21 0 131 KB
“Jadilah Diri Sendiri” Babak 1 Narator
:
Alkisah di sebuah hutan terdapat seorang tukang batu yang pemalas, suka mengeluh dan selalu tidak puas dengan dirinya sendiri.
Tukang Batu :
Aduh…. Hari ini aku harus bekerja. Pasti nanti capek sekali. Enakan aku duduk-duduk dulu. (duduk disebuah batu).
Batu
(bergerak-gerak) Wadooowww… sakit tau! (sambil marah-marah). Bau lagi! Kentut ya? (Sambil menutup hidung)
:
Tukang Batu :
(terkejut dan takut). Maaf, dikit. Lho, kok batu bisa ngomong?
Batu
Ini kan Cuma drama
:
Tukang Batu :
O!
Batu
Awas! (mengancam dan mengacung-acungkan kepalanya)
:
(Tukang batu pun ketakutan, lalu melihat-lihat sekeliling, mencari tempat untuk bersandar. Kemudian Ia melihat pohon besar di belakangnya) Tukang Batu :
Kebetulan ada pohon. Bisa bersandar nih!
Pohon
Aduuuuh! Hati-hati dong! Lecet neh..
:
Tukang Batu :
(Terkejut) Lho kok pohon juga bisa ngomong?
Pohon
Wah menghina yaah? Aku adalah pohon ajaib. Aku bisa melakukan apa saja. Bahkan aku bisa menyanyi dan menari (menyombongkan diri)
:
Tukang Batu :
Masak sih?
(Pertama-tama pohon menyanyi seriosa dan tukang batupun menutup kupingnya karena suara pohon yang melengking dan jelek. Lalu mulai menari. Setelah selesai, tukang batu pun hanya bisa terkejut) Tukang Batu : Wah! Pohon yang aneh. (Menggeleng-gelengkan kepalanya sambil pergi meninggalkan pohon itu)
Babak 2 Narator
:
(Ketika narator masuk, semua menjadi patung dengan gaya yang aneh) Lalu datanglah sebuah matahari yang sinarnya sangat panas menyengat
Tukang Batu :
Wah… Panas sekali yaa! (Sambil sesekali mengipasi dirinya. Lalu mengusap keringatnya dengan sapu tangannya dan tidak sengaja memerasnya di sebelah batu)
Batu
Wooooooooooooooooooooowww! Hei, jangan disini dong tukang batu. Udah keringatnya bau, asem lagi! (Sambil menutup hidung)
:
Tukang Batu :
(Terkejut) Maaf. Eh, emangnya batu punya hidung yah?
Batu
Idiiiiihhhhhh. Sebel deh. Ini kan Cuma bo’ong-bo’ongan tau!
:
Tukang Batu :
(Pergi menjauh) Pemarah sekali si batu itu. Tapi memang panas sekali. Ini pasti karena matahari itu
Matahari
Hahahahahaha…… Ya aku yang menyebabkan panas ini. Hahahahahahha
:
Tukang Batu :
(Menutup hidung karena bau) Wah! Enak sekali jadi matahari yah, bisa memberi panas tapi dia sendiri tidak kepanasan
Matahari
Iya dong.. Aku gitu loh! (Sambil bergaya fungky)
:
Tukang Batu :
(Berfikir, lalu dapat ide) Hmmmm, matahari, bagaimana kalau kita bertukar tempat saja? Aku jadi matahari, dan kamu menjadi tukang batu. Bagaimana?
Matahari
:
Tukang Batu : Matahari
(Tampak berfikir) Bagaimana yaa? Baiklah, tapi ada syaratnya. Dan kau harus meminta persetujuan pada penjaga disini yaitu putrid sungai Apa syaratnya? Serta dimana aku bisa menemuinya? (Penasaran)
: Kau harus member aku sepiring nasi dengan lauknya. Bagaimana? Tempatnya di pinggir sungai hahahahaha….
Tukang Batu :
Itu sih gampang. Oke aku akan kesana
Matahari
:
Eeiitttt! Tunggu dulu. Sepiring nasi dengan lauk sate, gulai, soto ayam, ayam goreng, ayam bakar, ikan gurami, capcai, telor dadar, dan telor mata sapi yang melirik ke kiri. Oke?
Tukang Batu :
Haaaaaaaa??? (Terkejut) Banyak sekali. Tapi, baiklah. Sebentar yaaah!
(Tukang batu pulang kerumahnya untuk mengambil makanan yang diminta matahari, sedangkan matahari sudah lapar dan ingin segera mencicipi masakan tersebut. Tak lama kemudian tukang batu masuk sambil membawa masakan yang dijanjikannya) Tukang Batu : Wahai putri sungai dapatkah aku bertukar tempat dengan matahri? Jawablah!
