Jurnal Widyandari Bulan Oktober Tahun 2014 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pengantar Redaksi



IKIP PGRI Bali merupakan salah satu institusi yang berkonsentrasi pada ilmu pendidikan. Dinamika ilmu pendidikan amatlah pesat. Oleh karena itu diperlukan wadah untuk menghimpun dan mempublikasikan perkembangan ilmu pendidikan itu. Berdasarkan kesadaran dan komitmen civitas akademika, IKIP PGRI Bali berhasil mewujudkan idealisme ilmiahnya melalui jurnal pendidikan Widyadari yang terbit dua kali dalam setahun, yakni bulan April dan Oktober. Apa yang ada ditangan pembaca yang budiman saat ini merupakan jurnal pendidikan Widyadari Nomor 16 Tahun X Oktober 2014. Jurnal pendidikan Widyadari ini memiliki makna tersendiri. Penerbitan edisi ini disebarkan baik secara internal di kampus IKIP PGRI Bali, dan juga disebarkan pada alumni beserta komunitas akademik yang lebih luas. Jurnal Pendidikan Widyadari kali ini memuat tiga belas artikel ilmiah dari dosen di lingkungan IKIP PGRI Bali dan alumi IKIP PGRI Bali. Adanya sumbangan dari alumni kampus IKIP PGRI Bali diharapkan memperluas cakrawala ilmiah komunitas akademik. Semoga penerbitan Jurnal Pendididkan Widyadari ini menjadi wahana yang baik untuk membangun atmosfer akademik. Akhirnya, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran dari pembaca diharapkan dapat memperbaiki terbitan edisi selanjutnya.



Redaksi



i



DAFTAR ISI Pengantar Redaksi .........................................................................................



i



Daftar Isi



ii



.....................................................................................................



Pengaruh Perhatian Orang Tua Dan Kebiasaan Belajar Terhadap Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar Tahun Ajaran 2013/2014. I Ketut Westra, S.Pd.,M.Pd.……………………………………………….. 1 Pengaruh Metode Humor Terhadap Hasil Belajar Biologi I Nengah Suka Widana dan Ni Kadek Mita Pratiwi…………………………… 11 Meningkatkan Aktivitas Dan Prestasi Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Dengan Pendekatan Jas Pada Mata Pelajaran Biologi I Wayan Sucipta………………………………………………………………... 22 Kepengawasan Pendidikan Kejuruan dalam Perspektif Budaya Organisasi dan Manajemen Strategic. I Nyoman Rana………………………………………………………………... 33 Metode Outbound Untuk Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar Siswa Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu Tahun Pelajaran 2013/2014. Kadek Suhardita……………………………………………………………….. 45 Efektivitas Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP Pgri Bali Tahun Akademik 2014/2015 I Gede Tresna,S.Pd.,M.Pd……………………………………………………… 59 Pengaruh Akuntansi Konservatisma Terhadap Return Saham Putu Diah Asrida……………………………………………………………….. 69 Implementing Cooperative Learning Model Type Numbered Head Together (NHT) to Improve Activities and Learning Outcomes of Math of Ninth Year (IX A) Student Semester 2 at SMP Negeri 1 Mengwi in academic year 2013/2014. I Made Artamayasa, S.Pd. …………………………………………………….. 80 Meningkatkan Kemampuan Menulis Naskah Drama Melalui Model Pembelajaran CIRC Siswa Kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi Tahun Pelajaran 2014/2015 Oleh Ni Gusti Ayu Made Supradnyani, S.Pd. ………………………………………. 87



Orientasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Bali: Penguatan Peran Sastra (Paribasa Bali) Bagi Siswa Sekolah Menegah Atas I Nyoman Sadwika …………………………………………………………….. 93



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



PENGARUH PERHATIAN ORANG TUA DAN KEBIASAAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS VIII SMP GANESHA DENPASAR TAHUN AJARAN 2013/2014 Oleh: I Ketut Westra, S.Pd, M.Pd ABSTRAK Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perhatian orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun ajaran 2013/2014 baik secara parsial maupun secara bersama-sama. Populasi dalam penelitian ini sejumlah 343 siswa. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan tehnik Cochran sejumlah 181 siswa. Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode kuisioner dan pencatatan dokumen, selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan analisis product moment dan analisis regresi dua prediktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) ada pengaruh perhatian orang tua terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun ajaran 2013/2014, 2) ada pengaruh kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun ajaran 2013/2014, dan 3) ada pengaruh perhatian orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar Tahun Ajaran 2013/2014”. Kata kunci: perhatian orang tua, kebiasaan belajar, dan prestasi belajar IPS ABSTRACT This research aims to investigate the effect of the attention of parents and study habit toward IPS learning achievement of eight grade students of SMP Ganesha Denpasar in academic year 2013/2014 both partially and simultaneously. Population in this research were 343 students. Sample was taken using Cochran technique which were 181 students. Data that used in this research collected by questionairre method and documentation, thus were analyzed using product moment and two predictor regression. The results of this research show that: 1) there is an effect of the attention of parents toward IPS learning achievement of eight grade students of SMP Ganesha Denpasar in academic year 2013/2014, 2) there is an effect of the study habit toward IPS learning achievement of eight grade students of SMP Ganesha Denpasar in academic year 2013/2014, and there is an effect of the attention of parents and study habit toward IPS learning achievement of eight grade students of SMP Ganesha Denpasar in academic year 2013/2014. Keywords: the attention of parents, study habit, and IPS learning achievement



1



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



I. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu hal yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan kelangsungan hidup manusia. Pendidikan bukan lagi menjadi sebuah keharusan dalam kehidupan manusia, melainkan menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Hakikat pendidikan yang bertujuan untuk memberikan perubahan baik secara pemikiran, sikap, mental dan tingkah laku dirasa mampu menjadi bekal utama bagi individu untuk memenuhi segala kebutuhan dan menghadapi permasalahan-permasalahan yang muncul di sekitarnya. Keberhasilan dunia pendi-dikan dapat ditandai dengan bukti bahwa terjadinya perkembangan kebudayaan dalam masyarakat yang merambah ke dalam peningkatan kemampuan manusia dalam menghadapi perubahan zaman. Tujuan utama dalam pendidikan itu sendiri adalah memaksimalkan kemampuan yang ada dalam setiap individu, tetapi secara lebih jelas hal ini dapat dilihat melalui prestasi belajar yang diperoleh melalui proses pendidikan. Individu yang telah masuk ke dalam dunia pendidikan formal akan melalui tahap evaluasi pembelajaran yang nantinya akan menghasilkan sebuah indeks prestasi. Individu merupakan titik pusat proses pendidikan yang mempunyai peranan sangat penting. Dalam diri manusia atau individu tersebut terdapat berbagai macam faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan yang dapat dilihat dari prestasi belajar yang diperolehnya. Prestasi belajar yang bagus tentunya didukung oleh faktor intern individu yang bagus dan juga faktor ekstern yang memadai. Jika dipandang secara umum, baik dari faktor intern maupun ekstern ada beberapa variabel yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain kompetensi siswa, kecakapan guru dalam mengajar, kecerdasan intelektual siswa, disiplin belajar, lingkungan belajar, minat serta kebiasaan belajar siswa dan lain-lain. Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar itu sendiri, karena belajar merupakan suatu proses , sedangkan prestasi belajar adalah hasil dari proses pembelajaran tersebut. Bagi seorang siswa belajar merupakan sebuah kewajiban yang harus ia kerjakan dalam tujuannya memperoleh ilmu. Keberhasilan seorang siswa dapat diindikasikan melalui bagaimana proses belajar yang ia alami dalam pendidikannya. Disadari atau tidak, setiap individu tentu pernah melakukan aktivitas belajar, karena aktivitas belajar tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang mulai sejak lahir sampai mencapai umur tua. Belajar adalah suatu proses psikis yang berlangsung dalam interaksi antara subjek dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan kebiasaan yang bersifat relatif, baik melalui pengalaman, latihan maupun praktek. Prestasi belajar atau hasil belajar adalah tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran dimana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol (Dimyati dan Mujiono, 1999 : 200).



2



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Berhasil tidaknya kegiatan belajar dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan akan tergantung pada faktor dan kondisi yang mempengaruhinya. Secara umum disebutkan “Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor intern dan faktor ekstern.Faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu yang sedang belajar (Slameto, 2013 : 56). Prestasi belajar merupakan suatu hal yang sangat penting dalam perubahan proses belajar. Siswa sebagai pelajar merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Berhasil tidaknya bagi diri siswa akan tampak pada perubahan yang terjadi pada diri siswa. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam proses pembelajaran yang berpusat pada individu, tentunya dapat kita telaah dari dua faktor, salah satunya faktor intern individu tersebut atau dalam hal ini adalah siswa. Faktor intern berupa kecerdasan yang ada dalam siswa dapat menjadi tolak ukur awal bagi prestasi belajar yang akan dicapai. Kecerdasan siswa tidak begitu saja muncul secara alamiah melainkan juga berkembang atas faktor-faktor yang mempengaruhinya. Individu yang lahir dalam sebuah lingkungan keluarga, secara otomatis perkembangannya akan dipengaruhi oleh kondisi atau situasi dari keluarga tersebut. Terlebih lagi, keluarga merupakan tempat sosialisasi primer dan pertama bagi seorang manusia. Berbicara tentang keluarga maka akan identik dengan orang tua. Orang tua yang memiliki peranan sentral dalam mendampingi tumbuh kembang anak. Ketika proses pembelajaran atau pendidikan dilalui oleh individu maka faktor orang tua menjadi sangat penting, selain harus memberikan sarana dan prasarana bagi pendidikannya, perhatian dan motivasi orang tua juga merupakan faktor yang dibutuhkan individu dalam mencapai hasil belajar yang maksimal. Perhatian orang tua dapat diwujudkan dalam suatu proses pemberian bantuan kepada individu agar dapat memilih, menyiapkan, menyesuaikan dan menetapkan dirinya dalam kegiatan belajar sesuai dengan kemampuan individu tersebut. Perhatian orang tua dapat memberikan dorongan dan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan tekun mengingat anak memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik untuk belajar. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak, karena dengan merekalah anak-anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga” (Supriyadi, 2013: 140). Orang tua harus dapat memposisikan diri sebagai tempat paling nyaman untuk anak bertanya dan mengadu tentang kesulitan-kesulitan yang dialaminya dalam belajar. Menjalin komunikasi yang baik dan secara intens menanyakan kepada anak tentang keadaannya di sekolah atau seputaran belajarnya, maka anak akan merasa diperhatikan dan semakin giat belajar. Orang tua dalam memberikan perhatian kepada anak tidak bersifat terus menerus, namun dapat memilih sekiranya anak sedang sangat membutuhkan perhatian. Hal ini dapat terjadi pada anak saat sedang



3



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



menghadapi ulangan misalnya. Maka orang tua memandang bahwa situasi pada saat itu sangat membutuhkan perhatian agar anak dapat belajar dengan sungguh-sungguh. Sumitro (1999: 25) menjelaskan “perbeda-an kualitas dapat dipengaruhi oleh keadaan yang akan, sedang maupun yang telah terjadi sebelumnya sehingga akan memberikan efek terhadap rangsangan yang dibentuk”. Situasi sedang menghadapi ulangan adalah salah satu contoh kualitas rangsangan yang membuat orang tua memberikan perhatian. Selain perhatian orang tua, hal lain yang juga menjadi salah satu faktor penentu prestasi belajar adalah kebiasaan belajar. Kebiasaan belajar ini dikaitkan dengan bagaimana siswa melakukan proses belajar dalam upayanya memahami materi-materi yang telah disampaikan di sekolah. Kebiasaan belajar dikaitkan erat dengan kebiasaan belajar siswa, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Seperti contoh, kebiasaan belajar siswa yang lebih dapat berkonsentrasi dengan membuat rangkuman sendiri dari buku pelajaran yang ada, kebiasaan belajar dengan mendengarkan dan lain sebagainya. Kebiasaan belajar siswa bergantung pada bagaimana seorang siswa menemukan kenyamanan dan dapat memperoleh hasil yang optimal dalam melakukan kegiatan belajar. Banyak sekali disajikan teori yang membahas bagaimana kebiasaan belajar yang baik dan efektif agar mendapatkan prestasi belajar yang memuaskan. ”Kebiasaan belajar adalah serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan suatu peristiwa yang sifatnya otomatis yang dilakukan dengan sadar dan mengakibatkan tingkah laku yang baru berupa penambahan pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan dalam belajar” (Tirtonegoro, 1994: 67). Menurut Burghardt (1973) yang dikutip Syah (2000 : 118) “kebiasaan belajar timbul karena proses penyusutan kecenderungan respon dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang”. Dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang diperlukan. Karena proses penyusutan atau pengurangan inilah, muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif menetap dan otomatis. Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah pasti berbeda tingkatnya. Ada yang cepat, sedang, dan ada pula yang sangat lambat. Oleh karena itu, mereka seringkali harus menempuh cara berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama. Bagaimanapun keadaan dan kemampuan siswa, mereka berhak mendapatkan pembelajaran yang sama. Siswa harus dapat memahami dan mengerti setiap materi yang disampaikan dalam proses belajar. Banyak metode yang telah disediakan bagi kalangan pendidik untuk diterapkan kepada siswa agar siswa dapat menyerap materi. Ada metode ceramah, dimana pendidik berperan aktif menerangkan materi sedangkan siswa menjadi pendengar, adapula metode yang menerapkan peran siswa yang aktif dalam pembelajaran. Apapun cara yang dipilih, perbedaan kebiasaan belajar tersebut menunjukkan cara terbaik dan ternyaman bagi setiap individu untuk bisa menyerap sebuah informasi dari luar dirinya. Jika kita bisa memahami bagaimana perbedaan kebiasaan belajar setiap orang, mungkin akan lebih mudah bagi kita jika suatu ketika, misalnya kita harus memandu seseorang



4



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



untuk mendapatkan kebiasaan belajar yang tepat dan memberikan hasil yang maksimal bagi dirinya. Penelitian tentang metode mengajar yang paling sesuai ternyata semuanya menemukan hasil yang kurang memuaskan, karena setiap metode mengajar bergantung pada cara atau kebiasaan belajar siswa, pribadinya dan kesanggupannya. Biasanya dicari metode mengajar yang paling sesuai dengan siswa “rata- rata” yang sebenarnya juga tidak berpengaruh secara signifikan. Sesuai dengan paparan di atas, adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui: 1) pengaruh perhatian orang tua terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun pelajaran 2013/2014, 2) pengaruh kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun pelajaran 2013/2014, dan 3) pengaruh perhatian orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun pelajaran 2013/2014. II. METODE PENELITIAN Penelitian ini tergolong menggunakan rancangan ex post facto. Adapun populasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seluruh siswa kelas VIII semester 1 SMP Ganesha Denpasar yang terdiri dari 8 kelas dengan jumlah populasi sebanyak 343 siswa yang terdiri dari 187 siswa laki-laki dan 156 siswa perempuan. Dari jumlah populasi sebanyak 343 orang siswa, selanjutnya diambil sampel dengan menggunakan teknik pengambilan sampel menurut Cochran. Sesuai dengan hasil penghitungan, jumlah sampel yang diambil sebanyak 181 orang siswa. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner untuk variabel perhatian orang tua dan kebiasaan belajar. Sedangkan, metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang prestasi belajar IPS siswa. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, analisis product moment, dan analisis regresi dua prediktor. III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui kecen-derungan variabel perhatian orang tua, digunakan skor rerata ideal Gambaran lebih jelas mengenai presentase kecenderungan perhatian orang tua dapat dilihat dari tabel berikut. Tabel 1 Persentase Kecenderungan Variabel Perhatian Orang Tua Skor >120 90-119 60-89 80 60-79 40-59 84,4 79-83,4 73,6-78 3,04. Sedangkan Hipotesis Nol (Ho) yang diuji berbunyi “tidak ada pengaruh perhatian orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun ajaran 2013/2014” ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh perhatian orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun ajaran 2013/2014.



7



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Prestasi belajar yang tinggi yang dicapai di sekolah merupakan harapan semua pihak, baik pihak siswa sendiri, guru, orang tua bahkan pemerintah. Menurunnya prestasi belajar peserta didik pada seluruh jenjang di Indonesia saat ini termasuk SMP, menyebabkan perlu diselidikinya faktor faktor yang mempengaruhi prestasi belajar tersebut. Pada dasarnya prestasi belajar yang diraih siswa merupakan hasil suatu proses dalam suatu sistem yang saling berhubungan, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar pun dapat terjadi saling berhubungan antara satu faktor dengan faktor yang lain. Untuk mendapatkan prestasi belajar tidaklah semudah yang dibayangkan, karena memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi. Penilaian terhadap hasil belajar siswa diperlukan dalam tujuannya mengetahui sejauh mana keberhasilan sasaran belajar yang dilakukan selama ini. Prestasi merupakan hasil kegiatan belajar yang dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik menguasai bahan pelajaran yang diajarkan, yang diikuti oleh munculnya perasaan puas bahwa ia telah melakukan sesuatu dengan baik. Hal ini berarti prestasi belajar hanya bisa diketahui jika telah ada penilaian terhadap prestasi belajar siswa. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang. Sedangkan prestasi belajar itu sendiri diartikan sebagai prestasi yang dicapai oleh seseorang siswa pada jangka waktu tertentu dan dicatat dalam buku hasil belajar siswa. Perhatian orang tua dapat menjadi indikasi faktor perkembangan psikologis yang akan membawa dampak pada kemampuan anak menghadapi problematika dalam tujuannya meningkatkan prestasi belajar di sekolah. Orang tua selaku motivator terdekat bagi individu atau siswa menjadi salah satu pendukung terbesar dalam usaha siswa untuk mendapatkan hasil yang baik dalam belajarnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Jalaluddin (2000 : 15) yang menyatakan bahwa perhatian yang cukup dari orang tua seperti, memonitoring hasil belajar anak, menyediakan media pembelajaran, dan memberi motivasi dapat menjadi faktor penunjang keberhasilan belajar anak. Mengecek hasil belajar anak, merupakan salah satu bagian dari kegiatan memonitoring kegiatan belajar anak dan hasil yang nak telah peroleh selama kegiatan belajarnya. Orang tua adalah guru pertama bagi anak-anaknya” (Patmonodewo, 2008 : 123). Disinilah peran orang tua untuk memberikan arahan agar anak dapat belajar secara berkelanjutan dan sistematis. Orang tua dapat memberikan cara belajar yang tepat bagi anak dan sesuai dengan mobilitas belajar anak atau tipe-tipe belajar anak itu sendiri. Pengertian perhatian orang tua yang dimaksud disini adalah tanggapan siswa atas perhatian orang tuanya terhadap pendidikan anaknya yaitu tanggapan tentang bagaimana cara orang tuanya memberikan bimbingan dirumah, memperhatikan dan memenuhi kebutuhan alat-alat yang menunjang pelajaran, memberikan dorongan untuk belajar, memberikan pengawasan, mem-berikan pengarahan pentingnya belajar” (Suryabarata, 2000 : 233).



8



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Perhatian orang tua adalah konsentrasi dan pemusatan pemikiran yang dilakukan orang tua terhadap pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak anaknya termasuk di dalamnya perkembangan pendi-dikannya. Peran ini tidak dapat digantikan oleh siapapun bahkan guru di sekolah, karena orang tua adalah pendidik utama dan pertama bagi individu. Selain itu bagaimana kebiasaan belajar intern pribadi siswa juga menjadi faktor pendorong yang kuat bagi keberhasilan belajar. Kebiasaan belajar atau learning style adalah suatu karakteristik kognitif, afektif dan perilaku psikomotoris, sebagai indikator yang bertindak yang relatif stabil untuk pebelajar merasa saling berhubungan dan bereaksi terhadap lingkungan belajar. Kebiasaan belajar dimulai dari cara mengikuti pelajaran, belajar mandiri di rumah, belajar kelompok, cara mempelajari buku dan sikap dalam menghadapi ujian/ ulangan/tes. Cara atau kebiasaan belajar diatas harus dimulai oleh diri sendiri dengan membiasakan diri dan mendisiplinkan diri dalam belajar. Hindari belajar dalam tempo dan kadar belajar yang berat saat akan ujian sebab kurang membantu dalam keberhasilan belajar. Kebiasaan belajar harus dimulai sejak dini kepada seorang siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa merasa terbiasa melakukan kegiatan belajar dalam kese -hariannya. Kebiasaan belajar menjadi faktor yang cukup vital dalam membentuk aktivitas belajar siswa. Kebiasaan belajar yang dapat dibentuk secara sengaja maupun tidak sengaja merupakan bentuk dari usaha individu dalam mencapai tujuan pendidikan yang baik. Jika kebiasaan belajar semakin membaik maka tingkat perkembangan individu maupun siswa dalam segi prestasi dapat diperhitungkan. Kebiasaan belajar tidak dapat dipaksakan untuk diterapkan bagi tiap individu atau siswa, melainkan harus dilihat juga tipe-tipe siswa dan kebiasaan belajar seperti apa yang nyaman bagi siswa. Faktor -faktor pendukung kebiasaan belajar yang baik pun patut diperhatikan secara seksama agar tujuan belajar yang diharapkan dapat tercapai. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bila perhatian dari orang tua bagus maka akan diperoleh hasil dan prestasi belajar yang tinggi. Begitu juga apabila kebiasaan belajar yang dipilih siswa tepat maka hasilnya akan baik pula. IV. PENUTUP Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) ada pengaruh perhatian orang tua terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun pelajaran 2013/2014, 2) ada pengaruh kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun pelajaran 2013/2014, dan 3) ada pengaruh perhatian orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar tahun pelajaran 2013/2014. Berdasarkan atas simpulan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut: 1) Meskipun dari hasil penelitian



9



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



menunjukkan bahwa ada pengaruh Perhatian Orang Tua terhadap Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar Tahun Ajaran 2013/2014 baru mencapai 13,86%. Sehubungan dengan hal tersebut perlu adanya upaya konkret yang harus dilakukan oleh orang tua terhadap anak dalam belajar yaitu dengan memberikan motivasi kepada anak, menyediakan fasilitas belajar yang memadai, memberitahu cara mengatur jadwal belajar, memberikan makanan bergizi, menegur anak bila lalai tugas dan tanggung jawab, menanyakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak, memberikan contoh teladan dan memberitahukan hal-hal apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan anak di sekolah maupun di rumah dalam belajar. Melalui peningkatan perhatian orang tua maka akan diiringi dengan peningkatan prestasi belajar IPS siswa, 2) Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Ada Pengaruh Kebiasaan Belajar terhadap Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Ganesha Denpasar Tahun Ajaran 2013/2014. Bila ditinjau dari sumbangan efektif Kebiasaan Belajar terhadap Prestasi Belajar mencapai 35,35%, kenyataan ini menunjukkan bahwa kebiasaan belajar yang baik harus diperhatikan oleh kalangan pendidik maupun orang tua dalam memberikan upaya yang maksimal agar prestasi belajar siswa dapat menjadi semakin baik.Mengingat kebiasaan belajar ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, maka harus menjadi tugas siswa untuk membenahi baik secar ainternal maupun eksternal kebiasaan belajarnya, dan 3) Walaupun secara keseluruhan prestasi belajar IPS siswa sudah memadai dan memenuhi kriteria minimum, tetapi masih perlu adanay upaya-upaya dalam rangka mencapai prestasi belajar IPS siswa kelas VIII SMP Ganesha Denpasar Tahun Ajaran 2013/2014 yang optimal. Untuk mewujudkan hal tersebut siswa diharapkan belajar tidak tergantung karena kebutuhan untuk belajar, melainkan sebagai suatu kewajiban. Bagi guru IPS diharapkan mampu meningkatkan kompetensinya dalam mengajar dan juga dapat memberikan pemahaman tentang arti penting dan makna IPS untuk digunakan sebagai kajian masalah sosial di masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta Jalaludin, H. 2000. Psikologi Anak. Yogyakarta: Sumber Baru Patmonodewo, S. 2008. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta. Slameto. 2013. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Supriyadi. 2013. Strategi Belajar dan Mengajar. Yogyakarta: Jaya Ilmu. Suryabarata, S. 2000. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. Syah, M. 2000. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Press. Tirtonegoro. 1994. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.



10



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



PENGARUH METODE HUMOR TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI I Nengah Suka Widana dan Ni Kadek Mita Pratiwi Prodi. Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP PGRI Bali.



ABSTRACT The research objective was to determine differences in learning outcomes that follow the teaching methods of biology humor with conventional methods. Research conducted classified research Quasi Experiment (quasi-experimental), using the design of the nonequivalent control group. The study population such as students of class X semester SMAN 2 Mengwi 2013/2014 academic year consisting of 12 classes. Samples were taken from the population randomly (simple random) to obtain two classes, where class X2 and X3 as an experimental group as a control group. The type of data that is required in the form of data from study biology (quantitative data). Data collection techniques taken with the post test, then analyzed by parametric statistical tests using t-test. From t-test calculation results obtained t count equal to 4.246 with a significance level of 5% and 74 hp, so the values obtained ttabel 1,980. This means that t count> t table (4.246> 1.980), so that it can be concluded that there is a learning effect method biology humor on learning outcomes of students of class X semester SMAN 2 Mengwi school year 2013/2014. Based on the average results of learning in the experimental group (humor method) amounted to 73.28 while the control group (conventional method) amounted to 64.026. It shows that there are significant differences and the application of learning methods with humor gives better impact compared to conventional methods. Keywords: Methods humor, learning outcomes PENDAHULUAN Jika dikaji lebih mendalam permasalahan pendidikan sebenarnya bermula dari kurang efektifnya proses pembelajaran. Oleh karena itu upaya apapun yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan harus diawali dan difokuskan pada usaha memperbaiki kualitas pembelajaran dengan mengoptimalkan semua komponen yang terkait di dalamnya. Keberhasilan pembelajaran dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu proses dan capaian hasil belajar. Dari segi proses pembelajaran dapat dilihat, misalnya bagaimana peserta didik dapat menikmati pembelajaran sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan, artinya jika suatu pembelajaran tidak berhasil membangkitkan motivasi dan meningkatkan hasil belajar peserta didik, maka pembelajaran itu tidak dikatakan efektif. Bentuk komunikasi dan interaksi pembelajaran yang menyenangkan adalah menggunakan humor. Meskipun tidak semua guru memiliki sifat humoris dan dapat menciptakan suasana menyenangkan dalam interaksinya, namun hambatan tersebut dapat diatasi dengan berbagai sumber yang memungkinkan terciptanya pembelajaran menyenangkan. Sifat humoris guru dan kemampuan guru



11



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



menggunakan berbagai sumber untuk menciptakan suasana yang humoris akan membuat peserta didik lebih kreatif dan penuh tawa. Humor dapat juga dipelajari dan dikaji seperti layaknya ilmu pengetahuan yang lain (Marketerbodoh, 2012). Apa yang terjadi pada humor merupakan suatu paradox dan merupakan sarana untuk menimbulkan kelucuan. Lucu dalam bahasa Jawa identik dengan guyonan atau bercanda, artinya berdimensi ketidakseriusan. Namun ternyata dibalik hasil akhir berupa kata “lucu” tersebut, ada sebuah proses yang sangat serius dalam penciptaannya. Metode humor adalah salah satu bentuk komunikasi dan interaksi pembelajaran yang dapat memberikan dampak yang baik terhadap peningkatan kualitas pembelajaran dengan menggunakan kata-kata, bahasa atau gambar yang mampu menggelitik peserta didik untuk tertawa, sehingga menciptakan pembelajaran yang menyenangkan yang pada gilirannya mampu meningkatkan pemahaman dan mempertinggi daya ingat sehingga akan memberi peluang kepada peserta didik untuk memfungsikan otak memori dan otak berpikirnya secara optimal. Khanifatul (2013), bahwa tidak semua orang memiliki sense of humor. Biasanya seseorang yang cerdas cenderung bersifat linier atau saklek, tertutup, dan tidak humoris. Dananjaya dalam Khanifatul (2013), humor adalah sesuatu yang dapat menimbulkan atau menyebabkan pendengarnya merasa tergelitik perasaan lucunya sehingga terdorong untuk tertawa. Berdasarkan paparan tersebut, masalah yang dikaji dalam penelitian ini apakah ada perbedaan hasil belajar biologi antara peserta didik dengan metode humor dengan metode konvensional pada peserta didik kelas X semester genap SMAN 2 Mengwi Tahun Pelajaran 2013/2014? Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar Biologi antara yang dibelajarkan dengan metode humor dan metode konvensional pada peserta didik kelas X Semester Genap SMAN 2 Mengwi Tahun Pelajaran 2013/2014. Teori psikologi menjelaskan teori humor pada delapan kelompok yaitu (1) teori keunggulan (Superiority Theory) dimana seseorang akan tertawa mendadak jika memperoleh perasaan unggul karena dihadapkan pada pihak lain yang melakukan kekeliruan atau mengalami hal yang tidak menguntungkan. Kodzan (2010) bahwa teori ini dapat menerangkan mengapa penonton tertawa jika melihat badut sirkus yang membentur tiang, jatuh tersandung dan lainnya. (2) Teori Instink menurut McDougall dan McGhee dalam Ritmehati (2008) bahwa humor dianggap telah muncul sejak awal kehidupan manusia, sebelum proses kognitif yang kompleks terbentuk. (3) Teori Inkongruitas menurut Goldstein dan McGhee dalam Ritmehati (2008) bahwa humor terjadi apabila ada pertemuan antara ide-ide atau situasi yang bertentangan atau bertolak belakang sehingga terjadi penyimpangan dari ketentuan yang lazim. (4) Teori Kejutan, Goldstein dan McGhee dalam Akhmad (2013), bahwa kejutan, dadakan, atau tiba-tiba merupakan kondisi yang dapat menimbulkan humor. (5) Teori kelepasan dan keringanan, menurut Goldstein dan McGhee dalam Khanifatul (2013), menyatakan perasaan humor terjadi disebabkan tensi yang menyertai pikiran kadang-kadang melampaui batas kontrol sehingga menimbulkan gelombang emosi yang besar. (6) Teori Konfigurasi, menjelaskan bahwa humor dirasakan bilamana elemen yang semula dipandang tidak ada kaitannya satu sama lain, tibatiba tampak berkaitan atau membentuk sebuah kesatuan. Menurut teori ini, apresiasi secara tiba-tiba dimunculkan oleh adanya peningkatan pemahaman



