Jsgd-Sodium Hipoklorit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up

Jsgd-Sodium Hipoklorit [PDF]

BLOK MEDICAL EMERGENCY JIGSAW GROUP DISCUSSION RESUME SODIUM HIPOCLORITE TOXICITY

Tutor : drg. Restian Febi Andini, M.B

15 0 178 KB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE

File loading please wait...
Citation preview

BLOK MEDICAL EMERGENCY JIGSAW GROUP DISCUSSION RESUME SODIUM HIPOCLORITE TOXICITY



Tutor : drg. Restian Febi Andini, M.Biomed



Disusun oleh: Shabrina Nur Zahra Setiawati



G1B017022



Aditya Adha Apriandi



G1B017029



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN GIGI PURWOKERTO 2021



I.



Skenario Kasus Seorang pasien wanita berusia 70 tahun dengan riwayat medis yang kompleks datang ke Wits Oral Health Centre dengan keluhan merasakan sebuah abses pada gigi depannya. Berdasarkan riwayat kesehatannya, pasien tersebut memiliki riwayat hipertensi, hiperlipideia, tukak lambung, angiogram dan jantung koroner, katarak pada mata kanan dan alergi terhadap penisilin, pasien tersebut menjelaskan bahwa 1 minggu yang lalu dia menemukan adanya pus yang keluar dari area gusi dibawah gigi depan rahang bawah. Pasien tidak tidak merasakan adanya nyeri, pasien tersebut memiliki riwayat pencabutan beberapa gigi yang disebabkan adanya karies, pasien menggunakan gigi tiruan lengkap rahang atas yang telah dibuat tahun 2001.



II.



Riwayat kasus A. Pemeriksaan Subjektif 1. Anamnesis umum (identitas) Nama



: Ny. X



Usia



: 70 tahun



Jenis kelamin



: Perempuan



2. Anamnesis klinis a. Chief of Complain Pasien datang ke Wits Oral Health Centre dengan keluhan merasakan sebuah abses pada gigi depannya. Present Illness 1 minggu yang lalu pasien menemukan adanya pus yang keluar dari area gusi dibawah gigi depan rahang bawah namun pasien tidak merasakan adanya nyeri. b. Past Medical History Pasien



memiliki



riwayat



penyakit



seperti



hipertensi,



hiperlipideia, tukak lambung, angiogram, jantung koroner, katarak pada mata kanan dan alergi penisilin.



c. Past Dental History Pasien pernah ke dokter gigi untuk mencabut giginya karena karies dan sejak tahun 2001 pasien menggunakan gigi tiruan lengkap pada rahang atas. d. Familiy History Tidak disebutkan dalam skenario. e. Social History Tidak disebutkan dalam skenario. B. Pemeriksaan Objektif 1. Pemeriksaan ekstra oral Sesuai kasus pada pemeriksaan ekstraoral menunjukkan adanya nyeri bilateral diarea masseter. 2. Pemeriksaan intra oral Sesuai kasus pada rahang bawah tersisa 6 gigi anterior dalam kondisi atrisi, pada gigi insisiv lateral rahang bawah saat tes perkusi dihasilkan positif dan tes termal negatif. Bagian vestibular bukal ditemukan adanya saluran sinus dengan keadaan radang pada mukosa labial yang berdekatan. 3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan sesuai kasus diatas yaitu pemeriksaan radiografi yang dapat menunjukkan adanya pelebaran lamina dura di sepertiga apikal gigi. III. Komponen zat aktif dan kegunaannya di dunia kedokteran gigi Sodium hipoklorit merupakan suatu zat kimia yang secara luas digunakan sebagai zat pemutih. Sodium hipoklorit sudah dikenal sejak abab ke-20 dalam kedokteran gigi sebagai larutan irigasi perawatan endodontik (Kovac, 2011). Sodium hipoklorit sangat sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi karena mempunyai kemampuan dalam melarutkan jaringan dan merupakan antimikroba yang cukup efektif digunakan (Widyawati, 2013). Sodium



