k3 Higiene Industri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II PEMBAHASAN 2.1



Pengertian Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh



kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia atau suatu upaya untuk mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan. Dengan ini maka sebenarnya higiene industri dapat diartikan sebagai ilmu higiene yang dikembangkan dan diterapkan ditingkat atau lingkungan kerja suatu industri. Higiene industri merupakan satu ilmu dan seni yang mempelajari bagaimana melakukan antisipasi, rekognisi, evaluasi dan pengendalian terhadap faktor-faktor lingkungan yang muncul di tempat kerja yang dapat menyebabkan pekerja sakit, mengalami gangguan kesehatan dan rasa ketidaknyamanan baik diantara para pekerja maupun penduduk dalam suatu komunitas. Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) (1998), higene industri adalah ilmu tentang antisipiasi, rekognisi/pengenalan, evaluasi dan pengendalian kondisi tempat kerja yang dapat menyebabkan tenaga kerja mengalami kecelakaan kerja dan atau penyakit akibat kerja. Higene industri menggunakan metode pemantauan dan analisis lingkungan untuk mendeteksi luasnya tenaga kerja yang terpapar. Higene industri juga menggunakan pendekatan teknik, pendekatan administratif dan metode lain seperti penggunaan alat pelindung diri, desain cara kerja yang aman untuk mencegah paparan berbagai bahaya di tempat kerja. Di Indonesia, Higene industri didefinisikan sebagai spesialisasi dalam ilmu higene beserta prakteknya yang dengan mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit kualitatif dan kuantitatif dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya dipergunakan untuk dasar tindakan korektif kepada lingkungan tersebut serta bila perlu pencegahan, agar pekerja dan masyarakat sekitar suatu perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja (Suma’mur, 1999). Sedangkan menurut UU no. 14 tahun 1969 Higene perusahaan adalah Lapangan kesehatan yang ditunjukan kepada pemeliharaan dan



mempertinggi derajat kesehatan tenaga kerja, dilakukan dengan mengatur pemberian pengobatan, perawatan tenaga kerja yang sakit, mengatur persediaan tempat, cara dan syarat ntuk pencegahan penyakit baik akibat kerja maupun umum serta menetapkan syarat-syarat kesehatan perumahan tenaga kerja. Higiene industri didefinisikan sebagai berikut: a. Higiene Industri (HI) adalah : “higiene industri merupakan ilmu dan seni yang mampu mengantisipasi,mengenal,mengevaluasi dan mengendalikan bahaya faktor-faktor yang timbul di dalam lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau ketidak nyamanan dan ketidak effisienan kepada masyarakat yang berada diluar industri”. b. Industry Hygienist (IH) adalah : Seorang yang mempunyai kemampuan dan mempunyai kualifikasi pendidikan teknik mesin, kimia, fisika, kedokteran, atau dengan ilmu-ilmu biologi. Kemampuanya dapat meliputi 3 bidang utama yaitu : a) Recognation (Identifikasi) : melihat faktor-faktor apa saja yang memungkinkan



berpengaruh



terhadap



kesehatan



dan



kenyamanandalam bekerja. b) Evaluation (Penilaian) : Melakukan penelitian tingkat bahaya melalui pengukuran. c) Recommendation, perumusan rekomendasi untuk mengurangi masalah-masalah yang terjadi karena bekerja atau operasi kerja.



2.2



Sejarah a.



Di dunia Kapan perkembangan Higiene Industri (HI) dimulai secara tepat tidak



diketahui. Namun ada anggapan bahwa HIgiene Industri (HI) mulain timbul sejak adanya pekerjaan dalam hubungan pengupahan/penggajian. Menurut sejarah sangat sedikit perhatian terhadap perlindungan kesehatan bagi pekerjaan sebelum tahun 1900. Pada abad ke-4 (tahun 460-397 SM) Bapak Ilmu kedokteran HIPPOCRATES melakukan indentifikasi dan mencatat daya racun pada head



