Jurnal Nilai Darah, Koagulasi Darah, Golongan Darah, Dan Apusan Darah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DARAH Blood 2 Mela Oktaviani*, Ferdina Winata , Arifa Setriani3, Putri Widya Astuti4, Diana Anjelia5, Muhamad Rayhan Sidik6 * 2010421004, Kelompok III B, Praktikum Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA UNAND 2 2010421012, Kelompok III B, Praktikum Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA UNAND 3 2010421024, Kelompok III B, Praktikum Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA UNAND 4 2010422012, Kelompok III B, Praktikum Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA UNAND 5 2010422032, Kelompok III B, Praktikum Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA UNAND 6 2010423014, Kelompok III B, Praktikum Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA UNAND *Koresponden : [email protected] ABSTRACT The object of this Animal Physiology practicum is Blood. This practicum was held on Wednesday, December 8, 2021 at the Teaching II Laboratory, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Andalas University, Padang. The purpose of this practicum is to measure Hb levels in the blood using the Sahli method and to identify blood components through separation by centrifugation, while for the Coagulation and Blood Group practicum the aim is to understand the process of blood coagulation and the factors that influence it and to understand the principles and process of group testing. Human blood ABO system. This practicum uses the Sahli method, separation of blood components, blood coagulation speed, and ABO system blood group testing. From this practicum, it was found that the most common blood component found in the blood is blood plasma. Mus musculus blood has more erythrocytes than Bufo sp. Blood Bufo sp. and Mus musculus blood coagulates faster at high temperatures and slows down at low temperatures. The results of the blood group test experiment showed that the most blood type was type O with a percentage of 38%. Erythrocyte formation in Bufo sp. has a nucleus and oval, in Mus musculus erythrocytes have a non-nucleated and small shape. Keywords: Aglutinasi, Antigen, Darah, Hematokrit, Hemoglobin, Temperatur



PENDAHULUAN Darah merupakan salah satu komponen fisiologis yang sangat esensial bagi keberlangsungan hidup hewan. Darah berperan penting dalam transportasi gas dan senyawa lain, menjaga stabilitas tubuh seperti distribusi nutrisi, termoregulasi, pengantaran hormon. Dinamika perubahan yangterjadi pada komponen darah merupakan cerminan bagi kondisi fisiologis suatu individu hewan (Abbas, Nilla Djuita dan Putra Santoso, 2009). Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme danjuga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Darah juga merupakan komponen esensial



mahluk hidup yang berada dalam ruang vaskuler, karena perannya sebagai media komunikasi antar sel ke berbagai bagian tubuh dengan dunia luar karena fungsinya membawa oksigen dari paru-paru kejaringan dan karbon dioksida dari jaringan ke paruparu untuk dikeluarkan, membawa zat nutrien dari saluran cerna ke jaringan kemudian akan menghantarkan hormon dan materi-materi pembekuan darah (Desmawati, 2013) Pada keadaan keadaan normal bagian tengah tidak melebihi melebihi 1/3 dari diameternya sehingga selnya dinamakan eritrosit normokhromatik. Apabila bagian tengah yang pucat melebar disertai bagian pinggir yang kurang terwarna maka eritrosit tersebut dinamakan eritrosit hipokromatik. Sebaliknya apabila bagian tengah yang



memucat menyempit selnya dimanakan eritrosit hiperkhromatik. (Widayati, 2010). Darah terdiri dari cairan kompleks plasma tempat elemen selular diantaranya eritrosit, leukosit, dan trombosit. Eritrosit (sel darah merah) pada hakikatnya adalah kantung hemogoblin terbungkus membran plasma yang mengangkut O2 dalam darah. Leukosit atau disebut juga (sel darah putih) satuan pertahanan sistem imun, diangkut dalam darah tempat cedera atau tempat invasi mikroorganisme penyebab penyakit. Trombosit penting dalam homeostasis, penghentian pendarahan dari pembuluh yang cedera (Sherwood, 2011) Sel darah putih terdapat didalam darah manusia yang jauh lebih besar dari pada sel darah merah. Sel darah putih memiliki inti (nukleus), Sebagian besar sel darah putih bisa bergerak bergerak di dalam aliran darah, membuatnya dapat melaksanakan tugas sebagai sebagai sistem ketahanan tubuh. Sel darah putih adalah bagian dari sistem ketahanan tubuh yang terpenting. Leukosit dibagi dalam dua kelompok yaitu granulosit dan agranulosit. Granulosit jika plasmanya berglanuler dan aglanurosit jika plasmanya tidak berglanuler. Leukosit granurosit dikelompokan menjadi 3 jenis yaitu neutrofil, basofil, eusinofil. Leukosit agranulosit dikelompokan menjadi yaitu monosit dan limfosit. (Arsyilini, dkk. 2012). Darah terdiri dari cairan kompleks plasma tempat elemen selular diantaranya eritrosit, leukosit, dan trombosit. Eritrosit (sel darah merah) pada hakikatnya adalah kantung hemogoblin terbungkus membran plasma yang mengangkut O2 dalam darah. Leukosit atau disebut juga (sel darah putih) satuan pertahanan sistem imun, diangkut dalam darah tempat cedera atau tempat invasi mikroorganisme penyebab penyakit. Trombosit penting dalam homeostasis, penghentian pendarahan dari pembuluh yang cedera (Sherwood, 2011) Sel darah merah (eritrosit) yang mana pada bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat mengikat oksigen. Hemoglobin akan mengambil oksigen dari paru-paru dan



