Istana Osaka [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Istana Osaka (大阪城 Ōsaka-jō?) adalah istana yang terletak di dalam Taman Istana Osaka, distrik Chuo-ku, kota Osaka, Jepang. Istana Osaka berada di ujung paling sebelah utara daerah Uemachi, menempati lokasi tanah yang paling tinggi dibandingkan dengan wilayah sekelilingnya. Istana Osaka merupakan bangunan peninggalan budaya yang dilindungi oleh pemerintah Jepang. Menara utama Istana Osaka yang menjulang tinggi merupakan simbol kota Osaka. Istana Osaka dimanfaatkan sebagai istana sekaligus benteng sejak zaman Azuchi Momoyama hingga zaman Edo. Istana Osaka yang ada sekarang terdiri dari menara utama yang dilindungi oleh dua lapis tembok tinggi yang dikelilingi oleh dua lapis parit, parit bagian dalam (Uchibori) dan parit bagian luar (Sotobori). Air yang digunakan untuk mengaliri parit istana diambil dari Sungai Yodo mengalir di sebelah utara Istana Osaka. Menurut orang Jepang zaman dulu, Istana Osaka (大坂城; Ōsaka-jō atau Ōzaka-jō) berada di provinsi Setsu (nama zaman dulu untuk Osaka dan sekelilingnya), wilayah Higashinari Goori, Osaka. Sesuai dengan penggantian karakter Kanji yang digunakan untuk menulis kota Osaka dalam bahasa Jepang, nama Istana Osaka sekarang ditulis sebagai 大阪城 (Ōsaka-jō).



Sejarah[sunting | sunting sumber] Pada tahun 1496, pendeta Buddha yang bernama Rennyo membangun rumah kediaman pendeta di lokasi yang bernama Osaka (tanjakan besar). Pendeta Rennyo yang mempunyai banyak pengikut kemudian memperluas rumah kediamannya menjadi kuil besar bernama Osaka Honganji (Ishiyama Honganji). Di zaman Sengoku (tahun 1583), Oda Nobunaga membangun istana di lokasi yang menempati reruntuhan kuil Osaka Honganji. Pada waktu itu, benteng utama (Honmaru) yang dibangun dari batu-batu besar diselesaikan dalam waktu satu setengah tahun. Istana ini kemudian dinamakan Istana Osaka. Pada abad ke-17, pemukiman penduduk yang berlokasi di sekitar Istana Osaka berkembang menjadi sebuah kota, yang kemudian menjadi semakin luas hingga dijadikan sebuah prefektur pada abad ke-19.



Istana Osaka Generasi Pertama[sunting | sunting sumber] Pembangunan Istana Osaka generasi pertama memakan waktu 15 tahun, dimulai tahun 1583 dan selesai tahun 1598. Pembangunannya dimulai oleh Toyotomi Hideyoshi sewaktu Hideyoshi masih merupakan bawahan Oda Nobunaga. Pada saat itu, Istana Osaka jauh lebih luas dibandingkan dengan Istana Osaka yang ada sekarang. Toyotomi Hideyoshi berkuasa setelah Oda Nobunaga tutup usia dan menjadikan Istana Osaka sebagai pusat pemerintahan. Toyotomi Hideyoshi tidak tinggal di Istana Osaka, melainkan di tempat-tempat kediamannya yang ada di Kyoto: Jurakudai (yang juga disebut Jurakutei) dan Istana Fushimi. Menurut catatan oleh daimyo yang bernama Otomo Sorin (1530-1587), Istana Osaka merupakan bangunan istana yang paling megah tiada banding pada zaman itu, menara utamanya terdiri dari 5 tingkat yang atapnya dilapisi dengan emas. Sebelum Toyotomi Hideyoshi meninggal, pembangunan Istana Osaka diteruskan dengan pengembangan wilayah Ninomaru, Sannomaru, Sogamae (pertahanan paling luar Istana Osaka yang berupa bangunan tembok dari tanah yang dikeraskan), dan penggalian 3 lapis parit sebagai pertahanan istana. Setelah Toyotomi Hideyoshi meninggal karena usia lanjut pada tahun 1599, Hideyoshi digantikan oleh puteranya yang bernama Toyotomi Hideyori yang pindah dari Istana Fushimi ke Istana Osaka yang baru saja selesai. Pada saat itu Tokugawa Ieyasu mendirikan pemerintahan yang disebut Keshogunan Togukawa yang bertentangan dengan Toyotomi Hideyori yang memerintah provinsi Setsu. Dalam Pertempuran Musim Dingin Osaka tahun 1614, Tokugawa Ieyasu memimpin



serangan besar-besaran menyerbu Toyotomi Hideyori yang hanya mampu bertahan di dalam Istana Osaka. Dalam perjanjian perdamaian dengan Tokugawa Ieyasu, Toyotomi Hideyori yang kalah perang, setuju untuk menghancurkan Sannomaru, Sogamae dan parit lapis ketiga yang melindungi Istana Osaka. Berdasarkan perjanjian ini, pertahanan istana berupa parit luar (sotobori) yang ada di daerah Ninomaru juga harus diuruk sehingga Istana Osaka tidak dapat lagi digunakan untuk perang, sehingga yang tersisa hanyalah parit dalam (uchibori) dan benteng utama (Honmaru) saja. Toyotomi Hideyori kemudian berusaha kembali membangun pertahanan militer di Istana Osaka yang dianggap Tokugawa Ieyasu melanggar perjanjian damai yang telah disetujui. Pada tahun berikutnya, Tokugawa Ieyasu mengirim pasukan besar-besaran untuk menghancurkan Toyotomi Hideyori dalam Pertempuran Musim Panas Osaka tahun 1615.



Istana Osaka Generasi Kedua[sunting | sunting sumber]