(Timah) di industry tambang, tetapi beliau tidak memperhatikan penyakit yang timbul pada pekerjaan. Kemudian kira-kira 500 tahun kemudian, sarjan roma membuatreferenceuntuk bahaya yang adapada Zinc dan Sulfur pada pekerja berdasarkan besar dan jumlah debu atau uap. Selanjutnya pada abad ke-16 muali ada keterangan-keterangan yang lebih jelas tentang gambaran penyakit-penyakit yang diderita oleh para pekerjaan tambang, pengolahan biji timah, cat dan lain-lain. Bahkan pada saat itu telah muncul gagasan upaya pencegahan seperti penyelenggaraan sistem pertukaran udara dan pemakaian penutup muka. Tahun 1556 GEORGIUS AGRICOLA seorang



jerman



menulis



buku



‘’



Von



Der



Bergsucht



Und



anderen



Bergkrankheiten’’ pada tahun 1569 beliau menguraikan panjang lebar tentang bahan-bahan kimia, sehingga ia dianggap telah memulai toksikologi modern. Kemudian pada abad ke-17 (Tahun 1633-1714) BERNARDINE RAMAZZINI (Bapak Occupational Health) menulis buku“Demorbis Artificum Diatrika” (Diseases of Workers). Di dalam buku tersebut diuraikan mengenai berbagai jenis penyakit yang berkaitan dengan pekejaan yang dilakukan oleh pekerja. Beliau telah memperjelas persoalan bahwa pekerjaan dapat menimbulkan penyakit, yaitu penyakit akibat kerja, disamping itu beliau juga menambahkan cara-cara mendiagnosa penyakit akibat kerja. Pada abad ke-18 SIR GEORGE BAKER memeriksa tanda-tanda gejala “ Devonshire Colic” karena timah (Pd) pada industri dan membuat alat pembersih. Kemudian pada pertengahan abad 18 (1760-1830) dengan terjadinya revolusi industri di inggris, dimana saat itu mulai ditemukan cara-cara berproduksi baru , mesin-mesin baru untuk industri seperti mesin tenun, generator serta untuk pengangkut, demikian pula proses penemuan dab perubahan cara lama dengan yang baru itu tidak saja terjadi di Inggris, namun Negara-negara lainnya, seperti di Perancis, Jerman, Amerika, Rusia, dan sebagainya. Perubahan dan perkembangan teknologi di Negara-negara maju pada abad ke-20 ini, seperti teknologi proses produksi di dalam industri teknologi komunikasi, teknologi pertambangan dan teknologi-teknologi canggih lainnya



merupakan tantangan bagi perkembangan Higiene Industri (HI). Bahkan pada abad ini Higiene Industri (HI) dirasakan sebagai suatu keharusan oleh karena memiliki segi-segi kesejahteraan tenaga manusia maupun segi produksi. b. Di Indonesia Seperti halnya perkembangan Higiene Industri (HI) di Negara-negara maju, perkembangan Higiene Industri (HI) di indonesia tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya. Perkembangan di Indonesia yang sesungguhnya baru terjadi beberapa tahun setelah Negara Indonesia merdeka, yaitu dengan munculnya undang-undang kerja dan undang-undang kecelakaan (tahun 1950-an) meskipun awalnya belum berlaku namun telah memuat pokok-pokok tentang Higiene Industri (HI). Selanjutnya oleh Departemen (tahun 1957) didirikan lembaga kesehatan Buruh dan pada tahun 1965 berubah menjadi lembaga Keselamatan dan Kesehatan Buruh. Pada tahun 1966 fungsi dan kedudukan Higiene Industri (HI) dalam aparatur pemerintah menjadi lebih jelas yaitu dengan didirikannya Lembaga Hyperkes di Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) dan Dinas Hygiene Perusahaan/Sanitas Umum dan Dinas Kesehatan Tenaga Kerja di Departemen Kesehatan (Depkes). Disamping itu juga tumbuh organisasi swasta, yaitu Yayasan HIgiene Perusahaan yang berkedudukan di Surabaya. Perkembangan Hiperkes di Indonesia selain melalui institusi juga dilakukan upaya melalui penerbitan buku seperti Ilmu Kesehatan Buruh (1965) Ilmu Hiperkes (1967), Ergonomi dan produktivitas Kerja, Majalah Triwulan Higiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Jaminan Sosial yang disebarkan ke seluruh pelosok tanah air. Dari segi perundang-undangan yang berlaku, telah banyak ditertibkan seperti Undang-undang tentang Keselamatan Kerja tahun 1970, peraturan menteri maupun surat Edaran Menteri. Upaya pembinaan Lab. Hiperkes dimulai pada tahun 1973 dan sampai saat ini telah ada 14 lab. Yang terletak di 14 propinsi di Indonesia.



