Jurnal Praktikum Teknologi Sediaan Farmasi Steril [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

JURNAL PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI STERIL PRAKTIKUM I & II PERSIAPAN PEMBUATAN SEDIAAN OBAT STERIL & STERILISASI ALAT DAN BAHAN



HARI DAN TANGGAL PRAKTIKUM : KAMIS, 24 MARET 2022 KELAS A4B KELOMPOK II NI LUH SASIH (19021055)



NAMA DOSEN



: I Gusti Ngurah Agung Windra Wartana S.Farm.,M.Se.,Apt



ASISTEN DOSEN :



PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL DENPASAR 2022



PRAKTIKUM I PERSIAPAN PEMBUATAN SEDIAAN OBAT STERIL DAN STERILISASI ALAT DAN BAHAN



I.



TUJUAN PRAKTIKUM a. Mahasiswa mampu menjelaskan spesifikasi ruang bersih b. Mahasiswa mampu memperagakan cara mencuci tangn sesuai prosedur yang telah di tentukan c. Mahasiswa mampu memperagakan cara menggunakan cara memakai baju kerja di grey area sesuai prosedur yang berlaku d. Mahasiswa mampu memperagakan cara menggunakan baju kerja di white area sesuai prosedur yang berlaku e. Mahasiswa mampu memperagakan cara menggunakan bio safety cabinet (BSC) yang merupakan area dengan tingkat kebersihan paling tinggi (kelas A latar B)



II.



DASAR TEORI Sterilisasi merupakan tahapan penting yang wajib dilakukan dalam produksi obat – obatan dalam bidang kefarmasian. Bahan dan alat yang digunakan pada produksi obat – obatan harus dalam keadaan steril, dimana bisa dijelaskan bahwa sterilisasi adalah proses penghilangan atau



membunuh



mikroorganisme



(protozoa,



fungi,



bakteri,



mycoplasma, virus) dalam benda/peralatan untuk menjaga peralatan dilaboratorium



tetap



bersih/steril,



serta



mencegah



terjadinya



kontaminasi (Istini, 2020). Sediaan steril memiliki beberapa sifat bentuk takaran yang unik, seperti bebas dari mikroorganisme, pirogen dan bebas dari partikulat serta memiliki standar yang sangat tinggi dalam hal kemurnian dan kualitas. Tujuan utama pembuatan sediaan steril adalah mutlak tidak adanya kontaminasi mikroba. Kontaminasi dapat berasal dari beberapa penyebab yaitu sterilisasi media yang kurang sempurna, lingkungan



kerja dan pelaksanaan cara kerja saat penanaman, eksplan, molekulmolekul atau benda-benda asing berukuran kecil yang jatuh atau masuk ke dalam botol kultur setelah penanaman dan ketika diletakkan di ruangan (Syah, 2016). Sterilisasi dapat dilakukan dengan metode panas basah atau panas kering, radiasi, gas etilen oksida dan dengan filtrasi menggunakan proses pengisian ke wadah akhir yang aseptik. Setiap metode sterilisasi memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing. Sterilisasi dapat berjalan baik bila seorang praktikan sebelumnya telah dibekali dengan pengetahuan mengenai pengenalan alat sehingga pada uji coba ini tujuan sterilisasi dapat tercapai dimana peralatan serta bahan yang disterilisasi tersebut tidak rusak dan juga dapat dengan tepat mengambil keputusan metode sterilisasi yang akan dipakai (Syah, 2016). Istilah sterilisasi yang digunakan pada sediaan-sediaan farmasi berarti penghancuran secara lengkap semua mikroba dan sporasporanya atau penghilangan secara lengkap mikroba dari sediaan. Lima metode yang umum digunakan untuk mensterilkan produk farmasi yaitu sterilisasi uap (lembab panas), sterilisasi panas kering, sterilisasi dengan penyaringan, sterilisasi gas, dan sterilisasi dengan radiasi pengionan. Metode yang diguankan untuk mendapatkan sterilitas pada sediaan farmasi sangat ditentukan oleh sifat sediaan dan zat aktif yang dikandungnya. Walau demukuan, apa pun cara yang digunakan, produk yang dihasilkan harus memenuhi tes sterilitas sebagai bukti dari keefektifan cara, peralatan dan petugas (Ansel, 1989). Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghacuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relatif dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas dasar proyeksi kinetis angka kematian mikroorganisme (Lachman, 2008).