Tempat Toyotomi Hideyori dan Ibundanya ditemukan tewas bunuh diri



Istana Osaka jatuh pada Pertempuran Musim Panas Osaka pada tahun 1615 dan Toyotomi Hideyori ditemukan tewas bunuh diri bersama-sama dengan ibundanya yang bernama Yodo dono. Tokugawa Ieyasu kemudian menghancurkan Istana Osaka yang baru saja selesai dibangun. Sisa-sisa Istana Osaka beralih ke tangan Matsudaira Tadaaki yang merupakan cucu Tokugawa Ieyasu. Pemerintahan daerah pada zaman kekuasaan Keshogunan Tokugawasebagian besar didelegasikan kepada para daimyo, tetapi mengingat nilai strategis Istana Osaka, Keshogunan Tokugawa menjadikan wilayah Osaka dan sekitarnya pada tahun 1619 sebagai wilayah Tenryo (wilayah yang diperintah langsung oleh pemerintah pusat). Pada tahun 1620, pembangunan Istana Osaka dimulai kembali oleh Tokugawa Hidetada(1579 1632) dengan gambar rancangan yang baru. Sebagai anak ketiga dari Tokugawa Ieyasu, Tokugawa Hidetada lebih banyak dikenal sebagai shogun kedua mengikuti jejak ayahnya yang merupakan shogun pertama Jepang. Pembangunan kembali Istana Osaka dilakukan dalam 3 tahap dengan memobilisasi 64 daimyo untuk merekonstruksi bangunan istana berikut tembok-tembok benteng yang dibuat dari potongan-potongan batu berukuran raksasa. Semua sisa-sisa fondasi istana dan parit generasi pertama yang dibangun pada era Toyotomi Hideyoshi dihancurkan dan ditimbun lagi dengan tanah baru, sehingga Istana Osaka dibangun kembali di tempat yang lebih tinggi. Rekonstruksi istana memakan waktu 10 tahun (1620-1629). Menara utama dibuat menjadi lebih tinggi dengan maksud untuk menghapus semua kenangan rakyat pada Toyotomi Hideyoshi. Luas istana juga berkurang menjadi tinggal seperempatnya. Konon untuk membangun kembali Istana



Osaka dan tembok-tembok yang mengelilinginya diperlukan 500.000 batu-batu dalam berbagai jenis dan ukuran. Pembangunan menara utama berhasil diselesaikan pada tahun 1626, tetapi pada tahun 1665 terbakar habis akibat disambar petir. Penguasa Istana Osaka adalah shogun Tokugawa, tetapi berhubung pemerintah Tokugawa berkedudukan di Edo, istana sehari-harinya diperintah oleh pejabat yang ditunjuk langsung oleh shogun. Pejabat pelaksana pemerintahan istana disebut Osaka-jō Dai yang dipilih dari daimyo paling senior (fudai daimyo) dan bergaji tinggi (taishin). Di bawah pejabat Osaka-jō Dai terdapat dua orang pejabat yang disebut Osaka Teiban dan 4 orang pejabat Osaka Kaban yang berfungsi sebagai pemelihara keamanan. Sebelum jatuhnya Keshogunan Tokugawa pada Pertempuran Toba-Fushimi tahun 1868 yang sekaligus menandai akhirnya zaman Edo, shogun Tokugawa yang memimpin pasukan Keshogunan Tokugawa sempat mundur ke Istana Osaka sebelum akhirnya melarikan diri ke Edo dengan menggunakan perahu. Bangunan indah yang terdapat di dalam Istana Osaka yang bernama Honmaru Goten (Istana di Benteng Utama) dibakar habis pada pada zaman restorasi Meiji. Sisa-sisa Istana Osaka yang masih ada kemudian dikuasai oleh pemerintah baru Meiji.



Istana Osaka Generasi Ketiga[sunting | sunting sumber] Pemerintah Meiji menggunakan kawasan di dalam reruntuhan Istana Osaka sebagai fasilitas militer dan rakyat biasa dilarang masuk. Pada tahun 1928, walikota Osaka pada saat itu yang bernama Seki Hajime mengusulkan agar Istana Osaka dibangun kembali. Dari hasil sumbangan penduduk Osaka terkumpul uang sebanyak 1.500.000 yen yang digunakan untuk memindahkan fasilitas divisi IV angkatan darat Jepang dan membangun menara utama. Pada tahun 1931, Istana Osaka dibangun kembali dengan menggunakan beton bertulang baja. Walaupun bangunannya berada di atas fondasi istana yang dibangun pada zaman Tokugawa, menara utama Istana Osaka dibuat semirip mungkin dengan gambar asli Istana Osaka yang dibangun Toyotomi Hideyoshi. Proyek pemugaran menara utama Istana Osaka merupakan proyek pemugaran istana yang pertama dilakukan pada zaman Showa. Dari lantai 1 sampai lantai 4, dinding menara utama Istana Osaka menggunakan plesteran warna putih gaya zaman Tokugawa, sedangkan lantai 5 menggunakan pernis warna hitam gaya zaman Toyotomi yang berhias gambar harimau dan burung Jenjang dari lembaran kertas emas. Setelah menara utama selesai dibangun, di dalamnya dijadikan museum barang-barang peninggalan bersejarah Toyotomi Hideyoshi. Pada Perang Dunia II, empat bangunan Yagura di wilayah Ninomaru terbakar habis tetapi untungnya bangunan menara utama selamat dari serangan udara. Dalam serangan udara yang terjadi pada hari-hari menjelang berakhirnya Perang Dunia II, bom jenis 1 ton yang banyak dijatuhkan di sekitar Istana Osaka menjadikan Istana Osaka dan daerah sekitar stasiun kereta api Kyobashi menjadi lautan api. Penumpang kereta api yang berusaha menyelamatkan diri juga tidak luput menjadi korban. Foto akibat serangan udara yang diambil dari atap kantor cabang surat kabar Mainichi yang diberi judul "Asap Hitam Tebal Membubung dengan Latar Belakang Menara Utama Istana Osaka" menjadi foto klasik yang terkenal dengan judul "Pertempuran Musim Panas Osaka" (Ōsaka natsu no jin) untuk mengingatkan orang pada pertempuran besar-besaran pada musim panas 1615 antara pasukan Toyotomi Hideyori dan pasukan Tokugawa Ieyasu. Pada tahun 1948 sesudah zaman pendudukan selesai, Istana Osaka dikembalikan ke pemerintah Jepang dan mulai direstorasi. Parit luar dan daerah luas yang ada disekeliling Istana Osaka dijadikan taman bernama Taman Istana Osaka. Pada tahun 1950 setelah angin topan Jane kembali merusak Istana Osaka, pemerintah Jepang mulai serius melakukan proyek restorasi dan penelitian secara ilmiah. Pada tahun 1959, penggalian arkeologi berhasil menemukan sisa-sisa reruntuhan bangunan zaman Toyotomi Hideyoshi.



Penyelesaian proyek restorasi Istana Osaka memakan waktu 3 tahun, dimulai tahun 1995 dan selesai tahun 1997, yang antara lain membangun fasilitas lift untuk penyandang cacat, orang lanjut usia dan rombongan wisatawan. Menara utama Istana Osaka yang ada sekarang sudah berusia lebih dari 70 tahun. Jika dibandingkan dengan menara utama yang dibangun pada zaman Toyotomi atau zaman Tokugawa, menara utama yang dibangun pada zaman Showa merupakan bangunan menara utama yang paling panjang umur. Walaupun pastinya terletak di dalam lingkungan taman atau di sekitar Istana Osaka yang ada sekarang, sampai saat ini letak sebenarnya dari istana generasi pertama yang dibangun oleh Toyotomi Hideyoshi masih belum diketahui. Istana Osaka generasi pertama mungkin ada di sekitar parit luar (sotobori), di bawah jalan raya, atau di bawah tanah kompleks perkantoran Osaka Business Park (OBP) yang tidak terjangkau penggalian arkeologi.