12



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



terhadap situasi yang ada atau yang dihadapi. Penggagas Teori ini antara lain Mainer, Schller, dan Scheerer. (7) Teori Psikoanalisis Sigmund Freud, menurut Goldstein dan McGhee dalam Khanifatul (2013) menyatakan hal-hal yang menyenangkan cenderung menjurus pada pelepasan energi kejiwaan. Apabila energi terbentuk karena pikiran diarahkan ke objek tertentu, tetapi energi tersebut tidak dapat dimanfaatkan maka energi tersebut mungkin dapat dilepaskan melalui humor. (8) Teori Ambivalensi, lebih menekankan adanya emosi atau perasaan yang berbeda atau bertolak belakang. Dalam Antropologi, teori humor dikaji pada relasi humor (joking relationship) di antara siapa saja atau dalam ikatan kekerabatan bagaimana humor itu terjadi. Teori ini dikemukakan pertama kali oleh Apte pada 1985. Teori Humor dalam teori kebahasaan menurut Victor Rasikin dalam artikel Jokes dinamakan script-based semantic theory (teori sematik berdasarkan skenario). Berdasarkan teori ini tingkah laku manusia ataupun kehidupan pribadinya telah terpapar dan terekam dalam sebuah peta semantik. Penyimpangan yang terjadi pada peta semantik tersebut akan merusak keseimbangan dan akan menimbulkan kelucuan. Marketerbodoh (2012), menyatakan bahwa Teori ketidak seimbangan, putus harapan dan bisosiasi. Teori ini dicetuskan oleh seorang Arthur Koestler. Dia mengatakan, “Hal yang mendasari semua bentuk humor ialah bisosiasi, yaitu mengemukakan dua situasi atau kejadian yang mustahil terjadi sekaligus, konteks yang menimbulkan bermacam-macam asosiasi.” Contoh humor bisosiasi adalah sebagai berikut: “beberapa orang sipir penjara mengajak para tahanan bermain kartu dengan mereka, para tahanan yang bermain curang dibuang ke luar penjara” Schopen Hauer dalam Nurjanah (2012). Menurut teori ini, humor timbul karena kita menemukan hal-hal yang tidak diduga, atau kalimat (juga kata) yang menimbulkan dua macam asosiasi. Yang pertama kita sebut tehnik belokan mendadak (unexpected turns) kata yang kedua, asosiasi ganda (puns). Teori pelepasan inhibisi, diambil dari teori Sigmund Freud dalam Resta (2011) yaitu kita banyak menekan ke alam bawah sadar kita, pengalaman-pengalaman yang tidak enak atau keinginan-keinginan yang tidak bisa kita wujudkan. Salah satu diantara dorongan yang ditekan adalah dorongan agresif. Dorongan agresif masuk ke alam bawah sadar dan bergabung dengan kesenangan bermain dari masa kanak-kanak kita. Contoh pelepasan inhibisi adalah ketika sedang jatuh untuk menetralkan suasana maka kita akan tertawa. Manfaat Humor, menurut Darmansyah dalam Khanifatul (2013), berdasarkan penelitiannya terungkap bahwa humor diperlukan dalam pembelajaran, karena salah satu bentuk komunikasi dan interaksi pembelajaran yang menyenangkan adalah menggunakan humor. Humor dalam pembelajaran dapat membuat peserta didik secara emosional memacu mereka agar tertawa, akan tercipta suasana yang menyenangkan yang pada gilirannya mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menarik dan menyenangkan akan dapat meningkatkan pemahaman dan mempertinggi daya ingat sehingga akan memberi peluang kepada peserta didik untuk memfungsikan otak memori dan otak berpikirnya secara optimal. Menggunakan humor di ruang kelas memberikan banyak manfaat mencangkup mengurangi stress, meningkatkan motivasi, mengurangi jarak secara psikologis antara guru dan peserta didik, dan meningkatkan kreativitas, sehingga guru yang sukses hendaknya mempunyai



13



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



persediaan ilustrasi-ilustrasi yang bersifat humor (jenaka) atau memiliki kepandaian berkelakar. Manfaat humor dalam pembelajaran, (a) membangun hubungan dan meningkatkan komunikasi; (b) sarana menghilangkan stres; (c) menjadikan pembelajaran lebih menarik; (d) memperkuat daya ingat. Penerapan humor selama proses pembelajaran meliputi merencankan, dan memunculkan selingan humor. Merencanakan humor tidak mengharuskan seorang guru menjadi pencipta atau perancang humor, bahkan tidak harus memiliki syarat sense of humor yang tinggi. Namun, diperlukan sedikit kemampuan untuk memilih dan meramu humor. Guru bisa memperolehnya dari berbagai sumber yang dianggap bermanfat dan memberikan kesenangan dalam pembelajaran, dapat melalui (a) Gambar atau film kartun; (b) Cerita singkat Lucu atau Anekdot Humor; Cerita singkat lucu bisa didapat dari beberapa sumber, seperti pengalaman hidup, cerita dalam kehidupan sehari-hari, atau jika kesulitan mendapatkan cerita lucu guru bisa mencari buku-buku humor atau dari internet (Cen35, 2013). (c) Karikatur; (d) Pertanyaan atau Soal Humor dalam Tes. Contoh Soal yang bersifat humor, Hewan apa yang matanya, mulutnya, hidungnya dikaki? Jawabannya: kodok keinjek. Kenapa kentut bau? Jawabannya: Biar yang nggak bisa dengar, bisa merasakan baunya (Akhmad, 2013). (e) Plesetan kata, berikut adalah beberapa contoh plesetan kata, Sebuas-buasnya ibu macan, tak mungkin makan semur jengkol (Nurjanah 2012). Agar sisipan humor dalam pembelajaran lebih efektif maka penting untuk menentukan waktu yang tepat untuk menyampaikannya. Waktu yang tepat untuk menggunakan humor dalam pembelajaran menurut Darmansyah dalam Khanifatul (2013) adalah pada pertemuan awal, saat jeda strategis dan pada akhir sesi pembelajaran. Berdasarkan teori-teori tersebut, maka terhadap masalah dihipotesiskan bahwa ada perbedaan hasil belajar biologi antara yang mengikuti pembelajaran dengan metode Humor dan menggunakan metode konvensional pada peserta didik kelas X Semester Genap SMAN 2 Mengwi Tahun Pelajaran 2013/2014.



METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah quasi experiment, karena gejala yang diselidiki ditimbulkan terlebih dahulu dengan sengaja, dan mempunyai kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2013). Dalam eksperimen digunakan dua kelompok sampel, yaitu kelompok perlakuan (kelompok eksperimen) dan kelompok kontrol, dengan Non Equivalent posttestonly Control Group Design. Populasi berupa semua peserta didik kelas X semester genap SMA Negeri 2 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014, sebanyak 12 kelas. Dari populasi tersebut dipilih secara random 2 kelas sebagai sampel penelitian, sebagai kelompok eksperimen (kelas X2) dan kontrol (kelas X3). Variabel yang terlibat dalam penelitian, sebagai variabel bebas yaitu metode humor, sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar biologi peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014. Langkahlangkah yang ditempuh dalam pengumpulan data meliputi tahap persiapan, (a) menyiapkan ijin penelitian, (b) menyusun dan merancang perangkat pembelajaran, yan terdiri dari rancangan proses pembelajaran (RPP) dan LKPD



14



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



yang mendukung pembelajaran. (c) Kelompok kontrol dengan metode konvensional sedangkan kelompok eksperimen diberikan pembelajaran dengan metode humor. (d) Menyusun tes (instrumen) untuk mengumpulkan data hasil belajar. Data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data hasil belajar biologi peserta didik, merupakan data primer dan kuantitatif. Adapun teknik yang digunakan yaitu (a) observasi, terhadap profil sekolah SMAN 2 Mengwi dan peserta didiknya secara umum. (b) Metode Tes, Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar peserta didik baik pada kelompok kontrol dan eksperimen dikumpulkan dengan pemberian post tes. Instrumen pengumpul data berupa tes pada Kompetisi Dasar (KD) Keanekaragaman hayati. Tes hasil belajar biologi peserta didik yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan kisi-kisi instrumen yang telah disusun sebelumnya. Skor yang diperoleh merupakan skor mentah yang diperoleh dari menunjukkan setiap nilai yang diperoleh dari tiap-tiap soal. Skor berkisar 0 sampai 100. Melalui uji validitas instrumen penelitian, diperoleh bahwa instrument yang digunakan telah valid, dan uji reliabilitas menggunakan rumus alpha cronbach diketahui instrumen telah memenuhi syarat sebagai instrument yang reliabel. Instrument tersebut disiapkan dengan membuat soal, dimana soal tersebut sebelumnya telah diujicobakan kepada kelas X.1 yang bukan merupakan sampel penelitian. Hal ini dilakukan untuk uji validitas dan reliabelitas. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Dalam penelitian data yang dikumpulkan adalah data tentang hasil belajar biologi peserta didik dari kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Pengumpulan data dilakukan mulai bulan Pebruari sampai dengan Maret 2014 di SMA Negeri 2 Mengwi. Perhitungan ukuran sentral (mean, modus, median) dan ukuran sebaran data (standar deviasi) disajikan pada tabel 1 berikut.



Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Hasil Belajar Biologi Data Statistik Mean Modus Median Standar Deviasi Varians Skor Minimum Skor Maksimum Rentangan



Hasil Belajar Biologi Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol 73,78 64,02 69,00 59,00 73,50 63,00 8,76466 1,02759 76,81 105,59 55,00 45,00 90,00 86,00 35 41



Deskripsi Data Hasil Belajar Kelompok Eksperimen. Data hasil belajar biologi peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan metode humor



15



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



(kelompok eksperimen) dengan rentangan skor sebesar 35, n= 38; skor maksimum= 90; banyak kelas interval=6; panjang kelas interval=6; ratarata=73,78; simpangan baku (SD) =8,76, modus =69,00, dan median =73,5. Tabel 2 berikut memuat ringkasan distribusi frekuensi hasil belajar biologi yang mengikuti pembelajaran dengan metode humor (kelompok eksperimen). Tabel 2. Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Biologi Kelompok Kontrol. Kelas 1 2 3 4 5 6 Jumlah



Kelas Interval 45-51 52-58 59-65 66-72 73-79 80-86



Nilai Tengah 48,00 55,00 62,00 69,00 76,00 83,00



Frekuensi 5 6 11 8 5 3 38



Frekuensi Komulatif 5 11 22 30 35 38



Persentase 13,1% 15,7% 28,9% 21,0% 13,1% 7,8% 100%



Tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak 23,6% peserta didik memperoleh skor di sekitar rata-rata, sebanyak 28,9% peserta memperoleh skor di atas rata-rata dan sebanyak 47,29% memperoleh skor di bawah rata-rata. Deskripsi Data Hasil Belajar Biologi Kelompok Kontrol. Data tentang hasil belajar biologi peserta didik yang dibelajarkan dengan model konvensional (kelompok kontrol), rentangan skor sebesar 41; n=38; skor maksimum=86; banyak kelas interval=7; panjang kelas interval=7; rata-rata=64,02; simpangan baku (SD)=1,0275; modus=59,00; dan median=63,00. Berikut ringkasan distribusi frekuensi data hasil belajar biologi peserta didik yang mengikuti pembelajaran model konvensional (Kelompok kontrol). Tabel 3. Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Biologi Kelompok Kontrol. Kelas 1 2 3 4 5 6 Jumlah



Kelas Interval 45-51 52-58 59-65 66-72 73-79 80-86



Nilai Tengah 48,00 55,00 62,00 69,00 76,00 83,00



Frekuensi 5 6 11 8 5 3 38



Frekuensi Komulatif 5 11 22 30 35 38



Persentase 13,1% 15,7% 28,9% 21,0% 13,1% 7,8% 100%



Tabel 3 menunjukkan bahwa 28,9% peserta didik memperoleh skor di sekitar ratarata, 41,9% memperoleh skor di atas rata-rata dan 28,8% di bawah rata-rata. Uji prasyarat, sebelum dilakukan uji hipotesis dengan uji-t maka terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas, uji homogenitas varians. (a)



16



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Uji normalitas sebaran data dilakukan untuk meyakinkan bahwa uji statistik parametrik yang digunakan dalam pengujian hipotesis benar-benar dapat dilakukan. Hal ini penting karena jika sebaran data tidak mengikuti arah normal maka uji-t tidak dapat dilakukan. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Chi-kuadrat (X2) pada 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen (x1) dan kelompok kontrol (x2). Penghitungan uji Chi-kuadrat (X2) menunjukkan bahwa harga X2hitung < X2tabel untuk kedua kelompok data. Ini berati H0 diterima (gagal ditolak), maka kedua kelompok data terdistribusi normal. Ringkasan uji normalitas untuk kedua kelompok tersebut disajikan pada tabel 4. (b) Uji homogenitas varians dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa perbedaan yang diperoleh dari uji-t benar-benar berasal dari perbedaan antar kelompok, bukan disebabkan oleh perbedaan di dalam kelompok. Pengujian homogenitas varians menggunakan uji F pada taraf signifikansi 5% (α=0,05). Ringkasan uji F untuk data hasil belajar biologi antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebesar 1,41 yang lebih kecil dari F tabel pada taraf signifikansi 5% dengan dk = (35,37) sebesar 1,79 hal ini berarti bahwa data hasil belajar biologi peserta didik antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai varians yang homogen.



Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Sampel No 1 2



Kelompok Sampel X1 X2



Jumlah Sampel 38 38



X2 hitung



X2tabel



Kesimpulan



2,8 8,08



11,07 11,07



Normal Normal



Uji Hipotesis, hasil perhitungan uji-t menunjukkan bahwa nilai thitung sebesar 4,246 sedangkan harga ttabel untuk dk = n1 + n2 – 2 = 38 +38 -2 =74 pada taraf signifikansi 5% adalah ttabel = 1,980 (uji dua pihak/ two tail test). Ini berati hipotesis nol (H0) ditolak dan Ha diterima, oleh karena itu dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara yang mengikuti pembelajaran dengan metode Humor dan menggunakan metode konvensional pada peserta didik kelas X Semester Genap SMAN 2 Mengwi Tahun Pelajaran 2013/2014. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kelompok peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan humor memiliki skor hasil belajar biologi ratarata sebesar 73,28, sedangkan kelompok peserta didik yang mengikuti pembelajaran konvensional memiliki skor hasil belajar biologi rata-rata sebesar 64,026. Jadi hasil analisis data dan uji-t menunjukkan bahwa hasil belajar biologi peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan metode humor lebih baik daripada hasil belajar biologi kelompok peserta didik yang mengikuti pembelajaran model konvensional. Berikut ini disajikan rekapitulasi hasil uji t pada Tabel 5.



17



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Tabel 5. Rekapitulasi Hasil uji-t TS (5%) dan dk =74 No Kelompok N Dk Ratathitung ttabel rata 1 Eksperimen 38 74 73,28 4,246 1,980 2 Kontrol 38 74 64,026



Keterangan Ha. diterima



Pembahasan Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara yang mengikuti pembelajaran dengan metode Humor dan menggunakan metode konvensional pada peserta didik kelas X Semester Genap SMAN 2 Mengwi Tahun Pelajaran 2013/2014, dan hasil belajar peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan metode humor secara rata-rata lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran model konvensional. Sejalan dengan pendapat Darmansyah dalam Khanifatul (2013), berdasarkan penelitiannya, bahwa humor diperlukan dalam pembelajaran, karena dapat membentuk komunikasi dan interaksi pembelajaran yang menyenangkan. Penyertaan humor dalam pembelajaran membuat peserta didik secara emosional memacu mereka tertawa, tercipta suasana menyenangkan yang pada gilirannya menciptakan pembelajaran menyenangkan. Pembelajaran yang menarik dan menyenangkan akan dapat meningkatkan pemahaman dan mempertinggi daya ingat sehingga akan memberi peluang kepada peserta didik untuk memfungsikan bagian otak memori dan bagian otak berpikirnya secara optimal. Menggunakan humor di ruang kelas memberikan banyak manfaat mencangkup mengurangi stress, meningkatkan motivasi, mengurangi jarak secara psikologis antara guru dan peserta didik, dan meningkatkan kreativitas, sehingga guru yang sukses hendaknya mempunyai persediaan ilustrasi-ilustrasi yang bersifat humor (jenaka) atau memiliki kepandaian berkelakar. Dengan demikian maka pembelajaran metode humor berpengaruh positif dalam meningkatkan hasil belajar biologi. Berpengaruh positifnya pembelajaran dengan metode humor terhadap hasil belajar biologi, hal tersebut terjadi karena dalam pembelajaran metode humor tercipta komunikasi dan interaksi pembelajaran yang dapat memberikan dampak yang baik terhadap peningkatan kualitas pembelajaran dengan menggunakan kata-kata, bahasa, atau gambar yang mampu menggelitik peserta didik untuk tertawa sehingga terciptanya suatu proses pembelajaran yang menyenangkan yang pada gilirannya mampu meningkatkan pemahaman dan memprtinggi daya ingat sehingga akan memberi peluang kepada peserta didik untuk memfungsikan otak memori dan otak berpikirnya secara optimal. Berdasarkan uraian tersebut maka metode pembelajaran humor dapat meningkatkan hasil belajar. Sehingga metode pembelajaran humor dapat diterapkan dikelas sebagai alternatif untuk memperkaya ragam variasi metode pembelajaran.



SIMPULAN DAN SARAN Simpulan



18



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat ditarik simpulan bahwa ada pengaruh penerapan metode humor terhadap hasil belajar biologi peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Mengwi. Dimana hasil belajar biologi peserta didik yang dibelajarkan dengan metode humor lebih baik daripada peserta didik yang dibelaajarkan dengan model konvensional. Saran Berdasarkan simpulan tersebut, dapat diajukankan beberapa saran sebagai berikut, (1) kepada praktisi pendidikan khususnya guru biologi disarankan untuk menerapkan metode humor sebagai pembelajaran yang inovatif dan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. (2) Bagi sekolah, dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah hendaknya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk mengadakan perbaikan dalam pembelajaran serta dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang dapat dikembangkan dalam mata pelajaran lain. (3) Bagi peneliti lain, oleh karena penelitian ini dilaksanakan terbatas pada peserta didik kelas X semester genap SMA Negeri 2 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014, maka disarankan pada peneliti yang menaruh perhatian terhadap pendidikan, untuk mengembangkan penelitian dalam ruang lingkup yang lebih baik dan lebih luas.



DAFTAR RUJUKAN Adnyani. 2009. “Pengaruh Penerapan Improving Learning dengan Strategi Pembelajaran Inkuiri terhadap Prestasi Belajar Matematika Peserta didik Kelas VIII SMP Negeri 2 Denpasar Tahun Pelajaran 2012/2013".(tidak diterbitkan). Skripsi IKIP PGRI Bali. Akhmad. 2013. Pentingnya rasa humor guru dikelas. http://akhmad sudrajat. wordpress. com/2013/05/16/rasa-humor/. (diakses pada sabtu 23 Nopember 2013. Anonim. 2012. Humor itu serius. http://marketerbodoh. blogspot. com/2012/07/humor-itu-serius. html. rabu (diakses tanggal 5 maret 2014 jam 12.05) Ayutri. 2007. “Pengaruh penerapan strategi pembelajaran kelompok peserta didik dengan gaya kepemimpinan heroik (student team heroic leadership) yang dilengkapi tugas terstruktur terhadap hasil belajar matematika pada peserta didik kelas VIII SMP Dharmasastra Sempidi tahun Ajaran 2012/201” . (tidak diterbitkan). Skripsi IKIP PGRI Bali. Bergambarku. 2014. Kumpulan-gambar-kartun-lucu-terbaru-7. http://www. bergambarku.com/?attachment_id=464. (diakses pada tanggal 11 januari 2014. Pukul 12.30) Cen35. 2013. “50 Tebak-tebakan lucu dan jawabannya”. http://cen35. blogspot. com/2013/02/50-tebak-tebakan-lucu-dan-jawabannya. html. (diakses pada tanggal 20 januari pukul 14.200). Chaniagorandy. 2012. Humor Psikologi. http://chaniagorandy. blogspot. com/2012/03/humor-psikologi. html (diakses pada senin 3 maret 2014 jam 12.05)



19



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Fitria. 2012. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Motivasi Peserta didik terhadap Hasil Mata Pelajaran Akuntansi Kelas X SMK N 1 Kota Jambi. http://www. scribd. com/doc/81368530/29/PengertianPembelajaran-Konvensional-Ceramah. (diakses tanggal 1 januari 2014 pukul 13.35) Ikatan alumni SMU N 4 Depok. 2008. Humor seputar Hewan dan Tumbuhan. http://smun4depok. forumotion. com/t340-humor-seputar-hewan-dantumbuhan. (diakses tanggal 17 maret 2014 pukul 11.00) Khanifatul. 2013. Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Ar-ruzz Media ----------(2013). Humor adalah sesuatu yang bersifat dapat menimbulkan atau menyebabkan pendengarnya merasa tergelitik perasaan lucunya sehingga terdorong untuk tetawa. Kodzan. 2010. Sekilas Pengetahuan tentang Humor. http://kodzan. blogspot.com/2010/07/sekilas-pengetahuan-tentang-humor. html. rabu, 5 (diakses tanggal 5 maret 2014 jam 12.05) Koekoehiman. 2013. Tes, Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi. http://imankoekoeh. blogspot. com/2013/12/tes-pengukuran-penilaiandan-evaluasi. html (diakses pada 3 maret 2014 jam 12.30) Koyan. 2012. Statistik Pendidikan. Singaraja-Bali: Universitas Pendidikan Ganesha Press Maiyusrisusanti. 2013. happy with math. http://susantimaiyusri.blogspot. com/ 2013/01/proposal-penelitian-pengaruh-penerapan_29. html. (diakses tanggal 25 desember 2013). Muhammadkholik. wordpress. com/2011/11/08. Metode Pembelajaran Konvensional Munawar, I. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar. http: indramunawar. blogspot. com/2009/06/faktor-faktor-yangmempengaruhi-hasil. html (diakses tanggal 4 Desember 2013 pukul 10.30) Nurul. 2008. Pengaruh Pembelajaran Aktif Card Sort terhadap Prestasi Belajar IPA (Sains) Peserta didik Kelas VIII MTs AL- MUHAJIRIN Tahun Pelajaran 2012/2013. (tidak diterbitkan). Skripsi IKIP PGRI Bali. Nurjanah. 2012. Humor sehat. http://nurjanahpsikodista. blogspot. com/2012/06/humor-sehat. html. (diakses tanggal 3 maret 2014 pukul 12.05 Resta. 2011. Sociology Community. http://resta-ariestya. blogspot. com/2011/11/teori-superioritas-degradasi.html#!/2011/11/teorisuperioritas-degradasi. html. (diakses tanggal 2 Desember 2013 pukul 11.45) Riduwan. 2010. Dasar-dasar Statistika. Alfabeta. Bandung Ritmehati. 2008. Humor dalam bingkai psikologi. http://ritmehati. wordpress.com/2008/06/26/humor-dalam-bingkai-psikologi/ (diakses tanggal 3 maret 2014 pukul 12.00) Sari Yuliantari. 2008. Pengaruh Penerapan Experiental Learning terhadap Prestasi Belajar Matematika peserta didik kelas VII Semester genap SMP PGRI 3 Denpasar Tahun Pelajaran 2011/2012. (tidak diterbitkan). Skripsi IKIP PGRI Bali.



20



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Shanti. 2012. Kartun ayam menonton film horror. http:// www. make4fun. com/images/Animal-photos/907-Horror-Movie (diakses tanggal 22 maret 2014 pukul 12.35). Sociology Community. 2011. Teori Superioritas Degradasi. Sociology Comunityhttp://resta-ariestya. blogspot. com/2011/11/teori-superioritasdegradasi. html#!/2011/11/teori-superioritas-degradasi. html (diakses tanggal 5 maret 2014 pukul 12.10). Susanti. 2013. “Pengaruh penerapan strategi pembelajaran menyenangkan dengan humor pada peserta didik kelas VIII di SMPN 6 bukittinggi”. http://winft. wordpress. com/category/teori-humor/. [diakses pada tanggal 28 Desember 2013] Sugiyono. 2013. “Statistik untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung. Trianto. 2010. Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi Pendidikan & Tenaga Kependidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Triadnyani. 2008. “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Course Review Horay terhadap motivasi dan Hasil Belajar Matematika peserta didik kelas vii smp Sunari Loka Kuta Tahun Pelajaran 2011/2012”. (Tidak diterbitkan). Skripsi IKIP PGRI Bali. Winarsunu, T. 2002. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.



21



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN PENDEKATAN JAS PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI Oleh: I Wayan Sucipta Guru SMK NegeriI 1 Petang Pemkab.Badung Abstract The purpose of this research is to know the application of coorporative study, STAD type with JAS approach in biology lesson. This research is a class action research (PTK) with a circle planning.The target of ths reseach are the activities and achivement of student in biology lesson.The result of data analysis shows the increasing of student study activities everage in biology lesson from 61,67 (70,80%) in circle I to 78,83 (89,58%) in cilcle II, increase 17,16 (19,50%).The increasing about 19,50% has reached far away over the target of criteria either the scoring processas well as the examination of hypotesa which has been determined of 10%.The achievement and the completeness of student‟s study in this research, has been successful in increasing the achievement or the completeness student‟s study from circle I to circle II.Based on the result from the research of action, which is recorded from 10 students (45,45%) which are incompleteness in circle I, decrease to 1 student (4,55%) who are incompleteness at the end of circle II.If we see from the student‟s study achievement, at the begining it is only 12 students 54,54%, are completeness and at the circle II are increasing to 21 students (95,45%).For the categories of incompleteness student scoring, in circle I are recorded 10 studens (45,45%)drastically becomes 1 student (4,55%) at the end of circle II, decreased 40,91%.If it is related to criteria of the success determined previously for hypotesa that is increasing 10%.From the result of the research can be concluded that the application of coorporative study STAD type with JAS approach has reached the goal sucessfully. Key words: activity, study achievement, STAD, dan JAS.



