ISI Makalah MBS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan di bidang



pendidikan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia indonesia secara menyeluruh. Diperlukan suatu strategi untuk menjadikan sekolah menjadi sekolah yang efektif dan produktif. Strategi yang sudah digunakan dibeberapa negara maju dan saat ini sudah mulai dikembangkan di Indonesia adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Management(SBM). Manajemen Berbasis Sekolah atau School Based Management, School Based Decision Making and Management oleh Hallinger dan Hausman (1992) didefinisikan sebagai pemberian kewenangan kepada sekolah untuk bebas menata organisasi sekolah, manajemen persekolahan, pengelolaan kelas, optimalisasi kerjasama (



kepala sekolah, orangtua dan guru) dan pemberian kesempatan



yang kreatif dan inovarif kepada sekolah. Istilah School based management atau Manajemen Berbasis Sekolah ini mulai diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1970. MBS lahir sebagai koreksi atas kinerja sekolah yang dalam hasil analisis para pakar tidak mampu memberi respon kontekstual atas tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Di Indonesia MBS mulai diperkenalkan tahun 1999 oleh Departemen Pendidikan Nasional melalui Proyek perintisan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), sehingga MBS merupakan model otonomi pendidikan yang diterapkan di sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah salah satu strategi wajib yang Indonesia tetapkan sebagai standar dalam mengembangkan keunggulan



pengelolaan sekolah. Penegasan ini dituangkan



dalam USPN Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 51 ayat 1 bahwa pengelolaan satuan pendidikan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar 1 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. MBS



merupakan



mengintegrasikan



model



aplikasi



seluruh sumber



manajemen



institusional



internal dan eksternal



yang



dengan lebih



menekankan pada pentingnya menetapkan kebijakan melalui perluasan otonomi sekolah. Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan dalam rangka mencapai tujuan. Spesifikasinya berkenaan dengan visi, misi, dan tujuan yang dikemas dalam pengembangan kebijakan dan perencanaan. (Wikipedia, 2009). Keadaan dalam suatu wilayah (negara) mempengaruhi bagaimana cara yang tepat untuk menetapkan suatu gaya pendekatan untuk menjadikan sekolah itu kreatif dan produktif. Hal ini menjadikan MBS memiliki beberapa model yang diterapkan di masing-masing negara/wilayah. Seperti model australia, model amerika, model inggris dan lain sebagainya. Dalam makalah ini, kami akan menjelaskan Model- Model MBS, serta beberapa Model MBS yang telah diimplementasikan di negara- negara lain. Dimana pada sistem MBS, sekolah dituntut untuk bisa mandiri dalam menggali, mengalokasikan,



menentukan



mempertanggungjawabkan



prioritas,



pemberdayaan



mengendalikan,



sumber-sumber,



baik



dan kepada



masyarakat maupun pemerintah. Jadi, diharapkan MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang memberikan sebuah penawaran kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta didik.



1.2



Rumusan Masalah 1.



Apa saja model-model Manajemen Berbasis Sekolah?



2.



Bagaimana



model-model



Manajemen



Berbasis



Sekolah



yang



diterapkan di beberapa negara? 3.



Bagaimana model Manajemen Berbasis Sekolah yang diterapkan di Indonesia?



4.



Bagaimana model Manajemen Berbasis Sekolah yang ideal?



2 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



1.3



Tujuan 1.



Menjelaskan model-model Manajemen Berbasis Sekolah



2.



Menjelaskan model-model Manajemen Berbasis Sekolah yang diterapkan di beberapa negara.



3.



Menjelaskan model Manajemen Berbasis Sekolah yang diterapkan di Indonesia.



4.



Menjelaskan model Manajemen Berbasis Sekolah yang ideal?



3 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



BAB II PEMBAHASAN



2.1



Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah Model MBS menempatkan sekolah sebagai lembaga yang memiliki



kewenangan dalam menerapkan kebijakan, visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi yang berdampak terhadap kinerja sekolah. Kinerja sekolah sangat ditentukan oleh kebijakan



yang



ditetapkan



oleh



sekolah, menyangkut



pengembangan



kurikulum. Berikut model-model yang telah diklasifikasikan oleh Yin Cheong Cheng: 1.



Model Tujuan (Goal Model) Goal Model sering digunakan dalam mengevaluasi kinerja sekolah atau mempelajari efektivitas sekolah. Model ini mengasumsikan bahwa harus ada tujuan yang dinyatakan dengan jelas dan diterima secara umum untuk mengukur efektivitas sekolah, dan efektifitas sekolah akan tercapai jika dapat mencapai tujuan yang dinyatakan pada input. Model ini berguna jika



hasil belajar



diterima oleh indikator



(outcomes) bagus dan



kriteria efektivitas umum



semua konstituen yang terlibat. efektivitas



sekolah



dan rencavna program,



Dalam



tercantum dalam



hal



ini



rencana sekolah



khususnya yang



berkaitan



dengan kualitas lingkungan belajar dan mengajar, prestasi akademik dalam ujian umum, dan lain-lain. Ketika goal model digunakan untuk menilai efektifitas sekolah, penting sekali untuk memasukkan seperangkat tujuan dan sasaran. Tetapi mengingat



sumber



daya



yang



terbatas,



akan sulit



bagi sekolah



untuk mencapai beberapa tujuan dalam waktu singkat. Bagaimanapun juga, akan



sulit



untuk memaksimalkan efektifitas pada



beberapa 4



Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



tujuan dengan sumber daya terbatas. 2.



Model Sumber Daya Masukkan ( Resource-input Model) Sekolah perlu untuk mengejar beberapa tujuan, tetapi karena adanya tekanan dan harapan yang berbeda dari beberapa konstituen sehingga tujuan tersebut menjadi tidak konsisten. Sumber daya (Resources) menjadielemen penting dalam fungsi sekolah. Model sumber daya-masukan (The resourceinput model) mengasumsikan bahwa semakin jarang dan bernilaisumber daya input, maka akan semakin dibutuhkan oleh sekolah untuk menjadi lebih efektif. Sebuah sekolah akan efektif jika dapat memperoleh sumber daya yang dibutuhkan. Oleh karena itu, masukan dan kemahiran sumber daya menjadi kriteria utama dari efektifitas. Dalam hal ini, kualitas siswa, fasilitas, sumber daya, dan dukungan keuangan dari otoritas pendidikan pusat, alumni, orang tua, sponsor perseorangan atau agen luar merupakan indikator penting dari efektivitas. Model ini berguna jika hubungan antara input dan output yang jelas dan sumber daya yang sangat terbatas bagi sekolah untuk mencapai tujuan. Kemampuan dalam memperoleh sumber daya merepresentasikan potensi sekolah itu menjadi efektif, khususnya dalam konteks kompetisi sumber daya yang besar. Model ini memiliki kekurangan karena penekanan yang berlebihan pada penerimaan masukan (input), sehingga dapat mengurangi upaya sekolah dalam proses pendidikan dan outputnya. Perolehan sumber daya dapat menjadi pemborosan jika mereka tidak dapat digunakan secara efisien untuk melayani fungsi sekolah.