Putri Sungai
:
Tukang Batu :
Siapa kamu? Dan siapa yang menunjukkan tempat ini? Aku seorang tukang batu putrid, dan sang mataharilah yang menunjukkan tempat ini
Putri Sungai
: Baiklah, engkau dapat bertukar tempat dengan 3 kesempatan, akan tetapi di kesempatan terakhir kamu akan menjadi selama-lamanya dengan apa yang kamu mau
Tukang Batu :
Baiklah, aku akan memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik mungkin
Putri Sungai
Pergilah engkau sekarang!
:
Tukang Batu :
Ini makanannya dan aku telah bertemu dengan putrid sungai dan Ia telah mengizinkanku untuk bertukar tempat denganmu
Matahari
Baah! Dimana pula sambal terasinya?
:
Tukang Batu :
Sambal terasi? Tadi kan kamu tidak minta?
Matahari
Wahwahwah…. Hei penonton, enak gak kalo kita makan tanpa sambal terasi? (Tanya ke penonton) Nah, dengar tidak? Semua orang setuju kalau makan tanpa sambal, makanan kita jadi tidak enak
:
(Dengan terpaksa, tukang batu membuat sambal di atas batu) Batu
:
Wadoooooow! Aduh, kamu lagi, kamu lagi. Senang pula kau mengganggu aku. Liat nih, gara-gara kamu kepalaku jadi benjol-benjol. Lho kok aku jadi logat batak juga sih? (Marah-marah sambil menunjukkan kepalanya yang benjol)
Tukang Batu :
Maaf!
Batu
Awas yaa!
:
(Lalu mereka berdua berganti kostum dan naratorpun masuk)
Babak 3 Narator
:
Akhirnya tukang batu itupun menjadi sebuah matahari. Dan si matahari berubah menjadi seorang tukang batu. Hahahaha…
Matahari
:
Maaf bu, itu kan ketawa aku. Kok ibi jadi ikut-ikutan ketawa seperti itu
Narator
:
(Malu) Maaf.. (Lalu pergi)
Tukang Batu :
Asyikk! Akhirnya aku menjadi matahari
Batu
:
Wadooooow! Jangan dekat-dekat dong! Panas sekali. Jauh-jauh sana! Awas! (Yukang batupun takut dan menjauh ke arah pohon)
Pohon
:
Heiii.. Pergi sana.. Jangan dekat-dekat. Panas nih! Kalau tidak Ciaaattt!!! (Berpose silat, meniru gaya hewan: elang menyambar, ular mencaplok, dan harimau mencengkeram)
Tukang Batu :
Iyaa.. iyaaa.. Dasar batu dan pohon-pohon pemarah. Ah, sudahlah. Tapi enak sekali menjadi matahari
(Lalu datanglah sebuah awan hitam, yang terus mengejar matahari dan berdiri di depannya. Tukang batupun jengkel) Tukang Batu : di depanku?
Heiiii… Awan hita,. Panggungnya kan masih luas. Kenapa sih, selalu ada
Awan Hitam : Hei matahari, kamu tidak tau siapa aku yah? Aku ini awan hitam. Sebentar lagi aku akan menurunkan hujan. Makanya kamu sembunyi dulu Tukang Batu :
Oooh,,,, Begitu yaah?
Awan Hitam :
Iya. Masak tidak tau sih??
(Tukang batupun menggeleng-geleng) Tukang Batu : (Berfikir) Waah enak dong menjadi awan hitam (Berkata dengan dirinya sendiri) Eh, awan hitam, mau tukaran tempat tidak? Aku menjadi awan hitam dan kamu menjadi matahari. Bagaimana? (Ketika awan hitam sedang berfikir, tiba-tiba narator datang) Awan Hitam :
Bu narator, kok sudah muncul sih? Kan belum waktunya
Narator
Lho iya yaah? Wah bilang dong daritadi kalau belum saatnya muncul. Maaf para penonton. Kalian sih, jadi malu nih. (Marah-marah sambil menyalahkan mereka berdua)
:
Tukang Batu :
Bagaimana?
Awan Hitam :
Hmmmmm… (Menggeleng-geleng sambil berfikir) Baiklah, tapi ada syaratnya
Tukang Batu :
(Menggeleng-geleng sambil menghela nafas) Apa syaratnya?
Awan Hitam :
Mudah…. Yaitu mobil dan rumah mewah
Tukang Batu :
(Terkejut) Wah itu sih susah.. Eh, tapi tunggu dulu. (Tukang batu masuk ke dalam, lalu keluar lagi sambil membwa mobil-mobilan dan rumah-
rumahan) Bagaimana kalau mobil-mobilan dan rumah-rumahan mewah? Awan Hitam :
(Terkejut) Apaaa?? (Menggeleng-geleng) Baiklah, terpaksa!
