Isi Makalah Wily Adat Mamta [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Papua merupakan wilayah yang terletak paling timur dari Negara Kesatuan Repblik Indonesia dan saat ini terdiri dari 28 Kabupaten dan satu kota. Wilayah Papua berbatasan secara langsung dengan negara Papua New Guinea di sebelah Timur, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Papua Barat, sebelah Selatan dengan Laut Arafuru dan di sebelah Utara berbatasan dengan Samudra Pasifik. Papua dengan luas`wilayah 421.981 km2, tertutup hutannya yang menghijau yang dikenal dengan nama tropical rainforest wilderness area, hanya dapat dibandingkan dengan kekayaan yang ada di hutan Congo di Afrika dan di wilayah Amazon Amerika Selatan. Kekayaan bioversitas yang terdapat dalam hutan-hutan Papua tersimpan dalam bentuk keanekaragaman hewan



antara



lain



burung



cenderawasih, kupu-kupu sayap burung, landak Irian, serta jenis-jenis lainnya. Keanekaragaman tanaman diwakili oleh melimpahnya species pohon, spesies anggrek, serta species pandan. Keanekaragaman ini berkaitan erat dengan dengan ekowisata yang dimiliki oleh Provinsi Papua. Sungai berair deras, danau dengan pemandangan yang indah, pantai dengan air yang jernih dan surga bagi snorkling dan diving, maupun hutan dan tebing-tebingnya yang menantang untuk untuk dijelajahi dan di panjat, tersebar bagaikan mutiara di seluruh wilayah Papua.



Kekayaan



biodiversitas dan ekowisata, ternyata belum cukup, Papua dikarunia juga dengan banyaknya suku-suku bangsa dengan bahasanya masing-masing, dan itulah yang membentuk Asmat dengan ukiran kayunya, Biak dengan barapen dan juga Jayawijaya dengan mumminya. Kekayaan biodiversitas dan ekowisata serta keanekaragaman adat budaya itulah yang menyebabkan Papua di bagi mejadi tujuh wilayah adat (Profil Provinsi Papua, 2019) Papua terbagi dalam dari lima wilayah (sedang wilayah Papua Barat hanya terbagi dalam dua wilayah adat yaitu wilayah Domberai dan wilayah adat Bomberai). Ke lima wilayah adat Papua dimaksud yaitu Mamta, La Pago, Me Pago, Saireri, Ha Anim. B. Tujuan 1



C. Manfaat



2



BAB II PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Wilayah Adat Mamta Wilayah adat yang menjadi tempat Ibu kota Jayapura adalah wilayah adat Mamta. Wilayah Adat Mamta meliputi Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya. Salah satu ciri yang membedakan wilayah adat Mamta dengan wilayah adat yang lain yaitu pada sistem politik tradisional mereka seperti pada sistem kepemimpinan tradisional mereka yang mengenal sistem Ondoafi, walaupun beberapa suku yang terlihat hanya pada penggunaan sebutan saja namun pada prakteknya yang terlihat adalah tipe bigman seperti mereka yang ada dalam suku besar Oktim. Salah satu ciri utama dalam sistem ondoafi adalah adalah pewarisan kepemimpinan. Sebagai contoh bila seorang ondoafi meninggal maka jabatan diwariskan kepada salah seorang dari anak-anaknya dan biasanya anak laki-laki yang tertua.



Gambar 1. Wilayah Adat Papua



3



Kabupaten Jayapura yang termasuk dalam wilayah adat budaya Tabi terdiri dari beberapa kelompok suku besar atau wilayah adat yaitu: 1) Sentani/Bhuyakha/La, 2) Dafonsero Utara, 3) Moi, 4) Yokari, 5) Jouwari, 6) Oktim dan 7) Demutru. Masing-masing kelompok suku besar ini terbagi lagi dalam beberapa sub suku besar seperti Demutru yang terdiri dari kelompok suku Nambluong, kelompok suku Klisi, kelompok suku Kemtuk, dan kelompok suku Elseng. Beberapa literatur menyebutkan bahwa masyarakat Sentani berasal dari Timur lalu menyeberang ke Barat dan menemukan danau Sentani atau Phuyakha yang berarti air tenang. Penduduk Sentani tersebar di tiga wilayah yaitu: 1) Di bagian barat terkonsentrasi di Yonokhom dan menyebar di beberapa kampung. 2) Di bagian timur terkonsentrasi di pulau Asei dan menyebar di beberapa kampung 3) Di bagian tengah terkonsentrasi di pulau Ajau dan menyebar di beberapa kampung. Orang Sentani adalah kelompok masyarakat pejuang yang tangguh mempertahankan identitas etnisnya. Sebelum menetap di tepian danau dan pulaupulau di danau Sentani, mereka berasal dari Honong Yo Walkhau Yo, di seputar daerah Nyoa dan Moso di sebelah Papua New Guinea. Ketika terjadi migrasi besarbesaran secara bergelombang, terjadi gesekan-gesekan antar kelompok yang satu dengan kelompok yang lain sehingga masuk ke danau Sentani secara terpisah-pisah dan dalam waktu yang tidak bersamaan. Kelompok pertama adalah kelompok Asatou yang digabungi oleh sub-sub kelompok Bebuho, Asabo, Phouw, Khele, Phualo, bermigrasi dari Honong Yo melewati Wutung, menyeberang ke Rolowabu-wabu Yomo, bermukim disana, kemudian berangkat melewati Aukhone-Khone, Dobon Fere, dan membuat kampung di Horoli. Dari Horoli, pindah ke Yomokho-Waliau Yo melewati Mekhenewai. Dari Yomokho-Waliau Yo, mereka pindah dan menetap di Oheikoi-Yo (kampung Asei). 4



Dari Oheikoi pindah ke Raid Au Kleu dan membuat kampung Kleubulouw. Rouboto pindah ke Waena. Kelompok Pui, Soro, Makanuai, Youwe ditinggal di sekitar Rolowabu-wabu Yomo (Kayu Batu). Pada migrasi kedua, berangkat dari Honong Yo, kelompok Razing Kleubeu mengambil arah selatan dengan menggunakan perahu melewati kampung Eha (Nafri), mendaki gunung  dan membuat pemukiman sementara di Umabo Besar dan Umabo Kecil. Dari Umabo turun ketepian Phuyakha bhu, menyeberang ke YomokhoWaliau-Yo bergabung dengan kelompok Asatou, mengangkat ondofolo. Kemudian bersama-sama menyeberang ke kampung Oheikoi. Pindah ke Ebuheal ke Ayapo dan membentuk kampung Ayapo. Dari Ayapo, kelompok Mebli Iyme ke Yokha dan membuat kampung Hebeaibulu di lokasi bekas kampung Hebeaibulu yang telah punah. Kelompok ketiga adalah kelompok yang di pimpin oleh Yokhu Mokho, berangkat dari Honong Yo-Walakhau-Yo, melewati Wanimo, Wutung, lewat Mabouw, masuk teluk Yotefa bermukim di Endukha Yo, kemudian berangkat menyeberang naik gunung Rey Humungga, terus melewati Hokhom-Hisili, Ma Khele, Robhomfere, Atam dan masuk danau Sentani bagian tengah dan membentuk kampung Remfale yang disebut kampung Ifale sekarang. Kelompok yang lebih awal dari kelompok pertama, kedua dan ketiga adalah kelompok Heaiseai. Arus migrasi terjadi Walakhau Yo, melewati dataran Ebum Fau, terus berhenti di Yokha Wau dan mendirikan kampung Yokha Wau. Dari Yokha Wau Yo, di sponsori oleh Ibo, Khabey dan Monim menyeberang ke Ajau, kemudian dari Ajau menjadi pusat persebaran. Dari Ajau pindah ke Khabeite Olow dan membentuk kampung Khabetlouw yang sekarang disebut Ifar Besar. Kemudian Monim pindah dan mendirikan kampung Putali, dan Ibo mendirikan kampung Atamali. Rokhoro pindah dari Ajau lebih ke arah barat daya dan mendirikan kampung Hemfolo. Kelompok migrasi berikutnya berjalan terus kearah barat danau Sentani, tiba di Yo Waliau Yo, di atas gunung kampung Donday. Dari Yo Waliau Yo turun ke tepian air dan menyeberang ke pulau Yonokhom dan membentuk kampung Yo Nokhom Yo. Dari Yonokhom pindah sebagian masyarakat kembali ke sekitar Yo Waliau Yo dan membentuk kampung Donday, yang lain pindah kea rah barat dan membentuk kampung Yakonde dan Sosiri. Bagian masyarakat lainnya pindah membentuk empat kampung do Do Yo. Pulau dan kampung Yonokhom atau Kwadeware menjadi pusat penyebaran 5