hipoklorait akan membentuk suatu keseimbangan yang dinamik dengan reaksi saponifikasi, reaksi netralisasi asam amino dan reaksi kloraminisasi. Asam hypochlorous yang terkandung dalam larutan sodium hipoklorit nantinya akan bertindak sebagai perlarut apabila berkontak dengan jaringan organik dan akan melepaskan melepaskan klorin. Klorin tersebut akan bergabung dengan kelompok protein amino dan membentuk Chloramide. Klorin tersebut merupakan suatu oksidan yang kuat dan dapat efektif menghambat enzim-enzim bakteri (Hu dan Ling, 2010). Sodium hipoklorit dapat tersedia dalam berbagai macam konsentrasi yaitu sediaan konsentrasi 0,5% hingga sediaan konsentrasi 5.25%. Konsentrasi 0,5% sodium hipoklorit efektif untuk membunuh bakteri dan pada konsentrasi 1% hipoklorit efektif untuk melarutkan jaringa organik. Sediaan konsentrasi sodium hipoklorit yang tinggi akan memberikan perubahan yang besar pada kelarutan jaringan, memberikan perubahan kecil pada efek antibakterial namun dapat menambah toksisitas. Sedangkan sediaan konsentrasi 0,5% sodium hipoklorit dapat direkomendasikan sebagai larutan irigasi yang rutin dipakai dalam perawatan saluran akar (Hulsmann, 2009). Kelebihan dari larutan sodium hipoklorit yaitu mampu melarutkan jaringan pulpa vital dan nekrotik, membilas debris keluar dari saluran akar dan mempunyai sifat anti mikroba dengan spektrum luas, harga ekonomis dan mudah didapatkan. Selain itu, sodium hipoklorit juga mampu melarutkan zat organik yang ada didalam sistem saluran akar seperti sisa pulpa dan jaringan nekrotik (Haapasalo, 2008). Kekurangan dari larutan sodium hipoklorit yaitu tidak dapat menghilangkan smear layer, bersifat toksis ketika masuk dalam jaringan periradikular, mempunyai bau yang busuk dan dapat menyebabkan korosi pada alat endodontik yang mengandung logam. Sodium hipoklorait juga memiliki kekurang tidak dapat membunuh seluruh bakteri yang ada pada jaringan, selain itu pada penelitian in vitro paparan sodium hipoklorit terhadap dentin dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan efek yang



merugikan pasa elastisitasnya dan kekuatan lentur pada dentin (Haapasalo, 2010). IV.



Patofisiologi Ketika garam hipoklorit (NaOCl) dilarutkan dalam air, bagian yang lebih aktif adalah asam hipoklirot (HOCl), daripada ion hipoklorit yang dipisahkan (OCl)



Gambar 1.1. Reaksi Kimia NaOCl dalam Air Disosiasi ini bergantung pada pH, dan optimal dalam larutan asam lemah (konstanta pKa disosiasi adalah 7,5). Hipoklorit adalah agen pengoksidasi, dan potensinya untuk menyebabkan toksisitas berkaitan dengan kapasitas pengoksidasi dan pH larutan terkait. Toksisitas hipoklorit juga timbul dari aktivitas korosifnya setelah kontak dengan kulit dan selaput lendir, yang dapat terjadi dalam tiga keadaan: Hipoklorit dapat bergabung dengan air, kemudian berada dalam selaput lendir mulut, kerongkongan, lambung, dan saluran pernapasan, untuk membentuk asam hipoklorit. Asam hipoklorit dengan cepat membentuk asam klorida dan radikal oksigen bebas. Asam klorida dan radikal oksigen bebas dapat menyebabkan cedera dengan mengganggu protein seluler yang menyebabkan cedera sitotoksik.



