telah diderita sebelumnya. Salah satu bakteri penyebab gastritis yaitu Helicobacter pylori. Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi Helicobacter pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya ulkus peptikum dan penyebab tersering terjadinya gastritis. 2.4 Gejala Gastritis pada anjing menyebabkan anjing tersebut mengalami sakit perut yang parah. Anjing akan sering mengalami muntah yang mungkin mengandung cairan empedu atau darah. Tanda-tanda umum lainnya dari kondisi ini termasuk hilangnya nafsu makan, kehilangan berat badan, diare, lemah, lesu, dehidrasi (dari kehilangan cairan karena muntah), darah dalam tinja ( melena , disebabkan oleh ulserasi lambung , terutama umum kecuali dalam kasus yang parah gastritis)   Membran mukosa pucat ( pucat , terkait dengan kehilangan darah ) dan kusam pada bulu anjing tersebut.  Diagnosis penyakit gastritis pada anjing memang agak sedikit sulit. Hal yang akan dilakukan Dokter hewan pertama kali adalah menyingkirkan kemungkinan penyebab lain dari gejala ini. Berikut penjelasan lebih dalam tentang gejala-gejala tersebut : a. Sendawa Sendawa (burping/belching) adalah keluarnya gas dari saluran cerna (kerongkongan dan lambung) ke mulut yang disertai adanya suara dan kadang-kadang bau. b. Kembung Untuk memahami kembung ada 2 hal yang harus diketahui:



1) Gejala/bloating: merupakan perasaan (subyektif) perut seperti lebih besar dari normal, jadi merupakan suatu tanda atau gejala ketidaknyamanan, merupakan hal yang lebih ringan dari distention. 2) Tanda/distention: merupakan hasil pemeriksaan fisik (obyektif) dimana didapatkan bahwa perut lebih besar dari normal, bisa didapatkan dari observasi saat menggunakan baju jadi kesempitan dan lambung jelas lebih besar dari biasanya. c. Flatus/Kentut Menurut (Dr Helmin Agustina Silalahi) Flatus merupakan keluarnya gas dalam saluran cerna melalui anus yang bersumber dari udara yang tertelan atau hasil produksi dari bakteri. Namun terjadinya flatus lebih sering diakibatkan oleh produksi dari bakteri di saluran cerna atau usus besar berupa hydrogen atau metan pada keadaan banyak mengkonsumsi kandungan gula dan polisakarida. Contoh gula adalah seperti laktosa (gula susu) , sorbitol sebagai pemanis rendah kalori, dan fruktosa pemanis yang biasanya digunakan pada permen. 4.



Diagnosis



Diagnosis dapat ditegakkan dengan FNA (fine needle aspiration), biopsi atau sialografi. Uji hematologi biasnya normal kecuali bila disertai inflamasi akan tampak perubahan leukogram. 5.



Pengobatan



Prinsip terapinya adalah terapi cairan parenteral, mempuasakan makan dan minum selama 24 jam untuk mengontrol muntah. Jika muntah persisten atau berlanjut, atau



jika



hewan



menjadi



depresi



karena



muntah



pemberian



anti



emetika



(prochlorperazine, metoclopromide, ondasetron) dapat diberikan secara parenteral. Ketika pemberian makan dimulai sejumlah air dapat diberikan sering dalam jumlah yang sedikit. Jika hewan minum tanpa muntah, sejumlah makanan lunak dapat diberikan. Antibiotik dan kortikosteroid jarang diindikasikan. 1.



Antiemetika: dapat diberi derivate phenothiazine (chlorpromazine).



2.



Antibiotik : untuk menangani ulcer gastrium dan erosi.



3.



Gastric Protectan Antasida: dapat menggunakan histamine H-2 reseptor antagonist



4.



Cairan Pengganti: Cairan keseimbangan elektrolit (Ringer’s solusion) untuk mengganti dehidrasi. Dapat diberikan secara Subcutan Intravena dilanjutkan jika dehidrasi tingkat moderat-parah



5.



Suplemen Potasium Chloride jika terjadi anoreksia yang lama dan muntah/ hypokalemia.



6. Pencegahan Adapun pencegahan gastritis diantaranya ialah memberi makan yang teratur, makan dalam porsi yang semestinya, jangan biarkan hewan stress, exercise secara rutin, berikan air minum ad libitum serta cukupkan pakan yang kaya serat, menjaga sanitasi kandang agar tetap bersih.



