Isu Isu Kebidanan [PDF]

  • Author / Uploaded
  • maya
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama: Andi Nidyah Karunia Alamsyah Nim: P07124318005 Kelas: Alih Jenjang



1. PENINGKATAN PENDIDIKAN BIDAN DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBAL Ditulis pada 8 Desember 2011 , oleh angga Program Studi Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB) Selasa, (6/11) melaksanakan Seminar Nasional dengan tema “ Peningkatan Pendidikan Bidan dalam Menghadapi Tantangan Global” yang dibuka secara resmi oleh Pembantu Dekan III FKUB, dr. M. Hanafi, MPH. Kegiatan Seminar Nasional yang dilaksanakan di Gedung Samanta Krida, Universitas Brawijaya (UB) tersebut dihadiri oleh Ketua Program Studi Kebidanan, Sekretaris Program Studi Kebidanan, serta seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB). Pembantu Dekan III FKUB dr. M. Hanafi, MPH. dalam sambutannya mengatakan, “ Kegiatan seminar ini merupakan suatu hal yang sangat strategis dalam hal pengembangan prodi Kebidanan, sesuatu yang bermanfaat bagi program studi Kebidanan maupun bangsa kita. Kalau bicara tentang tantangan global, maka ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu : 1). Terkait dengan masalah-masalah kesehatan khususnya yang terkait dengan profesi kebidanan, 2). Adanya pasar bebas, tahun 2020 dimana sudah tidak lagi dengan adanya pasar bebas yang Sumber daya Manusia (SDM) tenaga medis dari luar akan masuk dan berkiprah di Indonesia. “ Selanjutnya, Prodi Kebidanan ini relatif



muda tentunya dengan upaya



mengembangkan prodi ini bisa membantu pimpinan untuk lebih memajukan prodi tersebut. Sehingga diharapkan upaya –upaya semacam ini dilakukan juga oleh instansi-instansi lain. “ Imbuhnya ”.



Sementara itu Ketua Panitia, Diajeng Setya Wardhani, M.Kes dalam laporannya menyampaikan, “ Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh program studi Kebidanan FKUB dimana peserta dalam seminar nasional ini adalah dosen dan mahasiswa dari seluruh program studi (Prodi) Kebidanan yang berasal dari seluruh Akademi Kebidanan (AKBID) Politeknik Kesehatan (POLTEKES) dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) se- Jawa Timur. Seminar Nasional ini akan di pandu oleh empat pembicara antara lain: dr. Yetty Leoni M. Irawan M. Sc, ( Kaprodi Kebidanan – STIK Sint Carolus, Jakarta), dr. Rita Rosita, M. Kes, J.M. Meta, M. Med dan Dr. Sally Pairman (New Zealand). Dr. Yetty Leoni M. Irawan, M. Sc dalam presentasinya menjelaskan mengenai bidan dalam era globalisasi melalui program UN Millenium Development Goals pada tahun 2000 pemimpin dunia dari 189 negara sepakat untuk mencapai 8 goals untuk memberantas kemiskinan pada 2015, isu besar kebidanan diseluruh dunia antara lain : sedikit sekali bidan yang berkualitas, tidak terlihat dan kurangnya pelayanan terintegrasi, rendahnya pelayanan kegawat daruratan kebidanan dan asuhan bayi baru lahir (fasilitas, staff terlatih, peralatan), tidak adanya akses, tidak adanyanasional policy kesehatan maternal, tidak ada data kelompok kerja bidan, regulasi yang efektif (kurangnya autonomy, rendahnya perlindungan publik) . Selain itu, J.M. Metha, M.Med mengatakan “ penguasaan ketrampilan klinik merupakan salah satu tujuan dari pembelajaran bagi peserta didik yang berkecimpung dalam bidang kesehatan, termasuk dalam pendidikan kebidanan. Teori tanpa praktik adalah buta, dan praktik tanpa teori adalah penyumbang kematian”. Maka peserta didik kebidanan diharaklan memiliki skill dan kompetensi yang harus dicapai agar ketika mereka telah menjadi bidan nanti dapat melakukan ketrampilan klinik yang dimiliki bisa meminimalkan resiko terhadap ancaman kesembuhan pasien. Sedangkan dr. Rita Rosita, M. Kes menyampaikan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dalam pendidikan Kebidanan sehingga dari pemaparanpemaparannya mendapat sebuah gambaran tentang tujuan, standarisasi global, Stratifikasi pendidikan kebidanan dan pemantapan kurikulum kebidanan.



