Jurnal Masker Clay [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Artikel Ilmiah STIFAR Riau, X(X),2017



Uji Sifat Fisik Masker Berbasis Clay Yang Beredar Di Salah Satu Toko Kosmetik Di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru Test The Physical Properties Of Clay Based Mask Circulating In One Of The Cosmetics Shops In Tampan Subdistrict Pekanbaru City Anita Lukman1*, Indri Juliarni2 1



Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau; Jalan kamboja Simpang Baru Panam., Telp (0761)5880007 Email: [email protected], indrijuliarni22@@gmail.com,



ABSTRAK Masker merupakan salah satu bentuk sediaan kosmetik perawatan wajah yang banyak beredar di pasaran. Masker wajah merupakan kosmetik yang digunakan pada tahapan terakhir dalam tindakan perawatan kulit wajah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik masker clay dalam kemasan tube dan sachet yang beredar di pasaran. Pengujian sifat fisik masker clay dilakukan menggunakan kemasan asli yang dibiarkan diruang terbuka selama 24 jam dalam waktu 4 minggu. Sediaan dari masing-masing masker clay dilakukan uji evaluasi fisik meliputi pemeriksaan organoleptis, homogenitas, uji pH, stabilitas fisik masker, daya sebar, daya tercuci, kecepatan mengering dan uji iritasi kulit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan masker clay dalam kemasan tube dan sachet memiliki sifat fisik yang baik selama penyimpanan pada suhu kamar dalam waktu 4 minggu menggunakan kemasan aslinya dan masker clay tube A menunjukkan sifat fisik yang baik pada pengujian organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji stabilitas fisik, daya tercuci dan kecepatan mengering yang lebih baik. Masker clay tube B dan masker clay sachet A menunjukkan sifat fisik yang baik pada pengujian organoleptis, uji homogenitas, uji pH, dan uji stabilitas fisik. Masker clay sachet B menunjukkan sifat fisik yang baik pada pengujian organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji stabilitas fisik dan daya sebar. Kata Kunci: Masker wajah, masker clay, evaluasi sifat fisik, kemasan tube, kemasan sachet



ABSTRACT Masks are a form of facial care cosmetic preparations that are widely available on the market. Face masks are cosmetics that are used at the last stage in the action of facial skin care. This study aims to determine the physical properties of clay masks in tube and sachet packaging on the market. The physical properties of clay masks were tested using original packaging which was left open for 24 hours in 4 weeks. The preparations of each clay mask were subjected to physical evaluation tests including organoleptic examination, homogeneity, pH testing, physical stability of the mask, spreadability, washing power, drying speed and skin irritation test. The results showed that clay mask preparations in tube and sachet packs had good physical properties during storage at room temperature within 4 weeks using the original packaging and clay tube A masks showed good physical properties in organoleptic testing, homogeneity test, pH test, test better physical stability, washing power and drying speed. Clay tube B masks and clay sachet A masks showed good physical properties in organoleptic testing, homogeneity testing, pH testing, and physical stability testing. Clay sachet B masks showed good physical properties in organoleptic testing, homogeneity testing, pH testing, physical stability test and dispersal power. Keywords: Face masks, clay masks, evaluation of physical properties, tube packaging, sachet packaging



PENDAHULUAN Menurut Permenkes No. 1176/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Notifikasi Kosmetik, kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan, melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Anonim, 2010). Kulit wajah rentan terhadap gangguan kesehatan yang disebabkan oleh produksi minyak berlebihan dari kelenjar minyak, faktor hormonal, atau aktivitas sehari-hari di dalam dan di luar rumah. Gangguan yang sering muncul pada kulit wajah adalah jerawat. Jerawat yang juga dikenal dengan nama Acne vulgaris, merupakan kondisi kulit abnormal yang disebabkan oleh gangguan produksi minyak berlebih dari kelenjar minyak (Widiawati dkk, 2014). Salah satu contoh kosmetik perawatan kulit adalah masker (Anonim, 2010). Masker merupakan sesuatu yang digunakan untuk menutupi permukaan wajah dan sangat bermanfaat untuk