Pendahuluan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry) tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sebagai penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA di sekolah menengah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam



22



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang dirinya sendiri dan alam sekitar. Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Keterampilan proses ini meliputi keterampilan mengamati, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara baik dan benar dengan selalu mempertimbangkan keamanan dan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan dan menafsirkan data serta mengkomunikasikan hasil temuan secara lisan atau tertulis, menggali dan memilah informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari. Mata pelajaran biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar Biologi sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang lahir dan berkembang berdasarkan observasi dan eksperimen. Dengan demikian, belajar Biologi tidak cukup hanya dengan menghafalkan fakta dan konsep yang sudah jadi, tetapi dituntut pula menemukan fakta-fakta dan konsep-konsep tersebut melalui observasi dan eksperimen. Melalui pembelajaran Biologi siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan eksplorasi alam. Melalui proses inilah dapat dikembangkan keterampilan sains (keterampilan proses Ilmiah),sehingga pengalaman belajar yang benar-benar bermakna tentang sains dapat diperoleh subjek didik. Keterampilan sains yang dimiliki siswa merupakan pintu gerbang untuk menguasai pengetahuan yang lebih tinggi dan akhirnya merupakan kecakapan hidup (life skill), karena dengan keterampilan sains yang dimiliki, siswa secara mental siap untuk menghadapi permasalahan yang terjadi dalam hidupnya. Dengan demikian proses belajar mengajar Biologi bukan sekadar transfer ilmu dari guru kepada siswa. Pola interaksi seharusnya terjadi antara siswa dengan materi (objek), dan guru hanya bertindak sebagai motivator, fasilitator, dan supervisor. Itulah perubahan mendasar dalam pola pembelajaran Biologi yang harus diakomodir dan disikapi secara positif oleh guru Biologi seiring dengan penerapan KTSP. Meskipun sikap positif terhadap perubahan telah diakomodir oleh guru, bukan berarti guru serta merta terbebas dari masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran di kelas sepertinya akan selalu memunculkan permasalahan seiring dengan perkembangan pribadi siswa dan seiring pula dengan perkembangan sekolah dan tuntutan masyarakat yang semakin dinamis. Terkait dengan hal tersebut, tugas guru adalah merespon dan



23



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



mencari pemecahan terhadap setiap masalah yang timbul sepanjang masih dalam batas jangkauan kompetensi dan profesinya demi terciptanya suasana belajar yang lebih baik dan kondusif dan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Seperti halnya yang terjadi dalam pembelajaran Biologi pada siswa Kelas XII AHP2 SMK Negeri 1 Petang Tahun Pelajaran 2014/2015, khususnya terhadap penguasaan materi/Kompetensi Dasar: “Mengidentifikasi lingkungan abiotikdanbiotik.” Dalam proses pembelajaran, guru telah berupaya agar semua siswa ikut berpartisipasi aktif.Pembelajaran dengan mempergunakan beberapa macam media yang ada di sekolah telah dilakukan, berbagai bentuk penugasan telah pula diberikan kepada siswa, baik di dalam maupun di luar kelas. Namun dalam berbagai kesempatan tanya jawab, diskusi kelas, maupun ulangan harian, aktivitas dan prestasi belajar masih relatif rendah. Bertolak dari permasalahan tersebut kemudian dilakukan refleksi dan konsultasi dengan guru sejawat untuk mendiagnosis faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab timbulnya masalah. Beberapa faktor kemungkinan penyebab rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa, di antaranya: 1) minat dan motivasi belajar siswa yang belum optimal; 2) penyampaian materi dari guru; 3) pengelolaan kelas; dan 4) kesulitan beradaptasi dan kerjasama di antara siswa. 5) pemilihan metode dan pendekatan pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Dari berbagai faktor di atas ada sinyalemen, rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa lebih mengarah pada faktor ke-5, yaitu pemilihan metode dan pendekatan pembelajaran yang kurang tepat diterapkan oleh guru pada siswa kelas XII AHP2 SMK Negeri 1 Petang untuk mata pelajaran Biologi, khususnya materi/Kompetensi Dasar: “Mengidentifikasi komponen lingkungan abiotik dan biotik.” Sebagai upaya pemecahan terhadap masalah yang timbul, maka dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research. Pendekatan dari segi metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student TeamsAchievement Divisions)” dan Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS). Banyak ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) memiliki keunggulan dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Pembelajaran kooperatif juga dinilai bisa menumbuhkan sikap multikultural dan sikap penerimaan terhadap perbedaan antar-individu, baik menyangkut perbedaan kecerdasan, status sosial ekonomi, agama, ras, gender, budaya, dan lain sebagainya. Selain itu yang lebih penting lagi, pembelajaran kooperatif mengajarkan keterampilan bekerja sama dalam kelompok atau



24



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



teamwork. Pembelajaran kooperatif sangat menekankan tumbuhnya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran demi tercapainya prestasi belajar yang optimal. Demikian pula halnya dengan pendekatan pembelajaran JAS. Pendekatan pembelajaran ini telah dikaji dari berbagai aspek yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai pendekatan pembelajaran Biologi yang handal. Pendekatan ini menekankan pada gaya dalam menyampaikan materi yang eksploratif memberikan pengalaman nyata kepada peserta didik. Pendekatan pembelajaran JAS secara komprehensif memadukan berbagai pendekatan antara lain; eksplorasi dan investigasi, konstruktivisme, keterampilan proses dengan cooperative learning. Pendekatan pembelajaran JAS menekankan pada kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan situasi dunia nyata, sehingga selain dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh peserta didik, pendekatan ini memungkinkan peserta didik dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dengan dunia nyata sehingga hasil belajarnya lebih berdaya guna. Pendekatan pembelajaran JAS adalah salah satu inovasi pendekatan pembelajaran Biologi maupun untuk kajian ilmu lain yang bercirikan memanfaatkan lingkungan sekitar dan simulasinya sebagai sumber belajar melalui kerja ilmiah, serta diikuti pelaksanaan belajar yang berpusat pada siswa. Belajar adalah kegiatan aktif siswa dalam membangun pemahaman atau makna. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran JAS memberi keleluasaan kepada siswa untuk membangun gagasan yang muncul dan berkembang setelah pembelajaran berakhir. Di sisi lain dengan pendekatan pembelajaran JAS tampak secara eksplisit bahwa tanggung jawab belajar berada pada siswa dan guru mempunyai tanggungjawab menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat. Pendekatan pembelajaran JAS dalam implementasinya menekankan pada pembelajaran yang menyenangkan. Ini merupakan salah satu komponen dari PAKEM yang mempunyai kepanjangan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Namun dalam pendekatan pembelajaran JAS, karakter menyenangkan, terekspresi secara eksklusif dalam istilah bioedutainment (asal kata bio = biology; edu = education, dan tainment = intertainment), yakni merupakan strategi pembelajaran Biologi yang menghibur dan menyenangkan melibatkan unsur ilmu atau sain, proses penemuan ilmu (inqury), keterampilan berkarya, kerjasama, permainan yang mendidik, kompetisi, tantangan dan sportivitas.Berdasarkan latar pemikiran yang telah terurai maka penelitian tindakan kelas ini diformulasikan dengan judul “Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Biologi Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) di Kelas XII AHP2 SMK Negeri 1 Petang Tahun Peljaran 2014/2015.”



25



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Pada akhirnya diharapkan, melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS tersebut nantinya bisa memicu dan memacu tumbuhnya semangat kebersamaan, saling membantu dan saling memotivasi di antara siswa, yang pada gilirannya juga dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar mereka pada mata pelajaran Biologi, khususnya materi/Kompetensi Dasar: “Mengidentifikasi komponen lingkungan abiotik dan biotik.” Metode Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas, disingkat PTK. Penelitian tindakan kelas berasal dari istilah bahasa Inggris Classroom Action Research, yang berarti penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang dilakukan terhadap subjek penelitian di kelas tersebut. Menurut Sulipan, dalam tulisannya yang disusun untuk Program Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Online (http://www.ktiguru.org) berjudul ”Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)”, pertama kali penelitian tindakan kelas diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946, yang selanjutnya dikembangkan oleh Stephen Kemmis, Robin Mc Taggart, John Elliot, Dave Ebbutt, dan lainnya. Pada awalnya penelitian tindakan menjadi salah satu model penelitian yang dilakukan pada bidang pekerjaan tertentu di mana peneliti melakukan pekerjaannya, baik di bidang pendidikan, kesehatan maupun pengelolaan sumber daya manusia. Adapun tujuan penelitian tindakan kelas itu tidak lain adalah untuk memecahkan masalah, memperbaiki kondisi, mengembangkan, dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Arikunto (2002:82) menjelaskan, penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan. Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan kelas, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Targart (dalam Arikunto, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus berikutnya. Setiap siklus meliputi; planning (rencana), action (tindakan), observasi (pengamatan) dan reflection (refleksi).Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.



26



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Permasalahan



Perencanaan



Pelaskanaan



Tindakan - I



Tindakan - I



Refleksi - I Permasalahan Baru, Hasil Refleksi



Pengamatan/ Pengumpulan DataI



Perencanaan



Pelaksanaan



Tindakan - II



Tindakan - II



Refleksi - II



Pengamatan/ Pengumpulan DataII



Bila Permasalahan Belum Terselesaikan



Dilanjutkan ke siklus berikutnya Siklus Berikutnya



Rancangan Penelitian Model Kemmis dan Targat (Sumber: Nana Sudjana, 2009:21)



Penjelasan alur diatas adalah: 1. Rancangan/rencana awal. Sebelum mengadakan penelitian, terlebih dahulu menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan termasuk di dalamnya instrument penelitian dan Perangkat pembelajaran atau rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). 2. Pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini guru menerapkan tindakan yang telah disusun dan direncanakan sebelumnya, yang tidak lain adalah langkah-langkah kegiatan pembelajaran terkait dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD yang telah dipilih dan ditetapkan. 3. Pengamatan atau observasi. Tahap ini pelaksanaannya bersamaan dengan tahap sebelumnya, yakni pelaksanaan tindakan. Jika pelaksana tindakan (guru) sekaligus bertindak sebagai pengamat (dalam penelitian tindakan individual, di mana guru bertindak sekaligus sebagai peneliti tanpa kolaborasi dengan pihak lain), maka instrumen pengamatan sebaiknya telah disiapkan secara terstruktur dan sistematis. 4. Refleksi. Tahap ini merupakan kegiatan untuk merenungkan dan memikirkan kembali tindakan-tindakan yang sudah maupun yang belum dilakukan, keberhasilan dan kekurangannya, hambatan-hambatan yang dihadapi selama melakukan tindakan, dan lain sebagainya. Apabila guru pelaksana tindakan juga berstatus sebagai pengamat (peneliti), maka refleksi dilakukan terhadap diri sendiri. Dengan kata lain, guru tersebut melihat dirinya kembali, melakukan ”dialog” dengan dirinya sendiri untuk menemukan hal-hal yang sudah dirasakan



27



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



memuaskan hati karena sudah sesuai dengan rencana, atau untuk menemukan halhal yang masih perlu diperbaiki. Dalam hal seperti ini maka guru melakukan ”self evaluation”, introspeksi, otokritik, dan sebagainya yang sudah barang tentu diharapkan bisa bersikap objektif. Untuk menjaga objektivitas yang diharapkan seringkali diperlukan hasil refleksi itu divalidasi atau minimal dikonsultasikan dengan teman sejawat, ketua jurusan, kepala sekolah, atau pihak lain yang kompeten dalam bidang itu. Jadi pada intinya, kegiatan refleksi adalah kegiatan evaluasi tindakan, analisis, pemaknaan, penjelasan, penyimpulan dan identifikasi tindak lanjut dalam perencanaan siklus penelitian berikutnya. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian Penelitian ini berjalan dalam dua siklus, yang dalam setiap siklusnya berlangsung dua kali pertemuan atau tatap muka (setiap pertemuan = 2 x 45 menit). Setiap siklus penelitian terdiri dari 4 (empat) tahap kegiatan utama, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Data yang dikumpulkan dalam setiap siklus adalah data yang berhubungan dengan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa melalui instrumen pengumpul data yang telah ditetapkan, dalam hal ini adalah melalui format observasi dan lembar soal tes yang telah disiapkan oleh guru. Hasil observasi terhadap aktivitas belajar siswa dari siklus ke siklus setelah diolah diperoleh hasil aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan ratarata dari 61,67 (70,08%) pada siklus I menjadi 78,83 (89,58%) pada siklus II, yang berarti mengalami peningkatan sebesar 17,16 (19,50%). Demikian pula halnya dengan prestasi belajar dan atau ketuntasan belajar siswa dari siklus I ke siklus II cenderung mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Dari 10 siswa (45,45%) yang tidak tuntas pada siklus I menurun menjadi hanya 1 siswa (4,55%) yang tidak tuntas dan memerlukan remidi pada akhir siklus II. Sementara itu jumlah siswa yang tuntas tetapi tidak perlu pengayaan juga meningkat, dari 6 siswa (27,27%) pada siklus I menjadi 9 siswa (40,91%) pada siklus II. Berikutnya adalah siswa yang “tuntas dengan predikat memuaskan” dan “sangat memuaskan”, masing-masing sebanyak 2 (9,09 %) dan 4 (18,18%) pada siklus I dan meningkat pada akhir siklus II, yaitu masing-masing menjadi 9 (40,91%) dan 3 (13,64%). Baik yang tuntas memuaskan maupun yang tuntas sangat memuaskan, keduanya adalah termasuk kategori siswa yang perlu mendapat program pengayaan. Jumlah siswa dalam kategori yang terakhir itu secara kumulatif pada akhir siklus II adalah sebanyak 12 siswa (54,54%). 2.



Pembahasan



Dari data hasil penelitian yang telah tersaji pada tabel 3 dan 4 tersebut dengan jelas diketahui bahwa aktivitas belajar siswa dalam segala aspek



28



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



pengamatan mengalami peningkatan yang sangat berarti dari siklus I ke siklus II. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS, melalui tindakan guru yang berupa pembentukan kelompok belajar secara acak terstruktur ditambah dengan label nama pada baju siswa untuk memudahkan observasi dan memberikan penilaian sepertinya cukup ampuh untuk menggugah motivasi dan gairah belajar siswa. Siswa seolah menjadi sangat terkesan dengan penciptaan suasana belajar, terlebih setelah mereka diajak secara langsung melakukan pengamatan dan memberikan perlakuan terhadap lingkungan yang menjadi sasaran dalam pembelajaran yakni komponen lingkungan abiotik dan biotik di lingkungan sekolah, melalui pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS). Antusiame mereka juga meningkat, dikarenakan dalam proses penilaian yang sangat beda ketimbang sebelumnya yang kali ini kelihatan lebih serius dan resmi dari guru. Kiranya itu yang membuat mereka untuk dapat tampil sebaik mungkin dalam rangka mendapat penilaian yang terbaik dari guru selama proses pembelajaran. Model pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran mengidentifikasi lingkungan komponen abiotik dan biotik, diakui cukup mendorong para siswa untuk berlomba dan terpacu meningkatkan aktivitas belajar mereka di kelas. Dari yang semula kelihatan agak sungkan urun pendapat berubah menjadi proaktif dalam berinteraksi dan berkomunikasi, baik dengan guru maupun dengan teman sekelas atau teman kelompok belajarnya; dari yang semula pemalas, pelamun dan kurang bergairah belajar mendadak menjadi rajin dan bersemangat belajar; dari yang semula kelihatan peragu dan penakut berubah menjadi penuh percaya diri dalam kegiatan tanya jawab; dari yang semula kelihatan tak peduli dan egois berubah menjadi penuh antusias dan mau berbagi dengan teman. Hal itu semua terbukti dari data hasil penelitian sebagaimana tersajikan pada tabel 3 di atas, di mana aktivitas belajar siswa dalam segala aspek pengamatan dari 70,08% pada siklus I meningkat menjadi 89,58% pada akhir siklus II, yang berarti naik sebesar 19,50%. Berdasarkan kriteria penilaian aktivitas belajar yang telah ditetapkan, prosentase aktivitas belajar sebesar 89,58% itu tergolong tinggi sekali. Demikian pula angka prosentase kenaikan sebesar 19,50% tersebut jelas jauh melampaui kriteria keberhasilan penilaian proses sekaligus kriteria pengujian hipotesis yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, yakni sebesar 10%. Dengan demikian maka hipotesis penelitian (tindakan) pertama yang dirumuskan di bagian terdahulu dalam penelitian ini bisa diterima kebenarannya secara meyakinkan. Hal itu berarti, bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS pada mata pelajaran Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi Dasar “Mengidentifikasi komponen lingkunganabiotikdan biotik” terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa Kelas XII AHP2SMK Negeri 1 PetangTahunPelajaran 2014/2015.



29



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Memang harus diakui, bahwa dengan model pembelajaran kooperatif seperti yang diterapkan dalam penelitian tindakan ini suasana belajar di kelas menjadi “kesannya” agak ramai dan cenderung gaduh. Sesekali sering terdengar suara tepukan meriah dan gelak tawa riang dari para siswa untuk memberikan “applause” dan support atau karena munculnya spontanitas perilaku jenaka dari teman sekelas ketika berdiskusi ataupun saat mengerjakan tugas-tugas kelompok dan tanya jawab.. Meskipun begitu suasana kelas tetap kondusif bagi proses pembelajaran, dan bahkan siswa sepertinya merasakan adanya suasana belajar yang menyenangkan (joyful learning atau learning is fun). Demikian pula halnya bila ditinjau dari segi hasil, data prestasi belajar siswa mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Semula pada siklus I hanya 12 siswa (6 + 2 + 4) atau sebesar 54,54% yang tuntas belajar, pada siklus II meningkat cukup tajam menjadi 21 siswa (9 + 9 + 3) atau sebesar 95,45. Jadi untuk kategori ini terjadi peningkatan sebesar 40,91%. Sementara itu untuk kategori penilaian hasil yang lain, yakni kategori siswa yang tidak tuntas, dari semula pada siklus I sebanyak 10 siswa (45,45%) yang tidak tuntas pada siklus II berkurang drastis menjadi hanya 1 siswa (4,55%) yang tidak, yang berarti berkurang sebesar 40,91%. Angka prosentase kenaikan, baik bagi yang tuntas maupun prosentase pengurangan bagi yang tidak tuntas dari siklus I ke siklus II masing-masing 40,91%. Jika dihubungkan dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya untuk pengujian hipotesis, yakni kenaikan 10%, maka hal itu tentu cukup membanggakan. Terlebih lagi bila dilihat dari segi kriteria keberhasilan secara klasikal yang telah ditetapkan, yakni sebesar 85% dari seluruh siswa dalam kelas harus mencapai ketuntasan belajar. Sementara dari penilaian hasil di akhir siklus II ini hanya menyisakan 4,55% yang tidak tuntas, itu sama artinya 95,45% siswa telah mencapai ketuntasan belajar. Dari hasil analisis tersebut dapat dipahami lebih jauh bahwa tindakan guru menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS telah berhasil mencapai tujuannya. Dengan demikian maka hipotesis penelitian (tindakan) yang dirumuskan dalam penelitian ini terbukti dapat diterima kebenarannya secara sah dan meyakinkan. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS pada pembelajaran Biologi, khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar “Mengidentifikasi komponen lingkungan abiotik dan biotik” terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa Kelas XII AHP2SMK Negeri 1 PetangTahunPelajaran 2014/2015. Simpulan Simpulan utama yang dihasilkan dalam penelitian tindakan kelas ini merupakan jawaban terhadap masalah penelitian yang telah dirumuskan, sebagai berikut:



30



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS padamata pelajaran Biologi, khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar “Mengidentifikasi komponen lingkungan abiotik dan biotik” terbukti telah berhasil meningkatkan sebesar19,50% (dari semula70,08% pada siklus I menjadi 89,58% pada akhir siklus II) aktivitas belajar siswa Kelas XII AHP2SMK Negeri 1 Petang Tahun Pelajaran 2014/2015. 2. 2.Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS pada mata pelajaran Biologi, khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar “Mengidentifikasi komponen lingkungan abiotik dan biotik” terbukti juga telah berhasil menurunkan sebesar 40,90% (dari semula 45,45% yang tidak tuntas pada siklus I menjadi 4,55% yang tidak tuntas pada akhir siklus II) atau berhasil meningkatkan sebesar 40,92% (dari semula; 27,27 + 9,09 + 18,18 = 54,54%) menjadi (40,91 + 40,91 + 13,64 = 95,46 %) prestasi belajar atau ketuntasan belajar siswa Kelas XII AHP2SMK Negeri 1 Petang Tahun Pelajaran 2014/2015.



Dengan demikian maka tindakan guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan JAS pada mata pelajaran Biologi telah berhasil mencapai tujuan yang diinginkan yakni dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa. Daftar Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: BalaiPustaka. Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Konstektual dalam Pembelajaran Abad 21, Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta. Ghalia Indonesia. Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers. Madya., Suwarsih. 2006. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action Research). Bandung: Alfabeta Marianti, A.,Kartijono, N.E. 2005. JelajahAlamSekitar (JAS). Dipresentasikan pada Semiar dan Lokakarya Pengembangan Kurikulum dan Desain Inovasi Pembelajaran Jurusan Biologi FMIPA UNNES dalam rangka pelaksanaan PHK A2. Semarang: Jurusan Biologi FMIPA UNNES. Marianti, A. 2006.Jelajah Alam Sekitar (JAS) Suatu Pendekatan dalam Pembelajaran Biologi dan Implementasinya. Bunga Rampai Pendekatan Pembelajaran Jelajah Alam Sekitar (JAS) Upaya membelajarkan Biologi Sebagaimana Seharusnya Belajar Biologi.Semarang: Jurusan Biolgi FMIPA UNNES. Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Pemerintah RI. 2003. UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Cemerlang.



31



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



---------. 2006. UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Bandung: Citra Umbara. Ridlo, S. 2005. Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS). Dipresentasikan pada Semiar dan Lokakarya Pengembangan Kurikulum dan Desain Inovasi Pembelajaran Jurusan Biologi FMIPA UNNES dalam rangka pelaksanaan PHK A2. Semarang: Biologi FMIPA UNNES. Rusman.2011. Model-model Pembelajaran :Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers. Sudjana, Nana.1989. Penilaian Hasil Proses BelajarMengajar. Bandung: PT Remaja. Sulipan.Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Online: Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research: http://www.ktiguru.org/) Surakhmad, Winarno. 1980. Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars. Curriculum Vitae: Nama NIP Pengalaman Masa Kerja Tempat dan Tanggal Lahir Alamat Instansi Tempat Tugas Alamat



: I Wayan Sucipta : 19620617 200604 1 008 : 22 tahun 03 bulan : Selat, 17 Juni 1962 : Br. Selat Anyar, Desa Selat, Kec. Abiansemal, Kab. Badung. : SMK Negeri 1 Petang : Jln. Raya Pucak Mangu, Pelaga, Pelaga, Petang, Badung



32



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



KEPENGAWASAN PENDIDIKAN KEJURUAN DALAM PERSPEKTIF BUDAYA ORGANISASI DAN MANAJEMEN STRATEGIC Oleh I Nyoman Rana Korwas Pendidikan Pemkab. Badung Abstract There is an emerging new paradigm. It is a vocational education decentralization in the organization cultural perspective and strategic management in an educational system of national, regional, local, school and class. Therefore, there is a broad concept, from theoretical to practical, which can be used for fixing the misunderstanding of the management implementation. With it, we are expected to be the pioneer for doing an improvement in school management image. Afterwards, a dynamic process of creating a culture and management is highly demanded. This is the primary core of a leadership which can make one realize that a leadership and a culture is 2 side of the same coin. On one side, cultural norms explain how an organization select the leader to be promoted and who would be followed by the others. On the other side, it can be explained that the most important thing for a leader is create and manage a culture. Therefore, it is required a unique talent from a leader for understanding and working with culture. It can be a final action from a leader to change the culture when it appears to not perfectly functioning. Keywords: educational supervision, vocational, culture, organization, strategic management. Abstrak Paradigma baru desentralisasi pendidikan kejuruan dalam perspektif budaya organisasi dan manajemen strategic pada sistem pendidikan nasional, regional, lokal, sekolah dan kelas. Dengan demikian kita mempunyai konsep yang luas, baik secara teoritis maupun praktis, sekaligus dapat memperbaiki kesalahpahaman terhadap pelaksanaan manajemen selama ini, dan selanjutnya kita diharapkan menjadi pelopor perbaikan citra manajemen di sekolah. Kemudian, sangat diperlukan proses dinamis dalam pembentukan kebudayaan dan manajemen. Hal ini akan merupakan inti sari dari kepemimpinan dalam membuat seseorang menyadari bahwa kepemimpinan/kepengawasan dan budaya (kebudayaan) merupakan dua sisi yang berada pada koin yang sama. Di satu sisi, norma-norma budaya menjelaskan bagaimana sebuah organisasi akan menjelaskan kepemimpinan siapa yang akan dipromosikan, siapa yang akan mendapat perhatian dari pengikutnya. Di sisi lain, dapat dijelaskan bahwa satu-satunya hal yang terpenting dilakukan oleh pimpinan adalah membuat



33



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



dan mengatur budaya. Oleh karena itu, diperlukan bakat unik dari seorang pemimpin adalah kemampuannya untuk memahami dan bekerja dengan budaya Hal itu akan merupakan sebuah tindakan terakhir kepemimpinan untuk merubah budaya ketika budaya itu terlihat sebagai fungsi yang tidak sempurna. Kata kunci: kepengawasan pendidikan, kejuruan, budaya, organisasi, manajemen, strategic.



A. Pendahuluan Globalisasi mendorong Megatrend peradaban baru serta skills toward 2020, memberikan corak ragam terhadap perubahan sosial politik dan tatanan budaya di Indonesia akhirnya menuntut perubahan, pada paradigma pendidikan nasional yang semula sentralistik menjadi desentralistik, yaitu peran pemerintah (governmental role) menjadi peran masyarakat (community role). Paradigama baru dalam dunia pendidikan akan berimplikasi pula dalam manajemen strategic pendidikan yang mengetengahkan peran masyarakatnya (community role) yang kita kenal dengan desentralisasi pada manajemen pendidikan yang operasionalnya di sekolah. Paradigma ini, yang disemangati oleh UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, PP Nomer 25 Tahun 2000 tentang pelimpahan kewenangan pemerintah dan propinsi sebagai daerah otonomi, yang memberikan kewenangan kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, PP. Nomor 17 Tahun 2007 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, PP. Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan anatara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota, PP. Nomor 50 tahun 2007 tentang pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah. Pentingnya budaya organisasi dan manajemen strategic dalam sistem pendidikan secara umum, nasional, regional, lokal, sekolah dan kelas. Dengan demikian kita mempunyai konsep yang luas, baik secara teoritis maupun praktis, sekaligus dapat memperbaiki kesalahpahaman terhadap pelaksana manajemen selama ini, dan selanjutnya kita diharapkan menjadi pelopor perbaikan citra manajemen di sekolah. Bagian ini akan membahas tentang: 1. Apa unsur-unsur budaya tersebut? 2. Apa unsur-unsur budaya organisasi?



34



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



3. Bagaimanakah gambaran dari sebuah budaya organisasi? 4. Apa yang dimaksud dengan manajemen strategic? 5. Apa yang dipergunakan menganalisis penerapan Budaya organisasi dan manajemen strategic dalam pendidikan kejuruan? B. PEMBAHASAN Pengertian Budaya Kroeber dan Kluchon tahun 1952 menemukan 164 definisi Budaya. Para ahli antropologi dan sosial dan banyak ahli lainnya telah banyak mempersoalkan apa sebenarnya arti dari budaya dunia (global cultur). Karena ini adalah suatu istilah yang cukup abstrak, sehingga sangat sulit untuk didefinisikan, dan mungkin akan berbeda bagi orang yang berbeda pula. Sesuai dengan tujuan kita, maka budaya disini didefinisikan sebagai suatu keyakinan-keyakinan yang dipelajari (the learned beliefs), nilai-nilai, normanorma, simbol-simbol, dan tradisi yang secara umum dijumpai pada sekelompok orang. Hal ini merupakan suatu kualitas yang tersebar pada suatu kelompok orang yang membuat mereka unik/khas. Budaya itu selalu bersifat dinamis dan disebarkan kepada orang lain. Singkatnya, budaya adalah merupakan cara hidup orang (way of life), kebiasaan-kebiasaan (customs), dan script dari suatu kelompok orang (Gudykunst & Ting-Toomey, 1988). Kuntjaraningrat (dalam Husaini Usman, 2010:183) menyatakan bahwa budaya berasal dari bahasa Sansekerta, budayah, sebagai bentuk jamak budhi, yang artinya budi atau akal. Dalam bahasa Inggrisnya, budaya sama dengan culture. Culture berasal dari bahasa Latin, colere yang artinya segala daya dan upaya manusia untuk mengubah alam. Kemudian, Taliziduhu Ndraha dalam bukunya Budaya Organisasi mengemukakan pendapat Edward Burnett dan Vijay Sathe, sebagai berikut : Edward. Burnett Culture or civilization, take in its wide technografhic sense, is that complex whole which includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by men as a member of society. Budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan/percaya, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggota masyarakat. Vijay Sathe, Culture is the set of important assumption (opten unstated) that members of a community share in common. Budaya merupakan seperangkat asumsi penting yang dimiliki bersama anggota masyarakat. Edgar H. Schein menyatakan bahwa budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh



35



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait degan masalah-masalah tersebut. Berdasarkan pandangan dari para pakar maka budaya dapat kita pahami yang terkait dengan kandungan yang harus ada pada budaya itu sendiri, diantaranya; (1) ilmu pengetahuan‟ (2) kepercayaan, (3) seni, (4) moral, (5) hukum, (6) adat istiadat, (7) perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat, (8) asumsi dasar, (9) sistem nilai, (10) pembelajaran/pewarisan, dan (11) Masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal Kemudian Organisasi menurut J.R.Schermerhon (dalam Pabundu Tika 2006:3) mendefinisikan Organization is a collection of people working together in a division of labor to achieve a common purpose, yang dapat dimaknai organisasi adalah kumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Di lain, pihak C.J. Bernard mengatakan bahwa organisasi adalah kerjasama dua orang atau lebih, suatu sistem aktivitasaktivitas atau kekuatan-kekuatan perorangan yang dikoordinasikan secara sadar. Dalam Philip Selznick mengatakan organisasi adalah pengaturan personil guna memudahkan pencapaian beberapa tujuan yang telah ditetapkan melalui alokasi fungsi dan tanggungjawab. Oleh karena itu, berdasarkan definisi di atas hal yang tercakup dalam organisasi adalah sebagai berikut; (1) kumpulan dua orang atau lebih, (2) kerjasama, (3) tujuan bersama, (4) sistem organisasi kegiatan, (5) pembagian tugas dan tanggungjawab personil. Setelah kita mengetahui pengertian budaya dan organisasi di atas, selanjutnya kita dapat mendalami unsur-unsur pertalian yang ada dalam budaya organisasi, berdasarkan pendapat para ahli Peter F.Ducker, Phithi Amunuai, Edgar Schein dalam Pabundu Tika 2006:5 mensintesiskan sebagai berikut: 3. Asumsi dasar Dalam budaya organisasi terdapat asumsi yang dapat berfungsi sebagai pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk berperilaku. 4. Keyakinan yang dianut Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan dilaksanakan oleh para anggota organisasi. Keyakinan ini mengandung nilai-nilai yang dapat berbentuk slogan atau moto, asumsi dasar, tujuan umum organisasi, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip menjelaskan usaha.