Masih dalam forum yang sama, hadir pada kesempatan itu sebagai pemateri Dr. Sally Pairman (Head of School and Group Manager Health and Community Ottago Polytechnic New Zealand) yang memberikan penjelasan dan gambaran peran serta kegiatan-kegiatan bidan di Selandia Baru. Identifikasinya: Dalam hal ini saya setuju untuk meningkatkan kembali kompetensi bidan dengan di mulai dari kegiatan seminar ini merupakan suatu hal yang sangat strategis dalam hal pengembangan prodi Kebidanan, sesuatu yang bermanfaat bagi program studi Kebidanan maupun bangsa kita. Dimana kompetensi bidan dapat di tingkatkan mulai dari saat seseorang memilih untuk kuliah di kebidanan. 2. Asosiasi



Pendidikan



Kebidanan



Indonesia



Transformasikan



Kurikulum



Pendidikan Bidan UNAIR NEWS – Asosiasi Pendidikan Kebidanan Indonesia (AIPKIND) terus berbenah menyempurnakan kurikulum pendidikan profesi bidan di Indonesia. Besar harapan agar terlahir lebih banyak lagi bidan yang mumpuni dan siap menjawab tantangan global. Keinginan tersebut disampaikan Ketua AIPKIND Pusat Dra. Jumiarni Ilyas, M.Kes dalam acara Indonesia Midwifery Curriculum Workshop. Acara tersebut berlangsung di Airlangga Medical Education Center (AMEC) Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, beberapa waktu lalu. Acara tersebut diikuti 44 peserta dari 17 institusi pendidikan bidan di Indonesia. Dr. Kim Russell dari Division of Midwifery- The Uni of Nottingham dihadirkan sebagai pembicara dalam acara tersebut. Pada acara itu, Jumiarni menyampaikan, saat ini pihaknya sedang melakukan transisi sistem kurikulum pendidikan bidan dari vokasi menjadi akademi profesi. Mengingat, selama ini pendidikan bidan di Indonesia mayoritas berbentuk vokasi, sementara pendidikan profesi baru dirintis pada tahun 2008. “Transformasi dari pendidikan vokasi ke profesi memerlukan perubahan konsep berpikir, mengingat keduanya amat berbeda,” ujarnya.



Perbedaan itu, menurut Jumiarni, terletak pada kualitas kompetensi yang dimiliki oleh lulusan. Pendidikan profesi akan menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan analitis, mampu berpikir kritis, termasuk dalam hal pengambilan keputusan. Sementara itu, vokasi hanya dibekali kemampuan bekerja sesuai standar SOP yang telah baku. “Kalau lulusan pendidikan profesi bisa menyarankan, mengubah standar, dan meningkatkan standar, sesuai dengan keilmuan yang dimiliki,” ungkapnya. Saat ini, tambah Jumiarni, jumlah bidan di Indonesia sebanyak 450 ribu dan tersebar di seluruh tatanan pelayanan, baik di perkotaan sampai ke daerah. Sebagai profesi yang bersifat otonom, Jumiarni merasa perlu memperjuangkan transformasi kurikulum pendidikan bidan. Dengan begitu, tidak lagi terjadi ketimpangan pendidikan serta menjadi mitra kerja yang saling dukung antara bidan dengan dokter kandungan. Saat ini, terang Jumiarni, pemerintah sedang gencar membuka lebih banyak lagi pusat pendidikan profesi bidan di Indonesia dan jenjang pendidikan bidan sudah diatur sama dengan tenaga kesehatan lain. “Dengan adanya penataan pendidikan tenaga kesehatan, salah satunya pendidikan bidan, maka dalam proses transisi kurikulum tersebut, kami harus melihat kompetensi, dan menyesuaikan dengan aturan baru, kebijakan baru tentang pengembangan kurikulum, serta tuntutan dari Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI),”ungkapnya. Untuk menjawab tantangan global, Jumiarni mengatakan, pihaknya sedang berusaha mengembangkan Dengan adanya penataan pendidikan tenaga kesehatan, salah satunya pendidikan bidan, maka dalam proses transisi kurikulum tersebut, kami harus melihat kompetensi, dan menyesuaikan dengan aturan baru, kebijakan baru tentang pengembangan kurikulum, serta tuntutan dari Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). “Kami coba me-review kurikulum yang sudah ada, serta melihat tren kurikulum global sekarang seperti apa,” ungkapnya.



