Jurnal Mantra Jawa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TOLAK BALA MANTRA CARAKA WALIK: ANALISIS MAKNA, FUNGSI, POLA PEWARISAN DAN STRUKTUR TEKS MATRA



Vera Citra Agustiyani 172121109 Pendidikan Bahasa Indonesia kelas 2C Universitas Siliwangi



ABSTRAK Analisis mantra caraka walik menggunakan metode deskriptif analisis sehingga didalamnya akan dipaparkan mantra caraka walik. Mulai dari transliterasi, makna, fungsi, pola pewarisan, hingga struktur teks matra caraka walik. Mantra caraka walik ini berkembang di masyarakat Jawa Tengah dan sampai saat ini masih digunakan terutama bagi masyarakat pedalaman. Hasil dari penggunaan mantra caraka walik ini bergantung pada kepercayaan penutur tersebut. Jika penutur percaya maka kesaktian mantra caraka walik ini dapat dirasakan. Kata kunci: mantra caraka walik, tolak bala, makna, fungsi, pola, struktur I.



Pendahuluan Keberagaman adat dan budaya yang ada di Indonesia membuat negara Indonesia memiliki nilai-nilai budaya yang masih banyak dipertahankan hingga saat ini. Dalam budaya terdapat budaya yang terlihat dan yang tidak terlihat (seperti fenomena gunung es). Budaya yang tidak terlihat seringkali tidak dianggap sebagai budaya oleh masyarakat. Misalnya nilai-nilai yang terkandung dalam suatu cerita atau teks. Pada zaman dulu telah banyak teks yang memiliki nilai-nilai luhur yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari saat ini. Banyak teks-teks zaman dalu yang tidak ditulis (anonim), namun seiring berkembangnya zaman teks-teks tersebut mulai ditulis agar teks tersebut tetap terjaga nilai-nilainya. Salah satu teks yang mulai ditulis adalah teks mantra (meskipun masih banyak juga yang belum dan tidak dituliskan). Teks mantra merupakan salah satu jenis puisi lama yang tidak terikat oleh aturan (bersifat manasuka), berkembang dari mulut ke mulut, dan bersifat anonim. Sehingga ketika ditelusuri seluk beluk mantra akan sulit ditemukan. Selain itu karena mantra juga bersifat manasuka, dalam menganalisis atau



mengkaji suatu mantra akan terasa sulit dilakukan. Oleh sebab itu penulis mencoba menganalisis sebuah mantra, yaitu mantra caraka walik yeng berkembang di daerah Jawa Tengah dan berfungsi sebagai penolak bala. Hasil analisis mencangkup transliterasi, makna, fungsi, pola pewarisan, dan struktur teks matra caraka walik.



II.



Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif menurut (Nurjamilah, 2015:125) merupakan suatu cara pemecahan masalah dengan cara menggambarkan suatu obyek. Obyek yang digambarkan terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah, keadaan, atau peristiwa sebagaimana adanya, sehingga bersifat sekedar mengungkapkan fakta. Metode deskriptif analisis juga dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan memaparkan fakta atau melukiskan keadaan berdasarkan fakta yang nampak dan bersifat apa adanya. Mantra caraka walik yang ada dalam analisis ini dianalisis dengan cara menggambarkan mantra caraka walik dari transliterasi, makna, pola pewarisan, fungsi, struktur teks mantra dan konteks penuturannya. Sehingga dalam analisis ini akan dipaparkan hasil analisis penulis terhadap mantra caraka walik.



III.



Hasil dan Pembahasan A. Mantra Penolak Bala Caraka Walik Bismillah Ngo tho bo go mo Nyo yo jo dho po Lo wo so to do Ko ro co no ho



B. Transiterasi Mantra penolak bala caraka walik diambil dari aksara jawa. Apabila dibuat mantra yang dipakai hanya kata depannya saja yang mungkin hal ini disebabkan karena panjangnya aksara jawa. Sedangkan secara lengkap ditulis: Ngo : Ngracut busananing manungso (Merajut/menjalin pakaian-pakaian manusia) Tho : Tukul soko niat (Tumbuh dari niat) Bo