Sterilisasi



menunjukkan



kondisi



yang



memungkinkan



terciptanya kebebasan penuh dari mikroorganisme dengan keterbatasan tertentu sedangkan aseptis menunjukkan proses atau kondisi terkendali di mana tingkat kontaminasi mikroba dikurangi sampai suatu tingkat tertentu dimana mikroorganisme dapat ditiadakan pada suatu produk (Lachman, 2008). Menurut Ansel 2005, istiah sterilisasi digunakan pada sediaan-sediaan farmasiyang berarti penghancuran secara lengkap semua mikroba dan sporasporanya atau penghilangan secara lengkap mikroba dari sediaan (Ansel, 2005) Metode sterilisasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu metode sterilisasi dengan cara panas dan sterilisasi dengan cara dingin. Metode sterilisasi dengan cara panas dibagi menjadi sterilisasi panas kering (menggunakan oven pada suhu 160-1800C selama 30-240 menit), dan sterilisasi panas basah (menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C dengan tekanan 15 psi, selama 15 menit). Metode sterilisasi dengan cara dingin dapat dibagi menjadi dua, yaitu teknik removal/penghilangan bakteri, dan teknik membunuh bakteri. Teknik removal dapat menggunakan metode filtrasi dengan membran filter berpori 0,22µm. Teknik membunuh bakteri dapat menggunakan radiasi (radiasi sinar gama menggunakan isotop radioaktif Cobalt 60) dan gas etilen oksida (dengan dosis 25 KGy). Metode lain untuk membunuh bakteri dengan menggunakan cairan kimia seperti formaldehida, tidak dapat digunakan karena memiliki efek toksik terhadap bahan yang disterilkan (Elisma, 2016).



Titik kritis sterilisasi, selain melakukan prosedur sterilisasi dengan benar, juga memilih metode sterilisasi yang tepat berdasarkan sifat fisika kimia bahan aktif, terutama stabilitas alat/bahan terhadap panas. Alat yang tahan akan pemanasan, misalnya: beaker glass, gelas kimia, erlenmeyer, batang pengaduk, batang pipet, dapat dilakuakn sterilisasi menggunakan cara panas, baik panas basah (autoklaf) ataupun panas kering (oven). Alat yang tidak tahan panas, misalnya tutup pipet, wadah sediaan yang terbuat dari plastik tidak tahan panas,dapat disterilkan dengan menggunakan cara dingin, misalnya dengan dialiri gas etilen oksida



atau



disterilkan



dengan



cara



radiasi.



Apabila



tidak



memungkinkan dilakukan sterilisasi dengan cara tersebut, maka dilakukan desinfeksi dengan cara merendam alat tersebut dalam alkohol 70% selama 24 jam (hal ini belum menjamin sterilitas alat) (Elisma, 2016). Untuk sterilisasi bahan, selain memperhatikan stabilitas bahan terhadap panas, perlu kita perhatikan bentuk bahan. Untuk bahan dengan bentuk serbuk, semisolida, liquid berbasis non air (misalnya cairan berminyak) yang stabil terhadap pemanasan, maka pilihan metode utama untuk sterilisasi adalah menggunakan panas kering (oven). Bila bentuk bahan yang akan disterilisasi adalah likuida berbasis air, maka pilihan utama sterilisasinya adalah menggunakan panas basah (autoklaf) (Elisma, 2016). Bila bahan yang akan disterilisasi adalah cairan dengan pembawa air, maka (Elisma, 2016): 1. Apabila bahan dapat disterilisasi dengan menggunakan autoklaf, dengan suhu 1210C selama 15 menit, maka dipilih metode sterilisasi cara panas kering menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. 2. Bila tidak, maka perlu kita pastikan, apakah bahan tersebut dapat tetap disterilkan dengan autoklaf, akan tetapi kita hitung terlebih dahulu nilai F0. Untuk memperoleh nilai F0 maka kita perlu mengetahui jumlah mikroba yang ada pada sediaan, kemudian



resistensi mikroba yang ada pada bahan. Dengan mengetahui keduanya, kita melakukan sterilisasi menggunakan autoklaf dengan metode bioburden, yaitu berdasarkan jumlah dan resistensi bakteri yang terdapat dalam sediaan sebelum dilakukan sterilisasi.



3. Apabila metode ke-2 tidak dapat dilakukan, karena bahan tidak stabil terhadap panas, maka metode sterilisasi yang dipilih adalah filtrasi, yaitu proses menghilangkan bakteri dengan cara menyaring menggunakan membran filter berukuran 0,22 µm. Biasanya sebelum menggunakan filter dengan ukuran tersebut, terlebih dahulu disaring menggunakan membran filter berukuran 0,45 µm. 4. Apabila cara ke-3 tidak dapat dilakukan, maka proses pembuatan dilakukan dengan metode aseptik, tanpa dilakukan sterilisasi akhir. Apabila bahan berupa serbuk, cairan dengan pembawa non air, semisolida, maka: 1. Apabila bahan tahan terhadap pemanasan, maka metode sterilisasi terpilih adalah cara panas kering, menggunakan oven dengan suhu 1600C selama 2 jam. 2. Apabila tidak bisa dilakukan cara pertama, maka dilakukan sterilisasi menggunakan oven dengan waktu yang dikurangi. 3. Bila cara ke-2 tidak dapat dilakukan, maka dipilih metode radiasi, menggunakan senyawa Cobalt 60 dengan dosis 25 kGy. 4. Bila tidak dapat dilakukan, maka dilakukan dengan metode radiasi, dengan dosis radiasi diturunkan. 5. Apabila metode radiasi tidak dapat dilakukan, maka dilakukan proses sterilisasi filtrasi. 6. Apabila metode sterilisasi filtrasi tidak dapat dilakukan, maka dilakukan dipilih cara aseptik untuk membuat sediaan, tanpa dilakukan sterilisasi akhir.



