Jurnal Prak 3 Pud-2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

JURNAL PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI II PRAKTIKUM III : PEPTIC ULCER DISEASE (PUD)



I Made Astawa Ari Putra



171200245



I Putu Aditiya Pradnya Putra



171200246



I Putu Pasek Ardita Nindya



171200247



Khoiriyyahtus sa'diyah



171200249



Hari, tanggal praktikum Dosen Pengampu



: Senin, 18 Nopember 2019 : Putu Aryati Suryaningsih, S. Farm., M.Farm - Klin, Apt



PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL DENPASAR 2019



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i DAFTAR ISI........................................................................................................ ii I. TUJUAN...........................................................................................................1 II. DASAR TEORI...............................................................................................1 2.1 Definisi Pud ........................................................................................ 1 2.2 Etiologi ............................................................................................... 2 2.3 Faktor resiko ....................................................................................... 3 2.3 Patofisiologi Pud ................................................................................. 4 2.4 Tatalaksana terapi Pud ........................................................................ 5 III. KASUS .......................................................................................................... 12 IV. SOAP dan PEMBAHASAN ........................................................................... V. KESIMPULAN ................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA



i



ii



PRAKTIKUM III PEPTIC ULCER DISEASE / TUKAK LAMBUNG



I.



TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mengetahui definisi PUD 2. Mengetahui klasifikasi PUD 3. Mengetahui patofisiologi PUD 4. Mengetahui tatalaksana PUD (Farmakologi dan Non-Farmakologi) 5. Dapat menyelesaikan kasus terkait PUD secara mandiri dengan menggunakan metode SOAP



II.



DASAR TEORI 2.1



Definisi PUD Tukak peptic (peptic ulcer disease) merupakan lesi pada lambung atau duodenum



yang disebabkan oleh ketidak seimbangan antara faktor agresif (sekeresi asam lambung, pepsin dan infeksi bakteri H.pylori) dengan faktor defensive atau faktor pelindung mukosa. (Dipiro, J.T., et al. 2008). Tukak peptic merupakan keadaan kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai ke bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak sampai meluas ke bawah epitel di sebut dengan erosi (Dipiro, J.T., et al. 2008). Peptic Ulcer Disease (PUD) adalah salah satu penyakit pada saluran cerna bagian atas, yang ditandai adanya defek pada lambung (gastric ulcer) atau duodenum (duodenal ulcer), yang diakibatkan karena gangguan sekresi asam lambung dan pepsin. Penyakit terkait asam (gastritis, erosi dan tukak lambung) dari saluran gastrointestinal (GI) bagian atas diinduksi oleh adanya asam lambung. Penyakit ulkus peptik berbeda dengan gastritis dan erosi pada ulkus yang biasanya meluas lebih dalam ke mukosa muscularis. Ada tiga penyebab umum ulkus peptik yaitu Helicobacter pylori (H. pylori), obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), dan stress ulcers (Dipiro, J.T., et al. 2008). Berdasarkan letak tukaknya, PUD dibagi menjadi (Jaya dan Dwicandra, 2017): a. Gastric ulcer (GU) yaitu tukak terjadi pada lambung. 80% kasus berhubungan dengan infeksi H.pylori dan penggunaan NSAIDs. Pada pasien dengan GU biasanya sekresi asam normal atau berkurang. b. Duodenal ulcer (DU) yaitu tukak terjadi pada usus halus. 95% kasus berhubungan dengan infeksi bakteri H.pylori. Meningkatnya sekresi asam diamati pada pasien dengan DU dan diduga akibat infeksi H.pylori. 1



Gambar 1. Lokasi gastric ulcer dan duodenal ulcer (Dipiro, J.T., et al. 200



2.2



ETIOLOGI Perkiraan 95% tukak duodenum dan 70% tukak lambung disebabkan oleh H.pylori.