Fitur Umum Arsitektur Tradisional Jepang Arsitektur tradisional Jepang banyak dipengaruhi oleh China dan budaya Asia lainnya selama berabad-abad. Arsitektur tradisional Jepang dan sejarahnya didominasi oleh teknik/gaya Cina dan Asia (bahkan hadir di Kuil Ise, dianggap intisari arsitektur Jepang) dengan variasi gaya asli Jepang pada tema-tema di sisi tertentu. Disamping itu adanya penyesuaian dengan berbagai iklim di negara Jepang dan pengaruh budaya dari luar, hasilnya sangat heterogen, namun beberapa fitur praktis yang umum tetap dapat ditemukan. Pemilihan bahan utama untuk hampir semua struktur, selalu kayu dalam berbagai bentuk (papan, jerami, kulit kayu, kertas, dll). Tidak seperti Barat dan beberapa arsitektur Cina, penggunaan batu dihindari kecuali untuk keperluan tertentu saja, misalnya Candi podia dan yayasan pagoda. Struktur umum hampir selalu sama dengan atap besar dan melengkung, sementara dinding dengan rangka kayu yang dilapisi kertas tipis. Untuk desain interiornya, dindingdindingnya bersifat fleksibel, yang dapat digeser sesuai dengan keperluan. Atap adalah komponen yang paling mengesankan secara visual, ukurannya hampir setengah ukuran seluruh bangunan. Atap sedikit melengkung memperpanjang jauh melampaui dinding, meliputi beranda, dan berat bangunan harus didukung oleh sistem braket kompleks yang disebut Tokyo, seperti pada bangunan candi dan kuil. Solusi sederhana diadopsi dalam struktur domestik. Atap besar dengan lengkungan yang halus memberikan karakteristik yang khas pada bangunan Jepang, yang memberikan kontribusi ke atmosfer bangunan. Interior bangunan biasanya terdiri dari satu kamar di pusat disebut moya. Ukuran ruangan dapat dimodifikasi melalui penggunaan layar atau dinding kertas yang dapat digeser. Penggunaan kertas pada dinding-dinding ini rumah Jepang terkesan ringan.



Beranda muncul untuk menjadi bagian dari bangunan untuk orang luar, Oleh karena itu struktur yang dibuat sampai batas bagian tertentu dari lingkungan mereka. Ini untuk memudahkan Perawatan bangunan secara keseluruhan.



Tokugawa Ieyasu, dibangun tahun 1617 Keharmonian bangunan secara keseluruhan didapatkan dari penggunaan konstruksi yang proporsional antara bagian bangunan yang berbeda. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu seperti Nikko Tosho-gu, di mana setiap ruang yang tersedia dihiasi, ornamen cenderung mengikuti, dan karena itu struktur dasar ditonjolkan, bukan disembunyikan. Dalam arsitektur sakral dan profan, fitur ini membuatnya mudah mengkonversi pada sebuah kuil atau sebaliknya. Hal ini terjadi misalnya pada Horyu-ji, di mana sebuah rumah bangsawan itu berubah menjadi sebuah bangunan keagamaan . Sifat dari Arsitektur Jepang: • Memiliki sifat ringan dan halus • Konstruksi kayu lebih menonjol dan diolah sangat halus dengan bentuk-bentuk lengkung dan kesederhanaan. • Bentuk bangunan diatur dalam simetris yang seimbang. • Arsitektur tanaman, naturalis dan tidak dapat dipisahkan dengan design bangunan (satu kesatuan) • Terlihat kesederhanaan bentuk dan garis. • Pada pengolahan taman lebih wajar, dan tidak banyak pengolahan tangan manusia (lebih wajar) • Penghematan terhadap ruang lebih terlihat. • Sedikit penggunaan warna, kecendrungan ke arah warna politur dan lak. Estetika tradisional Jepang • • • •



kesederhanaan, kepolosan, kelurusan dan ketenangan batin,



Apa yang umumnya diidentifikasi sebagai estetika Jepang dari cita-cita Taoisme, didatangkan dari Cina pada zaman kuno. Budaya Jepang sangat beragam, meskipun demikian, dalam hal interior, estetika adalah salah satu kesederhanaan dan minimalis. Gagasan khusus keindahan ruang sejati adalah di ruang kosong di dalam atap dan dinding



berasal dari Laozi, seorang filsuf dan pendiri Taoisme, yang diadakan untuk "aesthetic ideal of emptiness", percaya bahwa suasana hati harus ditangkap dalam imajinasi, dan tidak begitu banyak ditentukan oleh apa yang hadir secara fisik. Desain Jepang didasarkan kuat pada keahlian, kecantikan, elaborasi, dan kelezatan. Desain interior sangat sederhana tapi dibuat dengan perhatian terhadap detail dan kerumitan. Rasa kerumitan dan kesederhanaan dalam desain Jepang masih dihargai di Jepang yang modern seperti Jepang tradisional. Interior sangat sederhana, menyoroti minimal dekorasi dan alami. Interior tradisional Jepang dan modern, menggabungkan terutama bahan alam termasuk kayu halus, bambu, sutra, tikar jerami padi, dan layar kertas Shoji. Bahan-bahan alami yang digunakan untuk menjaga kesederhanaan dalam ruang yang menghubungkan dengan alam. Skema warna alami yang digunakan dan palet netral termasuk hitam, putih, off-white, abu-abu, dan coklat. Ketidakkekalan adalah tema yang kuat di tempat tinggal tradisional Jepang. Ukuran kamar dapat diubah oleh dinding geser interior atau layar, yang disebut Shoji. Lemari dibangun mulus ke dinding menyembunyikan futon, kasur ditarik keluar sebelum tidur, memungkinkan lebih banyak ruang untuk menjadi tersedia sepanjang hari. Fleksibilitas dari tempat tinggal ini menjadi lebih nyata dengan perubahan musim. Di musim panas, misalnya, dinding eksterior dapat dibuka untuk melihat taman dengan dekorasi yang minim. Estetika Jepang dikembangkan lebih lanjut dengan perayaan ketidaksempurnaan dan kekurangan , sifat yang dihasilkan dari proses penuaan alami atau efek gelap. Shinto, tradisi agama asli Jepang, memberikan dasar untuk apresiasi pada kualitas ini, berpegang pada filsafat dari penghayatan hidup dan dunia. Sei Shonagon adalah seorang wanita dari pengadilan trendsetting abad kesepuluh yang menulis di 'The Pillow Book' dari dirinya tidak suka untuk "new cloth screen with colorful paintings and lots of cherry blossoms falling apart", bukannya memilih untuk melihat "that one's elegant Chinese mirror has become cloudy". Rasa nya tidak keluar dari tempat di pengadilan Jepang kuno dan pada abad ke-12, seorang pensiunan biksu, Yoshida Kenko, memberikan pengaruh pada kepekaan estetika Jepang akibat filosofi hidupnya. Dia bertanya, " Apakah kita untuk melihat bunga sakura hanya mekar penuh, bulan hanya ketika itu adalah berawan ? ... Cabang akan mekar atau taman penuh dengan bunga memudar yang lebih layak kekaguman kami." yang tidak lengkap juga dipuji oleh Kenko , " keseragaman dan kelengkapan yang tidak diinginkan ". Mendasari atau memuji cita-cita estetika, adalah senilai kontras. Ketika ketidaksempurnaan atau miskin dikontraskan dengan kesempurnaan atau kemewahan, setiap ditekankan dan sehingga lebih dihargai. Bahan-Bahan Tradisional Dari Interior