kebudayaan di Sentani Barat. Di seluruh Sentani terdapat tiga pusat penyeberan yaitu, di Sentani Timur pulau Asei dikenal sebagai pusat persebaran kebudayaan, di bagian tengah pulau Ajau menjadi pusat persebaran kebudayaan, dan pulau Yonokhom (Kwadeware) dikenal sebagai pusat persebaran kebudayaan di bagian barat Sentani. Sebagai wilayah yang berada di daerah pusat pemerintahan Provinsi Papua, maka pemerintah Provinsi menetapkan wilayah Mamta sebagai daerah pengembangan sektor industri, perkebunan dan pariwisata. Di Kabupaten Keerom dikembangkan Perkebunan Sawit, Coklat, Peternakan Sapi, Perikanan Budidaya, Tanaman Pangan. Untuk Kota Jayapura dikembangkan Hortikultura dan Peternakan Ayam. Saat ini di Kabupaten Sarmi dikembangkan Perkebunan Kelapa (361 Ha), Coklat dan Perikanan. Di Kabupaten Mambramo Raya dikembangkan Sagu (60.000 Ha), Pisang dan Perikanan. Sedangkan untuk Kabupaten Jayapura dikembangkan Coklat (13.342), Hortikultura, Peternakan Ayam. Di wilayah Mamta ini banyak dikembangkan daerah wisata yang menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan, baik domestik maupun wisatawan dari luar negeri. Dengan aksesibiltas yang memadai pemerintah menjadikan beberapa kegiatan festival di wilayah inbi menjadi festival yang di masukkan dalam kalender wisata nasional, seperti Festival Danau Sentani yang setiap tahun nya dilaksanakan. Festival Danau Sentani diramaikan denga pameran industri kreatif Papua seperti produk kerajinan kulit kayu, batik Papua, produk olahan cokelat, kopi, sagu, dan buah merah. Masyarakat Sentani hidup di danau, ada upacara-upacara adat baik di kampung, antar kampung. Selain itu ditampilkan juga tari-tarian di atas perahu, baik saat panen atau ketika bawa hasil buruan. Karena mereka sudah terbiasa pergi kembali dengan perahu maka masyarakat yang hidup di sekitar danau sentani sudah terbiasa menari di atas perahu. Kalender wisata lainnya adalah Festival Teluk Humboldt, yang dilaksankaan setiap tahunnya oleh Pemerintah Kota Jayapura. Teluk Humboldt atau nama lainnya Teluk Yos Sudarso merupakan teluk yang menaungi Kota Jayapura dan menjadi rumah bagi penduduk asli Port Numbay. Teluk tersebut merupakan laut yang menjorok jauh ke daratan di bagian utara Pulau Papua. Bentuk teluknya menyerupai huruf U dengan pantai berair tenang dan tingkat sedimentasi  rendah. Air lautnya tenang, bersih, dan berwarna biru cerah serta masih banyak terdapat ikan di sekitarnya. 6



Pada Pestival ini banyak ditampilkanpentas seni budaya, lomba menyajikan masakan khas Port Numbay, stand-stand pameran kerajinan tangan masyarakat Port Numbay dari 14 kampung, tarian khas Port Numbay, suling tambur dari Kampung Skouw Yambe, ukiran batik, serta kuliner khas Port Numbay. B. Gambaran Umum Kabupaten Wilayah Adat Mamta Wilayah Adat Mamta meliputi Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya. Sebagai wilayah yang berada di daerah pusat pemerintahan Provinsi Papua, maka pemerintah Provinsi menetapkan wilayah Mamta sebagai daerah pengembangan sektor industri, perkebunan dan pariwisata. a. Kabupaten Jayapura Kabupaten Jayapura adalah salah satu kabupaten di provinsi Papua, Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di Sentani, 33 km dari Kota Jayapura. Jumlah penduduk kabupaten ini berjumlah 125.975 jiwa (2017), dimana jumlah penduduk laki-laki 66.307 jiwa dan perempuan 59.668 jiwa (Wikipedia, 2019). a) Kondisi Geografis Kabupaten Jayapura dengan Luas wilayah 17.516.6 Km² yang terbagi dalam 19 Distrik 139 Kampung dan 5 Kelurahan terletak diantara 139°-140° Bujur Timur dan 2° Lintang Utara dan 3° lintang Selatan. Distrik Kaureh dengan luas Wilayah 4.537,9 Km² merupakan Distrik terluas di Kabupaten Jayapura atau sekitar 24,88 % dari keseluruhan luas Kabupaten Jayapura dan Distrik Sentani Barat Distrik merupakan distrik yang luasnya terkecil dengan luas wilayah 129,2 M² atau sekitar 0,74 % dari luas Wilayah Kabupaten Jayapura. Batas-batas wilayah: -



Sebelah Utara  Samudera Pasifik dan Kabupaten Sarmi.



-



Sebelah Selatan Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Tolikara.



-



Sebelah Timur  dengan Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom.



-



Sebelah Barat  dengan Kabupaten Sarmi. 7



Keadaan topografi dan lereng umumnya relatif terjal dengan kemiringan 5%-30% serta mempunyai ketinggian aktual 0,5m dpl -1500m dpl. Daerah pesisir pantai utara berupa dataran rendah yang bergelombang dengan kemiringan 0%-10% yang ditutupi dengan endapan aluvial. Secara fisik, selain daratan juga terdiri dari rawa (13.700 Ha). Sebagian besar wilayah Kabupaten Jayapura (72,09%) berada pada kemiringan diatas 41%, sedangkan yang mempunyai kemiringan 0-15% berkisar 23,74% Berdasarkan hasil pencatatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah V Jayapura untuk wilayah Sentani tahun 2015 suhu udara rata-rata berkisar antara 22,8 o– 24,3oCelcius. Kelembapan udara rata-rata pada 73 dan 76 persen. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari 426.8 mm dan terendah pada bulan  Agustus 75.5 mm untuk Genyem. Untuk Sentani curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari 222.9 mm dn terendah pada bulan Agustus 45.2 mm. b) Mata Pencaharian Mata pencarian masyarakat di Kabupaten Jayapura umumnya masih bekerja di bidang pertanian, perternakan dan perikanan. Komoditi perkebunan lebih dominan pada Kakao, Kelapa, Pinang, Kopi dan Pala. Khusus pada komoditi Kakao dan Kelapa menjadi produksi perkebunan unggulan yang tersebar di semua distrik. Potensi pertanian tanaman pangan dan holtikultura yang dikelola oleh petani selama ini telah mampu menghasilkan beberapa jenis komoditi dengan luas panen dan jumlah produksi yang cukup memadai, seperti; ubi kayu, ubi jalar, kacang hijau dan kacang tanah. Hasil produksi komoditi buah-buahan lebih  dominan adalah Mangga, Rambutan, Dukuh, Jeruk, Durian, Pisang, Salak, dan Pepaya. Komoditi buahbuahan mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan di Kabupaten Jayapura. Rata-rata produksi komiditi buah-buahan (ton/Ha). Kabupaten Jayapura sangat potensi untuk pengembangan peternakan. Ternak yang  telah di budidayakan dan dikembangkan selama ini adalah sapi, babi, kambing dan unggas. Sistem peternakan yang dilakukan adalah semi intensifikasi



karena



kawasan/lahan



pengembangannya.