insang, dan oksigen akan dilepaskan saat eritrosit melewati pembuluh kapiler. Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia, sel darah merah dibuat di sumsum tulang belakang, lalu membentuk kepingan bikonkaf. Di dalam sel darah merah tidak terdapat nukleus. Sel darah merah sendiri aktif selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan (Yustina dan Darmadi, 2017) Fungsi utama darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Darah juga mengangkut bahan-bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni. Pada waktu sehat volume darah konstan dan sampai batas tertentu diatur oleh tekanan osmotik dalam pembuluh darah dan dalam jaringan. Plasma juga berisi gas (oksigen (oksigen dan karbon dioksida, dioksida, hormonhormon, hormon-hormon, enzim, dan antigen). antigen). Sel darah terdiri dari eritrosit atau sel darah merah, leukosit atau sel darah putih, dan trombosit atau butiran pembeku. (Pearce, 2009). Hemoglobin adalah komponen utama sel darahmerah atau eritrosit yang terdiri dari globin dan heme terdiri dari cincin porfirin dengan satu atom besi (ferro). Globin ini terdiri atas 4 rantai polipeptida yaitu 2 rantai polipeptida alfa/(α)₂ dan 2 rantai polipeptida beta/(β)₂. Rantai polipeptida alfa terdiri dari 141 asam amino dan rantai polipeptida beta terdiri dari 146 asam amino. Hemoglobin normal dalam darah orang dewasa terdiri dari Hb A (9698%), Hb F (0.5-0.8 %) dan Hb A₂ (1,53,2%) (Henry, 2001) Plasma darah yaitu bagian cair darah (55%) yang sebagian terdiri dari air (92%), 7 % protein, 1% nutrien, hasil metabolisme, gas pernafasan, enzim, hormon-hormon,



faktor pembekuan dan garam-garam organik. Protein-protein dalam plasma terdiri dari serum albumin (alpha-1 globulin, alpha-2 globulin, beta globulin dan gamma globulin), fibrinogen, prothrombin dan protein esensial untuk koagulasi. Serum albumin dan gamma globulin sangat penting untuk mempertahan kan tekanan osmotik koloid dan gamma globulin juga mengandung antibodi (immunoglobulin) seperti IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE untuk mempertahankan tubuh



terhadap mikroorganisme (Desmawati, 2013). Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengukur kadar hemoglobin dalam darah dengan metode sahli, mengidentifikasi komponen darah melalui pemisahan dengan sentrifugasi, memahami proses koagulasi darah dan faktorfaktor yang mempengaruhin ya, serta memahami prinsip dan proses pengujian golongan darah manusia sistem ABO.



.



METODE PRAKTIKUM Waktu dan Tempat



Alat dan Bahan



Praktikum fisiologi hewan objek nilai darah, koagulasi darah, golongan darah, dan apusan darah ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 8 Desember 2021 di Laboratorium Teaching II Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas, Padang.



Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini berupa tabung sampel darah, kit hemometer sahli lengkap, pipet tetes, sampel darah, EDTA 10%, HCL 0,1 N, aquadest, alat bedah, jarum suntik, batu es, pemanas, kaca objek, pinset, jarum pentul, pipet tetes, tissue, hewan percobaan (Bufo sp. dan Mus musculus).



Cara Kerja



tercapai kesamaan warna dengan warna standar yang ada pada hemometer Sahli. Persamaan warna larutan dengan warna standar harus dicapai dalam waktu 3-5 menit setelah saat darah dan HCl bercampur (saat memasukkan sampel darah ke dalam tabung). Bacalah kadar hemoglobin darah dengan menggunakan skala yang ada pada dinding tabung dalam satuan g/dl. Sajikan data dalam bentuk grafik perbandingan antar spesies.



