IRIGASI [PDF]

  • Author / Uploaded
  • hilmi
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MATA KULIAH IRIGASI



KAJIAN POTENSI DAN KONDISI SALURAN SEKUNDER SUKORENO, KENCONG DAN WONOREJO DI. BONDOYUDO KABUPATEN JEMBER - KABUPATEN LUMAJANG



Oleh : Siti Aminatuzuhria NIM 1317102060



JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2015



KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan berkat dan hidayah-Nya, sehingga Kajian Potensi Dan Kondisi Saluran Sekunder Sukoreno, Kencong dan Wonorejo DI. Bondoyudo - Kabupaten Jember - Kabupaten Lumajang dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : (1) Kedua orang tua saya, ayah M.Munif dan ibu S. Saodah yang telah memberikan dukungan moril dan materil kepada saya. (2) Dr.Ir.Heru Ernanda, M.T selaku dosen pembimbing laporan. (3) Dr. Yuli Witono S.TP ., M.P selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian dan Dr.Ir. Bambang Marhaenanto, M.Eng., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian. (4) UPTD Pengairan Gumukmas Kecamatan Gumukmas Kabupaten Jember dan UPTD Pengairan Gumukmas Kecamatan Gumukmas Kabupaten Jember atas kerja sama dan kesempatan yang diberikan; (5) Para juru UPTD Pengairan Gumukmas yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membantu saya dalam melaksanakan praktikum lapang; (6) Semua pihak yang tidak dapat disebut satu per satu yang telah membantu baik tenaga maupun pemikiran dalam penyusunan laporan ini.



Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan bagi masyarakat, khususnya ilmu teknik pertanian. Jember, Desember 2015



KONSEP PENDEKATAN D



AFTAR ISI



KATA PENGANTAR DAFTAR ISI



...................................... ......................................



i ii



BAB 1.



PENDAHULUAN



.....................................



5



1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan dan Manfaat



...................................... ...................................... ......................................



5 8 9



TINJAUAN PUSTAKA



.....................................



10



BAB 2.



2.1 Sistem Irigasi ...................................... 2.2 Prasarana Irigasi ...................................... 2.2.1 Bangunan dan saluran ...................................... 2.2.2 Jaringan Irigasi ...................................... 2.3 Kebutuhan Air Tanaman ...................................... 2.3.1.1 Curah Hujan Efektif ...................................... 2.3.1.2 Curah Hujan Oldemen ...................................... 2.3.2 Kebutuhan Air Berdasarkan metode LPR dan FPR .......... 2.3.3 Ketersediaan Air Irigasi ...................................... 2.3.4 Debit Irigasi ...................................... 2.3.5 Effisiensi ...................................... 2.3.6 Debit Andalan ...................................... 2.4 Sistem Pemberian Air Irigasi ...................................... 2.5 Pola Tanam ...................................... 2.6 Karakteristik Unsur Klimatologi ...................................... BAB 3.



METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metodologi



BAB 4.



HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................... 4.1 Potensi dan Kondisi Saluran Sekunder Sukoreno, Sekunder Kencong dan Sekunder Wonorejo ................................... 4.1.1 Sumber Daya Lahan ...................................... 4.1.2 Klimatologi ...................................... 4.1.3 Hujan ...................................... 4.1.4 Sumber Air ...................................... 4.1.5 Jaringan Irigasi ......................................



BAB 5.



KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran



DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



..................................... ...................................... ...................................... ......................................



..................................... ...................................... ......................................



BAB



1 PENDAHULUAN



PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian sesuai dengan yang tertuang dalam



RPJM Kementerian Pertanian 2015-2019 diarahkan untuk dapat menjamin ketahanan pangan dan energi untuk mendukung ketahanan nasional (Kementrian Pertanian, 2014). Salah satu kebijakan pembangunan pertanian ini dilaksanakan dengan meningkatkan kapasitas produksi melalui peningkatan produktivitas dan perluasan areal pertanian. Lebih lanjut, Kementrian Pertanian (2015a) menyatakan pemenuhan produksi padi nasional, direncanakan peningkatan produksi padi 1,50% setiap tahunnya dengan sasaran produksi tahun 2015 ditargetkan sebesar 73.400.000 ton gabah kering giling (GKG). Pencapaian sasaran produksi ini harus didukung oleh pemanfataan jaringan irigasi yang optimal.



Pemanfaatan jaringan irigasi optimal dapat dicapai, jika



dapat dilakukan upaya optimalisasi perpaduan antara keragaan (kondisi dan keberfungsian) jaringan irigasi, ketersediaan air irigasi dan kebutuhan air irigasi. Ke-tiga paramater belum ini diinterpretasikan di Wilayah Layanan Saluran Sekunder Sukoreno, Kencong dan Wonorejo DI. Bondoyudo - Kabupaten Jember dan Kabupaten Lumajang. Oleh karena itu perlu dilakukan Kajian Potensi Dan Kondisi



Saluran Sekunder Sukoreno, Kencong dan Wonorejo, DI. Bondoyudo -



Kabupaten Jember - Kabupaten Lumajang. Jika dilihat pada kondisi wilayah layanan Saluran Sekunder Sukoreno, Kencong dan Wonorejo DI. Bondoyudo - Kabupaten Jember dan Kabupaten Lumajang, telihat sistem jaringan irigasi yang kurang terawat dan bahkan bangunan dan saluran sebagian besar sudah mengalami penurunan fungsi sehingga diperlukan pengeloaan aset – aset irigasi dalam rangka perawatan, perbaikan,



dan



rehabilitasi



secara



partisipatif



dengan



melibatkan



seluruh



stakeholder sehingga jaringan irigasi tersebut dapat berfungsi kembali secara teknis.



