Jenis Bahan Lapisan Pekerjaan Lentur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

4.2. URAIAN MATERI II : JENIS BAHAN LAPISAN PEKERJAAN LENTUR Bahan penyusun lapis perkerasan lentur yang utama terdiri atas bahan pengikat aspal dan bahan agregat kasar halus dan filer. Bahan ikat berupa aspal dan bahan agregat pasir, kerikil, batu pecah atau kerikil. Sedang untuk bahan pengikat aspal dengan bahan agregat, tergantung dari jenis perkerasan jalan pada lapisan aus (wearing course) atau lapisan antara ( binder course) yang akan dipakai. Bahan aspal atau jenis bitumen,diperoleh dari hasil tambang dan bahan filer berupa portland cement, atau kapur/ lime, flay ash, abu batu hasil penambangan dan pengolahan dari industry.



4.2.1 Bahan Pengikat Aspal Buatan Berdasarkan asal tempat diperoleh, aspal dibedakan atas aspal buatan dan aspal alam : 1) Aspal Buatan Aspal merupakan senyawa hidro karbon berwarna coklat gelap atau hitam pekat yang dibentuk dari unsur-unsur asphathenes, resins, dan oils. Aspal pada lapis perkerasan sebagai bahan ikat antara agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan ikatan dari



masing-masing agregat



(D.Kerbs and Walker, 1971). Aspal juga berfungsi untuk mengisi rongga antara butir agregat dan pori-pori permukaan dari agregat. Pada temperatur panas aspal bersifat thermoplastis,



aspal akan mencair jika



dipanaskan sampai pada temperatur tertentu, kembali membeku jika temperatur turun. Aspal merupakan material pembentuk ikatan pada campuran perkerasan jalan. Kadar aspal dalam pembuatan campuran perkerasan berkisar antara 4-9% berdasarkan berat campuran, atau 10-15% berdasarkan volume campuran (Silvia Sukirman, 2003).



Di Indonesia pada umumnya dipergunakan aspal dengan penetrasi 60-70 dan 80100. Penetrasi aspal 60-70 dilihat dalam tabel1. Tabel 4. 1 Ketentuan Aspal Penetrasi 60-70 Jenis Pengujian



Metode



Persyaratan



1



Penetrasi 25°C, 100 gr, 5 detik, 0,1 mm



SNI 06-2456-1991



60-79



2



Titik Lembek, °C



SNI 06-2434-2011



48-58



3



Titik Nyala, °C



SNI 06-2433-2011



Min. 200



4



Daktilitas 25°C, cm



SNI 06-2432-2011



Min. 100



5



Berat Jenis



SNI 06-2441-2011



Min. 1,0



6



Kelarutan dalam Trichlor Ethylen, % berat



RSNI M 04-2004



Min. 99



7



Penurunan Berat (dengan TFOT), %berat



SNI 06-2440-1991



Max. 0,8



8



Penetrasi Setelah Penurunan berat, %asli



SNI 06-2456-1991



Min. 54



9



Daktilitas Setelah Penurunan, %asli



SNI 06-2432-2011



Min. 100



Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Bina Marga, Spesifikasi Umum, Divisi 6 Perkerasan Aspal, 2010 Revisi 3: 39



2) Aspal Minyak Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi. Hasil penambangan minyak dari perut bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crude oil, banyak mengandung aspal, dan parafin base crude oil yang mengandung banyak parafin, atau mixed base crude oil yang mengandung campuran antara parafin dan aspal. Untuk bahan ikatan pada perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak jenis asphalticbase crude oil. Klasifikasi dari aspal buatan, menurut bahan dasar aspal dibedakan menjadi (Suprapto, 2004): a). Dari bahan hewani (animal origin), yaitu diperoleh dari pengolahan crude oils. Dari proses pengolahan crude oils akan diperoleh bahan bakar dan residu, yang jika diproses lanjut akan diperoleh aspal/bitumen. b). Dari bahan nabati (vegetable origin), yaitu diperoleh dari pengolahan batu bara/coal, dalam hal ini akan diperoleh tar. Menurut tingkat kekerasan, aspal minyak/ aspal murni/ petroleum asphalt , diklasifikasikan menjadi : a) Aspal keras dan atau



aspal panas/dan atau Aspal cement (Asphalt Cement),



merupakan aspal yang digunakan dalam keadaan panas. Aspal keras ini berbentuk padat dalam drum pada keadaan penyimpanan dalam temperatur ruang (25-30C). aspal ini termasuk aspal buatan yang langsung diperoleh dari penyaringan minyak dan merupakan aspal keras. b) Berdasarkan tingkat kekerasan dan kekentalannya, maka aspal dibedakan menjadi :1) AC 40-50,2) AC 60-70,3) AC 85-100,4) AC 120-150,5) AC 200-300



Angka-angka tersebut menunjukkan kekerasan bahan aspal, angka kecil menunjukan bahan paling keras adalah AC 40-50 dan yang terlunak adalah AC 200-300. Penentuan angka kekerasan ditandai ukuran berapa dalam masuknya jarum penetrasi ke dalam benda uji contoh aspal. Aspal dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas atau lalu lintas dengan LHR tinggi, sedangkan aspal dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan LHR rendah. Di Indonesia pada umumnya dipergunakan aspal dengan penetrasi 60-70 dan 80-100. 3) Aspal cair (Cut Back Asphalt / Liquid asphalt) Aspal cair bukan merupakan produksi langsung dari penyaringan minyak (crude oil). Aspal cair diperoleh melalui campuran antara aspal keras dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian cut back asphalt berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencair asphalt memiliki sifat mudah menguap bahan pelarut, aspal cair dapat dibedakan menjadi : a) RC (Rapid Curing cut back) Merupakan bahan hasil olahan campuran dari aspal keras dengan sifat penetrasi relatif agak keras (biasanya AC 85/100) yang dilarutkan dengan gasoline (bensin atau premium). RC merupakan cut back asphalt yang paling cepat menguap. b) MC (Medium Curing cut back) Merupakan bahan hasil olahan campuran dari aspal keras dengan penetrasi yang lebih lunak (biasanya AC 120-150) dengan minyak,yang tingkat penguapannya lebih kecil berupa jenis kerosene. c) SC (Slow Curing cut back) Merupakan bahan hasil olahan campuran dari aspal keras dengan sifat penetrasi sangat lunak (biasanya AC 200-300) dengan pelarut dari minyak diesel, yang hampir tidak mempunyai penguapan. Aspal jenis ini merupakan cutback asphalt yang paling lama menguap.Untuk keperluan lapis resap pengikat (prime coat) digunakan aspal cair jenis MC-30, MC-70, dan MC-250, sedangkan untuk lapis pengikat (tackcoat) digunakan aspal cair jenis RC-70 dan RC-250 (PUSLIBANG Jalan dan jembatan Bandungl 2001).



4) Aspal Emulsi



Aspal emulsi , bahan campuran aspal dan bahan pengemulsi. Berdasarkan muatan elektroda listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan (Subekti, 2006): a) Kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang bermuatan arus elektroda positif. b) Anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang bermuatan elektoda negatif. c) Nonionik merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi,berarti tidak menghantarkan elektroda listrik. Aspal dari jenis ini yang umum digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah aspal emulsi anionik dan kationik. Dipakai karena menghasilkan kecepatan



saat



pengerasan campurannya. Aspal emulsi dapat dibedakan atas : a) RS (Rapid Setting), aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi sehingga pengikatan yang terjadi cepat menguap bahan pelarutnya. b) MS (Medium Setting). aspal yang mengandung cukupt bahan pengemulsi sehingga pengikatan yang agak lambat menguapbahan pelarutnya. c) SS (Slow Setting), jenis aspal emulsi yang paling lambat menguap.