1. Menghitung Kadar Hemoglobin dengan Metode Sahli Sebelum memulai percobaan, bilaslah dahulu jarum suntik dan wadah tabung darah dengan EDTA 10% sebanyak 3-4 kali bilasan. Persiapkan tabung Sahli dan masukkan 5 tetes HCl 0.1 N ke dalam tabung tersebut. Langkah ini harus dilakukan sebelum mengoleksi sampel darah hewan percobaan. Matikan hewan percobaan dan lakukan pengambilan darah dari jantung atau pembuluh darah dengan jarum sedot darah. Tampung dalam wadah sampel darah. Selanjutnya isaplah sampel darah dengan menggunakan pipet hemoglobin atau dengan mikropipet sampai garis tanda 20 µl dan hapuslah sisa darah yang melekat di luar ujung pipet. Alirkan sampel darah tersebut ke dalam dasar tabung hemometer dan jangan sampai ada gelembung udara. Catat waktu pertama memasukkan sampel tersebut ke dalam tabung. Gerak-gerakkan pipet tersebut secara cermat dengan HCl yang ada di dalam tabung untuk membersihkan sisa sampel darah yang masih ada di dalamnya. Aduk campuran darah tersebut dengan pengaduk hingga homogen dan larutan menjadi coklat tua. Setelah itu tambahakan aquades setetes demi setetes dan aduk dengan batang pengaduk dengan terus memperhatikan warna larutan hingga



2. Pemisahan Komponen Darah Lakukan pengambilan sampel darah dengan memipetkan tabung hematokrit dengan jari pada bagian pembuluh darah atau jantung hewan yang telah ditentukan. Isilah tabung hematokrit hingga lebih dari setengahnya, tetapi jangan sampai penuh. Selanjutnya tutup salah satu lubang tabung dengan penutupnya dan tempatkan pada sentrifus secara tepat. Lakukan sentrifugasi terhadap sampel darah dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit. Lanjutkan hingga 10 menit jika pemisahan plasma belum sempurna. Setelah disentrifus, angkat tabung secara cermat dan tentukan bagian-bagian komponen darah yang terlihat (bening, putih, merah). Selanjutnya hitung kadar hematokrit dengan menggunakan skala hematokrit dan nyatakan dalam persen. Jika tidak menggunakan skala, maka kadar hematokrit



dapat ditaksir dengan menghitung panjang kolom tabung total yang terisi darah dan panjang kolom yang hanya terisi sel darah merah. Selanjutnya hitung persentase proporsi tabung yang diisi sel darah merah tersebut dibandingkan dengan volume total tabung x 100%. Sajikan data dalam bentuk grafik perbandingan antar spesies. 3. Kecepatan Koagulasi Darah Lakukan pembedahan hewan percobaan lalu koleksi sampel darahnya dengan tanpa menggunakan zat antikoagulan EDTA. Sediakan 3 buah kaca objek bersih yang diberi label 1,2 ,3. Selanjutnya teteskan sampel darah satu tetes ke masing-masing kaca objek dan perlakukan diletakkan diatas es batu, penangas, dan suhu ruangan. Amati proses pembekuan darah dengan mengidentifikasi kapan mulai terbentuknya koagulasi. Untuk memastikan telah terjadi koagulasi, gunakan jarum pentul dengan mengaduk-aduk tetesan darah pada kaca. Catat waktu sejak sampel diteteskan hingga waktu terjadinya koagulasi. Bandingkan waktu masing-masing perlakuan dan sajikan data dalam bentuk grafik batang. 4. Pengujian Golongan Darah ABO Usaplah jari manis tangan kiri dengan menggunakan kapas yang telah dibasahi alkohol 70% lalu tusuk dengan jarum tusuk tepat di bagian tengah ujung jari. Buanglah



tetesan darah pertama yang keluar, lalu untuk selanjutnya teteskan darah ke kertas test card yang sudah berlabel A dan B. Kemudian teteskan satu tetes reagen anti A ke sampel darah di kolom A dan anti B ke darah di kolom B pada test card. Lakukan pengadukan darah dengan bantuan jarum pengaduk atau lidi dan perhatikan reaksi yang terjadi, apakah terjadi aglutinasi atau tidak. Jika terjadi koagulasi menandakan bahwa pada darah tersebut terdapat antigen yang bereaksi dengan antibodi yang diberikan sehingga reaksi dinilai positif. Dengan menggunakan konsep tersebut, tentukan golongan darah dari sampel yang diuji dan catat pada lembar kerja praktikum. 5. Apusan Darah Teteskan darah darah hewan sampel sebanyak 3 tetes pada ujung gelas objek. Apus darah menggunakan gelas objek lain dengan kemiringan 45 ° kemudian dengan cepat ditarik kea rah berlawanan. Tunggu apusan hingga kering, setelah itu dibilas dengan alcohol 70%. Setelah alcohol kering, bilas preparat dengan pewarna giemsa dan tunggu selama 20 menit. Preparat dibilas dengan alcohol 90% dan diamati dibawah mikroskop. Gambarkan bentuk sel darah yang terlihat di bawah mikroskop 1.