KONSEP PENDEKATAN 1.2



Rumusan Masalah dan Batasan Masalah Perencanaan pemanfaatan jaringan irigasi Saluran Sekunder Sukoreno (B.



Sk.1 - B. Sk.4), Kencong (B. Kg.1 - B. Kg.2) dan Wonorejo (B. Kg.1 - B. Wn.1) belum dapat dilakukan . Hal ini disebabkan oleh : (1) Jaringan Irigasi belum diidentifikasi secara baik (2) Kebutuhan air irigasi belum dihitung secara agroklimatolis (3) Data debit belum diinterpretasikan sebagai ketersediaan air Ketiga parameter ini mengakibatkan perencanaan pemanfataan jaringan irigasi Saluran Sekunder Sukoreno, Kencong dan Wonorejo, DI. Bondoyudo tidak dapat dilakukan secara optimal. 1.3



Tujuan Penelitian Tujuan kajian Potensi Dan Kondisi



Saluran Sekunder Sukoreno, Kencong



dan Wonorejo, DI. Bondoyudo - Kabupaten Jember - Kabupaten Lumajang sebagai berikut : (1) Mengidentifikasi Jaringan Irigasi Saluran Sekunder Sukoreno, Kencong dan Wonorejo, DI. Bondoyudo - Kabupaten Jember - Kabupaten Lumajang (2) Menghitung kebutuhan air irigasi secara agroklimatolis di Saluran Sekunder



Sukoreno,



Kencong



dan



Wonorejo,



DI.



Bondoyudo



-



Kabupaten Jember - Kabupaten Lumajang (3) Menghitung Data Andalan sebagai ketersediaan air Saluran Sekunder Sukoreno, Kencong dan Wonorejo, DI. Bondoyudo - Kabupaten Jember Kabupaten Lumajang. 1.4



Manfaat Manfaat kajian Potensi Dan Kondisi Saluran Sekunder Sukoreno, Kencong



dan Wonorejo, DI. Bondoyudo - Kabupaten Jember - Kabupaten Lumajang sebagai berikut : (1) Bagi Pengelola Irigasi dan Petani Sebagai dasar pertimbangan perencanaan pemanfataan pemanfataan jaringan irigasi Saluran Sekunder Sukoreno, Kencong dan Wonorejo, DI. Bondoyudo.



I-5



KONSEP PENDEKATAN (2) Bagi Ilmu Teknik Pertanian Sebagai



uji



Permasalahan



coba dan



penerapan penyelesaian



ke-ilmu



keteknikan



permasalahan



pertanian.



diharapkan



dapat



memperluas wacana ke-ilmuan teknik pertanian.



I-6



BAB



2 TINJAUAN PUSTAKA



TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Irigasi Air bagi tanaman mempunyai peran yang sangat penting. Air dipergunakan sebagai salah satu senyawa dalam pembentukan protoplasma, sebagai pelarut untuk proses masuknya mineral dari tanah ke tanaman, proses reaksi metabolik tumbuhan, rektan pada beberapa jumlah reaksi pada metabolism (contohnya pada siklus asam trikarboksilat), bahan penghasil hydrogen dalam proses fotosintesis, untuk menjaga turgiditas pada sel dan untuk menghasilkan tenaga mekanik pada proses pembesaran suatu sel, mengatur mekanisme pergerakan membuka dan menutup stomata pada tumbuhan, perpanjangan sel tumbuhan dan membantu berlangsungnya respirasi (http://seputarpendidikan003.blogspot.com/2015/04/ manfaat-dan-fungsi-air-bagi-tumbuhan.html).



Oleh



karena



itu,



air



sangat



dibutuhkan oleh tanaman dalam menghasilkan produksi pertanian. Pemenuhan kebutuhan air untuk tanaman dilakukan dengan irigasi. Hansen Vaugh E. et all (1979) menyatakan irigasi sebagai upaya pemanfaatan air dalam tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, sedangkan Small et all (1990) menyatakan



mendefinisikan upaya



manusia untuk modifikasi dimensi ruang dan waktu penyaluran air pada saluran alamiah,



cekungan



dan



saluran



pembuang



atau



akuifer,



sebagian



atau



keseluruhan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air bagi produksi pertanian. Kedua konsep ini menunjukkan upaya manusia memanfaatkan air dari sumber air ke daerah layanan. Pengambilan air irigasi dari sumber air irigasi untuk diberikan daerah layanan tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga bersifat sosial. Hal ini ditunjukkan oleh



(i)



pengelolaan



irigasi



melibatkan



dua



kelembagaan



yang



berbeda;



(ii) pengelolaan irigasi melibatkan manajemen yang kompleks; (iii) mempunyai potensi konflik antar petani dalam satu kelembagaan petani, antar kelembagaan petani dan antar kelompok pengelola sistem utama; (iv) klonflik yang terjadi sulit