5) Karakteristik Aspal Minyak Aspal terdiri dari senyawa hidrokarbon, nitrogen dan logam lain, sesuai jenis minyak bumi dan proses pengolahannya. Kandungan kimiawi aspal ditentukan dari komponen pembentuk aspal. banyak metode yang digunakan untuk meneliti komponen-komponen pembentuk aspal. Secara garis besar komposisi kimia aspal terdiri dari asphaltenese, resins danoils. Asphaltenese terutama terdiri dari senyawa hidrokarbon, merupakan material berwarna



hitam



atau



coklat



tua



yang



tidak



larut



dalam



n-



heptane.Asphaltenesemenyebar di dalam larutan yang disebut maltenese. Maltenese larut dalamheptane, merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan, sedangkan oils yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dan resin. Maltenes merupakan komponen yang mudah berubah sesuai dengan perubahan temperatur dan umur pelayanan. Tabel 4. 2 Contoh Komponen Fraksional Aspal di Indonesia



6). Bahan Pengikat Aspal Alam Aspal alam diperoleh di endapan lapisan batu seperti aspal di pulau Buton, dan ada pula yang diperoleh di danau seperti di Trinidad. Indonesia memiliki aspal alam yaitu di pulau Buton, yang berupa aspal endapan batuan gunung, dikenal dengan nama Asbuton (Aspal batu Buton). Asbuton merupakan batu yang mengandung aspal. Deposit asbuton membentang dari kecamatan Lawele sampai Sampolawa. Penggunaan asbuton sebagai salah satu alternative bahan perkerasan jalan, sejak tahun 1920, dan cara pengolahan masih bersifat konvensional. Kandungan asbuton merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan. karena asbuton merupakan material dari alam, maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari kadar rendah sampai tinggi. Untuk mengatasi hal ini, maka asbuton dilakukan pengolahan di pabrik agar memperoleh butiran seragam halus asbuton. Produk Asbuton dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: a) Produk Asbuton yang masih mengandung material filler, seperti asbuton kasar, asbuton halus, asbuton mikro, dan butonic mastic asphalt. b) Produk yang telah dimurnikan menjadi aspal murni melalui proses ekstraksi atau proses kimiawi. Bahan dasar lapis permukaan jalan mengunakan dari bahan asbuton ada beberapa jenis produk (Suprapto, 2004), yaitu: a). Seal Coat Asbuton Bahan lapis campuran antara Asbuton, dengan bahan pelunak minyak dan dengan perbandingan tertentu dalam pencampurannya dilakukan dengan dingin (coldmix). b) Sand Sheet Asbuton Bahan Lapis ini merupakan campuran antara Asbuton, bahan pelunak minyak dan pasir dengan perbandingan tertentu dan pencampuran dilakukan secara dingin/ hangat/ panas.



c) Lapis Beton Asbuton Bahan Lapis ini merupakan campuran antara Asbuton, bahan pelunak minyak dan agregat dengan gradasi rapat pada perbandingan tertentu yang dilaksanakan secara dingin/ hangat/ panas. d) Surface Treatment Asbuton Bahan lapis ini seperti pada campuran seal coat Asbuton. sedangkan perbedaan terletak pada pelaksanaan di lapangan saat penghamparan, dimana pada atas lapis tersebut ditaburkan agregat single size. 7) Proses pembuatan pencampuran Lapisan aspal buton Proses mencampur dan memadatkan campuran perkerasan didasarkan pada suhu pelaksanaan pencampuran bisa dilakukan secara dingin: a). Proses Secara dingin Pencampuran dilaksanakan pada suhu ruangan. campuran secara dingin tidak dapat langsung dihamparkan di lapangan, tetapi harus diperam lebih dahulu (1-3 hari) agar bahan pelunak diberi kesempatan meresap ke dalam butiran asbuton. Lama waktu pengeraman tergantung dari: a)Diameter butir Asbuton, semakin besar butiran , waktu peram makin lama.b)Kadar air yang terkandung dalam Asbuton dikendalikan. c) Cuaca lokasi pembuatan. d) Kekentalan bahan pelunakminyak, makin encer peresapan akan makin cepat,sehingga lama pemeraman lebih singkat.e) kadar aspal dalam Asbuton harus diketahui. b). Proses panas campuran hangat dan panas disesuaikan dengan temperature dari bahan : proses suhu panas: suhu campuran diatas 100 C, dan Secara hangat: suhu campuran dibawah 100 C



4.2.2. Karakteristik Gradasi Aspal buton 1). Butir Asbuton Jenis-jenis asbuton yang telah diproduksi, baik secara fabrikasi maupun secara manual pada tahun-tahun belakangan ini adalah asbuton butir atau mastik asbuton, aspal yang dimodifikasi dengan asbuton dan bitumen asbuton hasil ekstraksi yang dimodifikasi. (DPU, Direktorat Jenderal Bina Marga; Buku 1: Pedoman Pemanfaatan Asbuton, 2006).



Asbuton butir adalah hasil pengolahan dari Asbuton berbentuk padat yang dipecah dengan alat pemecah batu (crusher) atau alat pemecah lainnya yang sesuai sehingga memiliki ukuran butir tertentu. Adapun bahan baku untuk membuat Asbuton butir ini dapat asbuton padat dengan nilai penetrasi bitumen rendah (10 mm (misal asbuton padat eks Lawele), namun dapat juga penggabungan dari kedua jenis asbuton padat tersebut.



2) Asbuton Hasil Ekstraksi Ekstraksi asbuton dapat dilakukan hingga mendapatkan bitumen asbuton murni atau untuk memanfaatkan keunggulan mineral asbuton sebagaifiller, ekstraksi dilakukan hingga mencapai kadar bitumen tertentu. Produk ekstraksi asbuton dalam campuran beraspal dapat digunakan sebagai bahan tambah (aditif) aspal atau sebagai bahan pengikat sebagaimana halnya aspal standar siap pakai atau setara aspal keras yang dikenal dengan Asbuton modifikasi. Bahan baku untuk membuat aspal hasil ekstraksi asbuton ini dapat dilakukan dari asbuton dengan nilai penetrasi rendah (misal asbuton eks Kabungka) atau asbuton dengan nilai penetrasi tinggi (misal asbuton eks Lawele). Bahan pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi asbuton diantaranya adalah kerosin, algosol, naptha, normal heptan, asam sulfat dan trichlorethylen (TCE).