: Bayu sejati kang andalani (Dengan bantuan Bayu Sejati)



Go



: Dukun sejati kang muruki (Dukun sejati yang mengajari)



Mo : Mati bisa bali (Mati bisa kembali) Nyo : Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diwuruki (Melihat tanpa mata, mengerti tanpa di ajari) Yo



: Yen rumangsa tanpa karsa (Kalau merasa tanpa kehendak)



Jo



: Jumbuhing kawulo lan Gusti (Bersatunya antara hamba dan Tuhannya)



Dho : Dhuwur wekasane, endhek wiwitane (Tinggi/luhur pada akhirnya, rendah pada awalnya)



Po



: Papan kang tanpa kiblat (Papan tak berkiblat)



Lo



: Lali eling wewatesane (Lupa dan ingat adalah batasannya)



Wo : Wujud hana tan kena kinira (Wujud ada tiada dapat diuraikan/dijelaskan) So



: Sifat hana kang tanpa wiwit (Sifat ada tanpa awal)



To



: Tetep jumeneng ing dzat kang tanpa niat (Tetap berada dalam dzat yang tanpa niat)



Do



: Dumadi kang kinarti (Menjadi ada/terjadi dengan membawa maksud, rencana dan makna)



Ko



: Karsa kwasa kang tanpa karsa lan niat (Kehendak kuasa yang tanpa kehendak dan niat)



Ro



: Rasa kwasa tetunggaling pangreh (Rasa



kuasa



akan



adanya



satu-satunya



memerintah) Co



: Cipta rasa karsa kwasa (Cipta rasa kehendak kuasa)



No



: Nur hurip, cahya wewayangan (Cahaya hidup, cahaya membayang)



Ho



: Huripku cahyaning Allah (Hidupku adalah cahaya Allah)



wujud



kendali/yang



C. Tafsir Arti Teks Mantra Arti teks mantra diambil dari Kawruh Pepak Boso Jowo yang makna harfiah aksara jawanya adalah Ho no co ro ko



= ada utusan



Do to so wo lo



= saling berselisih



Po dho jo yo nyo



= adanya adu kekuatan yang sma kuatnya



Mo go bo tho ngo



= terjadilah kematian



Jika di balik menjadi mantra caraka walik, maka yang terjadi adalah kebalikan dari makna harfiah aksara jawanya, yaitu Bismillah Ngo tho bo go mo = tidak ada kematian Nyo yo jo dho po = tidak ada kesaktian Lo wo so to do



= tidak ada peperangan



Ko ro co no ho



= tidak ada utusan



D. Pola Pewarisan Mantra Caraka Walik Pola pewarisan mantra caraka walik dilakukan secara vertikal atau secara turun temurun. Dari awal penciptaan mantra caraka walik, mantra tersebut lalu diturunkan pada keturunannya, terutama keturunan yang berjenis kelamin laki-laki (pewarisan mantranya dilakukan setelah si anak laki-laki menikah) apabila keturunannya berjenis kelamin perempuan maka mantra tersebut di wariskan pada suami dari si anak perempuan tersebut (setelah menikah).



E. Fungsi Mantra Caraka Walik Fungsi mantra adalah untuk menangkal roh jahat. Bait terakhir mantra ini juga seringkali digunakan untuk memanggil jelangkung (arwah). Fungsi bagi penutur yang benar-benar percaya dengan mantra ini, maka akan terhindar dari segala malapetaka yang datangnya dari yang tidak terlihat



(ghaib). Penutur juga akan dapat melihat makhluk halus, bahkan bisa berkomunikasi dengan mereka. Selain itu dalam kehidupan masyarakat orang yang memiliki mantra ini akan lebih dihormati atau disegani oleh masyarakat yang lain. Biasanya yang memiliki mantra ini juga memiliki mantra untuk mengirimkan bala (roh jahat), sehingga masyarakat yang lain takut dan lebih memilih menghindar dari orang yang memiliki mantra ini.



F. Tema Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tema adalah pokok pikiran; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak, dan sebagainya). Tema mantra caraka walik adalah kekuatan dan kekuasaan Tuhan YME.



