Iltifat Dalam Al [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Maani = struktur kalimat Bayan= memilih kalimat/kata kiyasan Badi’= muhassinat Filsafat ilmu, epistimologi, ontology, manfaatnya Fashahah wa muqtadhal hal kilahuma ma’an Afsaha= adzhara Terkadang menyalahi kaidah umum=udul Isim=istimror Bayan:



ILTIFAT DALAM AL-QUR'AN Gaya bahasa al-Qur’an selalu menarik untuk dikaji karena keindahan struktur dan maknanya, termasuk iltifat. Gaya bahasa iltifat secara umum sudah digunakan dalam bahasa diluar bahasa Arab, tetapi secara teoritis baru ada dalam bahasa Arab. Bahkan menurut Ibn al-Atsir dalam bukunya Kanz al-Balaghah, gaya bahasa iltifat merupakan keberanian bahasa Arab yang menyebabkan bahasa Arab ini maju. Gaya bahasa iltifat ini memiliki nilai sastra yang tinggi dan banyak digemari oleh para pujangga Arab klasik seperti Jarir dan Umru al-Qais. Menurut Al-Hasyimi, Iltifat adalah perpindahan dari semua dhamir (kata ganti) kepada dhamir lain, karena tuntutan dan keserasian yang lahir melalui pertimbangan dalam menggubah perpindahan itu, untuk menghiasi percakapan dan mewarnai seruan agar tidak jemu dengan satu keadaan dan sebagai dorongan untuk lebih memperhatikan, karena dalam setiap yang baru itu ada kenyamanan, sedangkan sebagian iltifat memiliki kelembutan, pemiliknya adalah yang memiliki rasa bahasa yang baik. Sedangkan menurut Al-Zamakhsayri, iltifat sesungguhnya menyalahi realita dalam mengungkapkan sesuatu dengan jalan menyimpang dari salah satu yang tiga kepada yang lainnya. Ada juga yang berpendapat lain bahwa iltifat itu bukan hanya perpindahan dhamir tapi juga perpindahan gaya bahasa seperti yang diungkapkan oleh Abdurrahman Al-Akhdari yang



menyatakan bahwa iltifat adalah perpindahan dari sebagian gaya bahasa kepada gaya bahasa lain untuk mendapat perhatian. Senada dengan itu, Muhammad Abdul Muthallib dalam bukunya al-Balaghah wa al-Uslubiyyah, mengungkapkan bahwa iltifat adalah penyimpangan dari suatu gaya bahasa dalam kalam (pembicaraan) kepada gaya bahasa lain yang berbeda dengan gaya bahasa yang pertama. Dari keseluruhan pengertian yang disampaikan para pakar, dapat disimpulkan bahwa iltifat adalah perpindahan atau pengalihan dhamir (kata ganti) dan gaya bahasa sebagai variasi bahasa dalam struktur kalimat dengan tujuan menarik perhatian atau menekankan poin-poin penting. Yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah iltifat dhamir (pengalihan dhamir) dalam al-Qur’an. Iltifat dhamir ini ada 5 macam yaitu : 1. Iltifat dari mutakallim (persona 1) kepada mukhathab (persona 2) Contoh dalam surat Yasin, 36: 22 ‫نونم ا ِهلن ي ل أنرععبعد اللِهذ ي نفنطنرِهن ي نوإِهنلريِهه عتررنجععنونن‬ Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nyalah kamu (semua) akan dikembalikan? Dalam ayat tersebut, terdapat iltifat/pengalihan dhamir dari persona I (ana/aku) ke persona 2 (antum/kalian) dan ternyata dhamir baru (kalian) itu kembali pada dhamir yang sudah ada sebelumnyayaitu dhamir aku. 2. Iltifat dari mutakallim (persona 1) kepada ghaib (persona 3) Contoh dalam surat al-Baqarah, 2: 23 ‫ص اِهدِهقينن‬ ‫نوإِهرن عكرنعترم ِهف ي نرريٍةب ِهملم ا نلزرلنن ا نعنل ى نعربِهدنن ا نفرأعتنوا ِهبعسنونرٍةة ِهمرن ِهمرثِهلِهه نواردععنوا عشنهندانءعكرم ِهمرن عدوِهن اللِه إِهرن عكرنعترم ن‬ Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolongpenolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Dalam ayat tersebut, terdapat iltifat/pengalihan dhamir dari persona I (nahnu/kami) ke persona 3 (selain Allah) dan ternyata dhamir baru (ghaib pada selain Allah) itu kembali pada dhamir yang sudah ada sebelumnya yaitu dhamir Kami. Seharusnya jika sama, yang digunakan adalah min dunina (selain Kami). 3. Iltifat dari mukhathab (persona 2) kepada ghaib (persona 3) Contoh dalam surat al-Baqarah, 2: 187 …‫ِهترلنك عحعدوعد اللِه نفال نترقنرعبنونه ا نكنذِهلنك عينبيعن اللع آني اِهتِهه ِهلللن اِهس لننعللعهرم نيلتعقنونن‬ Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu (kalian) mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. Dalam ayat tersebut, terdapat iltifat/pengalihan dhamir dari persona 2 (antum/kalian) ke persona 3 (mereka/manusia) dan ternyata dhamir baru (mereka/manusia) itu kembali pada dhamir yang sudah ada sebelumnya yaitu dhamir kalian.