8



tersedia



sangat



luas



untuk



Di Kabupaten Jayapura lokasi potensial untuk peternakan terletak di Distrik Nimbokrang, Nimboran, Namblong, Kemtuk, Kemtuk Gresi, Yapsi, Unurum Guay, Sentani Barat dan Sentani Timur. Ternak sapi sebagai komoditas unggulan dalam pengembangannya diarahkan pada pengembangan yang menyatu dengan kawasan pertanian (baik lahan basah ataupun kering), disertai pembuatan ranch dengan ”System Paddock” yang baik sehingga ternak sapi tidak mengganggu lahan. Ketersedian rumput sebagai pakan ternak yang cukup melimpah sehingga relatif mudah dan cepat diperoleh serta dengan biaya yang sangat rendah. Peternakan yang lebih dominan dipelihara masyarakat adalah sapi potong, kambing dan babi. Sementara usaha ternak yang dikelola oleh masyarakat di tahun 2015. Pengembangan



kawasan



perikanan



terutama



diarahkan



untuk



peningkatan teknologi penangkapan hasil-hasil laut untuk jenis perikanan umum dan  peningkatan pengelolaan produksi yang baik terhadap jenis budidaya perikanan. Pengembangan kawasan budidaya perikanan keramba potensial dikembangkan pada Distrik Nimbokrang, Sentani, Sentani Barat, dan Sentani Timur. Pengembangan kawasan perikanan kolam dapat dikembangkan di Distrik Nimbor. Luas lahan potensial untuk pengembangan kawasan perikanan ini seluas 3,015,56 Ha. Sementara luas lahan yang sudah tergarap. b. Kota Jayapura Kota Jayapura merupakan ibukota Provinsi Papua yang terletak di ujung timur Indonesia. Secara astronomis. Di sebelah utara Kota Jayapura dibatasi Lautan Pasifik, sedangkan di sebelah selatan dibatasi Distrik Arso, Kabupaten Keerom. Di bagian barat, Kota Jayapura berbatasan dengan Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura sedangkan di bagian timur berbatasan dengan Negara Papua New Guinea. Kota Jayapura memiliki luas 940 km2, dan merupakan wilayah terkecil dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Papua. Selain berstatus sebagai ibukota provinsi, Kota Jayapura merupakan satusatunya wilayah administrasi di Provinsi Papua yang berstatus sebagai Kotamadya. Kota Jayapura terbagi menjadi 5 distrik, yaitu Distrik Muara Tami, Distrik Abepura, Distrik Heram, Distrik Jayapura Selatan, dan Distrik Jayapura Utara. Terdapat 25 kelurahan dan 14 kampung di wilayah Kota Jayapura. Distrik 9



Abepura merupakan wilayah dengan jumlah kelurahan terbanyak (8 kelurahan), sedangkan Distrik Heram memiliki jumlah kelurahan terkecil (3 kelurahan). Jumlah kampung terbanyak terdapat di wilayah Distrik Muara tami (6 kampung), sedangkan Distrik Jayapura Utara hanya memiliki 1 kampung. a) Kondisi Geografis Kota Jayapura memiliki luas 940 km2atau 0,30 persen dari luas wilayah Provinsi Papua dan merupakan daerah terkecil di Provinsi Papua. Kota Jayapura terbagi menjadi 5 distrik. Distrik Muara Tami (626,7 km 2) merupakan distrik terluas yang mencapai 50 persen lebih dari total luas Kota    Jayapura, sebaliknya Distrik Jayapura  Selatan merupakan distrik terkecil dengan luas hanya 43,4 km2. Kota Jayapura terletak pada 137°34’10,6”- 141°0’8’22” Bujur Timur dan



1o27’-3o49’ Lintang



Selatan.



Wilayah



Kota



Jayapura



umumnya



merupakan dataran rendah. Selama tahun 2016, suhu udara rata-rata di Kota Jayapura berkisar antara 25,50⁰C – 31,50⁰C. Kelembaban udara bervariasi antara 80,0-5,3 persen. Sementara itu, hari hujan yang terjadi selama tahun 2016 sebanyak 212 hari. Curah hujan terendah tercatat 98,4 mm pada bulan Mei dan yang tertinggi tercatat 384,1 mm pada bulan Januari. Kecepatan angin yang tercatat rata-rata 4,1 knot sepanjang tahun 2016. Wilayah Kota Jayapura umumnya merupakan dataran rendah. Selama tahun 2016, suhu udara rata-rata di Kota Jayapura berkisar antara 25,50C – 31,50C. Kelembaban udara bervariasi antara 80,0–85,3 persen. Sementara itu, hujan yang terjadi selama tahun 2016 sebanyak 212 hari. Curah hujan terendah tercatat 98,4 mm pada bulan Mei dan yang tertinggi tercatat 384,1 mm pada bulan Januari. Kecepatan angin yang tercatat rata-rata 4,1 knot sepanjang tahun 2016. b) Mata pencaharian Mata pencarian masyarakat di Kabupaten Jayapura umumnya masih bekerja di bidang pertanian, perternakan dan perikanan. Produksi bahan makanan pada tahun 2016 mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Tanaman bahan makanan yang mengalami peningkatan adalah 10



padi sawah (83,72 persen), ubi kayu (388,58 persen), ubi jalar (313,11 persen),  jagung (350,47 persen), dan kacang tanah (258,49 persen). Peningkatan ini terjadi karena adanya peningkatan luas panen dari tanamantanaman tersebut. Kota Jayapura pada tahun 2016 memiliki luas panen tanaman padi mencapai 1.140 ha dan mampu menghasilkan padi sebanyak 4.119 ton padi. Daerah penghasil padi adalah Distrik Muara Tami. Ubi Kayu merupakan tanaman pangan yang dihasilkan terbesar kedua setelah padi. Pada tahun 2016, dengan luas panen ubi kayu sebesar 105 ha mampu menghasilkan ubi kayu sebanyak 2.609 ton. Distrik Muara Tami merupakan penghasil ubi kayu terbesar mencapai 870 ton. Tanaman kacang kedelai merupakan satu-  satunya tanaman yang mengalami penurunan   produksi, yaitu sebesar 75 persen (dari 5 ton pada tahun 2015 menjadi 1,25 ton pada tahun 2016).  Secara umum, produksi sayur-sayuran di Kota  Jayapura mengalami peningkatan sebesar 7,08 persen pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015. Tahun 2016, jumlah produksi sayuran terbesar berasal dari tomat (750 ton) diikuti dengan sawi dan kacang panjang masing-masing 560 ton dan 504 ton. Tahun 2016, produksi mangga tercatat 99.000 ton dan merupakan tanaman yang paling besar produksinya di Kota Jayapura. Produksi buah terbanyak kedua adalah rambutan yang dihasilkan  sebanyak 58.000 ton. Tahun 2015, produksi hutan terbesar berasal dari kayu bulat yaitu sebanyak 2.773,53 m3. Kayu gergajian merupakan produksi kehutanan yang   dihasilkan terbesar kedua setelah kayu bulat. Pada tahun 2015, kayu gergajian di produksi sebanyak 1.617,26 m3. Tiga jenis ternak yang paling banyak dipelihara oleh penduduk Kota Jayapura pada tahun 2016 adalah ayam pedaging (95,35 persen), ayam petelor (1,87 persen), dan ayam kampung (1,84 persen). Babi merupakan hewan ternak terbanyak di Kota Jayapura. Pada tahun 2016 populasi ternak di Kota Jayapura tercatat ada 21.901 ekor, dimana 58,64 persen merupakan babi, 31,68 persen merupakan sapi potong, dan sisanya adalah kambing. Sementara itu, ternak yang paling sedikit diminati oleh peternak di Kota Jayapura adalah 11