Menentukan metode sterilisasi yang tepat pada alat dengan cara melihat bentuk alat dan elemen pembentuk alat (Elisma, 2016): a. Bentuk alat (padatan berpori/padat tidak berpori/ cair/ gas). Jarang sekali alat berbentuk cair atau gas, maka pilihan yang mungkin adalah padatan berpori atau tidak berpori. b. Elemen/bahan pembentuk alat, misalnya: besi tahan panas/ gelas tahan panas/ gelas tidak tahan panas/ plastik tahan panas/ plastik tidak tahan panas/ campuran logam dan plastik tidak tahan panas, dll. Menentukan metode sterilisasi yang tepat pada bahan dengan cara melihat bentuk bahan dan stabilitas bahan: a) Bentuk bahan (serbuk/ cair/ gas). b) Hal yang lebih penting adalah data stabilitas terhadap suhu dari bahan tersebut. Dengan demikian, carilah data stabilitas terhadap suhu. A. Sterilisasi panas basah Salah satu metode sterilisasi yang paling banyak digunakan adalah metode sterilisasi panas basah. Alat yang digunakan adalah Autoklaf (Elisma, 2016). 1. Alat-alat yang akan disterilisasi menggunakan metode panas basah yaitu erlenmeyer di cuci dengan bersih dan dikeringkan. 2. Lubang yang terdapat dalam erlenmeyer di tutup dengan kapas steril dan dibungkus menggunakan kertas perkamen sebanyak 2 lapis. 3. Erlenmeyer yang telah dibungkus dimasukkan dan ditata kedalam keranjang autoklaf. 4. Ditekan tombol ON pada autoklaf, ditunggu sampai alat siap digunakan. 5. Dibuka pintu autoklaf dengan menggeser kunci kesebelah kanan.



6. Dikontrol air yang ada di dalam chamber autoklaf, bila kurang ditambahkan air dengan aqua DM sampai tanda batas. 7. Dimasukkan keranjang autoklaf yang berisi alat yang akan disterilkan. 8. Ditutup autoklaf dan digeser kunci kesebelah kiri. 9. Ditekan tombol start pada autoklaf yang sebelumnya telah di set waktu dan temperaturnya yaitu 121oC selama 20 menit. 10. Setelah 20 menit dibuka buangan gas sampai bunyi yang ada didalam autoklaf tidak terdengar lagi dan ditunggu sampai suhu mencapai 70oC. 11. Setelah mencapai 70oC dibuka kunci autoklaf dengan menggesernya ke kanan. 12. Lalu keranjang yang ada didalam autoklaf dikeluarkan dari chamber. 13. Alat yang telah disetrilisasi dimasukkan ke dalam box isolator steril. 14. Lalu dimasukkan ke dalam lemari penyimpanan steril. B. Sterilisasi panas kering Sterilisasi alat, bahan dan sediaan menggunakan metode panas kering. Dalam metode ini alat yang digunakan adalah Oven. Sebelum digunakan untuk sterilisasi, sterilisator (oven) yang digunakan haruslah telah divalidasi dan dikualifikasi (Elisma, 2016). Jenis sterilisasi dan fungsinya dapat dilakukan baik dengan metode fisika maupun kimia yaitu (Tille, 2017): a. Sterilisasi dengan metode fisika dapat dilakukan dengan cara: 1. Pemanasan a. Pemanasan kering 1) Pemijaran



Metode ini dengan memanaskan alat biasanya berupa ose di atas api bunsen sampai ujung ose memijar.