4. Iltifat dari ghaib (persona 3) kepada mukhathab (persona 2) Contoh dalam surat al-Fatihah, 1: 4-5 ‫نم اِهلِهك نيرنوِهم اليديِهن إِهلي انك نرععبعد نوإِهلي انك نرسنتِهعيعن‬ (Dia) Yang menguasai hari pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan Dalam ayat tersebut, terdapat iltifat/pengalihan dhamir dari persona 3 (huwa/dia) ke persona 2 (ka/Engkau) dan ternyata dhamir baru (Engkau) itu kembali pada dhamir yang sudah ada sebelumnya yaitu dhamir huwa/dia. 5. Iltifat dari ghaib (persona 3) kepada mutakallim (persona 1) Contoh dalam surat al-Baqarah, 2: 252 ‫ِهترلنك آني اعت اللِه نرتعلنونه ا نعنلرينك ِهب ارلنحيق نوإِهلننك نلِهمنن ارلعمررنسِهلينن‬ Itu adalah ayat-ayat Allah. Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus. Dalam ayat tersebut, terdapat iltifat/pengalihan dhamir dari persona 3 (Dia/Allah) ke persona 1 (nahnu/kami) dan ternyata dhamir baru (kami) itu kembali pada dhamir yang sudah ada sebelumnya yaitu dhamir dia/Allah. Dan masih banyak ayat-ayat dalam al-Qur’an yang mengandung iltifat ini. Adapun tujuan penggunaan iltifat diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Pada surat Yasin ayat 22, penggunaan iltifat bertujuan agar pembicaraan berpindah dari menasehati dirinya kepada menasehati kaumnya secara lembut. Ia berbicara dengan mereka sesuai dengan keadaan mereka, ia berargumentasi kepada mereka bahwa betapa jeleknya apabila tidak mau berpindah kepada Sang Pencipta, sehingga ia mengancam mereka dengan ‫نوإِهلنريِهه عتررنجععنونن‬ 2. Pada surat al-Fatihah ayat 4-5, penggunaan iltifat bertujuan untuk mengagungkan Yang Disembah, cara yang sopan untuk menunjukkan bahwa Dia pada tingkatan paling tinggi. 3. Pada surat al-Baqarah ayat 252, penggunaan iltifat bertujuan untuk menambah keyakinan kepada mukhathab yaitu Nabi Muhammad Saw akan kebenaran ayat-ayat Allah Swt. Dari sudut pandang ilmu Balaghah, menurut az-Zamakhsyari, iltifat ini dapat dikaji pada ketiga unsur ilmu Balaghah yaitu ilmu Ma’ani, ilmu Bayan dan ilmu Badi’. Iltifat dalam ilmu Ma’ani adalah dari segi perpindahannya dari tuntutan yang nyata. Sedangkan iltifat dalam ilmu Bayan adalah dari segi keragaman ungkapan untuk suatu makna yang dapat menghiasi perkataan itu sendiri. Adapun iltifat dalam ilmu Badi’ adalah dari segi adanya pengumpulan antara bentukbentuk secara kontrastif dalam satu makna, berarti termasuk kategori muhassinat ma’nawiyyah. Kesimpulannya, iltifat adalah pengalihan dhamir (& gaya bahasa) dan merupakan salah satu faktor pendukung aspek kemujizatan al-Qur’an. Tantangan al-Qur’an kepada orang-orang Arab yang memiliki tingkat fashahah dan balaghah yang tinggi tidak sanggup dipenuhi, padahal iltifat