2.3



Tujuan higiene industri a. Meningkatkan derajat kesehatan karyawan setinggi-tingginya melalui pencegahan dan penanggulangan penyakit dan kecelakaan akibat kerja serta pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi karyawan. b. Meningkatkan produktivitas karyawan dengan memberantas kelelahan kerja,meningkatkan kegairahan kerja dan memberikan perlindungan kepada karyawan dan masyarakat sekitarnya thd.bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh perusahaan. Dalam memahami dasar gambaran higiene industri kita perlu mengetahui



garis besar dasar pemikiran tentang ketiga prinsip dasar penerapan higiene industri di tempat kerja dalam lingkungan kerja suatu industri. Langkah pertama, yaitu mengetahui berbagai macam unsur yang mendukung penerapan pelaksanaan higiene industri, baik unsur-unsur tersebut berdiri sendiri-sendiri ataupun berdiri secara bersama-sama. Unsur-unsur tersebut terutama adanya ahli-ahli yang tugas dan tanggung jawabnya adalah memperhatikan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja melalui pendekatan tekhnis yaitu dengan menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman, yang pada umunya ahli-ahli tersebut dipertimbangkan sebagai bagian dari menejemen.



2.4



Konsep dasar higiene industri Konsep dasar dari hygiene industri adalah agar seorang tenaga kerja berada



dalam keserasian sebaik-baiknya, yang beraarti bahwa yang bersangkutan dapat terjamin keadaan kesehatan dan produktifitas kerjanya secara optimal, maka perlu ada keseimbangan yang positif-konstruktif, antara unsur-unsur : a. Beban kerja Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban dimaksud mungkin fisik, mental, dan atau social. Seorang tenaga kerja yang secara fisik bekerja berat seperti halnya buruh bongkar muat barang dipelabuhan, memikul lebih banyak beban fisik dari pada beban mental maupun social. Berlainan dari itu adalah beban kerja seorang pengusaha atau manjemen, tanggung jawabnya merupakan beban mental yang relati jauh lebih besar dari beban fisik yang dituntut oleh pekerjaannya. Adapun



petugas social misalnya penggerak lembaga swadaya masyarakat atau gerakan mengentaskan kemiskinan, mereka lebih menghadapi dan memikul beban kerja social kemasyarakatan.setiap tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hal kapasitas dalam menanggung beban kerjanya. b. Beban tambahan akibat dari pekerjaan dan lingkungan kerja Ada lima faktor penyebab beban tambahan dimaksud ; 



Faktor fisik yang meliputi keadaan fisik seperti bangunan gedung atau volume udara, atau luas lantai kerja maupun hal-hal yang bersiat fisik seperti penerangan, suhu udara, kelembabab udara, tekanan udara, kecepatan aliran udara, kebisingan, vibrasi mekanis, radiasi gelombang elektromagnetis.







Faktor kimiawi yaitu semua zat kimia anorganis dan organis yang mungkin wujud fisiknya merupakan salah satu atau lebih dalam bentuk gas, uap, debu, kabut, fume (uap logam), asap. Awan, cairan, dan atau zat padat.







Faktor biologis, yaitu semua makhluk hidup baik dari golongan tumbuhan maupun hewan







Faktor fisiologis/ergonomis, yaitu interaksi antar faal kerja manusia dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya seperti kontruksi mesin yang disesuaikan dengan fungsi indra manusia, postur



dan



cara



kerja



yang



mempertimbangkan



aspek



antropometris dan fisiologis manusia. 