HASIL PEMBAHASAN Adapun hasil yang didapatkan pada praktikum ini yakni : Tabel 1. Rata-rata kadar hemoglobin pada Mus musculus dan Bufo sp. dari kelas B Kelompok Parameter Spesies Hewan Mus musculus



Bufo sp.



1



Hemoglobin (g/dl)



10,4 g/dl



11,4 g/dl



2



Hemoglobin (g/dl)



12,2 g/dl



6 g/dl



3



Hemoglobin 9g/dl)



8 g/dl



7 g/dl



4



Hemoglobin (g/dl)



12,5 g/dl



6,2 g/dl



5



Hemoglobin (g/dl)



9,3 g/dl



9 g/dl



10,48 g/dl



7,92 g/dl



Rata-rata



Kadar Hemoglobin (g/dl) 12 10.48 10 7.92



8 6 4



2 0



Mus musculus



Bufo sp.



Grafik 1. Pengukuran kadar hemoglobin pada Mus musculus dan Bufo sp dari kelas B Dari tabel dan grafik ditemukan bahwa kadar hamoglobin banyak ditemukan pada Mus musculus, yaitu 10,68 dan pada Bufo sp. kadar hemoglobinnya, yaitu 7,2. Hal ini menunjukan bahwa kadar hemoglobin pada Mus musculus lebih besar dari pada Bufo sp. karena pada hewan akuatik kandungan oksigen lebih rendah. Hewan akuatik dan semi-akuatik cenderung memiliki kadar Hemoglobin lebih rendah dibandingkan dengan hewan teresterial disebabkan kandungan oksigen dalam air lebih rendah dibandingkan medium udara sehingga oksigen yang terikat oleh protein Hb akan lebih sedikit. Perbandingan hematologi antara hewan dengan habitat yang berbeda ini didukung oleh hasil penelitian Gul et al (2011). Rendahnya kadar hemoglobin yang kami dapatkan pada sampel darah mencit bisa jadi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya bisa jadi memang rendah Hb mencit dikarenakan mencit yang dipakai baru berumur 1 bulan. Hemoglobin yang meningkat terjadi karena keadaan hemokonsentrasi akibat dehidrasi yang menurun dipengaruhi oleh berbagai masalah klinis. Pentingnya hemoglobin ini menyebabkan pemeriksaan kadar hemoglobin memegang peranan penting dalam diagnosa suatu penyakit seperti anemia Berdarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Benkovic et al., (2012)



menunjukkan bahwa konsentrasi haemoglob in dan jumlah sel darah merah pada mencit yang normal adalah 12,79 (g/dL) .



Selain itu, eritrosit amfibi yaitu pada Bufo sp. memiliki laju berlawanan dengan laju metabolisme. Hubungan ini dapat dijelaskan dengan rendahnya rasio luas permukaan terhadap volume sel darah merah dalam sel besar yang terletak pada sel eritrosit katak, yang mengurangi efisiensi pertukaran oksigen, artinya katak tidak terlalu membutuhkan banyak Hb dalam pengikatan O2. Hal ini telah dibuktikan oleh Das dan Mahapatra (2013), di mana ukuran sel darah merah yang lebih kecil tidak melibatkan peningkatan konsentrasi hemoglobin katak dengan bertambahnya altitude atau biasa disebut sebagai tingginya resistensi laju darah katak. Katak memiliki adaptasi jumlah sel darah yang berbeda dari tikus. Oleh karena katak adalah poikiloterm, mereka menyesuaikan kondisi internalnya dengan perubahan lingkungan. Menurut Abdo (2013), jumlah sel darah merah pada amfibi meningkat untuk beradaptasi dengan lingkungan yang dingin, namun tidak demikian karena mamalia memiliki suhu tubuh yang relatif konstan. Hal yang sama terjadi dengan konsentrasi hemoglobin katak, yang dipengaruhi oleh suhu lingkungan.



Tabel 2. Hasil kadar hematokrit dalam penentuan komponen darah pada Mus musculus dan Bufo sp. (Sumber dari Kelompok II B) No Hewan Percobaan Kadar Hematokrit Eritrosit



Plasma darah



1



Mus musculus



45%



55%



2



Bufo sp.