Gambar 1. Pemijaran ose 2) Pembakaran Pembakaran dilakukan untuk alat-alat dari bahan logam atau kaca dengan cara dilewatkan di atas api bunsen namun tidak sampai memijar. Misalkan: a) melewatkan mulut tabung yang berisi kultur bakteri di atas api Bunsen; b) memanaskan kaca objek di atas api busnen sebelum digunakan; c) memanaskan pinset sebelum digunakan untuk meletakkan disk antibiotic pada cawan petri yang telah ditanam bakteri untuk pemeriksaan uji kepekaan antibiotik. 3) Hot air oven Sterilisasi dengan metode ini digunakan untuk benda-benda



dari



kaca/gelas,



petri,



tabung



Erlenmeyer, tidak boleh bahan yang terbuat dari karet atau plastic. Oven Suhu 160-1800C selama 1.53 jam. Alat-alat tersebut terlebih dahulu dibungkus menggunakan kertas sebelum dilakukan sterilisasi.



Gambar 2. Hot air oven 4) Insinerator Bahan-bahan infeksius seperti jarum bekas suntikan yang ditampung dalam safety box biohazard, darah, dilakukan



sterilisasi



dengan



menggunakan



insinerator. Hasil pemanasan dengan suhu 87009800 C akan menghasilkan polutan berupa asap atau debu. Hal ini yang menjadi kelemahan dari sterilisasi dengan metode insenerasi. Namun, metode ini dapat meyakinkan bahwa bahan infeksius dapat dieliminasi dengan baik yang tidak dapat dilakukan dengan metode lainnya. b. Pemanasan basah Merupakan pemanasan dengan tekanan tinggi, contohnya adalah dengan menggunakan autoklav. Sterilisasi dengan metode ini dapat digunakan untuk sterilisasi biohazard (bakteri limbah hasil praktikum) dan alat-alat yang tahan terhadap panas (bluetip, mikropipet), pembuatan media, dan sterilisasi cairan. Pemanasan yang digunakan pada suhu 1210C



selama



15



menit.



menggunakan (Tille, 2017): 1) Autoklaf manual



Pemanasan



basah



dapat



Metode ini menggunakan ketinggiian air harus tetap tersedia di dalam autoklaf. Sterilisasi menggunakan autoklaf manual tidak dapat ditinggal dalam waktu lama. Autoklaf manual setelah suhu mencapai 1210C setelah 15 menit, jika tidak dimatikan maka suhu akan terus naik, air dapat habis, dan dapat meledak. 2) Autoklaf digital/otomatis Alat ini dapat diatur dengan suhu mencapai 1210C selama 15 menit. Setelah suhu tercapai, maka suhu akan otomastis turun sampai mencapai 500C dan tetap stabil pada suhu tersebut. Jika digunakan untuk sterilisasi media, suhu ini sesuai karena untuk emmbuat media diperlukan suhu 50-700 C.



Gambar 3. Autoklaf manual dan otomatis 2. Radiasi Radiasi ionisasi digunakan untuk mensterilkan alat-alat berupa bahan plastic seperti kateter, plastic spuit injeksi, atau sarung tangan sebelum digunakan. Contoh radiasi ionisasi adalah metode



pada



penggunaan



microwave



yaitu



dengan



menggunakan panjang gelombang pendek dan sinar gamma high energy.



3. Filtrasi (penyaringan) Metode ini digunakan untuk sterilisasi bahan-bahan yang sensitive terhadap panas seperti radioisotope, kimia toksik. 1) Filtarsi berupa cairan dengan menggunakan prinsip melewatkan larutan pada membran selulosa asetat atau selulosa nitrat. 2) Filtarsi berupa udara dengan menggunakan high-efficiency particulate air (HEPA) untuk menyaring organisme dengan ukuran lebih besar dari 0.3 µm dari ruang biology savety cabinet (BSCs) b. Sterilisasi dengan metode kimiawi 1. Uap formaldehide atau hydrogen peroksida digunakan untuk sterilisasi filter HEPA pada BSCs. 2. Glutaraldehyde bersifat sporisidal, yaitu membunuh spora bakteri dalam waktu 3-10 jam pada peralatan medis karena tidak merusak lensa, karet, dan logam, contohnya adalah alat untuk bronkoskopi (Tille, 2017).



Pembuatan sediaan obat steril harus dilakukan di ruang bersih. Ruang bersih untuk proses pembuatan obat steril adalah ruang kelas A, B, C, dan D yang disebut dengan white area. Untuk produk steril dengan sterilisasi akhir, maka pembuatan sediaan dapat dilakukan pada white area kelas C, sedangkan untuk produk steril tanpa sterilisasi akhir (dibuat dengan teknik aseptik), maka pembuatan sediaan harus dilakukan pada white area kelas A background B. Untuk produksi sediaan non-steril dapat dilakukan di grey area. Ruang bersih adalah ruangan dengan keadaan terkontrol yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai ruang pembuatan sediaan obat steril (Badan POM RI, 2013). Untuk pembuatan sediaan steril, dilakukan pada ruang kelas A, B, C, dan D (white area). Untuk pembuatan sediaan obat non steril dilakukan pada kelas E (grey area) yang spesifikasi kebersihan ruangannya tidak seketat ruang bersih untuk pembuatan sediaan obat steril.