menjaga dan merawat kulit wajah, menyegarkan, memperbaiki serta mengencangkan kulit wajah. Selain itu melancarkan peredaran darah, merangsang kembali kegiatan sel-sel kulit, mengangkat sel tanduk yang telah mati, sehingga merupakan pembersih yang paling efektif. Manfaat dari masker tersebut akan lebih baik bila dilakukan secara teratur (Pulmono dkk, 2015). Masker juga termasuk kosmetik yang bekerja secara mendalam (depth cleansing) karena dapat mengangkat sel-sel kulit mati (Maspiyah, 2009). Jenis masker yang banyak beredar di pasaran adalah masker peel off dan masker clay. Salah salah satu sedian masker wajah yang sangat populer adalah tipe washoff dengan basis clay, yang sering disebut dengan clay facial mask (Gaffney,1992). Masker clay merupakan perawatan wajah yang ampuh untuk membersihkan pori-pori tersumbat. Masker ini cocok untuk kulit berminyak karena memiliki kemampuan menyerap kandungan minyak pada wajah sekaligus mengencangkan permukaan kulit (Gayatri, 2010). Masker wajah dengan tipe clay telah banyak digunakan karena mampu meremajakan kulit. Perubahan kulit terasa ketika masker mulai memberikan efek yang menarik lapisan kulit ketika masker mengering.



Sensasi ini menstimulasi sensasi penyegaran kulit dimana masker clay mampu mengangkat kotoran dari wajah (Harry, 2000). Keuntungan masker clay ini adalah mengandung surfaktan dan air sehingga mampu melunakkan dan membersihkan sebum kulit yang telah mengeras (Agoes, 2015). Perkembangan industri kosmetik yang terus meningkat menyebabkan beragamnya produk masker yang beredar di pasaran, baik dari segi merk, fasilitas, jenis, harga, maupun variasi yang terkandung dalam produk tersebut Masker wajah tersedia dalam kemasan tube, sachet dan pot (Haynes, 1997). Alasan peneliti mengambil sampel dengan kemasan tube dan sachet yaitu peneliti ingin melihat bagaimanakah sifat fisik dari masker dalam kemasan tube dan sachet selama penyimpanan setelah kemasan dari masker tersebut dibuka dengan kondisi penyimpanan yang terlindung dari cahaya matahari langsung dan pada suhu kamar yang tidak terukur. Dari survei yang telah dilakukan, masker wajah yang paling banyak beredar di pasaran adalah masker jenis Peel Off dan masker Clay. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Safitri (2018) tentang Uji Sifat Fisik Masker Gel Peel-Off Yang Beredar Di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru, hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan masker gel peel-off dalam kemasan tube dan sachet memiliki sifat fisik yang baik selama penyimpanan pada suhu kamar dalam waktu 4 minggu menggunakan kemasan aslinya dan Masker gel peel-off B memiliki daya sebar, daya tercuci dan kecepatan mengering lebih baik diantara masker gel peel-off lainnya. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk Melakukan Uji Sifat Fisik Masker Berbasis Clay Yang Beredar Di Salah Satu Toko Kosmetik Di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. METODOLOGI Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaca transparan, pH meter, jangka sorong, timbangan analitik, kertas grafik, plastik transparan, buret, beker gelas, perban, plaster. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah masker clay A dan B kemasan tube, masker clay A dan B kemasan sachet, aquadest, larutan dapar pH 4 dan 7. Evaluasi Fisik Sediaan a. Pemeriksaan Organoleptis Meliputi pemeriksaan terhadap bentuk, warna serta bau yang dilakukan secara visual (Anonim, 1995). b. Pemeriksaan Homogenitas 0,1 gram masker dioleskan pada sekeping kaca transparan. Masker harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak boleh terlihat adanya bintik-bintik partikel (Anonim, 1979). c. Pemeriksaan pH Uji pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat dikalibrasi dengan larutan dapar pH 4 dan 7. Kemudian elektroda dibilas dengan aquadest dan dikeringkan dengan kertas tissu. Pengukuran dilakukan dengan cara mencelupkan elektroda ke dalam 1 gram masker yang telah diencerkan dengan 10 ml aquadest. Biarkan jarum bergerak pada posisi konstan. Angka yang ditunjukkan oleh pH meter merupakan nilai pH dari masker (Rawlins, 2003).