3.



Model proses ( Process Model ) Dari perspektif sistem, input sekolah dapat dikonversi menjadi kinerja sekolah



dan output-nya melalui sebuah proses



transformasi



di



sekolah.Pengalaman dalam proses sekolah pada dunia pendidikan sering diambil sebagai bentuk tujuan dan hasil belajar. Oleh karena itu, model proses mengasumsikan bahwa sekolah akan efektif jika fungsi internal



5 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



ramah dan sehat. Oleh karena itu, kegiatan internal atau praktek di sekolah dapat ditentukan sebagai peraturan penting bagi efektivitas sekolah. Dalam hal ini, kepemimpinan, saluran komunikasi, partisipasi, kemampuan beradaptasi, perencanaan, pengambilan keputusan, interaksi sosial, iklim sekolah, metode pengajaran, manajemen kelas dan strategi pembelajaran sering digunakan sebagai indikator efektivitas. Proses sekolah pada umumnya mencakup proses manajemen, proses mengajar dan proses belajar. Jadi pemilihan indikator mungkin didasarkan pada proses ini, diklasifikasikan sebagai indikator keefektifan pengelolaan (misalnya, kepemimpinan, pengambilan keputusan), indikator efektivitas mengajar (misalnya, mengajar kemanjuran, metode mengajar) dan indikator efektifitas pembelajaran (misalnya, sikap belajar , tingkat kehadiran). Model ini sangat berguna jika ada hubungan yang jelas antara proses sekolah dan hasil pendidikan. Untuk batas tertentu, penekanan yang terletak pada kepemimpinan dan budaya sekolah untuk efektivitas sekolah mencerminkan



pentingnya



model



proses.



Keterbatasan model



proses adalah kesulitan dalam proses pemantauan dan pengumpulan data serta fokus pada sarana bukan tujuan akhir. 4.



Model Kepuasan ( The Satisfaction Model ) Efektivitas sekolah dapat menjadi konsep yang relatif, tergantung pada harapan dari konstituen yang bersangkutan atau beberapa pihak. Jika tujuan sekolah yang diharapkan tinggi dan beragam, akan sulit bagi sekolah untuk



mencapai



dan



memenuhi



kebutuhannya.



Jika



tujuan



sekolah yangdiharapkan rendah dan sederhana, akan lebih mudah bagi sekolah



untuk



mencapainya



dan



memenuhi



harapan



konstituen,



sehingga sekolah lebih mudah dianggap sudah efektif. Selanjutnya, ukuran pencapaian tujuan secara teknis biasanya sulit dan terkonsep secara kontoversional. Oleh karena itu, kepuasan konstituen yang kuat dan strategis sering digunakan sebagai elemen penting untuk menilai efektivitas sekolah. Baru-baru ini, ada penekanan kuat pada kualitas 6 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



pendidikan sekolah. Pada kenyataannya, konsep kualitas erat kaitannya dengan kepuasan kebutuhan klien (atau pelanggan, konstituen) atau kesesuaian



persyaratan



bahwa untuk



dan



harapan



klien'. Dari poin ini ditekankan



meningkatkan mutu



dengan menggunakan



pendidikan dapat



kepuasan konstituen dalam



dicapai menjelaskan



dan menilai keefektivitasan sekolah. Model kepuasan mendefinisikan bahwa sekolah akan efektif jika semua konstituen strategis puas. Ini mengasumsikan bahwa fungsi dan kelangsungan hidup sekolah berada di bawah pengaruh konstituen strategis, misalnya, kepala sekolah, guru, manajemen sekolah, otoritas pendidikan, orang tua, siswa dan masyarakat, dan aktivitas/tindakan sekolah mereaksian akan tuntutan



konstituen



strategis. Karenanya tuntutan



kepuasan ini



sebagaisyarat dasar untuk efektivitas sekolah. Model



ini



mungkin



berguna



dalam



mempelajari



efektivitas



sekolah jika harapan semua konstituen yang kuat dapat disatukan dan sekolah harus merespon harapan tersebut. Indikator efektivitas berupa kepuasan siswa, guru, orang tua, administrator, otoritas pendidikan, komite manajemen sekolah, atau alumni, dan lain-lain. Namun, model tidak tepat jika adanya konflik pada tuntutan/harapan konstituen dan tidak dapat dipenuhi pada saat yang sama. 5.



Model Legitimasi ( The Legitimacy Model ) Dampak perubahan dan perkembangan yang cepat di masyarakat lokal maupun



dalam



konteks



global menyebabkan lingkungan



pendidikan disekolah-sekolah menjadi lebih menantang dan kompetitif. Di satu sisi, sekolah harus serius untuk menyelesaikan sumber daya dan mengatasi hambatan internal dan di sisi lain mereka harus menghadapi tantangan eksternal dan tuntutan akuntabilitas dan 'nilai uang (value for money)'. Hal ini menyebabkan (hampir) tidak mungkin bagi beberapa sekolah untuk bertahan atau melanjutkan tanpa legitimasi dalam masyarakat atau publik. 7 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



Dalam rangka mendapatkan sumber daya dan kelangsungan hidup, sekolah harus menunjukkan bukti pertanggungjawaban (akuntabilitas), memenuhi



persyaratan



masyarakat



dan mendapatkan dukungan



konstituen yamg penting. Indikator



efektivitas dalam the



model sering



kegiatan



berhubungan



dengan



dan



dari



legitimate



keunggulan public



relations dan pemasaran, pertanggungjawaban (akuntabilitas), citra sekolah, reputasi, atau status sekolah dalam masyarakat, dan lain-lain. Model ini berguna ketika sekolah harus bertahan di antara sekolah harus dinilai dalam lingkungan yang dinamis. Dari sudut pandang model ini, sekolah-sekolah akan efektif jika mereka dapat melakukan kegiatan belajar mengajar dalam lingkungan yang kompetitif/bersaing. Untuk tetap bertahan, sekolah juga menerapan sistem akuntabilitas atau sistem jaminan mutu yang menyediakan mekanisme formal bagi sekolah untuk mendapatkan legitimasi yang diperlukan. Hal ini dapat menjelaskan mengapa begitu banyak sekolah sekarang lebih memperhatikan hubungan masyarakat, kegiatan pemasaran dan membangun sistem berbasis sekolah akuntabilitas atau sistem jaminan kualitas. 6.