3). Kandungan mineral Asbuton Kadungan bahan mineral dalam Asbuton terdapat dua unsur utama, yaitu aspal (bitumen) dan mineral. Didalam pemanfaatannya untuk pekerjaan peraspalan, kedua unsur tersebut akan sangat dominan mempengaruhi kinerja dari campuran beraspal yang direncanakan. Hasil pengujian fisik dan analisis kimia dari mineral dan bitumen Asbuton hasil ekstraksi, dari deposit di lokasi Kabungka dan Lawele diperlihatkan pada Tabel dibawah ini Tabel 4. 3 Sifat Fisik Aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele



Tabel 4. 4 Sifat Kimia Aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele



Dilihat dari komposisi kimianya, aspal Asbuton dari kedua daerah deposit memiliki senyawa Nitrogen base yang tinggi dan parameter malten yang baik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Asbuton memiliki pelekatan yang baik dengan agregat dan keawetan yang cukup.Namun dilihat dari karakteristik lainnya Asbuton dari Kabungka memiliki nilai penetrasi yang relatif rendah dibandingkan dengan Asbuton dari Lawele. Mineral Asbuton didominasi oleh “Globigerines limestone” yaitu batu kapur yang sangat halus yang terbentuk dari jasad renik binatang purba foraminifera mikro yang mempunyai sifat sangat halus, relatif keras berkadar kalsium tinggi dan baik sebagai filler pada campuran beraspal. Hasil pengujian analisis kimia mineral Asbuton hasil ekstraksi, dari lokasi Kabungka dan Lawele diperlihatkan pada Tabel dibawah



Tabel 4. 5 Komposisi Kimia Mineral Asbuton Kabungka dan Lawele



4.2.3. Agregat Bahan Pengisi Campuran Perkerasan Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton atau mortar. Agregat menempati sebanyak kurang lebih 75- 85 % dari volume beton atau mortar. Oleh karena itu sifat-sifat agregat sangat mempengaruhi sifat-sifat beton yang dihasilkan Fungsi dari agregat dalam campuran aspal adalah sebagai bahan yang memberikan kekuatan stabilitas campuran, jika dilakukan dengan alat pemadatan yang tepat sesuai dengan jenis lapisan untuk lalu lintas padat dan lalu lintas ringan.Agregat sebagai komponen utama atau gradasi dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90% – 95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75% – 85% agregat berdasarkan persentase volume (Silvia Sukirman, 2003, Beton Aspal Campuran Panas). Pemilihan jenis agregat yang sesuai digunakan pada konstruksi perkerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu diameter gradasi, kekuatan, bentuk butir, tekstur permukaan, dan kelekatan terhadap aspal serta kebersihan dan sifat kimia. Jenis dan campuran agregat sangat mempengaruhi daya tahan atau stabilitas suatu perkerasan jalan (Kerbs, and Walker, 1971). 1) Klasifikasi Agregat Agregat dapat diklasifikasikan berdasarkan proses pengolahan untuk menjadi bahan utama dan pengis pada campuran diatur dalam standart material campuran SII, RSNI 04-89, ASTM 33-86. Dan dalam Silvia Sukirman, 1999. Berdasarkan proses pengolahannya, agregat dapat dibedakan menjadi : a) Agregat Alam Agregat yang menggunakan bahan baku dari batu alam atau proses penghancuran menjadi butiran bervariasi, Jenis batuan yang bermutu baik digunakan untuk agregat



memiliki kekerasan tidak mudah aus /rapuh, kompak, kekal dan tidak pipih. Agregat dari alam diproses menjadi: (1) kerikil dan pasir alam, agregat yang berasal dari penghancuran secara proses gesekan dan benturan dengan bantuan air antar batuan ditemukan di sekitar sungai atau di daratan. Agregat alami berasal dari pelapukan atau disintegrasi dari batuan besar, baik dari batuan beku, sedimen maupun metamorf. Memiliki bentuk bulat tetapi masih tercampur dengan humus dan tanah liat. Oleh karena itu jika digunakan untuk agregat harus dilakukan pencucian terlebih dahulu. (2) Agregat batu pecah, proses menjadi agregat yang terbuat dari batu alam yang dipecah mengunakan mesin ( crusher stone)dengan ukuran tertentu. b). Agregat Buatan Agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan khusus (tertentu) karena keterbatasan hasil agregat alam. Biasanya agregat buatan adalah agregat ringan. Contoh agregat buatan adalah : Klinker dan breeze, fly ash, yang berasal dari limbah pembangkit tenaga uap, agregat yang berasal dari tanah liat yang dibakar (leca = Lightweight Expanded Clay Agregate), cook breeze berasal dari limbah sisa pembakaran arang, hydite berasal dari tanah liat (shale) yang dibakar pada tungku putar, lelite terbuat dari batu metamorphore atau shale yang mengandung karbon, kemudian dipecah dan dibakar pada tungku vertical pada suhu tinggi. c). Berat jenis Material Berdasarkan berat jenisnya agregat bahan lapisan jalan digolongkan menjadi : 1) Agregat berat : jenis agregat mempunyai berat jenis lebih dari 2,80 g/cm, digunakan untuk beton yang terkena sinar radiasi sinar X. Contoh agregat berat : Magnetit, butiran besi 2) Agregat Normal : jenis agregat mempunyai berat jenis 2,50 – 2,70. dengan agregat normal akan memiliki berat jenis sekitar 2,3 dengan kuat tekan 15 MPa – 40 MPa. Agregat normal terdiri dari : kerikil, pasir, batu pecah (berasal dari alam), klingker, terak dapur tinggi (agregat buatan). 3). Agregat ringan : jenis agregat mempunyai berat jenis kurang dari 2,0. digunakan untuk membuat beton ringan. Terdiri dari : batu apung, asbes, berbagai serat alam (alam), terak dapur tinggi dengan gelembung udara, perlit yang dikembangkan dengan pembakaran, lempung bekah, dan agregat buatan. Berdasarkan ukuran butirannya agregat dapat dikelompokan menjadi : Agregat jenis Batu → agregat mempunyai diameter besar butiran > 40 mm Agregat kerikil → agregat yang mempunyai besar butiran 4,8 mm – 40 mm



Agregat Pasir → agregat yang mempunyai besar butiran 0,15 mm – 4,8 mm Debu (silt) → agregat yang mempunyai besar butiran < 0,15 mm Fungsi agregat di dalam campuran aspal adalah untuk : a) Menghemat penggunaan kadar aspal berlebuhan. b) Menghasilkan kekuatan stabilitas dan nilai Void in Material rendah . c) Mengurangi penyusutan pada campuran aspal. d) Menghasilkan campuran perkerasan yang padat bila gradasinya baik 4.2.4. Produksi Agregat Dari Batu Pecah Agregat batu pecah diproduksi dari bongkahan-bongkahan batuan hasil peledakan (biasanya batuan andesit dan basalt), kemudian dipecah lagi dengan palu mekanis atau alat mekanis (breaker/crusher) untuk mejadi butiran sesuai ukurannya dengan kebutuhan konsumen. Secara umum, kegiatan pembuatan agregat batu pecah terdiri dari proses peremukan, pengayakan dan pengangkutan. Hasil dari pengolahan ini berupa batu pecah dengan ukuran ≤ 10 mm, 10 – 20 mm, 20 – 30 mm, 30 – 50 mm, 50 – 75 mm. Proses pembuatan garadasi bahan pengisi pada pemuatan asphalt beton dapat dilakukan dengan tahapan proses sebagai berikut:



Peremukan Pertama ( 7 inci) dengan mesn crusher stone Pengayakan (Ayakan Getar) Tempat penimbunan -lolos saringan 2,5 inci -tak lolos saringan 2,5 inci Pengayakan (Ayakan Getar) Pengayakan (Ayakan Getar)



Peremukan ketiga Lolos saringan ¾ inci



Tidak Lolos saringan ¾



Tempat penimbunan



Peremukan ketiga



Split (peremuk Barmac) Pengayakan -lolos saringan 3/8 inci -tak lolos saringan 1/2 inci pengayakan (Ayakan Getar)



Tempat penimbunan



4.2.5. Penimbunan dan Penyimpanan Proses timbunan dan perawatan agregat dilapangan agar tidak rusak akibat cuaca , air genangan, sebelum digunakan sebagai bahan perkerasan jalan 1. Penimbunan agregat di lapangan, harus diberi alas agar tidak bercampur dengan tanah dan lumpur. Di bagian atas ditutup dengan terpal agar terhindar dari air hujan, karena agregat yang terlalu basah akan sulit untuk melekatnya dengan kadar bahan aspal terpaki pada waktu membuat sampuran.. 2. Penimbunan pasir harus aman i dari permukaan tanah agar terhindar dari aliran air ketika hujan dan genangan air membawa lumpur. 3. Penumpukan material filer harus terhindar dari kelembaban. 4. Bahan aspal dalam drum harus terhindar dari masuknya air kedalam drum.