d. Pemeriksaan Stabilitas Fisik Pemeriksaan stabilitas fisik masker setelah disimpan pada waktu tertentu. Masker clay menggunakan kemasan asli dibiarkan di ruang terbuka selama 24 jam selama 1 bulan, pada setiap minggunya diamati apakah terjadi pemisahan atau tidak dan dilihat organoleptisnya (Butler, 2000). e. Pemeriksaan Daya Tercuci Sebanyak 0,1 gram masker dioleskan pada telapak tangan kemudian dicuci dengan sejumlah volume air. Air dilewatkan dari buret dengan perlahan-lahan, amati secara visual ada atau tidaknya masker yang tersisa oleh telapak tangan, catat volume air yang terpakai (Jellinek, 1970). f. Uji Daya Sebar Sediaan ditimbang sebanyak 0,5 gram, lalu diletakkan dengan hati-hati diatas kertas grafik yang dilapisi plastik transparan, dibiarkan sesaat (15 detik) dan dihitung luas daerah penyebarannya, lalu tutup lagi dengan plastik transparan dan beri beban tertentu (10, 20, 30, 40, dan 50 gram) dan dibiarkan selama 60 detik. Lalu hitung lagi luas area penyebaran masker (Voigt, 1994). g. Uji Kecepatan Mengering Sebanyak 0,5 gram masker ditimbang, kemudian di oleskan tiap formula ke punggung tangan dengan panjang 5,0 x 2,5 cm sehingga membentuk lapisan tipis seragam dengan tebal kira-kira 1 mm. Kemudian diamati waktu yang dibutuhkan basis untuk mengering, yaitu waktu dari saat dioleskan masker wajah hingga benar-benar mengering (Vieira et al, 2009). h. Uji Iritasi Kulit Pengujian dilakukan dengan uji tempel tertutup pada kulit manusia. Caranya yaitu, sediaan diambil sebanyak 0,1 gram. Kemudian dioleskan pada lengan bagian dalam dengan ukuran diameter 2 cm, ditutup dengan perban, lapisi dengan plastik dan diplaster dibiarkan selama 24 jam. Diamati gejala yang timbul seperti kemerahan, gatal-gatal pada kulit. Uji iritasi ini dilakukan terhadap 4 orang panelis (Anonim, 1985). HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, sampel diambil dari salah satu toko kosmetik yang berada di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. Tempat pengambilan sampel yang dipilih adalah toko kosmetik yang menjual masker clay dalam kemasan tube dan sachet dengan merek dagang yang berbeda dan sampel yang diambil sebanyak 2 kemasan tube, 2 kemasan sachet serta masing-masing kemasan mengandung basis kaolin dan bentonit. Sampel disimpan pada suhu kamar selama 4 minggu dan terlindung dari cahaya matahari langsung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik masker clay dalam kemasan tube dan sachet yang beredar di salah satu toko kosmetik di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. Pengujian sifat fisik yang dilakukan pada sediaan masker clay yaitu pemeriksaan organoleptis, homogenitas, uji pH, pemeriksaan stabilitas fisik, pemeriksaan daya sebar, pemeriksaan daya tercuci, uji kecepatan mengering dan uji iritasi kulit. Tujuan dari dilakukannya pemeriksaan organoleptis adalah untuk melihat kondisi fisik dari segi warna, bentuk dan bau selama penyimpanan setelah kemasan dibuka. Hasil pemeriksaan organoleptis sediaan masker clay tube A, masker clay tube B, masker clay sachet A dan masker clay sachet B memiliki konsistensi bentuk semi padat, pada masker clay tube A berwarna abu-abu dan berbau khas aloe vera. Pada