II - 7



KONSEP PENDEKATAN dikendalikan; (iv) pembayaran biaya irigasi dari petani sulit diharapkan; (v) kemungkinan kebutuhan air irigasi melebihi jatah yang diberikan (Anonim, 1997). Oleh karena itu, kajian irigasi dipandang sebagai sistem irigasi. Sistem irigasi dijabarkan dalam Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi pada pasal 1 adalah sebagai berikut : Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia.Dari ke-lima komponen sistem irigasi, maka prasarana irigasi. 2.2 Prasarana Irigasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indoensia prasarana merupakan segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, dan sebagainya) (http://kbbi.web.id/prasarana). Oleh karena itu prasarana irigasi merupakan segala sesuatu yang



merupakan



penunjang utama terselenggaranya suatu proses irigasi. 2.2.1 Bangunan dan Saluran Prasarana irigasi dipergunakan untuk membagi air irigasi. Prasarana irigasi secara hidraulik dapat dibedakan sebagai berikut (KP-01) : (1) Bangunan Utama Bangunan utama merupakan kompleks bangunan yang direncankan di dan sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi. Bangunan utama bisa mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan , serta mengukur banyaknya air yang masuk. Berdasarkan sumber airnya, bangunan utama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori, antara lain bendung, pengambilan bebas, pengambilan dari waduk dan stasiun pompa. (2) Saluran Irigasi Saluran irigasi adalah saluran bangunan, dan bangunan pelengkap yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi. Saluran irigasi dibagi menjadi tiga yaitu : a. Jaringan irigasi utama b. Jaringan saluran irigasi tersier



KONSEP PENDEKATAN c. Garis Sempadan Saluran Kapasitas Saluran ditentukan menurut banyaknya keperluan air jaringan irigasi yang dilaluinya. Saluran utama (primer dan sekunder)memiliki luas diats 150 ha, luas saluran tersier antara 15 -150 ha, sedangkan luas saluran kuarter antara 10 -15 ha. (3) Bangunan Bagi dan Sadap Bangunan bagi terletak disaluran primer dan sekunder pada suatu titik cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau saluran sekunder ke saluran tersier penerima. Bangunan bagi dan sadap mungkin digabung menjadi satu rangkaian bangunan. Boks –boks bagi disaluran tersier membagi aliran unttuk dua saluran atau lebih (tersier, subtersier dan atau kuarter) . (4) Bangunan Pengukur dan Pengatur Aliran akan diukur dihulu (udik) saluran primer, di cabang saluran jarinan primer dan bangunan sadap sekunder maupun tersier. Bangunan ukur primer dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier. Bangunan ukur dapat dibedakan menjadi bangunan ukur aliran atas bebas ( free overflow) dan bangunan ukur aliran bawah (underflow) . beberapa dari bangunan pengukur dapat juga dipakai untuk mengatur aliran air. (5) Bangunan Pembawa Bangunan-bangunan pembawa membawa air dari ruas hulu ke ruas hilir saluran. Aliran yang melalui bangunan ini dibedakan menjadi aliran superkritis atau subkritis. a. Bangunan pembawa dengan aliran superkritis Bangunan



pembawa



dengan



aliran



tempat



dimana



lereng



medannya maksimum saluran. Superkritis diperlukan di tempat lebih curam dari pada kemiringan maksimal saluran. ( Jika di tempat dimana kemiringan medannya lebih curam dari pada kemiringan dasar saluran, maka bisa terjadi aliran superkritis yang akan dapat merusak saluran. Untuk itu diperlukan bangunan peredam. Bangunan



pembawa



dengan



aliran



(i) bangunan terjun dan (ii) got miring.



superkritis



terdiri



dari



KONSEP PENDEKATAN (i) Bangunan terjun Bangunan yang memiliki muka air menurun yang mana dipusatkan di satu tempat, bangunan terjun bisa memiliki terjun tegak dan terjun miring. (ii) Got miring Got miring akan di buat apabila trase saluran melewati medan dengan kemiringan yang tajam dengan jumlah perbedaan tinggi energi yang besar. b. Bangunan pembawa dengan aliran subkritis (bangunan silang) Bangunan silang adalah bangunan yang membawa air buangan atau air hujan dari saluran atas ke saluran bawah melalui suatu hambatan alam misalnya sungai, jalan, buit dan sebagainya. Saluran pada umumnya melintas pada bawah saluran. Bangunan pembawa dengan aliran subkritis terdiri dari (i) Gorong-gorong Gorong-gorong dipasang di tempat-tempat di mana saluran lewat di bawah bangunan (jalan, rel kereta api) atau apabila pembuang lewat di bawah saluran. Aliran di dalam gorong-gorong umumnya aliran bebas. (ii) talang Talang dipakai untuk mengalirkan air irigasi lewat di atas saluran lainnya, saluran pembuang alamiah atau cekungan dan lembahlembah. Aliran di dalam talang adalah aliran bebas. (iii) siphon Sipon dipakai untuk mengalirkan air irigasi dengan menggunakan gravitasi di bawah saluran pembuang, cekungan, anak sungai atau sungai. Sipon juga dipakai untuk melewatkan air di bawah jalan, jalan kereta api, atau bangunan-bangunan yang lain. Sipon merupakan



saluran



tertutup



yang



direncanakan



untuk



mengalirkan air secara penuh dan sangat dipengaruhi oleh tinggi tekan. (iv) jembatan sipon Jembatan sipon adalah saluran tertutup yang bekerja atas dasar tinggi tekan dan dipakai untuk mengurangi ketinggian bangunan pendukung di atas lembah yang dalam.