36



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



5. Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya organisasi Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin organisasi/perusahaan atau kelompok tertentu dalam organisasi atau perusahaan tersebut. 6. Pedoman mengatasi masalah Dalam organisasi/perusahaan, terdapat dua masalah pokok yang sering muncul, yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal. Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi. 7. Berbagi nilai (sharing of value) Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang. 8. Pewarisan (Learning process) Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi perlu diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam organisasi/perusahaan tersebut. 9. Penyesuain (adaptasi) Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma yang berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi organisasi/perusahaan terhadap perubahan lingkungan. Keberhasilan maupun kegagalan dari suatu organisasi, apakah perusahaan, lembaga pemerintah, rumah sakit, ataupun organisasi sosial lainnya, akan selalu dikaitkan dengan managemen strategic yang dilakukan oleh pemimpin dari organisasi itu. Dengan kata lain, kepemimpinan merupakan unsur kunci dalam menentukan efektivitas maupun tingkat produktivitas suatu organisasi. Konsep budaya memperlihatkan keterkaitan dengan kepemimpinan. Budaya/Kebudayaan merupakan sebuah fenomena dinamis yang berada di sekitar kita dari waktu ke waktu, yang berperan secara terus menerus dan membentuk interaksi dengan yang lainnya sehingga terbentuk sikap kepemimpinan dan susunan yang membimbing dan membatasi tingkah laku. Ketika seseorang membawa budaya pada tingkatan organisasi dan mungkin juga membawanya ke dalam kelompok-kelompok di dalam organisasi tersebut, seseorang akan dapat melihat dengan jelas bagaimana kebudayaan itu terbentuk, melekat, berkembang, dan pada akhirnya menggerakkan. Pada saat yang sama, bagaimana kebudayaan juga membatasi, menstabilkan, dan memberikan susunan dan arti kepada anggota kelompok. Proses dinamis pembentukan kebudayaan dan manajemen ini



37



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



adalah inti sari kepemimpinan dan membuat seseorang menyadari bahwa kepemimpinan dan budaya (kebudayaan) merupakan dua sisi yang berada pada koin yang sama. Di satu sisi, norma-norma budaya menjelaskan bagaimana sebuah organisasi akan menjelaskan kepemimpinan siapa yang akan dipromosikan, siapa yang akan mendapat perhatian dari pengikutnya. Di sisi lain, dapat dijelaskan bahwa satu-satunya hal yang terpenting dilakukan oleh pimpinan adalah membuat dan mengatur budaya. Oleh karena itu, diperlukan bakat unik dari seorang pemimpin adalah kemampuannya untuk memahami dan bekerja dengan budaya, dan itu merupakan sebuah tindakan terakhir kepemimpinan untuk merubah budaya ketika budaya itu terlihat sebagai fungsi yang tidak sempurna. Menurut Robbins (1996 : 294) bahwa manfaat/fungsi Budaya Organisasi budaya organisasi sebagai berikut: 1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. 2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang. 4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan. 5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. Sehubungan dengan manfaat/fungsi tersebut di atas, Robbins (1996:289) memaparkan bahwa ada 7 ciri-ciri budaya organisasi sebagai berikut: 1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko. 2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail. 3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. 4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu. 5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, ketimbang individu-individu. 6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.



38



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik. Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289). Sistem pendidikan Indonesia selama ini cenderung terlihat lebih berorientasi dan terfokus pada input pendidikan dan prosesnya. Input pendidikan seperti sarana dan prasarana dan kurikulum beserta prosesnya memang sangat penting bagi keberhasilan seseorang dalam belajar, tetapi hal ini saja tidak cukup. Karena itu untuk memperbaiki keadaan di atas, sistem pendidikan di Indonesia sudah harus mulai lebih difokuskan pada pengendalian kualitas/mutu lulusannya berbasis manajemen strategic. Mutu terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen ini saling terkait dan bekerja secara bersama-sama dalam sebuah sistem, yang dikenal dengan sistem pendidikan. Komponen-komponen itu terdiri dari input, proses dan output, serta outcome yang bermutu. Penjaminan mutu adalah keseluruhan aktivitas dalam berbagai bagian atau unsur dari sistem untuk memastikan bahwa mutu produk atau layanan yang dihasilkan selalu konsisten sesuai dengan yang direncanakan/dijanjikan. Dalam penjaminan mutu terkandung proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan pendidikan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga seluruh stakeholders memperoleh kepuasan. Agar sasaran mutu dapat tercapai maka perlu dikelola dengan menggunakan manajemen strategic. Manajemen strategic dapat dilakukan melalui pelaksanaan fungsi manajemen melalui model PDCRA (Plan-DoCheck-Review-Action) secara maju berkelanjutan. Di lain pihak, dapat memanfaatkan manajemen Strategic. Manajemen strategic merupakan seni dan ilmu dalam penyusunan, penerapan, dan pengevaluasian keputusan-keputusan lintas fungsional yang dapat memungkinkan suatu lembaga mencapai sasarannya. Manajemen strategic adalah proses penetapan tujuan organisasi, pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran tersebut, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi. Selanjutnya, ruang lingkup dan model manajemen strategic sebagai bidang ilmu yang menggabungkan kebijakan bisnis dengan lingkungan dan tekanan strategic, yang meliputi, yaitu: pengamatan lingkungan,



39



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



perumusan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi, serta pengendalian, yang seterusnya menjadikan karakteristik keputusan strategi; (1) rare, (2) consequential, (3) directive. Kemudian manajemen strategic mengkombinasikan aktivitasaktivitas dari berbagai bagian fungsional suatu bisnis untuk mencapai tujuan organisasi. Demikian hal nya bahwa Managemen strategic adalah suatu proses untuk selalu menempatkan posisi organisasi pada titik yang strategic, sehingga di dalam perkembangan selanjutnya organisasi akan terus memperoleh prospek strategic. Managemen strategic mengintegrasikan antara perencanaan strategic dengan upaya yang bersifat selalu meningkatkan kualitas organisasi, efisiensi anggaran, optimalisasi penggunaan sumber daya orang, evaluasi program, pemantauan dan penilaian kinerja serta pelaporan kinerja. Membicarakan hubungan antara organisasi dan lingkungannya dan memberi petunjuk bagaimana menghadapi serta menanggulangi perubahan sehingga organisasi tetap mampu mengendalikan arah perjalanan menuju sasaran yang dikehendaki. Dalam menuju sasaran seyogyanya memandang aspek manajemen strategic menjadi hal yang sangat penting, yaitu: 1. Perumusan Strategi (Strategy Formulation): mencerminkan adanya tujuan dan sasaran organisasi untuk menjabarkan misi organisasi. 2. Implementasi Strategi (Strategy Implementation): menggambarkan operasionalisasi cara mencapai tujuan dan sasaran organisasi. 3. Evaluasi Strategi (Strategy Evaluation): merupakan aktivitas untuk mengukur , mengevaluasi dan memberikan umpan balik kinarja organisasi. 4. Pengintegrasian fungsi-fungsi organisas: manajemen strategic memberikan arahan menyeluruh untuk lembaga dan terkait erat dengan bidang perilaku organisasi. Oleh karena itu, pendekatan strategic terhadap manajemen memerlukan arahan dan tujuan yang eksplisit. Hal ini, dapat dimaknai bahwa manajemen pendidikan kejuruan menjadikan sangat penting mengenai visi dan misi seperti yang digambarkan oleh Foreman dalam Tony Bush (2010:35) bahwa: “Kondisi kontemporer menuntut pemimpin untuk memproses visi masa depan yang lebih jelas bagi dirinya sendiri dan organisasinya, dan mampu mengkomunikasikan atau mendemonstrasikan dirinya sebagai figur yang persuasif dan berpendirian..., Tanpa visi, maka organisasi dan orang-orang didalamnya tidak mempunyai arahan yang jelas, tidak mempunyai cara yang tepat dalam melangkah ke



40



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



masa depan dan tidak memiliki komitmen. Visi merupakan ciri khas peran kepemimpinan” Dalam upaya membentuk visi dalam pendidikan kejuruan, pemimpin harus menghindari “top down” tang akan memaksa staft pengambil keputusan untuk menerima gagasannya. Manakala visi telah terwujud, selanjutnya misi sering digunakan mengekspresikan tujuan organisasi, bahkan misi harus dapat menjelaskan seluruh tujuan dan filosofi serta sering dinyatakan lebih spesifik/kalimat pendek. Statemen misi bagi milton keynes college di Inggris menggabungkan beberapa ciri utama: “Poin penting dari perencanaan dan manajemen Strategic adalah lembaga pendidikan. Misi menegaskan tujuan dan mewujudkan filosofi serta nilai-nilai pendidikan. Ia merupakan referensi penting bagi kita dalam membuat keputusan, menentukan strategi dan kebijakan implementasi, menilai sikap dan mengevaluasi perilaku. Ia memberi informasi dan bimbingan menuju arah yang kita tuju” (Limb, 1992:168). Kesuksesan yang paripurna manajemen strategic berangkat dari visi, misi dan aksi yang jelas. Hal ini, dalam menuju arah yang tepat sasaran kita dapat memanfaatkan analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari strengths, weaknesses, opportnities and threats (kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman). Analisis SWOT sudah menjadi ala t yang umum digunakan dalam perencanaan strategic pendidikan, demikian pula pada pendidikan kejuruan yang kental dengan i suisu kontemporernya. Ia tetap merupakan alat yang efektif dalam menempatkan posisi institusi. Analisis SWOT bertujuan untuk menemukan aspekaspek penting dari hal-hal tersebut di atas: Kekuatan, kelemahan, Peluang, dan Ancaman. Tujuan pengujian ini adalah untuk memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan, mereduksi ancaman dan membangun peluang. Aktivitas SWOT dapat diperkuat denga n menjamin analisa tersebut berfokus pada kebutuhan pelayanan pada pelanggan dan konteks kompetitif tempat institusi beroperasi. Ini adalah dua variabel kunci dalam membangun atau mengembangkan strategi jangka panjang institusi. Strategi ini harus dikembangkan dengan berbagai metode yang dapat memungkinkan institusi mampu mempertahankan diri dalam



41



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



menghadapi serta mampu memaksimalkan daya tariknya bagi para pelanggan. Jika pengujian tersebut dipadukan dengan pengujian misi dan nilai, maka akan ditemukan s ebuah identitas institusi yang berbeda dari para pesaingnya. Begitu sebuah identitas yang memiliki merupakan icon spesial akan mampu dikembangkan dalam sebuah institusi. Oleh karenanya karakteristik mutu dalam institusi pendidikan kejuruan akan diperoleh dengan nyata melalui SWOT. Hal ini, akan lebih mudah diidentifikasi, dianalisis, terprogram, tersistem sehingga menjadi sesuatu yang didambakan dari peletakan manajemen strategic, selanjutnya budaya organisasi akan memunculkan keunikan-keunikan yang menjadi kunci keunggulan. C. Penutup 1. Budaya itu terdiri dari unsur-unsur, yaitu: (1) ilmu pengetahuan, (2) kepercayaan, (3) seni, (4) moral, (5) hukum, (6) adat istiadat, (7) perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat, (8) asumsi dasar, (9) sistem nilai, (10) pembelajaran/pewarisan, dan (11) Masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal 2. Unsur-unsur yang ada dalam budaya organisasi, sebagai berikut: 1) Asumsi dasar Dalam budaya organisasi terdapat asumsi yang dapat berfungsi sebagai pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk berperilaku. 2) Keyakinan yang dianut Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan dilaksanakan oleh para anggota organisasi. Keyakinan ini mengandung nilai-nilai yang dapat berbentuk slogan atau moto, asumsi dasar, tujuan umum organisasi, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip menjelaskan usaha. 3) Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya organisasi Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin organisasi/perusahaan atau kelompok tertentu dalam organisasi atau perusahaan tersebut. 4) Pedoman mengatasi masalah Dalam organisasi/perusahaan, terdapat dua masalah pokok yang sering muncul, yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal. Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi. 5) Berbagi nilai (sharing of value)



42



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang. 6) Pewarisan (Learning process) Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi perlu diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam organisasi/perusahaan tersebut. 7) Penyesuain (adaptasi) Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma yang berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi organisasi/perusahaan terhadap perubahan lingkungan 3. Gambaran manajemen strategic dengan organisasi adalah Managemen strategic merupakan suatu proses untuk selalu menempatkan posisi organisasi pada titik yang strategic, sehingga di dalam perkembangan selanjutnya organisasi akan terus memperoleh prospek strategic. Managemen strategic mengintegrasikan antara perencanaan strategic dengan upaya yang bersifat selalu meningkatkan kualitas organisasi, efisiensi anggaran, optimalisasi penggunaan sumber daya orang, evaluasi program, pemantauan dan penilaian kinerja serta pelaporan kinerja. 4. Manajemen strategic adalah proses penetapan tujuan organisasi, pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran tersebut, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi. 5. penerapan Budaya organisasi dan manajemen strategic dalam pendidikan kejuruan, melalui Analisis SWOT bertujuan untuk menemukan aspek-aspek penting dari hal-hal tersebut di atas: Kekuatan, kelemahan, Peluang, dan Ancaman. Tujuan pengujian ini adalah untuk memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan, mereduksi ancaman dan membangun peluang.



REFERENSI: Bush, T and Marianne Coleman, (1998) Leadership and Strategic Management in Education. Sage Publication company, EMDU, University of Leicester Edward Sallis (1993) Total Quality Management Education, kogan page limited, London http://pascasarjana-stiami.ac.id/26 Mei 2011 Kartono, Kartini, (1994), Pemimpin dan Kepemimpinan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.



43



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Nawawi, Hadari, (1995), Kepemimpinan yang Efektif, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Northouse (2010), Leadership, Teory and Practice, SAGE Publications, London, New Deli. Soetopo, H., (2010). Perilaku Organisasi, Teori dan Praktik di Bidang PendidikanI. PT. Remaja Rosdakarya Offset. Bandung. Thoha, Miftah, (1996), Perilaku Organisasi, PT. Raja Erfindo Persada, Jakarta.



44



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



METODE OUTBOUND UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB BELAJAR SISWA KELAS XI IPA 3 SMA NEGERI 1 BUSUNGBIU TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Kadek Suhardita (IKIP PGRI Bali) Email: [email protected] Abstract The responsibility of the student as a learner is learning well, school projects that have been given to him, discipline in carrying out school rules. This means that each student is required to carry out these responsibilities and absolutely without exception, but in fact many students who feel overwhelmed by their obligations as learned. Based on observations made directly to class XI IPA 3 SMAN 1 Busungbiu, and after conducting interviews directly with a supervising teacher is informed that there are some students showed a low learning responsibility. Based on observations obtained by researchers attempted to approach by conducting research with the title "the application of the method to increase the responsibility of outbound students of class XI IPA 3 SMAN 1 Busungbiu 2013/2014 school year. The goal of this research is to improve student learning responsibility with outbound methods. Approaches used in this study is action research approach counseling. Based on the results of evaluations, a quantitative increase occurred on average 26.49% and an increase of 65.2% in groups with high category, but the researchers looked still needs to be improved so that developments truly optimal. Later in the second action cycle, increased responsibility significant student learning which ranged from 65.2% to 83.8% with a very high category and when viewed in groups seen an increase of 28.64%. This means that the method can improve the responsibility outbound student learning. Key words: Responsibility learning, Method Outbound.



A. Latar belakang masalah Manusia adalah mahluk yang memiliki akal, perasaan dan kehedak tidak ada manusia yang sehat akalnya yang bisa melepaskan diri dari rasa tanggung jawab. Tanggung jawab bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Tanggung jawab setiap orang berbeda-beda sesuai dengan kedudukannya, seperti didalam masyarakat semakin tinggi kedudukan seseorang semakin tinggi pula tanggung jawabnya. Dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah setiap siswa harus menanamkan rasa



tanggungjawab pada diri masing-masing. Tanggungjawab siswa sebagai pelajar



45



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



adalah belajar dengan baik, mengerjakan tugas sekolah yang sudah diberikan kepadanya, disiplin dalam menjalani tata tertib sekolah. Artinya setiap siswa wajib dan mutlak melaksanakan tanggungjawab tersebut tanpa terkecuali, akan tetapi kenyataannya banyak siswa yang merasa terbebani dengan kewajiban mereka sebagai pelajari. Siswa berangkat ke sekolah tidak lagi untuk tujuan belajar, akan tetapi dijadikan sebagai ajang untuk ketemu, kumpul dengan temanteman, ngobrol dan lain sebagainya. Sementara tugas sejatinya untuk belajar dan menimba ilmu sudah bukan lagi menjadi pokok tapi ini realita dan potret siswa masa kini selalu menginginkan sesuatu tanpa bersusah payah menyerah sebelum berjuang, kalah sebelum bertanding. Oleh karena itu rasa tanggung jawab sangatlah penting di dalam mencapai prestasi belajar. Rasa tanggung jawab juga tidak muncul secara otomatis pada diri seseorang karena itu, penanaman dan pembinaan tanggung jawab pada anak hendaknya dilakukan sejak dini agar sikap dan tanggung jawab ini bisa muncul pada diri anak. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan secara langsung pada siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu, dan setelah mengadakan wawancara secara langsung dengan salah seorang guru BK diperoleh informasi bahwa memang ada beberapa siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 menunjukkan perilaku yang berbeda jika dibandingkan dengan kelas lain di sekolah terutama dalam tanggung jawab yang ditandai dengan; 1) kesadaran, 2) kecintaan/kesukaan, dan 3) keberanian dalam melakukan sesuatu atau berbuat dan siap menerima resiko yang akan terjadi. Apabila kurangnya tanggung jawab dalam belajar yang dimiliki oleh siswa dibiarkan begitu saja tanpa adanya penanganan tertentu dari pihak sekolah maka akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Selama ini usaha yang dilakukan oleh pihak sekolah sebatas pemberian informasi sehingga dikatakan tidak berhasil dengan optimal. Mengingat akan pentingnya peranan tanggung jawab yang dimiliki oleh siswa dalam belajar, dan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, peneliti berupaya melakukan pendekatan dengan mengadakan penelitian dengan judul “metode outbound untuk meningkatkan tanggung jawab belajar siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014. B. Kajian Teoritik 1) Pengertian Out Bond Kusnadi (2002:24) menjelasakan definisi outbound ditinjau dari fungsinya sebagai sarana pelatihan/pendidikan, secara garis besar dibagi ke dalam dua definisi, yaitu : 1) Definisi Psikososial (Psychosocial), Berhubungan dengan fungsi kegiatan outbound sebagai sarana pembelajaran mengenai hubungan antar manusia (relationship), pembentukan karakter dan kerja sama team (team building). Definisi outbound ditinjau dari sudut pandang psikososial



46



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



adalah : Suatau proses pembelajaran yang berlangsung di alam terbuka, dengan cakupan materi meliputi pendidikan lingkugan hidup seperti konservasi, pelatihan mengenai petualangan, terapi dan rekreasi di alam terbuka. Seringkali melibatkan kelompok kecil yang secara aktif berperan serta dalam kegiatan petualangan untuk mengembangkan kepribadian mereka di bawah arahan instruktur atau pemimpin group tersebut.Kelompok-kelompok kecil dalam kegiatan outbound berpartisipasi dalam aktivitas petualangan di alam terbuka yang terorganisir dan secara mendasar menjadikan diri mereka sendiri sebagai sumber daya untuk mengatasi masalah. Tema yang biasa diusung adalah penekanan terhadap pengalaman yang langsung dirasakan pada saat melakukan kegiatan outdoor, baik untuk tujuan individu, sosial, pendidikan, terapi dan lingkungan hidup. 2) Definisi Lingkungan Hidup (Environmental), Erat kaitanya dengan proses pembelajaran hubungan manusia dan alam sekitar. Metode yang mengharuskan seseorang dengan segala indera yang dimilikinya, mengalami proses pembelajaran dengan melakukan (learning by doing) dan semua itu dilakukan di alam terbuka. Dalam pendidikan outdoor, penekanan proses belajar adalah hubungan antara manusia dan alam Kegiatan outbound sendiri bertujuan menumbuhkan dan menciptakan suasana saling mendorong, mendukung serta memotivasi dalam sebuah kelompok. Selain mengembangkan kemampuan apresiasi atau kreativitas dan penghargaan terhadap perbedaan dalam sebuah kelompok juga memberikan kontribusi memupuk jiwa kepemimpinan, kemandirian, keberanian, percaya diri, tanggung jawab dan empati yang merupakan nilai dasar yang harus dimiliki setiap orang. Yang diterjemahkan melalui experiential learning yang akan memberikan pengalaman langsung kepada peserta pelatihan dengan simulasi permainan. Peserta langsung merasakan sukses dan gagal dalam pelaksanaan tugas. Sisi menarik dari metode pembelajaran outbound adalah permainan sebagai bentuk penyampaiannya. Dalam permainan skill, individu tidak hanya ditantang berpikir cerdas namun juga memiliki kepekaan sosial. Dalam outbound peserta akan lebih banyak dituntut mengembangkan kemampuan ESQ (emotional and spiritual quotient) nya, disamping IQ (intellegent quotient). Metode outbound training memungkinkan peserta dalam aktivitasnya melakukan sentuhan-sentuhan fisik dengan latar alam yang terbuka sehingga diharapkan melahirkan kemampuan dan watak serta visi kepemimpinan yang mengandung nilai-nilai kejujuran, keterbukaan, toleransi, kepekaan yang mendalam, kecerdasan serta rasa kebersamaan dalam membangun hubungan antar manusia yang serasi dan dinamis. Menurut Badiatul (2009) dalam As‟adi (2009:26) mendefinisikan outbound sebagai



47



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



kegiatan yang menyenangkan dan penuh tantangan. Bentuk kegiatannya berupa permainan simulasi kehidupan melalui permainan-permainan (games) yang kreatif, rekreatif, dan edukatif, baik secara individual maupun kelompok dengan tujuan untuk pengembangan diri maupun kelompok. 2) Tujuan dan Manfaat Outbound Pengalaman dalam kegiatan outbound memberikan masukan yang positif dalam perkembangan kedewasaan seseorang. Pengalaman itu mulai dari pembentukan kelompok. Kemudian setiap kelompok akan menghadapi bagaimana cara bekerja sama. Bersama - sama mengambil keputusan dan keberanian untuk mengambil risiko. Setiap kelompok akan menghadapi tantangan dalam memikul tanggung jawab yang harus dilalui. Tujuan utama kegiatan pelaksanaan outbound adalah melatih para peserta untuk mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada dengan membentuk sikap professionalisme para peserta yang didasarkan pada perubahan dan perkembangan karakter, komitmen serta kinerja yang diharapkan akan semakin lebih baik. Sikap dan perilaku profesionalisme seperti ini meliputi : 1) Terbentuknya suatu komitmen yang utuh dari setiap peserta melalui 4C, yaitu : (a). peningkatan kompetensi (competency), (b). pembentukan kosepsi (conception) pemikiran yang komprehensif, (c). terjadinya hubungan (connection) yang semakin erat diantara para bawahan dan atasan, serta (d). munculnya keyakinan akan kepercayaan (confidence) diri akan kemampuan masing-masing pesera yang akan berpengaruh dalam membangun rasa memiliki dan bukan sekedar menjadi karyawan. Perubahan ini akan terlihat dari bertumbuh kembangnya rasa tanggungjawab dalam melakukan tugas di unit kerjanya masing-masing. 2) Pola perilaku yang berkarakter dalam melakukan tugas-tugas kehidupan, berdisiplin, bertanggung jawab, berorientasi ke masa depan, mengutamakan tugas pengabdian, memiliki sikap, etika dan etos kerja yang tinggi. 3) Meningkatkan semangat kerja dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab masing-masing, serta meningkatkan keberanian peserta dalam mengambil setiap resiko (risk taking) dari setiap tantangan yang dihadapi. 4) Team building yang solid yang didasarkan pada saling pengertian, kerja sama, koordinasi, menghargai perbedaan, sikap mengutamakan tugas daripada Kepentingan pribadi. Dan meyakini bahwa keberhasilan merupakan buah dari kerjasama dan kebersamaan. 5) Peningkatan kematangan Emotional Question (EQ) melalui program Olah Rasa yang menjadi porsi perhatian outbound bahkan perhatiannya kepada pengembangan Spiritual Quotion (SQ) akan sangat membantu peserta dalam meningkatkan kematangan kemampuan menghadapi berbagai



48



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



tantangan dan hambatan dalam setiap penyelesaian tugas-tugas yang dihadapi. Adapun manfaat dari kegiatan pelatihan outbound secara umum adalah : 1) Manfaat psikologis, yaitu (a) menumbuhkan rasa percaya diri, (b) meningkatkan pemahaman tentang konsep diri, (c) meningkatkan harga diri, (d) meningkatkan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru, (e) meningkatkan keberanian untuk menguji kemampuan diri, (f) memberikan sensasi positif saat mencoba hal baru. 2) Manfaat sosiologis yaitu : (a) mengembangkan sikap peduli pada orang lain, (b) mengembangkan kemampuan komunikasi, (c) mengembangkan rasa memiliki, (d) mengembangkan kemapuan untuk memberi umpan balik positif, (e) mengembangkan kemampuan untuk membangun persahabatan, (f) mengembangkan kemampuan untuk mengendalikan diri. 3) Manfaat edukasional yaitu : (a) mengembangkan pengetahuan tentang pendidikan outdoor, (b) meningkatkan pengetahuan tentang konservasi alam, (c) meningkatkan kesadaran pentingnya daya dukung lingkungan dalam kehidupan, (d) meningkatkan tanggungjawab dalam melestarikan lingkungan, (e) mengembangkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah, (f) mengembangkan penguasaan akademis, (g) meningkatkan kesadaran dan klarifikasi nilai kehidupan. 4) Manfaat phisikal yaitu : (a) meningkatkan kesegaran jasmani, (b) mengembangkan ketrampilan organ tubuh, (c) mengembangkan kekuatan tubuh, (d) melatih kemampuan koordinasi gerak tubuh, (e) memberikan porsi latihan tambahan, (f) mengembangkan keseimbangan tubuh. 5) Manfaat spiritual yaitu : (a) meningkatkan keinginan selalu berbuat sebaik mungkin pada diri sendiri maupun orang lain, (b) meningkatakn sikap berani, tangguh dan pantang menyerah dalam menghadapi setiap masalah yang ada, (c) selalu mempunyai kesadaran bahwa apapun kesuksesan yang didapatnya selalu karena atas keterlibatan dan kemurahan Tuhan. 3) Klasifikasi Materi Outbound Materi yang digunakan dalam teknik outbound ini adalah : Low Impact, bentuk permainan: (a) Spider Net (Jaring Laba - laba), tujuan: kerjasama team dan partisipasi terpadu, membuat perencanaan yang matang, efesiensi waktu dan memacu produktifitas, menumbuhkan tanggung jawab. (b) Instalasi jembatan tali (High Roof), berjalan di atas jembatan yang terbuat dari tambang ataupun bilahan bambu, tujuan: melatih keberanian mengambil resik, meningkatkan rasa percaya diri, melatih kegigihan dalam mencapai tujuan, kemandirian. (c) Truss fall, tujuan: membangun rasa percaya terhadap rekan kerja dan diri sendiri . (d) Flying Fox, tujuan: melatih keberanian mengambil resiko, meningkatkan rasa percaya diri. (e)



49



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Rappeling. (f) Kayak yaitu mendayung sendiri perahu kecil (kayak), tujuannya : untuk melatih kemandirian, yakin kepada diri sendiri. (g) Panjat dinding yaitu memanjat dinding ataupun jalinan tambang yang dibentangkan dengan tegak seperti dinding, tujuannya : melatih keberanian, melatih mental, melatih kekuatan yang ada pada diri sendiri. 4. Pelaksanaan Outbound Ada beberapa tahapan dalam pelaksanaan Outbound di lapangan, antaralain; 1) Tahap Experience/Pengalaman: dimana peserta diajak untuk merasakan pengalaman/kondisi tertentu melalui sebuah simulasi games outbound yang dipimpin oleh Master Games Outbound. 2) Tahap Processing /Berproses: merupakan tahap untuk berinteraksi dengan anggota kelompoknya, dalam tahap ini peserta diminta untuk membahas dan mendiskusikan manfaat/ pemecahan masalah dari tugas-tugas yang diberikan 3) Tahap Generalizing/ Melebur: merupakan tahap untuk menyimpulkan hasil dari diskusi kelompok, menyepakati hal-hal yang telah disetujui dan dimengerti oleh masing-masing anggota. 4) Tahap Implementation/ Implementasi atau penerapan; merupakan tahap akhir, dimana para peserta Outbound diminta untuk merefleksikan dan menerapkan pengalaman pembelajaran kelompok yang telah diperolehnya selama program Outbound kedalam system kerja dan kehidupan mereka sehari-hari 5. Tanggung Jawab Belajar



Zuriah, (2011:69) menyatakan bahwa "tanggung jawab belajar adalah sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas dan kewajiban yang harus di lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat (kehidupan sosial), dan Negara". Burhanudin (2000 : 43) berpendapat tentang, pengertian tanggung jawab adalah "kesanggupan yang harus dimiliki oleh setiap individu untuk dapat menetapkan sikap dan berani memikul resiko terhadap suatu perbuatan yang dilakukan". Sedangkan menurut Mudjijono (2012: 40) menyatakan bahwa, tanggung jawab belajar adalah sikap yang berkaitan dengan janji atau tuntutan terhadap hak, tugas, kewajiban sesuai dengan aturan, nilai, norma, adat-istiadat yang dianut warga masyarakat. Berdasarkan beberapa pengertian tentang tanggung jawab belajar tersebut di atas, maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan tanggung jawab adalah perbuatan yang sangat penting dilakukan dalam hidup sehari-hri, karena tanpa tanggung jawab, maka semuanya akan menjadi kacau, dengan menumbuhkan perilaku tanggung jawab, seseorang akan dipercaya orang lain, selalu tepat dalam melaksanakan sesuatu, dan mendapatkan hak dengan sewajarnya.