sekitar 14%-25% ulkus lambung dan duodenum ditemukan terkait dengan penggunaan NSAID. Data interaksi dan uji coba secara acak dengan NSAID dan H. Pylori terapi eradikasi mengungkapkan bahwa efek ulkus dari kedua faktor risiko tersebut bersifat kumulatif. Namun, interaksi potensial mereka dalam induksi penyakit maag tetap tidak teridentifikasi. Pemberantasan H. Pylori tidak mengurangi tingkat kekambuhan ulkus pada pengguna NSAID jangka panjang yang ada. PUD memiliki jalur penyakit multifactorial yang sebagian besar diatur oleh ketidakseimbangan asam dan rendah pertahanan mukosa yang mengarah ke peradangan. Ini diwakili oleh hiperseksi hidroklorik asam dan pepsin. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan antara faktor luminal lambung dan degradasi pada fungsi defesif dari penghalang mukosa lambung seperti lendir, sekresi bikarbonat, mukosa aliran darah, dan pertahanan sel epitel. Pada invasi asam dan pepsin melalui urea yang melemah penghalang mukosa menyebabkan pelepasan histamine. Histamine merangsang sel parietal untuk mengeluarkan lebih banyak asam. Dengan kelanjutan dari siklus ini menghasilkan erosi untuk membentuk tukak lambung (Habeeb, H. et all., 2019).



2



2.3



FAKTOR RESIKO Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan resiko tinggi Peptic Ulcer



Disease (PUD) antara lain (Dipiro, 2008): a. Adanya infeksi H.pylori, hanya 20 % dari pasien yang terinfeksi H.pylori berkembang menjadi gejala PUD b. Penggunaan obat NSAID c. Merokok,



dapat



menyebabkan



penundaan



waktu



pengosongan



lambung,



menghambah sekresi bikarbonat dari pancreas dan pemicu dari duodenogastric reflux. d. Faktor psikologi (stress) e. Faktor makanan dan minuman, sering mengkonsumsi kafein, susu, alcohol dan makanan pedas dapat memicu terjadinya PUD



2.4



PATOFISIOLOGI Keseimbangan



antara



sekresi



asam



lambung



dan



pertahanan



mukosa



gastroduodenal ada pada individu sehat. Ulkus peptik terjadi bila keseimbangan antara faktor agresif (asam lambung, pepsin, garam empedu, H. pylori, dan NSAID) dan mekanisme defensif mukosa (aliran darah mukosa, lendir, sekresi bicarbonat mukosa, restitusi sel mukosa, dan pembaharuan sel epitel) terjadi gangguan. Pepsin adalah kofaktor penting yang berperan dalam aktivitas proteolitik yang terlibat dalam pembentukan ulkus. Mekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa melindungi mukosa gastroduodenal dari zat endogen dan eksogen berbahaya (Alldredge et al., 2013). Pepsinogen merupakan prekursor tidak aktif dari pepsin yang disekresi utama oleh sel fundus lambung. Pepsin diaktivasi pada pH asam (optimal pH 1,8-3,5) dan dikembalikan menjadi aktif pada pH 4 kemudian akan rusak pada pH 7 (Dipiro et al., 2009). Asam lambung disekresikan oleh sel parietal, yang mengandung reseptor untuk histamin, gastrin, dan asetilkolin. Asam (dan juga infeksi H. pylori dan penggunaan NSAID) adalah faktor independen yang berkontribusi terhadap terganggunya integritas mukosa. Peningkatan sekresi asam telah diamati pada pasien dengan ulkus duodenum dan mungkin merupakan konsekuensi dari infeksi H. pylori (Dipiro et al., 2009). Ketika faktor agresif mengubah mekanisme pertahanan mukosa, difusi kembali ion hidrogen terjadi bersamaan dengan cedera mukosa. H. pylori dan NSAID menyebabkan perubahan pertahanan mukosa dengan mekanisme yang berbeda dan merupakan faktor penting dalam pembentukan tukak lambung (Alldredge et al., 2013).