KONSEP PENDEKATAN (v)



flume



Ada beberapa tipe flum yang dipakai untuk mengalirkan air irigasi melalui situasi-situasi medan tertentu, misalnya: - flum tumpu (bench flume), untuk mengalirkan air di sepanjang lereng bukit yang curam - flum elevasi (elevated flume), untuk menyeberangkan air irigasi lewat di atas saluran pembuang atau jalan air lainnya - flum, dipakai apabila batas pembebasan tanah (right of way) terbatas atau jika bahan tanah tidak cocok untuk membuat potongan melintang saluran trapesium biasa. Flum mempunyai potongan melintang berbentuk segi empat atau setengah bulat. Aliran dalam flum adalah aliran bebas. (vi) saluran tertutup Saluran tertutup dibuat apabila trase saluran terbuka melewati suatu daerah di mana potongan melintang harus dibuat pada galian yang dalam dengan lerengIereng tinggi yang tidak stabil. Saluran tertutup juga dibangun di daerah-daerah permukiman dan di daerah-daerah pinggiran sungai yang terkena luapan banjir. Bentuk potongan melintang saluran tertutup atau saluran gali dan timbun adalah segi empat atau bulat. Biasanya aliran di dalam saluran tertutup adalah aliran bebas. (vi) terowongan Terowongan



dibangun



apabila



keadaan



ekonomi/anggaran



memungkinkan untuk saluran tertutup guna mengalirkan air melewati bukit-bukit dan medan yang tinggi. Biasanya aliran di dalam terowongan adalah aliran bebas. (6) Bangunan Lindung Bangunan lindung dapat dipisah menjadi (i) bangunan pembuang silang melindungi



dari luar



(gorong-gorong



dan



siphon);



(ii)



bangunan



pelimpah melindungi dari kelebihan air (saluran pelimpah, sipon pelimpah dan melindungi dari kelebihan air (saluran pelimpah, sipon pelimpah dan pintu pelimpah otomatis); (iii) bangunan penggolontor sedimen; (iv) bangunan penguras; (saluran pembuang samping; (v) saluran gendong.



KONSEP PENDEKATAN (7) Jalan dan Jembatan Jalan dan jembatan diperlukan untuk inspeksi, eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dan pembuang oleh Dinas Pengairan. Bagi msyarakat tentu boleh menggunakan jalan-jalan inspeksi ini hanya untuk keperluan tertentu saja. Apabila saluran dibangun sejajar dengan jalan umum didekatnya, maka tidak diperlukan jalan inspeksi di sepanjang ruas saluran tersebut. Biasanya jalan inspeksi terletak di sepanjang sisi saluran irigasi. Pembangunan jembatan dimaksudkan untuk menghubungkan jalanjalan inspeksi di seberabg saluran irigasi/pembuang atau untuk menghubungkan jalan inspeksi dengan jalan umum. Pada tingkat jaringan tersier dan kuarter perlu dilengkapi jalan untuk para petani, jika diperlukan oleh para petani setempat dengan persetujuan petani setempat pula, karena berdasarkan survei di lapangan banyak jalan petani yang rusak k atau tidak ada sama sekali sehingga akses petani dari dan ke sawah menjadi terhambat, terutama untuk petak sawah yang paling ujung. (8) Bangunan Pelengkap Bangunan pelengkap terdiri dari : -



Pagar,



rel



pengaman



dan



sebagainya,



guna



memberikan



pengaman sewaktu terjadi keadaan-keadaan gawat; -



Tempat-tempat cuci, tempat mandi ternak dan sebagainya, untuk memberikan sarana untuk mencapai air di saluran tanpa merusak lereng;



-



Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumbatnya bangunan (sipon dan gorong-gorong panjang) oleh benda-benda yang hanyut;



-



Jembatan-jembatan



untuk



keperluan



penyeberangan



bagi



penduduk. -



Sanggar tani sebagai sarana untuk interaksi antar petani, dan antara petani dan petugas irigasi dalam rangka memudahkan penyelesaian



permasalahan



yang



terjadi



di



lapangan.



Pembangunannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi petani



setempat



sadap/offtake.



serta



letaknya



di



setiap



bangunan



KONSEP PENDEKATAN Berdasarkan operasi, dibedakan menjadi (i) bangunan utama, (ii) bangunan pengatur, (iii) bangunan pelengkap dan (iv) saluran. Bangunan utama merupakan bangunan yang menampung/mengambil air dari sumber air ke jaringan irigasi. Bangunan pengatur terdiri dari bangunan bagi, bangunan bagi-sadap dan sadap yang berfungsi untuk membagi dan menyadap dari saluran. Bangunan pelengkap merupakan bangunan yang berfungsi sebagai bangunan pembawa, bangunan lindung dan keamanan jaringan irigasi. Dan saluran berfungsi untuk menyalurkan air irigasi dari satu tempat ke tempat lain. Fungsional bangunan disajikan pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Fungsi Bangunan dan Saluran No.



Bangunan/Saluran



I.



Bangunan Utama



1.



Bendiung / bendung gerak



2.



Bendung karet



3.



Pengambilan bebas



4. 5.



Pengambilan dari waduk Stasiun pompa



II.



Bangunan Bagi/Bagi-Sadap/ Sadap



1.



Bangunan Bagi



Membagi aliran antara dua saluran atau lebih



2.



Bangunan Bagi Sadap



3.



Bangunan Sadap



4.



Boks tersier



Gabungan bangunan bagi dan sadap Mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke saluran tersier penerima Membagi aliran untuk dua saluran atau lebih (tersier, subtersier dan/atau kuarter)



III.



Bangunan Pengukur dan Pengatur



1.