Faktor mental dan psikologis, yaitu reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana kerja, hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja, struktur dan prosedur organisasi pelaksanaan kerja dan lainlain.



c. Kapasitas kerja Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu dengan yang lainnya dan sangat bergantung kepada motivasi kerja, pengalaman, latar belakang pendidikan, keahlian, ketrampilan, kesesuaian terhadap pekerjaan, kondisi kesehatan, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran antropometri tubuh serta reaksi kejiwaan. Semakin tinggi mutu



ketrampilan kerja yang dimiliki, kian efisien tenaga kerja bekerja sehingga beban menjadi relative jauh lebih ringan. Tidak mengherankan angka kesakitan sangat kurang bagi mereka yang memiliki ketrampilan tinggi, lebih lagi bila mereka cukup termotivasi untuk mendedikasikan hidupnya kepada pekerjaannya. 2.5



implementasi higiene industri implementasi higiene industri meliputi ruang lingkup sebagai berikut : a.



Pemeliharaan tempat dan lingkungan kerja yang mendukung efisiensi dan produktifitas serta kenyamanan kerja atau memungkinkan kondisi kerja berada dalam koridor yang aman menurut standar hygiene perusahaan, kesehatan kerja dan ergonomi.



b.



Penyerasian pekerjaan dan lingkungan kerja kepada karakteristika faktor manusia serta penerapan cara bekerja yang memenuhi syarat keselamatan, kesehatan, hygiene industri dan ergonomi.



c.



Pelaksanaan program kedokteran-kesehatan kerja promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative sebagai perwujudan upaya kedokteran-kesehatan yang komprehensif antara lain pelaksanaan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja sebelum bekerja, pra penempatan, alih tugas, pasca pelaksanaan suatu tugas, berkala, dan saat memasuki masa pensiun.



d.



Penerangan, penyuluhan dan pendidikan tentang hubungan kesehatan dengan eisiensi dan produktifitas kerja, serta upaya agar terhindar dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.



e. Upaya kuratif (P3K, pengobatan dan perawatan, rehabilitasi medis) yang mengurangi secara kuantitatif dan kualitatif absenteisme dan kecacatan akibat kerja. f. Pengumpulan dan analisis data hubungan tingkat kesehatan dan produktifitas tenaga kerja dan juga produktifitas perusahaan atas dasar angka sakit, absenteisme, tingkat keparahan penyakit dan kecelakaan serta hasil pelaksanaan kerja. g.



Pembinaan fisik, mental dan social terhadap tenaga kerja secara luas yang menunjang kualitas kesehatan dan efisiensi serta produktifitas kerja.



h.



Penelitian dan upaya pengembangan dalam peningkatan program hygiene perusahaan dan kesehatan kerja.



i. Pencegahan



terhadap



pencemaran



lingkungan



sebagai



akibat



beroperasinya industri atau juga kegiatan lainnya



2.6



Dasar Hukum Pelaksanaan Landasan hukum pelaksanaan higene perusahaan dan kesehatan kerja



mencakup Undang-undang Kesehatan dan Undang-undang yang terkait dengan ketenagakerjaan. Dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan tepatnya Bab XII pasal 164, 165 dan 166 diatur tentang kesehatan kerja sebagai berikut :



Pasal 164 :



(1) Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. (2) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pekerja di sektor formal dan informal. (3) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja. (4) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga bagi kesehatan pada lingkungan tentara nasional Indonesia baik darat, laut, maupun udara serta kepolisian Republik Indonesia. (5) Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (6) Pengelola



tempat



kerja



wajib



menaati



standar



kesehatan



kerja



sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja. (7) Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Pasal 165 : (1) Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja. (2) Pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat dan menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja. (3) Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/instansi, hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Pasal 166 (1) Majikan atau pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja. (2) Majikan atau pengusaha menanggung biaya atas gangguan kesehatan akibat kerja yang diderita oleh pekerja sesuai dengan peraturan perundangundangan. (3) Pemerintah memberikan dorongan dan bantuan untuk perlindungan pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Selain Undang-undang Kesehatan, produk Perundang-undangan lain yang mengatur pelaksanaan higene perusahaan dan kesehatan keselamatan kerja antara lain : Undang-undang nomor 11 tahun 1962 tentang Higene untuk usaha-usaha bagi umum, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja (Lembar Negara No. 55 tahun 1969), Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No. Per.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja, Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964 Tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja, Peraturan Menteri



Tenaga Kerja Nomor 05 tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3), serta peraturan-peraturan lain yang relevan dan masih berlaku di Indonesia.