Model ketidakefektifan ( The Ineffectiveness Model ) Kesulitan



mengidentifikasi kriteria yang



tepat



seringkali menjadi



masalah yang paling penting dalam penelitian efektifitas organisasi secara umum dan dalam penelitian efektifitas sekolah pada khususnya. Salah satu kesulitan terpenting



adalah bagaimana mengidentifikasi



indikator



keberhasilan. Tampaknya jauh lebih mudah untuk mengidentifikasi kelemahan



dan kekurangan,



daripadamengidentifikasi kekuatan



seperti



indikator



dari



organisasi,



ketidakefektifan, seperti



indikator



efektivitas. Telah dibuktikan bahwa 'perubahan dan pengembangan organisasi lebih termotivasi oleh pengetahuan tentang masalah daripada pengetahuan tentang keberhasilan’. Oleh karena itu, Cameron menyarankan bahwa 'suatu pendekatan untuk menilai ketidakefektifan organisasi sebagai pengganti 8 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



efektifitas yang dapat membantu memperluas pemahaman kita tentang konstruksi efektivitas organisasi'. Dari ide ini, model ketidakefektifan menggambarkan efektivitas sekolah dari sisi negatif dan mendefinisikan bahwa pada dasarnya sekolah akan efektif jika ada tidak ada karakteristik ketidakefektifan di sekolah. Model ini mengasumsikan bahwa lebih mudah bagi konstituen sekolah yang bersangkutan untuk mengidentifikasi dan menyepakati kriteria ketidakefektifan sekolah daripada kriteria keefektifan sekolah. Juga mengidentifikasi strategi untuk meningkatkan efektivitas sekolah dapat lebihtepat dilakukan dengan menganalisis ketidakefektifan sekolah daripada menganalisis keefektifan sekolah. Oleh karena itu, model ini sangat berguna terutama bila kriteria efektivitas sekolah benar-benar jelas namun diperlukan srategi untuk perbaikan sekolah. Indikator ketidakefektifan dapat seperti masalah, kesulitan, kekurangan, kelemahan dan kinerja yang buruk. Secara umum, banyak sekolah, khususnya sekolah baru, lebih peduli kepada penyelesaian hambatan sebagai dasar efektivitas sekolah daripada mengejar kinerja sekolah yang sangat baik. Model ini mungkin cocok bagi mereka. Bagi praktisi seperti administrator sekolah dan guru, model ketidakefektifan mungkin lebih mendasar dari model-model lain. Tampaknya 'tidak ada ketidakefektifan' mungkin menjadi kebutuhan dasar untuk efektivitas. Tetapi jika orang lebih tertarik pada kinerja sekolah tinggi, model ini tidak mencukupi. 7.



Model Pembelajaran organisasi. ( Organizational Learning Model ) Model pembelajaran organisasi mengasumsikan bahwa dampak dari perubahan lingkungan dan adanya hambatan internal pada fungsi sekolah sangat tidak terelakkan, karena itu, sekolah akan efektif jika dapat belajar bagaimana



membuat



perbaikan



dan



beradaptasi



terhadap



lingkungannya.Dalam batas tertentu, model ini mirip dengan model proses, perbedaannya adalah bahwa model ini menekankan pentingnya belajar perilaku untuk kinerja sekolah yang efektif. 9 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



Penekanan garis pemikiran model ini terletak pada stategi manajemen dan perencanaan pembangunan di sekolah. Model sangat berguna ketika sekolah sedang mengembangkan diri atau terlibat dalam reformasi pendidikan terutama di lingkungan eksternal yang berubah-ubah. Indikator efektivitas sekolah dapat mencakup kesadaran dan perubahan kebutuhan masyarakat, pemantauan proses internal, evaluasi program, analisis lingkungan, dan perencanaan pembangunan, dan lain-lain. Di negara-negara atau wilayah berkembang, ada banyak sekolah menengah baru karena perluasan pendidikan tingkat menengah. Sekolahsekolah baru harus menghadapi banyak masalah dalam proses membangun struktur organisasi pendidikan, berhadapan dengan siswa berkualitas buruk, pengembangan staf, dan melawan pengaruh buruk dari masyarakat. Begitu juga, perubahan pada ekonomi dan lingkungan politik membutuhkan adaptasi yang efektif dari sistem sekolah dalam hal perubahan kurikulum, manajemen perubahan dan perubahan teknologi. Dalam latar belakang seperti itu, model pembelajaran organisasi mungkin tepat untuk mempelajari efektivitas sekolah. Manfaat model ini akan terbatas jika hubungan antara proses dan hasil pembelajaran organisasi sekolah tidak jelas. Namun proses pembelajaran organisasi bisa menjanjikan tampilan yang dinamis untuk memaksimalkan efektivitas pada beberapa tujuan sekolah. 8.



Model Manajemen Mutu Total ( The Total Quality Management Model ) Konsep dan praktek manajemen mutu total di sekolah diyakini menjadi alat yang ampuh untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan meningkatkan efektivitas sekolah. Karena adanya perkembangan teori dan praktek manajemen dalam organisasi yang berbeda, orang mulai percaya bahwa perbaikan beberapa aspek dari proses manajemen tidak cukup untuk mencapai kualitas. Untuk keberhasilan jangka panjang kuncinya terletak kualitas atau efektivitas kinerja, manajemen total dari lingkungan internal dan proses untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (atau klien, konstituen strategis). 10



Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



Elemen-elemen penting dari manajemen kualitas total di sekolah adalah konstituen strategis (misalnya, orangtua, siswa, dll), perbaikan proses yang berkesinambungan, serta pemberdayaan dan keterlibatan total anggota sekolah. Menurut model manajemen total, sekolah efektif jika dapat melibatkan dan memberdayakan semua anggota dalam fungsi sekolah, melakukan perbaikan terus-menerus dalam berbagai aspek yang memenuhi persyaratan, kebutuhan serta harapan konstituen eksternal dan internal sekolah bahkan dalam lingkungan yang berubah- ubah. Untuk sebagian besar, model manajemen kualitas total efektivitas sekolah merupakan integrasi dari model- model di atas, khususnya model pembelajaran organisasi, model kepuasan dan model proses. Bidang utama untuk menilai efektivitas sekolah dalam Manajemen kualitas total, dapat mencakup kepemimpinan, manajemen manusia, manajemen proses, informasi dan analisis, perencanaan kualitas strategi, internal kepuasan konstituen, eksternal kepuasan konstituen, hasil operasional, hasil pendidikan siswa dan dampaknya terhadap masyarakat. Dibandingkan dengan model lain, model manajemen kualitas total memberikan perspektif yang lebih holistik atau komprehensif untuk memahami dan mengelola efektivitas sekolah.



2.2 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah di Beberapa Negara 1.



Model Australia Satori dalam Mulyasa menyajikan model MBS



yang telah



diimplementasikan di Australia adalah sebagai berikut: a.



Konsep Pengembangan MBS atau School Based Managementmerupakan refleksi pengelolaan



desentralisasi pendidikan di Australia. MBS menempatkan sekolah sebagai



11 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



lembaga yang memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan menyangkut visi, misi, dan tujuan/sasaran sekolah yang membawa implikasi terhadap pengembangan kurikulum sekolah dan program-program operatif lainnya.MBS dibangun dengan memperhatikan kebijakan dan panduan dari pemerintah Negara bagian dan partisipasi masyarakat melaluischool council (SC) serta parent and community association (P&C). b.