Ambang batas



Mengukur dengan aliran atas bebas



2.



Parshall



Mengukur dengan aliran atas bebas



3.



Cipoletti



Mengukur dengan aliran atas bebas



4.



Romijn



Mengukur dengan aliran atas bebas dan mengatur aliran



5.



Crump-de Gruyter



Mengukur dengan aliran bawah dan mengaur aliran



6.



Pipa sederhana



Mengukur dengan aliran bawah dan mengaur aliran



7.



Constant Head Orifice (CHO)



Mengukur dengan aliran bawah dan mengaur aliran



8.



Cut Throat Flume



Fungsi



Keterangan



Meninggikan muka air di sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan Meninggikan dan menurunkan muka air dengan cara mengembangkan atau mengempiskan tubuh bendung Mengalirkan air sungai ke dalam jaringan irigasi tanpa mengatur tinggi muka air di sungai Mengalirkan air dari waduk ke dalam jaringan irigasi Mengalirkan air ke dalam jaringan irigasi melalui pompa



Mengukur dengan aliran atas bebas



Terletak di saluran primer dan sekunder Terletak di saluran tersier Terletak di saluran tersier



Dipakai di hulu saluran primer dengan debit aliran yang besar Dipakai di lokasi yang petani tidak bisa menerima bentuk ambang serta memerlukan ruangan yang panjang, presisi tinggi, dan sulit pembacaannya Dipakai di bangunan bagi – sadap Dipakai di bangunan bagi – sadap dengan fluktuasi aliran yang besar Dipakai di petak tersier kecil di sepanjang saluran primer dengan tinggi muka air bervariasi Dipakai di lokasi yang petani tidak bisa menerima bentuk ambang serta lebih pendek dari bangunan ukur Parshall dan mudah pembacannya



KONSEP PENDEKATAN IV.



Bangunan Pembawa



1.



Bangunan terjun



2.



Got miring



3.



Gorong-gorong



4.



Talang



5.



Sipon



mengalirkan air irigasi dengan menggunakan gravitasi di bawah saluran pembuang, cekungan, anak sungai atau sungai



6.



Jembatan sipon



mengurangi ketinggian bangunan pendukung di atas lembah yang dalam



7.



Flum (flume)



mengalirkan air irigasi melalui situasi-situasi medan tertentu (sepanjang lereng bukit yang curam, batas pembebasan tanah terbatas)



8.



Saluran tertutup



dibuat apabila trase saluran terbuka melewati suatu daerah di mana potongan melintang harus dibuat pada galian yang dalam dengan lereng-Iereng tinggi yang tidak stabil



9.



Terowongan



mengalirkan air melewati bukit-bukit dan medan yang tinggi



V. 1.



Bangunan Lindung Bangunan pembuang silang



2.



Pelimpah (sprillway)



3.



Bangunan penggelontor sedimen



4.



Bangunan penguras



Mengosongkan seluruh ruas saluran bila diperlukan



5.



Saluran pembuang samping



Membawa air ke bangunan pembuang silang atau, jika debit relatif kecil dibanding aliran air irigasi, ke dalam saluran irigasi itu melalui lubang pembuang



6.



Saluran gendong



Mencegah aliran permukaan (run off) dari luar areal irigasi yang masuk ke dalam saluran irigasi



VI.



Jalan dan Jembatan



1.



Jalan inspeksi



2.



Jembatan



VII.



Bangunan Pelengkap



1.



Tanggul-tanggul



2.



Pagar, rel pengaman



3.



Tempat cuci, tempat mandi ternak



Memusatkan penurunan muka air dan tinggi energi di satu tempat Potongan saluran yang diberi pasangan (lining) dengan aliran superkritis dan umumnya mengikuti kemiringan medan alamiah Melanjutkan aliran saluran yang lewat di bawah bangunan (jalan, kereta api) Mengalirkan air irigasi lewat di atas saluran lainnya



Gorong-gorong, sipon, overchute Pengatur pelimpah diperlukan tepat di hulu bangunan bagi, di ujung hilir saluran primer atau sekunder dan di tempat-tempat lain yang dianggap perlu demi keamanan jaringan Mengeluarkan endapan sedimen sepanjang saluran primer dan sekunder pada lokasi persilangan dengan sungai



Untuk inspeksi, eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dan pembuang oleh Dinas Pengairan Untuk saling menghubungkan jalan-jalan inspeksi di seberang saluran irigasi/pembuang atau untuk menghubungkan jalan inspeksi dengan jalan umum



Melindungi daerah irigasi terhadap banjir yang berasal dari sungai atau saluran pembuang yang besar Memberikan pengaman sewaktu terjadi keadaan-keadaan gawat Memberikan sarana untuk mencapai air di saluran tanpa merusak lereng



Perlu konstruksi got miring jika perbedaan tinggi energi mencapai beberapa meter



Dipasang di bawah bangunan dan aliran bebas di dalamnya Aliran bebas di dalam talang saluran tertutup yang direncanakan untuk mengalirkan air secara penuh dan sangat dipengaruhi oleh tinggi tekan saluran tertutup yang bekerja atas dasar tinggi tekan dan dipakai mempunyai potongan melintang berbentuk segi empat atau setengah bulat Saluran tertutup juga dibangun di daerah-daerah permukiman dan di daerah-daerah pinggiran sungai yang terkena luapan Banjir dibangun apabila keadaan ekonomi/anggaran memungkinkan untuk saluran tertutup