masker clay tube berwarna hijau muda dan berbau mint. Pada masker clay sachet A berwarna putih kekuningan dan berbau strawberry dan pada masker clay sachet B berwarna putih keabu-abuan dan berbau kaolin lemah. Dari hasil pengamatan selama 4 minggu penyimpanan menunjukkan bahwa kondisi penyimpanan sampel pada suhu kamar tidak terukur dan terlindung dari cahaya matahari langsung tidak mempengaruhi bentuk, warna dan bau. Tujuan dari dilakukannya pengujian homogenitas adalah untuk melihat apakah zat-zat yang terdapat dalam sediaan masker clay tercampur merata atau tidak. Berdasarkan pemeriksaaan homogenitas pada sediaan menunjukkan bahwa sediaan homogen yang ditandai dengan tidak adanya bintikbintik partikel yang terdapat dalam sediaan masker clay kemasan tube dan sachet, yang berarti sediaan homogeny setelah penyimpanan selama 4 minggu. Pemeriksaan pH pada sediaan masker clay selama 4 minggu penyimpanan dilakukan menggunakan alat pH meter. Pengukuran pH ini bertujuan untuk mengetahui apakah nilai pH sediaan masker clay memenuhi syarat nilai rentang pH kulit. Dari hasil evaluasi diperoleh rentang pH untuk masker clay tube A yaitu 6,3-6,8, pada masker clay tube B yaitu 6,26,7, masker clay sachet A yaitu 6,0-6,7 dan masker clay sachet B yaitu 6,2-6,5 dimana rentang pH kulit normal yaitu 4,5-7,0 (Wasitaatmadja, 1997). Tabel 4. Hasil Evaluasi pH pH minggu keMasker 1 2 3 4 Clay Tube A 6,4 6,8 6,5 6,3 Tube B 6,3 6,6 6,7 6,2 Sachet A 6,0 6,7 6,3 6,1 Sachet B 6,2 6,5 6,3 6,2 pH normal kulit wajah : 4,5-7,0 (wasitaadmadja,1997)



Dari pengujian pH pada masing-masing sampel diperoleh hasil yang bervariasi. Lama waktu penyimpanan dari sampel dapat mempengaruhi pH, semakin lama sediaan disimpan, maka pH menjadi sedikit asam. Kemungkinan konsentrasi kaolin dari sampel jumlahnya bervariasi, dimana kaolin itu sendiri memiliki pH yang cenderung basa (pH=6,0-8,0), sehingga semakin tinggi kadar kaolin dalam suatu sampel, maka semakin basa pula sampel tersebut (Fauziah, 2017). Selain itu perubahan pH dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan penyimpanan seperti cahaya dan kelembaban udara (Tranggono dan Latifah, 2007). Dapat disimpulkan bahwa pH sediaan masih masuk ke dalam rentang pH kulit normal. Nilai pH yang rendah atau asam dapat mengiritasi kulit dan jika nilai pH sediaan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kulit menjadi kering saat penggunaan. Perubahan pH yang terjadi pada sediaan dikarenakan oleh faktor kondisi lingkungan penyimpanan pada suhu kamar tidak terukur dan terlindung dari cahaya matahari langsung seperti cahaya, suhu dan kelembaban udara yang dapat merubah kondisi sediaan menjadi sedikit asam namun masih dalam kategori rentang pH kulit wajah (Pulmono dkk, 2015). Pemeriksaan stabilitas fisik masker clay bertujuan untuk mengetahui kestabilan sediaan selama masa penyimpanan dengan suhu kamar yang tidak terukur dan terlindung dari cahaya matahari langsung. Pada pemeriksaan stabilitas fisik masker clay pada suhu kamar menunjukkan bahwa sediaan masker clay yang telah disimpan dalam suhu kamar selama 24 jam dengan kemasan asli tidak mengalami pemisahan. Pengujian stabilitas fisik masker clay dilakukan



selama 4 minggu penyimpanan dimana tiap minggunya dilihat tidak terjadi pemisahan serta tidak terjadi perubahan bentuk, warna dan bau. Dapat disimpulkan bahwa sediaan masker clay stabil pada kondisi penyimpanan suhu kamar dan terlindung dari cahaya matahari langsung. Peristiwa ketidakstabilan sediaan yang mungkin dapat terjadi disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan, suhu atau kelembaban ruangan penyimpanan (Fauziah, 2017). Tabel 6. Hasil Evaluasi Daya Tercuci Masker