G. Struktur Teks 1. Formula Bunyi a. Alitrasi Hasanuddin (2002:75) dalam Roziah (2010) mengungkapkan, “Pengulangan bunyi konsonan yang sama disebut aliterasi. Pengulangan bunyi yang dapat dikategorikan pada bunyi aliterasi adalah pengulangan bunyi secara dominan.” Dalam mantra caraka walik terdapat pengulangan bunyi konsonan misalnya pada frasa: 1) Ngracut busananing manungso terdapat pengulangan konsonan /ng/. 2) Yen rumangsa tanpa karsa terdapat pengulangan konsonan /n/ dan /s/. 3) Dhuwur wekasane, endhek wiwitane terdapat pengulangan konsonan /dh/ dan /w/. 4) Tetep jumeneng ing dzat kang tanpa niat terdapat pengulangan konsonan /t/, /ng/ dan /n/. 5) Papan kang tanpa kiblat terdapat pengulangan konsonan /p/.



6) Karsa kwasa kang tanpa karsa lan niat terdapat pengulangan konsonan /k/ dan /s/



b. Asonansi Asonansi merupakan pemanfaatan unsur bunyi secara berulangulang dalam satu baris sajak. Halnya sama dengan aliterasi, hanya pengulangan di sini merupakan pengulangan bunyi-bunyi vokal (Hasanuddin, 2002:76) dalam Roziah (2010). Dalam mantra caraka walik terdapat pengulangan bunyi-bunyi vokal, misalnya pada frasa:



1) Bayu sejati kang andalani terdapat pengulangan bunyi vokal /a/ dan /i/. 2) Dukun sejati kang muruki terdapat pengulangan bunyi vokal /u/, /a/ dan /i/.



3) Mati bisa bali terdapat pengulangan bunyi vokal /a/ dan /i/. 4) Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diwuruki terdapat pengulangan bunyi vokal /a/ dan /i/.



5) Yen rumangsa tanpa karsa terdapat pengulangan bunyi vokal /a/ dan /i/.



6) Jumbuhing kawulo lan Gusti terdapat pengulangan bunyi vokal /u/ dan /i/.



7) Papan kang tanpa kiblat terdapat pengulangan bunyi vokal /a/. 8) Lali eling wewatesane terdapat pengulangan bunyi vokal /a/, /i/ dan /e/. 9) Wujud hana tan kena kinira terdapat pengulangan bunyi vokal /u/. /a/ dan /i/.



10)



Dumadi kang kinarti terdapat pengulangan bunyi vokal /a/ dan /i/.



11)



Cipta rasa karsa kwasa terdapat pengulangan bunyi vokal /a/.



c. Rima Rima adalah bunyi yang berselang atau berulang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir larik-larik puisi (Nurjamilah, 2015:126).



Rima yang terdapat dalam mantra caraka walik yaitu karsa, kwasa dan rasa.



d. Irama Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, irama adalah alunan yang terjadi karena perulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus panjang pendek bunyi, keras lembut tekanan, dan tinggi rendah nada (dalam puisi). Pengucapan mantra caraka walik yang penulis tahu tidak terikat dengan aturan. Sehingga pengucapan mantranya seperti bicara sehari-hari.



2. Formula Sintaksis Dilihat dari struktur sintaksis, mantra penolak bala dapat dianalisis dari 3 aspek, yaitu fungsi sintaksis, kategori dan peran sintaksis. Fungsi sintaksis meliputi subjek (S), predikat (P), objek (O) dan keterangan (K). Kategori sintaksis meliputi nomina, verba, adjektifa dan numeralia. Sedangkan peran sintaksis meliputi pelaku, penderita dan penerima (Chaer, 2012:207). Hasil analisisnya sebagai berikut. Kata/