50



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



6. Wujud Tanggung Jawab Belajar Siswa



Seorang pelajar harusnya memiliki rasa tanggung jawab. Adapun tanggung jawab pelajar sebagai berikut: 1. Menyelesaikan tugas yang diberikan guru tepat pada waktunya. 2. Berani menanggung resiko dari setiap perkataan, sikap dan perbuatanya. 3. Menghindari sikap buruk, salah sangka, dan lalai. 4. Tidak suka melempar kesalahan kepada orang lain. 5. Mengerjakan tugas berdasarkan hasil karya sendiri. Apabila siswa telah mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut di atas, maka siswa akan menjadi siswa yang baik, cerdas, banyak teman, dan berkepribadian luhur, siswa yang demikian sudah barang tentu akan menjadi siswa yang berhasil. 7. Aspek-Aspek Tanggung Jawab Belajar Menurut Burhannudin (2000: 47) menjelaskan tiga aspek tanggung jawab, antara lain: 1) Kesadaran Kesadaran adalah keadaan seseorang di mana mengatahui/mengerti dengan jelas apa yang ada dalam pikirannya. Sadar berarti tahu, kenal, mengerti dapat memperhitungkan inti, guna sampai kepada soal akibat dari sesuatu perbuatan atau pekerjaan yang di lakukan. Kesadaran ini merupakan suatu yang dimiliki oleh manusia dan tidak ada pada ciptaan Tuhan yang lain. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia merupakan bentuk unik dimana manusia dapat menempatkan diri sebagai manusia sesuai dengan yang diyakininya sehingga manusia itu dikatakan sebagai mahluk ciptaan tuhan yang paling sempurna. Dengan kesadaran yang dimiliki, manusia tersebut akan mampu berfikir sebelum melakukan sesuatu untuk menghindari terjadinya masalah. Kesadaran ini sangat penting ditumbuh kembangkan dalam diri manusia, karena manusia tidak akan dapat hidup dengan baik tanpa memiliki kesadaran. Segala sesuatu yang dilakukan harus di dahului dengan kesadaran. Manusia yang selalu memanfatkan kesdarannya akan selalu berucap dengan lembut, bermanfaat, benar apa adanya, tenang, menenangkan, menyenangkan, berharga, tepat waktu dan bertujuan. Seseorang baru dapat dimintai tanggung jawab bila sadar tentang apa yang di perbuatnya. 2) Kecintaan/ Kesukaan Kecintaan/kesukaan merupakan kegemaran dan kesenangan yang akan dilakukan oleh seseorang. Kecintaan/kesukaan ini akan menimbulkan rasa kepatuhan, kerelaan dan kesediaan berkorban. Apabila dalam diri seseorang sudah tertanam rasa kecintaan/kesukaannya terhadap suatu



51



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



pekerjaan, maka seseorang tersebut akan rela mengorbankan segalanya untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Kecintaan/kesukaan ini tumbuh dalam diri seseorang dikarenakan manusia itu memiliki keinginan atau motivasi untuk mampu mencapai suatu tujuan di dalam hidupnya. Dengan rasa kecintaan/kesukaan tersebut seseorang akan selalu bertanggung jawab atas apa yang di perbuat. 3) Keberanian Berani berbuat berarti bertanggung jawab. Keberanian adalah suatu sikap untuk berbuat sesuatu dengan tidak terlalu merisaukan kemungkinan-kemungkinan buruk. Berani disini didorong oleh rasa keiklasan karena tidak bersikap ragu-ragu dan takut terhadap segala macam rintangan yang timbul kemudian sebagian konsekuensi dari tindak perbuatan. Setiap perbuatan yang dilakukan seseorang menuntut keberanian dari dalam dirinya. Dengan keberanian yang dimiliki seseorang akan merasa senang dan iklas menjalani sesuatu. Seseorang yang berani memiliki ciri-ciri patang menyerah, memiliki tekat yang pasti, percaya diri, konsistensi, optimisme, dan berani menangung segala resiko dari setiap perbuatan yang dilakukan. METODOLOGI PENELITIAN Teknik pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian tindakan bimbingan konseling (PTBK) karena langkah yang ditempuh dalam upaya meningkatkan tanggung jawab belajar siswa melalui proses pembelajaran di dalam kelas. Pelaksanaan penelitian tindakan bimbingan konseling (PTBK) ini dirancang dalam bentuk siklus dan pada masing-masing tahapan (siklus) terdiri dari empat kegiatan yaitu : (1) perencanaan kegiatan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan evaluasi, (4) refleksi. HASIL PENELITIAN Dalam pembahasan sub hasil penelitian ini akan dijelaskan hal-hal sebagai berikut : (1) hasil tindakan tahap pertama, (2) hasil tindakan tahap kedua. 1. Hasil Tindakan Tahap Pertama Pada pembahasan hasil tindakan tahap pertama ini akan diuraikan langkahlangkah sebagai berikut : (1) implementasi tindakan, dan (2) refleksi. a. Perencanaan 1. Peneliti membuka dengan salam dan doa 2. Peneliti menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilakukan 3. Menjelaskan waktu dalam kegiatan yang dilakukan 4. Memberikan rambu-rambu tentang permainan yang akan dilakukan dalam outbound. 5. Perkenalan dan pengakraban masing-masing kelompok.



52



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



6. Memilih ketua kelompok. 7. Memberi kesempatan peserta ountbound untuk bertukar cerita dengan peserta lainnya. b. Pelaksanaan Tindakan Dalam tahap pelaksanaan tindakan ini, tindakan yang akan dilakukan adalah: 1. Permainan mulai dilaksanakan. 2. Pada saat permainan dilakukan peneliti mengobservasi, apakah ada peserta yang tidak kompok/bertindak sesuai kehendaknya. 3. Peneliti mencari penyebab hal diatas dengan melakukan diskusi kelompok. 4. Setelah diskusi, peneliti melakukan refleksi. 5. Peneliti menyampaikan kapan dilaksanakan bimbingan selanjutnya. Kegiatan ini diulang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan yaitu dua minggu dengan dua kali kegiatan dalam satu minggu, sehingga di dalam satu siklus ini terjadi tindakan selama empat kali termasuk dengan evaluasi. Hasil tindakan siklus I (pertama) didapatkan sutau hasil sebagai berikut. Tabel 4.1 Peningkatan Tanggung Jawab Belajar Siswa Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 Setelah Siklus Tindakan I Skor Skor Pening Keberh No Subjek Sebelum Setelah katan asilan Kategori Tindakan Tindakan I (%) (%) 1 Ni Wayan MS 45 62 37,77 62% Cukup 2 I KadekY.H 55 64 16,36 64% Cukup 3 I Komang S.P 55 67 21,81 67% Cukup 4 Ni Gusti A.T R 50 69 38 69% Cukup 5 Ni Wayan D 54 64 18,51 64% Cukup Jumlah 259 326 326 c. Refleksi Cukup Rata-rata 51,58 26,49 65,2% 65,2



Berdasarkan hasil yang dicapai oleh siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 setelah tindakan tahap pertama, ternyata masih belum menampakan hasil yang optimal, karena peningkatan yang terjadi rata-rata 26,49 % dengan peningkatan secara berkelompok sebesar 65,2% dengan kategori cukup, karena hasil yang diperoleh belum maksimal sehingg peneliti memandang masih perlu ditingkatkan agar perkembangan yang terjadi benarbenar optimal. Selanjutnya diadakan suatu peninjauan terhadap proses tindakan



53



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



yang telah dilakukan dengan mencari kelemahan-kelemahan pada tindakan siklus pertama. Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut di atas, maka maka peneliti merancang kembali bentuk outbond baru yang merupakan perbaikan dari siklus I, yaitu dengan melakukan kembali pada siklus II. Setelah semua dirancang dengan baik, termasuk pembuatan satuan layanan yang baru dan lengkap selanjutnya diulangi mengadakan suatu action (tindakan) siklus II. 2. Hasil Tindakan Tahap Kedua Kemajuan seperti apa yang disebutkan di atas, secara kuantitatif dapat dilihat pada hasil evaluasi tindakan (action) tahap kedua dan data yang didapatkan dapat dilihat dalam tabel 4.2 di bawah. Tabel 4.2 Peningkatan Tanggung Jawab Belajar Siswa Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 Sebelum Tindakan, Setelah Siklus I dan II Skor Skor Kebe Pening N Setelah Setelah rhasil Subjek katan Kategori o Tindakan Tindakan an (%) I II (%) 1 Ni Wayan MS 62 81 30,64 81% Tinggi 2 I KadekY.H 64 79 23,43 79% Tinggi 3 I Komang S.P 67 83 23,88 83% Tinggi 4 Ni Gusti A.T R 69 86 24,63 86% Sangat Tinggi 5 Ni Wayan D 64 90 40,62 90% Sangat Tinggi Jumlah 326 419 143,2 419 83,8 83,8 Tinggi Rata-rata 28,64 65,2



Berdasarkan hasil tindakan siklus II yang terlihat dalam tabel di atas tampak jelas peningkatan tanggung jawab belajar siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 yang berkisar antara 65,2 % sampai dengan 83,8% dengan kategori tinggi dan jika dilihat secara berkelompok terlihat mengalami peningkatan sebesar 28,64%. Peningkatan tanggung jawab belajar siswa yang terjadi pada siklus II dapat dilihat pada grafik 4.1 di bawah.



Grafik 4.1 Peningkatan tanggung jawab belajar siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 Setelah Siklus I dan II 54



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



PEMBAHASAN Berdasarkan evaluasi yang dilakukan selama dua tahap tindakan (action) tersebut, ternyata terjadi peningkatan terhadap tanggung jawab belajar siswa Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 baik setelah tindakan siklus pertama maupun setelah tindakan siklus kedua. Peningkatan ini terjadi akibat dari pelaksanaan bimbingan yang dilaksanakan tepat sasaran dan juga akibat dari potensi yang dimiliki oleh para siswa, terutama kasus cukup baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil pelaksanaan tindakan, di mana baru dua siklus diberikan bimbingan sudah mampu mengatasi rendahnya kemampuan berkomunikasi para siswa. 1. Ni Wayan M.S hasil awal diperoleh skor sebesar 45 atau 45% dengan kategori rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan sebesar 33,77% dengan jumah skor 62, peningkatan signifikan terjadi setelah diberikan tindakan pada siklus II yaitu sebesar 30,64 menjadi 81% dengan kategori tinggi. 2. I Kadek Y.H hasil awal diperoleh skor sebesar 55 atau 55% dengan kategori rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan sebesar 16,36% dengan jumah skor 64, peningkatan signifikan terjadi setelah diberikan tindakan pada siklus II yaitu sebesar 23,43 skor yang diperoleh sebanyak 79 dengan 79% dengan kategori tinggi. 3. I Komang S.P hasil awal diperoleh skor sebesar 55 atau 55% dengan kategori rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan sebesar 21,81% dengan jumah skor 67, peningkatan signifikan terjadi setelah diberikan tindakan pada siklus II yaitu 23,88 skor yang diperoleh sebesar 83 dengan 83% dengan kategori tinggi. 4. Ni Gusti A.T.R hasil awal diperoleh skor sebesar 50 atau 50% dengan kategori rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan



55



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



sebesar 38 % dengan jumah skor 69, peningkatan signifikan terjadi setelah diberikan tindakan pada siklus II yaitu 24,63 skor yang diperoleh sebesar 86 dengan 86% dengan kategori sangat tinggi. 5. Ni Wayan D hasil awal diperoleh skor sebesar 54 atau 54% dengan kategori rendah, setelah diberikan treatmen pada siklus I terjadi peningkatan sebesar 18,51 % dengan jumah skor 64, peningkatan signifikan terjadi setelah diberikan tindakan pada siklus II yaitu 40,62skor yang diperoleh sebesar 90 dengan 90% dengan kategori sangat tinggi. Berdasarkan penjelasan di atas jika dilihat secara berkelompok dapat diuraikan sebagai berikut : 1). Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus pertama ternyata masih belum menampakan hasil yang optimal, karena peningkatan yang terjadi rata-rata 26,49 % dengan peningkatan secara berkelompok sebesar 65,2% dengan kategori tinggi, namun peneliti memandang masih perlu ditingkatkan agar perkembangan yang terjadi benar-benar optimal. 2). Pada siklus tindakan kedua, tanggung jawab belajar siswa mengalami peningkatan yang cukup signifikan berkisar antara 65,2 % sampai dengan 83,8% dengan kategori tinggi dan jika dilihat secara berkelompok terlihat mengalami peningkatan sebesar 28,64%. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil-hasil penelitian dapat ditarik suatu simpulan : 1) Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilaksanakan, secara kuantitatif terjadi peningkatan tanggung jawab belajar siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Busungbiu tahun pelajaran 2013/2014 baik secara individual maupun secara berkelompok. 2) Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus pertama ternyata masih belum menampakan hasil yang optimal, karena peningkatan yang terjadi rata-rata 26,49 % dengan peningkatan secara berkelompok sebesar 65,2% dengan kategori tinggi, namun peneliti memandang masih perlu ditingkatkan agar perkembangan yang terjadi benar-benar optimal. Selanjutnya pada siklus tindakan kedua, peningkatan tanggung jawab belajar siswa cukup signifikan yang berkisar antara 65,2 % sampai dengan 83,8% dengan kategori sangat tinggi dan jika dilihat secara berkelompok terlihat mengalami peningkatan sebesar 28,64%.



REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat diajukan beberapa saran tindak :



56



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



1. Bagi sekolah agar dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai pedoman dalam menyusun program bimbingan dengan menyelipkan sedikit permainan dalam rangka meningkatkan tanggung jawab belajar siswa 2. Bagi guru (khususnya guru BK) agar senantiasa menggunakan jenis bimbingan yang beraneka/bervariasi, dan salah satu alternatif guru dapat menerapkan metode outbound untuk meningkatkan tanggung jawab belajar siswa 3. Bagi siswa diharapkan untuk selalu lebih bertanggung jawab dalam segala hal, terlebh dalam belajar sebagai bentuk kewajiban sekolah. REFERENSI Ancok. (2002). Outbound Manajemen Training. Yogyakarta: Uli Press As‟adi,Muhammad.2009. The Power Of Outbound Training. Jogjakarta:Power Books (IHDINA). Burhanuddin, Salam H. 2000. Etika Individual. Jakarta: Rineka Cipta



Dimas. 2011. Pengertian Outbound. Tersedia di : http://sekolahalamjogja.wordpress.com/promo, diunduh tanggal 6 maret 2012 Juntika Achmad, 2006. Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama. Kusnadi (2002:24) Pengertian Olahraga Rekreasi adalah olahraga yang dilakukan untuk tujuan rekreasi. Surabaya, Refika Aditama Muhamad Surya. 2010. Psikologi Konseling. Bandung: Maestro. Mudjijono. 2012. Bimbingan dan Konseling Pribadi-Sosial. Singaraja: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidika Universitas Pendidikan Ganesha



Natawidjaja Rochman, 1987. Pendekatan-pendekatan dalam Penyluhan Kelompok I. Bandung: Diponegoro Natawidjaja Rochman. (1997). Penelitian Tindakan. Himpunan tulisan. Bandung: IKIP Nurul, Zuriah. 2011. Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Persefektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara



Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (dasar dan profil), Ghalia Indonesia. ________, 2005. Layanan Bimbingan Kelompok Konseling Kelompok: Universitas Negeri Padang.



Rusmana Nandang, 2009, Bimbingan Dan Konseling Kelompok di Sekolah (Metode, Teknik dan Aplikasi), Rizqi. Bandung Romlah, Tatiek. 2006. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang: Universitas Negeri Malang.



57



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Sudiasa. 1997. Laporan Penelitian Peningkatan Konsep Diri Akademik. Singaraja : STKIP Singaraja Suharsimi Arikunto. 1992. Penelitian TindakanKelas. Jakarta : Bumi Aksara. Suherman. 2008. Konsep dan Aplikasi Bimbingan dan Konseling. Jurusan PPB UPI Tohirin. 2010. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Raja. Grafindo Persada. ----------. 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.



Wardani. dkk. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas Terbuka Winkel W.S. dan M.M. Sri Hastuti. (2004). Bimbingan dan Konseling di Instritusi Pendidikan. Media Abadi : Yogyakarta.



58



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



EFEKTIVITAS KONSELING RATIONAL EMOTIVE BEHAVIORAL THERAPY UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING IKIP PGRI BALI TAHUN AKADEMIK 2014/2015 Oleh I Gede Tresna PRODI BK FIP IKIP PGRI BALI



Abstract The research was conducted at the Student Guidance and Counseling in the academic year 2014/2015. The purpose of this research is to increase the independence of learning using Rational Emotive Behavioral Therapy Counseling. This study uses a model of action research guidance and counseling with a number of subjects 5 students as research samples. Measuring instruments used in this study is the questionnaire. Based on the results of data analysis showed that the results of the first cycle of action has increased, but still including the medium category, so it needs to be fixed in the next cycle to be more increased. Results of the second cycle showed that a significant increase in self-sufficiency seen from the observation that showed high and very high category. It can be concluded that the counseling Rational Emotive Behavioral Therapy Can Improve Student Learning Independence. Keywords: Rational Emotive Behavioral Therapy Counseling



I.



Latar Belakang Masalah Kemandirian berarti hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain”. Kemandirian tumbuh dan berkembang karena dua faktor yang menjadi prasyarat bagi kemandirian, yaitu disiplin dan komitmen terhadap kelompok. Oleh sebab itu, individu yang mandiri adalah yang berani mengambil keputusan dilandasi oleh pemahaman akan segala konsekuensi dari tindakannya. Kemandirian merupakan suatu kekuatan internal individu yang diperoleh melalui proses individuasi, yaitu proses realisasi kedirian dan proses menuju kesempurnaan. Diri adalah inti dari kepribadian dan merupakan titik pusat yang menyelaraskan dan mengoordinasikan seluruh aspek kepribadian. Menurut Yasin Setiyawan (dalam Martinis Yamin. 2012 : 114) kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat menentukan diri sendiri dimana dapat dinyatakan dalam tindakan atau perilaku seseorang dan dapat dinilai. Berangkat dari definisi tersebut di atas, maka dapatlah diambil pengertian



59



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat berdiri sendiri yang tumbuh dan berkembang karena disiplin dan komitmen. sehingga dapat menentukan diri sendiri yang dinyatakan dalam tindakan dan perilaku yang dapat dinilai. Menurut Hendra Surya ( 2003 : 114 ), Belajar mandiri adalah proses menggerakan kekuatan atau dorongan dari dalam diri individu yang belajar untuk menggerakan potensi dirinya mempelajari objek belajar tanpa ada tekanan atau pengaruh asing di luar dirinya. Belajar mandiri lebih mengarah kepada pembentukan kemandirian dalam cara-caranya belajar. kemandirian belajar pada setiap peserta didik akan nampak jika telah menunjukkan perubahan dalam belajar. Peserta didik belajar untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang dibebankan padanya secara mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain. Peserta didik sebagai individu yang melaksanakan proses pembelajaran di sekolah dituntut untuk berperilaku yang baik walaupun terdapat banyak perbedaan dengan individu lainnya. Berdasarkan hasil identifikasi awal, ditemukan beberapa mahasiswa yang kemandirian belajarnya tidak maksimal. Mahasiswa merasa bebas dan lepas ketika jam pelajaran kosong, terlambat mengumpulkan tugas dengan alasan tidak mendapatkan informasi, ketergantungan anggota kelompok saat membuat tugas dan enggan untuk belajar apabila tidak ada ujian semester. Melihat kenyataan tersebut perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengubah perilaku mahassiwa supaya lebih mandiri dalam kegiatan belajar dan pengerjaan tugas akademik perkuliahan. Salah satu cara yang digunakan untuk mengubah rendahnya kemandirian belajar pada mahasiswa adalah melalui Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT). Komalasari (2011 :201) mengatakan bahwa pendekatan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) adalah pendekatan Behavioral kognitif yang menekankan pada kerterkaitan antara perasaan, tingkah laku, dan pikiran. Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir irasional yang salah satunya di dapat melalui belajar sosial. Disamping itu, individu juga memiliki kapasitas belajar kembali untuk berpikir rasional. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti melakukan suatu penelitian mengenai Penerapan Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) untuk Meningkatkan Kemandirian belajar Mahasiswa IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014/2015. II. Rumusan Masalah Adapun rumusan penelitian ini adalah Apakah Penerapan Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) dapat meningkatkan Kemandirian Belajar Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014 / 2015?



60



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



III. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tindakan ini adalah Untuk meningkatkan Kemandirian belajar Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014 / 2015 melalui penerapan Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT). IV. Landasan Teori A. Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) 1. Pengertian Konseling REBT Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) adalah pendekatan Behavioral kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. pendekatan Rational-Emotive Behavioral Therapy (REBT) di kembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan. pandanagan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui belajar sosial. Di samping itu, individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir rasional. pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah pikiranpikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional. (Komalasari. 2011 : 201) Menurut Albert Ellis (dalam Komalasari. 2011 : 207) manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional. Perkembangan kepribadian dimulai dari bahwasanya manusia tercipta dengan (a) dorongan yang kuat untuk mempertahankan diri dan memuaskan diri. (b) Kemampuan untuk selfdestruktive, hedonis buta dan menolak aktualisasi diri. Menurut Gerald Corey (2007) dalam bukunya “Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi” terapi rasional emotif behaviour adalah pemecahan masalah yang fokus pada aspek berpikir, menilai, memutuskan, direktif tanpa lebih banyak berurusan dengan dimensi-dimensi pikiran ketimbang dengan dimensi-dimensi perasaan. Selain itu menurut W.S. Winkel dalam bukunya “Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan adalah pendekatan konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dengan akal sehat, berperasaan dan berperilaku, serta menekankan pada perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dan berperasaan yang berakibat pada perubahan perasaan dan perilaku.



61



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa terapi rasional emotif merupakan terapi yang berusaha menghilangkan cara berpikir klien yang tidak logis, tidak rasional dan menggantinya dengan sesuatu yang logis dan rasional dengan cara mengonfrontasikan klien dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya serta menyerang, menentang, mempertanyakan, dan membahas keyakina-keyakinan yang irasional. 2.



Tujuan Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) Tujuan utama konseling dengan pendekatan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) adalah membantu individu menyadari bahwa mereka dapat hidup dengan lebih rasional dan lebih produktif. Ellis dan Benard (1986:213) mendeskripsikan beberapa sub tujuan yang sesuai dengan nilai dasar pendeketan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT). Sub tujuan ini dapat membantu individu mencapai nilai untuk hidup (to survive) dan untuk menikmati hidup (to enjoy). Tujuan tersebut adalah : memiliki minat diri (self interest),memiliki minat sosial (social interest),Memiliki pengarahan diri (self direction), toleransi (tolerance), fleksibel (flexibility), memiliki penerimaan (acceptance), dapat menerima ketidakpastian (acceptance of uncertainty), dapat menerima diri sendiri (self acceptance), dapat mengambil resiko ( risk taking), memiliki harapan yang realistis (realistic expectation), memiliki tolerance terhadap frustasi yang tinggi (high frustration tolerance), dan memiliki tanggung jawab pribadi (self responsibility) 3. Langkah Konseling Rational Emotif Behavioral Therapy Adapun langkah-langkah konseling Behavioral dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Langkah pertama Menunjukkan pada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai sikapnya yang menunjukkan secara kognitif bahwa klien telah memasukkan banyak keharusan, sebaiknya dan semestinya klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinannya yang rasional dan keyakinan irasional, agar klien mencapai kesadaran. b. Langkah kedua Membawa klien ketahapan kesadaran dengan menunjukan bahwa dia sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosionalnya untuk tetap aktif dengan terus menerus berfikir secara tidak logis dan dengan mengulangulang dengan kalimat-kalimat yang mengalahkan diri dan mengabadikan masa kanak-kanak, terapi tidak cukup hanya menunjukkan pada klien bahwa klien memiliki proses-proses yang tidak logis.



62



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



c. Langkah ketiga Berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya dan meninggalkan gagasan-gagasan irasional. Maksudnya adalah agar klien dapat berubah fikiran yang jelek atau negatif dan tidak masuk akal menjadi yang masuk akal. d. Langkah keempat Adalah menantang klien untuk mengembangkan filosofis kehidupanya yang rasional, dan menolak kehidupan yang irasional. Maksudnya adalah mencoba menolak fikiran-fikiran yang tidak logis untuk masuk dalam dirinya. Teknik – teknik Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy Rational Emotive Behavioral Therapy menggunakan berbagi teknik yang bersifat kognitif, afektif, Behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teknik Kognitif. Teknik Kognitif Adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berpikir klien. Adapun tahap teknik kognitif adalah sebagai berikut. 1) Tahap Pengajaran Tahap ini memberikan keleluasaan kepada konselor untuk berbicara serta menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidaklogikaan berpikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut. 2) Tahap Persuasif Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya karena pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Dan Konselor juga mencoba meyakinkan, berbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap oleh klien itu adalah tidak benar. 3) Tahap Konfrontasi Konselor mengubah ketidaklogikaan berpikir klien dan membawa klien kearah berpikir yang lebih logika. 4) Tahap Pemberian Tugas Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari pergaulan atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya berpikir. 4.