(Lalu mereka bertukar tempat, tiba-tiba datang ibu narrator. Semua menjadi patung. Tapi ibu narrator tidak ngomong-ngomong) Putri Sungai
:
Tungguuuuu!!!!! Wahai tukang batu kau telah memakai kesempatan kedua, ingatlah tak ada lagi kesempatan yang terakhir untuk engaku berubah menjadi manusia
Tukang Batu :
Iya. Tidak apa-apa. Aku juga sudah lelah menjadi manusia yang setiap saat harus bekerja
Batu
:
Buu, ibu narrator. Kok tidak ngomong-ngomong ya?
Narator
:
Siapa bilang saya mau ngomong? Saya kan Cuma mau nampang doing! (Sambil melambai-lambaikan tangan ke penonton)
Semua Personil:
Huuuuuuuuuu!!
Narator
Kenapa sih sirik ajaa. Memangnya tidak boleh? (Pergi sambil ngomelngomel)
:
Tukang Batu :
Asyiiikkk! Sekarang aku jadi awan hitam. Aku bisa menutup-nutupi matahari. Ooh ya aku juga bisa membuat hujan yang sangat lebat. Hahaahahhaha
(Tiba-tiba matahari yang menjadi tukang batu datang) Matahari
:
Heeyy itu kan ketawa aku
Tukang Batu :
Maaf. Wah sekarang aku mau menurunkan hujan yang sangat lebat. Wuuuuuussssss (Sambil menendang-nendang tumbuhan kecil. Lalu datang seseorang yang tertarik angin. Terus datang lagi orang yang berpayung, yang payungnya sampai rusak mengahadap ke atas)
Tukang Batu :
Asyikkkk. Aku berkuasa sekarang (Tiba-tiba tukang batu heran melihat batu yang tidak bergeser sedikitpun) Hey batu, kok kamu tidak rusak sedikitpun?
Batu
Hei awan hitam? Mikir dong! Aku kan batu. Liat aku sangat kuat. (Sambil memamerkan ototnya) Jadi aku tidak akan rusak
:
Tukang Batu :
Ooh begitu yah? (Berfikir) Hmmmm, ngomong-ngomong batu, mau tidak kita tukaran tempat?
Batu
:
Apaaa? (Berteriak keras) Kamu fikir aku bodoh yah? Bisa kamu suap seperti si matahari dan awan hitam
Tukang Batu :
Ayolaah! Apapun syaratnya, aku akan penuhi. (Sambil ketakutan)
Batu
Tidak (Masih marah dan berteriak) Enak saja!
:
Tukang Batu :
Pleaseee???
Batu
Tidaaak!
:
Tukang Batu : Heeyyy mau tidak? (Marah sambil mencengkeram kerah baju si batu) (Si batupun ketakutan) Batu
:
Tukang Batu :
Iya deh kalau begitu. Jangan marah dong! Gitu aja marah! (Merayu si tukang batu) Nih! (Menyerahkan kostumnya) Sana pergi! Awas ya kembali lagi! (Mengancam batu. Batu pun ketakutan dan berlari) Asyiik, kasian deh lo si batu, makanya jadi orang jangan galak-galak. Sekarang aku menjadi batu yang perkasa
(Tak lama kemudian datanglah, si tukang batu yang sebenarnya si matahari) Matahari
:
Hahahahahha… Hari yang sangat cerah untuk memulai pekerjaanku sebagai tukang batu. Kebetulan ada sebuah batu disini
(Matahari mulai memukul-mukulkan palunya) Tukang Batu :
Aduuuuuhh matahari…. Kenapa memukul aku?
Matahari
Bah, macam pula kau ini. Aku kan seorang tukang batu. Jadi pekerjaanku yaa memecah batu
:
Tukang Batu :
Ooh, tapi aku mati dong
Matahari
Yaaah, terserah kaulah. Siapa suruh jadi batu (Mulai memukul lagi)
:
Tukang Batu :
Tunggu….! Aku mau jadi tukang batu lagi kalau begitu. Tukeran ya?
Matahari
Tidak mau! (Terus memukul-mukul)
:
Tukang Batu :
Tolongg…. Tolong…. Tolong… Kemana sih putri sungai?
Putri Sungai
Aku disini. Tapi maaf, aku tidak bisa merubah engkau menjadi manusia kembali
:
Tukang Batu :
Apaaaaaaaaaa????
Matahari
Hahahahahahhaa….
:
(Lama kemudian ibu narrator datang sambil makan)
Tukang Batu :
Narator
Buu, lama sekali sih. Tutup acaranya dong! Saya dipukulin terus nih! Masak aku sudah tidak bisa kembali lagi menjadi manusia. Tolongin dong!
(Sambil tetap makan) Iyaaaa… Cerewet amat sih. Siapa suruh gak puas jadi diri sendiri. Makanya jadilah dirimu sendiri. Percaya diri dong! Baiklah para penonton, begitulah akhir cerita kita hari ini. Hikmah yang bisa kita ambil, janganlah kita meniru si tukang batu yang selalu mengeluh, pemalas, dan selalu tidak puas dengan dirinya sendiri. Sampai jumpa di cerita selanjutnya! :