Ruang Lingkup Kewenangan Aspek kewenangan dalam MBS meliputi:  Menyusun serta mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar.  Melakukan



pengelolaan



sekolah



yang



menggambarkan



kadar



pelaksanaan MBS.  Membuat



perencanaan,



pelaksanaan,



dan



pertanggungjawaban



pelaksanaan MBS.  Menjamin dan mengusahakan sumber daya. c.



Jenis Pengorganisasian MBS Pengorganisasian



pengelolaan



sekolah



menggambarkan



kadar



kewenangan yang diberikan kepada sekolah.  Standar Flexibility Option (SO) Dalam hal ini, peran dan dukungan kantor distrik lebih besar. Kepala sekolah hanya bertanggung jawab terhadap penyusunan rencana sekolah dan pelaksanaan pelajaran. Kantor distrik bertanggungjawab terhadap pengesahan dan monitoring serta sebagai penasehat.  Enchanced Flexibility Option (EO1) Peran sekolah bertanggung awab untuk menyusun rencana strategis



12 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



sekolah untuk tiga tahun dengan bimbingan dan pengesahan dari kantor distrik. Kantor distrik berperan dalam (1) memberikan dukungan kepada kepala



sekolah



dalam



peplaksanaan



monitoring



internal;



(2)



menandatangani/membenarkan isi rencana sekolah.  Enchanced Flexibility Option (EO2) Distrik hanya berperan sebagai lembaga konsultasi. Kantor distrik hanya membrikan dokumen yang disusun dan disahkan oleh sekolah bersamaschool council berupa school planning overview, school annual playing, dan school annual report. 2.



Model MBS di Kanada Abu-Duhou, I (1999:37-55) mengemukakan bahwa Model MBS yang



diterapkan di Kanada lebih dikenal dengan pendelegasian keuangan (financial delegation). Gerakan ke arah MBS dimulai di Edmonton Public School District, Alberta, dimana pendekatan yang digunakan dikenal sebagai



“School-site



decision-making”,



yang



telah



menghasilkan



desentralisasi alokasi sumber daya, baik tenaga pendidik dan kependidikan, perlengkapan,



barang-barang



keperluan



sekolah.



maupun



layanan



pendidikan. Langkah awal dimulai pertengahan tahun 1970 dengan tujuh sekolah rintisan, dan diadopsi dalam sistem yang lebih luas menjadi pendekatan manajemen-mandiri (self management) secara komprehensif pada tahun 1980-1981, yang pada akhirnya hingga saat ini telah dilembagakan. Ciri model ini adalah tidak adanya dewan sekolah atau komite sekolah. Di tahun 1986, sekolah rintisan yang melibatkan 14 sekolah, memperluas pendekatan dengan melibatkan layanan konsultan pusat. Ciri penting di sini adalah model formula-alokasi-sumber daya.Sekolah menerima



alokasi



secara



“lumpsum”



ditambah



suplemen



yang



menggambarkan biaya layanan konsultan yang secara historis pernah



13 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



dilakukan, sesuai dengan tipe sekolah dan tingkat kebutuhan siswa. Alokasi tersebut kemudian dimasukkan ke dalam anggaran yang berbasis sekolah (school based budget). Standar biaya untuk berbagai tipe layanan (service) kemudian ditentukan.Tagihan pembayaran kepada sekolah pun sesuai dengan layanan yang dimintanya.Sekolah dapat memilih jenis layanan selain yang disediakan oleh daerah.Program pengefektifan guru juga diadakan tahun 1981. Pada tahun 1986-1987 program pengembangan profesional guru dengan pendanaan dari “school based budget” dilakukan setengah hari per minggu. Kegiatan ini menjangkau sebagian besar sekolah dan mencapai sekitar 50 % guru-guru. Dalam



rangka



menjamin



akuntabilitas,



proses



monitoring



dikembangkan. Para siswa pada tahun ke-3, 6, 9, dan 12, secara reguler diuji untuk semua bidang bidang pada kurikulum.Benchmark atau standar tingkat kemampuan atau prestasi yang dicapai, kemudian ditentukan, dan digunakan sesudah tahun 1987 sebagai dasar perbandingan prestasi siswa pada tahun berikutnya. Setiap tahun, survai pendapat dilakukan kepada siswa, guru, kepala sekolah, staf daerah, dan orang tua siswa yang memungkinkan dilakukannya pengklasifikasian tingkat kepuasan mereka dalam kaitan dengan peran-peran mereka. Pada tahun 1994, Provinsi Alberta merencanakan untuk memulai restrukturisasi sistem secara keseluruhan. Restrukturisasi itu berkaitan dengan meng-undang-kan reformasi yang luas di bidang pendidikan yang menghasilkan kantor pusat pada Departemen Pendidikan yang lebih kecil, pengurangan jumlah “school district”secara drastis dari 140 menjadi 60, serta penyerahan sebagian besarkewenangan kepada tingkat sekolah. Ciri kunci reformasi ini terletak pada peningkatan keterlibatan orang tua, masyarakat, dan kalangan bisnis, dengan kewenangan untuk pengambilan keputusan dalam layanan pendidikan, termasuk penyediaan sumber daya, dan menentukan hasil yang akan dicapai. Pengenalan “Charter Schools” dengan otonomi dan fleksibilitas pengelolaan, juga dituangkan di dalam



14 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



perundangan yang baru. 3.



Model MBS di Hongkong Model MBS di Hongkong lebih dikenal sebagaiSchool Management



Initiative (SMI), yang menekankan pada inisiatif sekolah dalam menajamen sekolah. Lahirnya kebijakan SMI ini ialah untuk memecahkan beberapa masalah-masalah pendidikan, seperti: tidak memadainya proses dan struktur manajemen, buruknya pemahaman peran dan tanggung jawab, tidak adanya pengukuran kemampuan, menekankan pada kontrol yang mendetail daripada kerangka kerja tanggung jawab dan akuntabilitas, serta menekankan pada pengendalian biaya margin daripada efektivitas biaya dan nilai uang. Cheng (1996: 44) menyatakan bahwa munculnya model SMI didasari oleh usaha untuk memperbaiki mutu pendidikan dengan memperluas kesempatan sekolah dan sistem pendidikan, perbaikan pada input sumber daya, serta perbaikan fasilitas belajar-mengajar seperti program remedial, bimbingan siswa, dan beberapa penataran dalam-jabatan (inservice training). Kebijakan ini mengubah model manajemen yang sentralistik, serta memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dalam hal pengelolaan dan pendanaan pada tingkat sekolah yang bersangkutan. Model SMI menetapkan peran-peran mereka yang bertanggung jawab atas pengelolaan sekolah, terutama sponsor, “managers” dan kepala sekolah. Hal tersebut memberikan peluang yang lebih besar bagi guru, orang tua, dan alumni (former students) untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan (decision making), manajemen; mendorong perencanaan dan evaluasi kegiatan sekolah yang lebih sistematik, serta memberikan fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah dalam hal pemanfaatan sumber daya yang dimiliki. Prinsip penyelenggaraan sekolah menekankan pada manajemen bersama (joint management), serta mendorong partisipasi guru, orang tua,