SHOJI Desain interior Jepang sangat efisien dalam penggunaan sumber daya. Interior tradisional dan modern Jepang sangat fleksibel dalam penggunaannya dan dirancang sebagian besar dengan bahan-bahan alami. Ruang yang digunakan sebagai kamar multifungsi. Kamar dapat dibuka untuk menciptakan lebih banyak ruang untuk acara tertentu atau untuk privasi, atau sebaliknya ditutup dengan menarik layar kertas tertutup bernama Shoji.



SHOJI Sebagian besar dinding interior Jepang sering terbuat dari layar shoji yang bisa digeser terbuka untuk bergabung dengan dua kamar bersama-sama, dan kemudian menutupnya untuk kepentingan privasi. Pada layar shoji terbuat dari kertas yang melekat pada bingkai kayu tipis yang menggelinding pada jalur ketika mereka didorong. Fitur penting lainnya dari layar Shoji selain privasi dan pengasingan, adalah untuk pencahayaan alami. Ini merupakan aspek penting untuk desain Jepang. Kertas dinding tembus memungkinkan cahaya untuk disebarkan melalui ruang dan menciptakan bayangan cahaya dan pola.



Tikar tatami Tikar tatami, tikar jerami sering digunakan untuk menutupi lantai dalam interior Jepang, di rumah-rumah Jepang modern biasanya hanya ada satu atau dua ruang tatami. Cara lain untuk menghubungkan kamar di interior Jepang adalah melalui panel yang terbuat dari kayu dan kertas, seperti shoji layar, atau kain geser. Panel ini disebut fusuma dan digunakan sebagai seluruh dinding. Biasanya panel ini dihiasi lukisan secara tradisional. Tatami merupakan dasar dari arsitektur tradisional Jepang, mengatur ukuran bangunan dan dimensi. Desain berasal dari Jepang kuno ketika jerami diletakkan di lantai tanah sebagai pelunak dan penghangat. Dalam Periode Heian (794-1185), ide ini berkembang menjadi tikar seperti zaman sekarang, yang dapat diletakkan di mana saja untuk duduk atau tidur. Tatami cocok untuk iklim Jepang, karena udara dapat beredar di sekitar lantai. Bambu digunakan dalam rumah Jepang, digunakan baik untuk tujuan dekoratif dan fungsional. Tirai bambu, Sudare, ganti shoji di musim panas untuk mencegah kelebihan panas di dalam dan juga menawarkan ventilasi yang lebih besar. Bambu biasanya digunakan di tempat tinggal dan rumah-rumah pertanian untuk langit-langit dan kasau. Sifat alami bambu, keindahan baku dengan knot dan permukaan halus, sesuai dengan cita-cita estetika Jepang ketidaksempurnaan, kontras dan alami. Penggunaan kertas, atau washi, pada bangunan Jepang merupakan komponen utama dalam keindahan dan suasana interior Jepang, variasi cara menggabungkan bayangan untuk menciptakan sebuah "misteri bayangan". Berbagai kertas yang digunakan untuk berbagai



keperluan di rumah. Kayu umumnya digunakan untuk rangka rumah, namun sifat-sifatnya yang berharga dalam estetika Jepang, yaitu kehangatan dan ketidakteraturan. Sebuah ruang tersembunyi yang disebut tokonoma sering hadir di ruang keluarga tradisional maupun yang modern Jepang. Ini adalah fokus dari ruangan dan menampilkan seni Jepang, biasanya lukisan atau kaligrafi. Masa Prasejarah Periode masa prasejarah (termasuk Jomon , Yayoi dan periode Kofun) sekitar 5000 SM sampai awal abad ke delapan .



Tempat tinggal direkonstruksi di Yoshinogari



Selama tiga fase periode Jomon terutama pemburu-pengumpul dengan beberapa keterampilan pertanian primitif dan perilaku mereka terutama ditentukan oleh perubahan kondisi iklim dan stimulan alami lainnya. Tempat tinggal awal yang terdiri dari rumah-rumah pit dengan menggali lubang dangkal dengan lantai tanah dipadatkan dan atap dari rumput dirancang untuk mengumpulkan air hujan dengan bantuan stoples. Kemudian dalam periode ini, iklim yang lebih dingin dengan curah hujan yang lebih besar menyebabkan penurunan populasi, yang memberikan kontribusi untuk kepentingan ritual. Konsentris lingkaran batu pertama kali muncul selama ini.



Gudang gandum direkonstruksi di Toro, Shizuoka



Selama periode Yayoi masyarakat Jepang mulai berinteraksi dengan Dinasti Han China, pengetahuan dan keterampilan teknis tentang bangunan mulai mempengaruhi mereka. Orang Jepang mulai membangun gudang dengan bentuk panggung sebagai lumbung yang dibangun menggunakan alat seperti gergaji dan pahat yang mulai muncul saat itu. Sebuah rekonstruksi di Toro , Shizuoka adalah kotak kayu yang terbuat dari papan tebal bergabung di sudut-sudut dalam gaya log kabin dan didukung pada delapan pilar. Atap jerami, tetapi, tidak seperti atap



biasanya berpinggul dari tempat tinggal pit, itu adalah berbentuk V atap pelana sederhana. Periode Kofun ditandai munculnya banyak gundukan bilik pemakaman atau tumuli (Kofun harfiah berarti "gundukan lama"). gundukan sejenis di Semenanjung Korea diperkirakan telah dipengaruhi oleh Jepang. Pada awal periode makam , yang dikenal sebagai " lubang kunci Kofun " atau zenpo - koen Kofun, sering memanfaatkan topografi yang ada, membentuk dan menambahkan parit untuk membentuk lubang kunci bentuk yang khas, yaitu bahwa lingkaran saling berhubungan dengan segitiga. Akses adalah melalui poros vertikal yang ditutup setelah pemakaman selesai. Ada ruang di dalam ruang untuk peti mati dan barang kuburan. Gundukan sering dihiasi dengan batu nisan yang disebut Haniwa. Kemudian dalam periode gundukan mulai berada di tanah datar dan skala mereka sangat meningkat . Di antara banyak contoh di Nara dan Osaka, yang paling penting adalah Daisen-Kofun, ditunjuk sebagai makam Kaisar Nintoku. Makam mencakup 32 hektar (79 hektar) dan diperkirakan telah dihiasi dengan 20.000 angka Haniwa. Menjelang akhir periode Kofun, makam penguburan berangsur-angsur menghilang dan upacara kremasi Buddha mendapatkan popularitas.