3



Pelepasan asetilkolin, gastrin dan histamin dapat dipicu oleh stress dan makanan, yang dimana asetilkolin, gastrin dan histamin akan berikatan dengan reseptornya, sehingga dapat mengaktifkan pompa H+ /K+ ATPase dan akan mensekresikan asam (H+) ke lumen lambung, kemudian H+ akan berikatan dengan Cl- sehingga membentuk asam lambung (HCl). Sekresi asam dibawah pengaturan basal, sekresi asam bervariasi sesuai dengan waktu dan keadaan psikologis individu, usia, jenis kelamin, dan status kesehatan. Basal Acid Output (BAO) mengikuti ritme sirkadian yaitu terjadi sekresi asam tertinggi terjadi pada malam hari dan terendah di pagi hari., Maximal Acid Output (MAO) dan adanya stimulasi dari makanan. Ketiga faktor tersebut berbeda tiap individu dalam mempengaruhi sekresi asam tergantung status psikologis, umur, jenis kelamin dan status kesehatan. Peningkatan rasio antara BAO:MAO hipersekresi basal pada pasien ZES (Dipiro et al., 2009). Mekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa (sekresi lendir dan bikarbonat, pertahanan sel epitel intrinsik, dan aliran darah mukosa) melindungi mukosa gastroduodenal dari zat endogen dan eksogen berbahaya. Sifat kental dan pH netral dari penghalang lendir bikarbonat melindungi perut dari kandungan asam lumen lambung. Sebagian besar Gastric Ulcer terjadi karena asam lambung dan pepsin, H.pylori (Helicobacter Pylori), NSAID, atau faktor lain yang mengganggu pertahanan mukosa normal dan mengganggu proses penyembuhan. Hipersekresi asam merupakan faktor independen yang memberikan kontribusi terhadap gangguan integritas mukosa. Helicobacter pylori di dalam lambung memproduksi enzim urease yang menghidrolisis urea dalam asam lambung serta mengonversi menjadi keammonia dan karbondioksida. Efek yang dihasilkan dapat menciptakan lingkungan mikro yang netral dalam dan sekitar lambung. Hal itu bertujuan untuk melindungi H. pylori dari efek asam lambung yang mematikan sehingga H. pylori dapat hidup bebas pada suasana asam. Bakteri ini juga menghasilkan protein yang menghambat asam yang berfungsi untuk beradaptasi dalam pH rendah (Berardi dan Lynda, 2008). Secara umum, ada 3 mekanisme infeksi bakteri H. pylori yang menyebabkan tukak lambung. Pertama, H. pylori menginfeksi bagian bawah lambung antrum. Kedua, setelah infeksi akan terjadi peradangan bakteri yang mengakibatkan peradangan lendir lambung (gastritis), peristiwa ini seringkali terjadi tanpa penampakan gejala (asimptomotik). Ketiga, terjadinya peradangan dapat berimplikasi terjadinya tukak lambung atau usus 12 jari. Hal ini dapat terjadi komplikasi akut, yaitu luka dengan pendarahan dan luka berlubang.



4



Penggunaan obat golongan NSAID nonselektif, misalnya aspirin dapat menyebabkan terjadinya kerusakan mukosa lambung oleh dua mekanisme penting: (a) iritasi langsung atau topikal pada epitel gastrik dan (b) penghambatan sistemik sintesis prostaglandin mukosa endogen. Meskipun cedera awal diawali secara topikal oleh sifat asam dari banyak NSAID, penghambatan sistemik prostaglandin protektif memainkan peran utama dalam perkembangan tukak lambung. Siklooksigenase (COX) adalah enzim pembatas laju dalam konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin dan dihambat oleh NSAID (Dipiro et al., 2009). Pada pasien DU biasanya sekresi asam meningkat dimana sekitar 2/3 kasus tukak lambung akibat dari infeksi H.pylori, sedangkan pasien dengan GU ringan biasanya memiliki tingkat sekresi asam normal atau berkurang dapat terjadi dimana saja diperut, meskipun sebagian besar terletak di lengkung kecil (Lesser curvature) dan mukosa lambung bagian antral.