Pemeriksaan 1 2 3 Rata-Rata



Masker Clay Tube A 12,3 ml 10,3 ml 10,3 ml 10,96 ml



Masker Clay Tube B 11,3 ml 14,0 ml 13,5 ml 12,93 ml



Masker Clay Sachet A 24,5 ml 23,7 ml 25,1 ml 24,43 ml



Masker Clay Sachet B 18,0 ml 15,8 ml 16,2 ml 16,66 ml



Pemeriksaan daya tercuci masker clay bertujuan untuk melihat apakah masker clay mudah atau sukarnya tercuci oleh sejumlah air setelah pemakaian. Adapun hasil dari uji daya tercuci masker clay diperoleh rata-rata jumlah air yang dibutuhkan yaitu pada masker clay tube A sebesar 10,96 ml, masker clay tube B sebesar 12,93 ml, masker clay sachet A sebesar 24,43 ml dan pada masker clay sachet B sebesar 16,66 ml. Kemampuan daya tercuci masker dapat dipengaruhi oleh sifat fisika dan kimia zat berkhasiat, macam dan dasar masker sebagai pembawa, sifat dan kondisi kulit si pemakai (Jellinek, 1970). Hasil penelitian menunjukkan bahwa masker clay tube A lebih mudah tercuci dari pada masker clay tube B, masker clay sachet A dan masker clay sachet B karena masker clay tube A memiliki konsistensi yang lebih mudah tercuci oleh air. Evaluasi daya sebar dilakukan menggunakan beban, tujuannya adalah untuk melihat seberapa besar kemampuan daya menyebar sediaan masker clay di permukaan kulit. Adanya penambahan beban menyebabkan diameter penyebarannya juga semakin besar sehingga semakin besar juga luas penyebarannya. Daya sebar adalah karakteristik yang berguna untuk memperhitungkan kemudahan aplikasi sediaan, diharapkan dengan beban sedikit masker sudah mudah dioleskan ke permukaan kulit (Gang dkk, 2002). Beban yang digunakan yaitu 10g, 20g, 30g, 40, dan 50g. Dari hasil pengamatan yang dilakukan diperoleh daya sebar pada setiap sediaan masker clay meggunakan berat beban yang sama meningkat seiring bertambahnya berat beban yang digunakan yaitu masker gel clay tube A dengan range 1,547-4,336 cm2. masker clay tube B sebesar 1,512-2,261 cm2. masker clay sachet A sebesar 1,253-2,676 cm2 dan pada masker clay sachet B sebesar 1,776-4,264 cm2. Dari pengujian daya sebar didapatkan hasil yang masih dalam range persyaratan sediaan topikal daya sebar yaitu 5-7 cm (Gang dkk, 2002). Adanya perbedaan penambahan daya sebar terhadap masker clay tube A, masker clay tube B, masker clay sachet A dan masker clay sachet B dapat terjadi karena jenis basis dan konsentrasi basis yang digunakan berbeda-beda dalam sediaan masker clay tersebut yang mempengaruhi kemampuan daya menyebar sediaan masker (Voight, 1994). Pada pengamatan diperoleh hasil bahwa semakin besar beban yang diberikan maka semakin besar pula daya sebar sediaan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa masker clay sachet B memiliki daya sebar yang lebih besar dari pada masker clay tube A, masker clay tube B dan masker clay sachet A dapat dilihat dengan pemberian beban yang kecil masker sudah mudah untuk menyebar.



Dari pengujian terhadap semua panelis memperlihatkan tidak adanya terjadi iritasi pada kulit seperti kemerahan dan gatalgatal pada kulit panelis. Sehingga sediaan masker clay dalam kemasan tube dan sachet aman digunakan sebagai sediaan kosmetik.