B. Kemandirian Belajar 1. Pengertian Kemandirian Belajar Dalam kamus besar Bahasa Indonesia mandiri adalah ”berdiri sendiri”. Kemandirian belajar adalah belajar mandiri, tidak menggantungkan diri kepada orang lain, peserta didik dituntut untuk memiliki keaktifan dan inisiatif sendiri



63



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



dalam belajar, bersikap, berbangsa maupun bernegara. Menurut Stephen Brookfield (dalam Martinis Yamin. 2012:115) mengemukakan bahwa kemandirian belajar merupakan kesadaran diri, digerakkan oleh diri sendiri, kemampuan belajar untuk mencapai tujuannya. Prayitno (1995:54) mengungkapkan bahwa kemandirian merupakan perilaku yang terdapat pada seseorang yang timbul karena dorongan dari dalam dirinya sendiri, bukan karena pengaruh orang lain. Kemandirian merupakan suatu kemampuan individu untuk mengatur dirinya sendiri dan tidak tergantung kepada orang lain. Desi Susilawati, (Dalam Subliyanto, 2011) mendiskripsikan kemandirian belajar sebagai berikut: a) Peserta didik berusaha untuk meningkatkan tanggung jawab dalam mengambil keputusan, b) Kemandirian dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada setiap orang dan situasi pembelajaran, c) Kemandirian bukan berarti memisahkan diri dari orang lain, d) Pembelajaran mandiri dapat mentransfer hasil belajarnya yang berupapengetahuan dan keterampilan dalam berbagai situasi, e) Peserta didik yang belajar mandiri dapat melibatkan berbagai sumber daya dan aktivitas seperti membaca sendiri, belajar kelompok, latihan dan kegiatan korespondensi, f) Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih dimungkinkan seperti berdialog dengan peserta didik, mencari sumber, mengevaluasi hasil dan mengembangkan berpikir kritis, g) Beberapa institusi pendidikan menemukan cara untuk mengembangkan belajar mandiri melalui program pembelajaran terbuka. Berdasarkan pengertian diaras dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah kondisi aktifitas belajar yang mandiri tidak tergantung pada orang lain, memiliki kemauan serta bertanggung jawab sendiri dalam menyelesaikan masalah belajarnya. Kemandirian belajar akan terwujud apabila peserta didik aktif mengontrol sendiri segala sesuatu yang dikerjakan, mengevaluasi dan selanjutnya merencanakan sesuatu yang lebih dalam pembelajaran yang dilalui dan peserta didik juga mau aktif dalam proses pembelajaran. 2.



Aspek-aspek Kemandirian Belajar Anton Sukarno (1989:64) menyebutkan bahwa anak yang mempunyai kemandirian belajar dapat dilihat dari kegiatan belajarnya yang mandiri dimana kegiatan belajarnya dilakukan atas inisiatifnya sendiri. Adapun ciri-ciri mandiri tersebut adalah sebagai berikut : “(a) percaya diri adalah Suatu keadaan yang yakin pada kemampuan diri sendiri sehingga dalam beraktifitas tidak tergantung pada orang lain. (b) disiplin, artinya seseorang dapat menggunakan waktu yang dimilikinya untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat. (c) inisiatif, yaitu kemampuan mengembangkan ide-ide atau cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan menemukan idea tau cara baru dalam menemukan peluang dan (d) tanggung jawab, Suatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan



64



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



itu merupakan hak maupun kewajiban ataupun pelaksanaan dan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuuatu atau perilaku menurut cara tertentu. V. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan bimbingan dan konseling (PTBK), yaitu suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran, tanggung jawab, dan pencapaian makna dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugasnya, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek pembelajaran tersebut dilakukan (Ridwan, 2012:29). B. Rancangan Penelitian Penelitian ini dirancang menggunakan jenis penelitian tindakan Bimbingan Konseling (PTBK). Tujuannya adalah untuk membantu peserta didik dalam mengatasi masalah belajar yang dihadapinya, dan secara tidak langsung hal tersebut akan berdampak terhadap prestasi belajar peserta didik. Adapun ilustrasi rancangan penelitian, akan disajikan dalam bentuk gambar seperti berikut. Konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT)



Kemandirian Belajar Siswa Rendah



Kemandirian Belajar siswa Meningkat



Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Tindakan (Wardani, 2007). VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan siklus I sampai dengan siklus II, maka dapat dikemukakan bahwa setiap tindakan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana. Kekurangan yang terdapat pada siklus I telah diperbaiki pada pelaksanaan tindakan siklus II dengan peningkatan hasil yang signifikan. Ini bisa dilihat dalam tabel berikut.



65



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Tabel 5.1 Skor kemandirian belajar Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014/2015 sebelum tindakan, setelah tindakan siklus I dan setelah tindakan siklus II PERSENTASE PENINGKATAN



KEMANDIRIAN BELAJAR



No Sub jek



Sebelu m Tinda kan



Prosen tasi (%)



Kateg ori



Siklus I



Prosen tase (%)



Kateg ori



Siklus II



Prosen tase (%)



1 2



37 38



37 38



Rendah Rendah



45 47



45 47



Sedang Sedang



88 85



88 85



3



33



33



Rendah



50



50



Sedang



92



92



4



39



39



Rendah



53



53



Sedang



94



94



5



35



35



Rendah



45



45



Sedang



79



79



Kategori



Siklus 1 (%)



Siklus 2 (%)



Tinggi Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi Tinggi



21,62 23,68



95,55 80,85



51,51



84



35,89



77,35



28,57



75,55



Berdasarkan tabel di atas, untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Eka Y, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian belajar 37 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah, setelah diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah bisa meningkat menjadi 45 % tetapi belum optimal karena masih berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah diberikan tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor kemandirian belajar sebesar 88 %, ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar tinggi. 2. Erna, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian belajar 38 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah, setelah diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah bisa meningkat menjadi 47 % tetapi belum optimal karena masih berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah diberikan tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor kemandirian belajar sebesar 85 %, ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar tinggi. 3. Winarti, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian belajar 33 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah, setelah diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah bisa meningkat menjadi 50 % tetapi belum optimal karena masih berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah diberikan tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor kemandirian belajar sebesar 96 %, ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar sangat tinggi. 4. Bram, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian belajar 39 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah, setelah



66



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah bisa meningkat menjadi 53 % tetapi belum optimal karena masih berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah diberikan tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor kemandirian belajar sebesar 94 %, ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar sangat tinggi. 5. Juli, sebelum diberikan tindakan memiliki tingkat skor kemandirian belajar 35 %. Ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar rendah, setelah diberikan tindakan pada siklus I tingkat kemandirian belajarnya sudah bisa meningkat menjadi 45 % tetapi belum optimal karena masih berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar cukup (sedang) dan setelah diberikan tindakan pada siklus II baru bisa dilihat dalam pencapaian skor kemandirian belajar sebesar 79 %, ini berada dalam tingkat kategori kemandirian belajar tinggi. Kemandirian belajar kelima Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014/2015 dari kondisi awal, setelah tindakan siklus I dan setelah tindakan siklus II dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut. Grafik 5.1 Peningkatan kemandirian belajar Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014/2015 sebelum tindakan, setelah tindakan siklus I dan setelah tindakan siklus II 92



88



37



45



94



85



79



50



47 38



53 39



33



67



45 35



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



VII. Simpulan Penelitian tindakan ini dilakukan pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014/2015 yang dijadikan sebagai subjek penelitian untuk mengetahui kemandirian belajar mahasiswa. Peneliti menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Kelima mahasiswa yang mengalami kemandirian belajar rendah diberikan layanan konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) dengan teknik kognitif. Hasil konseling yang dilakukan pada siklus I dari lima orang peserta didik yang diberikan tindakan memang terjadi peningkatan kemandirian belajarnya, namun kelima orang peserta didik tersebut belum bisa meningkatkan kemandirian belajarnya secara optimal, ini bisa dilihat dari kategori peningkatan kemandirian belajar yang didapatkan oleh kelima peserta didik tersebut masih dalam kategori sedang. Hasil konseling yang dilakukan pada siklus II kelima peserta didik yang diberikan tindakan menunjukkan peningkatan kemandirian belajar secara signifikan. Jadi konseling Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) dengan teknik kognitif dapat meningkatkan kemandirian belajar Mahasiswa Bimbingan dan Konseling IKIP PGRI Bali Tahun Akademik 2014/2015. DAFTAR PUSTAKA Benard, Ellis. 1986. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT Indeks. Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : Refika Aditama. Komalasari, Gantina dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT.Indeks. Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil). Jakarta : Ghalia Indonesia. Ridwan. 2012. Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Alfabeta Subliyanto. 2011. Kemandirian Belajar. (online). Tersedia di http://Subliyanto.blogspot.com/2011/05/kemandirian-belajar.html. Diakses tanggal 11 Januari 2014 Sukarno Anton. 1989. Ciri-ciri Kemandirian Belajar. Jakarta : Kencana Prenada Media. Surya Hendra. 2003. Kemandirian Belajar. Yogyakarta : Araska Yamin, Martinis. 2012. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan. Jambi : Refrensi. Zuhairini, dkk. 2002. Dasar Pemrograman WEB Dinamis Menggunakan PHP. Andi, Yogyakarta.



68



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



PENGARUH AKUNTANSI KONSERVATISMA TERHADAP RETURN SAHAM Oleh: Putu Diah Asrida Dosen Pendidikan Ekonomi – FPIPS IKIP PGRI Bali



ABSTRACT



Company stock as an invetsment commodity classified as high risk with high profit level as well, because the nature of the commodity is very sensitive to change that occur. Investors in investing goal is to maximize return, without forgetting the investment risk factor that must be faced. Return is one of the factors that motivates investors to invest and also a reward for the courage of investors to bear risks on its investments. The risks that wants to be reduced or suppressed by investors, suggest that investors are adapting principles of conservatism. This study is intended to determine how are the influences of accounting conservatism to return stock companies listed on the Jakarta Stock Excange. Based analysis shows that there is no significant relationship between accounting conservatism and stock returns in companies listed on the Jakarta Stock Excange. Keywords: company’s return and accounting konservatism A. Latar Belakang Masalah Pasar Modal merupakan suatu wadah yang dapat digunakan untuk menghimpun pengerahan dana jangka panjang, khususnya obligasi dan saham dari masyarakat untuk disalurkan ke sektor-sektor produktif. Mekanismenya adalah menyediakan dana-dana jangka menengah dan jangka panjang bagi investor dunia usaha, pemerintah dan perorangan (Anoraga, 2003:8). Pasar modal juga memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana sesuai karakteristik investasi yang dipilih, yaitu investor dapat menginvestasikan dananya baik dalam bentuk obligasi, saham, atau instrumen pasar modal lainnya. Nilai dari saham dapat merupakan indikator yang tepat untuk mengukur tingkat prestasi dan efektivitas perusahaan. Pertimbangan yang digunakan oleh investor adalah berdasarkan informasi keuangan berupa kondisi keuangan perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan seperti neraca, laporan labarugi, arus kas dan catatan atas laporan keuangan serta informasi non keuangan



69



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



seperti inflasi, deflasi, kebijakan pemerintah maupun keadaan politik. Tingginya harga saham yang diperdagangkan di Bursa Efek menunjukkan adanya permintaan yang bertambah terhadap saham tersebut. Bertambahnya permintaan akan saham suatu perusahaan menggambarkan bahwa posisi perusahaan cukup kuat dengan prospek jangka panjang yang baik, namun sebaliknya harga saham akan semakin menurun bila permintaan akan saham tersebut turun. Saham perusahaan sebagai komoditi investasi tergolong berisiko tinggi dengan tingkat keuntungan yang tinggi pula, karena sifat komoditinya sangat peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi baik perubahan di luar negeri maupun di dalam negeri. Perubahan tersebut dapat berdampak positif dan dapat pula berdampak negatif, sehingga risiko dari suatu investasi juga perlu dipertimbangkan oleh investor disamping return yang diperoleh. Tujuan investor dalam berinvestasi adalah memaksimalkan return, tanpa melupakan faktor risiko investasi yang harus dihadapinya. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Sumber-sumber return investasi terdiri dari dua komponen utama, yaitu yield dalam bentuk saham ditunjukkan oleh besarnya dividen yang diperoleh dan capital gain (loss) merupakan kenaikan (penurunan) harga surat berharga. Perbedaan antara return aktual dengan return yang diharapkan dapat diartikan sebagai risiko investasi. Risiko maupun return, bagaikan dua sisi mata uang yang selalu berdampingan. Artinya, dalam berinvestasi, disamping return yang diharapkan investor juga harus memikirkan atau memperhatikan risiko yang harus ditanggung. Oleh karena itu, investor harus pandai-pandai mencari alternatif investasi yang menawarkan tingkat return diharapkan yang paling tinggi dengan tingkat risiko tertentu, atau investasi yang menawarkan return tertentu pada tingkat risiko rendah (Tandelilin, 2001:47) Risiko yang ingin diperkecil atau ditekan oleh investor, mengisyratkan bahwa investor tersebut mengadaptasi prinsip konservatisma. Prinsip Konservatisma merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi dalam artian bahwa prinsip tersebut bertindak sebagai batasan untuk penyajian data akuntansi yang relevan dan andal, yang menyatakan bahwa ketika memilih diantara dua atau lebih teknik akuntansi yang dapat diterima, maka alternatifnya adalah memilih yang paling kecil dampaknya terhadap modal pemegang saham (Belkaoui, 2006:288). Prinsip ini menyiratkan bahwa para akuntan harus melaporkan nilai yang terendah dari beberapa nilai yang mungkin untuk aktiva dan pendapatan serta nilai yang tertinggi dari beberapa nilai yang mungkin untuk utang dan beban. Oleh karena itu, beban yang belum terjadi akan diakui sedini mungkin dan mengakui pendapatan selambat mungkin. Pengakuan pendapatan baru akan dicatat pada saat pendapatan tersebut terbukti nyata bahwa perusahaan memang berhak karena



70



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



telah mendapat dan berusaha untuk itu serta dapat mengukurnya dengan baik dan obyektif. Masalah konservatisma merupakan masalah penting bagi investor, dan menurut Wolk (2000), Givolly dan Hayn (2002) terdapat indikasi kecenderungan peningkatan konservatisma secara global, dan sampai saat ini masih terjadi pertentangan mengenai manfaat konservatisma dalam laporan keuangan, yaitu: sebagian peneliti berpendapat bahwa laba yang dihasilkan dari metoda yang konservatif kurang berkualitas, tidak relevan, dan tidak bermanfaat, sedangkan sebagian lainnya berpendapat sebaliknya. Peneliti yang memiliki pandangan kedua menganggap bahwa laba konservatif, yang disusun menggunakan prinsip akuntansi yang konservatif mencerminkan laba minimal yang dapat diperoleh oleh perusahaan sehingga laba yang disusun dengan metoda yang konservatif tidak merupakan laba yang dibesar-besarkan nilainya dan dapat dianggap sebagai laba yang berkualitas (Dewi, 2003:507). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Watts (2003) dalam Sari (2004:1045), konservatisma berperan penting dalam menyajikan laba dan aktiva yang konservatif. Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Mayangsari dan Wilopo (2002) yang menyatakan bahwa semakin konservatif metoda akuntansi yang diterapkan maka akan semakin kecil manajemen laba. Dengan demikian, laba yang konservatif akan membatasi pembayaran dividen yang terlalu tinggi (Rahayu, 2005:4). Pembatasan pembayaran dividen yang terlalu tinggi kepada para investor, akan memberikan reaksi , baik yang bersifat positif maupun negatif. Teori sinyal dividen, menyatakan bahwa pengumuman dividen mengandung informasi mengenai laba saat ini dan masa depan, apabila pengumuman dividen tersebut meningkat (menurun) berarti manajer mempunyai keyakinan bahwa laba akan mengalami peningkatan (penurunan). Selain itu pembayaran dividen merupakan good news yang nantinya direspon positif oleh pasar (Pradnyawati, 2004:3). Penelitian ini didasari teori sinyal dividen bahwa emiten tidak akan memberikan sinyal yang negatif yang akan merugikan dirinya sendiri. Emiten akan memberikan sinyal yang positif dengan harapan untuk memaksimalkan utilitasnya. Terhadap berbagai bentuk pembayaran dividen (Van Horne, 1988), banyak orang merasa bahwa stabilitas dividen berpengaruh positif terhadap harga pasar perusahaan. Dividen stabil mungkin cenderung memecahkan masalah ketidakpastian yang melekat dalam pikiran investor (Ahmad, 2004:192), karena pembayaran dividen yang diumumkan oleh perusahaan merupakan sinyal yang baik berkaitan dengan prospek perusahaan di masa mendatang, secara otomatis pasar akan memberikan respon yang positif, yaitu semakin banyaknya permintaan pasar terhadap saham yang dijual perusahaan. Dari penjelasan diatas, perlu dilakukan pengujian kembali sebagai dukungan terhadap teori-teori dan penelitian-penelitian tentang akuntansi konservatisma sebelumnya, sehingga yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini



71



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



adalah ” Bagaimanakah pengaruh akuntansi konservatisma terhadap return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta?” B. Tinjauan Teoritis Penelitian yang dilakukan oleh Watts (2003) dalam Sari (2004 : 1045), konservatisma berperan penting dalam menyajikan laba dan aktiva yang konservatif. Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Mayangsari dan Wilopo (2002) yang menyatakan bahwa semakin konservatif metoda akuntansi yang diterapkan maka akan semakin kecil manajemen laba. Dengan demikian, laba yang konservatif akan membatasi pembayaran dividen yang terlalu tinggi (Rahayu, 2005:4). Pembatasan pembayaran dividen yang terlalu tinggi kepada para investor, akan memberikan reaksi, baik yang bersifat positif maupun negatif. Teori sinyal dividen, dikembangkan pertama kali oleh Bhattacharya (1979), kemudian dilanjutkan oleh John dan Willian (1985), serta Miller dan Rock (1985) yang menyatakan bahwa pengumuman dividen mengandung informasi mengenai laba saat ini dan masa depan. Apabila pengumuman dividen tersebut meningkat (menurun) berarti manajer mempunyai keyakinan bahwa laba akan mengalami peningkatan (penurunan). Penelitian ini didasari oleh teori sinyal dividen bahwa emiten tidak akan memberikan sinyal yang negatif yang akan merugikan dirinya sendiri. Emiten akan memberikan sinyal yang positif dengan harapan untuk memaksimalkan utilitasnya. Terhadap berbagai bentuk pembayaran dividen (Van Horne;1988), banyak orang merasa bahwa stabilitas dividen berpengaruh positif terhadap harga pasar perusahaan. Dividen stabil mungkin cenderung memecahkan masalah ketidakpastian yang melekat dalam pikiran investor (Ahmad, 2004:192), karena pembayaran dividen yang diumumkan oleh perusahaan merupakan sinyal yang baik atau good news berkaitan dengan prospek perusahaan di masa mendatang, secara otomatis pasar akan memberikan respon yang positif, yaitu semakin banyaknya permintaan pasar terhadap saham yang dijual perusahaan, walaupun nantinya dividen yang dibagikan tersebut mempunyai nilai nominal yang kecil akibat dari prinsip konservatif yang diadopsi oleh perusahaan, karena yang akan menarik minat investor untuk menanamkan sahamnya adalah prinsip perusahaan dalam menghadapi dan menyingkapi faktor risiko, yaitu perusahaan akan meminimalkan risiko yang akan terjadi, selain itu investor juga melihat dampak keuntungan yang dapat diberikan oleh perusahaan yang konservatif tersebut, dengan menghasilkan laba yang berkualitas, bukan laba yang dibesar-besarkan oleh manajemen perusahaan, dimana memberikan efek yang maksimal bagi pengguna laporan keuangan, karena laba yang dicantumkan adalah laba minimal yang dapat diperoleh perusahaan (laba yang nilainya lebih kecil dibandingkan dengan akuntansi yang optimis/liberal) dan sebagian besar keuntungan perusahaan akan diinvestasikan kembali ke perusahaan. Dalam jangka waktu panjang,



72



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



investor diharapkan akan mendapatkan keuntungan atau pendapatan dalam bentuk kenaikan harga saham. C. Metoda Penelitian Obyek dalam penelitan ini adalah perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Jakarta yang yang membagikan dividen minimal dua tahun. Variabel dalam penelitian ini dibagi kedalam dua kelompok yaitu variabel independen (akuntansi konservatisma) dan dependen (return saham). Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut: 1) Akuntansi konservatif Dalam Dewi (2003 : 507) Konservatisma adalah reaksi yang hati-hati (prudent reaction) menghadapi ketidakpastian yang melekat dalam perusahaan untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan resiko yang terdapat dalam lingkungan bisnis sudah cukup dipertimbangkan. Perhitungan akuntansi konservatisma dengan rumus: CONACCit = Niit - CFOit........................................................................(1) Keterangan notasi : CONACCit = Tingkat konservatisma Niit = Net Income sebelum extraordinary item ditambah depresiasi dan akumulasi CFOit = Cash flow dari kegiatan operasional Hasil perhitungan CONACCit di atas dikalikan dengan -1 kemudian dibagi dengan total asset (sebagai deflator) sehingga semakin besar konservatisma ditunjukkan dengan semakin besarnya CONACCit. Perhitungan ini diadopsi dari Givoly dan Hyan (2000) dalam Sari (2004). 2) Return saham Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor untuk berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor untuk menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. perhitungan return saham individual dapat dirumuskan sebagai berikut: P  Pt 1  Dt Ri  t ……………………………….....……......................(2) Pt 1 Keterangan notasi : Ri = Return saham individual Pt = Harga saham pada periode t Pt-1 = Harga saham pada periode t-1 Dt = Besarnya dividen per lembar saham periode t



73



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Metoda penentuan sampel yang digunakan adalah non probability sampling. Menurut Sugiyono (2004 : 73) non probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Bagian teknik non probability sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sebelum model regresi linier sederhana digunakan untuk menguji hipotesis, maka terlebih dahulu akan dilakukan pengujian terhadap pelanggaran asumsi yaitu asumsi klasik yang meliputi :Uji autokolerasi, Uji Heteroskedastisitas, Uji Normalitas. Analisis Korelasi adalah ukuran keeratan hubungan antara kedua peubah tersebut. Karena itu ukuran ini harus mencangkup terhadap kedua peubah itu. Sugiyono (2004 : 183).Rumus korelasi yang digunakan adalah sebagai berikut:



r=



 X  Y  ..................................................(3)   X  .n Y    Y  



n X i Yi 



n X



2 i



i



i



2



i



2



2



i



i



Keterangan notasi: n : Jumlah data r : Koefisien korelasi Xi: Akuntansi konservatif Yi: Return saham Teknik analisis ini dipergunakan untuk mengetahui ketergantungan satu variable bebas. Adapun model regresi linear sederhana dengan menggunakan persamaan berikut : Yi =  + Xi + i.............................................4) Keterangan notasi :  = Konstanta atau titik perpotongan dengan sumbu Y, bila X=0  = Slope atau garis arah regresi yang menyatakan perubahan nilai Y Yi Xi i



akibat perubahan 1 Unit X = Return saham Akuntansi = Akuntansi Konservatisma = Variabel/nilai pengganggu



Dari model regresi linear sederhana di atas, untuk menguji hipotesis maka dilakukan dengan : Uji signifikan Parsial ( t-test). D. Hasil Penelitian



74



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Statistik deskriptif dalam penelitian ini disajikan untuk memberi informasi tentang karakteristik variabel penelitian, antara lain nilai mean untuk akuntansi konservatif (CONACC) adalah 0,112592593 dan mean untuk return saham adalah 0,076666667. Deviasi standar untuk variabel bebas lebih dari 50 persen dari mean, hal ini menunjukkan bahwa adanya variasi yang besar atau adanya kesenjangan yang besar antara nilai terbesar dan terkecil. Sebelum model regresi linear sederhana digunakan untuk melakukan pengujian hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik yang meliputi autokorelasi yaitu nilai DW lebih besar dari batas atas (du) 1,32 dan kurang dari 4 – 1,32 (4-du), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokrelasi positif maupun negatif atau dengan kata lain tidak ada autokorelasi pada model regresi. Heteroskedastisitas, dimana nilai signifikan variabel CONNAC diatas 0,05 hal ini berarti data bebas dari heteroskedastisitas. Dan normalitas, dilihat nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,844676733 dan tidak signifikan pada 0,05 (karena p=0,473442197 > dari 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal. Hasil analisis korelasi yaitu terdapat korelasi antar variabel-variabel yang diteliti. Ditunjukkan bahwa nilai r-nya berkisar antara 0,20-0,399 yaitu sebesar 0,2859 dimana hal ini menyatakan bahwa terdapat tingkat hubungan yang rendah. Hasil analisis regresi linear sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh akuntansi konservatif terhadap return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Model regresi linear sederhana digunakan menguji hipotesis dengan indikasi R Square 8,2 persen yang berarti model dengan 1 variabel bebas dengan sig 0,148 menunjukkan akuntansi konservatif belum mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel terikat yaitu return saham perusahaan sebesar 8,2 persen dan sisanya 91,8 persen dijelaskan oleh variabel lain. Dapat dibuat suatu persamaan model regresi sederhana sebagai berikut: Yi= 0,06073 + 0,142Xi + i ………………..(4.1) Keterangan notasi: Y = Return Saham Perusahaan Xi = Akuntansi Konservatif i = Variabel/nilai pengganggu Untuk menguji hipotesis yang menyatakan bahwa akuntansi konservatif berpengaruh signifikan terhadap return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, maka dilakukan uji terhadap koefisien regresi (uji t). Dari hasil uji t menunjukkan besarnya t hitung = 1,492 < t tabel = 2,06 dan tingkat signifikansi sebesar 0,148 yang lebih besar dari α = 0,05, maka H0 gagal untuk ditolak, ini berarti bahwa akuntansi konservatif tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.



75



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Gagalnya menolak Ho disebabkan oleh return saham perusahaan tidak dipengaruhi penerapan akuntansi konservatif oleh suatu perusahaan, namun banyak hal lain yang lebih berpengaruh yaitu: 1. Dipengaruhi oleh kondisi sistem perekonomian makro, seperti yang kita ketahui ada dua faktor yang mempengaruhi investor menginvestasikan sahamnya yaitu faktor eksternal dan internal, dimana faktor eksternal terbagi menjadi tiga yaitu keamanan, stabilitas ekonomi, dan kondisi masyarakat. Ketiga faktor tersebut pada tahun pengamatan belum terpenuhi, seperti yang kita ketahui bahwa inflasi yang terjadi pada tahun 1997-1998 menyebabkan krisis moneter yang berkepanjangan, dimana ekonomi yang masih dalam tahap pemulihan pada tahun 2001-2005, sudah kembali dihantam dengan gencarnya serangan terorisme dan bencana alam (tsunami, banjir, gempa bumi dll) hal ini menyebabkan terjadinya krisis kepercayaan yang membuat banyak investor, baik individu maupun institusi menunda waktunya untuk mengalokasikan atau menginvestasikan dananya di bursa saham. 2. Keberanian seorang pialang dalam mengambil dan memperhitungkan kondisi suatu saham baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dan kemampuan pialang saham dalam memperoleh informasi yang terkait dengan suatu perusahaan yang telah go public, diasumsikan bahwa investor lebih percaya terhadap nalurinya dan informasi (rumor) yang beredar dilingkungan tersebut, ini dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh O Connor (Canbas et al 1997) yang menggunakan variabel fundamental internal perusahaan pada 127 perusahaan selama periode Januari 1950-Maret 1996. O Connor menggunakan 33 rasio keuangan dan menemukan bahwa data-data keuangan perusahaan tidak terlalu menarik bagi investor. Investor kurang memperhatikan rasio-rasio keuangan ini dalam melakukan penilaian saham. Hal ini juga dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Susi dan Setiawan (2003) yang menemukan bahwa masing-masing rasio profitabilitas yakni Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), dan Earning Per Share (EPS) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan harga saham. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Suharli (2005 : 99) yang menemukan bahwa rasio hutang dan tingkat risiko tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap return saham. Hal ini menyebabkan akuntansi konservatif secara parsial tidak memiliki pengaruh terhadap return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. E. Kesimpulan dan Saran



76



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Berdasarkan pembahasan atas hasil pengujian hipotesis dengan regresi linear sederhana pada bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa variabel akuntansi konservatif (CONNAC) tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tingkat keyakinan 95 persen, dengan nilai t hitung sebesar 1,492 lebih kecil dari t tabel sebesar 2,06 dan tingkat signifikansi sebear 0,148 lebih besar dari 0,05. Hal ini juga diperkuat oleh korelasi antar variabel-variabel yang diteliti, dimana ditunjukkan bahwa nilai r-nya berkisar antara 0,20-0,399 yaitu sebesar 0,2859 yang menyatakan bahwa terdapat tingkat hubungan yang rendah, sedangkan variasi return saham 8,2 persen dijelaskan oleh variasi akuntansi konservatisma, dan sisanya 91,8 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini. Ini berarti bahwa hipotesis yang dikemukakan yang menyatakan bahwa akuntansi konservatif berpengaruh terhadap return saham tidak terbukti dan sebaiknya untuk lebih menyempurnakan skripsi ini diberikan tambahan variabel lain dan data diperluas. Saran yang dapat diberikan adalah pihak manajemen perusahaan sebaiknya memperhatikan segala informasi, rumor maupun berita yang terkait dengan saham yang dipegang, sehingga dapat menentukan waktu yang tepat dalam menentukan saat membeli dan menjual saham yang dimiliki dan akhirnya mendapatkan return saham yang positif. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Kamaruddin. 2004. Dasar-dasar Manajemen Investasi dan Portofolio. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta Anonim. 2004. Analisis Pengaruh Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan dan Kepermanenan Arus Kas dalam Penentuan Pembayaran Dividen Meningkat. Simposium Nasional Akuntansi (SNA), 7:h:1-24. Anonim. 2005. Pengaruh Variabel-variabel Fundamental dan Teknikal Terhadap Harga Saham. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi-Universitas Malang. Anwer, Bruce, Richard, dan Mary Stanford-Harris. 2001. The Role of Accounting Conservatism in Mitigating Bondholder-Shareholder Conflicts over Dividend Policy and in Reducing Debt Costs. The Accounting Review, 8(4):h:867-890. Belkaouli A.R. 2006. Teori Akuntansi. Edisi ke 5. Jakarta: Salemba Empat.