4.2.6. Sifat Fisik Dan Pengujian Agregat Sifat- sifat agregat dapat mempengaruhi mutu campuran , meliputi kriteria : 1. Bentuk butiran dan keadaan permukaan Butiran agregat berbentuk bulat ( jenis agregat yg berasal dari sungai/pantai), tidak beraturan, bersudut tajam dengan permukaan kasar, berbentuk pipih dan lonjong. Bentuk butiran berpengaruh pada : a) luas permukaan agregat b) Jumlah kadar aspal pada agregat saat pengaduk campuran dari ukuran berat jenis , c) Kestabilan/ketahanan (durabilitas) pada campuran d) Kelecakan (workability), e) Kekuatan lapisan pada permukaan agregat berpengaruh pada daya ikat antara agregat dengan bahan aspal. permukaan kasar → ikatannya gesek kuat, dan perermukaan licin → ikatan geseknya lemah



2. Kekuatan Agregat Kekuatan agregat , kemampuan agregat untuk menahan beban dari tekanan roda. kemampuan agregat meliputi : kekuatan tarik, tekan, lentur, geser dan elastisitas bahan. paling dominan adalah kekuatan tekan dan elastisitas dari bahan. Kekuatan dan elastisitas agregat dipengaruhi oleh : a) jenis batuannya ,b) susunan dalam mineral agregat,c) struktur/kristal butiran, d) porositas, e) ikatan antar butiran Pengujian kekuatan agregat meliputi : a) Pengujian kuat tekan material b) Pengujian kekerasan agregat dengan goresan melalui cara sederhana mengunakan batang tembaga atau uji bejana Rudellof c) Pengujian keausan dengan mesin aus LOS ANGELES, melalui 300 putaran.



3. Berat jenis agregat Berat jenis, perbandingan berat suatu bahan dengan berat air murni pada volume yang sama pada suhu tertentu. Berat jenis agregat tergantung dari : jenis batuan, susunan mineral agregat, struktur butiran dan porositas batuan. Berat jenis agregat digolongkan dalam uji ada 3, yaitu : (1) berat jenis SSD, yaitu berat jenis agregat dalam kondisi jenuh kering permukaan, (2) Berat jenis semu, berat jenis agregat yang memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan volume agregat dalam keadaan kering, (3) Berat Jenis Bulk, berat jenis agregat yang memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume agregat dalam keadaan kering.



4. Bobot Isi (Bulk Density) Bobot isi adalah perbandingan antara berat suatu benda dengan volume benda tersebut. Bobot isi ada 2(dua) macam : bobot isi padat dan gembur. Bobot isi agregat pada campuran berguna untuk klasifikasi perhitungan perencanaan campuran aspal beton.



5. Porositas, kadar air dan daya serap air Jumlah kadar pori-pori yang ada pada agregat, baik pori-pori yang dapat tembus air maupun tidak yang dinyatakan dengan % terhadap volume agregat. a)Porositas agregat hubungannya dengan : BJ agregat, daya serap air, sifat kedap air dan modulus elastisitas. b)Kadar air agregat, banyaknya air yang terkandung dalam agregat. Ada 4 jenis kadar air dalam agregat, yaitu : (1) kadar air kering tungku, yaitu agregat yang benar-benar kering tanpa air. (2) Kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat yang permukaannya kering tetapi mengandung sedikit air dalam porinya sehingga masih dapat menyerap air. (3) kadar air jenuh, kering permukaan (saturated surface-dry = SSD), dimana agregat yang pada permukaannya tidak terdapat air tetapi di dalam butirannya sudah jenuh air. Pada kondisi ini air yang terdapat dalam agregat tidak menambah atau mengurangi jumlah air yang terdapat dalam adukan campuran. (4) Kondisi basah, yaitu kondisi dimana di dalam butiran maupun permukaan agregat banyak mengandung air sehingga akan menyebabkan penambahan jumlah air pada adukan campuran. 5)Daya serap air adalah kemampuan agregat dalam menyerap air sampai dalam keadaan jenuh. Daya serap air agregat merupakan jumlah air yang terdapat dalam agregat dihitung dari keadaan kering oven sampai dengan keadaan



jenuh dan dinyatakan dalam %. 6).Daya serap air berhubungan dengan pengontrolan kualitas campuran dan jumlah air yang dibutuhkan pada saat campuran aspal dilakukan.



6. Sifat Kekal Agregat Kemampuan agregat untuk menahan terjadinya perubahan volume yang berlebihan akibat adanya perubahan kondisi fisik. 1) Penyebab perubahan fisik : adanya perubahan cuaca dari panas-dingin, bekucair, basah-kering. 2) Akibat fisik yang ditimbulkan pada lapisan adalah : kerutan-kerutan stempat, retak-retak pada permukaan campuran, pecah pada lapisan perkerasan yang dapat membahayakan stabilitas lapisan secara keseluruhan. 3) Sifat tidak kekal pada agregat ditimbulkan oleh : adanya sifat porous pada agregat dan adanya lempung/tanah liat.



7. Reaksi Alkali Agregat Reaksi antara alkali (Na2O, K2O) yang terdapat pada material campuran dengan silika aktif yang terkandung dalam agregat, sehingga 1) Reaksi alkali hidroksida dengan silika aktif pada agregat akan membentuk alkali-silika gelembung di permukaan agregat. Gelembung bersifat mengikat air yg selanjutnya volume gelembung akan mengembang, pada lapisan akan timbul retak-retak. 2) Pada konstruksi lapisan aspal beton



yang selalu berhubungan dengan air



(basah) perlu diperhatikan reaksi alkali agregat yang aktif.



8. Sifat Termal Koefisien pengembangan linier, panas jenis dan daya hantar



panas pada



material, sehingga 1) Pengembangan linier pada agregat sebagai pertimbangan pada konstruksi aspal beton



dengan



kondisi



suhu



yang



berubah-ubah.



Sebaiknya



koef.



pengembangan linier agregat sama dengan bahan aspal dan filler semen. 2) Jenis panas dan daya hantar panas sebagai pertimbangan pada la[isan aspal beton untuk isolasi panas.