2.5



PENATALAKSANAKAN Tujuan terapi untuk menangani PUD pada orang dewasa bergantung pada ulkus



berhubungan dengan H. pylori atau dikaitkan dengan NSAID. Tujuan perawatan berbeda tergantung ulkus baru atau berulang/kambuhan dan ada atau tidaknya komplikasi yang terjadi. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan gejala ulkus, menyembuhkan ulkus, mencegah kambuh berulang, dan mengurangi komplikasi ulkus. Tujuan terapi pada pasien dengan ulkus yang disebabkan oleh NSAID adalah menyembuhkan ulkus secepat mungkin. Pasien yang berisiko tinggi terkena ulkus NSAID harus menerima terapi profilaksis atau beralih ke inhibitor COX-2 (jika ada) untuk mengurangi risiko maag dan komplikasi terkait. Bila memungkinkan, rejimen obat dengan biaya paling efektif harus digunakan (Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A., Kradjan, W.A., et al., 2013; Dipiro, J.T., et al. 2008). 1. Terapi Farmakologi Tujuan terapeutik untuk mengobati PUD pada orang dewasa bergantung pada apakah ulkus berhubungan dengan H. pylori atau dikaitkan dengan NSAID. Tujuan perawatan mungkin berbeda tergantung apakah ulkus itu awal atau berulang dan apakah komplikasi telah terjadi. Seluruh terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri akibat ulkus, mengobati ulkus, mencegah kekambuhan dan menurunkan resiko komplikasi akibat peptik ulkus. Tujuan terapi pada pasien ulkus dengan infeksi H.pylori adalah untuk mengeradikasi bakteri H.pylori dan menyembuhkan ulkus. Kesuksesan eradikasi sangat 5



menentukan proses penyembuhan ulkus selanjutnya dan dapat mengurangi resiko kekambuhan sebesar ±10%. Tujuan terapi pada pasien peptik ulkus akibat penggunaan NSAID adalah untuk menyembuhkan ulkus secepat mungkin. Bila memungkinkan, rejimen obat dengan biaya paling efektif harus digunakan (Alldredge et al., 2013). Dalam penatalaksaan PUD, sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk penegakan diagnosa PUD pada pasien yang memperlihatkan alarm sign. Tahapan awal penatalaksanaan PUD berdasarkan lokasi tukak dapat dibagi menjadi penatalaksanaan terhadap Gastric Ulcer (GU) dan Duodenal Ulcer (DU) dapat dilihat pada bagan berikut:



Gambar 2.2. Bagan Penatalaksanaan PUD berdasarkan Lokasi Tukak Pengobatan PUD bertujuan pada penyembuhan tukak dan mengurangi risiko kambuh berulang dan komplikasi terkait. Regimen obat yang mengandung antimikroba seperti klaritromisin, metronidazol, amoksisilin, dan garam bismut dan obat antisecretory (PPI atau H2RA) dapat mengurangi gejala maag, menyembuhkan maag, dan membasmi infeksi H.pylori. PPI lebih dipilh daripada H2RA atau sukralfat untuk penyembuhan ulkus NSAID negatif H. pylori karena mempercepat penyembuhan maag dan memberikan kelegaan gejala yang lebih efektif. Pengobatan dengan PPI harus diperpanjang sampai 8 sampai 12 minggu jika NSAID harus diteruskan. Suatu rejimen pemberantasan H. pylori berbasis PPI dianjurkan pada pasien positif H.pylori dengan ulkus aktif yang juga memakai NSAID. Strategi terapeutik optimal untuk pasien yang berisiko tinggi terhadap kejadian GI terkait NSAID tidak diketahui, namun pasien yang dipilih dapat memanfaatkan penggunaan inhibitor COX-2 dan PPI (Dipiro et al., 2009).