Kurva Hasil Evaluasi Pertambahan Luas Daya Menyebar Masker Clay 5 4,5 4 35 , 3 Tube Tube Sachet Sachet



2,5 2



KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai uji sifat fisik masker clay yang beredar di salah satu toko kosmetik di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dapat ditarik kesimpulan bahwa sediaan masker clay dalam kemasan tube dan sachet memiliki sifat fisik yang baik selama penyimpanan pada suhu kamar tidak terukur dalam waktu 4 minggu menggunakan kemasan aslinya.



15 ,



SARAN 1



Disarankan untuk peneliti selanjutnya agar dapat melakukan uji sifat fisik terhadap jenis masker wajah lainnya dengan memperbanyak jumlah sampel, melakukan uji viskositas dan populasi sampel lebih luas.



05 , 0



Aw



1



2 3 Berat



4



5



Tujuan dilakukannya uji kecepatan mengering adalah untuk mengamati waktu yang dibutuhkan masker untuk mengering dari saat sediaan dioleskan pada kulit hingga benar-benar mengering. Uji kecepatan mengering dilakukan dengan cara mengoleskan masker clay ke punggung tangan dengan panjang olesan 5 cm dan lebar 2,5 cm. Dihitung waktu yang diperlukan masing-masing sediaan masker clay untuk membentuk lapisan yang kering. Dari hasil pengamatan diperoleh kecepatan mengering rata-rata untuk masker clay tube A selama 15 menit 04 detik, masker clay tube B selama 18 menit 37 detik, masker clay sachet A selama 22 menit 35 detik dan pada masker clay sachet B selama 18 menit 16 detik. Tabel 8. Hasil Evaluasi Kecepatan Mengering



Pemeriksaan 1 2 3 Rata-Rata



Masker Clay Tube A 15 Menit 43 Detik 14 Menit 18 Detik 14 Menit 33 Detik 15 Menit 04 Detik



Masker Clay Tube B 17 Menit 32 Detik 17 Menit 50 Detik 20 Menit 31 Detik 18 Menit 37 Detik



Masker Clay Sachet A 22 Menit 53 Detik 20 Menit 15 Detik 23 Menit 17 Detik 22 Menit 35 Detik



Masker Clay Sachet B 18 Menit 13 Detik 15 Menit 10 Detik 20 Menit 05 Detik 18 Menit 16 Detik



Hasil uji kecepatan mengering setiap sediaan masker clay menunjukan waktu mengering yang masih dalam rentang waktu mengering produk masker yang beredar di pasaran yaitu 15-30 menit (Vieira, 2009). Hasil pengujian menunjukkan bahwa masker clay tube A memiliki waktu mengering yang lebih cepat dari pada masker clay tube B, masker clay sachet A dan masker clay sachet B diduga karena perbedaan formulasi dari setiap kemasan, sifat fisika dan kimia zat berkhasiat, macam dan dasar masker sebagai pembawa, sifat dan kondisi kulit sipemakai (Jellinek, 1970). Uji iritasi sediaan masker clay dilakukan dengan 4 orang panelis pada masing-masing sediaan masker clay. Uji iritasi dilakukan pada lengan bagian dalam dengan cara mengoleskan 0,1 g sediaan masker clay dengan ukuran diameter 2 cm kemudian ditutup dengan perban dan dilapisi dengan plastik dan diplester lalu dibiarkan selama 24 jam.