9. Persyaratan Gradasi Agregat Campuran beton asphal, gradasi agregat berhubungan dengan kelecakan aspal beton , biaya yang ekonomis dan kekuatan campuran beton asphal. Syarat agregat menurut SII, ASTM 33- 86, dan SNI 04=89. syarat mutu agregat a. Agregat halus memiliki Syarat Mutu menurut SK SNI S – 04 – 1989 : 1) Butirannya tajam, kuat dan keras 2) Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh cuaca. 3) Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat 4) Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 12 % 5) Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 % 6) Agregat halus tidak boleh mengandung Lumpur ( bagian yang dapat melewati ayakan 0,060 mm) lebih dari 5 %. Apabila lebih dari 5 % maka pasir harus dicuci. 7) Tidak boleh mengandung zat organik, karena akan mempengaruhi mutu beton. Bila direndam dalam larutan 3 % NaOH, cairan di atas endapan tidak boleh lebih gelap dari warna larutan pembanding. 8) Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik, sehingga rongganya sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 1,5-3,8. Apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan, harus masuk salah satu daerah susunan butir menurut zone 1, 2, 3 atau 4 dan harus memenuhi syarat sebagai berikut : sisa di atas ayakan 4,8 mm, mak 2 % dari berat,sisa di atas ayakan 1,2 mm, mak 10 % dari berat,sisa di atas ayakan 0,30 mm, mak 15 % dari berat, Tidak boleh mengandung garam b. Agregat Kasar (Kerikil) Memiliki syarat teknis sebagai berikut 1) Butirannya tajam, kuat dan keras 2) Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh cuaca. 3) Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut : a. Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 12 % b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 % c. Agregat kasar tidak boleh mengandung Lumpur ( bagian yang dapat melewati ayakan 0,060 mm) lebih dari 1 %. Apabila lebih dari 1 % maka kerikil harus dicuci.



4) Tidak boleh mengandung zat organik dan bahan alkali yang dapat merusak campuran aspal beton. 5) Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik, sehingga rongganya sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 6 – 7,10 dan harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. sisa di atas ayakan 38 mm, harus 0 % dari berat b. sisa di atas ayakan 4,8 mm, 90 % - 98 % dari berat c. Selisih antara sisa-sisa komulatif di atas dua ayakan yang berurutan, mak 60 % dan min 10 % dari berat. 6) Tidak boleh mengandung garam. c. Syarat Mutu Agregat halus Menurut SII 0052-80 pada, Memiliki peryaratan material sebagai berikut 1) Susunan besar butir mempunyai modulus kehalusan antara 2,50 – 3,80. 2) Kadar Lumpur atau bagian butir lebih kecil dari 70 mikron, mak 5 % 3) Kadar zat organic ditentukan dengan larutan Na-Sulfat 3 %, jika dibandingkan warna standar tidak lebih tua daripada warna standar. 4) Kekerasan butir jika dibandingkan dengan kekerasan butir pasir pembanding yang berasal dari pasir kwarsa Bangka memberikan angka hasil bagi tidak lebih dari 2,20. 5) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat : a. Jika dipakai Natrium Sulfat , bagian yg hancur mak 10 %. b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur mak 15 %. d. Agregat Kasar Menurut SII 0052-80 pada, Memiliki peryaratan material sebagai berikut: 1) Susunan besar butir mempunyai modulus kehalusan antara 6,0 – 7,10. 2) Kadar Lumpur atau bagian butir lebih kecil dari 70 mikron, mak 1 %. 3) Kadar bagian yang lemah diuji dengan goresan batang tembaga, mak 5 %. 4) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat : a. Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yg hancur mak 12 %. b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur mak 18 %. 5) Tidak bersifat reaktif alkali, jika di dalam beton dengan agregat ini menggunakan semen yang kadar alkali sebagi Na2O lebih besar dari 0,6 %. 6) Tidak boleh mengandung butiran panjang dan pipih lebih dari 20 % berat.



7) Kekerasan butir ditentukan dengan bejana Rudellof dan dengan bejana Los Angeles. e. Syarat Mutu halus Menurut ASTM C33-86 memiliki persyaratan material sebagai berikut 1) Kadar Lumpur atau bagaian butir lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no 200), dalam % berat, mak : - Untuk beton yg mengalami abrasi : 3,0 ,- Untuk jenis beton lainnya : 5,0 2) Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah direpihkan, mak 3,0 %. 3) Kandungan arang dan lignit :a.- Bila tampak, permukaan beton dipandang penting kandungan mak 0,5 %. b Untuk beton jenis lainnya 1,0 %. 4) Agregat halus bebas dari pengotoran zat organic yang merugikan beton. Bila diuji dengan larutan Natrium Sulfat dan dibandingkan dengan warna standar, tidak lebih tua dari warna standar. Jika warna lebih tua maka agregat halus itu harus ditolak, kecuali apabila : a. Warna lebih tua timbul oleh adanya sedikit arang lignit atau yg sejenisnya. b. Diuji dengan cara melakukan percobaan perbandingan kuat tekan mortar yg memakai agregat tersebut terhadap kuat tekan mortar yg memakai pasir standar silika, menunjukkan nilai kuat tekan mortar tidak kurang dari 95 % kuat tekan mortar memakai pasir standar. Uji kuat tekan mortar harus dilakukan sesuai dengan cara ASTM C87. 5) Agregat halus yg akan dipergunakan untuk membuat beton yg akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yg berhubungan dg tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yg bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yg jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yg berlebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali boleh dipakai untuk membuat beton dengan semen yg kadar alkalinya dihitung sebagai setara Natrium Oksida (Na2O + 0,658 K2O) tidak lebih dari 0,60 % atau dengan penambahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian yang membahayakan akibat reaksi alkali agregat tersebut. 6) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat : a. Jika dipakai Natrium Sulfat , bagian yg hancur mak 10 %, b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur mak 15 %. 7) Susunan besar butir (gradasi). f. Agregat Kasar Memiliki persyaratan material sebagai berikut:



1) Agregat kasar akan dipergunakan untuk membuat beton akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau berhubungan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian berlebihan di dalam mortar atau beton. 2) Agregat yang reaktif terhadap alkali boleh dipakai untuk membuat beton dengan semen kadar alkalinya dihitung sebagai setara Natrium Oksida (Na2O + 0,658 K2O) tidak lebih dari 0,60 % atau dengan penambahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian membahayakan akibat reaksi alkali agregat tersebut. Syarat lain untuk agregat kasar seperti pada SII.



10. Bentuk dan Tekstur Agregat Bentuk dan tekstur agregat mempengaruhi stabilitas dari lapisan perkerasan yang dibentuk oleh agregat tersebut.Agregat yang paling baik untuk digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah berbentuk kubus, tetapi jika tidak ada, maka agregat yang memiliki minimal satu bidang pecahan Partikel agregat dapat berbentuk sebagai berikut : 1) Bulat (rounded) Agregat yang dijumpai di sungai pada umumnya telah mengalami pengikisan oleh air sehingga umumnya berbentuk bulat.Partikel agregat saling bersentuhan dengan luas bidang kontak kecil sehingga menghasilkan daya interlocking yang lebih kecil dan lebih mudah tergelincir. 2) Lonjong (elongated) Partikel agregat berbentuk lonjong dapat ditemui di sungai-sungai atau bekas endapan sungai. Agregat dikatakan lonjong jika ukuran terpanjangnya lebih panjang dari 1,8 kali diameter rata-rata. Sifat interlocking-nya hampir samadengan yang berbentuk bulat. 3) Kubus (cubical) Partikel berbentuk kubus merupakan bentuk agregat hasil dari mesin pemecah batu (stone crusher) yang mempunyai bidang kontak yang lebih luas sehingga memberikan interlocking/saling mengunci yang lebih besar.Dengan demikian kestabilan yang diperoleh lebih besar dan lebih tahan terhadap deformasi yang timbul.Agregat berbentuk kubus ini paling baik digunakan sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan. 4) Pipih (flaky)