2.7



Proses danTugas Industrial Hygienist (Ih) a. Antisipasi Kemampuan untuk memperkirakan, memprediksi dan mengestimasi



bahaya (hazard) yang mungkin terdapat pada tempat kerja yang merupakan konseksuensi dari aktivitas kerja. Tujuan Antisipasi : 



Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul menjadi bahaya dan risiko yang nyata







Mempersiapkan tindakan yang perlu sebelum suatu proses dijalankan atau suatu area dimasuki







Meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu proses dijalankan atau suatu area dimasuki



Langkah-langkah dalam antisipasi : 



Pengumpulan Informasi a) Melalui studi literature b) Mempelajari hasil penelitian c) Dokumen-dokumen perusahaan d) Survey lapangan







Analisis dan diskusi a) Diskusi dengan pihak terkait yang kompeten b) Pembuatan Hasil c) Berdasarkan lokasi atau unit d) Berdasarkan kelompok pekerja e) Berdasarkan jenis potensi bahaya f) Berdasarkan tahapan proses produksi dll



b. Recognation



Rekognisis merupakan serangkaian kegiatan untuk mengenali suatu bahaya lebih detil dan lebih komprehensif dengan menggunakan suatu metode yang sistematis sehingga dihasilkan suatu hasil yang objektif dan bias dipertanggung jawabkan. Di mana dalam rekognisi ini kita melakukan pengenalan dan pengukuran untuk mendapatkan informasi tentang konsentrasi, dosis, ukuran (partikel), jenis, kandungan atau struktur, sifat, dll. Tujuan Rekognisi : 



Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan, efek, severity, pola pajanan, besaran)







Mengetahui sumber bahaya dan area yang berisiko







Mengetahui pekerja yang berisiko



Metode – metode Rekognisi : 



Accident or Injury Report ( Kecelakaan atau Laporan Cedera ) a) rekognisi bahaya yang menimbulkan traumatic injury b) analisis statistik terhadap data kecelakaan dan injury yang ada dapat membantu menemukan proses atau area yang berisiko c) memerlukan data investigasi kecelakaan yang detail dan banyak d) pada banyak kasus, metode ini hanya bisa dilakukan setelah terjadi banyak kejadian kecelakaan







Physical Examinations ( Pemeriksaan Fisik ) a) pemeriksaan fisik ( kesehatan ) pekerja dapat dijadikan media untuk rekognisi bahaya yang ada di tempat kerja b) sering dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi kronik yang mungkin disebabkan kontak dengan bahaya ditempat kerja c) memerlukan data pemeriksaan awal ( pre-employment examination ), dan harus dilakukan pengukuran/pemantauan kesehatan secara periodik ( annual check-up ).







Employee Notification ( Pemberitahuan terhadap Karyawan ) a) dibeberapa kasus, pekerja dilapangan mengenali bahaya K3 sebelum dilakukan rekognisi oleh petugas K3 b) harus didukung dengan manajemen yang kondusif sehingga pekerja mau menyampaikan masalah yang ada di tempat kerja



c) kontribusi pekerja terhadpa K3 akan merangsang pekerja untuk mau berdiskusi dengan petugas K3 tentang masalah – masalah K3 yang ada di tempat kerja 



Required Inspection ( Diperlukan Pemeriksaan ) a) beberapa bagian dari satu alat harus di inspeksi yang rutin b) inspeksi ini dapat mengindikasi masalah – masalah sebelum menjadi bahaya K3 ditempat kerja bagi pekerjanya







Literature & Discussion with Other Profesional ( Kutipan dan Diskusi dengan Ahli lain ) a) dengan melakukan review secara periodik terhadap suatu masalah melaluli meeting dan training dimana suatu masalah dapat didiskusikan dengan para ahli yang lain b) menjaga komunikasi dengan tenaga ahli di industri lain c) mungkin masalah yang dihadapi sekarang pernah di alami oleh perusahaan lain sebelumnya, sehingga input untuk perbaikan didapatkan dari tenaga ahli yang lain







Walk through inspection ( Pemekrisaan dengan mengelilingi tempat kerja) a) digunakan untuk melakukan rekognisi bahaya yang sudah jelas diketahui keberadaannya di tempat kerja b) sebaiknya ada orang yang memahami berbagai jenis bahaya pada saat melakukan walk through plan, c) tidak semua bahaya dapat direkognisi pada saat melakukan walk through inspection d) dilakukan oleh tim e) biasanya menggunakan form rekognisi atau check-list