DAFTAR PUSTAKA Abdassah, M., T. Rusdiana, A. Subghan dan G. Hidayati. 2009. Formulasi Gel Pengelupas Kulit Mati yang Mengandung Etil Vitamin C dalam Sistem Penghantaran Macrobead. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. Volume 7. No 2. Agoes, G., 2015. Sediaan Kosmetik (SFI-9). Bandung: Penerbit Institusi Teknologi Bandung. Anonim, 1979. Farmakope Edisi III. . Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim, 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim, 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1176/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Notifikasi Kosmetika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Basuki, K.S, 2003. Tampil Cantik dengan Perawatan Sendiri.. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Butler, H, 2000. Poacher’s Perfumes, Cosmetics and Soaps. 10th Edition. London: Kluwer Academic Publisher. Eroschenko, V. P., 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. 9 th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Fauziah, D. W., 2017. Pengaruh Basis Kaolin dan Bentonit Terhadap Sifat Fisik Masker Lumpur Kombinasi Minyak Zaitun (Olive oil) dan The Hijau (Camelia Sinensis). Jurnal Farmasi, Sains dan Kesehatan. Volume 3. No 2. Gaffney, M.D. 1992. Cosmetics, Science and Technology. Florida: Krieger Publishing Company. Gang, A., Angrawal, D., Garg S., dan Singla, A. K. 2002. Spreading of semisolid formulation : An update, Pharmaceutical Technology. Gayatri, 2010. Women's Guide. In: Buku Cerdas Untuk Perempuan Cantik. Jakarta: Gagas Media. Gozali, D., Abdassah, M., Subghan, A., dan Al-Lathiefah, S. 2009. Formulasi Krim Pelembab Wajah yang Mengandung Tabir Surya Nonopartikel Zink Oksida Salut Silikon. Bandung Farmaka. Volume 7. No 1.\Grace, F.X., C. Darsika, K.V. Sowmya, K. Suganya, and S. Shanmuganathan, 2015. Preparation



and Evaluation of Herbal Peel Off Face Mask. American Journal of PharmTech Research. Volume 14. No 3. Harry, R. G., 2000. Harry's Cosmeticology. 8 th ed. New York: Chemical Amerika Co.Inc. Haynes, A., 1997. Fakta Tentang Manfaat dan Resiko Kosmetik. Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Irianto, K., 2013. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Bandung: Yrama Widya. Jellinek, J. S., 1970. Formulation and Function of Cosmetics. New York: Willey Intersciens. Kumalaningsih, S., 2006. Antioksidan Alami Penangkal Radikal Bebas. Surabaya: Trubus Agisarana. Latifah, F, dan Tranggono, R.I. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Maspiyah, 2009. Modul Perawatan Kulit Wajah. Surabaya: Surabaya University Press. Muliyawan, D. dan Suriana, N., 2013. A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: Elex Media Komputindo. Pearce, E. C., 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Pulmono, N. I. R., Robert, T., dan Hamsidar, H. 2015. Formulasi dan Evaluasi Sediaan Masker Ketimun (Curcumis sativus L) dengan Menggunakan Basis Kaolin dan Bentonit. Skripsi. Universitas Negeri Gorontalo. Rawlins, E. A., 2003. Bentley’s Textbook of Pharmaceutics. Edisis XVIII. London: Bailierre Tindal. Rostamailis, 2005. Penggunaan Kosmetik. Dasar Kecantikan dan Berbusana yang Serasi. Jakarta: Rineka Cipta. Safitri, D. 2018. Uji Sifat Fisik Masker Gel Peel Off Yang Beredar Di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. KTI. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau. Pekanbaru Septiani, S., N. Wathoni, dan S. R. Mita, 2011. Formulasi Sediaan Masker Gel Antioksidan dari Ekstrak Etanol Biji Melinjo (Gnetum gnemon Linn.). Jurnal Unpad. Volume 1. No 1. Slavtcheff, C.S. 2000. Komposisi kosmetik untuk masker kulit muka. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Vieira, R.P., Alessandra, R.F., Telma, M.K., Vladi, O.C., Claudineia, A.S., De Olivera, P., Claudia, S.C.P., Andrea, R.B., And Mariavaleria, R.V., 2009. Physical and Physicochemical Stability Evaluation of Cosmetic Formulation Containing Soyben Extract Fermnded, Bifidobacterium Animals. Volume 15. No 5 Voigt, R., 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. V ed. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Wasitaatmadja, S. M., 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Wibowo, D. S., 2013. Anatomi Fungsional Elementer dan Penyakit yang Menyertainya. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Widiawati, Wahyu dan Dewi Lutfiati, 2014. Perbedaan Hasil Penyembuhan Kulit Wajah Berjerawat Antara Masker Lidah Buaya Dengan Masker Non Lidah Buaya. eJournal. Volume 3. No 1.