Hipoklorit dapat bereaksi dengan produk berbasis amonia, seperti pembersih, atau limbah nitrogen, yang lazim di kolam renang umum, untuk membentuk gas kloramin. Kloramin yang dihirup bereaksi dengan uap air di selaput lendir saluran pernapasan untuk melepaskan amonia, asam klorida, dan radikal bebas, yang dapat menghasilkan iritasi akut pada saluran pernapasan atau serangan asma berulang pada pekerjaan yang terpapar . Pada konsentrasi tinggi, agen ini dapat menyebabkan efek korosif yang mengakibatkan cedera seluler termasuk pneumonitis kimia dan edema. Hipoklorit melepaskan klorin ketika dicampur dengan asam, seperti pembersih berbasis asam. Pelepasan gas ini tergantung pada pH dan, pada tingkat lebih rendah, konsentrasi hipoklorit; misalnya, libinasi klorin paling signifikan dengan larutan asam di bawah pH 2,4 . Klorin dapat menyebabkan kerusakan jaringan lembab dengan bereaksi dengan air untuk membentuk asam klorida dan hipoklorida. Asam hipoklorat dengan cepat terurai menjadi asam klorida dan oksigen yang baru lahir, yang dapat menghasilkan radikal bebas oksigen. Produk-produk ini dapat merusak protein seluler dan menyebabkan kerusakan sitotoksik pada sel-sel saluran pernapasan. Karena ukuran molekulnya yang kecil dan kelarutan dalam airnya yang moderat, sejumlah besar klorin dapat terlepas dari disolusi di saluran udara bagian atas yang lembab, sehingga seluruh saluran pernapasan terpengaruh. Selain itu, konsumsi natrium hipoklorit dapat terjadi pada gangguan metabolisme dan elektrolit, terutama asidosis metabolik, hipernatremia, dan hiperkloremia Dalam dunia kedokteran gigi, sodium hipoklorit (biasanya 1-5% larutan) digunakan secara ekstensif oleh dokter gigi untuk membersihkan saluran akar selama terapi endodontik. Karena sifat antimikroba dan sifat pelarutan jaringannya, hipoklorit sangat ideal untuk prosedur gigi ini, dan aman dan efektif jika larutan tetap di dalam saluran akar. Ekstrusi ke daerah periapikal, yang biasa disebut sebagai kecelakaan hipoklorit jarang terjadi, tetapi dilaporkan dalam literatur.



Ekstrusi hipoklorit dapat mengakibatkan oksidasi jaringan di sekitarnya yang mengakibatkan hemolisis dan ulserasi, penghancuran sel-sel fibroblast dan endotel, dan pencegahan migrasi neutrofil. Pasien mungkin menderita sakit parah dengan pembengkakan dan perdarahan difus yang besar dan terlokalisasi. Darah dapat mengalir melalui saluran akar terbuka atau menumpuk di ruang jaringan. Gejala yang kurang umum termasuk parastheum terlokalisasi, nekrosis, trismus, dispnea, disfagia, dan dalam beberapa kasus obstruksi jalan napas dapat terjadi. Setelah kejadian-kejadian ini, pasien mungkin menderita perdarahan awal dengan risiko hematoma wajah. Luka bakar kimia juga dapat menyebabkan nekrosis tulang dan mukosa. Kontak dengan saraf dapat menyebabkan kerusakan sensorik dan motorik. Ekstrusi dari insisivus sentral rahang atas dapat menyebabkan cedera opthalmologis dan yang melalui gigi mandibula dapat menyebabkan penyumbatan jalan napas. Jika ekstrusi telah meluas ke sinus maksilaris, efek klinis lain dapat berkembang termasuk cairan memasuki lubang hidung dan pasien merasakan rasa hipoklorit di tenggorokan. Dalam hal ini, biasanya tidak ada perdarahan awal dari saluran atau pembengkakan segera; kongsi sinus dan epistaksis dapat terjadi. V.