Sampling & spot Inspection ( Sampling dan Inspeksi Tempat ) a) kadang hanya terbatas untuk melakukan rekognisi terhadap bahaya atsmosfir ( air quality studies) b) masalah yang dihadapi adalah untuk menentukan jumlah sampel dan titik pengukuran yang tepat c) dapat merekognisi berbagai tipe bahaya, efisiensi dari segi waktu



d) tetapi kadangkala hasil spot sampling belum tentu menggambarkan kondisi sebenarnya 



Preliminary Hazard Analysis ( Awal Bahaya Analisis ) a) dilakukan untuk mempelajari potensi bahaya b) pendekaktan ini sangat baik jika dilakukan pada sistem operasi baru atau yang sudah dimodifikasi untuk menentukan potensi bahaya yang akan timbul pada sisitem tersebut jika dioperasikan







Review of process flows ( Mengulang Jalannya Proses Pekerjaan ) a) rekognisi bahaya dengan mengevaluasi potensi bahaya pada setip langkah proses produksi atau langkah kerja yang sudah ada dari awal sampai akhir b) sering digunakan untuk mengidentifikasi potensi bahaya kimia dan kualitas udara, untuk menentukan reaksi – reaksi mana yang menimbulkan bahya kimia baik proses awal, intermediate, maupun akhir c) pendekatan ini juga sering diguankan untuk identifikasi bahaya yang terkait dengan mekanik dan elektrik untuk mereview potensi kontak antara pekerja dengan benda yang bergerak, bahaya ergonomik, dan pajanan panas, dll







Fault tree analysis ( Analisis dengan menggunakan metode pohon untuk mengetahui kesalahan ) a) analisis pohon kesalahan, yang berawal dari suatu kejadian, kemudian dicari akar permasalahan atau penyebab dasar dari kejadian tersebut b) merupakan model probabilitas terhadap suatu event atau kejadian c) dapat menentukan besar kemungkinan dan urutan kejadian terhadap satu event atau kejadian d) banyak digunakan untuk safety analysis







Critical incident technique ( Kritik inside teknik ) a) beberapa pekerja di interview mendapatkan informasi tentang perilaku tidak aman ( unsafe act ) yang mungkin terjaid saat mereka bekerja



b) critical incident kemudian dikelompokkan dan kemudian secara sistematik disusun area yang mempunyai potensi bahaya dan harus dikontrol,



suatu



teknik



rekognisi



bahaya



dengan



cara



mengansumsikanjika terjadi kegagalan pada suatu komponen atau elemen di dalam suatu sistem, lalu di tentukan efek atau dampak dari kegagalan pada komponen atau elemen tersebut c) teknik ini membantu untuk menentukan kemungkinan terjadinya kegagalan kecil yang dapat menghasilkan suatu kejadian yang besar 



Job safety analysis ( Analisis Keselamatan Pekerjaan ) a) setiap pekerjaan diuraikan dalam bentuk task – task dan komponen lain yang terlibat b) setiap task kemudian di review menentukan potensi bahaya yang mungkin akan memajan pekerja c) banyak dilakukan untuk mengevaluasi langkah atau prosedur kerja d) tindakan yang diambil untuk mengendalikan potensi bahaya adalah dengan memodifikasi prosedur kerja peralatan yang digunakan, dan pengendalian yang bisa dilakukan untuk mengurangi pajanan. Pada waktu melakukan Recognation (Pengenalan) harus melihat



mengidenfitikasi masalah-masalah kesehatan yang timbulkan dalam atmosphere /lingkungan industri seperti pengenalan / pengidentifikasisian terhadap bahan bahan baku yang digunakan di perusahaan (lihat MSDM bahan yang terbaru) dan bahan sampingan yang dihasilkan. Melihat semua penyebab-penyebab yang kemungkinan dapat menimbulkan masalah-masalah di lingkungan kerja seperti : 



Penyebab kimia (Liquid, dist, fume, must, vapour/gas)







Energi



fisik



(elektromagnetik



&



ionizing



radiasi,



bising,



getaran,temperature tinggi & tekanan tinggi) 



Penyebab biologi (bakteri & jamur, insects, virus dll)







Ergonomic (monotony, getaran berulang, gelisah, kelelahan, dll) Termasuk juga didalamnya melihat & mengenal bekas buangan berbahaya



yang ada dalam lingkungan Industri (bagaimana penyimpanannya). 



