Irma Yanti 1055019007 - Masalah Pelayanan Kebidanan Ditingkat Pelayanan Kesehatan Primer [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MASALAH PELAYANAN KESEHATAN DITINGKAT PELAYANAN KESEHATAN PRIMER



DISUSUN OLEH: IRMA YANTI 105019007



YAYASAN PENDIDIKAN CENDRAWASIH AKADEMI KEBIDANAN PALU TAHUN AJARAN 2021/2022



KAJIAN MATERI Masalah Pelayanan Kebidanan ditingkat Pelayanan Kesehatan Primer: 1. Kematian Ibu di Indonesia Kematian ibu dalam indikator ini didefinisikan sebagai semua kematian selama periode kehamilan, persalinan, dan nifas bukan karena sebab lain seperti kecelakaan atau insidental. Angka Kematian Ibu (AKI) adalah semua kematian dalam ruang lingkup ( kehamilan, persalinan, dan nifas) tersebut di setiap 100.000 kelahiran hidup. a. Identifikasi masalah Derajat kesehatan masyarakat mulai membaik, namun belum menjangkau ke seluruh penduduk. Kematian ibu masih sangat tinggi di Indonesia. Kapasitas tenaga kesehatan, sistem rujukan maternal, dan tata laksana pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta pelayanan kesehatan reproduksi belum berjalan optimal, serta distribusi tenaga kesehatan khususnya dokter belum ada di semua puskesmas. Jumlah kematian ibu yang dihimpun dari pencatatan program kesehatan keluarga di Kementerian Kesehatan pada tahun 2020 menunjukkan 4.627 kematian di Indonesia. Jumlah ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2019 sebesar 4.221 kematian. b. Penyebab masalah Penyebab masalah dari tingginya angka kematian Ibu di Indonesia yaitu sebagian besar kematian ibu pada tahun 2020 disebabkan oleh perdarahan sebanyak 1.330 kasus, hipertensi dalam kehamilan sebanyak 1.110 kasus, dan gangguan sistem peredaran darah sebanyak 230 kasus. c. Rencana pemecahan masalah Rencana dalam pemecahan masalah untuk mengurangi atau menekan angka kematian ibu yaitu dengan memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, pelayanan yang dapat diberikan yaitu: 1) Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Ibu hamil mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Pelayanan ini dilakukan selama rentang usia kehamilan ibu yang jenis pelayanannya dikelompokkan sesuai usia



kehamilan menjadi trimester pertama, trimester kedua, dan trimester ketiga. Pelayanan kesehatan ibu hamil yang diberikan harus memenuhi jenis pelayanan sebagai berikut: •



Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.







Pengukuran tekanan darah.







Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA).







Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).







Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus sesuai status imunisasi.







Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan.







Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).







Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling, termasuk KB pasca persalinan).







Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya).







Tatalaksana kasus sesuai indikasi.



2) Pelayanan Imunisasi Tetanus Toksoid Difteri bagi Wanita Usia Subur dan Ibu Hamil. Infeksi tetanus merupakan salah satu penyebab kematian ibu dan kematian bayi. Kematian karena infeksi tetanus ini merupakan akibat dari proses persalinan yang tidak aman/steril atau berasal dari luka yang diperoleh ibu hamil sebelum melahirkan. Sebagai upaya mengendalikan infeksi tetanus yang merupakan salah satu faktor risiko kematian ibu dan kematian bayi, maka dilaksanakan program imunisasi Tetanus Toksoid Difteri (Td) bagi Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil. 3) Pemberian Tablet Tambah Darah pada Ibu Hamil. Anemia pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur, kematian ibu dan anak, serta penyakit infeksi. Anemia defisiensi besi pada ibu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin/bayi saat kehamilan maupun setelahnya.



4) Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin Selain pada masa kehamilan, upaya lain yang dilakukan untuk menurunkan kematian ibu dan kematian bayi yaitu dengan mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan, dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Keberhasilan program ini diukur melalui indikator persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan. 5) Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas Pelayanan kesehatan ibu nifas harus dilakukan minimal tiga kali sesuai jadwal yang dianjurkan, yaitu pada enam jam sampai dengan tiga hari pasca persalinan, pada hari ke empat sampai dengan hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 pasca persalinan. 6) Puskesmas Melaksanakan Kelas Ibu Hamil dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) Penurunan kematian ibu dan anak tidak dapat lepas dari peran pemberdayaan masyarakat, yang salah satunya dilakukan melalui pelaksanaan kelas ibu hamil dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). 7) Pelayanan Kontrasepsi Pelayanan Kontrasepsi adalah serangkaian kegiatan meliputi pemberian KIE, konseling, penapisan kelayakan medis, pemberian kontrasepsi, pemasangan atau pencabutan, dan penanganan efek samping atau komplikasi dalam upaya mencegah kehamilan. 8) Pemeriksaan HIV dan Hepatitis B pada Ibu Hamil •



HIV Tujuan pemeriksaan HIV pada ibu hamil adalah untuk mencegah terjadinya kasus HIV pada bayi yang di lahirkan oleh ibu dengan HIV. Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat terjadi selama masa kehamilan, saat persalinan dan selama menyusui. Infeksi HIV pada bayi dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian



sehingga berdampak buruk pada kelangsungan dan kualitas hidup anak. •



Hepatitis B Program Nasional dalam Pencegahan dan Pengendalian Virus Hepatitis B saat ini fokus pada pencegahan Penularan Ibu ke Anak (PPIA) karena 95% anak berisiko tertular Hepatitis B kronik dari ibunya yang Positif Hepatitis B. Sejak tahun 2013 telah dilakukan Kegiatan Deteksi Dini Hepatitis B (DDHB) pada ibu



hamil



dilayanan



Kesehatan



dasar



(Puskesmas)



dan



Jaringannya.



2. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Nakes di Indonesia Sekitar 80 % persalinan di Indonesia tidak melalui pertolongan tenaga kesehatan melainkan dengan bantuan dukun yang masih kurang berpengalaman. (Bunindro Tjokrodipo , 2002). Patut disyukuri bahwa saat ini Kementerian Kesehatan mencatat cakupan persalinan ibu oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan terus meningkat. Berdasarkan data Kemenkes, dari 2015 cakupan terus meningkat dari 78,43% menjadi 80,61% pada 2016. Pada 2017 sampai Desember menjadi 83,67%. Kemudian per November 2018, menjadi 73,50% ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan dan bersalin di fasyankes (fasilitas pelayanan kesehatan). a. Identifikasi masalah Menurut hasil Riskesdas 2010, persalinan oleh tenaga kesehatan pada kelompok sasaran miskin baru mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 55,4%. Keadaan seperti ini banyak terjadi disebabkan kendala biaya sehingga diperlukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. b. Penyebab masalah



Menurut Darwis (2009), ada tiga faktor penyebab masyarakat memilih tenaga penolong persalinan ke non-tenaga kesehatan diantaranya yaitu: kemiskinan, masih kurangnya tenaga medis dan kultur budaya masyarakat. Sedangkan menurut Digilib (2011) ada beberapa faktor penyebab masyarakat memilih penolong persalinan ke non-nakes: Keyakinan dan kepatuhan mengikuti adat, Akses terhadap informasi kesehatan kurang persepsi tentang jarak penolong persalinan, dukungan suami dan keluarga, tingkat pendidikan seseorang, pekerjaan dan status sosial ekonomi. Penyabab masalah lainnya juga mengapa masyarakat masih ada yang melakukan persalinan oleh non nakes yaitu disebabkan belum optimalnya tenaga kesehatan memberikan informasi mengenai kesehatan kehamilan dan keamanan dalam melakukan persalinan. Tenaga kesehatan harus merangkul agar terhindar dari resiko bahaya maupun resiko kematian. c. Rencana pemecahan masalah Dalam upaya menjamin akses pelayanan persalinan yang dilakukan oleh dokter atau bidan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB, maka pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan meluncurkan upaya terobosan berupa Jaminan



Persalinan



menghilangkan



(Jampersal).



hambatan



Jampersal



finansial



bagi



dimaksudkan



untuk



ibu



untuk



hamil



mendapatkanjaminan persalinan, yang di dalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir. (Depkes RI:2011). Upaya



pemecahan



masalah



lainnya



yaitu



pemerintah



harus



menanggulangi risiko biaya persalinan ibu hamil, diharapkan setiap orang sudah memiliki jaminan kesehatan (KIS/Jamkesda) yang diberikan oleh pemerintah. Dinas kesehatan memberikan pendampingan anggaran untuk program KIA, peningkatan kompetensi sumber daya manusia kesehatan khusus yang berdomisili di daerah terpencil. Meningkatkan program kemitraan bidan dengan dukun, menyediakan sarana transportasi yang mudah di akses dengan biaya murah. Melibatkan suami pada saat tenaga kesehatan memberikan penyuluhan, mendampingi istri saat melakukan pemeriksaan kehamilan dan persalinan. Memberikan dukungan biaya selama



kehamilan dan proses persalinan, dan memberikan penyuluhan kepada ibu hamil yang memiliki keyakinan tradisional bahwa bersalin dengan tenaga kesehatan jauh lebih aman dibandingkan dengan dukun.