3.DIARE 1.Definisi Diare (berasal dari bahasa Yunani dan Latin: dia,artinya melewati,dan rheein,yang artinya mengalir atau lari) merupakan masalah umum untuk orang yang menderita “pengeluaran feses yang terlalu cepat dan terlalu encer” (Goodman dan Gilman,2003). Diare adalah meningkatnya frekuensi dan berkurangnya konsistensi buang air besar (BAB) dibanding dengan pola BAB normalnya. Terjadinya BAB 3x atau lebih dalam sehari dengan konsistensi lembek atau cair yang tidak seperti 5 biasanya, yang biasanya hanya dua atau tiga kali dalam seminggu (Yulinah, 2008). 2.Etiologi Penyakit diare akut dapat disebabkan oleh beberapa faktor: 1. Infeksi a) Virus Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%). Rotavirus serotype 1, 2, 8,dan 9 : pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada hewan dan manusia, dan serotype 5, 6, dan 7 didapati hanya pada hewan. Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat fool borne atau water borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person. b) Bakteri Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus dan enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi mukosa. Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan dari membran mikro vili yang akan mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase. Shigella menginvasi dan multiplikasi sel epitel kolon, menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk ke dalam aliran darah. Faktor virulensi termasuk: smooth lipopolysaccharide cell-wall antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan toksin yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea (Zeinª, 2004).



c) Protozoa Entamoeba histolytica prevalensi. Disentri amoeba ini bervariasi, namun penyebarannya di seluruh dunia. Insidennya meningkat dengan bertambahnya umur, dan terutama pada laki-laki dewasa. Kirakira 90% infeksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik. Amobiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang fulminant (Zeinb , 2004). Cryptosporidium. Di negara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 –15% dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya simtomatik pada bayi dan asimtomatik pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya selflimited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik (Zeinª, 2004). 2. Malabsorbsi karbohidrat, lemak, dan protein 3. Makanan basi, beracun, makanan pedas. 4. Psikologis contohnya rasa takut dan cemas (Arif dkk, 2000). 3. Gejala Gejala diare Jenis dan beratnya gejala tergantung pada jenis dan banyaknya mikroorganisme atau racun yang tertelan. Gejalanya juga bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh seseorang. Gejala biasanya terjadi tiba-tiba yaitu mual, muntah, sakit kepala, demam, dingin, badan tak enak, sering buang air besar, tanpa darah dan akhirnya terjadi dehidrasi. 4.Diagnosis diare Pada penyakit diare, untuk menegakkan diagnosis penyakit diare dengan cara: a. Pemeriksaan tinja: makroskopis dan mikrokopis, pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi gula (sugar intolerance), biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai antibiotik (pada diare persisten) b. Pemeriksaan darah:darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai dengan kejang) c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal d. Duodenol icubation, untuk mengetahui kuman penyebab penyakit diare



5.Pengobatan a. Antibiotik



PENYAKIT PADA MULUT



Stomatitis  Stomatitis adalah inflamasi pada mukosa mulut. Stomatitis bisa terjadi akibat faktorlokal atau sistemik. Stomatitis lebih merupakan suatu gejala dibanding bentuk penyakit spesifik



1.Penyebab Degeneratif 



Anatomis (kongenital)Maloklusi, retensi gigi susu (decidua), cleft palatum (primer, sekunder).MetabolikUremia, diabetes mellitus, hipoparatiroidismNutrisionalMalnutrisi protein, malnutrisi kalori, hipervitaminosis A (kucing)NeoplastikMalignant melanoma, squamous cell carcinoma, fibrosarcoma







Infeksius BakterialPenyakit periodontal, Ulceromembranous stomatitis karena Fusobacterium danSpirocheta, Actinomyces, Nocardia, Mycobacterium leprae, Leptospira spp.







Mikotik Candida albican, Aspergillus dan Penicillinum (sebaran dari rongga hidung),Blastomycosis, Histoplasmosis.







Viral Feline viral rhinotracheitis, Feline calicivirus, Feline leukemia virus, Felineimmunodeficiency virus, Feline infectious peritonitis, Feline panleukopenia, Caninedistemper







Imunologis Reaksi hipersensitifInduksi obat (toxic epidermal necrolysis), gigitan serangga.Penyakit autoimunPemphigus vulgaris, Bullous pemphigoid, systemic lupus erythematosus, dyscoidlupus erythematosus







Traumatik Laserasi, lesi Cheek-chewers, tersengat listrik, benda asing (tulang, kawat), gigitan ular







Idiopathic Eosinophilic granulomatous, vasculitis.