Partikel agregat berbentuk pipih dapat merupakan hasil dari mesin pemecah batu ataupun memang merupakan sifat dari agregat tersebut yang jika dipecahkan cenderung berbentuk pipih. Agregat pipih yaitu agregat yang lebih tipis dari 0,6 kali diameter rata-rata. Agregat berbentuk pipih mudah pecah pada waktu pencampuran, pemadatan ataupun akibat beban lalu lintas. 5) Tak beraturan (irregular) Partikel agregat tak beraturan, tidak mengikuti salah satu yang disebutkan di atas.Tekstur permukaan berpengaruh pada ikatan antara batu dengan aspal. Tekstur permukaan agregat terdiri atas :1) Kasar sekali (very rough),2) Kasar (rough),3). Halus,4). Halus dan licin (polished) Permukaan agregat yang halus memang mudah dibungkus dengan aspal, tetapi sulit untuk mempertahankan agar film aspal itu tetap melekat, karena makin kasar bentuk permukaan maka makin tinggi sifat stabilitas dan keawetan suatu campuran aspal dan agregat. Campuran aspal beton (AC) dapat dibuat bergradasi halus (mendekati batas titik-titik kontrol atas), tetapi akan sulit memperoleh rongga dalam agregat (VMA) yang disyaratkan. Lebih baik digunakan aspal beton bergradasi kasar (mendekati batas titik-titik kontrol bawah).



1. Jenis Komposisi Gradasi Agregat Gradasi atau distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat merupakan hal yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan. Gradasi agregat merupakan campuran dari berbagai diameter butiran agregat yang membentuk susunan campuran tertentu. Gradasi agregat ini diperoleh dari hasil analisa saringan dengan menggunakan 1 set saringan (dengan ukuran saringan 19,1 mm; 12,7 mm; 9,52 mm; 4,76 mm; 2,38 mm; 1,18 mm; 0,59 mm; 0,149 mm; 0,074 mm), dimana saringan yang paling kasar diletakkan diatas dan yang paling halus terletak paling bawah. Satu saringan dimulai dari pan dan diakhiri dengan tutup (Silvia Sukirman, 1999). 1) Jenis Gradasi Agregat Gradasi agregat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu gradasi rapat, gradasi seragam dan gradasi timpang.



a. Gradasi Rapat (Dense Graded/ Well Graded) Gradasi rapat merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang berimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik (well graded). Agregat dinamakan bergradasi baik bila persen yang lolos setiap lapis dari sebuah gradasi memenuhi : P = 100 (d/D)0,45 Dimana : P = persen lolos saringan dengan ukuran bukaan d mm. d = ukuran agregat yang sedang diperhitungkan D = ukuran maksimum partikel dalam gradasi tersebut. Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapis perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek dan berat volume besar. b. Gradasi Seragam (Uniform Graded) Gradasi seragam adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama/ sejenisatau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapatmengisi rongga antar agregat. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka.Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasandengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil. c. Gradasi Timpang/Senjang (Poorly Graded/ Gap Graded) Gradasi timpang merupakan campuran agregat yang tidak memenuhi duakategori di atas.Agregat bergradasi timpang umumnya digunakan untuklapisan perkerasan lentur yaitu gradasi senjang, merupakan campuran agregatdengan 1 fraksi hilang dan 1 fraksi sedikit sekali. Agregat dengan gradasitimpang akan menghasilkan lapis perkerasan yang mutunya terletak diantarakedua jenis di atas.



Gambar 4. 1 Ilustrasi Macam Gradasi Agregat



12. Bahan Campuran Aspal Beton Lapis Antara (AC-BC)



1) Agregat Agregat adalah sebagai formasi kulit bumi yang keras dan padat. ASTM 95 mendefinisikan batuan sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar atau berupa fragmen-fragmen (Sukirman, S. 2007). Agregat merupakan bagian terpenting dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90-95% agregat berdasarkan persentase berat, atau 75-85% agregat berdasarkan volume. Sehingga sifat agregat dan hasil dari campuran agregat sangat mempengaruhi kualitas perkerasan jalan (Tjerita, 2013). Agregat juga dibagi berdasarkan ukuran butirannya menurut Kementerian Pekerjaan Umum (2010) yaitu: a. Agregat kasar, agregat yang tertahan saringan No. 8. b. Agregat halus, agregat yang lolos saringan No.8 dan tertahan saringan No. 200. c. Bahan Pengisi (filler), termasuk agregat halus yang sebagian besar lolos saringan No. 200.



2) Agregat Kasar Menurut spesifikasi Kementerian Pekerjaan Umum. 2010 divisi 6, agregat untuk rancangan campuran adalah yang tertahan ayakan No. 8 (2,36 mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau yang lainya dan sesuai dengan yang disyaratkan. Fraksi agregat kasar harus dari batu pecah mesin dan disiapkan dalam ukuran sesuai jenis campuran yang direncanakan. Ketentuan tersebut sesuai Kementerian Pekerjaan Umum. 2010 divisi 6 dapat dilhat pada Tabel 8. Tabel 4. 6 Ketentuan Agregat Kasar Pengujian



Standar Natrium Sulfat



Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan



Magnesium Sulfat



SNI 3407: 2008



100 Putaran Abrasi dengan mesin Los Angeles



Campuran AC Modifikasi



Nilai Maks 12% Maks 18% Maks 6%



SNI 2417:2008 500 Putaran



Maks 30%



100 Putaran



Maks 8%



500 Putaran



Maks 40%



Semua jenis campuran aspal bergradasi lainnya



Kelekatan agregat terhadap aspal



SNI 2439: 2011



Min 95%



Butir pecah pada agregat kasar



SNI 7619: 2012 ASTM D4791 Perbandingan 1:5 SNI 03-41421996



95/90 *) Maks 10%



Partikel pipih dan lonjong Material lolos ayakan No. 200



Maks 2%



Catatan:



(*)



95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah atau lebih



Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, Spesifikasi Umum, Divisi 6 Perkerasan Aspal, 2010 revisi 3: 36



3) Agregat Halus Menurut persyaratan spesifikasi Kementerian Pekerjaan Umum. 2010 divisi 6, agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan no. 8 (2,36) dan kemudian tertahan di saringan No. 200 (0.075 mm). Selain itu bahan agregat halus harus bebas dari lempung dan yang tidak dikehendaki. Komposisi agregat yang dipakai mengacu berdasarkan Kementerian Pekerjaan Umum. 2010 divisi 6 dapat dilihat pada Tabel Tabel 4. 7 Ketentuan Agregat Halus Pengujian



Standar



Nilai



Nilai setara pasir



SNI 03-4428-1997



Min 60%



Angularitas dengan Uji Kadar Rongga



SNI 03-6877-2002



Min 45



Gumpalan Lempung dan Butir-butir Mudah Pecah dalam Agregat



SNI 03-4141-1996



Maks 1%



Agregat Lolos Ayakan No. 200 SNI ASTM C117: 2012 Maks 10% Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, Spesifikasi Umum, Divisi 6 Perkerasan Aspal, 2010 revisi 3: 37



13. Gradasi Agregat Pada Campuran Gradasi agregat adalah butiran agregat yang tersusun sesuai ukuranya. Ukuran butir tersebut diperoleh melalui pemeriksaan atau pengujian analisis saringan. Satu set saringan umumnya terdiri dari saringan berukuran 1" yang paling halus No. 200 dan terbawah yaitu pan. Saringan berukuran bukaan paling besar diletakkan teratas



dan yang paling halus (No.200) terbawah sebelum pan (Sukurman, S. 1999). Gradasi agregat menentukan besarnya rongga atau pori yang mungkin terjadi dalam agregat campuran. Agregat campuran yang terdiri dari agregat berukuran sama akan berongga atau berpori, karena tidak ada agregat yang beukuran lebih kecil yang dapat mengisi rongga tersebut. Menurut (Sukirman, S. 2007) agregat bergradasi baik adalah agregat yang ukuran butiranya terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran butir. Campuran agregat bergradasi baik mempunyai pori sedikit, mudah dipadatkan, dan mempunyai stabilitas yang tinggi. Pada campuran aspal beton gradasi agregat memiliki perbedaan yang bermacam-macam sesuai dengan jenis perkerasannya. Gradasi ini terbagi menjadi gradasi halus dan kasar dengan presentase lolos saringan berbeda. Gradasi agregat untuk campuran aspal selengkapnya dapat dilihat pada Tabel.