3. Pelayanan ANC (K1, K4) di Indonesia Cakupan kunjungan pemeriksaan pertama dan kujungan pemeriksaan keempat (K1 dan K4) ideal kehamilan merupan salah satu cara untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi yang tertuang dalam Millenium Development Goals (MDGs), dengan meningkatkan pelayanan Antenatal Care (ANC) secara teratur dan berkala yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan kebidanan/SPK. a. Identifikasi masalah Jumlah AKI dan AKB di Indonesia masih tergolong cukup tinggi, tingginya tingkat AKI dan AKB disebabkan oleh faktor yang sangat bervarian, salah satunya frekuensi pemeriksaan ANC yang tidak teratur. ANC oleh ibu hamil termasuk dalam kriteria belum terlaksana secara optimal berdasarkan standar pedoman yang telah ditetapkan. Sehingga hal tersebut cenderung menjadi faktor penyulit bagi tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan edukasi kesehatan pada ibu hamil secara teratur dan optimal. b. Penyebab masalah Cakupan kunjungan ibu hamil di Indonesia pada tahun 2013 mencapai K1 95,25% dan K4 86,85% dan pada tahun 2015 meningkat menjadi K1 97,86% dan K4 sebesar 89,33%. Adanya perbedaan persentase antara cakupan kunjungan K1 dan K4, hal ini dapat mengindikasikan bahwa adanya beberapa ibu yang tidak melakukan kunjungan awal (K1) atau bahkan melewatkan kunjungan K4 selama masa kehamilan. Beberapa faktor yang melatar belakangi kurangnya kunjungan ANC adalah umur, pendidikan, paritas, pendapatan, jarak (Depkes RI, 2007). Pada umumnya semakin



tinggi



pendidikan,



(Notoatmodjo, 2007).



semakin



baik



tingkat



pengetahuannya



Penyebab masalah lainnya yaitu dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran ibu hamil dan masyarakat dalam melaksanakan kunjungan ANC dan Ibu hamil yang telah mempunyai pengalaman kehamilan sebelumnya seringkali mengesampingkan dan mengabaikan pemeriksaan antenatal, karena paradigma mereka telah berhasil dalam menjalani kehamilan yang lalu meskipun tidak dilandasi oleh pemeriksaan antenatal. Padahal, tanpa mereka ketahui dan sadari akan risiko dan bahaya yang dapat terjadi selama kehamilan yang lalu dapat terjadi pula pada kehamilan saat ini. c. Rencana pemecahan masalah Upaya kesehatan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam Pengoptimalan ANC yaitu memberikan fasilitas yang berkualitas agar ibu hamil nyaman pada saat melakukan pemeriksaan kehamilan, dan melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan memberikan konseling atau penyuluhan tentang pentingnya ANC dan menjelaskan secara detail manfaat ANC dan hal apa yang kemungkinan terjadi jika ibu hamil tidak melakukan kunjungan ANC.



4. Kematian Bayi dan Balita di Indonesia Kematian bayi menjadi salah satu masalah kesehatan yang besar di Dunia. Sebagian besar kematian bayi dapat dicegah, dengan intervensi berbasis bukti yang berkualitas tinggi berupa data. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) kematian bayi pada tahun 2017 adalah sebesar 24/1.000 KH dengan kematian neonatal 15/1.000. Terjadi penurunan angka kematian bayi (AKB) pada tahun 2017, dibandingkan AKB pada tahun 2012 yang berjumlah 32/1.000 KH dan 19/1.000 KH neonatal, dan tetap sama dengan angka kematian neonatal pada tahun 2007 dengan angka kematian bayi 35/1.000 KH yang terdapat penurunan dibandingkan pada tahun 2002 (kematian bayi 44/1.000 KH serta 23/1.000 kematian neonatal). Bisa disimpukan dari data kematian bayi di Indonesia bahwa telah terjadi penurunan angka kematian bayi, tetapi belum memenuhi standar angka kematian bayi yang ditentukan.