Toksik Bahan kimia iritan, kemoterapi, krisoterapi, Racun (difenbachia, thallium)



2.Patofisiologi Lokasi dan keparahan penyakit bergantung pada penyebab. Pada kasus infeksibakteri sekunder, gejala klinis lebih buruk.



3.Gejala Klinis Halitosis, rasa sakit, mulut terbuka anoreksia, hipersalivasi. Perdarahan dari gusiatau mulut. Inflamasi atau ulserasi pada rongga mulut. Akumulasi palque atautartar.



4.Diagnosis Pemeriksaan laboratorium membantu untuk mendeteksi penyakit sistemik. Kulturbakteri atau fungi. Uji imunologis, serologi. Serum protein elektroforesis.Toksikologi.Radiografi membantu melihat adanya abnormalitas dental atau tulang.  



5.Terapi Lakukan terapi cairan pada pasien yang mengalami anoreksia. Bila masih bisamenelan berikan pakan yang lunak. Lakukan dental propilaksis, terapi periodontalatau ektraksi gigi yang bermasalah.   Antimikrobial Terapi untuk infeksi bakterial primer atau sekunder. Amoxicillin 12.5-25 mg/kg q12 jam PO, Clindamycin 11 mg/kg q12 jam PO, Metronidazole 10 mg/kg q12 jam POatau 30 mg/kg q24 jam PO   Anti-inflamasi Untuk membuat hewan nyaman (tidak merasa sakit) sehingga mau makan.Prednison 0,5-1 mg/kg q12-24 jam PO kemduian diturunkan hingga q48 jam.  Topikal Larutan atau gel chlorhexidine 2-3 kali sehari, larutan atau gel zinc organic acidmampu menghilangkan plaque dan mempercepat kesembuhan jaringan.  Imunosupresif Untuk penyakit yang berkaitan dengan imunologis, bergantung pada penyakit spesifik.



PENYAKIT PADA ESOPHAGUS Megaesophagus Penyakit ini dikenal juga dengan achalasia, yaitu terjadinya dilatasi esophagus danhipomotilitas. Gangguan tersebut dapat terjadi akibat gangguan primer atausekunder. Gangguan sekunder bisa akibat dari obstruksi atau disfungsineuromuskularCongenital idiopathic megaesophagus is menurun pada anjing Wire-haired foxterriers (simple autosomal recessive) dan Miniature schnauzers (simple autosomaldominant atau 60% penetrance autosomal recessive).Lebih sering terjadi pada anjing dibandingkan kucing. Familial predispossi terjadipada German shepherd, Newfoundland, Great dane, Irish setter, Sharpei, Pug,Greyhound, and kucing Siamese.Congenital megaesophagus dengan gejala regurgitasi pertama kali tampak padasaat sapih. Sedangkan bentuk dapatan sering terjadi pada anjing muda hinggapertengahan umur.



1.Patofisiologi Motilitas esophagus menurun atau tidak ada, menyebabkan akumulasi8 atau retensimakanan dan cairan di dalam esophagusMotilitas refleks esophageal bermula saat makanan merangsang sensory afferentspda mukosa esophagus, selanjutnya mengirim pesan menuju pusat menelan dibatang otak melalui syaraf vagus.Pesan efferent dari lower motor neurons (LMN) pada nucleus ambiguus travelmelalui vagus merangsang kontraksi otot lurik dan polos esophagus.Lesi yang terjadi sepanjang jalur tersebut, termasuk myoneural junction, akanmenyebabkan hipomotilitas esophagus dan distensi.Tidak seperti pada kasus megaesophagus manusia, meningkatnya tonus sphincterpada esophagus bagian bawah, jarang berkaitan dengan terjadinyamegaesophagus pada anjing atu kucing