Tabel 4. 8 Gradasi Agregat Untuk Campuran Aspal Ukuran Ayakan



% Berat Yang Lolos



ASTM 1 1/2''



(mm)



WC



BC



Base



37,5



-



-



100



1''



25



-



100



90-100



3/4''



19



100



90-100



76-90



1/2''



12,5



90-100



75-90



60-78



3/8''



9,5



77-90



66-82



52-71



No. 4



4,75



53-69



46-64



35-54



No. 8



2,36



33-53



30-49



23-41



No. 16



1,18



21-40



18-38



13-30



No. 30



0,6



14-30



12-28



10-22



No. 50



0,3



9-22



7-20



6-15



No. 100



0,15



6-15 5-13 4-10 No. 200 0,075 4-9 4-8 3-7 Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, Spesifikasi Umum, Divisi 6 Perkerasan Aspal, 2010 revisi 3: 38



14. Butiran halus (Filler) Butiran halus (Filler) adalah material yang lolos saringan no. 200 (0,075 mm). Material pengisi (filler) antara lain abu batu, kapur padam, Portland cement (PC), abu terbang (fly ash), abu tanur semen atau material non plastis. Filler dapat berfungsi mengurangi kepekaan pada temperatur serta mengurangi jumlah rongga udara dalam



campuran dan memberikan peningkatan terhadap stabilitas namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu batas yang menguntungkan, jika terlalu tinggi bahan filler akan menyebabkan campuran menjadi getas dan akan mudah retak akibat beban lalu lintas. Sebaliknya bila terlalu sedikit bahan filler akan menyebabkan campuran menjadi lembek pada cuaca panas (Fannisa, H. 2010). Disamping itu, kadar dan jenis filler akan berpengaruh terhadap sifat elastisitas campuran dan sensifitas campuran (Reza, 2012).



15. Kerusakan Permukaan Perkerasan atas Jalan Bentuk dasar kerusakan Jalan pada permukaan aus jalan dapat dikelompokan menjadi 4 jenis bentuk kerusakan 1) Kerusakan Craking Kerusakan jenis cracking dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis antara lain. Bentuk kerusakan pada permukaan perkerasan jalan ditandai melalui jenis 



Long dan transversal kerusakan pada permukaan jalan membentuk arah memanjang dan melintang jalan mengalami keretakan . Penyebab kerusakan: kosnstruksi perkerasan hubungan lajur saat pelaksanaan yang jelek, penyusutan permukaan AC pada temperature rendah, retakan dibawah lapis permukaan,







Block cracking bentuk retak membagi perkerasan dengan bentuk persegi panjang. /Penyebab kerusakan: penyusutan dari asphaltic concrete (AC)



pada



perkerasan karena perubahan siklus temperatus harian. 



Slippage Crack retakan membetuk bulan sabit pada perkerasan jalan. Penyebab kerusakan: Pergeseran atau pembebanan roda kendaraan pada permukaan perkerasan, kerusakan muncul ketika campuran asphalt memiliki kekuatan rendah, atau ikatan yang jelek antara permukaan lama dan lapisan baru.







Aligator crack bentuk retak seperti kulit buaya pada permukaan perkerasn, reta dimulai pada bagian bawah aspal, melalui retak slipcrack.



Penyebab kerusakan; lapis permukaan yang mengalami kelelahan karena terjadi pengulanga beban as roda kendaraan. Refleksi dari retak dibawahnya, pergeseran laju lalu lintas arah melintang, slip roda kendaraan. 



Fatigue Crack bentuk kerusakan karena perkerasan mengalami oksidasi dan aspal patah. Penyebab kerusakan: pembebanan berlebihan dan menimbulkan asphalt mengalami plastic dan kelelahan pembebanan.



2) Kerusakan distortion Kerusakan ini dipengaruhi antara lain campuran perkerasan, temperatus saat pelaksanaan, dan beban as roda kendaraan. 



Rutting bentuk kerusakan membentuk lajur roda kendaraan pada permukaan perkerasan jalan. Penyebab kerusakan mutu campuran bahan perkerasan,







Corrugation and Shoving berombak, keriting, kerusakan sekumpulan permukaan asphalt yang berbentuk gunung yang muncul berjarak biasanya < 3 m sepanjang lajur perkerasan. Penyebab kerusakan, gerakan arah lalu lintas dikombinasi dengan permukaan perkerasan yang tdak stabil dan lapisan pondasi perkerasan yang tidak stabil.







Depretion, kerusakan permukaan jalan karena kelelahan campuran aspalh.. Penyebab kerusakan akibat pembebanan berulang pada lapisan permukaan jalan.







Swelling



pengembangan



lapisan



perkerasan



mengalami



menonjol



kepermukaan pada arah perkerasan memanjang, bergelombang disertai retak permukaan. Penyebab kerusakan pembekuan dilapisan tanah dasar atau pengembangan tanah sebagai badan jalan/ lapisan subgrade. 



Bumps & sag mengembang dan melendut, permukaan mengembang berbetuk kecil, terbatas, bergerak keatas permukaan perkerasan, melendut berbentuk kecil, kasar, bergerak kebawah permukaan perkerasan. Penyebab kerusakan penununan dan penonjolan Pcc slab dalm asphalt concrete overlay diatas PCC pavement, masuknya dan terbentuknya material dalam retakan dikombinasi dengan beban lalu lintas.







Edge Cracking retak tepi berbentuk pararel pada bagian luar tepi perkerasan. Penyeban kerusakan pembebanan lalu lintas dan dapat disebabkan oleh pembekuan perlemahan pondasi bawah atau tanah dasar sub grade.







Patching and utility patching pada area perkerasan yang telah diganti dengan material baru untuk diperbaiki. Penyebab karena kerusakan dari jenis potholes berlunbang,



3) Kerusakan disintegration Jenis kerusakan permukaan perkerasan dapat dikelompokan dari jenis.  Ravelling, terjadinya kekusutan pada permukaan perkerasan atau tidak rata pada permukaan perkerasan. Penyebab kerusakan: pelepasan ikatan antara bahan asphalt dengan agregat kasar pada perkerasn akibat pengaruh cuaca.



 Wethering & raveling kerusakan cuaca dan kekusutan. Terlepasnya permukaan perkerasan karena hilangnya lapisan asphalt atau ikatan asphalt dan agregat kaasar. Penyebab kerusakan. Kualitas campuran asphalt yang jelek. Pergerakan kendaraan pada bagian perkerasan yang kontinyu.