Periode arsitektur Asuka dan Nara (550-794 M) Penyumbang paling signifikan untuk perubahan arsitektur selama periode Asuka adalah pengenalan Buddhisme. Candi menjadi pusat ibadah dengan praktek penguburan makam perlahan menjadi dilarang. Buddhisme dibawa ke Jepang dan mereka bersembahyang di bangunan kuil yang permanen dan memberikan kepada arsitektur Shinto. Beberapa bangunan pertama yang didirikan masih ada di Jepang sampai saat ini adalah kuil Buddha. Bangunan kayu tertua di dunia ditemukan di Horyu-ji, ke barat daya dari Nara. Pertama dibangun pada awal abad ke-7 sebagai candi pribadi Putra Mahkota Shotoku, terdiri dari 41 bangunan terpisah, yang paling penting, ruang ibadah utama atau Kon-DO (Golden Hall), dan pagoda lima lantai), berdiri di tengah area terbuka yang dikelilingi oleh biara beratap (Kairo). Kon-DO, dalam gaya ruang ibadah Cina, adalah struktur bertingkat dua konstruksi pasca dan beam, dibatasi oleh irimoya atau berpinggul runcing, atap genteng tanah.



Pagoda at Yakushi-ji, Nara, Nara pada abad ke-8



Kon-DO dan pagoda di Hōryū-ji, Ikaruga, Nara Dibangun pada abad ke-7



Hokkedō di Todai-ji, Nara, Nara Didirikan pada tahun 743



Kuil Emas di Tōshōdaiji, Nara, NaraAwalnya Dibangun pada abad ke-8



A



rsitektur Jepang Secara tradisional ditandai oleh struktur kayu, bentuk bangunan panggung,



dengan atap genteng tanah atau jerami. Ciri khas Pintu Jepang dengan sistem geser/slading (fusuma) yang memungkinkan konfigurasi internal ruang untuk disesuaikan dengan kesempatan yang berbeda. Orang-orang biasanya duduk di atas bantal atau di lantai, dan kebiasaan ini dilakukan hingga sekarang. Sejak abad ke-19, Arsitektur Jepang telah memasukkan unsur-unsur arsitektur gaya Barat, modern, dan post-modern kedalam desain dan konstruksinya, dan saat ini merupakan acuan dalam desain arsitektur mutakhir dan teknologi. Arsitektur Jepang awal terlihat pada zaman prasejarah di rumah sederhana dan toko-toko yang disesuaikan dengan populasi pemburu-pengumpul. Pengaruh dari Dinasti Han China melalui Korea melihat pengenalan toko gandum lebih kompleks dan ruang pemakaman seremonial. Pengenalan Buddhisme ke Jepang di abad-6 adalah katalis untuk bangunan candi dalam skala besar dengan menggunakan teknik yang rumit dalam konstruksi kayu. Pengaruh dari T'ang Cina dan Sui Dinasti menyebabkan fondasi ibukota permanen pertama di Nara. Tata letak jalan yang digunakan ibukota Cina Chang'an sebagai contoh untuk desain. Sebuah peningkatan bertahap dalam ukuran bangunan menyebabkan satuan standar pengukuran serta perbaikan dalam tata letak dan desain taman. Pengenalan upacara minum teh menekankan kesederhanaan dan desain sederhana sebagai tandingan ke ekses aristokrasi. Selama Restorasi Meiji tahun 1868 sejarah arsitektur Jepang secara radikal diubah oleh dua peristiwa penting, yaitu peristiwa Kami dan Buddha Separation Act tahun 1868, dan peristiwa Westernisasi intens dalam rangka untuk bersaing dengan negara-negara maju lainnya. Fitur Umum Arsitektur Tradisional Jepang Arsitektur tradisional Jepang banyak dipengaruhi oleh China dan budaya Asia lainnya selama berabad-abad. Arsitektur tradisional Jepang dan sejarahnya didominasi oleh teknik/gaya Cina dan Asia (bahkan hadir di Kuil Ise, dianggap intisari arsitektur Jepang) dengan variasi gaya asli Jepang pada tema-tema di sisi tertentu. Disamping itu adanya penyesuaian dengan berbagai iklim di negara Jepang dan pengaruh budaya dari luar, hasilnya sangat heterogen, namun beberapa fitur praktis yang umum tetap dapat ditemukan. Pemilihan bahan utama untuk hampir semua struktur, selalu kayu dalam berbagai bentuk (papan, jerami, kulit kayu, kertas, dll). Tidak seperti Barat dan beberapa arsitektur Cina, penggunaan batu dihindari kecuali untuk keperluan tertentu saja, misalnya Candi podia dan yayasan pagoda. Struktur umum hampir selalu sama dengan atap besar dan melengkung, sementara dinding dengan rangka kayu yang dilapisi kertas tipis. Untuk desain interiornya, dindingdindingnya bersifat fleksibel, yang dapat digeser sesuai dengan keperluan. Atap adalah komponen yang paling mengesankan secara visual, ukurannya hampir setengah ukuran seluruh bangunan. Atap sedikit melengkung memperpanjang jauh melampaui dinding, meliputi beranda, dan berat bangunan harus didukung oleh sistem braket kompleks yang disebut Tokyo, seperti pada bangunan candi dan kuil. Solusi sederhana diadopsi dalam struktur domestik. Atap besar dengan lengkungan yang halus memberikan karakteristik yang khas pada bangunan Jepang, yang memberikan kontribusi ke atmosfer bangunan. Interior bangunan biasanya terdiri dari satu kamar di pusat disebut moya. Ukuran ruangan dapat dimodifikasi melalui penggunaan layar atau dinding kertas yang dapat digeser. Penggunaan kertas pada dinding-dinding ini rumah Jepang terkesan ringan. Beranda muncul untuk menjadi bagian dari bangunan untuk orang luar, Oleh karena itu struktur



yang dibuat sampai batas bagian tertentu dari lingkungan mereka. Ini untuk memudahkan Perawatan bangunan secara keseluruhan.