ini merupakan salah satu kebanggaan mereka. Penggunaan iltifat dhamir (pengalihan kata ganti) dalam al-Qur’an memiliki tujuan-tujuan khusus diantaranya menguatkan motivasi, menasehati orang lain melalui diri sendiri, memuliakan, mengagungkan dan menambah keyakinan. Tujuan-tujuan tersebut sekaligus menunjukkan keindahan makna semantisnya. Wallahu a’lam bish shawwab Semoga bermanfaat. Referensi: 1. Maktabah Syamilah 2. Keindahan Ungkapan Iltifat dalam al-Qur’an, Dr. Mamat Zaenuddin, MA



AL-BALAGHAH: Ilmu Badi' A. Hakikat Ilmu Badi’ Menurut leksikal: suatu ciptaan baru yang tidak ada contoh sebelumnya Menurut terminologi: Suatu ilmu yang dengannya diketahui metode dan cara-cara yang ditetapkan untuk menghiasi kalimat dan memperindahnya setelah kalimat tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi dan telah jelas makna yang dikehendaki Objek kajian ilmu badi’ adalah upaya memperindah bahasa baik pada tataran lafal (muhassinaat lafdziyyah) maupun makna (muhassinaat ma’nawiyyah) Kalau ma’aani dan bayan membahas materi dan isinya, maka badi’ membahas dari aspek sifatnya. B. Muhassinaat Lafdhiyyah Jinas: suatu kata yang merupakan derivasi dari kata umum dari nau’. Dalam ilmu balaghah, jinas bermakna kemiripan pengungkapan dua lafal yang berbeda artinya. Atau dengan kata lain, suatu kata yang digunakan pada tempat yang berbeda dan mempunyai makna yang berbeda Iqtibas, secara leksikal bermakna ‘menyalin’ dan ‘mengutip’. Secara terminologi adalah kalimat yang disusun oleh penulis dengan menyertakan patikan ayat atau hadits ke dalam rangkaian kalimatnya tanpa menjelaskan bahwa petikan itu berasal dari al-Quran atau hadits. Saja’, secara leksikal bermakna ‘bunyi’ atau ‘indah’. Secara terminologis, saja’ adalah persesuaian bunyi. Jenis-jenis saja’: - Al-Mutharraf: sajak yang dua akhir kata pada sajak itu berbeda dalam wazannya, dan persesuaiannya dalam huruf akhirnya - Al-Murashsha’: saja’ yang padanya lafal-lafal dari salah satu rangkaiannya, seluruhnya atau sebagian besarnya semisal bandingannya dari rangkaian yang lain



– Al-Mutawaazi: saja’ yang persesuaian padanya terletak pada dua kata yang akhir saja. Saja’ yang indah: – Sama faqrahnya – Faqrah kedua lebih panjang – Yang terpanjang faqrah ketiganya – Bagian-bagian kalimatnya seimbang – Rangkaian kalimatnya bagus dan tidak dibuat-buat – Bebas dari pengulangan yang tidak berfaedah Ada kemiripan antara jinas dan saja’. Perbedaannya: – Pada jinas, kemiripan dua lafal yang berbeda artinya atau maknanya. Sedangkan saja’ adalah cocoknya huruf akhir dua fashilah atau lebih. – Kemiripan pada jinas terdapat pada macam huruf, syakal, jumlah, dan urutannya. Sedangkan kemiripan pada saja’ dilihat dari kecocokannya fashilahnya baik dalam wazan ataupun hurufnya. MUHASSINAAT MA’NAWIYAH Tauriyah secara leksikal bermakna ‘tersembunyi’. Secara terminologi: suatu lafal yang mempunyai makna ganda, makna pertama dekat dan jelas akan tetapi tidak dimaksud, sedang makna kedua jauh dan tersembunyi, akan tetapi makna itulah yang dimaksud Tauriyah mempunyai beberapa kategori: - Mujarradah: tauriyah yg tdk dibarengi oleh ungkapan yang cocok untuk keduanya - Murasysyahah: tauriyah yang dibarengi oleh ungkapan yang sesuai untuk makna dekat - Mubayyanah: tauriyah yang dibarengi oleh ungkapan yang sesuai untuk makna jauh - Muhayyanah: tauriyah yang terwujud setelah ada ungkapan sebelum atau sesudahnya Musyakalah secara leksikal bermakna ‘saling membentuk’. Secara terminologi: menuturkan sesuatu ungkapan bersamaan dengan ungkapan lain, yang kedudukannya berfungsi sebagai pengimbang. Istikhdam: menyebutkan suatu lafal yang mempunyai dua makna, sedangkan yang dikehendaki adalah salah satunya Muqaabalah secara leksikal bermakna ‘saling berhadapan’. Secara terminologis: mengemukakan dua makna yang sesuai atau lebih kemudian mengemukakan perbandingannya secara tertib Ta’kid al-madl bimaa yusybih al-dzamm: memuji seseorang akan tetapi seperti mencela: - Menafikan suatu sifat tercela setelah mendatangkan sifat terpuji - Menetapkan sifat pujian, kemudian diikuti oleh istitsna dan sifat pujian lainnya I’tilaf al-lafzhi ma’a al-ma’na: - Definisi pertama: menghimpun dua perkataan yang saling terkait baik lafalnya maupun maknanya. Juga dinamakan tanasub (keterkaitan), tawafuq (kesesuaian),