15 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



dan siswa dalam penyelenggaraan sekolah. Kerangka acuan SMI berisikan lima kelompok kebijakan, yaitu: (a) peran dan hubungan baru untuk Departemen Pendidikan; (b) peran baru bagi komite manajemen sekolah, para sponsor, pengawas sekolah dan kepala sekolah; (c) fleksibilitas yang lebih besar dalam keuangan sekolah; (d) partisipasi dalam pengambilan keputusan; serta (5) sebagai kerangka acuan dalam hal akuntabilitas. Kerangka acuan akuntabilitas tersebut mencatat dua hal penting, yaitu tingkatan individual dan tingkatan sekolah secara menyeluruh. Pertama, sistem pelaporan atau penilaian direkomendasikan dan diminta untuk dikonsultasikan kepada dewan manajemen sekolah, serta memperhatikan penilaian yang dimiliki oleh Departemen Pendidikan, sebagai langkah awal. Kedua, akuntabilitas sekolah sebagai suatu keseluruhan. Setiap sekolah perlu membuat rencana tahunan sekolah, menetapkan tujuan dan kegiatan yang ingin dicapai pada tahun yang akan datang, serta mempertanggungjawabkannya.



Perencanaan



sekolah



yang



dibuat,



memungkinkan sekolah untuk menentukan prioritas, membuat alokasi anggaran, dan mengkomunikasikan arah dan tujuan kepada masyarakat. Sekolah juga diminta untuk membuat profil sekolah tahunan yang memuat kegiatan pada tahun sebelumnya – yang digunakan untuk memetakan pencapaian pada sejumlah indikator seperti prestasi belajar siswa pada mata pelajaran utama, kegiatan non-akademis, profil tenaga kependidikan dengan memberikan



gambaran



tentang



pergantian



staf,



kualifikasi,



dan



kompetensinya. 4.



Model MBS di Amerika Serikat Sistem



pendidikan



di



Amerika



Serikat



mula-mula



secara



konstistusional pemerintah pusat (state) bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dan pemerintah daerah hanya sebagai pembuatan kebijaksanaan dan administrasi. Pemerintah federal memiliki peran yang 16 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



terbatas bahkan semakin berkurang perannya. Perannya hanya dibatasi terutama pada area khusus, yaitu dukungan pendanaan. Model MBS di Amerika Serikat disebut dengan Site- based Management. Beberapa pendapat yang mendudkung diadakannya MBS menyarankan bahwa sebagai syarat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan maka otoritas pengambilan keputusan harus pada tingkat sekolah. Mereka yakin dengan diadakannya MBS dimana penyerahan sumber daya ke tingkat sekolah akan membuat kemajuan. Hal ini karena sekolah memiliki kebebasan mencurahkan energi kreatifnya dan sekolah dapat mengembangkan



diversifikasi



pendekatan



strategi



untuk



mencapai



tujuannya. 5.



Model MBS di Inggris. Model MBS di Inggris disebut Grant Maintained School (GMS). Atau



manajemen sekolah pada tingkat lokal. Dinamakan seperti itu karena, adanya undang-undang pendidikan tahun 1988, antara lain berisi adanya kurikulum inti nasional, adanya ujian nasional, serta pelaporan nasional. Kontrol



terhadap



anggaran



sekolah



diberikan



kepada



lembaga



pengelola/pengawas beserta para kepala sekoalah menengah keatas dan sebagian sekolah dasar dalam waktu lima tahun. Juga memberikan pilihan pada orang tua dengan cara membantu mengembangkan diversifikasi, meninghkatkan akses, mengizinkan sekolah-sekolah negeri untuk keluar dari kontrol otoritas pendidikan lokal. Berdasarkan suara mayoritas orang tua siswa. Dengan adanya undang-undang pendidikan tersebut terjadi enam perubahan struktural guna memfasilitasi pelaksanaan MBS sebagaimana dikemukakan oleh sungkowo (2002). a.



Kurikulum nasional untuk mata pelajaran inti ditentukan oleh pemerintah.



17 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



b.



Ujian nasional dilaksanakan atau diterapkan pada siswa kelas 7,11,14 dan 16.



c.



MBS di bentuk untuk mengembangkan otoritas pemerintah.



d.



Dibuatlah sekolah lanjutan tekhnik



e.



Kewenangan inner London Education dilimpahkan kepada tiga belas otoritas pendidikan.



f.



Skema manjemen sekolah lokal dibentuk dengan melibatkan beberapa pihak terkait.



6.



Model MBS di Prancis Prancis adalah negara maju yang agak lambat dalam mereformasi



pendidikan.



Negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Kanada, dan



Australia sudah memulainya sejak awal tahun 1970-an, namun prnacis baru melakukan desentralisasi pendidikan secra sunguh-sungguh mulai tahun 1980-an. Sistem pendidikan di Prancis di kanal sebgai sentralistis yang tradisional. Sekolah dasar diarahkan oleh inspektorat administrtif dan pedagogik. Kepala sekolah diambil dari guru dengan tanggung jawab fungsional khusus seperti mengkordinasi, mengorganisasi, dan berhubungan dengan orang-orang tua dan pihak keamanan. Kepala sekolah dibebaskan dari tugas mengajar berdasarkan besar kecilnya sekolah yang dipimpinnya. Disini terdapat hubungan keterkaitan antara inspektorat/pengawas daerah dengan para guru. Sebenarnya upaya desentralisasi pendidikan di Prancis sudah di mulai sejak tahun 1969 sebagai respon huru-hara pada tahun 1968. Namun, pada saat itu sekolah menengah atas (secondary school) masih dilihat sebgai sekolah tradisoinal sentralistis (Traditionally school centered) dimana pelaksanaan desentralisasi masih dibayang-bayangi oleh sentralisasi pendidikan. Kemajuan yang sangat berarti terjadi untuk hampir setiap sekolah 18 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



pada tahun 1982-1984 di mana otoritas lokal memiliki tanggung jawab terhadapa dukungan finansial. Kekuasaan badan pengelola sekolah menengah atas diperluas kebeberapa area. Sementara itu, pengangkatan dan pemilihan guru masih dilakukan oleh pusat dengan ketat. Masing-masing sekolah menerima anggaran secara lumpsum terhadap jam mengajar guru. Kepala sekolah menentukan janis staf yang dibutuhkan untuk programprogram khusus yang dilaksanankan sekolah. Upaya untuk mendesentralisasikan keputusan yang berkaitan dengan kurikulum dan pengajaran terjadi pada tahun 1984 pada saat diluncurkan rencana lima tahunan pada lingkup terbatas untuk tingkat pendidikan tinggi (college level), yaitu untuk siswa berusia 11-15 tahun. 7.