19%



81%



Grafik Kadar Hematokrit pada Mus musculus dan Bufo sp 100



81



80 60



55 45



40 19



20 0 Mus musculus Eritrosit



Bufo sp Plasma darah



Grafik 2. Presentase komponen darah pada Mus musculus dan Buffo sp. Data pada percobaan ini didapatkan dari kelompok 2 B. Dari tabel dan grafik diatas pada Mus musculus kadar hematrokit pada eritrosit adalah 45% dan Plasma darah 55%. Dan pada Bufo sp. kadar hematrokit pada eritrosit adalah 19% dan plasma darah 81%. Hal ini menunjukan kadar eritrosit pada Mus musculus lebih tinggi dari pada Bufo sp. Nilai hematrokrit pada Mus musculus lebih besar dibandingkan dengan Bufo sp. disebabkan karena hematokrit berhubungan dengan jumlah eritrosit apabila jumlah besar maka eritrosit akan meningkat hal ini sesuai dengan pernyataan Frandson dan Isroli (2002) menyatakan bahwa hematokrit akan meningkat dengan jumlah sel darah merahnya. Jumlah eritrosit pada hewan ektoterm akan lebih rendah dibandingkan hewan endoterm. Hal ini dapat dijelaskan bahwa katak termasuk dalam hewan ektoterm sebab suhu tubuh bervariasi mengikuti perubahan suhu lingkungan. Mencit mampu menjaga suhu tubuh konstan melalui proses metabolisme sehingga



termasuk hewan endoterm (Willmer et al., 2000). Perbedaan regulasi panas tubuh antara hewan ektoterm dan endoterm didukung oleh jumlah eritrosit dan hemoglobin yang berperan mengikat oksigen. Oksigen yang diikat oleh hemoglobin dalam eritrosit akan digunakan hewan endoterm untuk metabolisme dan meregulasi panas tubuh (Rousdy et al., 2018). Putra Santoso (2011) menuliskan pada tikus dengan kuantitas eritrosit normal 6,8 juta/mm3 dan kadar hemoglobinnya yaitu 13 g/ml darah. Dituliskan juga kapasitas angkut darah pada kelompok hewan mamalia terestrial dan aves yaitu 15-20 ml O2/100 ml darah. Jumlah eritrosit darah secara langsung berkorelasi dengan persentase hematokrit (HCT), Mean Corpuscular Volume (MCV) menunjukkan rasio antara hematokrit dan jumlah eritrosit. (Rousdy dan Riza, 2018), Berdasarkan penelitian dari Rousdy dan Riza, (2018) bahwa katak dan ikan lele memperoleh nilai MCV yang paling tinggi (271-214 fL)



dibandingkan hewan lainnya. Semakin tinggi nilai dari MCV ini, menunjukkan jumlah eritrosit paling mempengaruhi yaitu nilai hematokrit, dibandingkan unsur seluler darah lainnya. Mean Corpuscular Haemoglobin atau disebut juga dengan (MCH) menunjukkan bahwa kandungan hemoglobin dalam eritrosit. Katak, ikan lele, dan kadal memiliki nilai MCH terbesar



(72,42-46,12 pg). Semakin tinggi nilai MCH maka kandungan hemoglobin dalam eritrosit semakin besar pula. Katak meski kandungan hemoglobin dan jumlah eritrosit relatif rendah namun memiliki nilai MCH paling tinggi. Hal ini disebabkan oleh ukuran sel eritrosit katak paling besar (panjang 17,04 µm; lebar 12,1 µm) diantara hewan Vertebrata lainnya.



Tabel 3. Kecepatan Koagulasi Mus musculus dan Buffo sp. pada perlakuan yang berbeda-beda Rata- rata Waktu Koagulasi (Detik) No Perlakuan Mus Musculus Bufo sp. 1. Suhu Panas 241,8 ± 91,86043762 185 ± 73,26595389 2. Suhu Ruang 1002,8 ± 295,761771 761,8 ± 321,1855227 3. Suhu Dingin 1523,8 ± 218,2421591 1133,6 ± 302,772125



Rata-rata Waktu Koagulasi (detik) 1,600 1,400 1,200 1,000



Mus musculus



800



Bufo sp.



600 400 200 0 Suhu Panas Suhu Ruang Suhu Dingin Grafik 3. Rata- rata kecepatan koagulasi pada Mus musculus dan Buffo sp. Berdasarkan tabel dan grafik diatas, didapatkan hasil bahwa pada perlakuan suhu panas, darah pada Mus musculus terkoagulasi dengan rata-rata waktu 241,8 dan darah Bufo sp. terkoagulasi dengan ratarata 185. Pada suhu dingin atau suhu rendah, pada darah Mus musculus mengalami koagulasi paling lama dengan rata-rata 1523,8 dan pada darah Buffo sp. terkoagulasi dengan rata-rata 1133,6. Sedangkan pada perlakuan suhu ruang, darah Mus musculus terkoagulasi dengan rata-rata waktu 1002,8 dan pada Buffo sp. terkoagulasi dengan ratarata 761,8. Hal ini menunjukan bahwa darah