2.Penyebab Congenital idiopathic megaesophagus. Obstruksi esophageal dapat terjadi karenaadanya benda asing, striktura, neoplasia, granuloma, vascular ring anomalies(persistent right aortic arch), kompresi periesophageal.Penyakit neurologic dan neuromuskular seperti myasthenia gravis (focal orgeneralized), polymyositis (systemic lupus erythematosus [SLE]),polyneuritis/polyradiculoneuritis, botulism, dysautonomia, gangguan central nervoussystem (CNS), degenerativ, infeksius/inflamasi, neoplasia, traumatik padabrainstem dan spinal cord, kerusakan vagal bilateral.Sebab lain adalah esophagitis, hypothyroidism, hypoadrenocorticism, thymoma(dengan secondarily acquired myasthenia gravis), toksikosis (lead, thallium,acetylcholinesterase inhibitors)



3.Gejala Biasanya ditemukan regurgitasi pakan dan minum, berat badan turun ataupertumbuhan terhambat, hipersalivation, halitosis dan terdengar suara saatmenelan. Ada rasa sakit saat dipalpasi pada servikal esophagus. Gejala lain yangmenyertai dan menjadi penyebab megaesophagus adalah kelemahan, paresis atauparalisis, ataksia, gagging, disfagia, rasa sakit atau depresi.Mungkin juga ditemukan batuk, discharge nasal mukopurulent dan dispnea akibataspirasi pneumonia.Perubahan lain berkaitan megaesophagus adalah respiratori crackles, takipnea,pireksia, myalgia, lemah otot, atrofi otot, hiporefleksia, defisit proprioceptive andpostural, gangguan autonomik (mydriasis dengan tidak adanya   pupillary light reflex  ,nasal kering dan membrana mukosa okular, diarrhea, bradikardi), defisit syarafkranial (khususnya SK VI, IX, dan X), paresis atau paralisis, and perubahan mental.



5.Diagnosis Penyakit obstruksi pharyngeal (benda asing, inflamasi, neoplasia, cricopharyngealachalasia) and gangguan palatum akan menyebabkan regurgitation denganmotilotas esophaguas normal.Rasa sakit faringeal dan disfagia seringkali terjadi pada obstructive pharyngealdisease.Bedakan regurgitasi dari disfagia and vomit.Titer reseptor antibody acetylcholine untuk mengevaluasi terjadinya myastheniagravis. Titer antibodi antinuclear untuk mengevaluasi SLE. Stimulasi ACTH untukmengevaluasi fungsi adrenal. Kadar T4/TSH untuk mengevalausi fungsi tiroid.Tembaga dalam serum dan kadar cholinesterase untuk mengevaluasi toksisitas.



6.Terapi Sebagian besar dapat ditangani melalui rawat jalan. Pada kasus dengan komplikasiaspirasi pneumonia, obstructive megaesophagus, atau penyakit neurologis beratdiperlukan rawat inap.Pada kasus aspirasi pneumonia dan ataur dehidrasi diperlukan antibiotika and terapicairan.Pemberian pakan sebaiknya dengan memposisikan kepala 45–90° dari lantaibiarkan begitu dalam 10–15 menit setelah pemberian pakan. Pemberian pakandalam bentuk gruel akan mengurangi regurgitasi. Meskipun demikian hal ini bersifatindividual dan kadang dilain waktu akan berubah. Pasien dengan regurgitasi beratmembutuhkan pemberian pakan melalui feeding tube (gastrotomy tube).Diperlukan tindakan operatif pada kasus adanya benda asing di esophagus atuneoplasi atau untuk mengkoreksi anomali cincin vaskular. Tindakan operatif tidakakan memperbaiki motilitas esophagus. Tidak ada obat yang dapat digunakan untuk terapi megaesophagus. Sucralfate(0,5–1,0 g/anjing PO q8h), H2 blockers (famotidine 0,5 mg/kg PO q12–24h pada anjing) dapat digunakan jika terjadi refluks esophagistis.Metoclopramide (0,2–0,5 mg/kg PO q6–8h pada anjing) mempercepat pengosongan lambung, meningkatkan tonus sphincter gastroesophageal, dan sangat berguna



pada kasus yang disertai refluks esophagitis atau sebab promernyaadalah esophagistis. Antibiotika broad spektrum, perlu pada pasien yang mengalami aspirasi pneumonia.Pemberian secara parenteral atau enteral melalui feeding tube (gastrotomy tube)diperlukan pada kasus regurgitasi berat.Bahan immunosuppressive (prednisone, cyclophosphamide, azathioprine)diperlukan pada kasus yang berkaitan dengan penyakit imunolgis.Prednisone and acetylcholinesterase inhibitors (pyridostigmine) digunakan untukterapi myasthenia gravis.