Tokugawa Ieyasu, dibangun tahun 1617 Keharmonian bangunan secara keseluruhan didapatkan dari penggunaan konstruksi yang proporsional antara bagian bangunan yang berbeda. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu seperti Nikko Tosho-gu, di mana setiap ruang yang tersedia dihiasi, ornamen cenderung mengikuti, dan karena itu struktur dasar ditonjolkan, bukan disembunyikan. Dalam arsitektur sakral dan profan, fitur ini membuatnya mudah mengkonversi pada sebuah kuil atau sebaliknya. Hal ini terjadi misalnya pada Horyu-ji, di mana sebuah rumah bangsawan itu berubah menjadi sebuah bangunan keagamaan . Sifat dari Arsitektur Jepang: • Memiliki sifat ringan dan halus • Konstruksi kayu lebih menonjol dan diolah sangat halus dengan bentuk-bentuk lengkung dan kesederhanaan. • Bentuk bangunan diatur dalam simetris yang seimbang. • Arsitektur tanaman, naturalis dan tidak dapat dipisahkan dengan design bangunan (satu kesatuan) • Terlihat kesederhanaan bentuk dan garis. • Pada pengolahan taman lebih wajar, dan tidak banyak pengolahan tangan manusia (lebih wajar) • Penghematan terhadap ruang lebih terlihat. • Sedikit penggunaan warna, kecendrungan ke arah warna politur dan lak.



Estetika tradisional Jepang • • • •



kesederhanaan, kepolosan, kelurusan dan ketenangan batin,



Apa yang umumnya diidentifikasi sebagai estetika Jepang dari cita-cita Taoisme, didatangkan



dari Cina pada zaman kuno. Budaya Jepang sangat beragam, meskipun demikian, dalam hal interior, estetika adalah salah satu kesederhanaan dan minimalis. Gagasan khusus keindahan ruang sejati adalah di ruang kosong di dalam atap dan dinding berasal dari Laozi, seorang filsuf dan pendiri Taoisme, yang diadakan untuk "aesthetic ideal of emptiness", percaya bahwa suasana hati harus ditangkap dalam imajinasi, dan tidak begitu banyak ditentukan oleh apa yang hadir secara fisik. Desain Jepang didasarkan kuat pada keahlian, kecantikan, elaborasi, dan kelezatan. Desain interior sangat sederhana tapi dibuat dengan perhatian terhadap detail dan kerumitan. Rasa kerumitan dan kesederhanaan dalam desain Jepang masih dihargai di Jepang yang modern seperti Jepang tradisional. Interior sangat sederhana, menyoroti minimal dekorasi dan alami. Interior tradisional Jepang dan modern, menggabungkan terutama bahan alam termasuk kayu halus, bambu, sutra, tikar jerami padi, dan layar kertas Shoji. Bahan-bahan alami yang digunakan untuk menjaga kesederhanaan dalam ruang yang menghubungkan dengan alam. Skema warna alami yang digunakan dan palet netral termasuk hitam, putih, off-white, abu-abu, dan coklat. Ketidakkekalan adalah tema yang kuat di tempat tinggal tradisional Jepang. Ukuran kamar dapat diubah oleh dinding geser interior atau layar, yang disebut Shoji. Lemari dibangun mulus ke dinding menyembunyikan futon, kasur ditarik keluar sebelum tidur, memungkinkan lebih banyak ruang untuk menjadi tersedia sepanjang hari. Fleksibilitas dari tempat tinggal ini menjadi lebih nyata dengan perubahan musim. Di musim panas, misalnya, dinding eksterior dapat dibuka untuk melihat taman dengan dekorasi yang minim. Estetika Jepang dikembangkan lebih lanjut dengan perayaan ketidaksempurnaan dan kekurangan , sifat yang dihasilkan dari proses penuaan alami atau efek gelap. Shinto, tradisi agama asli Jepang, memberikan dasar untuk apresiasi pada kualitas ini, berpegang pada filsafat dari penghayatan hidup dan dunia. Sei Shonagon adalah seorang wanita dari pengadilan trendsetting abad kesepuluh yang menulis di 'The Pillow Book' dari dirinya tidak suka untuk "new cloth screen with colorful paintings and lots of cherry blossoms falling apart", bukannya memilih untuk melihat "that one's elegant Chinese mirror has become cloudy". Rasa nya tidak keluar dari tempat di pengadilan Jepang kuno dan pada abad ke-12, seorang pensiunan biksu, Yoshida Kenko, memberikan pengaruh pada kepekaan estetika Jepang akibat filosofi hidupnya. Dia bertanya, " Apakah kita untuk melihat bunga sakura hanya mekar penuh, bulan hanya ketika itu adalah berawan ? ... Cabang akan mekar atau taman penuh dengan bunga memudar yang lebih layak kekaguman kami." yang tidak lengkap juga dipuji oleh Kenko , " keseragaman dan kelengkapan yang tidak diinginkan ". Mendasari atau memuji cita-cita estetika, adalah senilai kontras. Ketika ketidaksempurnaan atau miskin dikontraskan dengan kesempurnaan atau kemewahan, setiap ditekankan dan sehingga lebih dihargai.



Fitur Umum Arsitektur Tradisional Jepang Arsitektur tradisional Jepang banyak dipengaruhi oleh China dan budaya Asia lainnya selama berabad-abad. Arsitektur tradisional Jepang dan sejarahnya didominasi oleh teknik/gaya Cina dan Asia (bahkan hadir di Kuil Ise, dianggap intisari arsitektur Jepang) dengan variasi gaya asli Jepang pada tema-tema di sisi tertentu. Disamping itu adanya penyesuaian dengan berbagai iklim di negara Jepang dan pengaruh budaya dari luar, hasilnya sangat heterogen, namun beberapa fitur praktis yang umum tetap dapat ditemukan. Pemilihan bahan utama untuk hampir semua struktur, selalu kayu dalam berbagai bentuk (papan, jerami, kulit kayu, kertas, dll). Tidak seperti Barat dan beberapa arsitektur Cina, penggunaan batu dihindari kecuali untuk keperluan tertentu saja, misalnya Candi



podia dan yayasan pagoda. Struktur umum hampir selalu sama dengan atap besar dan melengkung, sementara dinding dengan rangka kayu yang dilapisi kertas tipis. Untuk desain interiornya, dindingdindingnya bersifat fleksibel, yang dapat digeser sesuai dengan keperluan. Atap adalah komponen yang paling mengesankan secara visual, ukurannya hampir setengah ukuran seluruh bangunan. Atap sedikit melengkung memperpanjang jauh melampaui dinding, meliputi beranda, dan berat bangunan harus didukung oleh sistem braket kompleks yang disebut Tokyo, seperti pada bangunan candi dan kuil. Solusi sederhana diadopsi dalam struktur domestik. Atap besar dengan lengkungan yang halus memberikan karakteristik yang khas pada bangunan Jepang, yang memberikan kontribusi ke atmosfer bangunan. Interior bangunan biasanya terdiri dari satu kamar di pusat disebut moya. Ukuran ruangan dapat dimodifikasi melalui penggunaan layar atau dinding kertas yang dapat digeser. Penggunaan kertas pada dinding-dinding ini rumah Jepang terkesan ringan. Beranda muncul untuk menjadi bagian dari bangunan untuk orang luar, Oleh karena itu struktur yang dibuat sampai batas bagian tertentu dari lingkungan mereka. Ini untuk memudahkan Perawatan bangunan secara keseluruhan.