Bangunan pelimpah bekerja otomatis dengan naiknya muka air Pada ruas saluran ini sedimen diijinkan mengendap dan dikuras melewati pintu secara periodic Untuk mengurangi tingginya biaya, bangunan ini dapat digabung dengan bangunan pelimpah Aliran buangan biasanya ditampung di saluran pembuang terbuka yang mengalir pararel di sebelah atas saluran irigasi Air yang masuk dialirkan keluar ke saluran alam atau drainase yang terdekat Biasanya jalan inspeksi terletak di sepanjang sisi saluran irigasi



Umumnya tanggul diperlukan di sepanjang sungai di sebelah hulu bendung atau di sepanjang saluran primer



KONSEP PENDEKATAN Mencegah tersumbatnya bangunan (sipon dan goronggorong panjang) oleh benda-benda yang hanyut 5. Jembatan-jembatan Keperluan penyeberangan bagi penduduk Sebagai sarana untuk interaksi antar petani, dan antara 6. Sanggar tani petani dan petugas irigasi dalam rangka memudahkan penyelesaian permasalahan yang terjadi di lapangan Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP-01. 1986. Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia 4.



Kisi-kisi penyaring



Penilaian



keberfungsian



sangat



tergantung



fungsi



bangunan



dalam



melaksanakan fungsi bangunan secara hidrolis. Tabel 2.2 Komponen fisik dari skema irigasi dan drainase Komponen



Kanal



Tingkatan    



Primer Sekunder Tersier Kuwarter



Fungsi



Untuk mengalirkan air.



Saluran Air



 Primer  Sekunder  Tersier



Untuk memindahkan air dari lahan.



Bendungan Sungai



Kanal utama



Untuk membelokkan dan mengatur pasokan air irigasi.



Headworks



Pengambilan kanal utama



Untuk mmenggambarkan struktur di pengambilan kanal utama. Kelompok strutktur meliputi: bendungan sungai, head regulator, DAS pengatur, struktur pengatur, atau satu struktur dari stasiun pompa.



Stasiun Pompa



 Kanal utama  Saluran utama



Untuk menaikkan air kebutuhan irigasi dan untuk membuang air dari saluran drainase yang berada di bawah permukaan air sungai.



DAS Pengatur



Kanal pengambilan utama



Untuk mengendapkan sedimen.



Cross Regulator



Kanal primer dan sekunder



Untuk meningkatkan dan mempertahankan permukaan air pada elevasi desain.



Head Regulator



Kanal primer, sekunder, dan tersier



Untuk mengatur debit yang memasuki kanal.



Struktur pengatur



Kanal primer, sekunder, dan tersier



Untuk mengatur debit untuk keperluan operasional.



Terowongan



Semua tingkat kanal



Untuk melewatkan kanal dari penghalang (kanal lain ataupun saluran drainase)



Urung-urung



Semua tingkat kanal atau saluran air



Untuk melewatkan kanal atau saluran air di penghalang (jalan, saluran air, dll)



Struktur penurunan



Semua tingkat kanal atau saluran air



Untuk menurunkan atau menguras kanal dengan cara yang aman yang digunakan untuk memperlambat kanal pada kemiringan yang curam



Escape structure



Semua tingkat kanal



Digunakan untuk meloloskan air dari kanal ke jaringan drainase ketika kelebihan pasokan.



Siphon bawah tanah Semua tingkat kanal



Digunakan Untuk melewatkan kanal jika harus melintasi sungai, saluran pembuang alami, lembah, jalan atau cekungan dimana aliran dialirkan lewat bawah sungai, saluran pembuang alami, lembah, jalan atau cekungan.



KONSEP PENDEKATAN Kotak distribusi



Kanal kuwarter



Struktur distribusi sederhana saluran kuwarter



untuk mendistribusikan air diantara



Waduk



Kanal utama



waduk berfungsi untuk menyimpan air irigasi pada saat debit sungai berlebih.



Sumur



On-Farm



Memindahkan air tanah untuk kebutuhan irigasi. Sering digunakan dalam hubungannya dengan sistem air permukaan.



Jembatan



Jembatan jalan dan jembatan orang



Digunakan baik untuk manusia ataupun hewan dalam menyebarangi saluran atau kanal



Jalan



Jalan akses dan jalan inspeksi



untuk mendapatkan akses ke sistem irigasi dan desa-desa untuk pemeriksaan dan pemeliharaan



Sawah



Dalam unit tersier



Tanah yang siap untuk pembudidayaan tanaman



Desa



Seluruh skema



Tempat tinggal bagi masyarakat petani



Jalur akses



Kanal utama



jalur akses ke kanal untuk lalu lintas manusia dan hewan (mendapatkan air, mencuci, dll)



Burton, M., 2000, Using Asset Management Techniques for Condition and Performance Assessment of Irrigation and Drainage Infrastructure. GTZ Tabel 2.3 Tipe Aset dan komponen yang digunakan Tipe Aset Bendung



Satuan yang dicatat Panjang



Tinggi



Pengatur Utama



Sadap *catatan - Nomenklatur tetap - Pintu - Saluran



Fungsi yang di akses HIDROLIK - Pendistribusian - Pengambilan - Pengaliran PENGOPERASIAN - Pintu - Bangunan Ukur