Model MBS di Nikaragua Masih dalam perdebatan akan dimulainya desentralisasi pemerintahan



di Nikaragua. Namun, salah satu pertanda yang terjadi pada tahun 1982 adalah pemerintah Sandinista berusaha meningkatkan partisipasi dan pengelolaan berbagai pelayanan yang dipindahkan dari pemerintah pusat ke enam pemerintahan regional. Dalam bidang pendidikan sebuah uji coba terjadi di pemerintahan Chamorro di tahun 1993 untuk mentransformasikan pendelegasian wewenang ke dewan sekolah di dua puluh sekolah menengah. Selanjutnya, pada tahun 1994 sebanyak 33 sekolah menengah setuju untuk menjadi sekolah otonom. Pada akhir 1995 terdapat penambahan sebanyak 350 sekolah dasar dan menengah ikut berpartisipasi dalam reformasi pendidikan. Pada tahun 1995 dikeluarkan panduan dari kementrian (Ministry’s Direction General de Descentralization)



yang berisi kebijakan tentang



bagaimana sekolah yang menyetujui desentralisasi harus berubah. Disitulah dikeluarkan norma-norma pengadministrasian sekolah otonom (Norms for Administering Autonomous Schools) atau dalam bahasa Spanyol disebut Normativa de Funcionnamiento de Centros Autonomos.



19 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



Model MBS Nikaragua difokuskan pada mendesentralisasikan pengelolaan sekolah dan anggaran sekolah yang keputusannya diserahkan kepada dewan sekolah (consenjos directivos). Teoari kebijakan berpendapat bahwa bila aktor ditingkat sekolah mencakup orang tua, guru, dan pimpinan sekolah memiliki kontrol dalam politik dan keuangan sekolah, sekolah akan memiliki akuntabilitas dan sumber daya sekolah akan dipergunakan secara rasional dalam rangka meningkatkan prestasi siswa. MBS sebagai bentuk desentralisasi pendidikan di Nikaragua menyangkut empat tahapan penting yaitu desentralisasi kebijakan, perubahan organisasi sekolah, kondisi lokal dan sejarah organisasi, serta hasil yang diharapkan. Dewan sekolah di Nikaragua juga memiliki otoritas legal yang luas mencakup kekuasaan untuk mengangkat dan memberhentikan staf sekolah, mengangkat dan memberhentikan piminan sekolah, menyesuaikan insentif dan gaji guru, memantapkan dan menarik sumbangan pendidikan dari siswa, pemilihan buku pelajaran dan melakukan evaluasi terhadap para guru sekolah. Dalam teorinya dewan sekolah tersebut juga memiliki kewenangan untuk mengalokasikan dana untuk pengajaran, mengelola pendapatan sekolah, program pelatihan, dan dalam hal kurikulum yang di anggap sesuai. 8.



Model MBS di Selandia Baru Di Selandia Baru, perhatian masyarakat luas untuk terlibat dalam



pendidikan sudah tampak sejak tahun 1970-an dengan adanya konferensi Pengembangan Pendidikan (Education Development Conference) yang melibatkan 60.000 orang dalam 4.000 kelompok diskusi. Salah satu hal yang mempermudah pelaksanaan implementasi MBS di Selandia Baru adalah keterbukaan pemerintah untuk menerima rekomendasi laporan picot (1998) bahwa perlu dilakukan transfer kekuasaan/kewenangan yang sesungguhnya dalam pengambilan keputusan dari jajaran birokrasi pemerintah ke tingkat sekolah. Hal itulah yang oleh Chapman disebut



20 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



sebagai perubahan dramatis. Laporan Picot menyimpulkan bahwa saaat itu struktur administrasi pendidikan di Selandia Baru terlalu sentralistis dan terlalu kompleks dengan adanya titik-titik pengambilan keputusan yang terlalu banyak. Ia meyakini bahwa sistem administrasi yang efektif harus sesederhana mungkin dan keputusan harus dibuat sedekat mungkin dengan tempat pelaksanaan pendidikan Tahun 1989 pemerintah Selandia Baru mengeluarkan Undang-Undang Pendidikan (Education act). Setelah itu pada tahun 1990 sistem pendidikan disana dijalankan secra desentralistik. Benar bahwa saat itulah sistem pendidikan mengalami reformasi besar-besaran. Bebagai bentuk perubahan dalam pengelolaan pendidikan di Selandia Baru didasarkan pada laporan Picot



yang



berjudul



“Administering



for



Excellence;



Effective



Administration in Education” yang memuat lima kritik terhadap sistem pendidikan di Selandia baru, yaitu pengambilan keputusan yang terlalu sentralistik, kompleksitas titik-titik pengambilan keputusan kurangnya informasi dan pilihan, kurangnya efektifitas praktik menajemen, dan perasaan ketidakberdayaan.” Sebagian sekolah menengah atas (secondary school) dikontrol dan dikelola oleh dewan gubernur yang keanggotaannya kebanyakan dari orang tua siswa dan anggota masyakat lainnya. Kerangka kerja kurikulum nasional masih akan berlaku, namun masing-masing sekolah mengembangkan pendidikan khusus kepada siswanya. Dukungan pendanaan pendidikan disekolah dijalankan dengan sistem quasi-free market di mana sekola akan membuat perencanaan dan keleluasaan pengelolaan dana sekolah. 9.



Model MBS di El-Salvador Dilatarbelakangi oleh keadaan pasca perang pada tahun 1991 menteri



Pendidikan



El Salvador menciptkan model MBS baru untuk melayani



21 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



siswa-siswa pendidikan prasekolah dan siswa sekolah dasar di daerahdaerah pedesaan dan daerah terpencil. Setelah penerapan MBS di daerah pedesaan dan terpencil ini dianggap berhasil maka pada tahun 1997 diterpakan pada sekolah sekolah tradisional di daerah perkotaan. Model MBS di El-Salvador disebut dengan Community Managed Schools Program yang kemudian dikenal dengan akronim bahasa Spanyol, EDUCO (Education con Participacion de la Comunided). Maksud dari model ini untuk mendesaentralisasikan pengelolaan sekolah negeri dengan cara meningkatkan keterlibatan orang tua di dalam tanggung jawab menjalankan sekolah. Program EDUCO memiliki tiga tujuan utama, yaitu meningkatkan penyediaan layanan pendidikan di dalam komonitas masyarakat termiskin, mendorong partisipasi anggota komonitas lokal di dalam pendidikan anakanaknya, dan meningkatkan kualitas pendidikan prasekolah dan pendidikan dasar. Akhirnya dibentuklah ACE (Asiciation Comunal para la Education) atau dalam bahasa Inggrisnya disebut (Comunity Education Association). Anggotany dipilih dari orang tua siswa. ACE secara legal bertanggung jawab untuk menjalankan sekola-sekolah EDUCO termasuk masalah anggaran



dana



dan



personilnya.