77



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Dahlia Sari. 2004. Hubungan antara Akuntansi Konservatif dengan Konflik Bondholders-Shareholders Seputar Kebijakan Dividen dan Peringkat Obligasi Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi (SNA), 6:h:1-23, Denpasar. Eka Pradnyawati. 2004. Pengaruh Komponen Arus Kas dan Laba Akuntansi terhadap Return Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi ke 1. Semarang: Universitas Diponogoro. Hartono, Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi ke 2. Yogyakarta: BPFE. Martalia. 2005. Hubungan Akuntansi Konservatif dengan Kebijakan Dividen dan Pertumbuhan Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Marzuki. 2000. Metodelogi Riset. Cetakan Ke 7. Yogyakarta: BPFE Nata Wirawan. 2002. Statistik 2. Edisi Ke 2. Denpasar: Keraras Emas Pandji Anoraga dan Piji Pakarti. 2003. Pengantar Pasar Modal. Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Putri Rahayu. 2005. Hubungan Akuntansi Konservatisma dengan Kebijakan Dividen, Leverage, dan Pertumbuhan Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Ratna Dewi. 2003. Pengaruh Konservatisma Laporan Keuangan Terhadap Earnings Respon Coefficient. Simposium Nasional Akuntansi (SNA), 6:h: 507525. Sekar Mayangsari dan Wilopo. 2002. Konservatisma Akuntansi, Value Relevance dan Discretionary Accruals: Implikasi Empiris Model Feltham-Ohlson (1996). Jurnal Riset Akuntansi, 5:h:291-309. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ke 6. Bandung: Alfabeta.



78



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Suharli, Michell. 2005. Studi Empiris terhadap Dua Faktor yang Mempengaruhi Return Saham pada Industri Food & Beverages di Bursa Efek Jakarta. Dalam Jurnal Akuntansi & Keuangan, 7(2):h:99-116. Susi dan Rudi Setiawan. 2003. Analisis Pengaruh Rasio Profitabilitas terhadap Harga Saham Industri Barang Konsumsi yang Tergabung dalam Indeks LQ 45 yang Go Public di Bursa Efek Jakarta. Dalam Jurnal Akuntansi, 8(1), Bandar Lampung. Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi 1. Yogyakarta: BPFE Universitas Udayana, Tim Peneliti. 2005. Buku Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Mekanisme Pengujian. Denpasar: Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.



79



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Implementing Cooperative Learning Model Type Numbered Head Together (NHT) to Improve Activities and Learning Outcomes of Math of Ninth Year (IX A) Student Semester 2 at SMP Negeri 1 Mengwi in academic year 2013/2014



I Made Artamayasa Guru SMP Negeri 1Mengwi, Badung ABSTRACT Class Action Research (PTK) is aimed (1) to increase the activity of class IX students of SMP Negeri 1 Mengwi A school year 2013/2014 in mathematics through the implementation of Cooperative Learning Model Numbered Head Together (NHT), (2) for improved its results IXA grade students learn math SMP Negeri 1 Mengwi school year 2013/2014 through the implementation of Cooperative Learning Model Numbered Head Together (NHT). This study subjects IXA grade students of SMP Negeri 1 Mengwi in the second semester of academic year 2013/2014, amounting to 32 people consisting of 19 women and 13 men. Data from this study were collected using a test, and to analyze the resulting data used descriptive analysis. Data obtained from the results of the implementation of this study show that (1) the implementation of cooperative learning model type Numbered Head Together (NHT) in mathematics learning in class IX A Mengwi SMP Negeri 1 school year 2013/2014 can improve students' learning activities (2) Application of the model Cooperative learning Type Numbered Head Together (NHT) in mathematics learning in class IX A SMP Negeri 1 Mengwi 2013/2014 school year can improve students' mathematics learning outcomes. The results showed an increase of preliminary data on average only reaches 72.41 class, in the first cycle increased to 75.59 and the second cycle increased to 84.22. Based on the findings and discussion of the results of this study can be put forward the following suggestions. (1) With this model may provide a model that is easy, effective in the management of classroom learning. (2) In order to obtain a better quality of learning in school then the manager changed the conventional classroom setting into a dynamic class, easy to set up in accordance with the pattern of the desired learning.



80



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Keywords: Cooperative Learning Model Type NHT, mathematics learning outcomes PENDAHULUAN Menurut Hudoyo (dalam Kusuma Yudha, 2008:16), ”belajar matematika, siswa perlu memahami konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut”. Oleh karena itu, siswa harus memahami konsepkonsep sebelum memiliki keterampilan dalam memecahkan soal. Ini berarti bahwa pemahaman konsep yang kuat akan sangat membantu siswa dalam memahami suatu pokok bahasan matematika. Metode ceramah yang digunakan guru berdampak tidak baik pada hasil belajar siswa. Hal ini tercermin dari masih banyaknya siswa yang harus menempuh program remedial untuk mencapai ketuntasan hasil belajarnya. Rendahnya hasil belajar siswa dapat dilihat dari rata-rata nilai ulangan tengah semester 2 siswa di SMP Negeri 1 Mengwi tahun Pelajaran 2013/2014. Nilai ulangan tersebut menunjukkan bahwa dari 32 siswa, 14 siswa atau 43,75 % siswa memiliki rata-rata nilai ulangan UAS belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 77. Sehingga ketuntasan klasikalnya sebesar 56,25%. Hal ini disebabkan oleh rendahnya daya tangkap siswa terhadap penjelasan guru dan bahkan terdapat beberapa siswa yang kurang aktif dalam belajar matematika. Melihat fenomena tersebut, “pemilihan upaya pembelajaran yang akan memberi peluang tercapainya tujuan yang optimal, baik dari segi hasil belajar, hasil kerja (produk), maupun proses belajar perlu dilakukan” (Abimanyu, 2009:36). Oleh karena itu, perlu diterapkan suatu sistem pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar guna meningkatkan hasil belajar matematika di setiap jenjang pendidikan. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif sangat cocok diterapkan pada pembelajaran matematika karena dalam mempelajari matematika tidak cukup hanya mengetahui dan menghafal konsep-konsep matematika, tetapi juga dibutuhkan suatu pemahaman serta kemampuan menyelesaikan persoalan matematika dengan baik dan benar. Melalui model pembelajaran ini, siswa dapat mengemukakan pemikirannya, saling bertukar pendapat, saling bekerja sama jika ada teman dalam kelompoknya yang mengalami kesulitan. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang cocok untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran matematika adalah pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).



81



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Dari uraian di atas, maka dianggap perlu untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IX A Semester 2 di SMP Negeri 1 Mengwi Tahun Pelajaran 2013/2014”. Berdasarkan latar belakang tersebut ,rumusan masalah dalam penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut. (1) Apakah Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan aktivitas siswa Kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014 pada mata pelajaran matematika? (2) Apakah Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa Kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014? Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan aktivitas siswa Kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014 pada mata pelajaran matematika melalui Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dan untuk meningkakan hasil belajar matematika siswa Kelas IXA SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014 melaui Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT). Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. (1)Memberikan informasi kepada guru matematika mengenai model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT), sehingga dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi di sekolahnya (2) Memberikan sumbangan pemikiran tentang implementasi model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT), sehingga dapat diimplementasikan atau dikembangkan dalam KBM dalam rangka meningkatkan kualitias proses dan hasil belajar (3) Memberikan kontribusi yang positif terhadap perkembangan kreativitas pembelajaran Matematika dan dapat dijadikan acuan bagi pelaksanaan penelitianpenelitian yang relevan. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dalam kelompok kecil yang bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan penguasaan tentang materi yang dipelajari siswa serta terjadi proses saling membantu di antara anggota-anggota kelompok. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk



82



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



meningkatkan penguasaan akademik. Kerangka berpikir yang digunakan adalah dengan karakteristik yang dimiliki oleh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT), siswa akan lebih tertarik dalam mengikuti pembelajaran di kelas karena siswa tidak hanya terpaku mendengarkan penjelasan yang diberikan guru, tetapi siswa dapat berdiskusi dan bersama-sama memecahkan persoalan matematika dengan siswa lain. Melalui proses inilah, siswa akan menjadi lebih aktif.. Selain itu, siswa juga dapat bertukar pikiran dengan siswa lain dalam mendiskusikan permasalahan yang diberikan sehingga siswa yang satu dengan siswa yang lainnya dapat belajar menyatukan berbagai pendapat yang berbeda dalam sebuah kelompok. METODE PENELITIAN Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang secara umum bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran Matematika di kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014, sehingga dapat meningkatkan kompetensi dasar matematika siswa. Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah semua siswa kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 32 orang yang terdiri dari 13 orang laki-laki dan 19 orang perempuan. Objek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) aktivitas belajar matematika, 2) hasil belajar Matematika. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dengan masing-masing siklus terdiri dari tahapan-tahapan perencanaan, tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Data aktivitas siswa dianalisis secara diskriptif kualitatif berdasarkan hasil observasi dan refleksi . Untuk data hasil belajar siswa dianalisis secara diskriptif yaitu dengan menentukan skor rata-rata hasil tes ( M ) yang selanjutnya dikonversikan ke dalam skala 100. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Keadaan awal hasil dan aktivitas belajar siswa didapat dari tes hasil belajar dan observasi diawal tahun pelajaran serta hasil belajar siswa klas IX A pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 yang menunjukkan nilai matematika siswa rata-rata 72,41. Untuk menyiapkan pelaksanaan tindakan pada siklus I maka dilakukan langkah-langkah atau persiapan yang terdiri dari atas : (a)Menetapkan topik : 5.1 Bilangan berpangkat positif. (b)Menyiapkan administrasi guru yang terdiri dari : silabus, program tahunan, program semester, agenda dan jurnal , buku nilai , analisis ulangan dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun untuk 2 kali pertemuan dengan materi pembelajaran pangkat tak sebenarnya. (c)Menyusun tes hasil belajar dan instrumen penilaian yang berupa observasi. (d)Menyiapkan rancangan pembelajaran yang menyangkut strategi pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) .



83



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Berdasarkan hasil observasi dan hasil belajar siswa selama pelaksanaan pembelajaran pada siklus I, didapat bahwa pada awal pelaksanaan model pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ditemukan beberapa hambatan diantaranya a). ada kelompok yang belum maksimal dalam kerjasam kelompok untuk meemecahkan masalah yang diberikan akibat dari pembagian kelompok yang kurang merata tingkat kemampuan sehingga dalam melaksanakan aktivitas kelompok ada yang diam dan ada yang aktif, b). belum terbiasanya siswa menyampaikan ide akibat dari adanya rasa malu dalam mengemukakan pendapat sehingga apa yang dipikirkan dengan apa yang sampaikan tidak sesuai dan c).Pengelolaan kelas yang kurang optimal karena belum terbiasa . Hambatanhambatan tersebut dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun kegiatan pembelajaran pada siklus kedua. Untuk perencanaan siklus II sama dengan kegiatan pada siklus I hanya memperbaiki dalam pembentukan kelompok berdasarkan dari hasil belajar siklus I dan dalam pelaksaan tindakan berbeda pada permasalahan yang diberikan pada siswa. Hasil observasi tentang aktivitas siswa belajar siklus II dilakukan pada pembelajaran materi pokok bilangan berpangkat bulat dan bentuk akar, untuk tiga kali tatap muka. Rata-rata hasil belajar yang dicapai besarnya 84,22 dengan ketuntasan klasikal 93,75% ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar yang sebelumnya rata-rata 75,59 dan ketuntasan klasikal hanya 75% . Hasil belajar siklus II ini tergolong sudah mencapai ketuntasan minimal yang diharapkan. Yaitu, penelitian ini dikatakan berhasil jika rata-rata hasil belajar siswa berada pada kategori tuntas dan ketuntasan klasikal lebih dari 85%. Pembahasan Data awal yang diperoleh dengan rata-rata 72,41 menunjukkan bahwa kemampuan anak/siswa dalam mata pelajaran matematika masih sangat rendah mengingat kriteria ketuntasan belajar siswa untuk mata pelajaran ini di SMP Negeri 1 Mengwi adalah 77. Dengan nilai yang sangat rendah seperti itu maka peneliti mengupayakan untuk dapat meningkatkan prestasi belajar anak/siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT). Akhirnya dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT),sesuai teori yang ada, peningkatan rata-rata prestasi belajar anak/siswa pada siklus I dapat diupayakan dan mencapai rata-rata 75,59. Namun rata-rata tersebut belum maksimal karena hanya 25 siswa memperoleh nilai di atas KKM sedangkan yang lainnya belum mencapai KKM. Sedangkan prosentase ketuntasan belajar mereka baru mencapai 57 %. Pada siklus II perbaikan prestasi belajar siswa diupayakan lebih maksimal dan peneliti membuat perencanaan yang lebih baik, menggunakan alur dan teori dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan



84



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



benar dan lebih maksimal. Peneliti giat memotivasi siswa agar giat belajar, memberi arahan-arahan, menuntun mereka untuk mampu menguasai materi pelajaran pada mata pelajaran matematika lebih optimal. Akhirnya dengan semua upaya tersebut peneliti mampu meningkatkan prestasi belajar siswa pada siklus II menjadi rata-rata 84,22 dengan persentase ketuntasan mencapai 93,75% Upayaupaya yang maksimal tersebut menuntun kepada penelitian bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) mampu meningkatkan prestasi belajar anak/siswa. SIMPULAN dan SARAN Simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini sebagai berikut.(1) Penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dalam pembelajaran matematika di kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014 dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa .(2) Penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dalam pembelajaran matematika di kelas IX A SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014 dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Berdasarkan temuan-temuan dan pembahasan hasil penelitian ini dapat dikemukakan saran-saran berikut. (1) Dengan model pembelajaran ini dapat memberikan model yang mudah, efektif dalam pengelolaan pembelajaran dikelas. (2) Untuk memperoleh kualitas pembelajaran yang lebih baik maka pihak pengelola di sekolah mengubah seting kelas yang konvensional menjadi kelas yang dinamis, mudah diatur sesuai dengan pola pembelajaran yang diinginkan.



DAFTAR PUSTAKA Abimanyu, Soli. 2009. Strategi Pembelajaran. Bandung: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Almustofa. 2005. “Pengertian Hasil Belajar”. Tersedia pada http://www.ilmupengetahuan.net/hasil-belajar-2.html (diakses tanggal 17 Februari 2012). Arnyana, Ida Bagus Putu. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Singaraja: Fakultas Pendidikan MIPA Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Dahar , Ratna Wilis .1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta. Penebit Erlangga.



85



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Dimyati dan Mudjiono . 2006. Belajar dan Pembelajaran. Cetakan Ketiga .Jakarta. Penerbit Rineka Cipta. Jhony. 2012. ”Model Pembelajaran Cooperative Numbered Head Together (NHT)”. Tersedia pada http://id.shvoong.com/socialsciences/education/2258709-model-pembelajaran-cooperative-numberedhead/ (diakses tanggal 17 Februari 2012). Nurkancana, W dan Sunartana .1992. Evaluasi hasil belajar .Surabaya : Usaha Nasional. Putrawan, Agus. 2011. ”Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas VI SD”. Tersedia pada http://agusjengkol.wordpress.com/2011/06/21/penerapan-pendekatanpembelajaran-kooperatif-tipe-jigsaw-untuk-meningkatkan-keaktifan-danhasil-belajar-ips-siswa-kelas-vi-sd/ (diakses tanggal 17 Februari 2012). Santyasa Wayan, dkk. 2005. Pedoman Guru pembelajaran Teks Matematika Bermuatan model Perubahan Konseptual dan Komunitas Belajar. Produk RUKK Menristek Tahun 2005 IKIP Negeri Singaraja. Sudjana, 1992. Metode Statistik Bandung : Tarsito Bandung. Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung.Remaja Rosdakarya.



86



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Meningkatkan Kemampuan Menulis Naskah Drama Melalui Model Pembelajaran CIRC Siswa Kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi Tahun Pelajaran 2014/2015 Oleh Ni Gusti Ayu Made Supradnyani, S.Pd. Guru SMP Negeri 1 Mengwi, Badung ` ABSTRACT This research is a classroom action research (PTK), which aims to determine whether there is an increase in the ability to write plays through learning model CIRC IXD grade students of SMP Negeri 1 Mengwi school year 2014/2015. PTK is conducted in two cycles. Subjects in this study were IXD grade students of SMP Negeri 1 Mengwi school year 2014/2015, amounting to 38 people consisting of 14 men and 24 women. The method used in this study is the observation method, a method of assignment, and interview methods. Data obtained from observation and wawncara analyzed by descriptive qualitative data were obtained from the assignment playwriting quantitatively analyzed descriptively. The result shows once concluded that the CIRC learning model can improve the ability of playwriting class students of SMP Negeri IXD 1Mengwi school year 2014/2015. This is indicated by the value of playwriting students, namely, completeness rata79,26 with 63% in the first cycle and an average of 85.32 with 89% of cycle completeness II.Terjadi increase in value of 6.06. Based on the results of the study suggested as follows. (1) Teacher Indonesian to implement in the CIRC learning model for teaching playwriting. (2) Teachers in general and Indonesian teachers in particular in order to continue to innovate model of learning so as to improve student achievement. Keywords: CIRC learning model, writes, Script Writing



PENDAHULUAN



Salah satu kompetensi dasar pada kurikulum SMP mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas IX adalah Menulis Naskah Drama. Melalui pembelajaran keterampilan tersebut, diharapkan siswa mampu menulis naskah drama dan menghasilkan karya yang baik. Namun, harapan tersebut belum tercapai dan mendapatkan banyak kendala. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi, diketahui bahwa pembelajaran menulis naskah drama di kelas tersebut masih perlu ditingkatkan. Siswa



87



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



memperoleh nilai 82 (KKM) ke atas sebanyak 30% dari jumlah siswa. Sedangkan siswa dikatakan tuntas jika minimal 85% dari jumlah siswa memperoleh nilai 82 (KKM) ke atas. Hal itu disebabkan siswa mengalami kesulitan dalam mencari ide untuk menulis naskahnya. Pembelajaran menulis naskah drama dalam proses belajar mengajar tidak akan sukses apabila siswa dan guru tidak bisa bekerja sama. Dalam artian siswanya sendiri harus mempunyai minat untuk menulis naskah drama, dan guru bisa secara kreatif menggunakan strategi khusus dalam menumbuhkan minat siswa untuk menulis naskah drama. Oleh karena itu, strategi guru dalam pembelajaran menulis naskah drama juga sangat penting dilaksanakan, demi menumbuhkan minat siswa dalam menulis naskah drama sehingga siswa menjadi lebih antusias dan semangat dalam mengikuti pelajaran menulis naskah drama. Seseorang akan dapat menulis jika pemikirannya telah diisi dengan pengetahuan. Salah satu cara memperoleh pengetahuan adalah dengan membaca. Membaca membantu kita mengasah kepekaan dan kreativitas. Hal ini penting untuk membantu kita dalam keterampilan menulis. Akan tetapi, betapapun sulitnya keterampilan menulis harus dibiasakan sejak dini karena menulis dapat dijadikan sarana pengembangan diri. Salah satunya adalah dengan menulis karya sastra. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mencoba menggunakan model pembelajaran CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition). Model pembelajaran CIRC memadukan kegiatan membaca dengan menulis. Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu, setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas , sehingga terbentuk pemahaman dan pengalaman belajar yang lama. Proses pembelajaran ini mendidik siswa berinteraksi sosial dengan lingkungan. Dengan demikian, proses belajar mengajar menulis naskah drama diharapkan dapat mengalami kemajuan dan akan menghasilkan naskah drama yang kreatif. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Apakah melalui model pembelajaran CIRC dapat meningkatkan kemampuan menulis naskah drama, siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2014/2015? Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan menulis naskah drama melalui model pembelajaran CIRC siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2014/2015. Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Secara teoritis hasil penelitian ini dapat melengkapi kajian tentang upaya peningkatan kemampuan menulis melalui model pembelajara CIRC dan membuka kemungkinan untuk dilakukan penelitian tandakan lanjutan tentang penelitian sejenis. (2) Dengan mengikuti pembelajaran menulis drama melalui model pembelajaran CIRC,siswa dapat menulis dengan lebih mudah dan dapat menghasilkan naskah drama yang



88



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



kreatif. (3) Penelitian ini dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya dalam pembelajaran menulis. Hasil penemuan dalam penelitian ini memotivasi guru untuk melaksanakan pembelajaran menulis dengan model pembelajaran CIRC. (4) Hasil penelitian ini memberikan sumbangsih bagi sekolah dalam meningkatkan kemampuan siswa menulis sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Keterampilan menulis adalah keterampilan yang paling kompleks. Keterampilan ini melibatkan cara berpikir yang teratur dan kemampuan mengungkapkannya dalam bentuk bahasa tulis. Keterampilan menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang bersifat langsung, produktif, dan ekspresif. CIRC singkatan dari Cooperative Integrated Reading and Compotition, termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning yang pada mulanya merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis (Steven dan Slavin dalam Nur, 2000:8) yaitu sebuah program komprehensif atau luas dan lengkap untuk pengajaran membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut . 1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen. 2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran. 3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas. 4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok. 5. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama. 6. Penutup. Keterampilan menulis naskah drama merupakan salah satu keterampilan bidang apresiasi sastra yang mulai diajarkan di SMP. Melalui pembelajaran keterampilan tersebut, diharapkan siswa mampu menulis naskah drama dan menghasilkan karya yang baik. Namun, siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi belum bisa memenuhi harapan tersebut. Siswa belum bisa menulis naskah drama dengan baik. Siswa yang bisa mendapat nilai tuntas dalam menulis naskah drama hanya sebanyak 30%. Siswa kesulitan dalam mencari ide untuk menulis naskahnya. Siswa juga belum memahami cara penulisan dialog dalam drama. Dengan menggunakan model pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) dapat diduga bahwa proses pembelajaran akan lebih efektif. Kegiatan pembelajaran ini memadukan kegiatan membaca dengan menulis. Siswa menulis naskah drama bersama anggota kelompoknya. Sebelum siswa menulis, guru membagikan naskah cerpen yang bisa diubah menjadi naskah drama. Siswa membaca dan memperhatikan naskah tersebut bersama-sama. Dari naskah yang dibagikan oleh guru tersebut, siswa menjadi lebih berminat untuk



89



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



menulis naskah drama. Sesama anggota kelompok bisa saling mengungkapkan ide masing-masing. Dari hasil membaca dan kerja sama antar anggota kelompok akan terwujud sebuah naskah drama yang baik. Dengan demikian kemampuan menulis naskah drama siswa dapat ditingkatkan METODELOGI PENELITIAN Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa Kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi Tahun Pelajaran 2014/2015. Kelas IXD berjumlah 38 orang, terdiri atas 24 orang perempuan dan 14 orang laki-laki. Siswa kelas IXD dipilih sebagai subjek penelitian karena peneliti sebagai guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas IXD menemukan masalah dalam membelajarkan keterampilan menulis naskah drama pada siswa di kelas tersebut. Kelas IXD hasil belajarnya paling rendah dibandingkan dengan kelas-kelas lainnya terutama dalam menulis naskah drama. Berdasarkan kondisi kelas yang demikian, penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas IXD SMP Negeri 1Mengwi tahun pelajaran 2014/2015. Objek atau sasaran yang akan diteliti dalam penelitian tindakan kelas ini adalah kemampuan menulis naskah drama dengan menggunakan model pembelajaran CIRC siswa SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2014/2015. Kondisi awal tentang kemampuan menulis siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2014/2015 diperoleh dari nilai rata-rata menulis sebelumnya yaitu 75. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pelajaran Bahasa Indonesia di kelas IX SMP Negeri 1 Mengwi adalah 82. Memperhatikan hal tersebut , membuktikan rendahnya minat siswa menulis naskah drama. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan Oktober tahun pelajaran 2014/2015. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil penelitian ini adalah tes prestasi belajar sedangkan metode analisis datanya adalah analisis deskriptif.



Penelitian ini dikatakan berhasil jika prestasi belajar siswa meningkat dari siklus sebelumnya. Indikator keberhasilan dari penelitian ini adalah ketuntasan belajar dengan rata-rata minimal 85% siswa mendapat nilai 82 ke atas dalam menulis naskah drama. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Siklus I dilaksanakan pada hari Kamis, 7 Agustus 2014 mengenai menulis naskah drama dengan menggunakan model pembelajaran CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition). Pada hari pertama ini, guru membagikan cerpen yang akan diubah menjadi naskah drama. Siswa bersama anggota kelompok membaca dan mencermati cerpen tersebut. Setelah membaca cerpen, semua anggota kelompok mengungkapkan ide masing-masing tentang perbedaan gaya penulisan cerpen dengan penulisan naskah drama. Setelah pengajaran materi



90



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



mengenai perbedaan gaya penulisan cerpen dengan penulisan naskah drama, dilanjutkan dengan penugasan menulis naskah drama yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 9 Agustus 2014 selama 2x 40 menit Berdasarkan hasil tes prestasi siklus I dapat digambarkan bahwa dari 38 orang siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi yang mengikuti pembelajaran menulis naskah drama dengan model pembelajaran CIRC pada siklus I ini, ditemukan enam orang siswa atau 15,78% mendapat nilai 83. Delapan belas orang siswa atau 47,37% mendapat nilai 82. Satu orang siswa atau 2,63 % mendapat nilai 79. Satu orang siswa atau 2,63 % mendapat nilai 78. Satu orang siswa atau 2,63% mendapat nilai 77. Dua orang siswa atau 5,26% mendapat nilai 76. Lima orang siswa atau 13,16% mendapat nilai 75. Satu orang siswa atau 2,63% mendapat nilai 72. Dua orang siswa atau 5,26% mendapat nilai 70. Satu orang siswa atau 2,63% mendapat nilai 65. Model pembelajaran CIRC untuk meningkatkan kemampuan menulis naskah drama belum dapat dikatakan berhasil karena siswa yang mendapatkan nilai 82 ke atas hanya 24 orang siswa atau 63,16%. Sedangkan siswa yang memperoleh skor kurang dari 82 sebanyak 14 orang siswa atau 36,84%. Pembelajaran menulis naskah drama ini berhasil apabila 85% dari jumlah siswa mendapatkan nilai 82 ke atas. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan siklus I berdasarkan observasi, penugasan, dan wawancara, maka perlu diadakan refleksi karena hasil yang diharapkan dari penelitian ini belum mencapai target yang diharapkan yaitu ketuntasan mencapai 85%. Hasil refleksi tersebut adalah (1) siswa mengalami kesulitan dalam struktur yakni pada pengungkapan latar cerita. (2) siswa belum bisa memilih diksi yang tepat. (3) siswa juga masih belum memahami penggunaan ejaan yang benar seperti penggunaan tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan penggunaan singkatan yang tidak tepat. Siklus II dilaksanakan pada hari Kamis, 14 Agustus 2014 kemudian dilanjutkan pada hari Sabtu, 16 Agustus 2014 mengenai menulis naskah drama dengan model pembelajaran CIRC. Pada siklus II, ada beberapa perbaikan tindakan yang dilakukan berdasarkan refleksi tindakan pada siklus I sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang telah direncanakan pada siklus II Secara klasikal, penulisan naskah drama dengan model pembelajaran CIRC untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa pada siklus II dikatakan berhasil. Siswa yang mendapatkan nilai 82 ke atas sebanyak tiga puluh empat orang atau 89,47%. Dengan demikian target yang sudah ditetapkan yaitu minimal 85% siswa harus mendapat skor lebih dari atau sama dengan 82 sudah dapat dicapai.



91



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian ini maka dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut. Model pembelajaran CIRC ( Cooperative Integrated Reading and Compotition) dapat meningkatkan kemampuan menulis naskah drama pada siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini tampak dari hasil yang diperoleh pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I, ketuntasan kelas mencapai 63% dengan rata-rata 79,26 sedangkan pada siklus II, ketuntasan kelas mencapai 89% dengan rata-rata nilai 85,32. Pembelajaran menulis naskah drama dengan model pembelajaran CIRC ini dikatakan berhasil karena siswa mendapat skor 82 (KKM) ke atas sebanyak 34 orang atau 89%. Dengan demikian target yang sudah ditetapkan yaitu 85% siswa harus mendapat skor 82 ke atas sudah dapat dicapai. Saran-saran yang perlu disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Model Pembelajaran CIRC dapat meningkatkan kemampuan menulis naskah drama siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Mengwi tahun pelajaran 2014/2015. Oleh karena itu, disarankan kepada guru untuk menerapkan model pembelajaran tersebut pada saat mengajarkan materi menulis naskah drama. 2. Disarankan kepada guru-guru pada umumnya dan guru Bahasa Indonesia khususnya, agar terus melakukan inovasi model pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Anindyarini, Atikah.dkk. 2008. Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas IX. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas. Arsyad, Azhar. 1997. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Bahri, Syaiful & Zain, Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka. Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumu Angkasa. Karmini, Ni Nyoman. 2000. Teori dan Apresiasi Drama. Tabanan: IKIP Saraswati Tabanan. Keraf Gorys. 1996. Terampil Berbahasa Indonesia I. Jakarta: Balai Pustaka. Marahim, Ismail. 2005. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya. Ngalimun. 2013. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta : Asswaja Pressindo. Poerwadarminta, W.J.S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Rianto, Yatim. 2001. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta: SIC.