Kriteria penggunaan ruang bersih berdasarkan CPOB 2012 dapat dipelajari pada tabel 1.1 berikut Tabel 1.1 Penjelasan Ruang Bersih SPESIFIKASI



Penjelasan / Peruntukan



RUANGAN BERSIH Kelas A



Zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misalnya zona pengisian, wadah tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptis. Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) di tempat kerja. Sistem udara laminar hendaklah mengalirkan udara dengan kecepatan merata berkisar 0,36 – 0,54 m/detik (nilai acuan) pada posisi kerja dalam ruang bersih terbuka. Keadaan laminar yang selalu terjaga hendaklah dibuktikan dan divalidasi. Aliran udara searah berkecepatan lebih rendah dapat digunakan pada isolator tertutup dan kotak bersarung tangan.



Kelas B



Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptis, Kelas ini adalah lingkungan latar belakang untuk zona Kelas A.



Kelas C dan D



Area bersih untuk melakukan tahap proses pembuatan dengan risiko lebih rendah.



Paparan pada Tabel 1.2. berikut akan membantu meningkatkan pemahaman mengenai ruang bersih untuk tiap proses pembuatan obat steril



Tabel 1.2 Klasifikasi Penggunaan Ruangan Bersih Untuk Produksi Sediaan Obat Steril



Kondisi Sterilisasi



Operasional



Ruang Bersih



Produk yang di



Penyiapan larutan,



Kelas C Dapat



sterilisasi akhir



salep, krim, suspensi,



dilakukan pada kelas



emulsi steril



D bila telah dilakukan usaha untuk mengurangi kontaminasi, misalnya dengan saluran yang secara keseluruhan tertutup (closed vessel)



Pengisian larutan ke



Kelas A dengan



dalam wadah sediaan



lingkungan C sebagai



(filling) LVP dan SVP



background (grade A background C)



Produk yang dibuat



Penyiapan bahan awal



Kelas A dengan ruang



dengan teknik aseptik



dan larutan, suspensi,



B sebagai latar



emulsi, salep dan krim



belakang (Grade A



steril



background B) Bila dilakukan filtrasi steril sebelum ditutup, maka boleh dengan latar belakang ruang kelas C



Penyiapan untuk



Kelas A dengan latar



filling LVP dan SVP



belakang kelas B (Grade A background B)



Dengan mencermati isi tabel 1.2 diatas, maka dapat mengetahui spesifikasi ruang bersih dalam pembuatan sediaan obat steril. Dengan demikian, diharapkan dapat menempatkan diri dengan baik sesuai spesifikai ruang bersih tersebut ketika melakukan persiapan pembuatan sediaan obat steril. (Badan POM RI, 2013): Kelas bersih, secara umum dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu daerah putih (white area) atau kelas A, B, C dan D; daerah abu (grey area) atau kelas E; dan daerah hitam (black area) atau kelas F. Semakin ke arah daerah putih, maka daerah tersebut semakin terkontrol atau semakin tinggi tingkat kebersihannya. Produksi sediaan obat steril dilakukan pada white area, sementara grey area digunakan untuk perlakuan terhadap sediaan yang telah berada dalam wadah primer sehingga tidak ada kontak langsung sediaan dengan lingkungan luar. Black area adalah area yang tidak terkontrol kebersihannya artinya tidak ditetapkan jumlah minimal partikel viable maupun non viable yang ada pada ruangan tersebut. Dengan demikian, memiliki resiko kontaminasi yang cukup tinggi, dan tidak digunakan untuk proses pembuatan obat, melainkan sebagai area ganti personel saja. Grey area juga digunakan untuk memproses sediaan yang sudah tertutup rapat, misalnya untuk kegiatan: •



Sterilisasi akhir (proses sterilisasi ketika sediaan obat sudah dicapping /sudah dalam keadaan tertutup rapat).







Pengemasan sediaan dalam kemasan primer ke kemasan sekunder. Pemahaman terhadap spesifikasi ruangan bersih menjadi dasar untuk langkah berikutnya



dalam persiapan pembuatan sediaan obat steril, yaitu mencuci tangan dan menggunakan baju kerja. (Badan POM RI, 2013): Proses pembuatan sediaan steril mewajibkan personelnya untuk menggunakan baju kerja khusus. Sebelum menggunakan baju kerja, personel harus menanggalkan baju ruang dan mengganti dengan baju kerja, menyimpan asesoris yang menempel pada tubuh termasuk jam tangan, cincin, gelang, kalung dan make up. Sebelum menggunakan baju kerja,