ACE



dapat



mengangkat



dan



memberhentikan guru serta bertanggung jawab untuk mensupervisi kinerja dan kehadiran para guru. Model MBS tersebut menjadi program nasional untuk pendidikan di El Salvador. Sasaran utama pendidikan disana adalah mencapai sasaran pada tahun 2005 sedikitnya 90% anak-anak di El Salvador harus menyelesaikan pendidikan dasar, yaitu dari kelas satu hingga kelas sembilan. 10.



Model MBS di Madagaskar Model MBS di Madagaskar difokuskan pada pelibatan masyarakat



22 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



pada pengontrolan pendidikan dasar sejak tahub 1994. Dengan dukungan Bank Dunia maka Kementrian Pendidikan telah mengembangkan dan mempraktikan prinsip-prinsip, strategi dan prosedur yang mengarah pada tujuan MBS. Implementasi MBS di arahkan di dalam kerangka kerja dengan melibatkan masyarakat desa idak hanya untuk merehabilitasi, membangun dan memelihara sekolah-sekolah dasar, tetapi juga dilibatkan dalam pengelolaan dan supervisi sekolah dasar. Model MBS di Madagaskar tidak terlepas dari latar belakang sejarah yang kurang baik. Sejak awal tahun 1990-an, pendaftaran ke sekolah Madagaskar merosot sebagai akibat dari kurangnya investasi, memburuknya kualitas pendidikan, dan merosotnya moral para orang tua dan guru. Setelah adanya kajian dari sektor pendidikan dan adanya dukungan dai Bank Dunia maka dibentuklah sebuah tim pengambilan keputusan inovatif di tahun 1994, yaitu program rintisan yang dipusatkan pada pendekatan sekolah berbasis masyarakat. Program itu dimulai di dua lokasi distrik di suatu provinsi, jumlah provinsi disana sebanyak enam provinsi dengan total distrik sebanyak 111 buah. Kemudian, program itu diperluas ke 20 distrik. Kesuksesan implementasi



pada tahap awal



itu mendorong pemerintah untuk



menerapkanny di seluruh sekolah pada seluruh tingkat pada tahun 1997 dan telah menjadi rencana nasional pengembangan pendidikan. Sejak tahun 1998, berbagai donor mengalir dan hingga tahun 2001 lalu program ini telah diterapkan lebih dari separuh distrik yang ada. Peran utama pemerintah adalah mengurangi ketidakadilan pendidikan, mendefinisikan standar dan mengembangkankerangka kerja kebijakan dan penelitian pendidikan. Dalam hal ini kebijakan sektoral untuk pendidikan dasar ada tiga tugas pokok yaitu, (a) pentingnya meningkatkan akses semua siswa untuk masuk pendidikan dasar, (b) perlunya meningkatkan kualitas pembelajaran, pengajaran, dan pelatihan pada semua tingkatan, dan (c) perlunya memobilisasi partner dengan orang tua siswa dan masyarakat, ahli



23 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



waris, dan sektor swasta. Sarana untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan program



sekolah berbasis



masyarakat.



Maksudnya



adalah



melibatkan masyarakat di dalam tugas-tugas pendidikan. Tugas-tugas pendidikan tersebut di antaranya dengan memberi kemungkinan kepada semua siswa untuk memiliki keterampilan dasar membaca, menulis, berbicara, memahami, dan menghitung dalam rangka mengintegrasikan masyarakat



dan



mengembangkan



kemampuan



untuk



melanjutkan



pendidikan.



2.3



Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia Model MBS di Indonesia disebut Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis



Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang memeberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas pada sekolah, dan mendorong partisipasi



langsung



warga sekolah dan masyarakat



untuk



meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Otonomi dapat di artikan sebagai kewenangan atau kemandirian, yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri dan tidak tergantung. Otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Sementara itu, pengambilan keputusan aspiratif adalah suatu cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik dimana warga sekolah didorong terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah. Di Indonesia model MBS difokuskan pada peningkatan mutu, tetapi tidak jelas dalam hal mutu apa. Mutu gurukah, mutu kurikulumkah, mutu hasil pengajarankah, mutu proses belajar mengajarkah, mutu penilainkah, atau mutu 24 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



manajemennya? Perspektif mutu ini terlalu luas untuk dicakup semua dalam model MBS di Indonesia. Hal yang paling mendasar yang tidak diungkap dalam target mutu yang ingin dicapai dalam model MBS di Indonesia adalah mutu yang seperti apa? Apa kriterianya, bagaimana cara mencapainya, kapan harus dicapai, dan bagaimana peran sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan ini? Model MBS di Indonesia tidak berasal dari inisiatif warga masayarakat, tetapi dari pemerintah. Hal ini bisa dimengerti karena setelah 32 tahun Indonesia berada dalam cengkraman pemerintahan otoriter yang membuat warganya takut untuk mengeluarkan pendapat dan inisiatif. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan



pun



berbeda



dengan



negara-negara



lain



yang



peran



serta



masyarakatnya sudah tinggi. Di Indonesia, penerapan MBS diawali dengan dikeluarkannya UU No. 25 tahun 2000 tentang Rencana Strategis Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004.



2.4



Model Manajemen Berbasis Sekolah yang Ideal Model MBS berikut pada dasarnya ditampilkan menurut pendekatan sistem



(berfikir sistem), yaitu output-proses-input. Urutan ini dipilih dengan alasan bahwa setiap kegiatan sekolah akan dilakukan, termasuk kegiatan melakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat), semestinya dimulai dari "output" yang akan dicapai, kemudian ke "proses", dan baru ke "input" yang dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Namun, langkah-langkah pemecahan persoalannya ditempuh dengan mengikuti urutan yang berlawanan dengan arah analisis SWOT. 1.



Output Output sekolah diukur dengan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah



pencapaian/prestasi yang dihasilkan oleh proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari efektivitasnya, kualitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, dan moral kerjanya



25 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



dengan keterangan seperlunya seperti berikut. 



Efektivitas adalah ukuran yang menyatakan sejauhmana sasaran (kuantitas, kualitas, waktu) telah dicapai. Dalam bentuk persamaan, efektivitas sama dengan hasil nyata dibagi hasil yang diharapkan.







Kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang tersirat. Mutu barang atau jasa dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan seperti disain, operasi produk atau jasa dan pemeliharaannya.







Produktivitas adalah hasil perbandingan antara output dibagi input. Baik output maupun input adalah dalam bentuk kuantitas. Kuantitas input berupa tenaga kerja, modal, bahan, dan energi. Kuantitas output dapat berupa jumlah barang atau jasa, tergantung pada jenis pekerjaan.