92



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Tarigan, Guntur. 1986. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Yahya, I Nyoman. 2013.Panduan Penulisan Penelitian Tindakan Kelas. Denpasar: CV. Dwi Cipta Mediatama.



93



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



ORIENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL BALI: PENGUATAN PERAN SASTRA (PARIBASA BALI) BAGI SISWA SEKOLAH MENEGAH ATAS oleh I Nyoman Sadwika Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP PGRI BALI Abstract Bali literary works (Paribasa Bali) has a huge potential in establishing the character of the students, so that students have a strong character rooted in cultural values. Literary works (Paribasa Bali) is one of the literary works that can be used as a reference in character education. Paribasa Bali containing local knowledge are expected to contribute in shaping the character of the students. The problems discussed in this experiment are (1) the concept of local knowledge Bali (Paribasa Bali) teaches character education to students. (2) the types of education any character found in Paribasa Bali. The method used is descriptive qualitative method. Used survey strategy aims to collect large variable gauges through interviews. The aim of this study is to identify the concepts and types of education of characters that can be taught to students through literature, especially Paribasa Bali. Keywords: Orientation, Paribasa Bali, character Value PENDAHULUAN Pergeseran etika dan moral masyarakat telah dirasakan sangat drastis pada era globalisasi belakangan ini. Beberapa peristiwa yang dialami dan dilakukan kalangan anak-anak, remaja, dan orang dewasa telah menunjukkan terjadinya degradasi moral, distorsi, disintegrasi, dan disharmoni seperti yang diindikasikan oleh aneka konflik, eksploitasi sumberdaya, kesenjangan sosial ekonomi, konversi lahan, dan berbagai sisi gelap lainnya. Kekerasan sepertinya menunujukkan bahwa kata-kata atau bahasa telah kehilangan kekuatannya sebagai sarana berkomunikasi. Fenomena memburukknya hubungan antara sesama manusia dalam kondisi tertentu (saling menghina, menghujat dan menuding), semakin ramainya pejabat dan dan para petinggi pemerintah yang korupsi, dekadensi moral dikalangan remaja berbentuk tawuran, penggunaan narkoba, sex bebas,demonstrasi yang berakhir ricuh, penyerangan sekelompok warga berdalih agama, mutilasi dan lain-lain. Memang ironis bahwa bangsa dan negara Indonesia yang sejatinya adalah bangsa dan negara yang berbudaya yang memiliki kekayaan budaya yang luar



94



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



biasa. Tetapi sikap dan prilakunya tidak mencerminkan peradaban. Karena itu, revitalisasi budaya melalui berbagaai langakah pengkajian sangat dibutuhkan untuk membangun karakter bangsa yang kokoh. Masalah pendidikan karakter akhir-akhir ini menjadi topik yang sangat menarik diperbincangakan oleh karena kondisi masyarakat yang sangat memperihatinkan. Isu pendidikan karakter dicanangkan kembali secara resmi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2010. Substansinya adalah pemerintah ingin memperoleh dukungan sepenuhnya dari seluruh rakyat Indonesia. Di era globalisasi ini konsep pendidikan karakter yang berbasis paribasa Bali yang berisi kearifan lokal diharapkan dapat memberikan kontribusi tersendiri dalam membentuk karakter seseorang sejak dini. Salah satu unsur budaya Bali yang dikaji dalam kesempatan ini adalah Paribasa Bali sebagi genre sastra lisan Bali tradisional. Paribasa Bali merupakan permainan kata-kata dan bunyi yang digunakan dalam praktik berbahasa masyarakat Bali untuk memperindah bahasa dengan tujuan membangkitkan rasa senang, memotivasi, dan menyadarkan bahkan menyindir lawan bicara. Orientasi pembentukan karakter positif sejak dini dikalangan masyarakat dan pendidikan karakter positif diberikan secara kontinyu diharapkan dapat memberikan penyadaran, khususnys pada generasi muda tentang etika berprilaku baik di dalam keluarga, masyarakat, dan terhadap lingkungan. PEMBAHASAN Konsep Pendidikan Karakter Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Penguatan pendidikan moral atau pendidikan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di Negara Indonesia. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalah gunaan obatobatan, pornografi, kolusi, korupsi nepotisme dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter. Banyak sarana yang bisa mempengaruhi kepribadian seseorang sejak dalam kandungan, ketika lahir, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Apa yang dilihat, dirasakan, dialami, dan dikerjakan akan terekam dengan baik dalam ingatan seseorang. Rekaman tersebut merupakan bekal dalam membentuk kepribadian. Semua masyarakat tentu menginginkan hidup aman, sehat sejahtera, menginginkan generasi yang baik, bukan yang buruk. Tetapi kadang-kadang harapan dan kenyataan tidak sesuai dengan yang diinginkan. Akibat dari unsur



95



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



negatif yang tanpa disadari menjadi unsur pembentuk kepribadian, karakter, dan akhlak manusia. Di dalam berbagai budaya di Indonesia setiap suku tentu ada bentuk-bentuk pendidikan yang dapat dijadikan, rujukan dan refrensi untuk membentuk manusia menjadi manusia yang terhormat. Tetapi akibat kurangnya pengenalan terhadap budaya khususnya tentang sastra paribasa Bali, dan karena generasi sekarang lebih banyak diperkenalkan dengan media elektronik yang serba gampang dan instan, sehingga pembentukan karakter dalam kehidupan sehari-hari menjadi sangat berkurang. Rasa toleransi, rasa persaudaraan, kebersamaan, kerukunan, kejujuran, kreativitas, semangat, dan tolong menolong sudah semakin menipis. Begitu pula dengan nilai-nilai pendidikan lainnya yang berhubungan dengan sifat, sikap moral, etika, tatakrama dan sebagainya semakin tidak tersampaikan. Didalam undang-undang Sisdiknas tahun 2003, disebutkan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secra aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Nilai-nilai karakter yang dikembangakan disekolah, menurut Indonesia Heritage Foundation (IHF) dalam Gunawan (2014 : 42) merumuskan sebilan karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan karakter, yaitu ; (1) cinta pada Allah dan semesta beserta isinya, (2) tanggung jawab disiplin dan mandiri, (3) jujur, (4) hormat dan antun, (5) kasih sayang, peduli, dan kerjasama, (6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah (7) keadilan dan kepemimipinan, (8) baik dan rendah hati, (9) toleransi, cinta damai, dan persatuan. Lebih lanjut, Kemendiknas (2010) melansir bahwa berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai karakter yang dikelompokkan menjadi lima, yaitu; (1) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia, (2) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan kebangsaan, (3) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, (4) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan diri sendiri, serta (5) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan. Hal inilah yang digunakan acuan dalam penelitian ini. Jenis - Jenis Pendidikan Karakter dalam Ungkapan dan Paribasa Bali Pendidikan karakter dimaksudkan sebagai pembentukan karakter, usaha pendidikan dan pembentukan karakter yang dimaksud tidak terlepas dari pendidikan dan penanaman moral atau nilai-nilai luhur pada siswa. Pendidikan karakter itu sendiri merupakan sebuah proses pembelajaran untuk menanamkan



96



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



nilai-nilai luhur, budi pekerti, akhlak mulia yang berakar pada ajaran agama, adat istiadat, dan nilai-nilai keIndonesiaan dalam rangka mengembangkan kepribadian siswa supaya menjadi manusia yang bermartabat, menjadi warga bangsa yang berkarakter sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa dan agama ( Suyanto, 2011:76). Tujuan pendidikan karakter adalah agar siswa menjadi orang yang bermartabat, orang yang terpuji, dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious, menanamkan jiwa kepemimipinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa, mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan, dan mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreatifitas dan persahabatan. Sebagai suatu kearifan lokal yang berasal dari pandangan hidup dan sudah menjadi tradisi turun temurun, maka kearifan local dikaitkan dengan pendidikan karakter bangsa mempunyai fungsifungsi, agar fungsi tersebut dapat maksimal maka makna dalam ungkapan tradisional seperti dalam Paribasa Bali tersebut perlu diinfrensikan agar selaras dengan perkembangan jaman. Mengingat degradasi moral melanda Indonesia maka Kementrian Pendidikan Nasional mencanangkan delapan belas pendidikan karakter, yang dituangkan pada setiap bidang ilmu dalam pembelajaran di sekolah-sekolah. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang terencana, proses pendidikan yang terencana itu diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensinya. Akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan peserta didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dalam mengarungi kehidupan (Sanjaya, 2007:2). Pemaksimalan makna akan mengembangkan fungsi kearifan local sebagai pandangan, acuan, dan tauladan, dalam menjaga karakter bangsa. Adapun fungsi ungkapan dalam Paribasa Bali tersebut antara lain: 1. Kepedulian terhadap Sesama a. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yakni sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain ini tercermin dalam sesonggan (pepatah). Buka sepite, pedaduanan tatuekne buka anake menyama tuah ajake dadua „ Seperti sepit (penjepit) selalu berduaan atau berpasangan. Yang memiliki makna sehebat apaun kita tanpa dibantu oleh orang lain akan tidak berarti apa-apa, janganlah kita merasa mampu bekerja sendirian tanpa bantuan orang lain. Infrensi dari arti tersebut adalah orang yang arogan dan sombong karena merasa diri hebat bisa melakukan segala-galanya, orang yang demikian cendrung mengabaikan orang lain, tidak menghormati pemikiran dan sikap orang lain karena merasa diri serba bisa. Orang tersebut sesungguhnya tidak tahu apa-apa yang seharusnya



97



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



dikerjakan. Memahami hak dan kewajiban sangat dibutuhkan dalam kehidupan siswa. Nilai karakter ini tampaknya sejak dulu sudah mendapat perhatian dari leluhur kita, sebagaimana dapat dicermati misalnya, dalam sesonggan, “ geng yasa geng goda”, besar jasa besar pula godaannya, gede kayune gede papahne, besar pohonnya besar pula rantingnya, serta dalam sesenggakan,” buka benange suba kadung maceleban” seperti benang terlanjur basah, sesonggan “geng yasa geng goda” mendidik kita untuk tabah, bertanggung jawab akan hak dan kewajiban semakin besar hasil yang didapat (hak) semakin besar pula kewajiban kita membayar pajak pada negara. Disamping itu siswa juga harus diajarkan bertanggung jawab, ulet, tekun, tabah, dan selalu berpikir positf mana hak dan mana kewajiban yang harus dikerjakan seperti, sesenggakan “buka benange suba kadung maceleban” sebagai siswa harus bekerja sampai tuntas tidak boleh setengah-setengah meskipun hak yang di terima kurang sesuai dengan harapan. b. Nilai karakter patuh kepada aturan-aturan sosial, sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum, terdapat dalam Sesonggan (Pepatah) Caruk gong, muah aud kelor, „semua perangkat gamelan atau menarik daun kelor dari batangnya‟ yang memiliki makna di ibaratkan seperti siswa yang sudah terjun ke masyarakat apabila ada kegiatan apapun semuanya ikut bekerja tanpa terkecuali. Dalam kehidupan seharihari dilingkungan manapun berada diharapkan dapat hidup saling tolong menolong berat dan ringan harus ditopang bersama-sama demi kemajuan bersama. Nilai karakter patuh pada aturan aturanaturan sosial dengan cara bersikap dan bertindak dalam menghadapi masalah dengan menghindari sikap lupa diri, terburu-buru, ceroboh, dan bertindak berdasarkan pertimbangan yang matang. Niali karakter ini tercermin pula dalam beberapa sesonggan, antara lain, “gangsaran tinda kuangan daya”, bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu “dija kadena langite endep”,jangan mengira ada langit yang rendah, sangat baik dipakai untuk menasehati dan mendidik anakanak yang kurang bisa mengendalikan diri atau cendrung bersifat ceroboh serta terburu-buru sehngga tidak mentaati aturan-aturan yang berlaku. Sikap ceroboh, dan terburu-buru tersebut dalam mengambil suatu keputusan sangat merugikan dalam kehidupan. c. Nilai karakter menghargai karya dan prestasi orang lain, sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain terkandung dalam sesonggan (pepatah)



98



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Aduk sera aji keteng tatuekne, karusakang baan anak padidi sane tiosan. „Makanan yang di,campur dengan terasi berlebihan maknanya, diibaratkan seperti pekerjaan yang sudah dilakukan oleh masyarakat dengan baik tetapi hasil akhirnya dirusak oleh satu orang‟. Artinya perbuatan apapun yang dilakukan harus selalu berhati-hati apalagi menyangkut orang banyak persatuan dan kesatuan harus dikedepankan. Nilai karakter sikap menghargai karya dan prestasi orang lain yang berhubungan dengan sifat, sikap menghargai yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Nilai karakter ini dapat dicermati pula dalam sloka, “buka slokane tusing ada lemete elung” tak ada sesuatu yang lentur itu patah, nilai yang terkandung dalam sloka itu menandakan adanya bentuk kompromi dan tidak melakukan hal balas dendam dalam menyelesaikan masalah, selalu menghargai karya orang lain sehingga tercipta keselarasan dalam kehidupan Suarka (dalam jurnal Aksara 2010 : 103). d. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yakni, santun, sifat halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata prilakunya kesemua orang, tersurat dalam sesawangan (perumpamaan) Kemikane luir madu juruh, tatuekne, kemikane manis nyunyur. „Suaranya manis bagaikan madu gula, maknanya suaranya sangat manis, pintar, jujur, sopan, santun.‟ Siswa yang baik adalah Siswa yang memegang teguh kata-kata yang diucapakan (santun, satya wacana). Nilai tatakrama dan santun berhubungan dengan sikap hormat kepada orang lain yang patut dihormati dengan penuh kesadaran dan prilaku sopan dalam bertindak serta santun dalam berbahasa di kehidupan sehari-hari, nilai sopan santun tampak tercermin pula dalam dibalik makna sesonggan “kuping ngliwatin tanduk”, “ degag delem”, makecuh mulet menek”, dan dibalik makna sesenggakan ; “ buka guake ngadanin iba” , buka jangkrike galak di bungut, buka naar krupuku gedenan kriak” mengandung makna durhaka, sombong, dan angkuh. Karena itu sesonggan tersebut dipakai menasehati anak-anak agar tidak berbuat durhaka, sombong, dan angkuh tetapi menghormati orang yang patut dihormati. e. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yaitu demokratis terdapat dalam sesenggakan (ibarat) Buka ngae bajune, sikutang keraga, tatuekne, buka melaksana, makeneh, wiadin ngomong yan tibakang marep teken anak len, patut imbangang malu ka deweke padidi. „ seperti membuat baju ukur dulu pada diri sendiri, maknanya seperti berbuat berpikir, maupun berbicara kalau di



99



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



terapkan pada orang lain harus sesuaikan dulu dengan diri sendiri, artinya siswa dalam berbuat, berpikir, maupun berbicara harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi, memiliki rasa demokrasi cara berpikir, bersikap, dan bertindak menilai sama hak dan kewajiban diri sendiri dengan orang lain. 2. Nilai kebangsaan a. Nilai karakter Nasionalis yakni cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya terkandung dalam sesenggakan ( ibarat) buka sumangahe, ngutgut kanti mati, tatuekne buka anak ane nindihin kenehne diastun ngemasin mati. „ seperti semut merah menggigit sampai mati, maknanya, seperti seseorang yang membela tanah air sepenuh jiwa dan raga mempertaruhkan nyawanya. Hendaknya siswa mentauladani sikap tersebut sebagai generasi muda penerus bangsa. b. Nilai karakter menghargai keberagaman yakni sikap memberikan respek/kehormatan terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat istiadat, budaya, suku, dan agama.terkandung dalam wewangsalan (tamsil) belahan pane belahan paso, selebingkah beten biu tatuekne ade kene ada keto, gumi linggah ajak liu. „pecahan gerabah, pecahan baskom, dibawah pohon pisang, maknanya ada yang seperti ini ada yang seperti itu, dunia ini milik kita bersama‟. Maksudnya, sebagai siswa harus saling hormat menghormati, harga menghargai, sehingga tercipta kerukunan walaupun ada perbedaan satu sama lain. Cara lain yang ditawarkan pula dalam mencermati keberagaman tersebut dituangkan dalam bentuk sesenggakan “buka besine teken sangiane” ibarat besi dengan batu asah yakni terjadi sikap saling mengalah satu sama lain demi tujuan bersama. sebagaimana diketahui Indonesia dicirikan oleh keberagaman dalam berbagai aspek, seperti suku, ras, agama, bahasa daerah, ideologi, tatakrama, karena itu pemahaman terhadap keberagaman dan perbedaan itu perlu ditanamkan sejak dini sehingga tercipta suatu kondisi dimana dalam perbedaan dan keberagaman masyarakat kita tetap memiliki satu kedudukan yang sama saling menghargai dan menghormati satu sama lainnya. .



100



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa (Religius) Berkaitan dengan nilai karakter yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, pikiran, perkataan, dan tidakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan atau ajaran agamanya terdapat dalam bebladbadan (metafora), I Made Molog mula kereng mawang putihin timpalne, tatuekne mamisunayang, I Made Molog memang suka membawang putihkan temannya‟ maknaya memfitnah. Dalam agama siswa diajarkan tidak boleh memfitnah teman, dan menjatuhkan teman untuk kepentingan sendiri sehingga merugikan orang lain perbuatan tersebut sangat melanggar ajaran agama. Selain itu nilai karakter dalam wujud keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa dituangkan dalam bentuk sesapaan, misalnya ketika orang-orang melakukan pembicaraan dan ada suara cecak terdenganr, maka mereka mengucapkan sesapaan “turun Saraswati” maksudnya apa yang diucapkan diberkati Tuhan (dalam manifestasinya sebagai dewi Saraswati). Begitu pula, ketika masyarakat Bali kencing disuatu tempat atau bukan di WC umpamanya atau mungkin ditegalan yang tak dikenal mereka mengucapkan, jero-jero megingsir jebos tiang manyuh maksudnya minta ijin supaya yang tinggal didaerah tempat kencing itu yang tidak dapat dilihat secara kasat mata pergi sejenak sehingga apa yang kita lakukan terberkati. 4. Nilai karakter dalam hubungan dengan diri sendiri meliputi; a. Jujur Merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain. Terdapat dalam sesawangan (perumpamaan), munyine jangih kadi sunarine tempuh angin, tatuekne, jangih, ngulangunin, tur lengut pisan. „ tutur bahasanya nyaring bagai sunari yang di hembus angin, maknanya halus, merdu, dan indah sekali. Siswa yang jujur adalah siswa yang memilki tutur kata, tindakan,pekerjaan yang baik, halus, dapat dipercaya, dan dipertanggung jawabkan. b. Bertanggung jawab Merupakan sikap dan prilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya siswa lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Terdapat dalam sesonggan (pepatah), sekah gelah nyen man tunden maktinin, tatuekne, gumi Indonesia ene mula iraga ngelah, iraga patut



101



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



ngutamayang, „ tempat dewa-dewi (dalam agama hindu) siapa yang disuruh menyembahnya, sama halnya dengan bumi Indonesia yang tercinta ini memang kita yang memiliki harus kita yang menjaganya. Sebagai siswa yang bertanggung jawab harus melaksanakan tugas dan kewajiban terhadap Tuhan, nusa dan bangsa. c. Kerja keras Merupakan suatu prilaku yang menunjukkan upaya sungguhsungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/bekerja) dengan sebaik-baiknya. Terdapat dalam sesonggan (pepatah), sapuntul-puntulan besine yening sangih dadi mangan, tatuekne,lamun apa je belogne yening malajah pasti lakar dueg, „ setumpul-tumpulnya besi apabila diasah pasti akan tajam,‟maknanya sebodoh bodohnya siswa apabila mau sungguhsungguh dalam mengatasi permasalahan, pekerjaan maupun belajar pasti akan berhasil dan pintar,dalam menanamkan nilai kerja keras dalam paribasa dapat dilakukan juga melalui pujian atau cara sopan dalam sindiran. Nilai prilaku upaya sungguh-sungguh dalam bekerja dalam paribasa Bali disampaikan secara sopan dalam paribasa Bali dapat tercermin dalam sesonggan, seperti, “cenik-cenikan punyan sotong”, keci-kecilan pohon jambu biji, “ yeh ngetel bisa molongin batu” setetes air dapat melobangi batu, sesenggakan, seperti, “buka petapan ambengane”, ibarat alang-alang, sesonggan dan sesenggakan tersebut dipakai untuk menasehati, mendidik anakanak agar memiliki sikap kerja keras, prilaku yang sungguhsungguh, belajar yang kuat seperti pohon jambu kecil tapi kuat, begitu juga dengan setetes air lama-lama bisa melobangi batu . Semua manusia memiliki potensi yang baik. Manusia harus belajar dari kecil karena pada usia muda, pikiran, konsentrasi dan kecerdaasan anak-anak sangat tajam serta sudah tua akan dijadikan sebagai pengayom inilah yang diumpamakan seperti alang-alang. Siswa sangat perlu diberikan nasehat paribasa Bali ini supaya mampu mengerjakan dan menyelesaikan tugas dan kewajiban dengan baik. d. Percaya diri Merupakan sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya. Terdapat dalam bladbadan (metafora), prakpak balok kaden sundih, awak belog ngaku ririh,‟ bara balok dikira api lampu templek, dirinya bodoh mengaku pintar‟ maknanya sebagai siswa harus memiliki sikap percaya diri, keyakinan dan kemampuan diri sendiri sehingga



102



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



dapat bersaing dalam kehidupan sehari-hari, meskipun ilmu yang dimiliki kurang memadai tetapi kalau sudah memiliki keyakinan, percaya diri niscaya semuanya dapat teratasi. Adakalanya dalam masyarakat Bali, pengakuan sikap, prilaku bijaksana dan percaya diri seseorang terindikasi melalui sikap rendah hati seseorang. Karena itu, sikap rendah hati dan percaya diri menjadi indikator bagi tingkah laku manusia Bali, sebagai mana tercermin dalam ungkapan “eda ngaden awak bisa depang anake ngadanin”, sikap percaya diri berkaitan dengan sikap tidak menyombongkan diri meskipun dipuji, suka menerima saran atau kritikan untuk meningkatkan prestasi. e. Cinta ilmu Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunujukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan. Terdapat dalam sesonggan (pepatah) song beduda buin titinin, tatuekne, buka anake ane plapan melaksana, ngidepang ilmu pengetahuan di sahananing laksana.‟ Lobang beduda (semacam serangga yang sering buat lubang ditanah) dibuatkan jembatan, hal ini sangat baik diajarkan pada siswa dalam berbuat, berbicara, harus selalu berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sehingga apa yang dicita-citakan dapat diraih dan berhasil. f. Berpkir logis, kritis, kreatif, dan inovatif Berpikir dan melakukan sesuatu cara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki. Tersurat dalam sesenggakan (ibarat), buka padine ane misi nguntul, ane puyung sunggar, tatuekne buka anake pradnyan alep tur mendep, sakewala anake ane belog punggung, sombong ngucicak. „ seperti padi yang penuh berisi menunduk, sedangakan yang kosong berdiri, makna seperti siswa yang sangat pandai diam, tidak banyak bicara, tetapi siswa yang bodoh terlalu banyak bicara dan sombong. Artinya sebagai siswa harus rajin belajar, berpikir logis, kritis, dan inovatif demi bangsa dan negara. g. Mandiri Sesuatu sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Seperti terdapat dalam sesenggakan (ibarat), buka ulungan durene, nyaputin iba, tatuekne, buka anake ane tanggar teken awakne apang tuara kasengkalen tipal. „ seperti jatuhnya buah duren, berselimut sendiri, maknanya sebagai siswa harus bersikap dan berprilaku mandiri tidak tergantung orang lain. Ini sangat baik dipakai mendidik anak-anak



103



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



supaya bisa hidup tabah, kuat, berani mengambil resiko, dan berpikir fositif dalam mengerjakan tugas-tugas pribadi maupun tugas negara. 5. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upayaupaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Nilai ini berhubungan dengan sikap, sifat, perhatian, karena dewasa ini masyarakat sudah mulai melakukan illegal loging secara besar-besaran sehingga pemanasan global terjadi. Pada era reformasi sekarang mengelola kekayaan alam, hutan, dan hasil bumi lainnya sudah semakin meraja lela sehingga hutan menjadi rusak, lingkungan rusak, dan kekayaan alam semakin menipis sebenarnya masyarakat yang baik adalah masyrakat yang eling, ingat, dan selalu waspada sehingga tidak terjadi kerusakan dimana-mana. Nilai karakter ini maknanya dapat dilihat dalam sindiran berikut, sesonggan, ngalih baling ngaba alutan, buta tumben ngedat, takut ngetel payu makebios, sau kerep dungki langah, mengandung makna tidak mampu mengelola kekayaan alam dengan baik (berhasil guna, tepat sasaran) menyebabkan hidup ini hancur berantakan (takut ngetel payu makebios), cendrung boros tidak mau lagi menanam hutan hanya menebang saja sehingga banjir dan pemanasan global terjadi (sau kerep dungki langah), membuat hidup menjadi menderita, pas-pasan (ngalih balang ngaba alutan), sesonggan tersebut sering digunakan menyindir sikap dan tingkah laku orang yang angkuh, sombong, dan conkak, dengan tujuan untuk menyadarkan orang tersebut bahwa kepentingan pribadi yang dilakukan untuk memperkaya diri sendiri dengan cara merusak lingkungan sangat merugikan orang banyak. KESIMPULAN Ungkapan-ungkapan tradisional yang merupakan mutiara kata dari nenek moyang mengandung pesan moral yang dapat berlaku sepanjang jaman. Ungkapanungkapan tradisional tersebut dibuat sebagai petuah, nasehat yang disampaikan secara tersirat dengan memperhatikan estetika bahasa yang tinggi. Seiring dengan tergerusnya akar budaya maka perlu adanya penguatan karakter bangsa. Lebih lanjut karakter bangsa perlu dijaga agar tetap terjaga.paribasa bali merupakan genre sastra lisan Bali tradisional yang sangat kaya dengan nilai-nilai karakter. Nilai-nilai karakter tersebut memiliki kontribusi strategis dalam pembentukan karakter bangsa. Manusia berkarakter adalah manusia yang memiliki kesehimbangan dan keharmonisan dalam hal rasa. Untuk itu revitalisasi budaya melalui pengkajian sebagai aset budaya termasuk paribasa Bali, merupakan upaya penting dan strategis dalam rangka penguatan dan ketahanan budaya.



104



Nomor 16 Tahun X Oktober 2014 ISSN : 1907-3232



Karakter-karakter yang tampak kental pada ungkapan-ungkapan paribasa Bali adalah pembentukan karakter, hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan sesama, hubungan dengan lingkungan, dan nilai kebangsaan. Untuk memahami ungkapan dalam paribasa Bali tersebut perlu adanya orientasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal upaya pengembangan makna sesuai dengan konteks dapat maksimal, lebih lanjut siswa dapat menerima dan mengaplikasikan dalam tutur dan tindakan untuk pembelajaran karakter baik bagi diri sendiri, orang lain, maupun bangsa dan negara.



DAFTAR PUSTAKA Ginarsa, Ketut t. th. Paribasa Bali. Denpasar: CV. Kayumas. Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter, Konsep, dan Implementasi. Bandung: Penerbit Alfabeta. Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Buku Pedoman Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat Jendral Mandikdasmen, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Desain Induk Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan Nasional. Jakarta: Direktorat Jendral Mandikdasmen, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010. Jakarta: Direktorat Jendral Mandikdasmen, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Suarka, I Nyoman. 2010. Aksara Jurnal Bahasa dan Sastra. Balai Bahasa Denpasar. Nomor 36, TH XXII, Desember 2010 Suyanto. 2011. “Pendidikan Karakter di Sekolah Perlu Direvitalisasi” Majalah Diknas Kementerian Pendidikan Nasional RI Jakarta. Yudhoyono, Susilo Bambang. 2011. “Mari Kita Kerja Keras melalui Jalur Pendidikan” Majalah Diknas Kementerian Pendidikan Nasional RI Jakarta.



105