Tata Laksana Keracunan NaOCl A. Secara umum 1. Dekontaminasi gastrointestinal Penggunaan NaOCl pada saat perawatan saluran akar mungkin dapat menimbulkan masalah, contohnya keracunan. Keracunan NaOCl bisa terjadi karena larutan NaOCl terletan oleh pasien, apabila pasien menelan larutan NaOCl, pertolongan pertama yang harus dilakukan adalah jangan lakukan induksi muntah. angan berikan apapun melalui mulut pada korban yang tidak sadarkan diri. Cuci mulut menggunakan air. setelah itu, lakukan dekontaminasi gastrointestinal, dengan cara:



a. Aspirasi nasogastric Direkomendasikan jika jumlah cairan bahan yang tertelan bersifat toksik secara sistemik dan volumenya memadai untuk diaspirasi. Namun karena prosedur ini dapat meningkatkan risiko muntah dan terjadinya aspirasi paru, maka jalan napas pasien harus dipastikan tetap terjaga. Perlu dipastikan juga penempatan NGT yang akurat. b. Jangan diberikan karbon aktif Pemberian arang aktif tidak diindikasikan karena tidak cukup menyerap zat ini dan akan mengganggu visibilitas jika endoskopi diperlukan. c. Hindari lakukan bilas lambung Tidak boleh melakukan emesis (rangsang muntah) karena berisiko menimbulkan paparan berulang pada kerongkongan dari zat yang bersifat korosif dan/atau aspirasi, serta peningkatan tekanan intraluminal yang diproduksi oleh emesis. 2. Dekontaminasi kulit a. Bawa segera pasien ke pancuran terdekat. b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir yang dingin atau hangat serta sabun minimal 10 menit. c. Jika tidak ada air, sekalah kulit dan rambut pasien dengan kain atau kertas secara lembut. Jangan digosok. d. Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahannya dan buanglah dalam wadah/plastik tertutup. e. Penolong perlu dilindungi dari percikan, misalnya dengan menggunakan sarung tangan, masker hidung, dan apron. Hati- hati untuk tidak menghirupnya. f. Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut. 3. Dekontaminasi mata



a. Posisi pasien duduk atau berbaring dengan kepala tengadah dan miring ke sisi mata yang terkena atau terburuk kondisinya. b. Secara perlahan, bukalah kelopak mata yang terkena dan cuci dengan sejumlah air bersih atau larutan NaCl 0,9% diguyur perlahan selama 15-20 menit atau sekurangnya satu liter untuk setiap mata. c. Hindarkan bekas air cucian mengenai wajah atau mata lainnya. d. Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit. e. Jangan biarkan pasien menggosok matanya. f. Tutuplah mata dengan kain kassa steril dan segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat dan konsul ke dokter mata. 4. Dekontaminasi respiratori a. Pindahkan korban ke udara segar b. Istirahatkan dengan posisi setengah tegak. c. Berikan pernafasan buatan jika dibutuhkan. d. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat. B. Berdasarkan kasus Aspirasi sisa NaOCl dilakukan segera setelah NOCl ekstrusi, kemudian dilakukan anestesi lokal (Xylotox E80-A), dan memasukkan saline untuk menetralisir efek NaOCl. Bahan dressing kalsium hidroksida dimasukkan kedalam saluran akar setelah diberikan tumpatan sementara menggunakan GIC. Pasien diberikan medikamen analgesik yaitu tramadol dengan dosis 50mg 2 kali sehari dan steroid yaitu methylprednisolone dengan dosis 20 mg diminum pada malam hari selama 5 hari, antibiotik tidak diresepkan karena kondisi nekrosis mayor belum terlihat. Pada 24 jam pertama pasien dihubungi dan di evaluasi kembali secara klinis selama 48 jam setelah terjadinya ekstrusi NaOCl. Beberapa gejala yang diamati yaitu nyeri, disfagia, dan adanya pembengkakan di leher hingga area tulang hyoid yang lunak saat dilakukan palpaasi. Pada evaluasi intra oral terdapat nekrosis gingiva bukal dengan diameter 1 cm dan batas kemerahan (eritem). Terdapat juga nekrosis pada dasar mulut bagian