Tokugawa Ieyasu, dibangun tahun 1617 Keharmonian bangunan secara keseluruhan didapatkan dari penggunaan konstruksi yang proporsional antara bagian bangunan yang berbeda. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu seperti Nikko Tosho-gu, di mana setiap ruang yang tersedia dihiasi, ornamen cenderung mengikuti, dan karena itu struktur dasar ditonjolkan, bukan disembunyikan. Dalam arsitektur sakral dan profan, fitur ini membuatnya mudah mengkonversi pada sebuah kuil atau sebaliknya. Hal ini terjadi misalnya pada Horyu-ji, di mana sebuah rumah bangsawan itu berubah menjadi sebuah bangunan keagamaan . Sifat dari Arsitektur Jepang: • Memiliki sifat ringan dan halus • Konstruksi kayu lebih menonjol dan diolah sangat halus dengan bentuk-bentuk lengkung dan kesederhanaan. • Bentuk bangunan diatur dalam simetris yang seimbang. • Arsitektur tanaman, naturalis dan tidak dapat dipisahkan dengan design bangunan (satu kesatuan) • Terlihat kesederhanaan bentuk dan garis. • Pada pengolahan taman lebih wajar, dan tidak banyak pengolahan tangan manusia (lebih wajar)



• Penghematan terhadap ruang lebih terlihat. • Sedikit penggunaan warna, kecendrungan ke arah warna politur dan lak. Estetika tradisional Jepang • • • •



kesederhanaan, kepolosan, kelurusan dan ketenangan batin,



Apa yang umumnya diidentifikasi sebagai estetika Jepang dari cita-cita Taoisme, didatangkan dari Cina pada zaman kuno. Budaya Jepang sangat beragam, meskipun demikian, dalam hal interior, estetika adalah salah satu kesederhanaan dan minimalis. Gagasan khusus keindahan ruang sejati adalah di ruang kosong di dalam atap dan dinding berasal dari Laozi, seorang filsuf dan pendiri Taoisme, yang diadakan untuk "aesthetic ideal of emptiness", percaya bahwa suasana hati harus ditangkap dalam imajinasi, dan tidak begitu banyak ditentukan oleh apa yang hadir secara fisik. Desain Jepang didasarkan kuat pada keahlian, kecantikan, elaborasi, dan kelezatan. Desain interior sangat sederhana tapi dibuat dengan perhatian terhadap detail dan kerumitan. Rasa kerumitan dan kesederhanaan dalam desain Jepang masih dihargai di Jepang yang modern seperti Jepang tradisional. Interior sangat sederhana, menyoroti minimal dekorasi dan alami. Interior tradisional Jepang dan modern, menggabungkan terutama bahan alam termasuk kayu halus, bambu, sutra, tikar jerami padi, dan layar kertas Shoji. Bahan-bahan alami yang digunakan untuk menjaga kesederhanaan dalam ruang yang menghubungkan dengan alam. Skema warna alami yang digunakan dan palet netral termasuk hitam, putih, off-white, abu-abu, dan coklat. Ketidakkekalan adalah tema yang kuat di tempat tinggal tradisional Jepang. Ukuran kamar dapat diubah oleh dinding geser interior atau layar, yang disebut Shoji. Lemari dibangun mulus ke dinding menyembunyikan futon, kasur ditarik keluar sebelum tidur, memungkinkan lebih banyak ruang untuk menjadi tersedia sepanjang hari. Fleksibilitas dari tempat tinggal ini menjadi lebih nyata dengan perubahan musim. Di musim panas, misalnya, dinding eksterior dapat dibuka untuk melihat taman dengan dekorasi yang minim. Estetika Jepang dikembangkan lebih lanjut dengan perayaan ketidaksempurnaan dan kekurangan , sifat yang dihasilkan dari proses penuaan alami atau efek gelap. Shinto, tradisi agama asli Jepang, memberikan dasar untuk apresiasi pada kualitas ini, berpegang pada filsafat dari penghayatan hidup dan dunia. Sei Shonagon adalah seorang wanita dari pengadilan trendsetting abad kesepuluh yang menulis di 'The Pillow Book' dari dirinya tidak suka untuk "new cloth screen with colorful paintings and lots of cherry blossoms falling apart", bukannya memilih untuk melihat "that one's elegant Chinese mirror has become cloudy". Rasa nya tidak keluar dari tempat di pengadilan Jepang kuno dan pada abad ke-12, seorang pensiunan biksu, Yoshida Kenko, memberikan pengaruh pada kepekaan estetika Jepang akibat filosofi hidupnya. Dia bertanya, " Apakah kita untuk melihat bunga sakura hanya mekar penuh, bulan hanya ketika itu adalah berawan ? ... Cabang akan mekar atau taman penuh dengan bunga memudar yang lebih layak kekaguman kami." yang tidak lengkap juga dipuji oleh Kenko , " keseragaman dan kelengkapan yang tidak diinginkan ". Mendasari atau memuji cita-cita estetika, adalah senilai kontras. Ketika ketidaksempurnaan atau miskin dikontraskan dengan kesempurnaan atau kemewahan, setiap ditekankan dan sehingga lebih dihargai. Bahan-Bahan Tradisional Dari Interior



SHOJI Desain interior Jepang sangat efisien dalam penggunaan sumber daya. Interior tradisional dan modern Jepang sangat fleksibel dalam penggunaannya dan dirancang sebagian besar dengan bahan-bahan alami. Ruang yang digunakan sebagai kamar multifungsi. Kamar dapat dibuka untuk menciptakan lebih banyak ruang untuk acara tertentu atau untuk privasi, atau sebaliknya ditutup dengan menarik layar kertas tertutup bernama Shoji.



SHOJI Sebagian besar dinding interior Jepang sering terbuat dari layar shoji yang bisa digeser terbuka untuk bergabung dengan dua kamar bersama-sama, dan kemudian menutupnya untuk kepentingan privasi. Pada layar shoji terbuat dari kertas yang melekat pada bingkai kayu tipis yang menggelinding pada jalur ketika mereka didorong. Fitur penting lainnya dari layar Shoji selain privasi dan pengasingan, adalah untuk pencahayaan alami. Ini merupakan aspek penting untuk desain Jepang. Kertas dinding tembus memungkinkan cahaya untuk disebarkan melalui ruang dan menciptakan bayangan cahaya dan pola.