itik dengan jumlah populasi sebesar 820 ekor atau hanya sebesar 0,03 persen dari total populasi ternak di Kota Jayapura. Pada tahun 2016, produksi daging di Kota Jayapura menurun sebesar 6,24 persen dari pada tahun 2015. Produksi daging paling banyak diperoleh dari jenis ternak ayam pedaging (2.090.599 kg), sedangkan produksi daging paling sedikit diperoleh dari jenis ternak itik (516 kg). Sektor perikanan merupakan sektor dengan peranan paling besar di sektor pertanian.Pada tahun 2016, produksi perikanan di Kota Jayapura meningkat sebesar 76,27 persen yaitu dari 32.116,32 ton pada tahun 2015 menjadi 56.612,43 ton pada tahun 2016 baik untuk perikanan laut maupun perikanan darat. Adanya peningkatan produksi perikanan pada tahun 2016, diikuti dengan peningkatan jumlah rumah tangga perikanan. Rumah tangga perikanan pada tahun 2015 sebanyak 2.151 rumah tangga, dengan rumah tangga perikanan laut sebesar 1.001 rumah tangga dan rumah tangga perikanan darat sebesar 1.150 rumah tangga. Sedangkan pada 2016, rumah tangga perikanan sebanyak 2.182 rumah tangga, dengan rumah tangga perikanan laut sebesar 1.012 rumah tangga dan rumah tangga perikanan darat sebesar 1.170 rumah tangga. Di Kota Jayapura, rumah tangga perikanan paling banyak terdapat di Distrik Muara Tami dan Distrik Jayapura Utara. Terdapat banyak lokasi wisata di Kota Jayapura, baik itu untuk wisata pantai, wisata sejarah, wisata baharí, wisata rohani maupun wisata budaya. c. Kabupaten Keerom Kabupaten Keerom merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua yang sebelum berdiri menjadi kabupaten merupakan bagian dari Kabupaten Jayapura. Hingga dengan payung hukum UU RI No. 26 Tahun 2002, Keerom resmi menjadi kabupaten yang berdiri sendiri. Pada awal pembentukannya Kabupaten Keerom terdiri dari 5 (lima) distrik (Distrik Arso, Skanto, Waris, Senggi dan Web) dengan 48 kampung. Pada tahun 2007 berkembang menjadi 7 (tujuh) distrik dan 61 kampung dengan tambahan Distrik Arso Timur dan Towe, serta pada tahun 2014 dicanangkan untuk pemekaran distrik menjadi 11 (sebelas) distrik dan 91 kampung dengan penambahan Distrik Arso Barat, Mannem, Yaffi, dan Kaisenar yang realisasinya baru dilaksanakan di tahun 2015 akhir. 12



a) Keadaan Geografis Menempati wilayah seluas 9.365 Km2, Kabupaten Keerom memiliki letak geografis yang berbatasan langsung dengan negara  Papua New Guinea (PNG) di sebelah timur. Sedangkan wilayah sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pegunungan Bintang, di sebelah utara berbatasan dengan Kota Jayapura, dan Kabupaten Jayapura di sebelah barat. Secara geografis kabupaten ini berada antara 140015’ – 14100’ Bujur Timut dan 2037’0’’ – 400’0’’ Lintang Selatan dengan ketinggian berkisar antara 0 – 2000 meter di atas permukaan laut (Mdpl), wilayah Kabupaten Keerom merupakan lereng dengan kemiringan lebih dari 40%. Sebagian besar wilayah yakni seluas 5.722,96 Km2(61,11% dari total wilayah) berada pada ketinggian 400 – 1500 Mdpl. Distrik Arso, Dkanto, dan Arso Timur merupakan wilayah terendah dengan ketinggian diantara 0 – 1.000 Mdpl. Suhu berkisar antara 22,40C – 34,20C, menjadikanKabupaten Keerom memiliki suhu yang cukup panas dengan kelembapan yang cukup tinggi (75,6% – 83,9%). Panasnya suhu di Kabupaten Keerom diimbangi dengan curah hujan yang cukup tinggi, sebesar 1.017,0 mm dan hari hujan sebanyak 108 hari. Kecepatan maksimum angin berkisar antara 13,0 – 21,0 Knot. Sedangkan tekanan udara antara 1.007,8 – 1.035,0 mbps. b) Mata Pencaharian Potensi pertanian tanaman pangan dan holtikultura yang dikelola oleh petani selama ini telah mampu menghasilkan beberapa jenis komoditi dengan luas panen dan jumlah produksi yang cukup memadai, seperti; padi, jagung, ubi kayu, ubi jakar, kacang kedelai dan kacang tanah. Berdasarkan tabel diatas, bahwa data sector pertanian tanaman pangan memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan. Dengan demikian, Pemerintah Kabupaten Keerom diupayakan mengambil kebijakan untuk mengembangkan usaha tani sesuai komoditi tersebut diatas. Sehingga program kegiatan tersebut dapat terlaksana secara efisien dan efektif dalam rangka mewujudkan peningkatan pendapatan masyarakat dan perluasan lapangan pekerjaan.



13



Komoditi Sayuran -



Bawang Merah, luas panen 110,00 Ha (2011), 130,00 Ha (2012), 130,00 Ha (2013), 115,00 Ha (2014)



-



Kubis/Kol, luas panen 93,5 Ha (2011), 182,00 Ha (2012), 171,00 Ha (2013), 151,00 Ha (2014)



-



Cabe, luas panen 199,00 Ha (2011), 304,00 Ha (2012), 304,00 Ha (2013), 163,00 Ha (2014)



-



Tomat, luas panen 177,00 Ha (2011), 165,00 Ha (2012), 165,00 Ha (2013), 141,00 Ha (2014)



-



Kacang Panjang, luas panen 169,00 Ha (2011), 170,00 Ha (2012), 170,00 Ha (2013), 198,00 Ha (2014)



-



Ketimun, luas panen 74,00 Ha (2011), 82,00 Ha (2012), 82,00 Ha (2013), 151,00 Ha (2014) Komoditi buah-buahan lebih dominan adalah pisang, rambutan, nanas



dan jeruk. Komoditi buah-buahan mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan di Kabupaten Keerom. Rata-rata produksi komiditi buah-buahan (ton/Ha) pada tahun 2014, sebagai berikut : -



Pisang, mencapai 7,00%



-



Nanas mencapai, 5,61%



-



Rambutan mencapai, 4,00%



-



Jeruk mencapai, 5,20% Penghasil komoditi buah-buahan tersebar hanya pada beberapa distrik



yaitu, Arso, Arso Barat, Arso Timur, Mannem, Skanto, Waris dan Senggi. Pada subsektor pertanian tanaman pangan, pada tahun 2016 tercatat produksi padi sebesar 1.413,9 ton atau menurun sebesar 65,83 persen dibandingkan tahun 2014 yang tercatat sebanyak 4.137,5 ton. Penurunan produksi yang terjadi disebabkan menurunnya luas panen padi dari 1.219,0 Ha pada tahun 2014 menjadi 370,0 Ha pada 2016. Tercatat rata-rata produksi per hektar pada tahun 2016 mencapai 3,82 Ton/Ha. Kondisi yang sama terjadi pada produksi tanaman palawija yang menunjukkan penurunan produksi. Produksi jagung menurun 33,28 persen pada 2016, sedangkan produksi ubi