Jumlah Gerbang



HIDROLIK - Pengambilan Aliran



Lebar Desain aliran



PENGOPERASIAN - Kontrol Aliran - Bangunan Ukur



Jumlah Gerbang



HIDROLIK - Pengambilan Aliran



Lebar



PENGOPERASIAN - Kontrol Aliran



Desain aliran



Komponen yang diperiksa



Perkiraan Massa Pakai



Dinding bendung Dinding pembagi Dinding pembatas Puncak bendung Nomenklatur bendung Dinding pinggir Pintu Air Pintu Pengambil Wadah Penampung Suprastruktur



Sipil 50 Tahun



Pintu Struktrur Papan Pemberitahuan Wadah Penampung



Sipil 25 Tahun



Struktur Papan Pemberitahuan Dinding sisi kiri Dinding sisi kanan Wadah Penampung Bangunan Ukur Bak Penampung



Sipil 25 Tahun



Mekanis dan Elektrik (m & e) 10 Tahun



m&e 10 Tahun



m&e 10 Tahun



KONSEP PENDEKATAN Bangunan Ukur



Jumlah tinggi HIDROLIK keseluruhan - Pengambilan Aliran Desain aliran



Saluran “(Barisan) - Bumi - Gempa - Ubin Beton - Konstruksi Beton Bangunan Pompa - Saluran Air - Parit - Bangunan turunan - Bangunan pelepasan



Bangunan Pelengkap Contoh : - Jembatan - Tempat Mandi Hewan Jalan Akses



Desain aliran Panjang



PENGOPERASIAN - Kontrol Ukur Aliran



HIDROLIK - Pengambilan Aliran PENGOPERASIAN - n/a



(Tergantung pada struktur)



HIDROLIK - Pengambilan Aliran



Desain aliran



PENGOPERASIAN - n/a



Panjang Terjunan



(Tergantung pada struktur)



HIDROLIK - Pengambilan Aliran



Bagian Pengkontrol Bangunan Ukur Struktur Dinding sisi kiri Dinding sisi kanan Kotak gardu air



25 Tahun



Tanggul Sisi terjunan Alas



Sipil 25 Tahun



Tanggul Bangunan Penampung Bangunan Pendukung Dinding sisi kiri Dinding sisi kanan Wadah Penampung



Sipil 25 Tahun



Struktur Keselamatan Komponen Lainnya



Sipil 25 Tahun



PENGOPERASIAN - n/a



Panjang Lebar



PENGOPERASIAN - Akses pada jalan



m&e 10 Tahun



m&e 10 Tahun



m&e 10 Tahun



Struktur Permukaan jalan Saluran air



25 Tahun



ODA, 1995. Aset Management Procedures For Irrigation Schemes 2.2.2 Jaringan Irigasi Kinerja bangunan dan saluran membentuk kinerja pembagian air dalam satu daerah layanan yang saling berhubungan dan terpadu dalam suatu jaringan irigasi. Menurut PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 6 Tahun 2006 mendefinisikan jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Secara



hierarkhi



hidrologis,



jaringan



irigasi



dipisahkan



berdasarkan



hierarkhi saluran. Hierarkhi saluran dipisahkan menjadi jaringan utama



dan



jaringan tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendaptkan air dari suatu jaringan irigasi disebut dengan Derah Irigasi. Jaringan irigasi ini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (a) jaringan irigasi sederhana, (b) jaringan irigasi semi teknis dan (3) jaringan irigasi teknis.



KONSEP PENDEKATAN Secara pengelolaan jaringan irigasi dibedakan menjadi dua, yaitu jaringan utama dan jaringan tersier (Dirjen SDA, 1997). Adapun masing – masing pengelolaan adalah sebagai berikut : (1) Jaringan Utama Jaringan utama umumnya terdiri dari bangunan penagmbilan utama (“headworks”), saluran primer dan saluran sekunder berikut bangunan – bangunannya, termasuk bangunan pengambilan (“ offtake” atau “sadap”) tersier untuk melayani petak – petak tersier.



(2) Jaringan Tersier Areal yang dilayani oleh sadap tersier pada jaringan utam disebut “petak tersier”. Jaringan tersier terdiri dari saluran irigasi tersier, sub tersier dan kuarter, bangunan – bangunan pada saluran dan drainase tersier. Pada beberapa daerah irigasi petak tersier dalm konsep “ petak milik pemanfaat air” dapat langsung menerima air dari saluran primer tanpa terlebih dahulu melalui saluran sekunder. Berdasarkan pengelolaan jaringan, maka pengelolaan asetpun berbeda. Pengelolaan aset jaringan utama dilakukan oleh pemerintah atau suatu Badan Pengelola yang di Indonesia ditandatangani oleh instansi yang menangani masalah Pengairan, sedangkan jaringan tersier dilakukan oleh kelompok petani atau di Indonesia lazim disebut P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) 2.3 Kebutuhan Air Tanaman Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada berbagai tahap pertumbuhan dengan kondisi yang optimal (kebutuhan air yang dipenuhi tidak kekurangan dan tidak berlebihan), sehingga menghasilkan produksi yang maksimum. Pendekatan



kebutuhan



air



untuk



tanaman



dapat



dicari



dengan



menggunakan tiga metode; yaitu metode pengukuran lapang, metode Luas Polowijo Relatif - Faktor Polowijo Relatif (LPR - FPR) dan metode agroklimatologis (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1991 ).



Metode pengukuran lapang merupakan



metode pengukuran kebutuhan air langsung dilaksanakan di lapang, sedangkan dua metode lainnya metode pendugaan kebutuhan air berdasarkan karakteristik tanaman, iklim dan tanah.