personel diwajibkan untuk mencuci tangan dengan prosedur yang tepat. (Badan POM RI, 2013): Penggunaan baju kerja disesuaikan dengan tingkat risiko kontaminasi produk. Untuk produk dengan jaminan sterilitas yang tinggi, maka baju kerja yang digunakan lebih ketat menutupi permukaan kulit personel, hal ini untuk mencegah kontaminasi produk oleh personel. Untuk baju kerja grey area, yang perlu dipersiapkan adalah penutup rambut, kaca mata pelindung, baju steril grey area, celana, shoe cover (penutup sepatu). Untuk penggunaan baju steril white area yang perlu disiapkan adalah baju overall steril, kaca mata pelindung, masker, sarung tangan, shoe cover untuk white area. Setiap langkah harus disertai dengan desinfeksi tangan menggunakan alcohol 70%.(Badan POM RI, 2013): Sebelum bekerja menggunakan Bio Safety Cabinet (BSC), personel harus mendapatkan pelatihan terlebih dahulu. Sebelum dan sesudah menggunakan BSC, ruang A harus didesinfeksi terlebih dahulu menggunakan sinar UV. Setelah sinar UV dipaparkan ke permukaan ruang ruang A selama 1 jam, personel boleh membuka jendela BSC dan melakukan desinfeksi lagi menggunakan alkohol 70%. Langkah selanjutnya adalah memasukkan semua peralatan dan bahan ke dalam ruang A, dengan terlebih dahulu telah didesinfeksi. Dalam meletakkan alat dan bahan, yang perlu diperhatikan antara lain: tidak boleh meletakkan di grill, karena akan dapat mengganggu aliran udara linier, tidak diperbolehkan menyalakan api di dalam ruang A karena juga dapat mengganggu aliran udara laminar. Tempat kerja hendaknya dibagi menjadi tiga, yaitu: area bersih, area kerja dan area kotor. Hal ini bertujuan mengurangi bioburden pada sediaan steril. Personel harus menguasai teknik-teknik pembuatan sediaan dan mengetahui teknik pembuatan sediaan dengan teknik aseptik secara mendalamm. (Badan POM RI, 2013): Sebelum menggunakan baju kerja, prosedur pertama yang harus dilakukan adalah mencuci tangan. Bahkan ada beberapa perusahaan farmasi yang mewajibkan personel di ruang produksi steril untuk mandi terlebih



dahulu. Berkaitan dengan hal itu, Anda akan dipandu untuk mempraktekkan langkah demi langkah cara mencuci tangan sehingga Anda siap menggunakan baju kerja steril. (Badan POM RI, 2013): Tiap personel yang masuk ke area pembuatan obat hendaklah menggunakan sarana mencuci tangan dan mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi sesuai prosedur mencuci tangan sebelum menggunakan baju kerja untuk area bersih (Badan POM RI, 2013). Cuci tangan secara menyeluruh di sarana cuci tangan yang disediakan dengan menggunakan sabun cair yang disediakan. Gunakan sikat yang disediakan bila sela-sela kuku kotor. Sikat sela-sela kuku sampai bersih. Kuku harus pendek pada waktu cuci tangan. Perhatikan instruksi dalam bentuk gambar di bawah ini untuk mempraktekkan prosedur tersebut. (Badan POM RI, 2013):



III.



ALAT DAN BAHAN



3.1 Alat dan Bahan Prosedur Mencuci Tangan a. Alat 1. Tempat cuci tangan berikut kran air. 2. Tissue atau handuk bersih atau alat pengering tangan. 3. Sikat kuku tangan. 4. Lap yang tidak melepaskan partikel. 5. Alat-alat gelas untuk peraga. b. Bahan 1. Cairan desinfektan, misal: Alkohol 70% atau Isopropilalkohol. 2. Sabun cair dalam wadah. 3.2 Alat dan Bahan Prosedur Menggunakan Baju Kerja Pada Ruang Bersih Greyarea a. Alat 1. Baju Kerja 2. Masker 3. Sarung tangan 13 b. Bahan 1. Alkohol 70% 2. Lysol 3.3 Alat dan Bahan Prosedur Menggunakan Biosafety Cabinet(Bsc) a. Alat 1. Bio Safety Cabinet (BSC) b. Bahan 1. Lysol



3.4 Alat dan Bahan Prosedur Melakukan Sterilisasi Dengan Metode Panas Basah a. Alat 1. Autoklaf b. Bahan 1. Bahan-bahan praktikum yang akan disterilisasi 3.5 Alat dan Bahan Pembuatan Air Bebas Pirogen a. Alat 1. Erlenmeyer 2. Kaca Arloji 3. Batang Pengaduk 4. Termometer 5. Kertas Saring 6. Box Isolator Steril 7. Kertas Perkamen b. Bahan 1. 1.500 air piro injeksi 2. Carbo adsorbens



IV.