a. Identifikasi masalah Pada tahun 2012, AKB di Indonesia adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup dengan penyebabanya antara lain adalah BBLR 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus neonatarum, infeksi lain, dan kelainan kongenital 44% (Kemenkes RI dan Measure DHS ICF International, 2012). Sedangkan pada tahun 2014 penyebab tertinggi AKB di Indonesia tidak jauh berbeda yakni BBLR (35%), Asfiksia (16%), Kelainan jantung (14%), Aspirasi (8%), penyebab lainnya (27%). Pada tahun 2015, penyebab tertinggi AKB di Indoenesia yaitu Asfiksia (35, disusul prematuritas (35,9%) dan sepsis (12%). Sedangkan pada tahun 2020, penyebab AKB di Indonesia yaitu BBLR (35,2%) Asfiksia (27,4 %), Infeksi (3,4%), Kelainan kongenital (11,4%), Tetanus neonatorum (0,3%) b. Penyebab masalah Berbagai upaya yang dinilai mempunyai dampak cukup besar terhadap



penurunan



AKB



telah



dilaksanakan



antara



lain



dengan



mengupayakan persalinan agar dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan serta menjamin tersedianya pelayanan kesehatan sesuai standar pada kunjungan bayi baru lahir. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab kematian bayi di Indonesia: 1) Usia bayi Usia bayi merupakan umur dimana anak memiliki risiko paling tinggi terjadi gangguan kesehatan, yang bisa berakibat fatal tanpa penanganan. 2) Pemeriksaan ANC Pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu bentuk layanan kesehatan dengan tujuan mengawasi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim untuk mencegah kesakitan dan kematian. 3) Berat Badan Bayi Berat badan lahir rendah pada bayi dibagi atas : -



Berat lahir cukup yaitu bayi dengan berat lahir ≤ 2500 gram.



-



Bayi berat lahir rendah (BBLR) yaitu bayi dengan berat badan lahir antara 1500 – 2500 gram,



-



Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) yaitu bayi dengan berat badan lahir 1000 – 1500 gram,



-



Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) yaitu bayi lahir hidup dengan berat badan lahir kurang dari 1000 gram.



4) Jenis kelamin bayi Jenis kelamin merupakan salah satu yang dapat memberikan perbedaan



angka kejadian pada pria dan wanita. Karakteristik jenis



kelamin mempunyai hubungan tersendiri yang cukup erat dengan sifat keterpaparan dan kerentanan terhadap penyakit tertentu. 5) Bayi Kembar Kembar berisiko tinggi kematian bayi karena mereka dilahirkan dengan berat lahir rendah. Kelahiran kembar adalah salah satu faktor risiko kematian bayi, 6 kali lipat dibandingkan kelahiran tunggal. 6) Umur Ibu Usia ideal seorang wanita untuk menikah dan melahirkan adalah pada rentang umur 21 – 35 tahun. Ibu dengan usia ideal memiliki keterampilan yang lebih dalam mengurus bayi pada saat bayi lahir, dari pada ibu diluar usia ideal. 7) Pendidikan Ibu Tindakan seseorang dapat di pengaruhi oleh pengetahuan dan keterampilan yang berdasarkan pendidikan. 8) Status Pekerjaan Ibu Pekerjaan lebih banyak dilihat dari kemungkinan keterpaparan khusus dan tingkat/derajat keterpaparan tersebut serta besarnya resiko menurut sifat pekerjaan, lingkungan kerja, sifat sosio ekonomi karyawan pada pekerjaan tertentu dan situasi pekerjaan yang membuat stress. 9) Tempat tinggal Tempat tinggal dapat menunjukan terjadinya perbandingan kejadian penyakit dalam suatu daerah terutama pada daerah pedesaan dan perkotaan.