frasa Ngracut



Busananing



Manungso



/klausa Fungsi



P



O



Pel



Kategori



Verba



Nomina



Nomina



Peran



Perbuatan



Penderita



Penerima



Tukul



Seko



Niat



Fungsi



P



Konjungsi



S



Kategori



Verba



Partikel



Adverbia



Peran



Perbuatan



Penghubung



Pelaku



Bayu sejati kang andalani



Fungsi



Ket. Cara



Kategori



F. Nomina



Peran



Cara Dukun



Kang muruki



sejati Fungsi



S



P



Kategori



F. Nomina



F. Verba



Peran



Pelaku



Kegiatan



Mati



Bisa bali



Fungsi



S



P



Kategori



Verba



F. Verba



Peran



Perbuatan



Pemerolehan



Nyata



Tanpa mata



Ngerti



Tanpa diwuruki



Fungsi



P



Ket. Cara



P



Ket. Cara



Kategori



Adjektifa



F. Nomina



Verba



F. Nomina



Peran



Keadaan



Cara



Perbuatan



Cara



Yen



Rumangsa



Tanpa karsa



Fungsi



Konjungsi



P



Ket. Cara



Kategori



Partikel



Verba



F. Nomina



Peran



Penghubung Perbuatan Jumbuhing



Cara



Kawulo lan Gusti



Fungsi



P



Pel



Kategori



Verba



F. Nomina



Peran



Keadaan



Pelaku



Dhuwur



Wekasane



Endhek



Wiwitane



Fungsi



Ket. Sifat



Ket. Waktu



Ket. Sifat



Ket. Waktu



Kategori



Adjektifa



Nomina



Adjektifa



Nomina



Peran



Penerima



Waktu



Penerima



Papan



Kang tanpa kiblat



Fungsi



S



P



Kategori



Nomina



F. Nomina



Peran



Tempat



Keadaan



Lali eling



Wewatesane



Fungsi



S



P



Kategori



F. Verba



Nomina



Peran



Hasil



Perbuatan



Wujud hana



Tan



kena



kinira Fungsi



S



P



Kategori



F. Verba



F. Subjek



Peran



Keadaan



Kegiatan



Sifat



Hana



Kang tanpa wiwit



Fungsi



S



P



Ket. Cara



Kategori



Nomina



Verba



F. Nomina



Peran



Pelaku



Keadaan



Cara



Tetep



Kang tanpa



jumeneng



niat



ing dzat Fungsi



P



Pel



Kategori



F.Verba



F. Adverbia



Peran



Keadaan



Alat



Dumadi



Kang kinarti



Fungsi



P



Ket. Cara



Kategori



Verba



F. Nomina



Waktu



Peran



Perbuatan



Cara



Karsa



Kang tanpa



kwasa



karsa lan niat



Fungsi



S



P



Kategori



F. Nomina



F. Adverbia



Peran



Pelaku



Keadaan



Rasa kwasa



Tetunggaling pangreh



Fungsi



S



P



Kategori



F. Nomina



F. Nomina



Peran



Pelaku



Kegiatan



Cipta rasa



Karsa kwasa



Fungsi



S



P



Kategori



F. Nomina



F. Nomina



Peran



Pelaku



Perbuatan



Nur



Hurip



Cahya



Wewayangan



Fungsi



S



P



S



P



Kategori



Nomina



Verba



Nomina



Verba



Peran



Pelaku



Keadaan



Pelaku



Keadaan



Huripku



Cahyaning Allah



Fungsi



S



P



Kategori



Verba



F. Nomina



Peran



Pelaku



Keadaan



H. Diksi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan). Diksi yang terdapat dalam mantra caraka walik menggunakan Bahasa Jawa yang



biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta sehingga kita (masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta) dapat memahami makna mantra caraka walik dengan mudah .