KONSEP PENDEKATAN Dalam perencanaan pengembangan sumber air, pendekatan kebutuhan air pada umumnya dilakukan secara agroklimatogis. Hal ini dilakukan karena pelaksanaan pengukuran membutuhkan tenaga dan waktu yang cukup lama (waktu dan tenaga yang akan semakin tinggi, jika fisiografi dan karakteristik tanah yang beragam). Pendekatan nilai perkolasi berdasarkan tekstur tanah adalah sebagai berikut (Fukuda, 1974 dalam Anonim, 1977) : (1) tanah yang bertekstur berat mempunyai laju perkolasi berkisar antara 1 mm/hari sampai 2 mm/hari; (2) tanah yang bertekstur sedang mempunyai laju perkolasi berkisar antara 2 mm/hari sampai 3 mm/hari; dan (3) tanah yang bertektur ringan mempunyai laju perkolasi berkisar antara 3 mm/hari sampai 6 mm/hari. 2.3.1.1 Curah Hujan Efektif Curah hujan efektif merupakan curah hujan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk memenuhi kehilangan air akibat evapotranspirasi tanaman, perkolasi dan lain-lain. Jumlah curah hujan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman tergantung pada jenis tanaman. Curah hujan efektif menginterpretasikan curah hujan wilayah dari curah



hujan



terpusat



(point



rainfall)



di



sekitar



wilayah



kajian.



data



Metode



dipergunakan adalah rata-rata aritmatika dengan persamaan sebagai berikut :







Rw dimana



1 n R i n i1 : R Ri n



Interpretasi



curah



= Area Rainfall (mm) = Point Rainfall pada stasiun ke-i (mm) = jumlah stasiun pengamat hujan



efektif



diinterpretasikan



berdasarkan



jenis



tanaman, yaitu padi dan palawija. Masing-masing curah hujan efektif adalah berikut : (1) Curah hujan efektif untuk tanaman padi sawah Curah hujan efektif untuk tanaman padi sawah dihitung berdasarkan 70 persen dari curah hujan andalan 80% dengan persamaan sebagai



KONSEP PENDEKATAN berikut (Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, 1986) :



Re padi  0,70  R 80% dimana : Repadi R80%



= curah hujan effektif untuk sawah (mm/hari) = curah hujan andalan dengan peluang kemungkinan terpenuhi 20% (mm) = R - K. n1 = rata-rata curah hujan (mm)



R



n



R = Ri n K n



= = = =



=



i1



i



n curah hujan periode ke-i jumlah data nilai Z dalam sebaran normal (0.8416) standard deviasi n  n  n R i2    R i  i1  i1  nn  1



2



(2) Curah hujan efektif untuk tanaman palawija Curah hujan efektif untuk tanaman palawija ditentukan berdasarkan evapotranspitasi yang terjadi, hujan dan ketersediaan air tanah yang siap dipakai (didekati dengan kedalaman perakaran) dengan persamaan sebagai berikut :



Re plw



 FD1.25.R 02.824  2.93 10 0.0095 .ETo 



FD



 0.53  0.116.D  8.94.10 5 .D 2  2.32.10 7.D 3



dimana : Replw D



= Hujan efektif palawija (mm/hari) = Ketersediaan air tanah yang siap dipakai (mm) - Kedelai : D = 75 cm - Jagung : D = 80 cm - Kacang Tanah : D = 55 cm - Bawang : D = 35 cm



2.3.1.2 Curah Hujan Oldeman Sistem



klasifikasi



iklim



yang



telah



dibuat



oleh



Oldeman



dapat



dihubungkan dengan pertanian menggunakan unsur iklim hujan. Kriteria dalam klasifikasi iklim ini didasarkan pada perhitungan bulan basah (BB), bulan lembab (BL) dan bulan kering (BK) yang batasannya memperhatikan peluang hujan, huan



KONSEP PENDEKATAN efektif dan kebutuhan air tanaman. Berikut ini adalah konsep yang dikemukakan oleh Oldeman : 1) Padi sawah akan membutuhkan air rata-rata per bulan 145 mm dalam musim hujan. 2) Palawija membutuhkan air rata-rata 50 mm per bulan pada musim kemarau 3) Hujan bulanan yang diharapkan mempunyai peluang kejadian 75% sama dengan 0.82 kali hujan rata-rata bulanan dikurangi 30 4) Hujan efektif untuk padi sawah adalah 100% 5) Hujan efektif untuk palawija dengan tajuk tanaman tertutup rapat sebesar 75%. Penentuan bulan basah (BB) dan buln kering (BK ) sebagai berikut : Bulan Basah (BB) : bulan dengan rata – rata curah hujan >200 mm Bulan Lembab (BL) : bulan dengan rata – rata curah hujan 100 -200 mm Bulan Kering (BK) : bulan dengan rata – rata curah hujan < 100 mm Dalam



penentuan



klasifikasi



iklimnya,



Oldemen



menggunakan



ketentuan panjang periode bulan basah dan bulan kering berturut – turut. Tipe utama klasifikasi Oldeman dibagi menjadi 5 tipe yang didasarkan pada jumlah bulan basah berturut-turut. Sedangkan subdivisinyadibagi menjadi 4 yang didasrkan pada jumlah bulan kering berturut-turut. Berikut ini pembagian tipe iklim utama dan sbdivisinya. Bulan Tipe



Basah



utama



berturutturut



A



>9



B



7–9



C



5–6



D



3–4



E