 Potholes ( lubang Jalan) permukaan jalan berlubang diameter < 3 m berbentuk bulat, campuran perkerasan yang jelek. Penyebab kerusakan lintasan roda kendaraan.



4) Kerusakan skid resistance Jenis dari kerusakan dapat dikelompokan menjadi 



Bleeding, kerusakan permukaan perkerasan bercahaya, lengket. Bahan asphalt masuk kerongga udara dalam campuran selama udara panas dan menyebar ke permukaan. Penyebab kerusakan kandungan batu bara yang terurai pada permukaan perkerasan, bahan asphalt akan terakumulasi di permukaan.







Polished agregat Agregat mengkilap, kerusakan agregat permukaan jadi licin, adesi dengan ban kendaraan menjadi berkurang, tidak dapat mengurangi laju kendaraan.. penyebab kerusakan gerakan kendaraan pada permukaan jalan, tibul pengausan, bahan campuran pavemen jelek, kelebihan asphalt.







Fuel Spillage permukaan perkerasan rendah dari daerah muka tanah, area tertentu dengan kondisi lapis permukaan menjadi lembek. Penyebab kerusakan adanya pelarutan asphalt akibat tumpahan minyak, oil dan bahan pelarut lainya pada permukaan perkerasan.



4.2.7. Test Formatif 1. Pada pembuatan bahan ikatan lapisan perkerasan jalan yang mengunakan bantuan penguapan dari jenis minyak tergolong a) Aspal minyak b) Aspal alam dari aspal buton c) Aspal proses panas d) Aspal Porous e) Aspal AC-WC



2. Untuk bahan ikatan pada perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak jenis a) asphalticbase crude oil. b) Ashalticbase crude banyak paraffin. c) Ashaltic crude oil. d) Ashaltic paraffin e) Ashaltic base oil



3. bahan ikatan pada perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak dicampur bahan pelarut yang memiliki penguapan rendah disebut a) RC (Rapid Curing cut back). b) MC (Medium Curing cut back) c) SC (Slow curing dan Slow Setting) d) Aspal matic e) Aspal penetrasi



4. Pekerjaan lapis permukaan jalan mengunakan dari bahan asbuton dengan dingin disebut a). Seal Coat Asbuton a) Sand Sheet asbuton. b) Surface Treatment Asbuton. c) Aspal beton d) Aspal buton



5. Pelaksanaan penghamparan campuan aspal buton dijalan dengan ditaburi agregat single size disebut a) Surface Treatment Asbuton



b) Sand sheet asbuton c) seal coat Asbuton. d) Aspal matic e) Aspal penetrasi



6. Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton atau mortar. Agregat menempati sebanyak a) kurang lebih 55- 65 % dari volume beton atau mortar. b) kurang lebih 65 -70 % dari volume beton atau mortar.



c) kurang lebih 75- 85 % dari volume beton atau mortar. d) kurang lebih 95- 99 % dari volume beton atau mortar. e) kurang lebih 45- 55 % dari volume beton atau mortar.



7. Agregat yang menggunakan bahan baku dari batu alam atau proses penghancuran menjadi butiran bervariasi, Jenis batuan yang bermutu baik digunakan untuk agregat memiliki kekerasan tidak mudah aus /rapuh, kompak, kekal dan tidak pipih. Agregat dari alam diproses menjadi : a) Agregat butiran bervariasi, agregat halus, abu batu. humus b) Agregat butiran bervariasi, agregat halus, abu batu, tanah hitam. c) Agregat butiran bervariasi, agregat halus, abu batu. lempung d) Agregat butiran bervariasi, agregat halus, abu batu. Tanah merah e) Agregat butiran bervariasi, agregat halus, abu batu.



8. Agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan khusus (tertentu) karena keterbatasan hasil agregat alam. Biasanya agregat buatan adalah agregat ringan. Contoh agregat buatan adalah : Klinker dan breeze, fly ash, yang berasal dari limbah a)Pembangkit tenaga uap,



tanah liat yang dibakar, cook breeze limbah sisa



pembakaran arang, hydite berasal dari tanah liat (shale), lelite terbuat dari batu metamorphore, tanah basah b) Pembangkit tenaga uap,



tanah liat yang dibakar, cook breeze limbah sisa



pembakaran arang, hydite berasal dari tanah liat (shale), lelite terbuat dari batu metamorphore, tanah lempung



c) Pembangkit tenaga uap, tanah liat yang dibakar, cook breeze limbah sisa pembakaran arang, hydite berasal dari tanah liat (shale), lelite terbuat dari batu metamorphore d) Pembangkit tenaga uap,



tanah liat yang dibakar, cook breeze limbah sisa



pembakaran arang, hydite berasal dari tanah liat (shale), lelite terbuat dari batu metamorphore, pasir besi e) Pembangkit tenaga uap,



tanah liat yang dibakar, cook breeze limbah sisa



pembakaran arang, hydite berasal dari tanah liat (shale), lelite terbuat dari batu metamorphore, tanah merah



9. Agregat sebagai bahan campuaran dalam pembuatan aspal dapat diperoleh dari hasil penambangan dan di proses dapat dibedakan menjadi agregat Alam dan agregat buatanbatu pecah, jika dipakai pada campuran memiliki kesamaan antara lain a). butiran memiliki kesamaan dari ukuran dan bentuk, permukaan halus, lonjong, dan butiran hampir segaram. b). Memliki gradasi butiran berbeda karena dalam proses melalui saringan ayakan permukaan kasar dan tidak rata. c) memiliki butiran dapat dikendalai kan sesuai dengan jenis pembuatan campuran memiliki permukaan bahan bervariasi dan lolos uji disain. d) butiran memiliki kesamaan dari ukuran dan bentuk, permukaan halus, lonjong, dan butiran hamper segaram. e) Memiliki butiran seragam dari ukuran dan bentuk, permukaan halus, lonjong, dan butiran seragam



10. Gradasi agregat dibedakan menjadi tiga macam, gradasi yang memiliki butiran bervariasi dari ukuran terkeci hingga besar sesaui gardasi lolos saringan sebagai bahan campuran perkerasan aspal disebut a) gradasi rapat b) gradasi seragam c) gradasi timpang. d) Gradasi senjang e) Gradasi beraturan



11. Ravelling, terjadinya kekusutan pada permukaan perkerasan atau tidak rata pada permukaan perkerasan.Penyebab kerusakan: pelepasan ikatan antara bahan asphalt dengan agregat kasar pada perkerasn akibat pengaruh cuaca. Termasuk a) Cracking b) Distorsi c) disintegrasion d) Skid resisten e) Bleding Kunci jawaban Test formatif 1) (a) aspal Minyak 2) (a) Aspal 3) (b).slow Curing 4) (a) seal cout as uton 5) (a) surface treatmen asbuton 6) (c) kurang lebih 75- 85 % dari volume beton atau mortar. 7) e) Agregat butiran bervariasi, agregat halus, abu batu. 8) c)Pembangkit tenaga uap,



tanah liat yang dibakar, cook breeze limbah sisa



pembakaran arang, hydite berasal dari tanah liat (shale), lelite terbuat dari batu metamorphore 9) (c) memiliki butiran dapat dikendalai kan sesuai dengan jenis pembuatan campuran memiliki permukaan bahan bervariasi dan lolos uji disain. 10) ( a) gradasi rapat 11) (c) disintegrasi