i’tilaf (adanya pertalian) - Definisi kedua: Menghimpun dua hal atau beberapa hal yang bersesuaian. Hal-hal tsb tidak dilihat dari aspek tersusunnya. – Definisi ketiga: keadaan beberapa lafal sesuai dengan beberapa makna. Karena itu dipilih lafal-lafal yang agung dan kata-kata yang keras untuk menunjukkan kemegahan dan kesemangatan. Selain itu pula dipilih lafa-lafal yang lunak dan lembut untuk sanjungan Catatan: – Pertama: adanya kesesuaian antara dua ungkapan – Kedua: makna mempunyai kesesuaian – Ada penggabungan dua hal dan beberapa hal Al-Jam’u secara leksikal bermakna ‘mengumpulkan’. Secara terminologi: menghimpun beberapa lafal dalam satu hukum At-Tafriq secara leksikal bermakna ‘memisahkan’. Secara terminologi: mutakallim sengaja menyebut dua hal yang sejenis, kemudian mengungkapkan perbedaan dan pemisahan di antara keduanya, untuk tujuan memuji, mencela, menisbatkan, dll Husn at-Ta’lil: sastrawan mengingkari secara terang-terangan ataupun tersebunyi terhadap alasan yang telah diketahui umum bagi suatu peristiwa, kemudian dia mendatangkan alasan lain yang bernilai sastra dan lembut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya Istithraad: seorang pembicara berpindah dari maksud ungkapan yang sedang diucapkannya kepada ungkapan lain yang masih mempunyai keterkaitan dengannya. Setelah itu ia kembali kepada ungkapan yang ditujukan sejak awal Iththiraad: suatu ungkapan yg mengandung penyebutan nama dari beberapa bapak atau anak secara tertib dan mutlak Taujih secara leksikal bermakna ‘pembimbingan’ atau ‘pengarahan’. Secara istilah: mendatangkan kalimat yang memungkinkan dua makna yang berlawanan secara seimbang, seperti mengejek, memuji, agar orang yang mengucapkan dapat mencapai tujuannya, yaitu tidak meaksudkan pada salah satunya secara eksplisit Definisi lain taujih: mengucapkan satu kalam ihtimal yang memungkinkannya mempunyai dua makna yang berbeda. Perbedaan taujih dan tauriyah: - Tauriyah terdapat pada kata, sedang taujih terdapat pada sebuah susunan kalam - Pada tauriyah, dari kedua pengertian yang dikandungnya hanya satu yang dimaksud, yaitu makna jauh. Sedangkan pada taujih, tidak jelas mana makna yang dimaksudnya Thibaq adalah terhimpunnya dua kata dalam satu kalimat yang masing-masing kata tsb saling berlawanan dari segi maknanya. Thibaq ada dua jenis: - Thibaq ijab: apabila di antara kedua kata yang berlawanan tdk mempunyai perbedaan dalam hal ijab (positif) dan salab (negatif) – nya. - Thibaq salab: apabila di antara kedua kata yang berlawanan mempunyai perbedaan dalam nilai ijab (positif) dan salab (negatif) - nya