pada pada Mus musculus lebih cepat koagulasi daripada Bufo sp. karena amphibi menghasilkan panas lebih sedikit dibandingkan dengan mamalia. Suhu tubuh amfibi yang rendah sehingga menyebabkan lamanya terjadi koagulasi dibandingkan dengan mencit yang memilki suhu tinggi (Campbell, 2009). Menurut penelitian yang dilakukan Yuniarti (2005) bahwa pada suhu 37o C darah akan lebih cepat membeku dari pada suhu dibawahnya. Hal ini terjadi karena dalam darah hewan tersebut terdapat protein ,yang mana ketika diberi perlakuan



panas ikatan hidrogen yang terkandung didalam protein terputus sehingga akan menyebabkan penggumpalan pada darah. Penggumpalan darah dapat dipercepat oleh panas yang sedikit lebih tinggi dari suhu badan,kontak dengan bahan kasar, atau dengan pembalut. Dan juga dapat diperlambat. Hal tersebut terjadi karena dingin, apabila disimpan dalam tabung berlapis lilin di sebelah dalamnya sebab darah memerlukan kontak dengan permukaan yang dapat menjadi basah oleh air sebelum dapat mengumpal sedangkan parafin tidak memiliki permukaan yang basah oleh air,dapat ditambah kalium sitrat



atau natrium sitrat yang meyingkirkan garam kalsium yang dalam keadaan normal (Price dan Lioraine, 2003). Suhu ruang sampel darah tanpa EDTA yang diletakkan akan dapat menyebabkan terjadinya serangkaian perubahan eritrosit seperti pecahnya (hemolysis) yang menyebabkan darah mengalami koagulasi dengan sendirinya (Ganda, 2007). Suhu yang rendah akan mengakibatkan proses koagulasi menjadi lambat karena mempengaruhi reaksi-reaksi yang terjadi pada koagulasi. Hal ini karena jenis protein pada suhu rendah memperlambat terjadinya koagulasi (Pearce, 1997).



4. Pengujian Golongan DarahABO Tabel 4.1 Golongan darah salah satu praktikan No. Nama Individu 1.



Koagulasi/tidak Anti A Anti B Koagulasi Tidak



Muahamad Rayhan Sidik



Golongan Darah A



Tabel 4. 2 Golongan Darah Mahasiwa Biologi Universitas Andalas Angkatan 20K elas B No. Golongan Darah Jumlah Praktikan Presentase (%) 1. A 11 37,93% 2. B 3 10,35% 3. O 11 37,93% 4. AB 4 13,79% Jumlah 29 100%



Golongan Darah 40



Persentase (%)



35 30



25 20 15 10 5 0 A



B



O



AB



Golongan Darah Grafik 4. Persentase Golongan Darah Mahasiswa Biologi Universitas Andalas Angkatan 20 Kelas B



Dari tabel dan grafik ditemukan bahwa pada golongan darah O dan A presentase nya lebih banyak dari golongan darah AB. Golongan darah O dan A memilki presentase 37,93% dan golongan darah AB memliki presentase 13,79%. Golongan darah O lebih banyak karena golongan darah O banyak terbentuk oleh perkawinan. Golongan darah O banyak ditemukan karena dapat terbentuk karena pada banyak kemungkinan perkawinan. Individu bergolongan darah O dapat mempunyai orang tua dengan golongan darah A,B,O (Chaster dan Ollson, 2001). Dan golongan darah AB jarang ditemukan karena hanya memiliki satu macam genotip. Golongan darah O merupakan golongan darah yang paling umum dijumpai di dunia, meskipun pada daerah tertentu seperti Swedia dan Norwegia, golongan darah A lebih dominan, dan ada pula beberapa daerah dengan 80% populasi dengan golongan darah B. Pada umumnya, antigen A lebih banyak dijumpai daripada antigen B. Karena golongan darah AB memerlukan keberadaan dua antigen



yaitu A dan B, sehingga golongan darah AB merupakan golongan darah yang jarang dijumpai di dunia (Amroni, 2016). Bahkan ada penelitian yang menyatakan bahwa di dunia ini yang memiliki golongan darah AB tidak lebih dari 5% populasi (Haqq, 2018). Pada pemeriksaan tipe golongan darah setiap orang, golongan darah A akan mengalami terjadinya aglutinasi atau pengggumpalan jika ditambahkan reagen anti-A. Pada golongan darah B, akan menggumpal jika ditambahkan reagen antiB. Pada golongan darah AB akan menggumpal jika ditambahkan reagen antiAB. Pada golongan darah O tidak akan menggumpal jika ditambahkan reagen antiA, anti-B maupun anti-AB. Aglutinasi yang terjadi tersebut karena adanya reaksi antigen dan antibodi sejenis. Jika antigen dan antibodi tidak sejenis jika diberikan reagen maka tidak akan menimbulkan aglutinasi. Sehingga tipe golongan darah akan mudah terdeteksi apabila diberi reagen atau juga dapat dengan menambahkan serum (Hoffbrand et al., 2006).