permukaan sublingual (superfisial) berdiameter 2cm. Pada keadaan ini, pasien diberikan medikamen antibiotik yaitu clindamycin dengan dosis 300mg 2x sehari selama 5 hari, kemudian obat kumur chlorhexidine. Clindamycin dipilih karena pasien memiliki alergi terhadap penisilin, penggunaan 2x sehari dengan patuh akan lebih baik daripada dosis 6 jam sekali. Setelah 8 hari setelah terpapar NaOCl, pasien melaporkan rasa sakit telah hilang, namun masih merasakan adanya. Pada evaluasi ekstra oral menunjukkan pembengkakkan leher membaik, pada keadaan intra oral menunjukkan nekrosis gingiva bukal yang telah sembuh, dan nekrosis pada permukaan sublingal berubah menjadi ulkus bilateral di sisi kontra lateral dasar mulut. Terjadi mobilitas gigi derajat III pada gigi insisivus lateral kanan di rahang bawah dan gigi caninus, sehingga pasien dirujuk kepada ahli bedah maksilofasial. Evaluasi dilakukan 8 minggu setelah ekstrusi NaOCl dengan melakukan



pemeriksaan



radiografi



panoramik.



Hasil



pemeriksaan



menunjukkan adanya lesi radiolusen memanjang 20 mm ke apical insisivus lateral kanan bawah dengan lebar 15mm, serta adanya mobilitas derajat III pada gigi insisvus lateral rahang bawah dan gigicaninus, sehingga gigi tersebut diekstraksi. 4 bulan kemudian pasien telah sembuh total, perawatan dilanjutkan dengan pembuatan gigi tiruan sebagian untuk rahang bawah (mandibula) (Patel, 2017). VI.



Pencegahan Menurut Mathew, (2015) dan Faras dkk., (2016), untuk mencegah terjadinya keracunan NaOCl pada saat perawatan endodontik, hal yang harus dilakukan antara lain:



A. Radiografi periapikal harus dilakukan sebelum perawatan saluran akar untuk mengevaluasi panjang setiap saluran akar dengan tepat. B. Penggunaan jarum khusus seperti jarum leur lock.



C. Tentukan panjang kerja yang tepat dan pasang stopper dengan hati-hati. D. Pasien dan dokter gigi yang merawat harus melindungi mata dan pakaian mereka secara efektif dari iritasi. E. Menggunakan rubber dam untuk mencegah kebocoran atau kontak larutan NaOCl ke jaringan lunak. F. Tindakan pencegahan lainnya termasuk menempatkan jarum irigasi 1-3 mm lebih pendek dari panjang kerja, memungkinkan gerakan bebas jarum di dalam saluran, dan menggunakan tekanan konstan rendah saat menyuntikkan larutan irigasi



DAFTAR PUSTAKA



Faras, F., Abo-Alhassan, F., Sadeq, A., Burezq, H. 2016. Complication Of Improper Management Of Sodium Hypochlorite Accident During Root Canal Treatment. Journal of International Society of Preventive and Community Dentistry. Vol 6 (5) : 493 – 496. Haapasalo, M., Shen, Y., Qian, W. 2010. Irrigation in endodontics. Dental Clinic, pp 291-296 Hu, X., Peng, Y., Sum, C., P., Ling, J. 2010. Effect of cencentration and exposure times of sodium hypochlorite on dentin deproteination: attenuated total reflection fourier transform infrared spectroscopy study. Journal Endodontic. Vol. 36 (12) : 2008 – 2011. Hulsmann, M., Rodig, T. 2009. Problem in Desinfection of the root canal system, Quintessence Publishing : Germany, pp 253-61. Kovac, J., Kovac, D. 2011. Effect of irrigation solution in endodontic therapy, Bratisl Med J. Vol. 112 (7) : 413 – 414. Mathew, S. T., 2015. Risks and Management of Sodium Hypochlorite in Endodontics. J Oral Hyg Health. Vol 3 : 178. Patel, E., Gangadin, M. 2017. Managing Sodium Hypochlorite



Accidents: The



Reality Of Toxicity. SADJ. Vol 72 (6) : 271 – 274. Widyawati, H., Untara, T., E., Hadriyanto, W. 2013. Pengaruh berbagai konsentrasi larutan irigasi sodium hipoklorit terhadap kekerasan mikro dentin pada tiga segmen saluran akar yang berbeda. Jurnal Kedokteran Gigi. Vol .4 (2) : 81 – 87.