14



jalar menurun 40,56 persen. Sementara itu produksi ubi kayu meningkat sebesar 21,05 persen pada tahun 2016. Produksi kacang kedelai pada tahun 2016 tercatat mencapai 316,4 ton. Pada tanaman buah-buahan, tercatat produksi pisang masih menjadi komoditi unggulan. Pada tahun 2016 produksinya mencapai 1.183 ton. Produksi buah jeruk menempati urutan kedua. Produksinya sebesar 421 ton. Selain itu, beberapa buah-buahan lain yang dihasilkan di Kabupaten Keerom diantaranya pepaya, salak, nanas, kedondong, dan nangka. Komoditi perkebunan lebih dominan pada Kelapa Sawit, Kakao, Pinang dan Sagu. Khusus pada komoditi Kelapa Sawit tersebar di distrik Arso, Arso Barat, Skanto, Arso Timur, dan Mannem. Sedangkan komoditi Kakao, Pinang dan Sagu tersebar diseluruh distrik Kabupaten Keerom. Perkembangan luas tanam komoditi Kelapa Sawit, Kakao, Pinang dan Sagu pada tahun 2014, antara lain,sebagai berikut: -



Kelapa Sawit Luas Tanam 17,795,00(Ha), Persentase 24,93(%)



-



Kakao Luas Tanam 7,754,00(Ha), Persentase 6,25(%)



-



Pinang Luas Tanam 984,00(Ha), Persentase 382,35(%)



-



Sagu Luas Tanam 1,675,00(Ha), Persentase 37,18(%) Kabupaten Keerom juga memiliki area hutan dengan berbagai



pemanfaatan. Total hutan pada tahun 2016 seluas 942.160,31 hektar. Hutan lindung merupakan pemanfaatan dengan areal lahan terluas (34,96%). Hutan yang digunakan untuk kawasan suaka alam menempati area terkecil, seluas 0,26 persen dari total hutan. Keberhasilan



dalam



meningkatkan



produkstivitas



sangan



tmembutuhkan teknik bercocok tanam yang baik. Hal ini berkaitan dengan pemilihan varietas bibit yang tepat dan pengelolaan lahan dengan pemupukan yang terpadu. Sebagian besar petani menanam variietas padi unggul, sedangkan pada tanaman jagung dan kedelai petani kebanyakan menanam jenis lokal. Potensi peternakan merupakan sektor yang memiliki peran dalam perekonomian di Kabupaten Keerom. Ketersedian rumput sebagai pakan 15



ternak yang cukup melimpah sehingga relatif mudah dan cepat diperoleh serta dengan biaya yang sangat rendah. Peternakan yang lebih dominan dipelihara masyarakat adalah sapi, kambing dan babi. Populasi ternak sapi, kambing, dan ayam buras telah mengalami perkembangan. Populasi ternak babi mengalami penurunan. Keadaan ini menunju- kan bahwa para peternak lebih cenderung memilih untuk memelihara dan mengembangkan usaha ternaknya pada jenis komoditi sapi dan ayam, dengan pertimbangan mudah memelihara dan memasarkan di pasar lokal terutama dengan kehadiran para pedagang sentra produksi para peternak. Selain subsektor tan man pertanian dan perkebunan, peternakan juga meupakan subsektor yang memiliki peranan penting di Kabupaten Keerom. Hal ini didorong dengan adanya ketersediaan rumput sebagai pakan ternak yang mencukupi di kabupaten ini. Ternak yang banyak dipelihara oleh masyarakat Keerom antara lain sapi, kambing, dan babi. Para petani di Kabupaten Keerom juga mengembangkan usaha perikanan darat. Ikan mas, nila, mujair, dan lele, merupakan jenis ikakn yang banyak diusahakan di kabupaten ini. Pengembangan perikanan darat inisebagian besar dikembangkan di Distrik Skanto dan Arso. Potensi perikanan di Kabupaten Keerom pada komoditi perikanan darat yaitu, ikan mas, nilla, mujair, lele dan belut. Potensi pengembangan komoditi perikanan darat tersebar diseluruh distrik, kecuali distrik towe. Perikanan darat lebih banyak dikembangkan di distrik Skanto, dikarenakan adanya ketersediaan sumber mata air serta minat masyarakat untuk mengelola usaha perikanan darat ini sebagai memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga. Pemukiman masyarakat Ketersediaan sumber daya manusia yang cukup terampil, Produksi ikan mujair dan lele menunjukkan penurunan. Produksi ikan mujair pada tahun 2016 sebesar 0,75 ton. Peningkatan produksi terjadi pada ikan nila dan mas. Produksi ikan nila naik menjadi 68,88 ton dan ikan mas naik menjadi 14,72 ton. Pada tahun 2016 nilai produksi perikanan darat sebesar 5,97 milyar rupiah. Peningkatan produksi perikanan darat pada 2016 dipengaruhi oleh bertambahnya jumlah kolam pada tahun 2016 naik 0,51 persen menjadi 597 16



kolam. Sementara jumlah rumah tangga perikanan darat pada tahun 2016 sebanyak 555 rumah tangga atau meningkat dibanding tahun 2014. Ada beberapa potensi wisata di Kabupaten Keerom yang menarik dan sebenarnya bisa dikembangkan. Potensi wisata tersebut meliputi wisata budaya, wisatasejarah, wisata alam, maupun wisata buatan. Selain itu ada pula potensi budaya seperti rumah adat, suku, maupun tarian daerah yang mencirikan wilayah keerom. d. Kabupaten Sarmi SARMI sebenarnya lebih sesuai ditulis dengan huruf besar, SARMI, yang merupakan singkatan dari nama suku-suku besar, yakni Sobey, Armati, Rumbuai, Manirem, dan Isirawa. Keberadaan mereka telah lama menjadi perhatian antropolog Belanda, Van Kouhen Houven, yang kemudian memberikan nama Sarmi. Singkatan Sarmi sebenarnya belum mencerminkan suku-suku di sana mengingat di wilayah ini terdapat 87 bahasa yang dipergunakan. Dari bahasa yang ada, paling tidak bisa disimpulkan terdapat 87 suku, dan setiap suku mempunyai bahasa sendiri-sendiri. Sebelumnya, Sarmi lebih dikenal sebagai nama sebuah distrik, di Kabupaten Jayapura. Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada tanggal, 11 Desember 2002 memekarkan Kabupaten Jayapura menjadi tiga kabupaten, yaitu Jayapura, Keerom, dan Sarmi. a) Kondisi Geografis Kabupaten Sarmi memiliki luas wilayah 17.740 km2, terletak pada posisi 1°35’ dan 3°35’ Lintang Selatan serta 138°05’ dan 140°30’ Bujur Timur. Distrik Tor Atas merupakan Distrik terluas yaitu 4.499 km 2atau 25,36 persen. Sedangkan Distrik Sarmi (ibukota Kabupaten Sarmi) merupakan Distrik terkecil yakni 471 km2atau 2,66  persen dari keseluruhan wilayah Kabupaten Sarmi. Wilayah yang memiliki ketinggian di atas permukaan laut tertinggi adalah Distrik Apawer Hulu dengan ketinggian 90 meter di atas permukaan laut. Sedangkan Distrik Pantai Timur merupakan wilayah paling rendah



17



dengan ketinggian 1 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Sarmi bagian utara berbatasan dengan Samudera Pasifik, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Jayapura, bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Mamberamo Tengah, dan bagian barat berbatasan Kabupaten Mamberamo Raya. Selama tahun 2015 rata-rata suhu udara maksimum di Kabupaten Sarmi adalah 31,1°C dan suhu udara minimum adalah 23,4°C. Rata-rata kelembaban udara maksimum dan minimum adalah sebesar 93 persen dan 78.9 persen. Ratarata tekanan udara permukaan di atas landasan (QFF) Kabupaten Sarmi tahun 2015 sebesar 1.009,7 mb dan rata-rata tekanan udara permukaan di atas laut (QFE) sebesar 1.009,1 mb. Dengan penyinaran matahari sebesar 62,5 persen dan memiliki kecepatan angin rata-rata sebesar 2,9 knot. Seperti halnya kabupaten lain di Papua, Kabupaten Sarmi juga memiliki iklim tropis yang dipengaruhi oleh musim hujan dan musim kemarau. Akan tetapi, seperti tahun-tahun sebelumnya, Kabupaten Sarmi selama tahun 2015 hujan turun setiap bulannya dengan curah hujan rata-rata sebesar 184,4 mm. Jumlah hari hujan selama tahun 2015 sebanyak 200 hari dengan rata-rata setiap bulannya terjadi hujan sebanyak 17 hari. b) Mata Pencaharian Sektor pertanian terdiri dari sub sektor tanaman bahan makanan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Masingmasing sub sektor tersebut mempunyai andil dalam pembangunan khususnya di Kabupaten Sarmi. Produksi tanaman bahan makanan paling besar pada tahun 2015 berasal dari tanaman ubi kayu yaitu sebesar 218 ton. Disusul oleh produksi tanaman kacang kedelai dan tanaman ubi jalar yang masing-masing sebanyak 136 ton dan 118 ton. Padi sawah di Kabupaten Sarmi tahun 2015 hanya terdapat di Distrik Bonggo dan Bonggo Timur. Produktivitas tanaman bahan makanan merupakan perbandingan antara produksi tanaman bahan makanan yang dihasilkan dengan luas panen. Selama tahun 2015, tanaman padi sawah di Kabupaten Sarmi memiliki produktivitas yang paling besar yaitu 33,04 kw/ha. Hal ini menunjukkan bahwa dalam satu hektar luas panen tanaman padi sawah menghasilkan produksi sebanyak 33,04 kw. Disusul oleh 18



tanaman ubi kayu dan ubi jalar dengan produktivitas masing-masing sebesar 26,91 kw/ha dan 24,58 kw/ha. Produktivitas yang paling rendah terjadi pada tanaman kacang hijau yaitu 7,12 kw/ha. Komoditi tanaman perkebunan di Kabupaten Sarmi terdiri dari tanaman kakao, kelapa, pinang, dan cengkeh. Produksi tanaman perkebunan pada tahun 2015 paling banyak berasal dari komoditi kelapa dengan produksi sebanyak 1.422 ton. Petani perkebunan di Kabupaten Sarmi paling banyak menanam kakao, akan tetapi produksinya tidak sebanyak kelapa. Pada tahun 2015, produksi tanaman kakao sebanyak 354,55 ton. Produksi tanaman pinang dan cengkeh tahun 2015 masing-masing sebanyak 300 ton dan 7,50 ton. Produksi tanaman kelapa di Kabupaten Sarmi paling besar, tetapi produktivitasnya tidak sebesar tanaman pinang. Produktivitas tanaman kelapa tahun 2015 sebesar 750 kg/ha. Produktivitas tanaman pinang merupakan yang paling besar dibanding produktivitas tanaman perkebunan lainnya yaitu 5.000 kg/ha. Produktivitas tanaman cengkeh di Kabupaten Sarmi tahun 2015 sebesar 500 kg/ha, sedangkan produktivitas tanaman kakao sebesar 350 kg/ha. Populasi ternak yang paling banyak di Kabupaten Sarmi tahun 2015 yaitu ternak ayam kampung dengan populasi sebanyak 11.765 ekor. Disusul oleh populasi sapi potong yaitu sebanyak 3.140 ekor dan babi sebanyak 2.307 ekor. Untuk hewan ternak kambing pada tahun 2015 tercatat sebanyak 832 ekor, dan kuda tercatat ada 1 ekor. Sementara untuk ternak kerbau, ayam petelur, ayam pedaging dan itik pada tahun 2015 tidak tercatat. Meskipun populasi ayam kampung di tahun 2015 adalah yang terbanyak, namun jumlahnya menurun dari tahun sebelumnya. Tidak demikian untuk populasi lainnya seperti sapi potong, babi, dan kambing yang justru mengalami kenaikan pada tahun 2015. Untuk populasi kambing, jumlahnya tidak mengalami kenaikan atau penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. e. Kabupaten Mamberamo Raya Kabupaten Mamberamo Raya adalah salah satu kabupaten di provinsi Papua, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Burmeso. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Waropen,



19



berdasarkan UU No. 19 Tahun 2007 yang disahkan pada tanggal 15 Maret 2007. Kabupaten Mamberamo Raya mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut: -



Utara Samudera Pasifik,



-



Selatan Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Tolikara,



-



Barat Kabupaten Waropen dan Kabupaten Kepulauan Yapen,



-



Timur Kabupaten Sarmi



a) Kondisi Geografis Luas wilayah Kabupaten Mamberamo Raya 28.034.87 Km2atau 8,86% dari



luas



wilayah



Provinsi



Papua



secara



keseluruhan.



Jumlah



kecamatan/distrik sebanyak 9 distrik dan terdiri atas 59 desa/kampung. Kondisi topografi di kabupaten ini bervariasi mulai dari dataran, perbukitan, hingga pegunungan dan memiliki elevasi antara 0 m hingga lebih dari 2.000 m di atas permukaan laut (dpl). Topografi dataran terletak di utara dan selatan kabupaten ini yang dipisahkan oleh Pegunungan Foja dan Rouffaer. Dataran utara merupakan dataran rendah yang terletak antara garis pantai dan pegunungan tersebut yang membentang di bagian tengah kabupaten dengan pola memanjang timur barat dan mempunyai puncak tertinggi 2.164 m dpl. Dataran selatan terletak di suatu cekungan antar pegunungan, yaitu antara Pegunungan Foya dan Pegunungan Nassau hingga Pegunungan Jayawijaya. Pegunungan yang terakhir ini merupakan pegunungan tengah dari Pulau Papua yang mempunyai ketinggian sekitar 5.000 m dan tertutup oleh es abadi. Dataran selatan seperti tersebut di atas sering disebut sebagai Dataran Lakustrin (Lake Plain) yang terletak di jantung DAS Mamberamo dan dialiri oleh sungai-sungai besar, seperti Sungai Tariku (Sungai Rouffaer) yang mengalir dari barat ke timur dan Sungai Taritatu (Sungai Idenburg) yang mengalir dari timur ke barat. Kedua sungai tersebut kemudian bergabung menjadi satu dan menjadi Sungai Memberamo yang mengalir ke arah utara membelah Pegunungan Foja-Rouffaer.



20



C. Data Sepuluh Besar Penyakit a. Kabupaten Jayapura Tabel Jumlah Kasus Kesakitan pada Puskesmas Kabupaten Jayapura Tahun 2017 N O 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



PENYAKIT



ISPA MALARIA PENY. PD SIS OTOT DAN JARINGAN PENY. KULIT INFEKSI GASTRITIS TEKANAN DARAH TINGGI INFEKSI PENY USUS DIARE KECELAKAAN DAN RUDA PAKSA PENYAKIT KULIT KARENA JAMUR PENYAKIT LAINNYA TOTAL Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kab. Jayapura, 2017.



JUMLAH



%



62.533 22.140 15.987 11.440 9.797 4867 4.766 4.402 3.302 3.204 6.278 128.174



42,5 14.89 10.75 7.69 6.59 3.27 3.20 2.96 2.22 2.15 4.22 100,00



b. Kota Jayapura 10 Besar Penyakit di Kota Jayapura Tahun 2018 N O 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



PENYAKIT



ISPA MALARIA PENY. PD SIS OTOT DAN JARINGAN PENGIKAT PENYAKIT TEKANAN DARAH TINGGI PENYAKIT KULIT INFEKSI PENYAKIT PULPA DAN JARINGAN PERIAPIKAL GASTRITIS DIARE PENYAKIT KULIT ALERGI FEBRIS TOTAL Sumber : Dinas Kesehatan Kota Jayapura, 2019.



21



JUMLAH 89.049 19.049 17.429 15.086 12.763 12.436 11.146 8.887 7.712 7.054 111.562



c. Kabupaten Keerom Jumlah Kasus 10 Besar Penyakit Kabupaten Keerom Tahun 2012 N O 1 2 3



PENYAKIT



INFEKSI AKUT PADA SPBA (ISPA) MALARIA PENY. PD SIS OTOT DAN JARINGAN PENGIKAT 4 GASTRITIS 5 PENYAKIT LAIN PADA SPBA 6 PENYAKIT KULIT INFEKSI 7 DIARE 8 KECELAKAAN DAN RUDA PAKSA 9 PENYAKIT KULIT KARENA ALERGI 10 PENYAKIT KULIT KARENA JAMUR TOTAL Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kab. Keerom, 2012.