Tikar tatami Tikar tatami, tikar jerami sering digunakan untuk menutupi lantai dalam interior Jepang, di rumah-rumah Jepang modern biasanya hanya ada satu atau dua ruang tatami. Cara lain untuk menghubungkan kamar di interior Jepang adalah melalui panel yang terbuat dari kayu dan kertas, seperti shoji layar, atau kain geser. Panel ini disebut fusuma dan digunakan sebagai



seluruh dinding. Biasanya panel ini dihiasi lukisan secara tradisional. Tatami merupakan dasar dari arsitektur tradisional Jepang, mengatur ukuran bangunan dan dimensi. Desain berasal dari Jepang kuno ketika jerami diletakkan di lantai tanah sebagai pelunak dan penghangat. Dalam Periode Heian (794-1185), ide ini berkembang menjadi tikar seperti zaman sekarang, yang dapat diletakkan di mana saja untuk duduk atau tidur. Tatami cocok untuk iklim Jepang, karena udara dapat beredar di sekitar lantai. Bambu digunakan dalam rumah Jepang, digunakan baik untuk tujuan dekoratif dan fungsional. Tirai bambu, Sudare, ganti shoji di musim panas untuk mencegah kelebihan panas di dalam dan juga menawarkan ventilasi yang lebih besar. Bambu biasanya digunakan di tempat tinggal dan rumah-rumah pertanian untuk langit-langit dan kasau. Sifat alami bambu, keindahan baku dengan knot dan permukaan halus, sesuai dengan cita-cita estetika Jepang ketidaksempurnaan, kontras dan alami. Penggunaan kertas, atau washi, pada bangunan Jepang merupakan komponen utama dalam keindahan dan suasana interior Jepang, variasi cara menggabungkan bayangan untuk menciptakan sebuah "misteri bayangan". Berbagai kertas yang digunakan untuk berbagai keperluan di rumah. Kayu umumnya digunakan untuk rangka rumah, namun sifat-sifatnya yang berharga dalam estetika Jepang, yaitu kehangatan dan ketidakteraturan. Sebuah ruang tersembunyi yang disebut tokonoma sering hadir di ruang keluarga tradisional maupun yang modern Jepang. Ini adalah fokus dari ruangan dan menampilkan seni Jepang, biasanya lukisan atau kaligrafi. Masa Prasejarah Periode masa prasejarah (termasuk Jomon , Yayoi dan periode Kofun) sekitar 5000 SM sampai awal abad ke delapan .



Tempat tinggal direkonstruksi di Yoshinogari



Selama tiga fase periode Jomon terutama pemburu-pengumpul dengan beberapa keterampilan pertanian primitif dan perilaku mereka terutama ditentukan oleh perubahan kondisi iklim dan stimulan alami lainnya. Tempat tinggal awal yang terdiri dari rumah-rumah pit dengan menggali lubang dangkal dengan lantai tanah dipadatkan dan atap dari rumput dirancang untuk mengumpulkan air hujan dengan bantuan stoples. Kemudian dalam periode ini, iklim yang lebih dingin dengan curah hujan yang lebih besar menyebabkan penurunan populasi, yang memberikan kontribusi untuk kepentingan ritual. Konsentris lingkaran batu pertama kali muncul selama ini.



Gudang gandum direkonstruksi di Toro, Shizuoka



Selama periode Yayoi masyarakat Jepang mulai berinteraksi dengan Dinasti Han China, pengetahuan dan keterampilan teknis tentang bangunan mulai mempengaruhi mereka. Orang Jepang mulai membangun gudang dengan bentuk panggung sebagai lumbung yang dibangun menggunakan alat seperti gergaji dan pahat yang mulai muncul saat itu. Sebuah rekonstruksi di Toro , Shizuoka adalah kotak kayu yang terbuat dari papan tebal bergabung di sudut-sudut dalam gaya log kabin dan didukung pada delapan pilar. Atap jerami, tetapi, tidak seperti atap biasanya berpinggul dari tempat tinggal pit, itu adalah berbentuk V atap pelana sederhana. Periode Kofun ditandai munculnya banyak gundukan bilik pemakaman atau tumuli (Kofun harfiah berarti "gundukan lama"). gundukan sejenis di Semenanjung Korea diperkirakan telah dipengaruhi oleh Jepang. Pada awal periode makam , yang dikenal sebagai " lubang kunci Kofun " atau zenpo - koen Kofun, sering memanfaatkan topografi yang ada, membentuk dan menambahkan parit untuk membentuk lubang kunci bentuk yang khas, yaitu bahwa lingkaran saling berhubungan dengan segitiga. Akses adalah melalui poros vertikal yang ditutup setelah pemakaman selesai. Ada ruang di dalam ruang untuk peti mati dan barang kuburan. Gundukan sering dihiasi dengan batu nisan yang disebut Haniwa. Kemudian dalam periode gundukan mulai berada di tanah datar dan skala mereka sangat meningkat . Di antara banyak contoh di Nara dan Osaka, yang paling penting adalah Daisen-Kofun, ditunjuk sebagai makam Kaisar Nintoku. Makam mencakup 32 hektar (79 hektar) dan diperkirakan telah dihiasi dengan 20.000 angka Haniwa. Menjelang akhir periode Kofun, makam penguburan berangsur-angsur menghilang dan upacara kremasi Buddha mendapatkan popularitas.



Periode arsitektur Asuka dan Nara (550-794 M) Penyumbang paling signifikan untuk perubahan arsitektur selama periode Asuka adalah pengenalan Buddhisme. Candi menjadi pusat ibadah dengan praktek penguburan makam perlahan menjadi dilarang. Buddhisme dibawa ke Jepang dan mereka bersembahyang di bangunan kuil yang permanen dan memberikan kepada arsitektur Shinto. Beberapa bangunan pertama yang didirikan masih ada di Jepang sampai saat ini adalah kuil Buddha. Bangunan kayu tertua di dunia ditemukan di Horyu-ji, ke barat daya dari Nara. Pertama dibangun pada awal abad ke-7 sebagai candi pribadi Putra Mahkota Shotoku, terdiri dari 41 bangunan terpisah, yang paling penting, ruang ibadah utama atau Kon-DO (Golden Hall), dan pagoda lima lantai), berdiri di tengah area terbuka yang dikelilingi oleh biara beratap (Kairo). Kon-DO, dalam gaya ruang ibadah Cina, adalah struktur bertingkat dua konstruksi pasca dan beam, dibatasi oleh irimoya atau berpinggul runcing, atap genteng tanah.



Pagoda at Yakushi-ji, Nara, Nara pada abad ke-8



Kon-DO dan pagoda di Hōryū-ji, Ikaruga, Nara Dibangun pada abad ke-7



Hokkedō di Todai-ji, Nara, Nara Didirikan pada tahun 743



Kuil Emas di Tōshōdaiji, Nara, NaraAwalnya Dibangun pada abad ke-8