Untuk itu, AIPKIND bekerjasama dengan UoN, Inggris untuk mendampingi proses transformasi kurikulum pendidikan bidan. Menurutnya, UoN merupakan salah satu institusi pendidikan bidan terbaik di Inggris dan dunia yang berpengalaman dalam mengembangkan pendidikan bidan. Di Indonesia Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Unair sebagai pioneer pendidikan sarjana dan profesi bidan menjadi inisiator dan pengawal dalam memperbaiki mutu kualitas pendidikan bidan, salah satu upaya yang dilakukan dengan terus melakukan kerjasama dengan UoN dibidang pendidikan dan penelitian. Dengan alasan tersebut maka Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Unair menjadi tuan rumah kegiatan Midwifery Curriculum Workshop. Sementara itu, proses transformasi kurikulum pendidikan bidan di UoN terbilang cepat. Seperti disampaikan Dr. Kim Russell bahwa pendidikan bidan di sana awalnya hanya bersertifikat, namun sekarang sudah diakui sebagai S1 profesi. “Bidan disana sangat dibutuhkan, bidan harus mampu memberikan pelayanan berkualitas serta dapat melakukan penelitian. Inilah yang membuat sistem pendidikan kami cepat berubah,” ungkapnya. Regulasi yang menaungi profesi bidan disana juga cukup kuat. Dalam aturan tersebut ditetapkan bahwa yang berwenang menangani persalinan hanya dokter kandungan dan bidan. Sementara pasien diberi kebebasan memilih dengan siapa ia akan melahirkan. “Mayoritas perempuan di Inggris lebih banyak memilih bersalin didampingi bidan dari pada dokter kandungan,”ungkapnya. Di inggris, angka kematian Ibu dan Anak sangat sedikit. Yakni 26/100 ribu kelahiran, atau 17 kali lebih tinggi kasus AKI di Indonesia. Mengenai hal tersebut, Kim menyarankan, perlu dibuatkan aturan yang jelas agar bidan dapat bekerja lebih baik, sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kejadian AKI di Indonesia.



“Bidan berkualitas akan berpengaruh pada penurunan angka kematian ibu dan anak,” pungkasnya. Penulis: Sefya Hayu Istighfaricha Identifikasinya: Dalam hal ini untuk meningkatkan kualitas bidan dimana kita harus memulai untuk meningkatkan atau menyempurnakan kurikulum pendidikan profesi bidan di Indonesia. Besar harapan agar terlahir lebih banyak lagi bidan yang mumpuni dan siap menjawab tantangan global. Dimana pendidikan profesi akan menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan analitis, mampu berpikir kritis, termasuk dalam hal pengambilan keputusan. Sementara itu, vokasi hanya dibekali kemampuan bekerja sesuai standar SOP yang telah baku. Dengan adanya penataan pendidikan tenaga kesehatan, salah satunya pendidikan bidan, maka dalam proses transisi kurikulum tersebut, kami harus melihat kompetensi, dan menyesuaikan dengan aturan baru, kebijakan baru tentang pengembangan kurikulum, serta tuntutan dari Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Dimana kurikulum pendidikan bidan di Indonesia dapat setara dengan pendidikan bidan yang berstandar WHO. 3.



Tolok ukur Bidan di semua tingkatan pelayanan mempunyai kesempatan



berpartisipasi penuh dalam program pendidikan berkelanjutan status terkini Program pendidikan lanjutan tersedia bagi bidan namun terbatas, terutama di jenjang S1, S2 dan S3. identifikasinya: Kajian Spesialisasi Kebidanan di jenjang S2 dan S3 dan program spealisasi kepemimpinan, manajemen, pengembangan penelitian dan pembuatan kebijakan kebidanan masih membutuhkan penguatan. 4.



Negara Nepal dalam rangka menghormati strategi jangka panjang



menjadikan kebidanan sebagai profesi independen dengan menghasilkan bidan profesional. Membuka jenjang S1 Kebidanan pada tahun 2015. Sedangkan di Indonesia Pada Tahun 2008 hingga 2013 sudah dibuka program S1 dan S2 di beberapa perguruan tinggi negeri. Identifikasinya: dalam meningkatkan kualitas bidan di Indonesia dapat di mulai dengan peningkatan kualitas pendidikan bidan yang ada di Indonesia. 5.



Standar kurikulum cukup bervariasi antara satu lembaga pelatihan dan



lainnya. Akreditasi sudah ada, namun sejauh mana ini akan ditegakkan akan



menjadi ukuran keberhasilan mekanisme ini. Program D3 belum ditingkatkan menjadi S1. Ada masukan bahwa pemerintah Indonesia menginginkan kebidanan menjadi kursus kejuruan – jika kebidanan ingin diakui sebagai profesi, hal ini harus dipertimbangkan lebih jauh, karena kerangka Kualifikasi Indonesia menentukan bahwa profesi harus didukung kualifikasi di tingkat S1 atau lebih