Efisiensi dibagi menjadi 2 yaitu efisiensi internal dan efisiensi eksternal. Efisiensi internal biasanya diukur dengan biayaefektivitas. Setiap penilaian biaya-efektivitas selalu memerlukan dua hal, yaitu penilaian ekonomik untuk mengukur biaya masukan (input) dan penilaian hasil pembelajaran (prestasi belajar, lama belajar, angka putus sekolah). Sedang efisiensi eksternal adalah hubungan antara biaya yang digunakan untuk menghasilkan tamatan dan keuntungan kumulatif (individual, sosial, ekonomik, dan nonekonomik) yang didapat setelah pada kurun waktu yang panjang diluar sekolah. Analisis biaya-manfaat merupakan alat utama untuk mengukur efisiensi eksternal.







Inovasi adalah proses yang kreatif dalam mengubah input, proses, dan output agar dapat sukses dalam menanggapi dan mengantisipasi perubahan-perubahan internal dan eksternal sekolah. Inovasi selalu memberikan nilai tambah terhadap input, proses, maupun output yang ada.



26 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah







Kualitas kehidupan kerja adalah kinerja sekolah yang ditunjukkan oleh ukuran tentang bagaimana warga sekolah merasakan hal-hal seperti: pekerjaannya, kemanfaatannya, kondisi kerjanya, kesan dari anak buah terhadap bapak/ibu buah, kawan/kolega kerjanya, peluang untuk maju, pengembangan, kepastian, keselamatan dan keamanan, dan imbal jasanya.







Moral kerja adalah tingkat baik buruknya warga sekolah terhadap pekerjaannya yang ditunjukkan oleh etika kerjanya, kedisiplinannya, kejujurannya,



kerajinannya,



komitmennya,



tanggungjawabnya,



hubungan kerjanya, daya adaptasi dan antisipasinya, motivasi kerjanya, dan jiwa kewirausahaannya (bersikap dan berpikir mandiri, memiliki sikap berani mengambil resiko, tidak suka mencari kambing hitam, selalu berusaha menciptakan dan meningkatkan nilai sumberdaya, terbuka terhadap umpan balik, selalu ingin mencari perubahan yang lebih baik, tidak pernah merasa puas dan terus menerus melakukan inovasi dan improvisasi demi perbaikan selanjutnya, dan memiliki tanggungjawab moral yang baik.



2.



Proses Proses merupakan berubahnya "sesuatu" menjadi "sesuatu yang lain".



Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut "input", sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (sekolah), proses yang dimaksud adalah: (a) proses pengambilan keputusan, (b) proses pengelolaan kelembagaan, (c) proses pengelolaan program, dan (d) proses belajar mengajar.



3.



Input Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut



"input", sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. 



Input Manajemen



27 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



Kepala sekolah mengatur dan mengurus sekolahnya melalui sejumlah input manajemen. Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan membatu kepala sekolah mengelola sekolahnya dengan baik. 



Input Sumber daya manusia Pada dasarnya, agar sekolah dapat berjalan secara efektif dan



efisien,



diperlukan



sumberdaya



kesiapan



manusia



kesanggupan. Kesiapan kualifikasi



=



sumberdaya



kesiapan



kemampuan



manusia. Kesiapan



kemampuan menyangkut



dan kesiapan kesanggupan menyangkut



+



kesiapan persyaratan pemenuhan



kepentingan sumberdaya manusia. 



Sumber daya lainnya Sumber daya selebihnya dapat dikelompokkan menjadi: peralatan,



perlengkapan, perbekalan, bahan/material/sumber daya alam, uang, dan perangkat-perangkat lainnya, yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pendidikan di sekolah



28 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



BAB III PENUTUP



3.1



Kesimpulan Dari penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa: 1.



Dari delapan model itu memiliki kekuatan sendiri dan keterbatasan. Dalam situasi yang berbeda dan bingkai waktu yang berbeda, model yang berbeda mungkin berguna untuk mempelajari efektivitas sekolah. Secara relatif model pembelajaran organisasi dan model manajemen mutu total tampaknya lebih menjanjikan untuk pencapaian fungsi beberapa sekolah pada tingkat yang berbeda.



2.



Keadaan dalam suatu wilayah (negara) mempengaruhi bagaimana cara yang tepat untuk menetapkan suatu gaya pendekatan untuk menjadikan sekolah itu kreatif dan produktif. Hal ini menjadikan MBS memiliki beberapa model yang diterapkan di masing-masing negara/wilayah. Seperti model Australia, model Amerika, model Inggris, model Prancis, model Inggris, model Madagaskar, model ElSavador, model Hongkong, dan model Selandia Baru.



3.



Model MBS di Indonesia tidak berasal dari inisiatif warga masayarakat, tetapi dari pemerintah. Hal ini bisa dimengerti karena setelah 32 tahun Indonesia berada dalam cengkraman pemerintahan otoriter yang membuat warganya takut untuk mengeluarkan pendapat dan inisiatif. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan pun berbeda dengan negara-negara lain yang peran serta masyarakatnya sudah tinggi. Di Indonesia, penerapan MBS diawali dengan dikeluarkannya UU No. 25 tahun 2000 tentang Rencana Strategis Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004.



4. Model MBS ideal terdiri dari output, proses, dan input. Output sekolah 29 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



diukur dengan kinerja sekolah , yaitu pencapaian atau prestasi yang dihasilkan oleh proses sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari efektifitas, kualitas, produktivitas, efisiensi, inovasi, kualitas kehidupan kerja, dan moral kerja.



3.2



Saran Demikian makalah ini kami susun, kami yakin dalam makalah ini masih



terdapat kekurangan yang perlu ditambahi. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik yang membangun dari pembaca yang budiman guna untuk perbaikan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan pada pembaca.



30 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah



DAFTAR PUSTAKA



Anonim. (2012). Model MBS dan Karakteristiknya, [Online]. Tersedia: http://www.kompasiana.com/noviana-trilestari/model-mbs-dankarakteristiknya_550e7427813311842cbc64ed [27 September 2017] Asep.



(2014).



Model



MBS



di



Idonesia,



[Online].



Tersedia:



http://mbsasep.blogspot.co.id [27 September 2017] Karnadi. (2007). Pelaksanaan MBS yang Ideal, [Online]. Tersedia: http://karnadiundipdiknas1.blogspot.co.id/2007/11/tugas-mpwk-undip.html



[27



Sepetember 2017] Munawaroh, A. (2013). Manajemen Berbasis Sekolah, [Online]. Tersedia: http://arifahalmuna.blogspot.co.id/2013/05/manajemen-berbasissekolah.html [27 September 2017] Syamsuddin. (2012). Implementasi dan Manajemen Berbasis Sekolah, [Online]. Tersedia: http://syamsuddincoy.blogspot.co.id/2012/02/implementasi-danmanajemen-berbasis.html [27 September 2017] Syifa, A. (2013). Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), [Online]. Tersedia:



http://iimabusyifa.blogspot.co.id/2013/08/model-model-



manajemen-berbasis-sekolah.html [27 September 2017]



31 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah