Jurnal Lantai [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

�- STD



SEKOLAH TINGGI OESAIN BALI



ISSN : 23559284



JURNAL DESAIN INTERIOR PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR SEKOLAH TINGGI DESAIN BALI



Jurnal Desain Interior Vol.1 No.1 2355-9284



Hal. 01-63 Juni 2014



ISSN :



i



ISSN : 2355-9284



JURNAL DESAIN INTERIOR



SEKOLAH TINGGI DESAIN BALI VOLUME 1 NOMOR 1 JUNI 2014



PENGANTAR REDAKSI Jurnal Desain Interior “Sekolah Tinggi Desain Bali” Volume 1 Nomor 1 Juni 2014 merupakan edisi pertama yang bertemakan “Interior dalam Dunia Pendidikan”. Edisi ini diawali dengan artikel yang berjudul tentang Kajian Interior Elemen Pembentuk dan Pelengkap Pembentuk Ruang oleh Ni Made Emmi Nutrisia Dewi, S.T., M.T. Artikel kedua dengan judul Variasi Desain Interior Coffee Shop di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung oleh Freddy Hendrawan, ST, MT. Artikel ketiga dari I Kadek Pranajaya, ST, MT, IAI dengan judul Penerapan Elemen-Elemen Interior Gaya Jepang pada Restoran Ryosi Ubud. Artikel keempat yaitu Signifikansi Pencahayaan Buatan pada Perancangan Interior Galeri oleh I Wayan Juliatmika, S.T., M.T. Artikel berikutnya oleh Bambang S. Yudhistira yang berjudul Presentasi Visual dalam Proses Desain Interior. Dan artikel terakhir adalah Lokal Genius pada Interior Etnik Bali Masa Kini oleh Ni Nyoman Sri Rahayu, ST, MT. Redaksi mengucapkan terima kasih kepada Sekolah Tinggi Desain Bali atas motivasi dan masukannya untuk kesempurnaan jurnal ini serta seluruh civitas akademika Sekolah Tinggi Desain Bali atas kekompakan dan semangatnya. Terakhir, kritik dan saran selanjutnya sangat kami harapkan dan kepada semua yang telah membantu penerbitan jurnal ini dan para pembaca yang budiman, kami ucapkan terimakasih. Redaksi : Kampus Sekolah Tinggi Desain Bali Jl. Tukad Batanghari No. 29 Renon – Denpasar Telp. (0361) 259459, 7448456 Fax: (0361) 701806, 259459 Website: http://www. std-bali.ac.id



ii



ISSN : 2355-9284



JURNAL DESAIN INTERIOR



SEKOLAH TINGGI DESAIN BALI Pelindung dan Penanggung Jawab : Nyoman Suteja, Ak. Kadek Sudrajat, S.Kom Penasehat : Dr. Ngakan Ketut Acwin Dwijendra, ST, MA, Dipl.LMP Ketua Dewan Redaksi : Ni Made Emmi Nutrisia Dewi, S.T., M.T. Mitra Bestari : Martin Morrell (Morrell Architects, Newcastle, Nsw, Australia) I Kadek Pranajaya, ST, MT, IAI I Wayan Juliatmika, ST, MT Dewan Editor : Ni Made Emmi Nutrisia Dewi, S.T., M.T. Freddy Hendrawan, ST, MT Redaktur Pelaksana : Inten Pertiwi, S.I.P Indah Puspita Sari, S.Ds Desain Cover : Aditya Wahyu Ramadhan Alamat Redaksi : Kampus Sekolah Tinggi Desain Bali Jl. Tukad Batanghari No. 29 Renon – Denpasar Telp. (0361) 259459, 7448456 Fax: (0361) 701806, 259459 Website: http://www. std-bali.ac.id



Jurnal ini diterbitkan sebagai media publikasi bagi karya-karya tulis dosen-dosen dan civitas akademika pada Program Studi Desain Interior STD Bali. Selain itu juga sebagai wahana informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang seni, desain interior dan arsitektur. Karya yang disajikan berupa hasil penelitian, tulisan ilimah populer, studi kepustakaan, review buku maupun tulisan ilmiah terkait dalam lingkup desain interior. Dewan Redaksi menerima artikel terpilih untuk dimuat, dengan frekuensi terbit secara berkala 1 (satu) kali setahun yaitu Juni. Naskah yang dimuat merupakan pandangan dari penulis dan Dewan Redaksi hanya menyunting naskah sesuai format dan aturan yang berlaku tanpa mengubah substansi naskah.



3



ISSN : 2355-9284



JURNAL DESAIN INTERIOR



SEKOLAH TINGGI DESAIN BALI PETUNJUK PENGIRIMAN DAN TATA TULIS NASKAH :



1. Kategori naskah ilmiah hasil penelitian (laboratorium, lapangan, kepustakaan), ilmiah popular (aplikasi, ulasan, opini) dan diskusi. 2. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris diketik pada kertas ukuran A-4, spasi Single, dengan batas atas, bawah, kanan dan kiri masing-masing 2,5 cm dari tepi kertas. 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4. Judul harus singkat, jelas tidak lebih dari 10 kata, cetak tebal, huruf kapital, huruf Times New Roman 16 pt, ditengah-tengah kertas. Untuk diskusi, judul mengacu pada naskah yang dibahas (nama penulis naskah yang dibahas ditulis sebagai catatan kaki). 5. Nama penulis/pembahas ditulis lengkap tanpa gelar, di bawah judul, disertai institusi asal penulis dan alamat email dibawah nama. 6. Harus ada kata kunci (keyword) dari naskah yang bersangkutan minimal 2 kata kunci. Daftar kata kunci (keyword) diletakkan setelah abstrak. 7. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Inggris maksimum 150 kata, dicetak miring, 1 spasi. Abstrak tidak perlu untuk naskah diskusi. 8. Judul bab ditulis di tengah-tengah ketikan, cetak tebal huruf capital, huruf Times New Roman 12 pt 9. Gambar, grafik, tabel dan foto harus disajikan dengan jelas. Tulisan dalam gambar, grafik, dan tabel tidak boleh lebih kecil dari 6 point (tinggi huruf rata-rata 1,6 mm). 10. Nomor dan judul untuk gambar, grafik, tabel dan foto ditulis di tengah-tengah kertas dengan huruf kapital di awal kata. Untuk nomor dan judul tabel diletakkan di atas tabel, sedangkan untuk nomor dan judul gambar, grafik dan foto diletakkan di bawah gambar, grafik dan foto yang bersangkutan. 11. Untuk segala bentuk kutipan, pada akhir kutipan diberi nomor kutipan sesuai dengan catatan kaki yang berisi referensi kutipan (nama, judul, kota, penerbit, tahun dan halaman yang dikutip). Rumus-rumus hendaknya ditulis sederhana mungkin untuk menghindari kesalahan pengetikan. Ukuran huruf dalam rumus paling kecil 6 point (tinggi huruf ratarata 1,6 mm). 12. Definisi notasi dan satuan yang dipakai dalam rumus disatukan dalam daftar notasi. Daftar notasi diletakkan sebelum daftar pustaka. 13. Kepustakaan diketik 1 spasi. Jarak antar judul 1,5 spasi dan diurutkan menurut abjad. Penulisannya harus jelas dan lengkap dengan susunan : nama pengarang. tahun. judul. kota: penerbit. Judul dicetak miring. KETERANGAN UMUM : 1. Naskah yang dikirim sebanyak satu eksemplar dalam program pengolahan kata M.S. Word.dan naskah bisa dikirimkan via email atau dalam bentuk CD ke alamat redaksi. 2. Naskah belum pernah dipublikasikan oleh media cetak lain. 3. Redaksi berhak menolak atau pengedit naskah yang diterima. Naskah yang tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan akan dikembalikan. Naskah diskusi yang ditolak akan diteruskan kepada penulis



naskah untuk ditanggapi.



DAFTAR ISI COVER PENGANTAR REDAKSI



i



TIM DEWAN REDAKSI



ii



PETUNJUK PENGIRIMAN DAN TATA TULIS NASKAH



iii



DAFTAR ISI



iv



KUMPULAN JURNAL KAJIAN INTERIOR ELEMEN PEMBENTUK PEMBENTUK RUANG Ni Made Emmi Nutrisia Dewi, ST, MT



DAN PELENGKAP



1



VARIASI DESAIN INTERIOR COFFEE SHOP DI KOTA DENPASAR DAN KABUPATEN BADUNG Freddy Hendrawan, ST, MT



18



PENERAPAN ELEMEN-ELEMEN INTERIOR GAYA JEPANG PADA RESTORAN RYOSI UBUD I Kadek Pranajaya, ST, MT, IAI



28



SIGNIFIKANSI PENCAHAYAAN BUATAN PADA PERANCANGAN INTERIOR GALERI I Wayan Juliatmika, ST, MT



38



PRESENTASI VISUAL DALAM PROSES DESAIN INTERIOR Bambang S. Yudhistira



47



LOKAL GENIUS PADA INTERIOR ETNIK BALI MASA KINI Ni Nyoman Sri Rahayu, ST, MT



55



1



JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17



KAJIAN INTERIOR ELEMEN PEMBENTUK DAN PELENGKAP PEMBENTUK RUANG



Oleh: Ni Made Emmi Nutrisia Dewi, ST, MT Ketua Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali E-mail : [email protected]



Abstrak Ruang merupakan bagian pokok yang menjadi objek dalam perancangan interior. Hal ini dikarenakan segala sesuatu yang berada di dalam sebuah ruang memerlukan suatu rancangan interior yang sesuai dengan kebutuhan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam suatu perancangan interior yaitu perancangan elemen pembentuk ruang yaitu lantai, dinding dan plafon serta pelengkap pembentuk ruang yaitu pintu, jendela dan ventilasi. Maka dari itu sebelum merancang elemen-elemen tersebut, diperlukan suatu kajian yang menjelaskan apa saja bagian-bagian yang perlu dirancang dan diperhatikan. Kajian tersebut berisi mengenai penjelasan masing-masing elemen tersebut yang terdiri dari bahan/material, jenis-jenis, kesan atau suasana yang ditimbulkan serta contoh-contoh visual desainnya. Kajian mengenai elemen pembentuk dan pelengkap pembentuk ruang ini bertujuan menambah pengetahuan didalam merancang bagian-bagian suatu interior bangunan sehingga dapat menghasilkan suatu desain yang bermanfaat dan memiliki nilai estetika. Kata kunci : elemen pembentuk ruang, elemen pelengkap pembentuk ruang, kajian interior.



Abstract Space is the main part of the object in interior design. It’s because the entire thing inside the space need an interior design according the needs. One thing that needs to be concern in interior design is the element design of forming space (floor, wall and ceiling) and the complementary elements of space (door, window and ventilation). Therefore, before designing those elements, we need an analysis which are explains what is the part that need to be designed and concerned. The analysis will explain about each element which is including the materials, the types, the produce of impressions and environments also the example of the visual design. The analysis about the forming and complementary space elements will increase the design knowledge parts of a building interior, in order to creates an useful design and have aesthetic values. Keywords : the elements of forming space, the complementary elements of forming space, interior analysis.



Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali



ISSN : 2355-9284



1. PENDAHULUAN Ruang merupakan wadah yang berperan utama dalam proses perancangan interior. Sedangkan unsur-unsur pembentuknya yang merupakan bagian dari perancangan interior adalah elemen pembentuk interior yang terdiri dari lantai, dinding dan plafon serta elemen pelengkap pembentuk interiornya terdiri dari pintu, jendela dan ventilasi. Didalam merancang elemenelemen tersebut yang harus diperhatikan yaitu jenis-jenisnya, material, kesesuaian dengan tema dan konsep, kebutuhan civitas dan aktivitas. Seiring dengan perkembangan jaman, terjadi perubahan dalam segala bidang khususnya yang berhubungan dengan elemen-elemen perancangan interior. Selain itu umumnya para desainer belum memahami secara keseluruhan apa yang akan dirancang. Sehingga diperlukan suatu kajian yang membahas segala sesuatu yang akan dirancang khususnya yang berhubungan dengan elemen-elemen dasar yang membentuk suatu ruang. Maka dalam pembahasan ini akan dibahas mengenai elemen pembentuk dan pelengkap pembentuk interior seperti fungsi/manfaatnya, jenis-jenisnya, karakteristik, material dan sebagainya. 2. TUJUAN DAN PENGUMPULAN DATA



METODE



2.1 Tujuan Tujuan pembuatan artikel ilmiah ini untuk mengetahui unsur-unsur dan penjelasan mengenai elemen pembentuk dan pelengkap pembentuk ruang. 2.2 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data ini dilakukan melalui studi kepustakaan baik dari buku maupun internet.



3. UNSUR-UNSUR INTERIOR RUANG



PEMBENTUK



3.1 Elemen Pembentuk Ruang Elemen pembentuk ruang adalah unsurunsur yang terdiri dari struktur wadah suatu



ruang sehingga menjadi satu kesatuan dalam suatu bangunan. Adapun elemen pembentuk ruang terdiri dari 3 yaitu : 3.1.1 Lantai Lantai adalah bagian dari ruang interior yang merupakan unsur bagian dasar suatu ruang serta penutup ruang bagian bawah yang berfungsi menjadi pemikul beban atau benda yang berada diatasnya baik benda mati seperti furniture, aksesoris, maupun benda hidup berupa aktivitas manusia (Y.B. Mangun Wijaya, 1980 ; 329). Dalam pemilihan jenis pelapis lantai ditinjau dari macam atau jenis kegiatannya, dan pada umumnya dikenal beberapa klasifikasi yaitu: a. Untuk lantai keras sifat pemakaian lebih baik dan banyak menguntungkan, karena pembersihan yang mudah. b. Sedangkan lantai yang jenisnya medium lebih bersifat hati-hati. Syarat-syarat bentuk lantai antara lain: 1. Kuat, lantai harus dapat menahan beban, 2. Mudah dibersihkan Fungsi utama lantai adalah sebagai penutup ruang bagian bawah serta lainnya adalah untuk mendukung beban-beban yang ada di dalam ruang (D. K. Ching, 1999). Selain itu Fungsi lantai juga sebagai unsur dekorasi dan sebagai penyerap / peredam suara (The Encyclopedia Americana, 1990 : 263 dalam Edy Dharma, 2012). Dalam rangka pemanfaatan lantai sebagai penutup bagian dasar suatu ruang maka antara ruang luar dan dalam dibedakan jenis bahannya. Ruang luar pada umumnya (exsterior) digunakan lantai yang bertexstur kasar supaya tidak licin apabila terkena air. Sedangkan untuk ruang dalam (interior) digunakan bahan lantai yang mempunyai warna, pola, dan dimensi serta texstur yang halus. Macam-macam material penutup lantai yaitu : a. Lantai Tegel Lantai tegel merupakan lantai yang terbuat dari campuran semen dan pasir dengan kombinasi warna yang beragam seperti abuabu, merah, biru, kuning dan lain sebagainya serta pada umumnya memiliki



ukuran (panjang x lebar) 30 cm x 30 cm atau 40 cm x 40 cm. Ciri khas lantai ini mengikuti iklim Indonesia dan memberikan kesan sejuk terhadap ruangan. Kelebihan lantai tegel dibandingkan dengan lantai yang lainya adalah harganya yang lumayan murah dan pemasangan yang mudah. Namun lantai tegel juga mempunyai kekurangan yaitu jika terkena asam (cuka) akan membekas/bernoda yang sulit untuk di bersihkan.



Gambar 1. Contoh Lantai Tegel Sumber: http://rikaarba.wordpress.com/2013/12/22/123/, diakses tanggal 27 Juni 2014



b. Lantai Teraso Lantai teraso merupakan lantai yang terbuat dari semen dan pasir yang pada bagian atasnya dilapisi bahan keras dengan beberapa beberapa kombinasi campuran antara kulit kerang laut dan pecahan marmer, sehingga tampak berbagai corak dan texstur sesuai bahan yang digunakan.



Gambar 2. Contoh Lantai Teraso Sumber: http://rikaarba.wordpress.com/2013/12/22/123/, diakses tanggal 27 Juni 2014



Pada umumnya ukuran lantai jenis ini yang dijual dipasaran yaitu ukuran (panjang x lebar) 20 cm x 20 cm atau 30 cm x 30 cm dan berwarna putih. Untuk sifat lantai tegel ini hamper mirip dengan lantai tegel namun



kekurangannya lebih mudah berlumut jika sering terkena air sehingga untuk menanggulangi dilakukan pemolesan ulang. c. Lantai Keramik Lantai keramik merupakan lantai sifatnya sesuai dengan iklim Indonesia dan memiliki warna, corak dan ukuran lantai yang beraneka ragam. Dari segi perawatan lantai keramik relative murah karena jika terkena cairan atau kotoran, cairan atau kotoran tidak akan membekas. Untuk pemilihan jenis tekstur, dibedakan menjadi dua yaitu untuk ruang yang terkena air secara langsung, menggunakan keramik yang bertexstur kasar agar tidak licin. Sedangkan untuk ruangan yang lain seperti ruangan tamu, ruang tidur, dan ruang keluarga yang jarang terkena air secara langsung menggunakan lantai bertekstur halus.



Gambar 3. Contoh Lantai Keramik Sumber: http://www.imagebali.net/detail- artikel/913mengenal-jenis-jenis-keramik.php, diakses tanggal 27 Juni 2014



d. Lantai Marmer Lantai Marmer terbuat dari batu marmer yang terbentuk dari proses alam yang memakan waktu lama yang ukuran awalnya berupa bongkahan yang kemudian dipotong dan diolah dipabrik dengan membutuhkan waktu yang lama juga. Jenis marmer yang terdapat dipasaran ada dua yaitu lokal seperti berasal dari Lampung, Tulungagung dan Makasar serta impor seperti berasal dari Italia, Australia dan Amerika. Dari segi warna, motif dan ukuran bervariasi karena ditentukan sesuai dengan pesanan. Keunggulan lantai marmer yaitu memiliki tampilan yang mewah, menyejukkan suhu ruangan, tahan api dan memiliki struktur kuat sebagai penahan



beban yang berat dibandingkan jenis lantai yang lain. Namun lantai marmer juga memiliki kekurangan yaitu : 1. Perawatannya susah dan harga yang relative mahal 2. Sulit menghilangkan noda dari cairan yang berwarna seperti kopi, teh, tinta, dan lainnya. 3. Marmer jika terkena cahaya matahari secara terus-menerus akan berlumut dan mengalami perubahan warna. Dari kelemahan tersebut maka marmer pada umumnya lebih cocok digunakan untuk interior seperti ruang tamu, kamar tidur, ruang keluarga, dan lain-lain.



tidak mudah hilang namun perawatannya lebih mudah. Motif dan warna serta ukuran yang terdapat dipasaran pada umumnya sesuai dengan desain yang telah direncanakan. f. Lantai Kayu (Parquet) Lantai kayu atau parquet berasal dari kata parquetry yang berarti seni memasang atau menata bilah-bilah kayu tipis dengan pola geometris pada sebidang lantai (Chaerunnisa, 2008). Lantai kayu alami ini dibagi menjadi dua jenis yaitu lantai yang tidak memerlukan pengolahan dan pemasangan secara khusus, biasanya berbentuk balok atau papan dan lantai kayu alami yang diolah dahulu untuk dapat menimbulkan kesan estetika, misalnya parket. Jenis parket ada 2 yaitu parket yang terbuat dari kayu solid dan parket yang terbuat dari kayu asli dengan teknologi layer (engineer parquet) untuk mencapai tingkat kestabilan yang sempurna.



Gambar 4. Contoh Lantai Marmer Sumber: http://architectaria.com/me milih- lapisanpenutup-lantai-yang-tepat-untuk-rumahanda.html, diakses tanggal 27 Juni 2014



e. Lantai Granit Lantai Granit berasal dari Italia, Australia dan Amerika dan merupakan jenis batuan yang terbentuk dalam waktu ratusan tahun dan tidak dapat diperbaharui sehingga harganya lebih mahal dari batu marmer. Gambar 6. Contoh Lantai Kayu/ Parket Sumber: http://architectaria.com/memilih- lapisanpenutup-lantai-yang-tepat-untuk-rumahanda.html, diakses tanggal 27 Juni 2014



Gambar 5. Contoh Lantai Granit Sumber: http://architectaria.com/me milih- lapisanpenutup-lantai-yang-tepat-untuk-rumahanda.html, diakses tanggal 27 Juni 2014



Sifat dari lantai granit sama seperti marmer yaitu tahan api dan memiliki struktur kuat sebagai penahan beban yang berat dan jika terkena cairan berwarna akan meresap dan



Kekurangan dari lantai kayu yaitu : 1. Mudah terbakar dan tergores 2. Mudah menyusut dan memuai terhadap cuaca 3. Memerlukan persiapan dan perawatan khusus agar tidak terserang rayap atau hama kayu, dengan cara diberi obat anti rayap atau hama kayu 4. Plesteran dasar sebelum dipasang lantai kayu juga harus kedap air sehingga lantai



kayu tidak lembab atau basah sehingga bisa menyebabkan kebusukan lantai.



g. Lantai Vinyl Lantai vinyl merupakan lantai yang terbuat dari bahan dasar PVC (bahan untuk plastik). Lantai vinyl terdiri dari dua jenis yaitu vinyl tile (kotak/persegi) dan vinyl sheet (bentuk gulungan/rol). Karakter dari lantai vinyl ini yaitu ringan, elastis (lentur), mudah menyerap suara, tahan guncangan dan gerakan, tahan terhadap cuaca, mudah untuk perawatannya, tahan rayap dan jamur serta mudah untuk direnovasi ulang.



Gambar 7. Contoh Lantai Vinyl Sumber: http://desainrumahkeren.com/dekorasirumah/cara-pemasangan-lantai-vinyl-untukruang-interior-rumah-minimalis.html, diakses tanggal 27 Juni 2014



Lantai vinyl memiliki berbagai macam jenis dan spesifikasi kegunaan antara lain : a. Anti microbakterial, yaitu mempunyai ketahanan dan tidak mudah terkontaminasi oleh bakteri maupun jamur sehingga selalu higienis dan biasanya digunakan di rumah sakit. b. Anti static, yaitu tahan terhadap goncangan dan pergeseran ringan dan tidak mudah rusak oleh hal tersebut. c. Anti chemical, yaitu mempunyai ketahanan pada berbagai macam chemical dan tidak mudah rusak apabila ketumpahan chemical. Jenis ini biasa digunakan dilaboratorium dan pabrik chemical. d. Moving load resistant, yaitu mempunyai ketahanan pada beban berat yang bergerak seperti lintasan forklift trolley dan juga mempunyai heavy resistance dan biasa digunakan di pabrik dan gudang



e. Anti slip, lantai Yaitu mempunyai daya resistance yang tinggi dan mempunyai permukaan yang tidak licin sehingga tidak menimbulkan slip atau terpeleset biasa digunakan pada jalan yang miring atau tangga datar (untuk kaum difable) h. Lantai Karpet Lantai karpet merupakan lantai yang terbuat dari bahan seperti wol, wol sintetis, bulu sisntetis, katun dan anyaman rami serta cocok digunakan di daerah subtropis atau dalam kondisi ruangan yang dingin (AC). Lantai ini dapat dibagi dua yaitu : a. Karpet satuan yang dipakai sebagai aksen pemanis ruangan (tidak permanen). Motif, warna, dan ukurannya bermacam-macam serta bentuknya terdiri dari kotak, persegi dan lingkaran. b. Karpet yang secara permanen ditempel pada lantai seluruh ruangan. Bentuk dan ukurannya disesuaikan dengan kondisi ruangan. Lantai karpet memiliki kekurangan yaitu dalam hal perawatannya lebih susah dari jenis lantai lainnya seperti susah dibersihkan jika terkena noda dan cairan, pembersihannya menggunakan penyedot debu atau dibawa ke dry cleaning.



Gambar 8. Contoh Lantai Karpet Sumber: http://blog.propertykita.com/interior/lantaicantik-dengan-hamparan-karpet-indah/, diakses tanggal 27 Juni 2014



Beberapa bahan yang dipakai akan untuk finishing lantai akan berpengaruh terhadap pembentukan suasana ruang, antara lain ( J. Pamudji Suptandar, 1991): a. Lantai : - Bahan penutup lantai yang memberi suasana hangat, misanya: karpet, parket, jalur kayu, serat kayu, dan sebagainya. - Bahan penutup lantai yang memberi suasana dingin/sejuk. misalnya: marmer batuan alami lantai keramik. dan sebagainya. - Bahan marmer, mempunyai karakteristik permanen dan kaku. Penggunaan bahan marmer sebagai penutup lantai memberikan suasana yang indah dan sejuk (nyaman) -Bahan keramik tile. mempunyai karakteristik indah, sejuk, dan luas. - Bahan kayu, mempunyai karakteristik alamiah, kedap suara, tahan lama, dan penghantar hangat yang baik. Suasana yang tercipta adalah suasana hangat, alami, dan indah. 3.1.2 Dinding Dinding merupakan salah satu elemen bangunan yang membatasi satu ruang dengan ruang lainnya dan memiliki beberapa fungsi yaitu : 1. Pembatas ruang luar dengan ruang dalam 2. Penahan cahaya, angin, hujan, debu, suara, dan lain-lain yang bersumber dari alam 3. Pembatas antar ruang di dalam rumah 4. Pemisah ruang yang bersifat pribadi dan ruang yang bersifat umum 5. Sebagai fungsi artistik tertentu. Fungsi dinding lainnya yaitu sebagai peredam suara serta pelindung bagian dalam bangunan dari cuaca dan sebagainya. Berdasarkan fungsinya, dinding terbagi menjadi beberapa bagian yaitu : 1. Dinding Struktur ( bearing wall ) Dinding jenis ini merupakan dinding yang mendukung sruktur diatasnya, misalnya sebagai pendukung atau tumpuan atap atau sebagai penumpu lantai ( pada bangunan bertingkat ). Secara konstruksi ada tiga macam dinding, yaitu:



a) Dinding pemikul, ialah suatu dinding dimana dinding tersebut menerima beban atap atau beban lantai, maka dinding ini berfungsi sebagai struktur pokok. b) Dinding penahan, ialah suatu dinding yang menahan gaya-gaya horizontal. Biasanya dibuat untuk menjaga kemungkinan dari pengaruh air, dingin, tanah. Dinding ini umumnya digunakan di area yang tanahnya berkontur dan dibutuhkan struktur tambahan untuk menahan tekanan/ pergerakan tanahnya, air atau batu. c) Dinding pengisi, ialah suatu dinding yang fungsinya mengisi bagian-bagian di antara struktur pokok. 2. Dinding non struktur (non bearing wall) Pada bangunan yang menggunakan sistem non struktur kebebasan peletakan dinding dan permukaan pada dinding dapat diatur menurut kehendak perencana, karena tumpuan atap terletak pada kolom-kolom pendukung. Dinding non bearing wall terdiri dari: pasangan batu bata, pasangan batako, multipleks, asbes, plat alumunium, dan lain sebagainya. Beberapa dinding jenis ini, diantaranya : a. Dinding pembatas (Party walls), adalah dinding pemisah/pembatas antara dua bangunan yang bersandar pada masingmasing bangunan. Selain untuk menandakan batas lahan atau batas area luar dan dalam hunian, dinding pembatas juga berfungsi sebagai dinding privasi. b. Fire walls, adalah dinding yang digunakan sebagai pelindung dari pancaran kobaran api. c. Certain or Panels walls, adalah dinding yang digunakan sebagai pengisi pada suatu konstruksi rangka baja atau beton. d. Dinding tirai atau curtain wall, yaitu dinding yang digunakan pada bangunan tinggi sebagai pelindung dari cuaca. Kaca digunakan sebagai material non-struktur yang ringan, sehingga bangunan tak harus menanggung beban berat. e. Dinding Partisi (Partition walls), adalah dinding yang digunakan sebagai pemisah/pembagi dan pembentuk ruang



yang lebih kecil didalam ruang yang besar, dibedakan menjadi : 1) Partisi permanen, yaitu sistem partisi yang dibuat untuk membagi ruang seperti halnya dinding struktural, tetapi tidak membutuhkan pondasi karena hanya menahan beratnya sendiri. 2) Partisi semi permanen, yaitu sistem partisi buatan pabrik yang mudah dibongkar sesuai layout. Partisi ini biasa disebut portable walls, yaitu pemisah ruang yang digunakan di ruang yang luas dan membaginya menjadi beberapa ruang yang lebih kecil seperti contoh : bangunan sekolah, gereja, convention centres, hotel dan lain-lain. 3) Partisi moveable, yaitu partisi yang dipakai pada hal-hal dimana suatu ruang dibuka untuk mendapatkan bentuk ruang satu lantai yang lebih luas/partisi yang dapat digerakkan atau dipindahkan sesuai kebutuhan.



Gambar 9. Contoh Partisi Moveable Sumber: http://www.bintanghome.com/rubrikutama/tematik/1485-macam-macamdinding.html, diakses tanggal 27 Juni 2014



Warna dinding berpengaruh pada kesan ruang yaitu warna-warna yang mengkilat lebih banyak memantulkan sinar sebaliknya warna buram kurang memantulkan sinar. Warna-warna yang terang memberikan kesan ringan dan luas pada suatu ruang, sedangkan warna gelap memberikan kesan berat dan sempit (Suptandar, 1982: 46). Selain warna, dinding juga merupakan bidang yang dapat dihias seperti (Pamuji Suptandar 1985: 30): 1. Membuat motif-motif dekorasi dengan digambar, dicat, dicetak, diaplikasikan dan dilukis secara langsung didinding.



2. Dinding ditutup atau dilapisi dengan bahan yang ornamentik atau dengan memasang hiasan-hiasan yang ditempel pada dinding. Material penutup dinding (finishing) terdiri dari beberapa jenis yaitu : a. Cat Finishing yang paling umum dilakukan adalah mengecat dinding menjadi berwarna dan memiliki sifat fungsional, seperti untuk memberi suasana tertentu pada interior, membuat rumah terlihat luas, lebih tinggi, lebih cerah dan lain-lain. Terdapat beberapa metode mengecat dinding, seperti metode mentutulkan kuas atau spons, serta melakukan gerakan khusus pada kuas ketika mengecat, sehingga menghasilkan motif tertentu.



Gambar 10. Contoh Finishing Cat Sumber: http://www.drogpatravel.biz/2013/06/kombinasiwarna-cat-rumah-minimalis.html, diakses tanggal 27 Juni 2014



b. Wallpaper Wallpaper terbagi menjadi beberapa jenis tergantung pada bahan pembuatnya seperti kertas, vinil, non woven, aluminium foil dan natural weaves. Selain itu variasi lain dari wallpaper, pada warna dan motifnya. Wallpaper dapat diaplikasikan ke seluruh permukaan dinding, maupun pada bagian tertentu saja, misalnya memberi aksen border. Wallpaper motif seperti contoh : daun, bunga, garis, abstrak dan lainnya. Kesan yang ditimbulkan oleh wallpaper seperti kesan modern, kreatif, elegan dan lainnya.



Gambar 11. Contoh Finishing Cat Sumber: http://contohrumahminimalis.com/motifwallpaper-rumah-minimalis/, diakses tanggal 27 Juni 2014



c. Panel Terdapat banyak variasi panel dekorasi dinding, baik yang sudah jadi, tinggal dipasang, maupun yang harus dikreasikan. Umumnya panel dekoratif terbuat dari material kayu dan gypsum. Di permukaan panel dapat dikreasikan dengan memberi lapisan wallpaper, berguna untuk menutupi cacat pada dinding yang diakibatkan retak rambut atau lembab. Jenis panel lainnya yaitu carving panel yang dapat diaplikasikan di semua bagian interior, seperti menjadi partisi, dekorasi dinding, panel pada furnitur dan lain-lain.



Gambar 12. Contoh Penerapan Panel pada Dinding Sumber: http://www.bintanghome.com/dariahli/konsultasi-interior/312-wall-panel-klasikmodern.html, diakses tanggal 27 Juni 2014



Keunikkan carving panel dibanding partisi lainnya, terletak pada ukiran (carving) yang tembus. Hasil carvingnya dapat dimanfaatkan sebagai ventilasi atau lubang pencahayaan dan penghawaan. Carving merupakan salah satu cara membuat panel



tampil beda dengan menggunakan tampilan 3 dimensi. d. Lubang, Ceruk dan Relief pada Dinding Selain memfinishing dinding rata dan polos, dapat juga mengolah dinding tersebut menjadi “tidak rata”. Seperti membuat lubang yang bisa berfungsi sebagai tempat “mengintip”, mendapatkan cahaya dari ruang di sebelahnya yang lebih terang, serta memberi efek luas pada ruangan tersebut. Selain itu juga dinding dapat dibuat tidak rata dengan pembuatan ceruk yang difungsikan sebagai rak untuk menempatkan pernak-pernik pajangan dan art work yang memperindah ruang. Sedangkan pembuatan relief pada dinding dapat dilakukan dengan semen atau gypsum dan dibentuk sesuai kreasi.



Gambar 13. Contoh Relief pada Dinding Sumber: http://mgr.ideaonline.co.id/iDEA2013/Interior/Re novasi-Interior/Cantik-dengan-Relief-ParasYogya, diakses tanggal 27 Juni 2014



Beberapa bahan yang dipakai akan untuk finishing dinding akan berpengaruh terhadap pembentukan suasana ruang, antara lain ( J. Pamudji Suptandar, 1991): Batu : Bermacam-macam batu alam (batu kali. batu bata, batako dan sebagainya) . Memberi kesan dan suasana relief mirip dengan dinding goa sehingga terasa adanya pendekatan dengan alam indah hangat dan merupakan sebuah usaha untuk menciptakan suasana dan unsur yang berlainan. - Cat : Penggunaan bahan cat sebagai penutup dinding memberi suasana yang bersih, luas, dan rapi. Disamping itu juga tergantung warna yang digunakan. -Fiberglass:Penggunaan bahan fiberglass pada ruangmemberikan suasana ruang yang luas, bersih, modern, dan rapi.



- Gelas : Cermin, kaca (kaca bening, rayben, kaca es) memberikan suasana indah dan modern, memperluas kesan ruang dan terang 3.1.3 Plafon (Langit-langit) Plafon dapat diartikan sebagai pembatas antara ruang atas (atap) dengan ruangan bawah (Fred Lawson, 1994 : 126). Fungsi utama dari plafon dalam suatu disain yaitu sebagai penutup ruang bagian atas. Selain itu juga berfungsi untuk pengaturan udara atau ventilasi panas (Erns Neufert, 1989 : 93). Fungsi pendukung lainnya yaitu untuk menjaga kondisi suhu di dalam ruangan akibat sinar matahari yang menyinari atap bangunan, menyembunyikan peralatan engineering (seperti: kabel instalasi listrik, telfon, pipa hawa), terminal equipment serta struktur atap sehingga interior ruangan tampak lebih indah dan untuk melindungi ruangan-ruangan didalam rumah dari rembesan air yang masuk dari atas atap, menetralkan bunyi atau suara yang bising pada atap pada saat hujan, serta sebagai pemberi kesan estetika khususnya pada interior ruangan. Ketinggian plafon mempunyai pengaruh besar terhadap skala ruang yaitu jika tinggi cenderung menjadikan ruang terasa terbuka, segar dan luas, memberi suasana agung atau resmi, khususnya jika rupa dan bentuknya beraturan. Sedangkan plafon yang rendah, sebaliknya, mempertegas kualitas ruangnya dan cenderung menciptakan suasana intim dan ramah (Ching, 1996 : 193). Kualitas plafond rumah dipengaruhi oleh bahan atau material plafond yang dipakai, dimana setiap bahan atau material plafond tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Beberapa contoh bahan plafon yaitu : 1. Tripleks Plafon dengan bahan tripleks merupakan jenis penutup plafond yang sering dipakai. Ukuran tripleks dipasaran adalah 122 cm x 244 cm dengan ketebalan 3 mm, 4 mm dan 6 mm. Pemasangan plafond ini dapat dipasang lembaran tanpa dipotong-potong



maupun dapat dibagi menjadi empat bagian supaya lebih mudah dalam penataan dan pemasangannya. Keunggulan jenis plafond tripleks proses pengerjaannya lebih mudah, harga yang relatif murah dan bahan yang ringan memudahkan pengguna dalam perbaikan apabila terjadi kerusakan untuk menggantinya. Kelemahan bahan tripleks tidak tahan terhadap rayap dan api sehingga mudah terbakar dan apabila sering terkena air atau rembesan maka akan mudah rusak.



Gambar 14. Contoh Plafond dari Bahan Triplex Sumber: http://rikaarba.wordpress.com/2013/12/22/123/, diakses tanggal 27 Juni 2014



2. Eternit atau Asbes Dalam pasaran ukuran plafond eternit atau asbes adalah 1.00 m x 1.00 m dan 0.50 m x 1.00 m. Keunggulannya proses pengerjaannya mudah sehingga tidak menemui kendala serta bahannya yang ringan memudahkan pengguna untuk dapat mengganti apabila terjadi kerusakan. Kelemahan bahan dari eternit atau asbes tidak tahan terhadap goncangan dan benturan sehingga harus berhati-hati dalam proses pemasangan plafond supaya tidak patah atau retak.



Gambar 15. Contoh Plafond dari Bahan Asbes Sumber: http://www.hunianmungil.com/2013/09/asbesmaterial-plafon.html, diakses tanggal 27 Juni 2014



3. Serat (Fiber) Saat ini plafond fiber sudah banyak digunakan. Dalam aplikasi untuk plafond menggunakan papan GRC (Glassfiber Reinforced Cement) Board. Harganya relatif murah dibandingkan dengan tripleks. GRC Board mempunyai ukuran 60 cm x 120 cm dengan ketebalan standar 4 mm. Keunggulan plafond GRC tahan terhadap api dan air, lebih kuat, ringan dan luwes serta proses pengerjaannya cukup mudah. Kelemahan sama dengan plafond eternit atau asbes tak tahan benturan.



Gambar 16. Contoh Plafond dari Bahan Fiber Sumber: http://rikaarba.wordpress.com/2013/12/22/123/, diakses tanggal 27 Juni 2014



4. Gypsum Board Plafond gypsum memiliki ukuran 122 cm x 244 cm. Keunggulan, pada saat terpasang plafond gypsum memiliki permukaan yang terlihat tanpa sambungan, proses pengerjaanya lebih cepat dan rapi, mudah diperoleh, diperbaiki serta diganti, tidak mudah terbakar, tahan rayap dan modelnya bervariasi. Kelemahan, tidak tahan terhadap benturan dan air sehingga mudah rusak ketika terkena air atau rembesan air serta memerlukan keahlian khusus untuk mengaplikasikannya.



Gambar 17. Contoh Plafond dari Bahan Gypsum Sumber: http://rikaarba.wordpress.com/2013/12/22/123/, diakses tanggal 27 Juni 2014



5. Akustik Board Plafond akustik merupakan solusi dalam merencanakan sebuah ruangan yang dapat meredam kebisingan. Ukurannya pada umumnya yaitu 60 cm x 60 cm dan 60 cm x 120 cm. Keunggulan, dapat meredam suara, bobotnya relatif ringan sehingga mudah untuk perbaikan atau diganti dan proses pengerjaannya cepat. Kelemahan, tidak tahan air dan di daerah tertentu masih jarang dijumpai serta harganya relatif lebih mahal.



Gambar 18. Contoh Plafond dari Akustik Board Sumber: http://rikaarba.wordpress.com/2013/12/22/123/, diakses tanggal 27 Juni 2014



6. Polivynil Chloride (PVC) Plafon PVC adalah jenis plafon yang terbuat dari bahan PVC yang biasa digunakan untuk bahan pipa air. Penggunaan PVC ini untuk plafon dikarenakan bersifat lentur dan ringan, dan dapat digunakan dalam jangka lama. Keunggulannya yaitu kuat/tahan lama, kedap suara, tidak merambat api, anti rayap, anti karat, tahan air, tidak rentan udara lembab, cepat dan mudah pemasangnnya, motif bervariasi, hemat biaya dan tidak perlu finising (dempul/cat).



Gambar 19. Contoh Plafond dari Bahan PVC Sumber: http://www.plafonpartisi.com/plafonpvc/, diakses tanggal 27 Juni 2014



3.2 Elemen Pelengkap Pembentuk Ruang 3.2.1 Pintu Pintu merupakan bukaan ruang yang berfungsi sebagai tempat keluar dan masuknya orang-orang yang melakukan kegiatan dalam ruang (Suptandar, 1982 : 56). Pintu juga merupakan jalan masuk untuk akses fisik seperti manusia, perabot, dan barang-barang untuk masuk dan keluar bangunan dari satu ruang ke ruang lain dalam bangunan (Ching, 1996 : 220). Penempatan pintu berpengaruh pada sistem sirkulasi yang dipergunakan, pengarahan atau pembimbingan jalan. Keberadaan pintu juga dapat mengendalikan jalan keluar masuk cahaya, suara, udara, panas dan dingin (Ching, 1996 : 112). Jalan masuk bisa dibuat lebar atau sempit. Jalan masuk yang lebar pada umumnya banyak dipakai oleh bangunan kelas atas, sementara jalan masuk yang sempit, banyak dipakai oleh bangunan kelas menengah dan bawah (Ma’ruf, 2005 : 206). Terdapat beberapa jenis pintu yaitu : a. Pintu Panel Pintu panel adalah model pintu yang dibuat dengan menggunakan konstruksi frame dan panel. Panel merupakan istilah lain dari papan kayu yang berukuran besar yang dipasang diantara frame - frame. Panel ini membuat pintu menjadi kuat konstruksinya.



Gambar 20. Contoh Pintu Panel Sumber: http://www.sari-jati.com/pintu-panel-solidraised.html, diakses tanggal 27 Juni 2014



b. Pintu Plank Pintu plank memiliki disain yang hampir mirip dengan pintu panel namun ukuran panelnya jauh lebih besar. Plank kayu



disusun secara vertikal diantara frame framenya.



Gambar 21. Contoh Pintu Plank Sumber: http://www.entryways.com, diakses tanggal 27 Juni 2014



c. Pintu Flush Pintu model flush ini merupakan pintu dengan permukaan yang datar dan rata yang dibuat dari frame dan bagian inti tengah pintu kemudian ditutup dengan veneer kayu yang halus. Sebagian besar pintu gaya modern dan kontemporer menggunakan model pintu flush ini. d. Pintu Art dan Craft Tidak ada patokan baku mengenai model pintu jenis ini karena pada dasarnya model pintu art dan craft merupakan model pintu yang penuh dengan nilai seni. Pada pintu ini, pembuat/desainer pintu dapat dengan bebas menuangkan rasa seninya pada model pintu ini.



Gambar 22. Contoh Pintu Flush Sumber: http://www.made-inchina.com, diakses tanggal 27 Juni 2014



Gambar 23. Contoh Pintu Art dan Craft Sumber: http://www.heartofoak workshop.com, diakses tanggal 27 Juni 2014



e. Pintu Louver Pintu model ini terbuat dari frame dan slat slat kecil yang dipasang menyerupai sirip. Bentuk sirip kayu yang horisontal inilah yang disebut dengan louver atau bilah. Dengan menggunakan model pintu ini, memungkinkan udara masuk dengan bebas sehingga bisa berfungsi sebagai ventilasi udara juga. f. Pintu Kaca Sesuai dengan namanya, pintu model ini menggunakan material kaca. Baik itu seluruh bagian terdiri dari kaca atau tetap menggunakan frame dan bagian inti terdiri dari kaca.



tahanan. Lain halnya dengan jendela yang berukuran besar dan ditempatkan rendah akan memberikan perasaan bebas (Wilkening, 1989: 43). Ukuran jendela juga berkaitan dengan cahaya penerangan intensitas dan warnanya ditentukan oleh orientasi jendela dan penempatanya dalam ruang (Ching, 1996 : 208). Adapun tipe-tipe jendela adalah sebagai berikut: 1. Jendela Geser (Sliding Window) Sesuai namanya, jendela dengan tipe ini, dibuka dengan cara digeser (sliding window), baik horizontal maupun vertikal (double hung). Gambar 26. Contoh Jendela Geser Sumber: http://mandorbangunan.wordpress.com/artikel/ memilih-jenis-dan-material-jendela/, diakses tanggal 27 Juni 2014



Gambar 24. Contoh Pintu Louver Sumber: http://www.masonite.co m, diakses tanggal 27 Juni 2014



Gambar 25. Contoh Pintu Kaca Sumber: http://www.modernpiv otdoors.com, diakses tanggal 27 Juni 2014



3.2.2 Jendela Jendela adalah salah satu bukaan yang berfungsi sebagai penghubung ruang dalam (interior) dan ruang luar (eksterior) maupun sebagai tempat keluar masuknya udara dan cahaya. (Suptandar, 1982: 61). Jendela yang transparan secara visual dapat menyatukan sebuah ruang interior dengan ruang luar atau dengan ruang interior disebelahnya (Ching, 1996 : 224). Jendela mempunyai tiga fungsi yaitu sebagai penerima cahaya dari luar, ventilasi dan mengatur pemandangan. Ukuran jendela mempengaruhi suasana dan perasaan bagi penghuni didalamnya. Susunan jendela yang kecil dan tinggi memberi kesan sesak mengakibatkan perasaan seakan-akan tersekap dalam sel



2. Jendela dengan Engsel atau Jendela Ayun Beberapa jenis jendela ayun (swinging window) adalah casement (buka samping), jungkit atau awning (engsel terletak di atas kusen), hopper (engsel terletak di bawah kusen), dan nako (jalusi).



Gambar 27. Contoh Jendela Ayun Sumber: http://mandorbangunan.wordpress.com/artikel/ memilih-jenis-dan-material-jendela/, diakses tanggal 27 Juni 2014



Jendela ayun memiliki daun jendela yang salah satu sisinya terkait dan di operasikan



dengan cara di ayun keluar atau ke dalam. Kelebihan jendela ini mampu menyediakan bukaan 100%. 3. Fixed Windows Jendela mati adalah tipe jendela yang tidak berventilasi sehingga hanya bisa memasukan sumber cahaya. Tipe jendela seperti ini umumnya hanya berupa lubang kaca yang tidak dapat dibuka sehingga tidak berfungsi untuk mengalirkan udara.



Gambar 28. Contoh Fixed Windows Sumber: http://mandorbangunan.wordpress.com/artikel/ memilih-jenis-dan-material-jendela/, diakses tanggal 27 Juni 2014



4. Double Hung Window Merupakan jendela yang terdiri atas 2 daun di susun vertikal dan di operasikan dengan cara menggeser salah satu daun jendela secara vertikal. 5. Single Hung Window adalah jendela yang memiliki bentuk fisik yang sama dengan Double Hung Window yang membedakannya adalah hanya 1 daun yang dapat di geser, Single Hung Window hanya bisa menyediakan 50% bukaan. 6. Awning dan Hopper Tipe jendela ini memiliki prinsip kerja yang mirip dengan jendela ayun hanya saja sisi jendela yang di kaitkan adalah sisi atas atau bawahnya. 7. French Window Adalah tipe jendela dengan sepasang jendela ayun yang di juga berfungsi sebagai aksen keluar masuk. Karena memiliki fungsi ganda sebagai pintu ruang kamar tidur merupakan lokasi yang tepat untuk French Window karena sebagian besar bukaan mengarah ke dalam, Biasanya aplikasi jendela ini menghadap ke taman yang berdekatan dengan kamar tidur.



8. Pivoted Window Merupakan tipe jendela yang daun jendelanya dapat berputar 90 derajat atau 180 derajat secara horinsontal maupun vertikal. 9. Jalousie Window Adalah jendela yang memiliki pelat-pelat panjang horizontal (Sirip) dari kayu yang tersusun rapat. 10. Bay Window Bay Window merupakan jendela yang posisinya menjorok atau menonjol kebagian depan dan terletak di fasad. Salah satu efek utama dari penggunaan jendela ini adalah dapat menciptakan daerah cekung dalam ruang atau interior. Ukuran sudut pada cekungan tersebut adalah 150, 135 dan 90 derajat. Untuk bentuknya bervariasi dapat berupa kubus atau polygonal. Selain berfungsi sebagai jendela, bay window juga menciptakan ruang tersendiri di bagian dalam.



Gambar 29. Contoh Bay Window Sumber: http://hpmirror.com/24-tips-decorationbay-window-to-ventilate-your-home-elegantdecor/, diakses tanggal 27 Juni 2014



11. Bow Window Merupakan tipe jendela yang hampir mirip dengan Bay Window hanya saja perbedaannya terletak pada format jendelanya di buat melengkung. 12. Ox-Eye/Bull’s Eye Window Adalah jendela kecil yang berbentuk lingkaran, bundar atau oval sering di sebut juga Oeil de boeuf window (jendela mata banteng). Pada umumnya dipasang di bagian fasad, dibuat di lantai dua atau jika hanya terdiri dari satu lantai saja maka diletakkan bukan ditengah dinding melainkan dipuncaknya atau diatas pintu. Aplikasi tipe jendela satu ini sering terlihat menggunakan elemen kaca patri atau kaca warna-warni.



Gambar 30. Contoh Oeil de Boeuf Window Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Oeil-deboeuf, diakses tanggal 27 Juni 2014



13. Ribbon Window Tipe jendela satu ini selalu bentuk horizontal memanjang seperti pita, jendela ini bisa di buat bersegmen atau menerus tanpa segmen keberadaan tipe jendela Ribbon Window menjadi salah satu ciri bangunan bergaya minimalis modern. 14. Sidelight Window Merupakan jendela yang letaknya disamping kiri atau kanan pintu utamanya. Bentuk jendela ini selalu mengikuti bentuk pintu karena letaknya berdekatan dengan pintu namun ukurannya lebih vertical dan menyempit. Pada umumnya jenis jendela ini diaplikasikan pada bangunan yang memerlukan pencahayaan yang cukup.



Gambar 32. Contoh Fanlight Window Sumber: http://www.hfmillwork.com/1818_federal_style_li brary_.html, diakses tanggal 27 Juni 2014



16. Fortochka Window Fortochka merupakan sebutan dari bahasa rusia yang artinya ventilasi kecil pada jendela. Sehingga jendela ini pada umunya dibuat menyatu dengan jendela lain atau dibuat secara permanen ukuran jendela ini kecil dan terletak pada bagian pojok atas jendela utama.



Gambar 33. Contoh Fortochka Window Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Fortochka, diakses tanggal 27 Juni 2014



Gambar 31. Contoh Sidelight Window Sumber: http://hpmirror.com/24-tips-decoration- baywindow-to-ventilate-your-home-elegant- decor/, diakses tanggal 27 Juni 2014



15. Fanlight Window Jendela model ini bentuknya sangat spesifik yaitu setengah lingkaran atau seperti kipas yang sedang terbuka. Hal ini dikarenakan pada bagian dalamnya terdapat sekat-sekat atau teralis dibagian kacanya. Jendela ini lebih sering berada diatas pintu atau dibuat menyatu dengan pintu serta dibuat dalam dua sistem yaitu permanen sehingga tidak bisa dibuka atau memakai engsel sehingga bisa dibuka dan ditutup kembali. 18. Skylight Window Jendela yang berada di atap untuk menampung cahaya alami sinar matahari.



17. Louvre Window Jendela yang terdiri dari beberapa lembar (strip) kaca horizontal serta memerlukan engkol untuk membukanya (Kaca Nako).



Gambar 34. Contoh LouverWindow Sumber: http://www.abandw.com/product/windowssystem/winsuite/louver-windows.php, diakses tanggal 27 Juni 2014



Gambar 35. Contoh Skylight Window Sumber: http://www.rumahuni.com/skylight- solusiruang-terang-alami/, diakses tanggal 27 Juni 2014



Beberapa material jendela yang umum digunakan yaitu : a. Jendela dan Kusen Kayu Kayu merupakan salah satu material yang sangat mudah untuk dibentuk dan dihias dalam berbagai bentuk dan warna, serta kusen dan jendela dapat menahan beban yang lebih kuat. Kelemahan kayu adalah mudah rusak bila sering terkena hujan dan adanya perubahan cuaca panas ke musim hujan, mengalami pemuaian atau susut, rentan terhadap rayap.



Gambar 36. Contoh Jendela dan Kusen Kayu Sumber: http://mandorbangunan.wordpress.com/artikel/ memilih-jenis-dan-material-jendela/, diakses tanggal 27 Juni 2014



b. Jendela dan Kusen Alumunium Untuk model jendela jenis ini biasanya lebih ringan daripada kayu, oleh karena itu wajib diperhatikan pemasangannya guna menghindari kebocoran serta cukup kuat terhadap cuaca. Untuk perawatan dilakukan pembersihan secara berkala adalah hal yang mudah dilakukan supaya permukaan tidak mengalami pertumbuhan jamur.



Gambar 37. Contoh Jendela dan Kusen Aluminium Sumber: http://kusenalumuniumbandung.wordpress.com/ page/2/, diakses tanggal 27 Juni 2014



c. Jendela dan Kusen Fiberglass Jenis kusen ini mempunyai keunggulan cukup ringan dan mudah untuk mengerjakannya, biayanya cukup efisien. Keunggulan lainnya adalah jenis fiberglass kelihatan lebih segar dan lebih bersih. Penempatan jendela untuk bahan ini cocok untuk interior dan eksterior. d. Jendela dan Kusen Vinyl Bahan jendela yang popular karena memiliki keunggulan seperti efisien energi, terjangkau, dan terlihat bagus dan cocok dengan berbagai bentuk bangunan modern, penggunaan bahan ini cukup mudah dikerjakan dan sangat tahan lama. 3.2.3 Ventilasi Ventilasi ialah salah satu pelengkap pembentuk ruang yang berfungsi dalam penyediaan udara segar ke dalam suatu ruangan dan pengeluaran udara kotor suatu ruangan baik alamiah maupun secara buatan. Ventilasi yang baik dalam ruangan harus mempunyai syarat-syarat, diantaranya: a) Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan. Sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5%. Jumlah keduanya menjadi 10% kali luas lantai ruangan. b) Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap kendaraan, dari pabrik, sampah, debu dan lainnya. c) Aliran udara diusahakan Cross Ventilation dengan menempatkan dua lubang jendela berhadapan antara dua



dinding ruangan sehingga proses aliran udara lebih lancar.



Gambar 38. Contoh Ventilasi dalam Ruangan Sumber: http://yudhisoegian.wordpress.com/2009/12/27/m erancang-rumah-sehat-nyaman-1/, diakses tanggal 27 Juni 2014



Ventilasi terdiri dari dua prinsip, yaitu : a. Ventilasi Horisontal Ventilasi horizontal timbul karena udara dari sumber yang datang secara horizontal. Kondisi ini bisa terjadi bila ada satu sisi (bagian rumah) yang sengaja dibuat panas sementara di sisi lain kondisinya lebih sejuk. Prinsip dasar udara yang mengalir dari daerah bertekanan tinggi /dingin ke daerah bertekanan rendah/panas.



Gambar 39. Ventilasi Horisontal Sumber: http://19design.wordpress.com/2011/04/23/menge nal-lebih-jauh-sistem-ventilasi/, diakses tanggal 27 Juni 2014



b. Ventilasi Vertikal Prinsip dasar ventilasi vertikal adalah memanfaatkan perbedaan lapisan-lapisan udara, baik di dalam maupun di luar yang memiliki perbedaan berat jenis. Ventilasi vertikal ini akan sangat bermanfaat untuk bangunan rumah 2 lantai atau lebih.



Gambar 40. Ventilasi Vertikal Sumber: http://19design.wordpress.com/2011/04/23/menge nal-lebih-jauh-sistem-ventilasi/, diakses tanggal 27 Juni 2014



4. SIMPULAN DAN REKOMENDASI Adapun simpulan dan rekomendasi dari kajian ini yaitu : 4.1 Simpulan Kesimpulan dari kajian elemen pembentuk dan pelengkap pembentuk ruang yaitu : 1. Elemen pembentuk ruang terdiri lantai, dinding dan plafon. Lantai merupakan penutup ruang bagian bawah yang jenisnya terdiri dari lantai tegel, teraso, keramik, marmer, vinyl dan karpet. Dinding merupakan salah satu elemen bangunan yang membatasi satu ruang dengan ruang lainnya yang terdiri dari dinding struktur dan nonsturuktur serta untuk finishingnya berupa cat, wallpaper, panel, lubang, ceruk dan relief. Plafon merupakan penutup ruang bagian atas dan finishing bahannya terdiri atas tripleks, eternity/asbes, serat/fiber, gypsum board, akustik board dan Polivynil Chloride (PVC). 2. Elemen pelengkap pembentuk ruang terdiri dari pintu, jendela dan ventilasi. Pintu merupakan bukaan ruang yang berfungsi sebagai tempat keluar dan masuk serta jenis-jenisnya yaitu pintu panel, pintu plank, pintu flush, pintu art dan craft, pintu kaca dan pintu louver. Jendela adalah salah satu bukaan yang berfungsi sebagai penghubung ruang dalam dan luar dan sebagaitempat keluar masuknya udara dan cahaya. Type-type jendela yaitu jendela geser, ayun, fixed, double hung, single hung, awning dan hopper, french, pivoted, jalousie, bay, bow, bull’s eye, ribbon, sidelight, fanlight, fortochka, louvre dan skylight. Untuk bahan finishing jendela yaitu kayu, aluminium, fiberglass dan vinyl. Ventilasi merupakan bukaan ruang yang berfungsi sebagai sirkulasi udara yang terdiri dari dua prinsip yaitu ventilasi horizontal dan vertikal. 4.2 Rekomendasi Maka dari pembahasan diatas rekomendasi yang dapat diberikan yaitu perancangan interior sangat penting untuk diperhatikan



sehingga unsur-unsur didalamnya perlu dikaji terlebih dahulu. Sehingga nantinya dalam melakukan perancangan sudah menguasai terlebih dahulu apa saja yang perlu diperhatikan dalam merancang agar mendapat hasil rancangan yang terbaik. 5. DAFTAR PUSTAKA Ching, Francis D.K. 1996. Ilustrasi Desain Interior. Erlangga, Jakarta Chressetianto, Ayhwien. 2013. Pengaruh Aksesoris Dan Elemen Pembentuk Ruang Terhadap Suasana Dan Karakter Interior Lobi Hotel Artotel Surabaya. Jurnal Intra Vol. 1, No. 1, 1-7. Surabaya : Program Studi Desain Interior, Universitas Kristen Petra D.K.Ching, Francis. 1999. Arsitektur: Bentuk, Ruang dan Susunannya. Cetakan ke-7. Jakarta: Erlangga. Dwi Wahyuni, Klara. 2012. Desain Interior Restoran “Waroeng Spesial Sambal” dengan Konsep Rustic of Javanese. Artikel Ilmiah. Denpasar : Program Studi Desain Interior, FSRD ISI. Ernst Neufert ; Amril Sjamsu .1989. Data Arsitek Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Kusumawardhani, Martha. 2006. Perencanaan dan Perancangan Interior Restaurant, Coffee Shop dan Lobby. Tugas Akhir. Surakarta : Jurusan Desain Interior Universitas Sebelas Maret. Lawson, Fred. 1994. Restaurant Planning and Design. Cambridge : Cambridge University Press Mangunwijaya, Y.B. 1980. Pasal-Pasal Penghantar Fisika Bangunan. Jakarta: PT Gramedia. Ma’ruf Hendri. 2005. Pemasaran Ritel. Jakarta (p3) : PT. Gramedia Pustaka Utama. Putra, Edy Dharma. 2012. Desain Interior Restoran “Hu’u”. Artikel Ilmiah. Denpasar : Fakultas Seni Rupa dan Desain, ISI.



Suptandar, Pamudji. 1982. Interior Design II. Jakarta : Erlangga Suptandar, Pamudji. 1985. Perancangan Tata Ruang Dalam: Interior Design. Jakarta: Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Trisakti. Suptandar, J.Pamudji. 1991. Desain Interior : Pengantar Merencana Interior untuk Mahasiswa Desain dan Arsitektur. Jakarta: Djambatan. Sutaryono, Putu. 2011. Desain Interior Paul Ropp Boutique. Pengantar Karya Tugas Akhir. Denpasar : Program Studi Desain Interior, FSRD ISI. Wilkening, Fritz. (1989). Tata Ruang. Semarang : Penerbit Kanisius. Sumber Internet http://www.tipsrawatrumah.com/2013/05/la ntai-vinyl.html http://www.bintanghome.com/rubrikutama/tematik/1485-macam-macamdinding.html http://www.desainminimalismodern.com/11 2-material-plafon-gipsumtripleksatau-fiber-semen/ http://rikaarba.wordpress.com/2013/12/22/1 23/, diakses tanggal 27 Juni 2014 http://www.supplierbahanbangunan.com/pl afon-pvc-2/plafon-pvc http://www.plafonpartisi.com/plafon-pvc/ http://www.desainminimalismodern.com/11 2-material-plafon-gipsumtripleksatau-fiber-semen/ http://carapedia.com/model_pintu_rumah_i nfo2404.html http://mandorbangunan.wordpress.com/arti kel/memilih-jenis-dan-materialjendela/ http://www.gudangart.com/2011/12/tipedan-jenis-jendela-rumah.html http://www.imagebali.net/detailartikel/1181-mengenal-jenis-jenisjendela.php http://19design.wordpress.com/2011/04/23/ mengenal-lebih-jauh-sistem-ventilasi/



JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 18-27



18



VARIASI DESAIN INTERIOR COFFEE SHOP DI KOTA DENPASAR DAN KABUPATEN BADUNG Oleh: Freddy Hendrawan, ST, MT Dosen Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali E-mail : [email protected]



Abstrak Setiap manusia selain dilahirkan sebagai seorang makhluk individu juga memiliki peran sebagai makhluk sosial. Seiring perkembangan jaman, kebutuhan untuk berinteraksi dengan sesamanya mempengaruhi gaya hidup mereka sehari-hari. Semakin maraknya kedai-kedai kopi (coffee shop) yang mewarnai pembangunan kota Denpasar merupakan salah satu fenomena di dalam lingkungan masyarakat sebagai sebuah bentuk kreatifitas di dalam menciptakan wadah untuk berinteraksi sosial. Keberadaan coffee shop menuntut adanya sebuah kenyamanan, keamanan dan tampilan estetis yang mampu memberikan sebuah daya tarik bagi setiap penikmat kopi. Di dalam penelitian kualitatif ini akan dilakukan identifikasi terhadap variasi desain interior coffee shop dengan mengambil beberapa objek di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung sebagai case study. Beberapa simpulan yang diperoleh adalah konsep simpel dan moderen pada desain interior coffee shop terlihat melalui penerapan wujud dasar segi empat dan lingkaran, kejujuran material menjadi salah satu komponen utama untuk memperkuat karakteristik orisinalitas, suasana hangat, nyaman dan intim, serta adanya penggunaan dekorasi berupa tulisan dan gambar yang mempromosikan mengenai kopi. Kata kunci: Variasi, Desain Interior, Coffee Shop



Abstract Every human was born as an individual and social creature as well. Currently, an interaction requirement with the other are affects people lifestyle. The growths of coffee shop had given the color for Denpasar City development which is one of the phenomenon in society as a form of the creativity to create a social interaction community. The presence of coffee shops requires a comfortable, security and aesthetic visual, so it will be able gives an attraction to each coffee drinkers. This qualitative research will identifies the variations of the coffee shop interior design through some objects in Denpasar City and Badung Regency as a case study. Some conclusions are the simple and modern concepts on the coffee shop interior design is visible through the application of the rectangular and circle basic shape, the honestly of the material become one of the component to makes a strength characteristic of originalities, warm, comfort and intimae, also the application of word and picture decorations to promote about coffee. Key words : Variations, Interior Design, Coffee Shop



1. PENDAHULUAN Menurut International Coffee Organization, penyebaran kopi di dunia dan budaya meminum kopi berawal di benua Afrika. Menurut sejarah dikatakan bahwa pohon kopi berasal dari Kaffa, Ethopia dan biasanya buah kopi ini dikonsumsi oleh para budak dari Sudan. Menurut Ir. Mudrig Yahmadi dalam bukunya Rangkaian Perkembangan dan Permasalahan Budidaya dan Pengolahan Kopi di Indonesia, kopi pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1696 dari jenis kopi Arabika. Kopi ini masuk melalui Batavia (sekarang Jakarta) yang dibawa oleh Komandan Pasukan Belanda Adrian Van Ommen dari Malabar India, kemudian ditanam dan dikembangkan di tempat yang sekarang dikenal dengan Pondok Kopi, Jakarta Timur dengan menggunakan tanah partikelir Kedaung. Sayangnya tanaman ini kemudian mati akibat banjir, maka tahun 1699 didatangkan lagi bibit-bibit baru yang kemudian berkembang di sekitar Jakarta dan Jawa Barat antara lain di Priangan dan akhirnya menyebar ke berbagai bagian di kepulauan Indonesia seperti Sumatera, Bali, Sulawesi dan Timor. Di negara-negara barat, meminum kopi di pagi hari bahkan sudah menjadi semacam ritual dan budaya. Tidak lengkap rasanya apabila memulai aktivitas tanpa menyeruput secangkir kopi. Bahkan di Amerika, kopi menjadi minuman tradisional bagi masyarakat. Kopi menjadi menu untuk minuman pagi, sore dan malam hari. Di sana terdapat istilah Coffee Morning dalam lingkungan masyarakat yang berarti saat itu adalah saat yang tepat untuk berbincangbincang sambil menikmati aroma dan rasa kopi (Sara Perry dalam Amer Risnadi, 1991). Kebiasaan meminum kopi di Indonesia juga telah dilakukan dan terlihat sejak dulu serta telah menjadi sebuah tradisi di Indonesia. Tradisi meminum kopi di pagi hari saat akan memulai aktivitas dan di malam hari untuk menghilangkan kantuk bagi mereka yang melakukan ronda, lembur ataupun mahasiswa yang menyelesaikan tugas



hingga larut malam sudah menjadi pemandangan yang biasa. Bahkan tradisi meminum kopi sangat erat kaitannya dengan kebiasaan berkumpul dan berbincang-bincang di dalam lingkungan sosial. Hal inilah yang dapat terlihat hingga saat ini, ketika perkembangan jaman mentransformasikan tradisi meminum kopi yang awalnya hanya sebagai kebutuhan biologis menjadi kebutuhan sosial. Terbukti dengan semakin maraknya bermunculan public facility maupun commercial facility sebagai wadah untuk melakukan interaksi sosial, salah satunya adalah coffee shop. Fenomena sosial ini menyebabkan semakin banyak produsen maupun pengusaha untuk menciptakan sebuah coffee shop yang menarik dan unik, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan para penikmat kopi dan tempat untuk melakukan interaksi sosial. Seperti halnya kota Denpasar dan Kabupaten Badung khususnya Kuta yang memiliki potensi di dalam bidang perdagangan dan pariwisata. Perkembangan coffee shop setiap tahunnya menawarkan desain interior yang variatif dan kreatif. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini akan dilakukan identifikasi terhadap variasi desain interior di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung (Kecamatan Kuta) untuk memberikan sebuah gambaran keberadaan coffee shop yang berkembang menjadi sebuah wadah interaksi sosial. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu dengan melakukan observasi langsung terhadap desain interior coffee shop yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung (Kecamatan Kuta) dengan mengambil sampel beberapa objek sebagai case study, yaitu Mangsi Coffee Shop, Castro Coffee Shop, Anomali Coffee Shop dan Starbucks Coffee Shop. Analisa dilakukan dengan mengindentifikasi desain interior masingmasing coffee shop dan akan dikaji menggunakan teori bentuk.



JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 18-27



3. TINJAUAN TEORI Menurut Ching (2000:34), bentuk didefinisikan sebagai sebuah istilah inklusif yang memiliki beberapa pengertian. Bentuk tidak hanya dapat dikatakan sebagai penampilan luar saja, namun bentuk juga dapat dihubungkan dengan struktur internal maupun garis eksternal serta prinsip yang memberikan kesatuan secara menyeluruh. Ching juga menjabarkan ciri-ciri visual dari bentuk terdiri dari unsur-unsur wujud, dimensi, warna, tekstur, posisi, orientasi dan inersia visual. Demikian pula dengan Wong (1996:10-11) yang menjabarkan bahwa unsur rupa atau bentuk terdiri dari wujud, dimensi atau ukuran, warna dan tekstur. Menurut Kusmiati (2004:13), persepsi visual dari bentuk fisik suatu karya terdiri dari berbagai elemen, seperti elemen titik, garis, bentuk, warna, tekstur dan pola. Selain itu, Kusmiati juga menyatakan bahwa rasa estetika desain dan arsitektur didasarkan pada elemen dan prinsip perancangan yang bisa dijelaskan secara rasional dalam dua kategori, yaitu perbendaharaan desain dan elemen pendukung. Perbendaharaan desain meliputi titik, garis, bidang, bentuk, tekstur, pola, warna, cahaya, nada dan proporsi. Sedangkan elemen pendukung estetika terdiri dari keseimbangan, harmoni, irama, kesatuan, komposisi, dekorasi, dan material. Perbedaan yang jelas antara warna permukaan suatu bidang dan daerah sekelilingnya dapat memperjelas wujud suatu benda, sedangkan merubah tingkat kegelapan warna permukaan dapat menambah atau mengurangi bobot visual suatu bidang. Tekstur dan warna, bersamasama mempengaruhi bobot visual dan skala suatu bidang, serta tingkat kemampuan menyerap atau memantulkan cahaya dan bunyi (Ching, 2000:86). Terkait dengan hal tersebut, maka unsur tekstur dan warna merupakan bagian yang menentukan wujud suatu benda, dan akan menjadi satu bagian dengan unsur wujud.



19



Tabel 1 Perumusan Variabel Ciri-ciri Visual bentuk Sumber Ciri-ciri visual Variabel ciribentuk ciri visual bentuk yang digunakan D.K. a. wujud a. Wujud Ching b. dimensi (horisontal,v c. warna ertikal, tekstur dan d. tekstur warna) e. posisi b. Material f.orientasi (alami dan g. inersia visual. buatan) Wucius a. wujud c. Ragam hias Wong b. dimensi/ ukuran (dekorasi & c. warna ornamen) d. tekstur Artini Perbendaharaan Kusmiati desain meliputi: a. titik b. garis c. bidang d. bentuk e. tekstur f. pola g. warna h. cahaya i. nada j. proporsi. Elemen Pendukung Estetika: a. keseimbangan b. harmoni c. irama d. Kesatuan e. komposisi f. dekorasi g. material. Sumber: Modifikasi Ching, Wong, Kusmiati



Berdasarkan perumusan variabel ciri-ciri visual bentuk tersebut dan hasil pengamatan di lapangan maka diperoleh variabel ciri visual bentuk yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu wujud, material, serta ragam hias. A. Wujud Ching (2000:34) menyatakan bahwa wujud merupakan sisi luar karakteristik atau konfigurasi permukaan suatu bentuk tertentu. Wujud juga merupakan aspek dimana bentuk-bentuk dapat diidentifikasi dan dikategorikan. Selain itu dikatakan pula bahwa wujud adalah karakter utama yang



dimiliki sebuah bidang dan ditentukan oleh kontur garis yang membentuk sisi-sisi sebuah bidang. Karena persepsi tentang wujud dapat dikaburkan oleh pandangan perspektif, maka wujud sebenarnya dari sebuah bidang hanya dapat dilihat jika dipandang dari arah depan saja (Ching, 2000:18). Wong (1996:10) juga mengatakan bahwa wujud merupakan rupa keliling sebuah rancang dan jati diri utama rancang tersebut. Secara psikologis manusia akan menyederhanakan lingkungan visualnya untuk memudahkan pemahaman. Dalam setiap komposisi bentuk, manusia cenderung mengurangi subjek utama dalam daerah pandang ke bentuk yang paling sederhana dan teratur. Semakin sederhana dan teraturnya suatu wujud, semakin mudah untuk diterima dan dimengerti. Hal ini dapat dilihat secara geometri (gambar 1) bahwa wujud dasar terdiri dari lingkaran, segitiga, dan bujur sangkar atau persegi (Ching, 2000:38).



Segitiga



Lingkaran



Bujur Sangkar



Gambar 1. Wujud Dasar dan Modifikasinya Sumber: Ching, 2000:38-41



Wong (1996:11) mengatakan warna atau nilai terang dan gelap, membedakan sebuah bentuk dengan jelas dari lingkungannya dan dapat berupa warna alam atau buatan (gambar 2). Pada warna alam, warna asli bahanlah yang ditampilkan, sedangkan pada warna buatan, warna asli bahan ditutup dengan lapisan cat atau diubah dengan cara lain. Menurut Ching (2000:34) warna merupakan sebuah fenomena pencahayaan



dan persepsi visual yang menjelaskan persepsi individu dalam corak, intensitas dan nada. Warna adalah atribut yang paling menyolok membedakan suatu bentuk dari lingkungannya. Warna juga mempengaruhi bobot visual suatu bentuk.



Gambar 2. Warna asli dan buatan Sumber: http://www.flickr.com



Tekstur adalah nilai raba pada suatu permukaan, baik itu nyata maupun semu. Suatu permukaan mungkin kasar, halus, keras atau lunak, kasar atau licin. Tekstur merupakan karakter nilai raba yang dapat dirasakan secara fisik dan secara imajiner. Tekstur kasar ketika diraba secara fisik memang menunjukkan suatu permukaan yang kasar, sedangkan tekstur semu hanya nampak oleh mata, karakternya kasar namun ketika diraba tidak dapat dirasakan sebagaimana yang dilihat sehingga tekstur semacam ini hanya memberi kesan imajinatif pada perasaan (Gulendra, 2010:2). Menurut Kusmiati (2004:77-79) fungsi utama dari warna dalam perancangan adalah untuk: 1) meningkatkan kualitas atau memberi nilai tambah, 2) sebagai media komunikasi yang memiliki makna untuk penyalur pesan dan informasi, 3) untuk lebih menjelaskan suatu masalah karena warna memiliki daya tarik khusus, 4) membantu membangun citra keagungan karena warna memiliki sifat yang kuat dalam membentuk kesan dan kewibawaan, 5) berfungsi untuk menutupi kelemahan atau kekurangan permukaan suatu bentuk atau benda yang dianggap kurang menarik. B. Material Material adalah bahan yang menjadi bakal untuk membuat bahan baru, bahan mentah bangunan seperti batu, semen, kapur dan



sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010:520). Menurut Kusmiati (2004:116) bahan bangunan (building material) memiliki sifat kekakuan (stiffness), kekerasan (hardness), dan daya tahan (durability). Perbandingan dari ketiga sifat tersebut dapat dihitung secara matematika. Masing-masing bahan memiliki keterbatasan kekuatan, sehingga dapat retak, patah, atau melentur bila diberi beban yang melebihi kemampuannya . C. Ragam hias Gomudha dalam Herlina (2010:20) mengatakan bahwa ragam hias digolongkan menjadi dua, yaitu ornamen dan dekorasi (gambar 3). Perbedaannya adalah ornamen muncul sebagai akibat penyelesaian konstruksi sedangkan dekorasi dipasang semata-mata hanya sebagai penampilan estetis atau tempelan.



dipasang pada elemen-elemen arsitektur, tetapi bukan merupakan bagian integral dari konstruksi dan semata-mata dipasang sebagai elemen estetis serta merupakan satu kesatuan dengan tempat dekorasi tersebut dipasang. 4. ANALISA Analisa akan dilakukan dengan mengidentifikasi objek penelitian yang telah ditentukan sebagai case study, yaitu Mangsi Coffee Shop, Castro Coffee Shop, Anomali Coffee Shop dan Starbucks Coffee Shop. Keempat objek tersebut akan dikaji menggunakan variable ciri-ciri visual bentuk wujud, material dan ragam hias. 1. Mangsi Coffee Shop



Gambar 4. Tampak Depan Mangsi Coffee Shop Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014 Dekorasi Ornamen



Gambar 3. Ornamen dan dekorasi Sumber: http://www.flickr.co m



Istilah ornamen berasal dari bahasa Yunani, yaitu ornare yang artinya hiasan atau perhiasan. Ornamen merupakan elemen pelengkap dalam suatu karya arsitektur yang keberadaanya membuat suatu karya arsitektur menjadi lebih menarik, memiliki jiwa dan karakter yang khas. Selain itu, ornamen menjadi sarana untuk mengkomunikasikan konsep, ajaran dan falsafah dalam kehidupan masyarakat. Ornamen memiliki makna yang lebih dari sekedar tujuan estetika (Depdiknas dalam Erisca, 2008:42). Sedangkan menurut Prijotomo dalam Herlina (2010:20) dekorasi merupakan unsur tata hias yang



Mangsi Coffee Shop adalah sebuah kedai kopi yang berada di Jalan Hayam Wuruk No. 195 Denpasar. Menurut pemiliknya Made Windu Segara Senet, nama Mangsi diadopsi dari istilah Bali yang merupakan sebuah hasil proses akumulasi pembakaran api dengan kekuatan Brahma (Dewa Api dalam terminologi Agama Hindu). A. Wujud Wujud interior Mangsi Coffee Shop dapat terlihat dari denah lantai setiap ruangan dan tampak interior yang sebagian besar berupa wujud dasar segi empat. Selain itu, bangunan yang memilih konsep mural sebagai warna buatan dalam menutup permukaan bidang ini menggunakan wujud dasar lingkaran yang diaplikasikan pada furnitur ruangan, seperti meja, lampu hias dan beberapa dekorasi dinding.



Gambar 6. Material pada Mangsi Coffee Shop Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014



Gambar 5. Wujud Dasar Mangsi Coffee Shop Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014



Tampilan visual terhadap wujud dasar segi empat terlihat dengan penggunaan potongan papan kayu dengan tetap mempertahankan warna dan tekstur alaminya pada meja, dekorasi dan dinding pantry serta susunan bata merah pada kolom interior bangunan. Sedangkan untuk tampilan visual terhadap wujud dasar lingkaran terlihat pada meja, lampu gantung dan dekorasi dinding. B. Material Material pada interior Mangsi Coffee Shop ini sebagian besar menggunakan kayu pada dinding, furnitur maupun dekorasinya. Selain itu terdapat beberapa kaleng minyak bekas berukuran besar yang dimanfaatkan sebagai kursi bar. Kejujuran material diaplikasikan dengan mempertahankan warna dan tesktur papan kayu pada dinding pantry dan penggunaan bata merah pada kolom serta dinding area bar. Demikian pula pengaplikasian lantai plester halus tanpa menggunakan penutup keramik atau sejenisnya yang memperkuat konsep alami. Sedangkan penggunaan warna buatan dilakukan dengan menciptakan mural pada permukaan bidang dinding dan furnitur dibandingkan menutupi permukaan bidang dengan warna solid.



C. Ragam Hias Ragam hias yang terdapat pada Mangsi Coffee Shop didominasi dengan dekorasi mural baik pada furnitur, dinding dan dekorasi. Mural pada interior bangunan ini adalah berupa tulisan-tulisan jargon Mangsi Coffee Shop dan informasi pelayanan yang disediakan. Terdapat pula beberapa gambar labirin, penikmat kopi dan flora baik pada dinding maupun dekorasi.



Gambar 7. Dekorasi pada Mangsi Coffee Shop Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014



2. Castro Coffee Shop Castro Coffee Shop adalah sebuah bangunan komersil yang berada di tengahtengah permukiman penduduk di pusat kota Denpasar, yaitu tepatnya di Jalan Suli No.14. Coffee shop dengan konsep desain interior yang unik ini sering dijadikan tempat bagi para musisi untuk menampilkan keahlian mereka.



A. Wujud Wujud dasar segi empat mendominasi denah lantai hingga furnitur dan dekorasi interior. Pengaplikasian balok-balok kayu dengan mempertahankan warna alami sebagai partisi dan drop down ceiling semakin menekankan penggunaaan wujud segi empat pada desain interior ini.



kayu pada furnitur meja, kursi, list dinding dan partisi interior, stainless steel pada furnitur kursi, gypsum pada ceiling, keramik 40x40 cm sebagai penutup lantai, serta lapisan akustik pada beberapa permukaan dinding untuk memperkuat konsep Rock & Roll. Sebagian besar furnitur masih menggunakan warna alami dari bahan yang digunakan, sedangkan pewarnaan buatan terlihat hanya pada ceiling dan sebagian kecil permukaan dinding.



Gambar 9. Material pada Castro Coffee Shop Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014



C. Ragam Hias



Gambar 8. Wujud Dasar Castro Coffee Shop Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014



Tampilan visual lainnya yang memperlihatkan penerapan wujud dasar segi empat tampak pada dekorasi interior dinding adalah adanya penggunaan frame foto dengan wujud dasar segi empat. Bahkan pada beberapa bagian permukaan dinding digunakan penutup dinding seperti yang digunakan pada dinding interior studio musik dengan grid segi empat. Penggunaan warna buatan hanya terlihat pada ceiling dan sebagian permukaan dinding. B. Material Beberapa jenis material yang digunakan pada interior Castro Coffee Shop ini adalah



Gambar 10. Dekorasi pada Castro Coffee Shop Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014



Interior Castro Coffee Shop menggunakan dekorasi berupa gambar-gambar musisi Rock & Roll yang dibingkai dalam frame hitam, gambar biji kopi berukuran besar pada dinding pantry serta tulisan-tulisan jargon atau quotes dalam frame kayu yang dipajang di hampir seluruh permukaan dinding. 3. Anomali Coffee Shop Coffee Shop yang didirikan sejak tahun 2007 ini memiliki enam buah outlet yaitu empat buah outlet di Jakarta dan dua buah outlet di Bali (Seminyak dan Ubud). Anomali Coffee Shop adalah salah satu dari Coffee Shop khusus yang menyediakan berbagai macam kopi bubuk dari seluruh penjuru Indonesia. Analisa akan dilakukan terhadap interior Anomali Coffee Shop yang berada di Jalan Kayu Aya No.7, Seminyak. A. Wujud Wujud dasar denah interior Anomali Coffee Shop ini adalah segi empat. Demikian pula dengan sebagian besar furnitur dan dekorasi interiornya yang sebagian besar mempertahankan warna alami dari material yang digunakan. Wujud dasar lingkaran dapat ditemukan pada beberapa furnitur meja, kursi dan lampu gantung. Penempatan pantry di tengah-tengah ruangan semakin memperkuat penggunaan wujud dasar segi empat.



Gambar 11. Wujud Dasar Anomali Coffee Shop Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014



Tampilan visual wujud dasar lingkaran terhadap coffee shop yang hanya menggunakan sedikit menggunakan pewarnaan buatan pada interiornya terlihat dengan penggunaan kaleng minyak bekas berukuran besar yang berfungsi sebagai kursi dan meja. Selain itu, wujud dasar geometris segi empat terlihat dominan pada bukaan kaca, permukaan dinding, rak etalase, bahkan bantal duduk pada beberapa kursi. B. Material Konsep minimalis dan kejujuran material terlihat melalui permukaan dinding yang diplester tanpa cat sehingga menampilkan warna alami dari bahan dasar semen. Selain itu bahan-bahan pabrikasi seperti alumunium, besi dan stainless steel tetap dipertahankan melalui penggunaan velg mobil sebagai kaki meja, serta kaleng minyak bekas berukuran besar sebagai kursi dan meja. Warna dan tekstur kayu dipertahankan pada hampir sebagian besar furnitur meja dan kursi untuk memperlihatkan orisinalitas.



Gambar 12. Dekorasi pada Anomali Coffee Shop Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014



C. Ragam Hias



untuk menjelaskan jenis Kopi Luwak, gambar wanita berpakaian adat Toraja untuk menjelaskan jenis Kopi Toraja Kalosi, dan lainnya.



Gambar 13. Mesin Pengolah Kopi dan Rak Etalase Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014



Ornamen dapat terlihat melalui beberapa hiasan pada lantai berupa pecahan batu alam yang dibentuk menyerupai kelopak bunga. Sedangkan beberapa dekorasi pada interior Anomali Coffee Shop dapat terlihat dengan adanya penggunaan lampu gantung berbentuk bulat, toples-toples diatas meja bar yang menunjukkan beberapa jenis varian biji kopi, tulisan-tulisan dan mural produk kopi dan para penikmat kopi pada dinding, meja dan kursi. Terlihat pula alat pengolah kopi dan rak etalase Kopi Gayo Organik di bagian depan ruangan.



Gambar 14. Dekorasi Papan Pelayanan Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014



Dekorasi fungsional juga terlihat melalui penggunaan papan yang digantung di atas pantry yang berfungsi untuk menunjukkan seting pelayanan. Terlihat pula beberapa gambar jenis varian kopi berupa menunjukkan ikon kebudayaan Indonesia seperti Hanoman untuk menjelaskan jenis Kopi Bali Kintamani, binatang Luwak



Gambar 15. Dekorasi Mural dan Varian Kopi Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014



4. Starbucks Coffee Shop Starbucks Coffee Shop adalah sebuah perusahaan kopi dan jaringan kedai kopi global asal Amerika Serikat yang berkantor pusat di Seattle, Washington. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1971 dan mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2002 Di Bali, khususnya Kabupaten Badung Starbucks Coffee Shop mudah ditemukan baik di dalam maupun di luar mall. Berikut akan dianalisa interior Starbucks Coffee Shop yang berada di dalam Galleria Bali Mall. A. Wujud Bila diamati dengan seksama, hampir sebagian besar desain interior Starbucks Coffee Shop memiliki konsep minimalis. Konsep ini dapat terlihat dengan dominansi penerapan wujud dasar geometris segi empat baik pada denah interior, furnitur dan



dekorasinya, serta penggunaan warnawarna alami material yang digunakan.



Gambar 16. Wujud Dasar Starbucks Coffee Shop Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014



Penggunaan balok-balok kayu segi empat terlihat pada kursi, bar ceiling, partisi dan penutup dinding. Bahkan bidang-bidang kaca dengan permukaan bidang segi empat yang luas ditempatkan hampir di sekeliling interior. Terdapat pula beberapa meja dan kaki meja dengan wujud dasar lingkaran. Sebagian permukaan dinding menggunakan pewarnaan buatan berupa cat berwarna krem untuk memberikan kesan simpel dan moderen. B. Material Material kayu tampak terlihat digunakan pada sebagian besar furnitur, ceiling, meja bar, rak etalase bahkan penutup dinding. Penggunaan bahan-bahan sintetis terlihat pada beberapa kursi rotan sintetis dan sofa di salah satu sudut interior.



Permukaan luar interior didominasi dengan bukaan kaca yang dilengkapi dengan blind berupa kere yang terbuat dari bambu sebagai antisipasi terhadap sinar dan panas matahari. Permukaan lantai menggunakan keramik berukuran 30x30 cm berwarna abu-abu gelap turut memperkuat konsep minimalis dan mampu mengimbangi dominansi material kayu pada desain interior ini. C. Ragam Hias



Gambar 18. Dekorasi pada Starbucks Coffee Shop Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014



Beberapa dekorasi yang terdapat pada interior Starbucks Coffee Shop ini menekankan pada pengenalan produk kopi mereka sendiri serta jenis kopi yang ada di beberapa Negara seperti Ethopia dan Indonesia. Hal ini dapat terlihat dengan adanya rak etalase yang memajang beberapa produk dan souvenir kopi milik Starbucks itu sendiri. Selain itu penggunaan balok-balok kayu sebagai penutup dinding mampu sekaligus berperan sebagai dekorasi interior. 5. SIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa terhadap empat objek yang dijadikan sebagai case study mengenai variasi desain interior coffee shop di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Penerapan wujud dasar geometris segi empat dan lingkaran menjadi dominansi desain interior coffee shop yang mampu



Gambar 17. Material pada Starbucks Coffee Shop Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014



memberikan kesan simpel, praktis dan moderen. 2. Kejujuran material sebagai bagian dari konsep desain interior menjadi salah satu peranan untuk memperkuat karakteristik orisinalitas dan suasana hangat, nyaman serta intim. 3. Sebagai bangunan komersil, penggunaan rak etalase, tulisan iklan kopi, gambar jenis varian produk dan biji kopi dioptimalkan sebagai bagian dari dekorasi interior. 6. DAFTAR PUSTAKA Ching, D.K. 2000. Arsitektur: Bentuk Ruang dan Fungsi. Jakarta: Erlangga. Erisca, Nandita. 2008. “Kelenteng Tanjung Kait (Tinjauan Arsitektural dan Ornamentasi)” (skripsi). Jakarta: Program Studi Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Universitas Indonesia. Gulendra, I Wayan. 2010. Pengertian Warna dan Tekstur. Dalam: Jurnal ISI Volume 1 Nomor 6. Denpasar : Institut Seni Indonesia. Herlina, Putu Merry. 2010. “Penerapan Arsitektur Tradisional Tiongkok pada Bentuk dan Ragam Hias Bangunan tempat Ibadat Tri Dharma Cao Fuk Miao di Denpasar” (skripsi). Denpasar: Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik. Universitas Udayana. Kusmiati, Artini. 2004. Dimensi Estetika pada Karya Arsitektur dan Disain. Jakarta : Djambatan. Risnadi, Amer. -. Perancangan Publikasi Buku Kopi Indonesia: Kisah, Budaya, Gaya Hidup. Binus University. Jakarta. Wong, Wucius.1996. Beberapa Asas Merancang Trimatra. Bandung: ITB. Yahmadi, Mudrig. 2007. Rangkaian Perkembangan dan Permasalahan Budidaya & Pengolahan Kopi di Indonesia. AEKI Jawa Timur: PT. Bina Ilmu Offset.



Sumber Internet Anonim. 2007. Sejarah Kopi di Indonesia. Available from URL: http://www.aekiaice.org/page/sejarah/id. Anonim. 2014. Company Profile. Available from URL: http://www.starbucks.com/aboutus/our-heritage. http://www.aeki-aice.org/page/sejarah/id http://www.starbucks.com/about-us/ourheritage Sovereign, Sarah. 2005. Brick. Available from URL: http://www.flickr.com/photos/goodbye pisces/64541307/.



JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 28-37



28



PENERAPAN ELEMEN-ELEMEN INTERIOR GAYA JEPANG PADA RESTORAN RYOSHI UBUD



Oleh: I Kadek Pranajaya, ST., MT., IAI Dosen Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali E-mail : [email protected]



Abstrak Tulisan ini adalah untuk membandingkan elemen-elemen dan karakteristik dan suasana interior pada restoran Ryoshi di Ubud Bali. Elemen-elemen yang dianalisis meliputi elemen pembentuk ruang seperti lantai, dinding, plafond, pintu dan jendela, dan elemen pengisi ruang meliputi perabot dan aksesoris. Setiap elemen di analisis sesuai bentuk, fungsi, dan makna budaya Jepang yang terkandung di dalamnya dengan didahului menganalisis orientasi ruang, sirkulasi, layout, dan bentuk bangunan dan pintu masuk. Setiap restoran memiliki keunikan gaya desain interiornya, keunikan setiap restoran ini dapat dipengaruhi karena perbedaan situasi dan kondisi, serta keinginan dan tujuan dari interior restoran tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung, wawancara, dan studi literatur, sedangkan untuk analisis data dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, diketahui bahwa penerapan elemen-elemen interior yang mencerminkan karakteristik interior Jepang pada restoran Ryoshi terlihat pada pintu masuk/torii, elemen pembentuk ruang seperti lantai, dinding dan plafond, unsur pelengkap ruangan seperti furniture yang digunakan, unsur dekorasi pada restoran, material dan warna yang digunakan. Gaya desain adalah Jepang kontemporer, dengan perpaduan gaya desain Jepang tradisional, Bali dan modern. Kata Kunci: Penerapan Elemen Interior, Gaya Jepang, dan Restoran Ryoshi



1. PENDAHULUAN Akulturasi budaya di bidang arsitektur dan interior banyak sekali terjadi di Indonesia, banyak penerapan kebudayaan asing yang di masukkan dalam suatu gaya desain arsitektur dan interior, mulai dari tata letak, penataan cahaya, bentuk, warna serta pemilihan material yang di gunakan sehingga kita dapat menemukan beragam gaya. Salah satu akulturasi budaya yang sering diterapkan pada bangunan rumah dan restoran di Bali adalah desain gaya Jepang. Perkembangan restoran Jepang di Bali dalam beberapa dekade terakhir ini cukup pesat seiring dengan semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke Bali. Gaya desain Jepang di Bali telah banyak menghiasi dan mewarnai rancangan desain interior saat ini. Gaya desain interior Jepang diambil dari ajaran Tao, Zen Buddhism diambil dari China pada jaman purba. Jepang memiliki budaya yang beragam yang ditunjukkan dari perbedaan antara teater Noh dan teater Kabuki. Gaya dan desain interior Jepang memiliki nilai estetika yang sederhana dan privacy yang sangat tinggi, dengan ciri penggunaan bahan dan material yang ringan seperti kayu, kertas, jerami, menggunakan dominan garis dan bentuk geometris yang transparan. Saat ini penerapan interior pun mulai berkembang terutama dalam penggunaan material yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Masyarakat Jepang terkenal sebagai penjaga tradisi yang baik dan menerima modernitas. Pada orang Jepang tradisional cara makan adalah dengan model tatami, tetapi pada Jepang modern saat ini gaya makan tatami berubah menjadi makan dengan menggunakan sofa atau kursi makan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pergeseran antara budaya makan orang Jepang tradisional dan modern begitu pula dengan restoran Jepang tradisional yang menghidangkan sebagai hidangan khasnya. Pada restoran Jepang modern menu tersebut telah dipadukan dengan berbagai menu



lainnya. Meja makan umumnya terdapat kompor yang digunakan pengunjung untuk memasak langsung makanannya seperti sabhu-sabhu. Setiap restoran memiliki keunikan gaya desain interiornya, keunikan setiap tersebut dipengaruhi oleh keinginan dari perancang untuk menghadirkan nuansa apa yang ingin ditampilkan. Pada penelitian kali ini penulis mencoba membandingkan seberapa besar penggunaan dan penerapan elemen-elemen interior yang dapat menghadirkan suasana sekaligus mencerminkan karakteristik interior Jepang pada restoran Ryoshi ditinjau dari elemen dinding, lantai, plafond, furniture, dekorasi dan lampu. 2. METODE PENELITIAN Pada penelitian menggunakan analisis kualitatif, yaitu metode analisis yang menggambarkan atau menguraikan keadaan yang berhubungan dengan data-data yang digunakan untuk menarik kesimpulan dari beberapa kesimpulan dari beberapa peristiwa yang bersifat sulit diukur dengan angka (Muhadjir, 1992). Penelitian mendeskripsikan mengenai gaya desain yang di terapkan pada interior Restoran Ryosi. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi lapangan dan studi pustaka. Penelitian ini bertujuan mengetahui sejauh mana konsep-konsep interior Jepang diterapkan pada restaurant Ryoshi di Ubud sehingga nantinya penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan baru dan memberikan inspirasi bagi dunia desain interior pada era globalisasi saat ini khususnya desain restoran bergaya Jepang. 3. TINJAUAN PUSTAKA Sebuah desain interior akan mempengaruhi pandangan, suasana hati dan kepribadian kita. Perancangan interior adalah pengembangan fungsi, pengayaan estetis dan peningkatan psikologi ruang interior. Elemen ruang harus mampu mendukung dan memperkokoh fungsi ruang sehingga mudah untuk dikenal kegiatan apa yang terjadi di dalam ruang tersebut beserta berbagai fasilitasnya. Peran desainer



interior adalah untuk mengefektifkan ruang interior guna mendukung segala kegiatan manusia yang dilakukan di area tersebut. Pada interior sebuah restoran, seorang desainer akan memberi efek nyaman dan memberikan kesan menarik kepada pelanggan sehingga membuat konsumen akan datang kembali dan merekomendasikan restoran tersebut kepada orang lain. Gaya desain Jepang umumnya memiliki fleksibilitas, efisiensi dan kesederhanaan. Masyarakat Jepang sangat mementingkan privasi dengan dominan menggunakan material alam seperti kayu, bambu, sutra, jerami dan kertas. Elemen warna yang digunakan didalam desain cenderung menggunakan warna palet netral, menggabungkan warna hitam, off-whites, abu-abu, dan coklat. Pada umumnya ruangan restoran Jepang dibagi menjadi tiga bagian ruang yaitu ruang makan umum, ruang tatami dan ruang bar. Ruang makan tatami tidak menggunakan kursi, melainkan menggunakan tikar/tatami sebagai alas untuk duduk dibawah. Ruang tatami ini adalah ruang makan yang lebih private. Ruang bar terdiri dari 2 jenis yaitu: yaitu Sushi Bar dan Teppanyaki Bar. Sushi Bar yang menyediakan bahan-bahan yang segar seperti ikan sedangkan Teppanyaki adalah cara memasak makanan dipanggang diatas plat besi dan dimasak secara langsung oleh pengunjung yang biasa dipakai dengan pelayanan menggunakan sistem selfservice. Beberapa restoran Jepang menyediakan ruang Tokonoma, merupakan sebuah ruang kecil di dalam kamar yang berfungsi sebagai ruang upacara teh. Tokonoma memiliki fokus pada ruang dan display yang sederhana seperti lukisan Jepang. Bunga Jepang seperti ikebana atau caligrafi juga menempati ruang tersebut. Sesaat setelah minuman tersaji, diadakan “kanpai” atau bersulang, yaitu mengangkat cawan teh atau sake dan setelah semua masakan disajikan mereka mengucapkan Itadakimasu yang juga berarti ucapan terima kasih atas makanan yang telah



disediakan dan siap untuk disantap dengan sikap tubuh dan kepala sedikit membungkuk.



Gambar 1. Desain Ruang Tatami Sumber : http://desaininterior.biz/



Beberapa elemen pembentuk ruang pada interior bangunan Jepang yang dipakai untuk melihat penerapannya di restoran Jepang adalah: 1. Dinding Interior tradisional Jepang menggabungkan fitur seperti layar kertas (shoji) agar cahaya dapat masuk dan tersebar ke dalam ruangan. Shoji biasanya digunakan sebagai jendela, pintu dan sekat ruang. Shoji memberikan cahaya natural menyebar masuk ke dalam ruangan saat membutuhkan privasi. Shoji terbuat dari bingkai kayu yang di tutupi dengan kertas mulberry transparan, berfungsi membentuk tembok luar bagi ruangan. Selain itu Shoji juga digunakan pada jendela dengan bukaan keluar.



Gambar 2. Contoh Desain Dinding Sumber: http://desaininterior.biz/



Elemen tradisional desain interior Jepang lainnya adalah fusuma, merupakan panel yang dapat digeser yang terbuat dari kayu dan kertas atau kain opaque. Digunakan sebagai pintu geser dan pembatas antara ruang yang menggunakan join yang fleksibel. Terdapat bermacam – macam bentukan dinding pembatas seperti layar lipat (biyobu), layar pembatas kayu (tsui-tate), tirai bambu, layar tirai, dan lain lain. Layar tirai yang terbuat dari kain biasanya digunakan pada pintu masuk menuju dapur ataupun pada pinu masuk toko. Kain tirai tersebut di potong secara berurutan sehingga membentuk goseran vertikal panjang sehingga tidak mudah untuk di gerakkan angin dan memudahkan orang memasuki ruangan. (Morse, 1980).



Penggunaan meja dengan ketinggian yang rendah dan berbentuk empat persegi dengan empat kaki di setiap sudutnya. Kursi menggunakan alas duduk berupa matras dengan bentukan empat persegi. Material yang digunakan adalah kayu dengan menampilkan warna alaminya. Tatami sudah dipakai di rumah Jepang sejak sekitar 600 tahun yang lalu.



Gambar 5. Contoh Lantai Sumber: http://desaininterior.biz/



Gambar 3. Biyo-yu dan Tirai Jepang Sumber: http://desaininterior.biz/



2. Lantai Lantai rumah Jepang lebih banyak menggunakan bilah-bilah kayu dan penutup lantai menggunakan tatami dan kemudian menjadi modul dari ruang dalam yang menimbulkan efek pada dimensi dari ruangan dan bingkai structural. Tatami adalah lantai tradisional Jepang yang terbuat dari tikar jerami padi.. Tatami memiliki ukuran standar 88 cm x 176cm di Tokyo tetapi ukuran standar bervariasi menurut wilayah tertentu.



Gambar 4. Ukuran dan Bentuk Lantai Sumber: http://desaininterior.biz/



Gambar 6. Penerapan Pemasangan Lantai Sumber: http://desaininterior.biz/



Lantai tatami terasa sejuk pada musim panas dan hangat pada musim dingin, dan tetap lebih segar daripada karpet selama berbulan bulan lembab di musim dingin. Hal ini disebabkan dibawah tatami tersebut ada ventilasi yang merupakan tempat pengaturan udara dan tempat berbagai pipa seperti pipa air ledeng, pipa gas, saluran air toilet dan lain sebagainya.



3. Plafon



profan yang tidak disucikan ke yang suci. Bentukannya bervariasi mulai dari yang ringan secara visual maupun yang solid dan memiliki atap atau balok di atasnya. Torii secara tradisional terbuat dari kayu atau batu, tetapi sekarang dapat juga terbuat dari beton bertulang, tembaga, stainless steel atau bahan lainnya. Torii biasa berwarna merah dengan palang atas berwarna hitam.



Gambar 7. Potongan Interior Restauran Jepang Sumber : http://desaininterior.biz/



Terdiri dari bilah kayu yang ringan dan tipis sebagai balok penyangga langit-langit dan pada posisi lainnya terdapat papan kayu dengan ujung yang saling menopang. Plafon tidak hanya datar tetapi juga meninggi dan memiliki lengkungan pada bagian atasnya bertemu dengan panel datar dengan bentukan persegi atau lingkaran. Selain itu juga ada variasi bentukan lain dengan memadukan bentukan lengkung dan persegi (Morse, 1981)



Gambar 8. Contoh Langit – langit Rumah Tradisional Jepang Sumber: http://desaininterior.biz/



4. Main Entrance/Torii Main Enterance pada bangunan Jepang disebut dengan Torii. Gerbang tradisional Jepang/Torii sering ditemukan di pintu masuk kuil Shinto, dimana secara Simbolis menandai transisi dari daerah



Gambar 9. Contoh Pintu masuk dan Pagar model Jepang Sumber: http://desaininterior.biz/



5. Dekorasi Lampu Untuk desain lampu Jepang biasanya dalam bentuk piringan dengan kedalaman dangkal dan menggunakan minyak sayuran sebagai bahan bakarnya. Sedangkan untuk rumah lampunya (amateur) memiliki beragam bentuk. Salah satu bentuknya adalah empat persegi dengan menggunakan rangka kayu yang di tutupi kertas, terbuka di bagian atasnya dan bawah.



Gambar 10. Contoh Lampu Model Jepang Sumber: http://desaininterior.biz/



4. PEMBAHASAN 1. Lay Out Restoran Ryoshi Ubud dengan pemilik adalah Mr. Sagon didirikan sekitar tahun 2012. Terletak di Jl. Hanoman Monkey Forest Ubud Bali, kira-kira 50 Km dari Kota Denpasar. Luas Lahan Restoran Ryoshi Ubud adalah sekitar 10000 m2 dengan luas bangunan 4000 m2. Sang arsitek mencoba membuat desain perpaduan gaya arsitektur Bali dan Jepang. Struktur fisik bangunan menggunakan gaya bangunan Bali dengan beberapa sentuhan Jepang seperti atap, pintu masuk, landscape dan desain interiornya. Orientasi bangunan adalah ke tengah dengan membuat taman model Jepang sebagai orientasi kedalam. Orientasi ini diambil sebagai upaya memberikan view yang merata pada setiap tempat duduk dengan dioptimalkan penggunaan cahaya dan udara alami. Konsep Struktur dan konstruksi bangunan memakai model bangunan Bali dengan adanya pemade, pemucu, lambang sineb dan tugeh. Bentuk atap Exspose bangunan Bali dikombinasikan dengan bentuk-bentuk atap model bangunan Jepang. Plafond menggunakan bahan dari lampid dari rotan dengan motif lurus polos, sehingga nuansa alami menjadi prioritas utama Pintu Masuk/Torii Jepang



Pintu Masuk/Angkulangkul Bali



sangat menjadi prioritas utama. Ruangruang dirancang dan dikelompokkan menjadi ruang ruang makan umum, ruang tatami, ruang bar dan ruang makan shusi (Private). Ruang tersebut merupakan konsep dari gaya desain Jepang pada umumnya. Sirkulasi yang digunakan adalah sirkulasi linier. Bentuk pembagian zoning sesuai dengan gaya tradisoinal jepang yang sederhana dan simple dengan memanfaatkan potensi lingkungan sekitar dan existing bangunan lama seperti Japaneese garden dan kolam ikan. Pada areal belakang dibuatkan ruang makan outdor dengan memanfaatkan view kolam yang sudah ada dengan membuat bangunan bale model konstruksi bangunan Bali. Bale ini sebagai tempat makan dengan model lesehan.



Japaneese garden sebagai pusat orientasi/view Dinding Kaca dengan model Jepang Fusuma



Bale/Lesehan dengan tikar



Gambar 12. Struktur Atap Restauran Jepang Ryoshi Ubud Sumber: Dokumen Pribadi



Pagar Desain Model Bali



Kolam Ikan



Gambar 11. Layout Restauran Jepang Ryoshi Ubud Sumber: Dokumen Pribadi



Bentuk layout Ryoshi dirancang geometris untuk membuat bangunan yang sederhana dan pengoptimalan fungsi ruang



Gambar 13. Potongan Restauran Jepang Ryoshi Ubud Sumber: Dokumen Pribadi



2. Pintu Gerbang Desain pintu masuk dibuat sesuai dengan model pintu masuk rumah di Jepang Desain pintu masuk cukup simple dengan dua tiang berdiri disisi kiri dan kanan. Atap pada pintu masuk menggunakan kayu dengan bentuk desain yang memiliki kemiripan pada atap gaya desain Jepang Nagare, tempat ibadah agama Budha di Jepang yang dipengaruhi oleh periode Heian. Motif pintu garis lurus vertical dan horizontal. Makna kayu yang di jajar vertikal pada dinding ini sesuai dengan prinsip seni ajaran zen yang merupakan garis Tessen byo yaitu garis yang bersifat berukuran sama sehingga terkesan anggun dan mencerminkan keabadian. Pada pintu masuk di desain lampu disisi kiri dan kanan. Desain lampu menggunakan rangka kayu yang di tutupi kertas, terbuka di bagian atasnya dan bawah seperti desain lampu model Jepang pada umumnya. Bentuk kedua peralatan lampu ini memiliki karakteristik gaya desain Jepang yang sederhana sesuai dengan aliran Zen. Penutup kertas pada lampu mengurangi silau cahaya langsung lampu, sehingga cahaya yang keluarkan tidak langsung mengenai mata pengunjung dan mengganggu penglihatan,. Sistem ini sama dengan penggunaan shoji pada pangunan tradisional Jepang yang membiarkan cahaya matahari masuk langsung kerumah dan disaring oleh shoji yang terbuat dari kertas.



Gambar 14. Pintu Gerbang Restauran Jepang Ryoshi Ubud Sumber: Dokumen Pribadi



3. Lantai Pada lantai restoran Ryoshi menggunakan lantai teracotta, untuk memberi kesan alami



dan sederhana. Penggunaan warna coklat sesuai dengan penggunaan bahan dan material bangunan yang biasanya lebih banyak digunakan pada lantai Jepang. Penggunaan terracotta untuk memaksimalkan fungsi lantai dan menyesuaikan unsur ekonomis, sehingga tidak menggunakan material asli seperti batuan asli, namun menggunakan material yang hampir sama dengan motif batuan agar tetap mewakili material aslinya. Makna yang terkandung dalam Ajaran Shinto dan Zen mengajarkan kesederhanaan dan privasi yang di tunjukan pada penggunaan material lantai yang minimalis dan teratur sehingga menggambarkan suasana yang dekat dengan alam.



Gambar 15. Lantai Terracotta Restauran Jepang Ryoshi Ubud Sumber: Dokumen Pribadi



4. Furniture Hampir semua furniture pada restoran Ryoshi dengan menggunakan bahan dan material dari kayu. Penggunaan bahan alami sesuai dengan konsep Jepang. Material kayu merupakan material yang sederhana, alami, hangat, mudah dibentuk dan disesuaikan, memiliki tekstur yang memberikan kesan estetik.. Desain furniture dengan bentukan yang sederhana, seperti bentukan persegi pada lemari, kursi dan meja makan. Pada restoran Ryoshi dibuat tiga model tempat duduk. Model yang pertama adalah model pada umumnya berbentuk segi empat. Model yang ke-2 adalah tempat duduk semi tatami, dan yang ke-3 adalah model tatami. Pembuatan ke-3



model tempat duduk untuk memberikan pilihan dari custumer karena masingmasing memiliki selera tempat duduk yang berbeda. Model pertama berupa meja makan duduk telah di sesuaikan dengan kebiasaan makan orang indonesia yang biasa duduk di kursi.



dibuat indirect lighting yang tersembunyi disisi counter bar menyinari motif garisgaris depan bar. Model ke-2 adalah semi tatami dibuat seakan-akan pengunjung duduk lesehan. Namun kaki tetap bisa relax seperti orang duduk biasa, tempat duduk dibuat ceruk sehingga kaki dapat masuk kealam meja dengan ukuran tinggi meja standar meja biasa. Model yang ketiga adalah tempat duduk tatami yang menjadi satu ciri khas tata cara duduk yang diadopsi dari kebudayaan Jepang. kursi menggunakan alas duduk berupa matras dengan bentukan empat persegi. Material yang digunakan adalah tikar yang dibuat modul seperti modul tatami umumya dengan menampilkan warna alaminya.



Gambar 16. Furniture Kayu Restauran Jepang Ryoshi Ubud Sumber: Dokumen Pribadi



Gambar 18. Denah dan Potongan Salah satu Furniture Restauran Jepang Ryoshi Ubud Sumber: Dokumen Pribadi



Gambar 17. Furniture Kayu pada Bar Restauran Jepang Ryoshi Ubud Sumber: Dokumen Pribadi



Foto diatas adalah bar dengan bahan utama kayu solid, disisi depan dibuat material garis-garis lembut sesuai dengan konsep Koko yushi byo yaitu garis yang lembut menyerupai benang dan memberikan kesan ulet, supel, tanpa ketegangan dan kontras. Agar mendambah kesan menarik lighting



5. Area Sushi Bar Area sushi bar juga menawarkan suasana khas Jepang dengan mempertunjukkan keahlian sang koki meracik sushi yang dapat langsung dipilih dan makan. selain suasana interior didalam dibuat sederhana dengan atap ekspose model Bali dan pada dinding dipasang lukisan-lukisan Jepang. Areal shusi bar menggunakan Ac. Karena memang dibuat lebih private dan vip, karena tidak semua customer bisa menikmati masakan sushi.



Gambar 19. Suasana Interior Area Sushi Bar Restauran Jepang Ryoshi Ubud Sumber: Dokumen Pribadi



Suasana interior seperti ini membuat pengunjung merasakan pengalaman visual dan suasana ruang yang berbeda dalam sebuah restoran Jepang. Pintu geser dan jendela menggunakan bahan kayu dan kaca sebagai pengganti bahan kertas. Pintu geser pada ruang sushi bar memiliki kemiripan dengan gaya desain shoji, namun menggunakan aluminium dan kaca. Model jendela adalah fusuma, merupakan panel yang dapat digeser yang terbuat dari kayu sebagai elemen pembatas ruang shusi bar. 6. SIMPULAN Setiap restoran memiliki konsep gaya desain Jepang yang berbeda tetapi tetap memiliki dasar dan tidak menyimpang dari konsep gaya desain Jepang. Suasana interior di Ryoshi tampak modern tanpa meninggalkan unsur interior yang berorientasi kebudayaan Jepang dengan perpaduan dari bangunan Bali. Pada restoran Ryoshi, gaya desain Jepang terlihat dari adanya penggunaan material alam serta beberapa detail yang memiliki kemiripan dengan gaya desain Jepang umumnya, meskipun telah dipengaruhi oleh gaya desain modern. Restoran Ryoshi masih memberikan nuansa gaya desain Jepang. Penggunakan pintu masuk/Torii merupakan ciri khas pintu pada gaya desain Jepang. Interior restoran juga telah memberikan nuansa gaya desain Jepang tradisional dengan perpaduan campuran Bali dan gaya modern. Tidak hanya dari segi elemen interior, bentuk layout pada restoran juga telah menerapkan konsep layout gaya



desain Jepang. Restoran telah memberi nuansa gaya desain Jepang kontemporer, ini terlihat dari adanya penggunaan material pada elemen interior dan elemen dekoratif gaya desain Jepang tradisional, Bali dan modern. Hampir sebagian desain interior Ryoshi memaknai ajaran Zen yang banyak terkandung dalam desain ini adalah kesederhanaan, serta kedekatan dengan alam, yang telah disesuaikan sesuai kreatifitas perancang ruangan dan perhitungan fungsional serta segi ekonomis, yaitu kebebasan berekspresi Detsuzoku, kesederhanaan Kanso dan Fukinsei kedinamisan alami. Restoran Ryoshi Jepang tidak menyediakan ruang Tokonoma, merupakan sebuah ruang kecil di dalam kamar yang berfungsi sebagai ruang upacara teh. 7. DAFTAR PUSTAKA Bugin, 2010, Penelitian Kualitiatif, Komunikasi,Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. David Little Field, 2007,Metric Handbook Planing and Design Data,Elsevier D. K. Ching, Francis, 1996. Ilustrasi Desain Interior. Jakarta: Erlangga. Eveline Widjaja, 2013, Terapan Gaya Desain Interior Jepang Restoran Tomoto, Imari, Kayu, Nishiki Surabaya, Jurnal Intra. Hibi, Sadao, 2002 Japanese Detail: Architecture., Chronicle Books Jeong, Kwang Yong, 2008, Japanese Arxhitecture. Korea: ArchiworldCo., Ltd. Koizumi, Kazuko, 1989, Traditional Japanese Furniture: A Definitive Guide., Kodansha Murata,2005 Noboru, Kimmie Tada and Geeta Metha. Japan Style Architecture, Interior, Design. Boston, Vermont and Tokyo: Tuttle Publishing Morse, Edward S, 1981, Japanese Homes and Their Surroundings. Tokyo: Charles E. Tuttle Company, Inc.



Muhadjir, N, 1992, Metode penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin PO Box 83. Neufert, Ernest, 1980, Libraries, architect’s Data. NewYork: Hallsted Press Ltd. Nishi, Kazuo and Kazuo Hozumi, 2012, What is Japanese Architecture? : A Survey of Traditional Japanese Architecture., Kodansha USA Purnama Dewi, 2013, Studi Gaya Desain Interior Restoran Bentoya di Galaxy Mall Surabaya, Jurnal Intra Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Shunmyo , 2005. The Modern Japanese Garden: Tranquility, Simplicity, Harmony. Hongkong: Tuttle Publishing.



JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 38-46



38



SIGNIFIKANSI PENCAHAYAAN BUATAN PADA PERANCANGAN INTERIOR GALERI Oleh: I Wayan Juliatmika, ST, MT Dosen Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali E-mail : [email protected] Abstrak Desain interior adalah salah satu bidang ilmu yang mempergunakan perencanaan pencahayaan, khususnya cahaya buatan sebagai salah satu media bagi pemenuhan kenyamanan manusia melakukan aktivitas di dalam ruangan. Peran penting pencahayaan pada gallery adalah untuk menerangi sekaligus memberi efek pencahayaan yang dramatis pada obyek seni yang ada di dalamnya. Hal ini tentu saja dimaksudkan untuk menarik perhatian pengunjung gallery sehingga dapat menangkap informasi dari obyek seni yang dipamerkan, secara utuh. Hal tersebut memunculkan rumusan permasalahan penulisan yaitu bagaimana teknik pencahayaan buatan terkait jenis sistem pencahayaan buatan, pengaturan dan distribusi pencahayaan buatan yang digunakan dalam perancangan interior galeri? Dalam penulisan ini menggunakan metode studi literatur, dalam artian mengumpulkan seluruh data (data sekunder) yang diperlukan dari berbagai sumber buku, untuk kemudian ditelaah sehingga mendapatkan hasil berupa sistem pencahayaan buatan, pengaturan dan distribusi pencahayaan buatan yang paling tepat digunakan dalam perancangan interior galeri, yaitu sistem lighting primer berupa General Lighting dan Localized Lighting, Teknik pengaturan pencahayaan buatan di ruang pamer galeri harus disesuaikan dengan tujuan dan konsep seniman dalam menampilkan karya seninya. Shadow playing dan highlighting merupakan teknik pengaturan cahaya yang baik digunakan di ruang pamer galeri serta menggunakan distribusi pencahayaan direct. Kata Kunci : Signifikansi, Pencahayaan buatan, Interior Galeri. Abstract Interior design is part of science science that uses lighting planning, especially artificial light as a medium for the fulfillment of human comfort in indoor activities. The important role of lighting in the gallery is to illuminate and give effect to the dramatic lighting art objects in it. This course is intended to attract visitors to the gallery so that it can capture the information of the objects exhibited, in their entirety. This led to the formulation of the problem of writing is how artificial lighting techniques related types of artificial lighting systems, regulation and distribution of artificial lighting is used in the design of the interior of the gallery? In this study, using literature review, in terms of collecting all the data (secondary data) are needed from various sources of books, and then analyzed so as to get the results in the form of artificial lighting systems, distribution arrangements and the most appropriate artificial lighting used in interior design gallery, which is the primary form of lighting systems and Localized lighting General lighting, Mechanical regulation of artificial lighting in the showroom gallery should be adapted to the purpose and concept artists to display his art. Shadow playing and highlighting a good light setting techniques used in galleries and showrooms using direct lighting distribution. Keywords : Significance, artificial lighting, Interior Gallery.



1. PENDAHULUAN Cahaya merupakan sumber kehidupan bagi setiap manusia. Cahaya sangat membantu dalam melakukan segala kegiatannya sehari-hari. Pertama kali, manusia menggunakan bahan-bahan alam dan memanfaatkan tenaga alami sebagai penerangan dalam aktivitasnya di dalam dan di luar ruangan. Namun cahaya yang didapatkan dari pemanfaatan alami tidaklah mudah untuk diperoleh, terutama untuk memasukkan cahaya ke dalam suatu ruangan. Dalam hal ini, manusia menggunakan cahaya buatan (artificial light) yang dapat digunakan pada interior maupun eksterior bangunan (Irawan, 2013:35). Desain interior adalah salah satu bidang ilmu yang mempergunakan perencanaan pencahayaan, khususnya cahaya buatan sebagai salah satu media bagi pemenuhan kenyamanan manusia melakukan aktivitas di dalam ruangan. Hasil akhir perencanaan pencahayaan bergantung pada kualitas cahaya yang dihasilkan. Ketepatan kualitas cahaya tersebut terkait dengan tiga hal sebagai berikut, yaitu cara cahaya dihasilkan, pemilihan bentuk sumber cahaya, dan pemilihan ukuran dan jenis lampu. Dalam sebuah ruangan, perencanaan pencahayaan buatan merupakan salah satu hal penting yang berperan sebagai pemberi bentuk (formgiver) terhadap elemen-elemen interior. Dengan perencanaan pencahayaan buatan yang tepat, unsur-unsur seperti tekstur, warna, pola atau kontur permukaan bidang yang dimiliki oleh elemen-elemen interior, menjadi faktor pembentuk atmosfir ruang. Hal ini menjadi penting karena atmosfer ruang yang tercipta sangat menentukan tingkat kenyamanan visual para pengguna ruang. Selain membentuk elemen-elemen interior, perencanaan pencahayaan buatan dapat dimanfaatkan untuk memberi penekanan pada obyekobyek di dalam ruangan. Sehingga informasi seperti bentuk, detail dan estetika obyek-obyek tersebut dapat tersampaikan dengan optimal kepada pemirsanya.



Galery adalah salah satu fasilitas umum yang patut memasukkan perencanaan pencahayaan buatan ke dalam perancangan interiornya. Galeri pada umumnya merupakan ruang untuk memamerkan benda. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain galeri adalah Pencahayaan. Pencahayaan merupakan salah satu elemen dasar yang perlu diperhatikan karena selama ini perancangan pencahayaan lebih banyak dilihat dari segi fungsi semata, padahal ada segi lain yang dapat dimanfaatkan dari cahaya yaitu segi kualitas. Peran penting pencahayaan pada gallery adalah untuk menerangi sekaligus memberi efek pencahayaan yang dramatis pada obyek seni yang ada di dalamnya. Hal ini tentu saja dimaksudkan untuk menarik perhatian pengunjung galery. Perencanaan pencahayaan juga dimaksudkan agar pengunjung dapat menangkap informasi dari obyek seni yang dipamerkan, secara utuh. Terakhir, peran pencahayaan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk menyenangkan pengunjung. Artinya pengunjung diberikan kenyamanan, khususnya kenyamanan visual selama melakukan aktivitasnya di dalam ruang galery. Dari uraian singkat di atas, perencanaan pencahayaan buatan harus mampu berperan dalam menciptakan atmosfir ruang sesuai dengan fungsi ruang tersebut, baik siang terlebih lagi pada malam hari. Karena pada malam hari, efek pencahayaan yang dramatis akan lebih optimal, dan atmosfir ruang akan lebih terasa oleh pengunjung. Mengacu pada uraian di atas, maka pada dasarnya ada 3 (tiga) faktor penyebab mengapa perencanaan pencahayaan buatan sangat diperlukan untuk sebuah interior galery, terutama pada malam hari. Hal tersebut merupakan rumusan permasalahan penulisan yaitu bagaimana teknik pencahayaan buatan terkait jenis sistem pencahayaan buatan, pengaturan dan distribusi pencahayaan buatan yang digunakan dalam perancangan interior galeri?



2. GALERI Galeri adalah ruangan atau gedung tempat memamerkan benda atau karya seni. Kata seni merupakan kata umum yang tidak asing lagi bagi kehidupan manusia, dalam terjemahan bahasa Inggris menjadi kata fine arts atau art. Sedangkan kata art sendiri berasal dari bahasa latin yang berarti skill yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia memiliki arti kemampuan atau kecakapan. Galeri seni dapat dibedakan berdasarkan: 1. Tempat penyelenggaraan, dibedakan menjadi: - Traditional Art Gallery, galeri yang aktivitasnya diselenggarakan di selasar atau lorong panjang. - Modern Art Gallery, galeri dengan perencanaan ruang secara modern. 2. Sifat kepemilikan, dibedakan menjadi: - Private Art Gallery, galeri yang dimiliki oleh perseorangan/pribadi atau kelompok. - Public Art Gallery, galeri milik pemerintah dan terbuka untuk umum. - Kombinasi dari kedua galeri di atas. 3. Isi galeri, dibedakan menjadi: - Art Gallery of Primitif Art, galeri yang menyelenggarakan aktivitas dibidang seni primitif. - Art Gallery of Classical Art, galeri yang menyelenggarakan aktivitas di bidang seni klasik. - Art Gallery of Modern Art, galeri yang menyelenggarakan aktivitas di bidang seni modern. 4. Jenis pameran yang diadakan: - Pameran Tetap, pameran yang diadakan terus-menerus tanpa ada batasan waktu, hasil karya seni yang dipamerkan dapat tetap maupun bertambah jumlahnya. - Pameran Temporer, pameran yang diadakan dengan batas waktu tertentu. - Pameran Keliling, pameran yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. 5. Macam koleksi, dibedakan menjadi: - Galeri pribadi, tempat untuk memamerkan hasil karya pribadi seniman itu sendiri tanpa memamerkan hasil karya seni orang lain dan hasil karya seniman itu tidak diperjualbelikan untuk umum.



- Galeri umum, galeri yang memamerkan hasil karya dari berbagai seniman, hasil karya para seniman itu diperjualbelikan untuk umum. - Galeri kombinasi, merupakan kombinasi dari galeri pribadi dan galeri umum, karya seni yang dipamerkan dalam galeri ini ada yang diperjual belikan untuk umum, ada pula yang merupakan koleksi pribadi seniman yang tidak diperjualbelikan. Hasil karya seni yang dipamerkan merupakan hasil karya seni dari beberapa seniman. 6. Tingkat dan luas koleksi: - Galeri lokal, merupakan galeri yang mempunyai koleksi dengan obyek-obyek yang diambil dari lingkungan setempat. - Galeri regional, merupakan galeri seni yang mempunyai koleksi dengan obyakobyek yang diambil dari tingkat daerah/propinsi/daerah regional I. - Galeri internasional, merupakan galeri yang mempunyai koleksi dengan obyekobyek yang diambil dari berbagai negara di dunia. 3. PENCAHAYAAN Cahaya adalah suatu bentuk energi yang merambat dan memungkinkan mata manusia untuk melihat. Cahaya yang dihasilkan oleh suatu sumber cahaya memiliki karakteristik tertentu yang berbeda satu dengan yang lain. Hal ini terjadi karena cahaya mengalami perubahan sesuai dengan sifat permukaan yang dikenainya. Perilaku cahaya tersebut sangat berpengaruh pada kualitas pencahayaan dalam interior. Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat. Berdasarkan bidang permukaan yang dikenainya, perilaku cahaya dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :



A. Refleksi (Memantulkan) Perilaku cahaya yang mengenai suatu bidang permukaan, dimana cahaya dipantulkan secara sempurna. Terjadi pada permukaan yang padat. B. Transmisi (Meneruskan/Menyebarkan) Perilaku cahaya yang melewati suatu bidang permukaan, dimana cahaya diteruskan melewati bidang permukaan tersebut, dan sebagian disebarkan. Terjadi pada permukaan yang transparan. C. Absorbsi (Menyerap) Perilaku cahaya yang terjadi ketika cahaya mengenai permukaan yang padat, dimana cahaya tidak dipantulkan maupun ditransmisikan. Menurut sumbernya, pencahayaan dapat dibagi menjadi : A. Pencahayaan alami; Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas lantai. Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama saat siang hari. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar penggunaan sinar alami mendapat keuntungan, yaitu: - Variasi intensitas cahaya matahari - Distribusi dari terangnya cahaya - Efek dari lokasi, pemantulan cahaya, jarak antar bangunan - Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung B. Pencahayaan buatan; Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat



pencahayaan alami tidak mencukupi. Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut: - Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat - Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman - Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja - Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayang-bayang. - Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi. Sistem pencahayaan buatan yang sering dipergunakan secara umum dapat dibedakan atas 3 macam, yaitu : a. Sistem Pencahayaan Merata Pada sistem ini iluminasi cahaya tersebar secara merata di seluruh ruangan. Sistem pencahayaan ini cocok untuk ruangan yang tidak dipergunakan untuk melakukan tugas visual khusus. Pada sistem ini sejumlah armatur ditempatkan secara teratur di seluruh langit-langit. b. Sistem Pencahayaan Terarah Pada sistem ini seluruh ruangan memperoleh pencahayaan dari arah tertentu. Sistem ini cocok untuk pameran atau penonjolan suatu objek karena akan tampak lebih jelas. Lebih dari itu, pencahayaan terarah yang menyoroti satu objek tersebut berperan sebagai sumber cahaya sekunder untuk ruangan sekitar melalui mekanisme pemantulan cahaya. Sistem ini dapat digabungkan dengan sistem pencahayaan merata karena bermanfaat mengurangi efek menjemukan yang ditimbulkan oleh pencahayaan merata. c. Sistem Pencahayaan Setempat Pada sistem setempat ini cahaya dikonsentrasikan pada suatu objek tertentu



misalnya tempat kerja yang memerlukan tugas visual. Untuk mendapatkan pencahayaan yang sesuai dalam suatu ruang, maka diperlukan sistem pencahayaan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. Sistem pencahayaan di ruangan dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu (Manurung, 2009:59): 1. Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting) Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang perlu diterangi. Sistem ini dinilai paling efektif dalam mengatur pencahayaan, tetapi ada kelemahannya karena dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan yang mengganggu, baik karena penyinaran langsung maupun karena pantulan cahaya. Untuk efek yang optimal, disarankan langi-langit, dinding serta benda yang ada didalam ruangan perlu diberi warna cerah agar tampak menyegarkan 2. Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting) Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langitlangit dan dinding. Dengan sistem ini kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi. Diketahui bahwa langitlangit dan dinding yang diplester putih memiliki effiesiean pemantulan 90%, sedangkan apabila dicat putih effisien pemantulan antara 5-90% 3. Sistem Pencahayaan Difus (general diffus lighting) Pada sistem ini setengah cahaya 40-60% diarahkan pada benda yang perlu disinari, sedangka sisanya dipantulka ke langit-langit dan dindng. Dalam pencahayaan sistem ini termasuk sistem direct-indirect yakni memancarkan setengah cahaya ke bawah dan sisanya keatas. Pada sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui. 4. Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting) Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang optimal



disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan baik. Pada sistem ini masalah bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi. 5. Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting) Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar seluruh langit-langit dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan pemeliharaan yang baik. Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan sedangkan kerugiannya mengurangi effisien cahaya total yang jatuh pada permukaan kerja. Satwiko dalam Ilmu Fisika Bangunan (2004:69) membagi jenis sumber cahaya dalam tiga golongan sebagai berikut: 1. Lampu Pijar Cahaya dihasilkan oleh filament dari bahan tungsten yang berpijar karena panas. Efikasi lampu rendah 8-10 % energi yang menjadi cahaya. Sisa energi terbuang dalam bentuk panas. Lampu Halogen termasuk dalam golongan ini. 2. Lampu Fluorescent Cahaya dihasilkan oleh pendaran bubuk fosfor yang melapisi bagian dalam tabung lampu. Ramuan bubuk menentukan warna cahaya yang dihasilkan. Lebih dari 25 % energi menjadi cahaya. 3. Lampu HID (High-Intensity Discharge) Cahaya dihasilkan oleh lecutan listrik melalui uap zat logam. Termasuk dalam golongan ini adalah lampu Merkuri, Metal Halida dan Sodium Bertekanan. Masing-masing golongan memiliki kelebihan tersendiri. Lampu pijar lebih hangat karena sebagian 90% energi menjadi panas dan warnanya kekuningan, sesuai untuk kegiatan santai atau istirahat. Lampu Fluorescent mempunyai sinar yang terang dan putih, sesuai untuk kegiatan kerja dengan penglihatan. Sedangkan, lampu HID lebih efisien, sesuai untuk penerangan umum.



4. JENIS DAN EFEK PENCAHAYAAN PADA INTERIOR GALERI Permasalahan pencahayaan buatan pada perancangan interior tidak hanya tentang banyaknya jumlah cahaya yang dihasilkan. Impresi suasana ruang, kenyamanan serta peningkatan efisiensi aktivitas pengguna ruang merupakan peran yang harus dicapai oleh pencahayaan buatan. Pengguna ruang mempersepsikan sesuatu melalui kemampuan visualnya. Sedangkan obyek akan memberikan impresi bagi yang melihatnya. Kualitas visual obyek menjadi faktor penting tersampaikannya informasi tentang bentuk, warna, tekstur, proporsi dan pengaruh-pengaruh yang timbul, terhadap yang melihatnya. Ini semakin menguatkan pendapat bahwa pencahayaan buatan dapat digunakan untuk menciptakan tatanan order dan relevansi dalam lingkungan tempat aktivitas berlangsung dan tidak sebagai penerangan semata. Berbeda dengan cahaya alami, cahaya buatan memiliki sistem tersendiri dalam menerangi ruangan. Sistem tersebut dimasudkan untuk tercapainya efektifitas dan efisiensi pemanfaatan cahaya buatan di dalam ruangan (Irawan, 2013:35). Sistem cahaya buatan dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Sistem Lighting Primer a. General Lighting: sistem pencahayaan umum, merata di semua ruangan. b. Localized Lighting (Free Standing Up Lighter): menyerupai general lighting, tetapi sistem ini mempunyai penataan khusus untuk mendukung aktivitas tertentu di area tertentu.



Gambar 1. Sistem Penerangan General Localized Lighting Sumber : www.bonjour-odyssey.com (16 Mei 2014)



c. General Lighting dan Localized Lighting : sistem ini merupakan gabungan dari sistem general lighting dan localized lighting. Sistem ini biasanya diterapkan pada ruangan yang membutuhkan tingkat intensitas cahaya yang besar. 2. Sistem Lighting Sekunder a. Ambient Light : sistem penerangan yang sinarnya dibuat merata (difuse). Cahaya yang merata mengurangi kepekaaan plastisitas (penglihatan 3D) dan tidak memberikan bayangan sehingga ruangan menjadi lebih terang.



Gambar 2. Ambient Light Pada Interior Sumber : forum.indowebster.com (16 Mei 2014)



b. Accent Light : penerangan yang sinarnya berfungsi sebagai aksen.



Gambar 3. Accent Light Pada Interior Sumber : forum.indowebster.com (16 Mei 2014)



c. Task Light: Penerangan yang sinarnya bertujuan fungsional. Misalnya untuk kegiatan membaca.



Gambar 4. Task Light Pada Interior Sumber : http://energizecorvallis.org (16 Mei 2014)



d. Effect Light : Sistem penerangan yang menyerupai accent light, tetapi obyek dan cahaya itu sendiri menjadi pusat perhatian.



Pengaturan pencahayaan buatan pada perancangan interior galeri, dilakukan melalui teknik-teknik tertentu. Hal ini bertujuan menciptakan intensitas pencahayaan tertentu di dalam ruangan. Teknik pengaturan pencahayaan buatan tersebut antara lain (Manurung, 2009:53) :



Gambar 5. Effect Light Pada Galeri Sumber : Philips Effect Light Catalog



e. Architecture Light : Sistem yang memanfaatkan cahaya sebagai media pendukung olahan atau karya arsitektur (disebut juga structural light) f. Decorative Light : Sistem penerangan yang mempunyai bentuk sekaligus sebagai unsur dekoratif interior dengan intensitas dan warna cahaya tersendiri untuk menciptakan suasana.



1. High Lighting Teknik pengaturan cahaya buatan yang bertujuan untuk menciptakan interior ruang yang memiliki intensitas cahaya tinggi. Hal ini dilakukan dengan memberikan sorotan cahaya pada obyek tertentu, sehingga mempertajam detail dan warna obyek tersebut.



Gambar 8. High Lighting Pada Interior Sumber : http://leticiadias.blog.br (16 Mei 2014)



Gambar 6. Penggunaan Decorative Light Pada Interior Sumber : http://www.limitsizenerji.com (16 Mei 2014)



Gambar 7. Penggunaan Architecture Light Menonjolkan Karya Arsitektur Sumber : http://dpineapplewoowoo.blogspot.com (16 Mei 2014)



3. Silhouetting Teknik pengaturan cahaya buatan dengan cara menempatkan obyek pamer



2. Wall Washing Teknik pengaturan cahaya buatan yang memberikan suatu lapisan pencahayaan pada bidang dinding sehingga dinding terkesan merata dengan cahaya.



Gambar 9. Penggunaan Wall Washing pada Interior Sumber : http://leticiadias.blog.br (16 Mei 2014)



di antara bidang tangkap cahaya, sehingga obyek pamer terlihat sebagai suatu bentuk bayangan.



Gambar 10. Penggunaan Silhouetting Pada Interior Sumber : http://viewfromhell.deviantart.com (16 Mei 2014)



4. Beam Play Teknik pengaturan cahaya yang memanfaatkan sorotan cahaya sebagai elemen visual. Teknik ini memanfaatkan bidang tangkap tertentu untuk dapat memperlihatkan sorotan cahaya tersebut. Sumber cahaya diatur menjadi permainan titik lampu.



Gambar 12. Penggunaan Shadow Play Pada Interior Sumber : http://www.thetrendboutique.co.uk (16 Mei 2014)



6. Sparkle Teknik pengaturan cahaya yang menjadikan sumber cahaya sebagai elemen visual. Teknik ini mampu memberikan kesan elegan dan mewah pada perancangan sebuah interior.



Gambar 11. Penggunaan Beam Light Sumber : http://www.claypaky.it (16 Mei 2014)



5. Shadow Play Teknik pengaturan cahaya yang menonjolkan bayangan hasil sorotan cahaya sebagai elemen visual. Teknik ini biasanya menggunakan jenis lampu yang memiliki karakter berkas sinar yang sempit.



Gambar 13. Sparkle Light Pada Interior Sumber : http://www.ziogiorgio.com (16 Mei 2014)



Dalam sistem pencahayaan buatan, ada teknik pembagian berkas cahaya atau distribusi cahaya. Hal ini dilakukan dengan menggunakan armature lampu. Tujuannya adalah menciptakan efek-efek tertentu pada obyek yang disinari (Manurung, 2009:53). Jenis-jenis armature lampu tersebut, adalah: 1. Indirect Armatur jenis ini mengarahkan lebih dari 90% cahaya ke atas dengan memanfaatkan langit-langit sebagai pemantul. Dipakai pada bidang yang mempunyai daya reflektansi cukup besar.



2. Semi Indirect Armatur jenis ini menyerupai jenis armature indirect, lebih dari 60% cahaya lampu diarahkan ke atas, sekaligus mengarahkan 40% cahaya ke bawah 3. Semi Direct Armatur jenis ini mengarahkan cahaya yang sama kuatnya ke arah atas dan arah bawah. 4. Direct Armatur jenis ini mengarahkan cahaya lebih dari 90% ke arah bawah. 5. Diffused Armatur jenis ini menyebarkan cahaya secara merata ke segala arah 5. KESIMPULAN Berdasarkan analisis terhadap paparan kepustakaan diatas, dapat disimpulkan bahwa teknik pencahayaan buatan yang digunakan dalam perancangan interior galeri sebaiknya nya menggunakan sistem lighting primer berupa General Lighting dan Localized Lighting. yaitu sistem yang merupakan gabungan dari sistem general lighting dan localized lighting. Sistem ini akan membuat ruangan galeri memiliki pencahayaan umum yang merata di semua ruangan sekaligus mempunyai penataan khusus untuk mendukung aktivitas tertentu di area tertentu. Sedangkan sistem lighting secunder nya berupa accent lighting. Sistem ini akan memberikan berkas cahaya sebagai aksen yang bertujuan menonjolkan performa karya seni yang didisplay. Teknik pengaturan pencahayaan buatan di ruang pamer galeri harus disesuaikan dengan tujuan dan konsep seniman dalam menampilkan karya seninya. Shadow playing dan highlighting merupakan teknik pengaturan cahaya yang idealnya digunakan pada ruang display galeri. Sedangkan distribusi pencahayaan di ruang display



galeri, disesuaikan dengan fungsi ruang. Pada ruang pamer galeri hendaknya menggunakan distribusi pencahayaan direct. 6. REKOMENDASI Dalam kurun waktu singkat, galeri sering kali memamerkan karya seni yang berbedabeda (jenis pameran temporer). Hal tersebut akan berpengaruh pada penataan tempat pajangan serta pada system pencahayaan yang diperlukan. Oleh karena itu sebaiknya menggunakan tipe track lighting, sehingga arah dan focus dapat diatur sesuai dengan keinginan dan tujuan pameran tersebut. 7. DAFTAR PUSTAKA Irawan, Bambang dan Pricilla Tamara. 2013. Dasar-Dasar Desain. Jakarta : Grya Kreasi Manurung, Parmonangan. 2009. Desain Pencahayaan Arsitektur. Yogyakarta : Andi Sanyoto, Sadjiman Ebdi. 2010. NirmanaElemen Seni dan Desain. Yogyakarta : Jalasutra Satwiko, Prasasto. 2004. Fisika Bangunan. Yogyakarta : Andi Sumber Internet (www.artikata.com) http://www.bonjour-odyssey.com http://forum.indowebster.com http://forum.indowebster.com http://energizecorvallis.org http://www.limitsizenerji.com http://dpineapplewoowoo.blogspot.com http://leticiadias.blog.br http://viewfromhell.deviantart.com http://www.claypaky.it http://www.thetrendboutique.co.uk http://www.ziogiorgio.com



JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 47-54



47



PRESENTASI VISUAL DALAM PROSES DESAIN INTERIOR Oleh: Bambang S. Yudistira Dosen Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali E-mail : [email protected] Abstrak Setiap desainer tentunya mempunyai gaya dan karya yang berbeda satu dengan lainnya. Demikian pula dengan tujuan dan skala dari projeknya tentunya masing-masing berbeda. Yang sama atau paling tidak serupa adalah proses yang diikuti. Desain adalah sebuah proses dan dalam proses tersebut ada tahapan yang diikuti oleh semua profesi desainer, dari fashion designer sampai architect. Tidak terlepas pula dengan desainer interior. Dalam lingkungan Desain Interior, pada setiap proses tahapan desain diperlukan metode spesifik dari presentasi. Misalnya presentasi visual pada tahap analisis tentunya berbeda dengan presentasi visual pada tahap sintesis. Dititik-beratkan sebagai presentasi Komunikasi Visual dalam Desain Interior, penulisan ini menerangkan beragam metode, style dan teknik presentasi pada setiap tahap proses desain. Diharapkan dapat memberikan input dan wawasan pada desainer. Desain yang baik tentunya memerlukan presentasi yang baik pula. Kata kunci: Proses Desain, Presentasi Visual



Abstract Every designer must have a different style and work with each other. Their results differ, so their goal and their scale of the projects. What’s similar are the process they follow. Design is a process and there are stages in the process that is followed by all professional designers, from fashion designers to architect. Not apart with interior designers. In interior design environment, at every stage of the design process required a specific method of presentation. For example, a visual presentation on the stage of the analysis is different than the visual presentation on the synthesis stage. Stressed on the presentation of Visual Communication in Interior Design, this paper describes a variety of methods, styles and presentation techniques at every stage of the design process. Expected to provide input and insight on the designer. Good design would require good presentation anyway. Keywords: Design Process, Visual Presentation



PROSES DESAIN Dalam buku Interior Design Illustrated, Francis D.K. Ching mengidentifikasi tiga tahapan dasar dalam proses desain: analisis, sintesis, dan evaluasi. Menurut Ching, analisis meliputi definisi dan pemahaman masalah atau problem, sintesis meliputi formulasi dari berbagai kemungkinan solusi, dan evaluasi meliputi kritik review, kelebihan dan kekurangan terhadap solusi yang diambil. Sesungguhnya, tiga tahapan ini berlaku juga untuk semua proses desain seperti, graphic designer, fashion designer, exhibition designer, dan lain-lain. Yang membedakan tentu saja detail proses dan



hasil atau outcome dari masing-masing bidang. Dari tiga tahap dasar tersebut dalam projek desain interior dapat dijabarkan lagi menjadi berbagai fase:  Predesain (Predesign)  Desain Skematik (Schematic Design)  Pengembangan Desain (Design Development)  Dokumen konstruksi (Construction Document)  Administrasi Konstruksi (Construction Administration) Pada masing-masing fase di atas, dibutuhkan visual presentasi.



Tabel 1. Fase dalam Proses Desain Fase Projek Predesain, programming analysis



Aktifitas Analisis dan dokumentasi kebutuhan, tujuan dan objektif dari projek



Desain Skematik, preliminary design



Konsep awal berkaitan dengan tata ruang dan keteknikan.



Pengembangan finalized design



Finalisasi desain



Desain,



Dokumen Konstruksi, working drawing



Persiapan gambar dokumen kontrak



Administrasi Konstruksi, guide and review



Arahan dan review pelaksanaan



Sumber : Analisis Pribadi



kerja



dan



Visual presentasi Umumnya berupa catatan tertulis yang terangkum dalam laporan. Seringnya berisi definisi masalah, analisa kebutuhan, penjadwalan (scheduling), goal atau tujuan. Selain tulisan juga terdapat grafik atau chart dan matriks. Ada kalanya pula disisipkan gambar ortografik dalam tahap studi awal. Presentasi grafik konseptual dan tematik. Berisi diagram hubungan fungsi–bentuk-teknik, desain awal denah blocking, sketsa denah ruang, sketsa tampak, potongan, gambar preliminary 3Demensi, Finalisasi dan pematangan desain. Berisi gambar presentasi segala komponen yang berhubungn dengan desain seperti, denah, tampak, potongan, rencana tata ruang perabot dan peralatannya, termasuk gambar final 3D dan presentasi multimedia, contoh material dan finishing, dan presentasi model maket berskala atau mockups. Persiapan kontrak dokumen berupa gambar kerja (working drawing) yang dapat digunakan oleh kontraktor atau pihak lain seperti untuk perijinan dari dinas terkait Komunikasi dengan kontraktor, klien dan pihak lain yang umumnya tertulis termasuk penjadwalan, budget, perubahan gambar di lapangan dan sebagainya.



JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 47-54



A. Predesain (Programming Analysis) Predesain merupakan tahap awal dari proses, dimana sering juga disebut programming analysis. Pada fase ini dibutuhkan presentasi visual berupa tulisan, grafik, chart, dan sebagainya.



48



Graphic Analysis Program Banyak desainer merasakan pentingnya mengkomunikasikan secara grafis sejak dari awal proses desain bahkan sejak dari awal interview dengan klien. Semua dituliskan dan digambar dalam sebuah grafik sederhana yang mudah dimengerti dengan sedikit kata-kata.



Gambar 1. Diagram Graphic Analysis Program Sumber: http://www.qpractice.com/ncidq-exam-study-guide



Gambar 2. Diagram Graphic Analysis Program Sumber: Interior Design Visual Presentation, hal. 25



Matrice program Diagram analisis hubungan antar ruang sering dipresentasikan dengan matriks program. Di mana dengan mudah dapat terlihat kebutuhan ruang dan hubungan atau korelasi antar ruangan tersebut. Tingkatan hubungannya biasanya dipresentasikan dengan dot (lingkaran) ataupun terkadang dengan angka.



B. Desain Design)



Skematik



(Preliminary



Bubble diagram Ketika diagram hubungan menjadi bagian dan diperhitungkan sebagai persyaratan atau kebutuhan dalam analisis, maka berkembang satu tahap lebih maju menjadi apa yang disebut dengan bubble diagram. Di mana pada bubble diagram sering menjadi parameter aktual yang berkaitan dengan hubungan ruang, penempatan dan kebutuhan luasan ruang dalam skala kasar. Dengan demikian, bubble diagram merupakan langkah awal dalam proses Desain Skematik (preliminary design).



Gambar 3. Diagram Hubungan Antar Ruang Sumber: carolynjeanmatthews.wordpress.com



Gambar 4. Bubble Diagram Sumber: http://j-mdesign.com/design-services/



Space Studies Sebelum merancang ruang dalam kaitannya dengan dimensi atau luasan ruang, desainer biasanya melakukan yang disebut dengan space studies. Pada proses ini lebih menekankan pada individu ruang, satu persatu dilakukan studi aktifitas untuk



mendapatkan luasan kebutuhan masingmasing ruang. Setiap fungsi dari ruang dibuatkan studi ruang dengan skala yang akurat termasuk menempatkan furniture dan peralatan lainnya sesuai aktifitas dalam ruang tersebut.



Gambar 5. Space Studies Sumber: Interior Design Visual Presentation, hal. 32



Blocking Diagram Setelah proses studi ruang (space studies) dan bubble diagram, desainer menuju tahap selanjutnya yaitu dengan membuat blocking diagram. Pada blocking diagram ini umumnya desainer menggunakan kertas kalkir atau kertas tembus pandang untuk membuat diagram blok warna di atas gambar ruang eksisting atau denah dengan skala yang relative tepat (metode tracing).



Walaupun saat ini penggunaan computer sudah sangat umum dan digunakan oleh banyak desainer, namun metode tracing dirasakan masih efektif oleh banyak desainer. Menggunakan CAD program pada tahap ini dirasakan oleh banyak desainer relative tidak efektif. Namun juga beberapa desainer memulai gambar dengan CAD pada tahapan proses ini untuk digunakan lebih lanjut pada tahap proses selanjutnya.



Gambar 6. Diagram Blok Warna Sumber: http://arendse4.wix.com



Gambar 7. Contoh Lain Diagram Blok Warna Sumber: http://sweinstein4.wix.com



Stacking Plan Umumnya pada projek lebih dari satu lantai maka dibutuhkan stacking plan, yang berfungi seperti blocking plan namun dengan hirarki vertical. Conceptual Design Berangkat dari hubungan antar ruang, matrice program, blocking diagram, fitplan, space studies, dan sebagainya,



desainer menerapkan diagram visual yang menyeluruh berupa konsep denah, tampak atau potongan bahkan konsep detail yang mewakili nilai tematik, fungsi, isu kultural, iklim, keteknikan dan lain sebagainya. Biasanya presentasi visual berupa denah, tampak dan atau potongan dengan skala yang mendekati “kenyataan” disertai gagasan tematik berupa gambar visual, dan contoh material.



Gambar 10. Contoh Disain 3D pada Gambar Conceptual Design Sumber: Roof Deck view concept, STD Bali



Gambar 8. Stacking Plan Sumber: www.lamiskanaan.com



Gambar 9. Contoh Denah pada Gambar Conceptual Design Sumber: http://www.oliviainteriordesign.com/portfolio/conc eptual-interior-design/design-concept-office-space/



Gambar 11. Contoh Detail Furniture pada Gambar Conceptual Design Sumber: jsinteriordesign.blogspot.com



C. Finalisasi Desain (Finalized Design) Proses desain skematik dan konseptual umumnya membutuhkan proses berulang kali sampai pada tahap yang disepakati untuk maju pada tahap selanjutnya. yaitu pengembangan konsep menjadi finalisasi desain. Semua aspek desain sudah dipertimbangkan. Dipresentasikan dalam gambar dengan ukuran dan skala yang presisi. Perlu disadari bahwa gambar visual pada tahap ini dapat dianggap sebagai



Gambar 12. Contoh Denah Interior Sumber: Sekolah Tinggi Desain Bali



Gambar 13. Contoh 3D Interior Sumber: http://www.architecturalmodelingindia.com/3darchitectural-renderings/3d-interior-rendering.php dan www.3dhousedownload.com



presentasi final dari desain, sehingga seluruh gambar terpresentasikan dengan jelas baik tujuan estetika, fungsi, dan keteknikannya. Segala elemen desain ternotifikasi dengan baik agar tercipta komunikasi visual yang jelas. Bahkan saat ini penggunaan computer sudah semakin sering dipakai untuk presentasi visual 3D yang mendekati realistik dengan 3D rendering photo biased.



Gambar 14. Contoh Tampak Interior Sumber: www.projectsatoz.com



Gambar 15. Contoh 3D Maket Sumber: www.behance.net



D. Dokumen Drawing)



konstruksi



(Working



Gambar kerja (working Drawing) merupakan gambar presentasi visual yang ditujukan untuk dokumen konstruksi, bagaimana implementasi konstruksi dan instalasinya. Yang berarti gambar dimaksudkan agar desain bisa dibangun atau direalisasikan. Semua aspek (denah,



tampak, potongan, detail, rencana plafon, air conditioning, acoustic treatment, mekanikal, elektrikal, dsb) tergambar dengan ukuran akurat, dengan skala yang tepat, dan penuh dengan informasi detail. Adapun umumnya gambar kerja dibuat pada lembar kertas dengan kop (title block) dan menggunakan standar gambar teknik (drafting standards and symbols)



Gambar 16. Contoh Gambar Kerja Denah Interior Sumber: http://www.syerasite.com/home-design-ideas-bathroom-with-glamour/bathroomdrawings-designjoinery-design-documentation-andrew-dwyer-interior-design-ol1t1b6o/



Gambar 17. Contoh Gambar Kerja Detail Konstruksi Sumber: http://www.syerasite.com/home-design-ideas-bathroom-with-glamour/bathroomdrawings-designjoinery-design-documentation-andrew-dwyer-interior-design-ol1t1b6o/



DAFTAR PUSTAKA Maureen Milton, Interior Design Visual Presentation, 2004, John Willey and Sons inc.