PROSEDUR PRAKTIKUM 4.1 Prosedur Mencuci Tangan Tiap personel yang masuk ke area pembuatan obat hendaklah menggunakan sarana mencuci tangan dan mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi sesuai prosedur mencuci tangan sebelum menggunakan baju kerja untuk area bersih



Cuci tangan secara menyeluruh di sarana cuci tangan yang disediakan dengan menggunakan sabun cair yang disediakan



Gunakan sikat yang disediakan bila sela-sela kuku kotor



Sikat sela-sela kuku sampai bersih



4.2 Prosedur Menggunakan Baju Kerja Pada Ruang Bersih Greyarea Untuk produksi sediaan steril, tiap personel yang bekerja di Kelas A/B harus menggunakan pakaian kerja steril (disterilkan atai disanitasi dengan memadai) dan hendaknya disediakan untuk tiap sesi kerja



Dalam proses pembuatan obat steril, sarung tangan harus secara rutin dilakukan disinfeksi selama bekerja, menggunakan alkohol 70%, biasanya isopropyl alkohol (IPA)



Masker dan sarung tangan hendaklah diganti paling sedikit tiap sesi kerja



Arloji, kosmetika dan perhiasan hendaklah tidak dipakai di area bersih



4.3 Prosedur Menggunakan Biosafety Cabinet (BSC) a. Sebelum Menggunakan BSC Matikan lampu UV (bila menyala



Hidupkan BSC dengan menekan tombol ON hingga terdengar bunyi dari alat (tekan terus hingga terdengar bunyi)



Hidupkan lampu fluorescent dan blower



Biarkan cabinet selama 5 menit tanpa aktivitas



Buka kaca hingga tanda (alarm akan berbunyi bila setting kaca belum sesuai)



Bersihkan permukaan tempat kerja dengan cairan desinfektan yang sesuai seperti 70% isopropyl alkohol



Bersihkan semua item dengan cairan desinfektan sebelum memasukkannya ke dalam cabinet



Letakkan semua alat dalam cabinet minimal 10 cm dari kaca



Jangan meletakkan alat diatas grill (penyedot udara) karena akan mengganggu aliran udara dalam cabinet



b. Selama Proses Kerja



Bagi cabinet menjadi tiga area, area bersih, area kerja, dan area kotor



Pergerakan tangan dan lengan dalam cabinet



Ikuti prosedur kerja secara aseptic



c. Setelah Proses Kerja Semprot alat yang akan digunakan lagi dengan cairan desinfektan dan bersihkan dengan lap



Letakkan semua alat yang terkontaminasi dalam wadah untuk pembuangan



Buang sarung tangan yang digunakan, cuci tangan, dan gunakan yang baru



Keluarkan alat yang telat digunakan dari dalam cabinet



Desinfeksi interior cabinet dan lap permukaan lampu UV. Matikan lampu fluorescent dan blower



Tutup kaca cabinet dan nyalakan lampu UV. Biarkan selama 60 menit



4.4 Prosedur Melakukan Sterilisasi Dengan Metode Panas Basah 1.4.1 Prosedur Sterilisasi Menggunakan Autoklaf Alat-alat yang akan disterilisasi menggunakan metode panas basah yaitu erlenmeyer di cuci dengan bersih dan dikeringkan



Lubang yang terdapat dalam erlenmeyer di tutup dengan kapas steril dan dibungkus menggunakan kertas perkamen sebanyak 2 lapis



Erlenmeyer yang telah dibungkus dimasukkan dan ditata kedalam keranjang autoklaf



Ditekan tombol ON pada autoklaf, ditunggu sampai alat siap digunakan.



Dibuka pintu autoklaf dengan menggeser kunci kesebelah kanan



Dikontrol air yang ada di dalam chamber autoklaf, bila kurang ditambahkan air dengan aqua DM sampai tanda batas



Dimasukkan keranjang autoklaf yang berisi alat yang akan disterilkan



Ditutup autoklaf dan digeser kunci kesebelah kiri



Ditekan tombol start pada autoklaf yang sebelumnya telah di set waktu dan temperaturnya yaitu 121oC selama 20 menit



Setelah 20 menit dibuka buangan gas sampai bunyi yang ada didalam autoklaf tidak terdengar lagi dan ditunggu sampai suhu mencapai 70oC



Setelah mencapai 70oC dibuka kunci autoklaf dengan menggesernya kekanan



Lalu keranjang yang ada didalam autoklaf dikeluarkan dari chamber



Alat yang telah disetrilisasi dimasukkan ke dalam box isolator steril



Lalu dimasukkan ke dalam lemari penyimpanan steril



4.5 Prosedur Pembuatan Air Bebas Pirogen Membuat air bebas pirogen dengan cara memindahkan 1500 ml air pro injeksi ke dalam erlenmeyer 2 L.