5. Apusan Darah



A B



C



a



b



Gambar 1. Apusan darah Mus musculus (Perbesaran 40x) (A) Leukosit (B) Eritrosit (C) Neutrofil Sumber : (a) Jecklyn, 2017 (b) Dokumentasi pribadi



A



A B B C



C a



b



Gambar 2. Apusan darah Bufo sp. (Perbesaran 40x) (A) Eritrosit (B) Nukleus (C) Sitoplasma Sumber : (a) Kuswanto, 2013 (b) Kelompok 5 Perbedaan ukuran eritrosit katak ini eritrosit, eritrosit matang cenderung disebabkan oleh perbedaan tingkat maturasi memiliki ukuran lebih besar (Campbell,



2004). Perbedaan ukuran eritrosit selain disebabkan faktor genetik, juga disebabkan oleh faktor anatomi pembuluh darah kapiler. Mammalia 0 10 20 30 40 A B O AB Golongan Darah Mus musculus memiliki ukuran eritrosit terkecil dan berbentuk cakram bikonkaf. Bentuk dan ukuran eritrosit ini berhubungan dengan efisiensi pengangkutan oksigen dalam eritrosit menuju jaringan terkecil. Ukuran eritrosit mamalia yang kecil dapat melewati kapiler darah mamalia yang berukuran kurang 7,5 µm. Katak memiliki ukuran eritrosit paling besar, setara dengan diameter kapiler katak yang berkisar 12,5-13,4 µm (Hartman and Lessler, 1964). Perbedaan ukuran eritrosit katak ini disebabkan oleh perbedaan tingkat maturasi eritrosit, eritrosit matang cenderung memiliki ukuran lebih besar (Campbell,



2004). Hal ini sesuai dengan pernyataan Rousdy dan Riza, (2018) bahwa mamalia mempunyai eritrosit yang tidak berinti, sedangkan hewan dari kelas Pisces, Amphibia, dan Reptilia mempunyai eritrosit berinti. Eritrosit berinti yang dimiliki ikan lele, katak, kadal dan burung mempunyai ukuran sel lebih besar dibandingkan eritrosit tidak berinti yang dimiliki mencit. Mamalia (mencit) memiliki ukuran eritrosit terkecil dan berbentuk cakram bikonkaf. Bentuk dan ukuran eritrosit ini berhubungan dengan efisiensi pengangkutan oksigen dalam eritrosit menuju jaringan terkecil. Ukuran eritrosit mamalia yang kecil dapat melewati kapiler darah mamalia yang berukuran kurang 7,5 µm. Katak memiliki ukuran eritrosit paling besar, setara dengan diameter kapiler katak yang berkisar 12,5-13,4 µm (Hartman and Lessler, 1964).



KESIMPULAN 1. Kadar Hb Mus musculus lebih tinggi dari pada kadar Hb Bufo sp. hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti habitat, suhu tubuh,umur,jenis kelamin. 2. Kadar eritrosit Mus musculus lebih tinggi dibandingkan dengan Bufo sp. Salah satu penyebabnya adalah adaptasi suhu lingkungan (Ektoterm dan Endoterm 3. Suhu lingkungan yang panas akan mempercepat koagulasi dan adaptasi terhadap suhu lingkungan menjadi faktor



kecepatan koagulasi antara Mus musculus dan Bufo sp. 4. Golongan darah ditentukan oleh aglutinogen dan aglutinin, golongan darah terbanyak yaitu golongan darah O dan A dan golongan darah yang paling sedikit adalah golongan darah AB 5. Eritrosit pada Mus musculus lebih kecil dan tidak mempunyai inti sedangkan pada Bufo sp eritrosit nya ada inti dan ukuran nya lebih besar daripada eritrosit Mus musculus.



DAFTAR PUSTAKA Abbas, Nilla Djuita dan Putra Santoso. 2009. Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan. Universitas Andalas. Padang. Abdo, K. S. A. 2013. Impact of Cold Stress on Haematological and Biochemical parameters of



Yemeni toad ( Bufo tihamicus). RJPBCS 4 (3): 1059-1063. Amroni. (2016). Penerapan Rule Base Expert System Untuk Mengetahui Hasil Perkawinan Antar Golongan Darah. Jurnal