Francis D.K. Ching, Interior Design Illustrated, 2012, John Wiley and Sons inc. Department of Design - University of Minesota, Basic Drafting Standard and Symbols, 2005, University of Minnesota



JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 55-63



55



LOKAL GENIUS PADA INTERIOR ETNIK BALI MASA KINI “Felling that you are somebody living somewhere.”



Oleh: Ni Nyoman Sri Rahayu, ST, MT Dosen Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali E-mail : [email protected]



Abtsrak Roh atau lokal genius suatu tempat akan mengarahkan desainer untuk mampu menciptakan makna suatu tempat atau ruang bagi manusia penghuninya. Interior tidak hanya bentukan (form), tapi juga (spirit). “Felling that you are somebody living somewhere”, seseorang yang dapat merasakan/menikmati sebuah bentukan ruang yang memberinya kesan bahwa ia sedang berada di tempat tertentu, dengan suasana dan identitas etnik tertentu. Dominasi budaya modernisme telah mendukung proses pembentukan kebudayaan modern di Bali. Modernisasi (pariwisata atau globalisasi) bukan sebagai faktor utama perusak suatu kebudayaan, melainkan mampu menganggapnya sebagai faktor penentu kokohnya kualitas suatu budaya lokal (lokal genius), dengan menyerap dan mengadaptasi unsur-unsur modern (global) yang mampu memperkuat dan memperkaya budaya (interior etnik Bali) itu sendiri. Sehingga diharapkan dapat memadupadankan teknologi modern dengan warisan budaya lokal setempat. Kata kunci: interior etnik, lokal genius.



Abstract Spirit or local genius somewhere will lead designers to be able to create meaning a place or space for human occupants. The interior is not only formed, but also has a spirit. "Felling that you are somebody living somewhere", someone who can feel / enjoy the room in someplace, with an atmosphere and an ethnic identity. The dominance of modernism cultural has supported the formation of modern culture in Bali. Modernization (tourism or globalization) is not a major factor of destroyer culture, but is able to take it as a quality-powerful determinants of local culture (genius loci), by absorbing and adapting modern elements (global) which is able to strengthen and enrich the cultural (ethnic interior Bali) itself. So its expected to mix and match modern technology with local culture heritage. Keywords: ethnic interior, genius loci.



1. LOKAL GENIUS MODERNISASI



DAN



ARUS



Lokal genius dapat didefinisikan sebagai “The spirit of place (atau roh)” yang mengacu pada aspek yang unik, khas yang dapat terwujud pada aspek fisik (tangible). Lokal genius berperan sebagai komponenkomponen pokok dari identitas penentu sense of place, pada tampilan fisik dan kualitas estetikanya, salah satunya adalah pada gaya arsitektur maupun interior. Membentuk suatu ruang merupakan usaha untuk mengungkapkan roh suatu tempat tersebut. Roh atau lokal genius suatu tempat akan mengarahkan desainer untuk mampu menciptakan makna suatu tempat atau ruang bagi manusia penghuninya. Kebudayaan, nilai dan tradisi masyarakat Bali berkaitan erat dengan kehidupan sosial, adat, dan keagamaan setempat. Tradisi adi luhung yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur secara turun temurun telah memberikan karakter budaya yang kuat. Seiring berjalannya waktu, nilai-nilai yang telah menjadi bagian kehidupan masyarakat Bali telah mengalami perkembangan. Perkembangan ini besar dipengaruhi oleh masuknya kebudayaan asing yang akhirnya kemudian mendominasi kebudayaan lokal. Masuknya kebudayaan modern telah mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan masyarakat, mulai dari gaya hidup/lifestyle, perilaku, serta pandangan dan penghargaan masyarakat terhadap karya-karya budaya masyarakat Bali. Dalam bidang desain, keterkaitan antara nilai estetik dengan perilaku dan gaya hidup masyarakat berjalan secara sinergis. Dominasi budaya modernisme telah mendukung proses pembentukan kebudayaan modern di Bali. Dikhawatirkan kedepannya, budaya dan hasil karya masyarakat Bali menjadi semakin asing di tempatnya sendiri. Maka dari itu diperlukan upaya masyarakat untuk menanggapinya secara fleksibel, responsif dan adaptif.



2. LANGGAM INTERIOR ETNIK a. Langgam Langgam didefinisikan sebagai sebuah karakter yang bersifat kolektif/mengelompok terutama berhubungan dengan caranya ditampilkan (Budiharjo: 41). Adanya ciri khas tertentu yang ada dalam penampilan sebuah objek (interior). Langgam dapat saja berbentuk tradisional, yang kemudian dapat dikenali sebagai milik lokal sendiri sesuai dengan guna, fungsi, dan arti sosial-kultural dengan interior lokal. b. Elemen ruang Ruang dibentuk dari beberapa elemen, yaitu elemen pelingkup, furnitur, dan aksesori. Elemen pelingkup terdiri dari dinding, lantai, dan langit-langit (Sari, 2010: 6). Elemen pelingkup, furnitur, dan aksesori berfungsi untuk membentuk suatu ruang. Ibaratnya sebuah masakan yang akan terasa lebih sedap jika ditambahkan bumbu penyedap, begitupula halnya dengan aksesori. Aksesori pada ruangan akan menambah nilai estetika baik secara dekoratif maupun fungsional. Ketiga elemen ruang ini menentukan tampilan dan gaya ruang. Elemen - elemen ruang ini dapat tampil unik dan menarik melalui permainan warna, bentuk, proporsi, dan tekstur, sehingga memudahkan dalam berkreasi untuk menciptakan nuansa interior yang ingin diciptakan. c. Makna interior etnik Sebuah kalimat yang bisa mewakili maksud dari interior etnik adalah “Felling that you are somebody living somewhere.” Seseorang yang dapat merasakan/menikmati sebuah bentukan ruang yang memberinya kesan bahwa ia sedang berada di tempat tertentu. Tempat yang akan memberikan suasana tertentu. Tercipta dari keseluruhan bentukan pada ruang dalam yang memberinya kesan bahwa ia sedang berada di ruangan dengan suasana dan identitas etnik tertentu. Interior etnik menyimpan berbagai nilainilai dan menempatkan budaya sebagai komponen pembentuknya. Interior etnik dapat diamati salah satunya dari penerapan



bentuk-bentuk konstruksi yang mengambil bentuk-bentuk pada arsitektur tradisional; elemen pembentuk ruang yang didominasi penggunaan material alami terutama material lokal setempat; serta penggunaan aksesoris dan dekorasi khas lokal setempat. Interior etnik dapat dimaknai sebagai: (1) makna feeling naturally, dimana terdapat kedekatan hubungan antara pengguna ruang (yang dapat merasakan) dengan ruang dalam itu sendiri (objek yang diamati/dinikmati) seolah-olah pengguna dapat menyatu dengan alam, salah satunya karena dominasi penggunaan material alami dengan kesan natural tersebut yang juga akan dapat memberikan emosi positif pada pengguna; (2) makna identitas ciri lokal setempat, dimana interior etnik merupakan salah satu wujud lokal genius yang mampu memberi identitas lokal setempat; (3) makna estetika, dimana langgam interior etnik memberikan nilai estetika tersendiri pada wujud ruang yang muncul dengan spirit lokal dan natural. 3. VARIASI INTERIOR ETNIK BALI MASA KINI Untuk dapat memahami interior etnik Bali, mau tidak mau harus mengetahui tentang budaya dan tradisi dari masyarakat Bali. Dengan pola budaya etnik, maka bentukanbentukan ruangnya (bentukan interior etnik) akan sangat berkaitan dengan pola sosialbudaya setempat. Seni budaya Bali misalnya, kekayaan seni budaya Bali yang sangat beragam akan selalu dapat menjadi inspirasi bentuk-bentuk pada perwujudan ruang dalamnya. Desain pembentuk ruang interior meliputi: dinding, plafon dan lantai. Ditunjang dengan furnitur dan akseoris pendukung, elemen-elemen tersebut memiliki kekuatan khas yang bersama-sama akan saling mempengaruhi dalam menciptakan langgam interior etnik. Sehingga keselarasan setiap unsur desain dalam ruangan itu dijaga untuk menghasilkan harmonisasi yang tepat. Pada elemen pelingkup langit-langit dapat digunakan material alami khas Bali meliputi: bambu



(banyak terdapat di Desa PenglipuranBangli) dan kayu. Kemudian susunan dari alang-alang pada bagian penutupnya dapat memberi kesan keteraturan. Untuk elemen pelingkup dinding dapat digunakan material batu bata ekspos, bata merah banyak dijumpai di Jematang dan Tulikup, paras Kerobokan, paras Kelating, paras Selakarang, batu hitam Karangasem, dan beberapa material dari bahan tanah liat yang banyak diproduksi di daerah Pejaten Tabanan, dan di daerah Gerih, AbiansemalBadung. Elemen lantai banyak digunakan material plesteran semen, parket dari kayu dan bambu. Furnitur dan aksesori yg dipilih adalah dari bahan kayu dan bambu yang bersifat natural sehingga nuansa etnik di ruangan dapat terasa kental. Dapat juga digunakan kerajinan khas Bali yang akan semakin menguatkan kesan interior etnik Bali.



Furniture Bale



Konstruksi tradisional Bali



Detail ukiran



Gambar 1. Interior etnik Bali Sumber: http://desainrumahbali.com



Salah satu interior etnik Bali, dengan dominasi material alami meliputi: material kayu pada bidang langit-langit, material penutup atap berupa jerami yang disusun teratur semakin memberi kesan alami; dinding polos dengan relief ukiran Bali (stone carving), pilar dengan beberapa bentuk pepalihan, konstruksi lambang dan sineb serta pilar; bidang lantai yang menggunakan parket sehingga memberi kesan hangat dan natural seolah-olah si pengguna berada dekat dengan alam; detail ukiran diantara bidang lantai parket dan



kolam renang; furnitur berupa bale yang digunakan untuk tempat duduk bersantai; serta beberapa kerajinan khas Bali sebagai dekorasi penunjang. Interior sebagai salah satu representasi kebudayaan benda yang terlihat oleh indera mata, dapat dibuat sebagai salah satu wadah dalam usaha penguatan nilai-nilai budaya lokal setempat. Lalu, bagaimana halnya dengan perkembangan interior etnik bali saat ini di tengah arus modernisasi dan pluralisme budaya? Modernisasi berarti proses pergantian dari gaya lama menjadi gaya baru. Di dalam proses itu terjadi perubahan, khususnya perubahan yang diusahakan dengan sadar oleh manusia atau masyarakat. Oleh karena itu, maka sudah semestinya modernisasi tidak sekedar mengarah kepada gaya baru, akan tetapi gaya baru itu diharapkan lebih menyenangkan dan lebih memuaskan manusia dan masyarakat di lingkungannya daripada gaya lama yang digantikannya. Harapan ini tidak hanya mengacu pada upaya pelestarian saja, tetapi juga pada penggalian dan penciptaan baru untuk mengisi khasanah kebudayaan yang bermakna. Pluralisme budaya dimaksudkan sebagai keragaman budaya. Ini terjadi salah satunya adalah akibat perkembangan teknologi dan masuknya budaya-budaya luar yang serta merta mempengaruhi budaya lokal. Di Bali saat ini bukan hanya budaya barat yang ikut mempengaruhi perkembangan kebudayaan Bali, tapi juga budaya tradisional luar pulau seperti Jawa yang juga saat ini cukup kuat mempengaruhi perkembangan interior saat ini. Dapat dilihat dari perpaduan antara bentuk gebyok dan ukiran khas Bali pada pintu masuk rumah, bentuk interior dengan soko guru pada rumah joglo yang juga banyak diterapkan pada interior saat ini. Beberapa jenis material alam luar pulau Bali juga umum digunakan pada interior, diantaranya: lampit dari Kalimantan, kayu seseh/kelapa dari Sulawesi, batu dan paras Palimanan Jogya, batu candi dari Jawa Tengah, dsb.



Peran seorang desainer cukup besar untuk mampu mencermati masalah-masalah pada karyanya. Seorang desainer yang cerdas adalah seorang yang kreatif dan dinamis dalam melihat perkembangan tanpa harus kehilangan jatidiri dan identitasnya, sehingga sanggup melahirkan karya yang berakar dari budaya sendiri “tanpa mengganggu” kehidupan budaya aslinya. Begitu pula halnya dalam pengembangan desain interior di tengah gempuran pariwisata, diperlukan desainer-desainer yang cerdas yang mampu melahirkan bentuk-bentuk bangunan yang berkualitas internasional (global), beridentitas dan berjatidiri lokal setempat, dan dapat menjadi daya tarik pariwisata. Dalam menanggapi pluralisme budaya yang saat ini terjadi di Bali, seorang desainer dapat saja memadupadankan teknologi modern dengan warisan budaya lokal setempat. Dapat juga digunakan kombinasi antara material alami lokal Bali maupun luar Bali, dengan ukiran khas Bali, sehingga tetap dapat memberi kesan etnik Bali. Disini interior tidak hanya sekedar berlandaskan pada konsep asing dari barat, namun dapat menciptakan interior yang menimbulkan kesan identitas pribadi dan orisinal. Keberadaan interior ditandai oleh ciptaan alam menjadi suatu yang nyata, secara umum berarti membuat nyata genius loci. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan ruang pada sebuah bangunan yang merupakan rangkaian dari benda-benda dan material di suatu tempat serta mendekatkan hubungan ruang dan benda-benda tersebut dengan manusia. Genius loci bukan hanya berarti peniruan terhadap model lama, tetapi menunjukkan identitas suatu tempat dan menginterpretasikannya dengan cara-cara baru. Jadi, menanamkan identitas dan jatidiri setempat merupakan poin utama dari tolok ukur pengembangan kebudayaan, khususnya interior etnik Bali masa kini. Ini berarti, bahwa setiap orang harus memandang modernisasi (pariwisata atau globalisasi) bukan sebagai faktor utama perusak suatu kebudayaan, melainkan harus mampu meletakkannya secara proporsional sebagai



faktor penentu kokohnya kualitas suatu budaya lokal (lokal genius), dengan menyerap dan mangadaptasi unsur-unsur modern (global) yang mampu memperkuat dan memperkaya budaya (interior etnik Bali) itu sendiri. Makna penggunaan interior etnik Bali pada masa kini adalah: (1) inovasi bentuk-bentuk budaya berupa benda seni tradisional yang diterjemahkan pada bentukan baru walaupun berbeda pada bentuk maupun fungsinya pada interior; (2) Sustainability “ajeg”nya etnik Bali terutama pada aspek interior ditengah gempuran pluralisme budaya kekinian.



Lukisan Kamasan Klungkung, sebagai penutup bidang langit-langit. Terdapat juga ukiran kayu pada sesaka, tugeh, dan lambang (konstruksi tradisional Bali).



Gambar 4. Motif anyaman bambu pada permainan plafon Sumber: http://2.bp.blogspot.com



Beberapa variasi elemen ruang pada interior etnik Bali, akan ditampilkan pada gambargambar dibawah ini : A. Plafon (Langit-langit)



Gambar 5. Material kayu pada konstruksi atap Sumber: http://2.bp.blogspot.com



B. Dinding



Gambar 2. Contoh Plafon Bambu Sumber: http://idesignarch.co m



Material bambu sebagai usuk, dan susunan material alami alang-alang sebagai penutup atap memberi kesan keteraturan.



Gambar 3. Contoh Plafon dengan Motif Lukisan Sumber: http://balitrulyparadise.blogspot.com



Gambar 6. Dinding bambu yang disusun vertikal. Sumber: http://imagebali.net



Gambar 7. Kusen ventilasi dan jendela menyatu, motif jaro pada ventilasi Sumber: http://pinterest.com



Gambar 11. Ukiran Bali pada saka (tiang khas Bali) Sumber: http://idesignarch.com



Gambar 8. Dinding dengan finishing Kain Prada Sumber: http://desainrumahbali.com



Pola yang banyak terdapat pada kain prada yang ditambahkan pada finishing dinding.



Gambar 9. Dinding dengan motif ukiran Bali Sumber: http://grinhos.com



Bidang dinding sekaligus atap dengan motif ukiran Bali (pepatran). Dengan cahaya dan penghawaan alami yang cukup efektif. C. Kolom



Gambar 10. Panel sebagai pengganti bidang tiang/ saka, motif ukiran Bali Sumber: http://pampai.com



D. Pintu



Gambar 13. Ukiran pada pintu masuk yang terbuat dari batu paras Sumber: http://interior-tops.blogspot.com



E. Lantai



Gambar 12. Pintu ukiran kori Bali Sumber: http://naturalhousebali.com



Gambar 14. Semen plesteran Sumber: http://imagebali.net



Gambar 15. Lantai bambu/kayu Sumber: http://indahnyarumahku.wordpress.co m



F. Furniture



Gambar 18. Kursi dari bahan bambu Sumber: http://beritateraktual.com



G. Dekorasi



Gambar 16. Bed dari matreial bambu Sumber : http://imagebali.net



Gambar 17. Bale dari material Kayu Sumber: http://desainrumahbali.com



Gambar 19. Cermin dan lampu meja dengan ukiran Bali. Sumber: http://2.bp.blogspot.com



Gambar 21. Stone carving, relief motif Patra Sumber: http://modelrumahminimalis21.com



Gambar 20. Patung Bali di samping bathtub Sumber: http://uniwall.com



Gambar 22. Stone carving untuk kisi-kisi (lubang ventilasi). Sumber: http://balireliefcarved.blogspot.com



Gambar 23. Stone carving, relief motif dedaunan khas Bali Sumber: http://jualbatualam.com



Gambar 26. Kipas dan kain poleng (motif kotak hitam putih) Sumber: http://members.virtualtourist.com Gambar 24. Dekorasi dinding dengan motif penari Bali Sumber: http://ren-journal.blogspot.com



Gambar 27. Hiasan dinding ukiran Bali Sumber: http://e-kuta.com



Gambar 25. Lukisan wayang KamasanKlungkung Sumber: http://paketbalimurah.wordpress.com



Dekorasi Songket Bali yang dapat digunakan sebagai pola dalam menghiasi dinding seperti songket khas Klungkung motif wayang dan Songket Bali dengan



warna yang beragam dapat digunakan sebagai aksen pada bidang dinding.



Gambar 29. Kain Geringsing Sumber: http//indonesiabox.org



Anyaman gedek bermotif dapat digunakan untuk motif plafon, partisi, dan lain-lain.



Gambar 28. Songket Bali Sumber: http://nga.gov.au & http:// pinterest.com



Kain Geringsing dibuat oleh kaum wanita di Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem. Kain ini ditenun dengan menggunakan pewarna alami, sehingga awet sampai bertahun-tahun. Bisa dipakai untuk hiasan diatas furnitur, hiasan dinding, dan sebagainya.



Gambar 30. Anyaman gedek motif swastika dan motif kembang seribu Sumber: http://balidenpasartrading.com



Gambar 31. Partisi dari material bambu Sumber: http://design-rumah.com



Salah satu inspirasi untuk memberi suatu yang unik yaitu menggunakan kurungan ayam (guungan) untuk menjadi tempat lampu.



budaya berupa benda seni tradisional yang diterjemahkan pada bentukan baru walaupun berbeda pada bentuk maupun fungsinya pada interior; (2) Sustainability “ajeg”nya etnik Bali terutama pada aspek interior ditengah gempuran pluralisme budaya kekinian. 5. DAFTAR PUSTAKA Agus



Gambar 32. Kurungan Ayam Sumber: http:// architeria.com



Terdapat juga hiasan dinding dari susunan nyiu atau nampan dari ayaman bambu yang berbeda ukuran maupun permainan motifnya.



Gambar 33. Anyaman Bambu Sumber: http://2.bp.blogspot.com



4. PENUTUP Interior etnik dapat dimaknai sebagai: (1) makna feeling naturally, dimana terdapat hubungan yang dekat antara pengguna ruang dengan ruang dalam itu sendiri seolah-olah pengguna dapat menyatu dengan alam; (2) makna identitas ciri lokal setempat, sebagai salah satu wujud yang mampu memberi identitas lokal setempat (lokal genius); (3) Makna estetika, dimana langgam interior etnik memberikan nilai estetika tersendiri pada wujud ruang yang muncul dengan spirit lokal dan natural. Suatu gaya baru dapat memuaskan manusia dan masyarakat, apabila mampu mengakomodasi nilai-nilai lokal genius setempat atau genius loci. Makna penggunaan interior etnik Bali pada masa kini adalah : (1) inovasi bentuk-bentuk



Sachari. 2007. Budaya Visual Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Budiharjo, Eko. 1989. Jati Diri Arsitektur Indonesia. Bandung: Alumni. Sari, Nurul wulan. 2010. Ragam gaya Interior sesuai kepribadian. Jakarta: Griya Kreasi. Sumber Internet http://en.wikipedia.org/wiki/Spirit_of_place . 19 Mei 2014: 10.00 Wita. http://2.bp.blogspot.com http:// architeria.com http://balidenpasartrading.com\ http://balitrulyparadise.blogspot.com http://beritateraktual.com http://desainrumahbali.com http://design-rumah.com http://e-kuta.com http://grinhos.com http://idesignarch.com http://imagebali.net http://indonesiabox.org http://indahnyarumahku.wordpress.com http://interior-tops.blogspot.com http://jualbatualam.com http://members.virtualtourist.com http://modelrumahminimalis21.com http://naturalhousebali.com http://nga.gov.au http://paketbalimurah.wordpress.com http://pinterest.com http://pampai.com http://ren-journal.blogspot.com http://uni-wall.com http://en.wikipedia.org