JUMLAH



%



30.898 29.816 13.509



30,1 29 13,1



5.280 4.818 4.623 4.139 4.119 2.941 2.636 102.779



5,1 4,7 4,5 4 4 2,9 2.6 100,00



d. Kabupaten Sarmi Jumlah Kasus 10 Besar Penyakit Kabupaten Sarmi Tahun 2011 N O 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



PENYAKIT



MALARIA KLINIS ISPA PENY. PD SIS OTOT DAN JARINGANNYA GASTRITIS PENYAKIT KULIT INFEKSI KECELAKAAN DAN RUDA PAKSA PENYAKIT KULIT KARENA JAMUR PENYAKIT KULIT KARENA ALERGI ASMA SCABIES TOTAL Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kab. Sarmi, 2012.



JUMLAH 2.078 1.416 1382 835 785 784 741 612 432 427 9.492



e. Kabupaten Mamberamo Raya D. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah Pesisir Mamta Menurut Nontji (2002), wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut, ke arah darat meliputi bagian daratan yang masih dipengaruhi oleh



22



sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang ada di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar serta daerah yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan. Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun 2007, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Banyak masyarakat berpikir bahwa laut termasuk di dalamnya wilayah pesisir merupakan tempat sampah yang ideal. Laut yang luas diperkirakan mampu menghancurkan atau melarutkan setiap bahan-bahan yang dibuang ke perairan laut. Faktanya, laut merupakan suatu sistem ekologis yang mempunyai kemampuan daya urai yang terbatas. Hal ini berkaitan dengan semakin meningkatnya kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan ini menghasilkan produkproduk yang diperlukan bagi kehidupannya dan menghasilkan produk sisa (limbah) yang dapat menjadi bahan pencemar (polutan). Cepat atau lambat polutan itu sebagian akan sampai ke daerah pesisir dan laut. Hal ini dapat menyebabkan masalah pada lingkungan dan masalah kesehatan masyarakat khususnya masyarakat pesisir dan laut (Supriharyono, 2002; Misran, 2002). Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks. Hal ini saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan. Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah "sehat-sakit". Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat. Hendrik L. Blum seorang pakar di bidang kedokteran



pencegahan mengatakan



bahwa



status



kesehatan



masyarakat



dipengaruhi oleh 4 hal yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik (keturunan) (Notoatmodjo, 2011). Faktor-faktor ini, berpengaruh langsung pada kesehatan dan saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan dapat tercapai secara optimal jika keempat faktor ini secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu (tidak optimal) maka status kesehatan dapat tergeser ke arah di bawah keadaan optimal (Sarudji, 2006).



23



Kondisi laut yang demikian luas dengan sumber daya laut yang berlimpah seharusnya mampu membawa masyarakat pesisir hidup makmur dan sejahtera, namun sebaliknya masyarakat pesisir kurang berkembang dan terus dalam posisi marjinal. Masalah kesehatan di wilayah pesisir juga kompleks. Masalah kesehatan lingkungan yang paling utama di daerah pesisir yaitu bahwa adanya pembuangan air limbah rumah tangga ke sungai-sungai menyebabkan tercemarnya air sungai dan air laut di daerah pesisir, sehingga diduga menyebabkan gangguan lingkungan seperti mengganggu jaring makanan pada ekosistem sungai dan pesisir. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi menjadi daya dukung lingkungan terhadap kehidupan masyarakat menjadi berkurang, seperti ketersediaan air bersih, udara berkualitas, dan lainnya sehingga penularan penyakit berbasis lingkungan lebih cepat dan luas. Ada banyak hal yang diduga menjadi penyebab tingginya masalah kesehatan di wilayah adat mamta. Penulis mengelompokkannya dalam 3 kelompok yaitu lingkungan,



perilaku



dan



sosial Ekonomi Kesehatan yang



disebut



sebagai



determinan kesehatan. a. Determinan Lingkungan Masalah lingkungan yang makin mengkhawatirkan di wilayah adat mamta yaitu kerusakan lingkungan pada berbagai komponen ekosistem, seperti sungai, mangrove, hutan, pencemaran air, sampai kerusakan padang lamun. Mayoritas pencemaran air,  terutama di daerah padat penduduk. Kondisi ini, tidak hanya membahayakan kesehatan juga mengancam keberlanjutan sumber daya hayati. Masalah banjir di wilayah adat mamta menjadi salah satu masalah lingkungan. Curah hujan tinggi juga menyebabkan luapan air yang berbuntut banjir di sejumlah tempat. Tanah longsor juga terjadi saat hujan. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan ruang yang semakin sempi menyebabkan wilayah resapan air berkurng hingga muda banjir. Belum lagi banyak perusahaan bahan galian baik kelola masyarakat maupun perusahaan di banyak titik di Kota Jayapura. Luas galian, bikin rusak lingkungan, daerah



24



tangkapan hujan kurang, sedimentasi memperparah banjir di di wilayah adat mamta.



b. Determinan Perilaku Rendahnya perilaku masyarakat khususnya yang berhubungan dengan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yaitu: 1) Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar (jamban). 2) Setiap rumah tangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga. 3) Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah,



kantor, rumah



makan,



puskesmas,



pasar,



terminal)



tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar. 4) Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar. 5) Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar c. Determinan Sosial Ekonomi Kesehatan Salah satu indikator dalam determinan sosial yaitu tingkat pendapatan. Tingkat pendapatan menentukan pada tinggi rendahnya tingkat kemiskinan atau tingginya jumlah keluarga miskin. Kemiskinan juga menjadi salah satu masalah di daerah pesisir. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa penilaian status kesehatan masyarakat salah satunya dinilai dari tingkat pendapatan. Hal ini disebabkan karena dengan tingginya tingkat pendapatan maka akses terhadap layanan kesehatan yang prima akan mudah diperoleh. Selain itu, tingginya pendapatan dapat membuat masyarakat memodifikasi lingkungan rumah dan sekitarnya (termasuk jamban dan sumur) sehingga sesuai dengan syarat yang ditentukan. Determinan sosial-ekonomi kesehatan merupakan kondisi-kondisi sosial dan ekonomi yang melatari kehidupan seorang, yang mempengaruhi kesehatan. 25



Cabang epidemiologi yang mempelajari hal ini yaitu epidemiologi sosial. Epidemiologi sosial



mempelajari karakteristik spesifik



dari kondisi-kondisi



sosial dan mekanisme dari kondisi-kondisi sosial itu dalam mempengaruhi kesehatan. Epidemiologi sosial mempelajari peran variabel di tingkat individu, misalnya, gender, umur, pendidikan, pekerjaan, kelas sosial, status sosial, posisi dalam hirarki sosial. Selain itu, epidemiologi sosial juga mempelajari peran variabel-variabel sosial, seperti kondisi kerja, pendapatan absolut wilayah, distribusi pendapatan, kesenjangan pendapatan, perumahan, ketersediaan pangan, modal