Ilmiah Media SISFO, 10(2), 319–328. Arsyilini, Ainin. dkk. 2012. Laporan Praktikum Fisiologi II. Dapat dilihat pada: https://www. academia.edu/8790144/LAPOR AN_PRAKTIKUM_FISIOLOG I_II. Diakses tanggal 12/12/2021 Benkovic, V., D. Dikic, T. Grgorinic, M. Mladinic, D.Z. Eljezic, 2012. Haematology and Blood Chemistry Changes in Mice Treated with Terbuthylazine and its Formulation Radazin TZ-50. Bull Environ Contam Toxicol. 89: 955–959 Campbell, T.W. 2004. Hematology of Lower Vertebrates. American College of Veterinary Pathologists & American Society for Veterinary Clinical Pathology, Middleton WI, USA Campbell., N, A., dan J.B, Reece. (2009). Biology. San Fransisco:pearson Chester, M.A. dan M.L. Olsson. 2001. The ABO Blood Group Gene: A Locus Of Considerable Genetic Diversity. Transfusion Medicine Reviews. 15 (3): 177-200. Das M. and P. K. Mahapatra. 2013. Hematology of Wild Caught Dubois’s Tree Frog Polypedates teraiensis, Dubois, 1986 (Anura: Rhacophoridae). The Scientific World Journal. Vol. 03 : 121 Desmawati. 2013. Sistem Hematologi dan Imunologi. Edited by D. Juliastuti. Jakarta: Penerbit In Media Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi keempat. UGM Press, Yogyakarta



Ganda,



R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakarta Gul, C., Tosunoglu, M., D. Erdogan, D.Ozdamar. 2011. “Change in The Blood Composition of Some Anurans”. Acta Herpetologica, 6(2): 137-147. Haqq, A. A. (2018). Analisis Sikap Matematis Berdasarkan Golongan Darah.Unswagati,. Prosiding SNMPM II, Cirebon, 202–210. Hartman, F.A. & M.A. Lessler. 1964. “Erythrocyte Measurements in Fishes, Amphibia, and Reptiles”. Biological Bulletin, 126(1): 8388. Henry J.B. 200. Clinical diagnosis and management by laboratory method, twentieth edition, WB.Saunders company, Philadelphia, pp. 479-481. Hoffbrand, A. V., Moss, P. A. H., & Pettit, J. E. (2006). Essential Haematology (Fifth Edit). Blackwell Publishing. Isroli. 2002. Pengaruh Cekaman Panas Terhadap Gambaran Hematologi Domba Local. Lapora penelitian Fakultas pertenakan Universitas Diponorogo. Semarang Jecklyn, 2017. Pembuatan Apusan Darah Tipis Mencit. Laporan Praktikum Mikroteknik. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Pattimura. Ambon. Kuswanto, D. 2013. Struktur Sel Darah Manusia dan Darah. Faluktas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Nusa Bangsa. Bogor. Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi Anatomi dan Fisiologi



untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Price, Sylvia A dan Lorraine, M.W. 2003.Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit edisi 6 volume 1. Penerbit Buku kedokteran EGC.Jakarta. Rousdy, D. W. dan Riza Linda. 2018. Hematologi Perbandingan Hewan Vertebrata: Lele(Clarias batracus), Katak (Rana sp.), Kadal (Eutropis multifasciata), Merpati (Columba livia) dan Mencit (Mus musculus). Program Studi Biologi. Fakultas MIPA. Universitas Tanjungpura. Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. Terjemahan Nella Yesdelita. Jakarta: EGC.



Widayati, opik. 2010. Sediaan Apus Darah. Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka: Jakarta Willmer, P., G. Stone , I. Johnston. 2000. Environmental Physiology of Animal. United Kingdom: Blackwell Publishing Yuniarti, 2005, Fisiologi Hewan, Fakultas Biologi UAJY, Yogyakarta. Yustina dan Darmadi. 2017. Buku Ajar Fisiologi Hewan. Program Studi Pendidikan Biologi. FKIP Universitas Riau.



LAMPIRAN



Gambar 3. Menghitung kadar hemoglobin pada Mus musculus dengan metode sahli.



Gambar 4. Menghitung kadar hemoglobin pada Bufo sp. dengan metode sahli.



Gambar 5. Koagulasi darah Mus musculus pada suhu panas dan suhu ruang.



Gambar 6. Koagulasi darah Bufo sp. pada suhu panas dan suhu ruang.



Gambar 7. Hasil pengujian golongan darah Muhamad Rayhan Sidik.



Gambar 8. Preparat apusan darah Mus musculus dan Bufo sp.



Gambar 9. Apusan darah Mus musculus ketika dilihat dibawah mikroskop (Perbesaran 40x) Sumber : Jecklyn, 2017



Gambar 10. Apusan darah Bufo sp. ketika dilihat dibawah mikroskop (Perbesaran 40x) Sumber: Kelompok 5A



Gambar 11. Apusan darah Mus musculus ketika dilihat dibawah mikroskop (Perbesaran 40x)



Gambar 12. Apusan darah Bufo sp. ketika dilihat dibawah mukroskop (Perbesaran 40x) Sumber: Kuswanto, 2013



Gambar 13. Pemisahan komponen darah pada Bufo sp. Sumber : Kelompok 2B



Gambar 14. Pemisahan komponen darah pada Mus musculus Sumber : Kelompok 2B