Thayy dan nasyr: menyebutkan beberapa makna kemudian menuturkan makna untuk masing-masing satuannya secara umum dengan tanpa menentukan, karena bersandar kepada upaya pendengar dalam membedakan makna untuk masingmasing dari padanya dan mengembalikan untuk yang semestinya: - Lafal yang berbilang itu disebutkan menurut tertib kandungannya - Lafal yang berbilang itu disebutkan tidak menurut tertib urutannya Mubalaghah: ekspresi ungkapan yang menggambarkan sesuatu hal secara berlebihan yang tidak mungkin (tdk sesuai dengan kenyataan). Ada tiga kategori: - Tabligh: suatu ungkapan itu mungkin terjadi baik secara logika maupun realita. - Ighraq: menggambarkan sesuatu yg secara logika tdk mungkin terjadi tetapi secara realita mgk terjadi - Ghulu: ungkapan yg menggambarkan sesuatu baik secara logika maupun realita tidak mungkin terjadi. Ghulu yang diterima biasanya disertai lafal ‘kaada’ dan ‘lau’ Iltifat secara etimologis memiliki arti ‘perubahan’, ‘genggaman’, ‘lilitan’, ‘makan’, ‘melihat’, ‘campuran’ Iltifat: perpindahan dari semua dhamir; mutakallim, mukahatthab atau ghaib kepada dhamir lain, karena tuntutan dan keserasian yang lahir melalui pertimbangan dalam menggubah perpindahan itu, untuk menghiasi percakapan dan mewarnai seruan, agar tidak jemu dengan satu keadaan dan sebagai dorongan untuk lebih memperhatikan, karena dalam setiap yang baru itu ada kenyamanan, sedangkan sebagian iltifat memiliki kelembutan, pemiliknya adalah rasa bahasa yang sehat Iltifat: perpindahan gaya bahasa dari bentuk mutakallim atau mukhatthab atau ghaib kepada bentuk yang lainnya, dengan catatan bahwa dhamir yang dipindah itu dalam masalah yang sama kembali kepada dhamir yang dipindahkan, dengan artian bahwa dhamir kedua itu dalam masalah yang sama kembali kepada dhamir pertama Iltifat: perpindahan dari sebagian gaya bahasa (uslub) kepada gaya bahasa lain yang mendapat perhatian Iltifat: penyimpangan dari suatu gaya bahasa dalam kalam kepada gaya bahasa lain yang berbeda dengan gaya bahasa yang pertama Iltifat dhamir: - Iltifat dari mutakallim kepada mukhatthab - Iltifat dari mutakallim kepada ghaib - Iltifat dari mukhatthab kepada ghaib - Iltifat dari ghaib kepada mukhatthab - Iltifat dari ghaib kepada mutakallim Iltifat ‘adad al-dhamir: perpindahan dari satu bilangan pronomina kepada pronomina lain di antara pronomina yang tiga, dengan catatan bahwa dhamir baru itu kembali kepada dhamir yang sudah ada dalam materi yang sama: - Dari mutakallim mufrad kepada mutakallim ma’al ghair - Dari mutakallim ma’al ghair kepada mutakallim mufrad - Dari mukahatthab mufrad kepada mukhatthab mutsanna - Dari mukhatthab mufrad kepada mukhatthab jamak



- Dari mukhatthab mutsanna kepada mukhatthab mufrad - Dari mukhatthab mutsanna kepada mukhatthab jamak - Dari mukhatthab jamak kepada mukhatthab mufrad - Dari ghaib mufrad kepada ghaib mutsanna - Dari ghaib mufrad kepada ghaib jamak - Dari ghaib mutsanna kepada ghaib jamak - Dari ghaib jamak kepada ghaib mufrad - Dari ghaib jamak kepada ghaib mutsanna Iltifat anwa’ al-jumlah: perpindahan dari satu jumlah (kalimat) kepada jumlah lain di antara macam-macam jumlah yang ada; dengan catatn bahwa materi pada jumlah baru itu kembali kepada jumlah yang sdh ada. - Dari jumlah fi’liyah kepada jumlah ismiyyah - Dari jumlah ismiyyah kepada jumlah fi’liyyah - Dari kalimat berita kepada kalimat melarang – Dari kalimat berita kepada kalimat perintah – Dari kalimat perintah kepada kalimat berita – Dari kalimat melarang kepada kalimat berita – Dari kalimat bertanya kepada kalimat berita Para ahli balaghah bersepakat tentang keterkaitan iltifat dengan makna, pengaruhnya kepada jiwa, serta faedah dan poin yang didapat dalam berbagai gaya bahasa dan konteks.