sosial, eksklusi sosial, isolasi sosial, kebijakan



penyediaan



pelayanan



pelayanan



kesehatan),



kesehatan



(misalnya,



dan pembiayaan



akses



kesehatan universal



pelayanan kesehatan



tentang terhadap



(misalnya,



ketersediaan jaring pengaman sosial) (Murti, 2010). Determinan sosial kesehatan, seperti kemiskinan, ketiadaan akses terhadap pelayanan kesehatan, kekurangan akses terhadap pendidikan, stigma, rasisme, bias gender, merupakan beberapa di antara faktor-faktor penting yang melatari dan menyumbang terjadinya ketimpangan kesehatan. Sebagai contoh, kebijakan publik yang tidak pro masyarakat miskin, ketidakadilan akses kepada pendidikan, dan ketiadaan skema jaminan kesehatan yang melindungi risiko finansial dari pengeluaran kesehatan katastrofik, merupakan faktor-faktor sosial di tingkat makro yang menyebabkan keluarga mengalami kemiskinan struktural. Kemiskinan selanjutnya akan memaksa masyarakat miskin untuk hidup di lingkungan tempat tinggal yang buruk, lingkungan hidup yang seadanya dan tidak sehat, lingkungan tempat tinggal yang meningkatkan risiko terkena penyakit (Solar & Irwin, 2007). E. Prioritas Masalah Kesehatan di Wilayah Adat Mamta Penyakit yang menjadi prioritas diwilayah adat mamta adalah penyakit berbasis lingkungan menular seperti penyakit Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) dan Malaria. Contoh manajemen penyakit ISPA berbasis wilayah yaitu : a) Melakukan pendekatan Manajemen Pemberantasan Penyakit Menular Berbasis Wilayah yang dilakukan untuk menanggulangi secara komprehensif faktor-faktor yang berhubungan dengan ksakitan dan kematian balita dan penanganan kasus yang dilakukan secara terpadu dengan mitra kerja terkait yang didukung oleh 26



surveilans yang baik serta tercemin dalam perencanaan dan penganggaran kesehatan secara terpadu (P2KT). b) Tatalaksana Kasus dan Pengobatan c) Pengendalian Faktor Risiko Manajemen penyakit berbasis wilayah yang harus dilakukan secara terpadu, harus pula mengacu kepada teori Simpul, yaitu adanya keterpaduan antara pengendalian sumber penyakit, media transmisi, dan pengendalian faktor risiko kependudukan serta penyembuhan kasus penyakit pada suatu wilayah komunitas tertentu. Keterpaduan juga dimaksudkan dalam hal perencanaan, pengumpulan data dasar bagi perencanaan, serta penyusunan prioritas pembiayaan. Untuk itu, diperlukan  mekanisme integrated planning and budgetting berdasarkan informasi dan fakta. 1) Teori simpul penyakit ISPA di wilayah mamta : Simpul 1 è sumber penyebab bakteri, virus, atau polutan udara (berasal dari lingkungan rumah, dari penderita ISPA, dari aktivitas manusia yang mempengaruhi lingkungan ; memasak, merokok, obat nyamuk; atau aktivitas luar rumah manusia; emisi kendaraan, emisi pabrik, gas buang dari tempat sampah atau kanang ternank yang mempengaruhi kualitas udara. Simpul 2 è percikan air liur (droplet) dari penderita, bisa dengan kontak langsung. Simpul 3 è droplet yang mengandung mikroorganime jika tersembur dalam jarak < 1m di udara akan masuk melalui mata, mulut, hidung tenggorokan atau faring yang akan menyerang sistem pernapasan manusia. Simpul 4 è reaksi atas agen yang masuk è peradangan dengan gejala panas, demam, tenggorokan sakit, nyeri telan, pilek, dan batuk. Jika masuk lebih dalam , menyerang paru dan menimbulkan nana dan cairan yg memenuhi alveoli sehingga terjadi seask napas krn kesulitan penyerapan oksigen (ISPA Pneumonia), jika infeksi menyeluruh bisa berujung kemarian Simpul 5 è Iklim ; curah hujan rendah daerah kering dan curah hujan tinggi membuat daerah menjadi dingin, topografi wilayah pesisir. 2) Manajemen Kasus ISPA Salah satu penyebab tingginya angka kematian yang disebabkan oleh pneumonia yaitu tidak tertanganinya penderita secara maksimal, hal ini 27



disebabkan karena hanya sebagian kecil saja kasus yg terlaporkan dan tertangani dengan baik. Program penanggulangan yang harus dilakukan yaitu MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sehat). 3) Surveilans Sentinel Pneumonia a. Mengetahui gambaran kejadian pneumonia dalam distribusi epid (WTO) b. Mengetahui jumlah kematian, angka fatalitas kasus (CFR) pneumonia usia 0 – 59 bulan (Balita) dan > 5 tahun c. Tersedianya data dan informasi FR untuk kewaspadaan adanya sinyal epid pandemi influensa d. Terpantaunya pelaksanaan program ISPA 4) Manajemen Faktor Risiko a. Mengurangi faktor risiko seperti polusi udara ambien, polusi udara dalam rumah terutama pada penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar memasak, kondisi ventilasi rumah yg tidak memenuhi syarat, kepadatan hunian maupun kepadatan penduduk, status gizi yg rendah, dan penyakit campak b. Advokasi dan sosialisasi, penemuan dan tatalaksana pneumonia balita, ketersediaan logistik, supervisi, pencatatan dan pelaporan, kemitraan dan jejaring, pengembangan program, autopsi verbal, serta monitoring dan evaluasi 5) Faktor Risiko ISPA a) Faktor Risiko Balita a. Usia : balita dan anak berada pada masa sistem kekebalan tubuh belum stabil b. Status gizi : mempengaruhi kekebalan tubuh manusia c. ASI Eksklusif : mempengaruhi kekebalan tubuh manusia d. Status Imunisasi : melindungi bayi dan anak dari penyakit dengan memberikan kekebalan b) Faktor Risiko Lingkungan Fisik Rumah a. Luas ventilasi : ventilasi kurang menyebabkan kurangya cahaya, pergerakan udara, dan suhu yg rendah, agent penyebab ISPA dapat berkembang biak b. Jenis lantai : berisiko jika lantai yg lembab



28



c. Jenis dinding : celah-celah pada dinding dapat menjadi tempat berkembangbiakan agen penyebab ISPA d. Kepadatan hunian : kontak antar penderita lebih cepat e. Suhu dan kelembapan : uhu optimal berkisar 18-20 derajat C dan kelembapan ruangan 40-70% f. Pencemaran udara : rumah yg memasak dengan bahan bakar kayu atau minyak tanah akan menghasilkan polutan udara yang lebih tinggi; penggunaan obat nyamuk, dan anggota keluarga yang merokok. c) Faktor Risiko Lingkungan Fisik Luar rumah a. Suhu dan kelembapan : suhu udara yg rendah dan kelembapan udara yang tinggi menjadi berkembangbiakan mikroorganisme penyebab ISPA b. Pencemaran udara ambien : polutan dari penggunaan kendaraan bermotor, aktivitas pabrik atau industri, memelihara ternah di sekitar tempat tinggal, sampai aktivitas pembuangan sampah ; sulfur dalam bahan bakar menyebabkan gangguan sistem pernapasan, peradangan hebat terjadi pada paparan yang lama; keberadaan kandang ternak dan TPA juga menjadi sumber pencemar udara, di sekitar TPA banyak ditemukan mikroba ISPA Streptococcus, Staphylococus, dll d) Faktor Risiko Lingkungan Sosial Ekonomi a. Kepadatan penduduk : jarak antar rumah yang terlalu dekat menyebabkan penularan ISPA menjadi lebih mudah ; pencemaran udara meningkat dari aktivitas menggunakan kayu bakar, merokok, membakar sampah, emisi kendaraan, hingga mempengaruhi suhu dan kelembapan b. Jenis pekerjaan : bekerja di tempat yang mengandung banyak pencemaran udara (pabrik, jalan raya) lebih berisiko terkena ISPA c. Kemiskinan : penduduk miskin cenderung tinggal di rumah yang tidak memenuhi syarat ; wilayah dekat pesisir kebanyakan berprofesi sebagai nelayan, beda dengan wilayah pesisir yg dekat pusat kota keadaan ekonomi lebih baik



29



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Masalah kesehatan di wilayah adat mamta sebagai salah satu kota pesisir negara berkembang dapat dibagi dalam 3 bagian besar yaitu determinan lingkungan, perilaku dan sosial ekonomi kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya peran serta pemerintah dan masyarakat dalam upaya mengatasi masalah kesehatan masyarakat. B. Saran



30