10) Indeks kekayaan Indeks kekayaan suatu rumah tangga dapat berpengaruh terhadap biaya kesehatan, dimana rumah tangga dengan status miskin lebih rendah dalam berupaya menggunakan tenaga kesehatan saat melahirkan, dibandingkan rumah tangga dengan status kaya. 11) Biaya kesehatan Seseorang yang mengalami kesulitan dalam biaya kesehatan menyebabkan tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat dan membayar transport untuk menuju fasilitas kesehatan. 12) Akses fasilitas kesehatan Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan



untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan



perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat. c. Rencana pemecahan masalah Pemecahan masalah dapat dilakukan dengan meningkatkan sarana fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau semua masyarakat. Bagi pengambil kebijakan dibidang kesehatan diharapkan untuk meningkatkan sosialisasi secara berkala tentang faktor-faktor yang menyebabkan kematian bayi. Serta memberikan konsultasi tentang merawat kehamilan agar bayi dapat lahir dengan sehat dan memberikan arahan cara merawat bayi dalam tumbuh kembangnya.



Bagi



masyarakat



khususnya



para



ibu



agar



lebih



memperhatikan proses selama kehamilan dengan melakukan pemeriksaan kesehatan serta lebih memperhatikan kebutuhan bayi setelah lahir.



5. Cakupan Imunisasi di Indonesia Pemberian imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost-effective serta berdampak positif untuk mewujudkan derajat kesehatan ibu dan anak di Indonesia. Imunisasi tidak hanya melindungi seseorang tetapi juga masyarakat dengan memberikan perlindungan komunitas atau yang disebut dengan herd immunity.



Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/ meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam (PD3I) antara lain Hepatitis B, TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio, Campak, Rubela, dan radang paru-paru. a. Identifikasi masalah Pada tahun 2020, cakupan imunisasi dasar lengkap secara nasional sebesar 83,3% . Angka ini belum memenuhi target Renstra tahun 2020 yaitu sebesar 92,9%. Cakupan imunisasi dasar lengkap pada tahun 2020 merupakan cakupan imunisasi dasar lengkap yang terendah dalam kurun waktu 2011 – 2020 sebagai dampak dari adanya pandemi COVID-19. Menurut WHO ada 1,5 juta anak mengalami kematian tiap tahunnya oleh penyakit yang sebetulnya bisa dicegah dengan imunisasi. b. Penyebab masalah Penyebab utama rendahnya cakupan imunisasi yaitu termasuk kurangnya pengetahuan orangtua tentang imunisasi, kurangnya kesadaran terhadap layanan Imunisasi di lingkungan, serta kepercayaan orangtua pada informasi yang salah tentang imunisasi karena kepercayaan tradisional. Alasan bayi tidak mendapatkan imunisasi lengkap adalah karena alasan informasi, motivasi dan situasi. Alasan informasi berupa kurangnya pengetahuan ibu tentang kebutuhan, kelengkapan dan jadwal imunisasi, ketakutan akan imunisasi dan adanya persepsi salah yang beredar di masyarakat tentang imunisasi. Alasan motivasi berupa penundaan imunisasi, kurangnya kepercayaan tentang manfaat imunisasi dan adanya rumor yang buruk tentang imunisasi. Alasan situasi berupa tempat pelayanan imunisasi yang terlalu jauh, jadwal pemberian imunisasi yang tidak tepat, ketidakhadiran petugas imunisasi, kurangnya vaksin, orang tua yang terlalu sibuk, adanya masalah dengan keluarga, anak yang sakit, terlalu lama menunggu dan biaya yang tidak terjangkau. Namun yang paling berpengaruh adalah karena anak sakit, ketidaktahuan orangtua akan pentingnya imunisasi, ketidaktahuan waktu yang tepat untuk mendapatkan imunisasi berikutnya



dan ketakutan akan efek samping imunisasi. Peran ayah sebagai kepala keluarga dan kepercayaan ayah terhadap pelayanan kesehatan juga dapat mempengaruhi status imunisasi c. Rencana pemecahan masalah Agar imunisasi berjalan dengan baik dan merata, upaya yang bisa dilakukan pemerintah yaitu dengan memberikan penyuluhan serta edukasi pentingnya imunisasi untuk meningkatkan kekebalan tubuh dari penyakit menular antara lain Hepatitis B, TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio, Campak, Rubela, dan radang paru-paru. Pemerintah juga harus mengadakan yang namaya sweping imunisasi agar yang belum di imunisasi segara mendapatkan imunisasi.



DAFTAR PUSTAKA



Kementerian Kesehatan RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020. https://pusdatin.kemkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-profilkesehatan.html Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017 Satrianegara, M. Fais. Buku Ajar Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika, 2009 Wijono, Djoko. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya : Airlangga Unyversity Press, 200. World Health Organization. 2018. Best Practices in Active Surveillance for Polio Eradication.