I. Konteks Penuturan 1. Situasi Mantra ini bisa digunakan kapan saja dan dimana saja. Namun, untuk mendapatkan kesaktian atau fungsi mantra ini harus dilakukan sebuah perjanjian antara penutur dengan khodam (dukun atau paranormal). Perjanjian ini biasanya berisi syarat-syarat dan pantangan yang harus dilakukan dan dihindari oleh penutur. Syarat-syarat yang harus dilakukan oleh penutur biasanya adalah puasa selama tujuh hari berturut turut, tidak meninggalkan shalat, membersihkan hati, membaca mantra caraka walik setelah shalat sebanyak yang telah ditentukan. Sedangkan untuk pantangan yang ada dalam perjanjian secara umum hanya dilarang berbuat jahat. Tetapi untuk syarat-syarat dan pantangan yang khusus informan tidak bisa memberikan informasinya karena informan mendapatkan mantra itu dari keturunan. Apabila isi perjanjian itu ada yang dilanggar maka pengguna mantra (penutur) akan menerima konsekuensi dari isi perjanjian yang telah dibuat. 2. Sosial Mantra caraka walik yang berkembang di masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah, biasanya dimiliki oleh laki-laki. Karena dalam pemenuhan isi perjanjian, para lelaki biasanya lebih mampu daripada perempuan. Dalam stratifikasi sosial biasanya mantra ini digunakan oleh masyarakat pedalaman yang masih percaya dengan hal-hal yang bersifat mistis. Di daerah saya, yang masih menggunakan mantra ini adalah masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan, yang jaraknya jauh dari keramaian. Termasuk informan yang memberikan informasi tentang mantra ini. Pemilik mantra ini biasanya orang yang telah sepuh, kecuali pemilik mantra yang mendapatkan mantra ini dari keturunan.



3. Budaya Mantra caraka walik tidak digunakan dalam ritual apapun. Namun, sebagian masyarakat masih percaya dengan kesaktian mantra ini. Sehingga apabila ada orang yang sakitnya menurut sebagian orang tersebut aneh (berhubungan dengan mistis) maka akan disarankan untuk mencari khodam (dukun atau paranormal). 4. Ideologi Mantra ini oleh sebagian masyarakat masih dipercayai, terutama masyarakat pedalaman. Untuk masyarakat yang berada di perkotaan umumnya sudah tidak percaya dengan mantra ini. Karena mantra ini sudah diketahui oleh masyarakat banyak. Namun, yang mereka tidak ketahui adalah untuk mendapatkan kesaktian atau fungsi mantra tersebut haruslah dibuat perjanjian antara penutur dengan khodam. Sehingga yang berkembang masyarakat hanyalah mantranya saja, tidak dengan isi perjanjian antara penutur dengan khodam. Selain adanya perjanjian, mantra ini juga mengharuskan penutur untuk yakin, seyakin-yakinnya terhadap mantra ini. Karena banyak yang sudah membaca mantra ini (tanpa yakin) tidak berhasil mendapatkan kesaktian dari mantra ini, maka mantra ini dianggap sudah tidak sakral (berfungsi) lagi.



IV.



Simpulan Mantra caraka walik pada saat ini masih digunakan oleh masyarakat terutama masyarakat pedalaman yang benar-benar percaya terhadap kesaktian mantra tersebut. Mantra caraka walik bersifat manasuka sehingga tidak menimbulkan irama tertentu. Tetapi dalam mantra caraka walik masih ditemui alitrasi, asonansi dan rima. Bahasa yang digunakan (diksi) menggunakan bahasa sehari-hari (oleh masyarakat Jawa Tengah) sehingga dalam mengartikan makna mantra caraka walik dapat dilakukan dengan mudah. Fungsi mantra caraka walik untuk penolak bala. Tetapi untuk mendapatkan mantra tersebut haruslah secara vertikal (turun temurun) dan biasanya diwariskan pada anak lelakinya. Mantra tersebut akan diberikan ketika



anak lelaki tersebut telah menikahn dengan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh khodam. Dalam konteks penuturannya, mantra caraka walik dapat dituturkan kapan saja dan dimana saja dan juga mantra caraka walik tidak terikat dengan budaya apapun (misalnya dalam ritual-ritual).



DAFTAR PUSTAKA Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Nurjamilah, Ai Siti. 2015. Mantra Pengasihan: Telaah Struktur, Konteks Penuturan, Fungsi, Dan Proses Pewarisannya. Diakses dari http://ejournal.epi.edu/index.php/RBSPs/article/download/8752/pdf (1 Mei 2019 pukul 19.29). Roziah, Emma. 2010 . Aliterasi, Asonansi dan Anafora dalam Sastra. Diakses dari: http://roziah-dosen-fkip-uir.blogspot.com/2010/06/aliterasi-asonansi-dananafora-dalam.html (1 Mei 2019 pukul 17.30).