6



Gambar 2.3. Penatalaksanaan Duodenal Ulcer



Gambar 2.4. Penatalaksanaan Gastric Ulcer



7



Terapi Farmakologi PUD yang Tidak Disebabkan oleh H.pylori. Sebuah penelitian sytematic review yang membandingkan terapi menggunakan PPI (omeprazole) vs H2RA (Ranitidine), yang hasilnya terdapat perbedaan signifikan dimana PPI (Omeprazole) memiliki efek yang lebih baik untuk terapi Gastric Ulcer jika dibandingkan dengan H2RA (Ranitidine) (RR 0.32; 95% CI 0.17 to 0.62). Untuk terapi Duodenal Ulcer terdapat perbedaan signifikan dimana PPI (Omeprazole) memiliki efek yang lebih baik jika dibandingkan dengan H2RA (Ranitidine) (RR 0.11; 95% CI 0.01 to 0.89) (Rostom, et al., 2011).



Terapi eradikasi H. pylori



8



a.



Antagonis Reseptor H2 Antagonis Reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung dengan cara berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel pariental lambung. Bila histamin berikatan dengan H2 maka akan dihasilkan asam. Dengan diblokirnya tempat ikatan antara histamin dan reseptor digantikan dengan obat-obat ini, maka asam tidak akan dihasilkan. Efek samping obat golongan ini yaitu diare, sakit kepala, kantuk, lesu, sakit pada otot dan konstipasi (Berardy and Lynda, 2005 dalam Putri, 2010).



b.



PPI (Proton Pump Inhibitor) Mekanisme kerja PPI adalah menghambat pompa proton yang aktif mensekresi asam, yang dimana memblokir kerja enzim KH ATPase yang akan memecah KH ATP akan menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari sel pariental ke dalam lumen lambung. Pada manusia belum terbukti gangguan keamanannya pada pemakaian jangka panjang (Tarigan, 2001 dalam Putri, 2010). Penghambat pompa proton dimetabolisme dihati dan dieliminasi di ginjal. Dengan pengecualian penderita disfungsi hati berat, tanpa penyesuaian dosis pada penyakit liver dan penyakit ginjal. Dosis Omeprazol 20-40 mg/hr, Lansoprazol 15-30 mg/hr, Rabeprazol 20 mg/hr, Pantoprazol 40 mg/hr dan Esomeprazol 20-40 mg/hr. Efek samping obat golongan ini jarang, meliputi sakit kepala, diare, konstipasi, muntah, dan ruam merah pada kulit. Ibu hamil dan menyusui sebaiknya menghindari penggunaan PPI (Lacy dkk, 2008).



c.



Sulkrafat Pada kondisi adanya kerusakan yang disebabkan oleh asam, hidrolisis protein mukosa yang diperantarai oleh pepsin turut berkontribusi terhadap terjadinya erosi dan ulserasi mukosa. Protein ini dapat dihambat oleh polisakarida bersulfat. Selain menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin, sulkrafat juga memiliki efek sitoprotektif tambahan, yakni stimulasi produksi lokal prostagladin dan faktor pertumbuhan epidermal (Parischa dan Hoogerwefh, 2008 dalam Putri 2010). Dosis sulkrafat 1gram 4x sehari atau 2gram 2x sehari. Efek samping yang sering dilaporkan adalah konstipasi, mual dan mulut kering (Berardy dan Lynda, 2005 dalam Putri, 2010).



9



Koloid Bismuth



d.



Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan bersama protein pada dasar tukak dan melindungi terhadap rangsangan pepsin dan asam. Dosis obat 2 x 2 tablet sehari. Efek samping, berwarna kehitaman sehingga timbul keraguan dengan pendarahan (Tarigan, 2001 dalam Putri, 2010). Analog Prostaglandin (Misoprostol)



e.



Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi mukus, sekresi bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa. Biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya tukak gaster pada pasien yang menggunakan NSAID. Dosis 4 x 200 mg atau 2 x 400 mg pagi dan malam hari. Efek samping diare, mual, muntah, dan menimbulkan kontraksi otot uterus sehingga tidak dianjurkan pada wanita yang bakal hamil (Tarigan, 2001 dalam Putri, 2010). Antasida



f.



Penggunaan antasida yakni untuk menghilangkan keluhan nyeri dan obat dispepsia. Mekanisme kerjanya menetralkan asam lambung secara lokal. Preparat yang mengandung magnesium akan menyebabkan diare sedangkan aluminium menyebabkan konstipasi. Kombinasi keduanya saling menghilangkan pengaruh sehingga tidak terjadi diare dan konstipasi. Dosis: 3 x 1 tablet, 4 x 30 cc (3 kali sehari malam dan sebelum tidur). Efek samping diare, berinteraksi dengan obat digitalis, barbiturat, salisilat, dan kinidin (Tarigan, 2001 dalam Putri, 2010).



2.



Terapi Non-Farmakologi 1. Modifikasi gaya hidup termasuk mengurangi stress, karena stres menyebabkan sekresi asam dalam lambung meningkat. 2. Apabila pasien dengan PUD menggunakan NSAID harus dihentikan penggunaanya



(termasuk



aspirin).



Jika



memungkinkan



pasien



dapat



menggunakan terapi alternatif seperti acetaminophen, a non-acetylated salicylate (e.g.,salsalate), atau COX-2 selective inhibitor. 3. Mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok karena dapat mengganggu penyembuhan luka atau ulkus. 4. Menghindari makanan pedas. Makan makanan secara teratur membantu mengurangi konsentrasi asam dalam perut. Sebuah makanan kecil sebelum tidur 10



dapat meredakan rasa sakit yang dialami oleh ulkus peptikum pasien. Pasien juga disaran untuk tidak makan secara berlebihan atau menghindari makanan berat karena isi lambung yang tinggi memicu sekresi asam. 5. Makan makanan dengan kalori rendah. 6. Dianjurkan mempertahankan diet yang tepat dan menghindari makanan atau minuman yang mempengaruhi mukosa lambung seperti kopi, teh, cola, dan alkohol.



11



III.



STUDI KASUS Tn NW MRS (UGD) 20 Agustus 2019, sore hari ini Usia pasien 59 tahun. Riwayat penyakit terdahulu Nyeri bagian kaki dan bengkak, Hiperurisemia,Dislipidemia dengan dengan riwayat pengobatan terdahulu Na Diklofenak, Ziloric, Liptor, Tidak ada riwayat alergi obat. Pada pasien dilakukan pemeriksaan endoskopi atas dan bawah. Pemakian Obat di Rumah Sakit adalah sebagai berikut Pasien Diare selama kurang lebih 2 minggu terakhr, dengan frekuensi diare 3-4 kali perhari. Untuk mengatasi diare tersebut, pasien minum Entrostop. Selain itu, pasien mengeluh perut terasa kembung, fasenya ada darahnya, fasenya tidak mengandung lendir, feses cai, da nada ampasnya.



Hasil Pemeriksaan



Parameter







Keterangan



20/8



21/4



Tekanan Darah (mmHg)



110/70



120/80



Normal



Nadi (kali/Menit)



80



88



Normal



Tempratur (0C)



36,2



36,2



Normal



Laju Pernafasan (kali/Menit)



18



-



Normal



Berikut adalah hasil pemeriksaan laboratorium



Parameter



Nilai Hasil Keterangan Pemeriksaan (14/8)



Nilai Normal



Leukosit



7,5 ± 3,5 (x 109/L)



11,66 (x 109/L)



Tinggi



Eritrosit



4,5-5,5 (x 1012/L)



5,0 (x 1012/L)



Normal



Hemoglobin



13,0-17,5 (g/dL)



14,4 (g/dL)



Normal



Hematokrit



40 - 52 (%)



44,1 (%)



Normal



Platelet



150-400 (x 109/L)



287 (x 109/L)



Normal



LED