Kemudian tambahkan 1,5 g Carbo adsorbens lalu tutup dengan kaca arloji, sisipi dengan batang pengaduk.



Panaskan pada suhu 60-70C selama 15 menit (gunakan termometer).



Saring larutan dengan kertas saring rangkap 2.



Lalu disterilisasi membran melalui kolom G3 dengan membran filter 0,22 µm.



V.



HASIL PRAKTIKUM Hasil praktikum dipantau dari lembar penilaian instruktur praktikum



sebagai berikut : Pelaksanaan oleh mahasiswa Kegiatan



No. Cuci Tangan Steril 1



Membuka pembungkus pembersih kuku



2



Arah mencuci tangan



3



Menggunakan sabun antiseptik



4



Membersihkan kuku



5



Membersihkan sela-sela jari



6



Membersihkan punggung tangan



7



Membersihkan telapak tangan



8



Membersihkan lengan hingga siku



9



Melakukan pembilasan dengan arah yang Benar



Dilak



Tidak



Kuran g



sanaka



dilaksanaka



tepat



n (2)



n (0)



(1)



10



Urutan pembilasan tangan



11



Posisi siku terhadap jari



12



Mengeringkan tangan



13



Mengatur kembali lengan baju



Menggunakan baju kerja steril untuk Grey Area 1



Menggunakan penutup rambut



2



Menanggalkan asesoris dan kosmetik



3



Melakukan sanitasi



4



Menggunakan baju steril bagian atas



5



Menggunakan baju steril bagian bawah (dispensasi)



6



Menggunakan sepatu khusus



7



Menggunakan shoe cover



8



Melakukan pembilasan tangan



9



Menggunakan sarung tangan



10



Mendesinfeksi tangan



11



Menggunakan kaca mata pengaman



Menggunakan baju kerja steril untuk White Area 1



Memasuki ruang ganti dengan benar



2



Membuang pembungkus



3



Desinfeksi



4



Mengatur perlengkapan



5



Desinfeksi



6



Menggunakan sarung kepala



7



Desinfeksi



8



Menggunakan masker



9



Desinfeksi



10



Menggunakan coverall dengan baik



11



Desinfeksi



12



Menggunakan sepatu khusus dengan cara yang benar



13



Desinfeksi



14



Menggunakan kaca mata dengan baik



15



Desinfeksi



16



Menggunakan sarung tangan dengan cara yang benar



17



Desinfeksi



18



Memasuki ruang white area dengan cara yang benar



Menggunakan Bio Safety Cabinet (BSC) 1



Mematikan lampu UV



2



Menghidupkan BSC dengan cara yang benar



3



Menghidupkan lampu fluorescent dan blower



4



Membiarkan cabinet selama 5 menit



5



Membuka kaca hingga tanda



6



Membersihkan permukaan tempat kerja dengan cara yang benar



7



Membersihkan semua alat



8



Memasukkan alat dengan cara yang benar



9



Membagi area kerja



10



Melakukan pergerakan tangan dan lengan dengan benar



11



Melakukan pekerjaan dengan teknik aseptik



yang baik 12



Setelah selesai, melakukan desinfeksi alat



13



Meletakkan alat yang terkontaminasi dalam wadah pembuangan



14



Mengeluarkan alat dengan benar



15



Desinfeksi cabinet



16



Mematikan lampu dan blower



17



Menutup kaca cabinet



18



Menutup kaca dan menyalakan lampu UV selama 1 jam



Jumlah nilai







0



Total nilai Kesimpulan



Lulus : Tidak lulus :



Mahasiswa yang tidak lulus dalam praktikum ini perlu melakukan pengulangan praktikum.







DAFTAR PUSTAKA



Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Pernebit : UI. Jakarta. Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah Farida Ibrahim. Pernebit : UI. Jakarta. BPOM RI. 2013. Laporan Tahunan 2013 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta: Badan POM RI Elisma, S. 2016. Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Istini. 2020. Pemanfaatan Plastik Polipropilen Standing Pouch Sebagai Salah Satu Kemasan Sterilisasi Peralatan Laboratorium. Indonesian Journal Of Laboratory. Volume 2 Nomor 3. Lachman L., Lieberman and Herbert A. 2008. Pharmaceutical Dosage Form : Tablets. Pharmaceutical press. New York. Syah, I. S. K. 2016. Penentuan Tingkatan Jaminan Sterilitas Pada Autoklaf Dengan Indikator Biologi Spore Strip. Farmaka. Volume 14 nomor 1. Tille, P. M. 2017. Bailey & Scott’s Diagnostic Microbiology. In Basic Medical Microbiology (fourteenth, p. 45). St. Louis Missouri: Elsevier.