Possible points of release or emission of hazardous agents







Posture and movements of the operatives







Hours and duration of rest periods at work ( Pengaturan shift kerja )







Nature of protective aquipment provided ( Penyediaan peralatan medis)



c. Evaluasi Pada waktu melakukan Evaluatian (penilaian) harus melakukan : Suasana kerja harus dievaluasi dalam masa jangka panjang atau pendek berpengaruh terhadap kesehatan. Hal ini dapat diselesaikan dengan gabungan pengetahuan, pengalaman dan data kualitatif. 



Mengukur kadar/konsentrasi penyebab bahaya







Membandingkan hasil pengukuran dengan standard yang ada (Research toxicological data)







Mengetahui



efek



manusia/pekerjaanya



fisiologi



pekerja



yang



terpapar,



melalui misalnya



uji



medis/memonitor



dengan



melakukan



pengukuran darah, urine, fungsi paru, syaraf, dll 



Mendiagnosa bahan-bahan berbahaya kemudian melakukan perbaikan pada kondisi lingkungan tempat kerjanya (Forming Judgment)



Tujuan pengukuran dalam evaluasi yaitu : 



Untuk mengetahui tingkat risiko







Untuk mengetahui pajanan pada pekerja







Untuk memenuhi peraturan (legal aspek)







Untuk mengevaluasi program pengendalian yang sudah dilaksanaka







Untuk memastikan apakah suatu area aman untuk dimasuki pekerja







Mengetahui jenis dan besaran hazard secara lebih spesifik



d. Rekomendasi Pada waktu melakukan Recommendation (Rekomendasi) & Design dilakukan pengembangan untuk perbaikan dan pengukuran untuk mengurangi masalah-masalah yang ada, misalnya dengan memasukan prosedur pengawasan :







Penurunan jumlah orang-ornag yang terpapar masalh







Mengganti bahan-bahan kimia berbahaya yang digunakan







Mengubah proses kerja untuk mengirangi paparan pekerja







Pemakaian prosedur ventilasi baru







Meningkatka jarak& waktu diantara paparan radiasi







Pengenalan udara untuk mrngurangi debu emisi pada industri tambang







House keeping yang baik







Memasukan fasilitas pembersih hotel & metode yang tepat untuk membuang limbah







Ketentuan yang tepat tentang perlindunagn tenaga kerja. Tindakan pengendalian terhadap bahaya merupakan proses untuk



menurunkan tingkat risiko yang mungkin diterima oleh pekerja. Pengendalian untuk bahaya (hazard) yang dapat mempengaruhi kesehatan dibagi menjadi 3 kategori : 



Engineering control Meliputi Cara pengendalian bahaya baik berdasarkan spesifikasi saat



menentukan desain awal maupun dengan menerapkan metode substitusi, isolasi, memagari atau sistem ventilasi. Engineering control berdasarkan hierarkinya merupakan pengendalian yang pertama. 



Administrative control Pengendalian melalui penjadwalan, yaitu mengurangi waktu bekerja para



pekerja di area kerja yang mengandung bahaya. Selain itu termasuk juga di dalam administrative control adalah training yang memberikan pekerja kemampuan untuk mengenali bahaya dan bekerja dengan aman melalui prosedur. 



APD (Alat Pelindung Diri)



Pengendalian



ini



merupakan



pegendalian



terakhir



pada



hirarki



pengendalian bahaya. APD digunakan oleh pekerja untuk melindungi pekerja dari bahaya (hazard) yang terdapat di lingkungan kerjanya.



Pemilihan metode pengendalian secara efektif dan efisien akan mengurangi atau menghilangkan dampak bahaya yang mungkin diterima pekerja. sehingga pada akhirnya di tempat kerja tersebut akan terbentuk sistem kerja yang sehat dan aman.



Program K3 komprehensif yang harus diterapkan : 



Physical environment a) Mengenal, evaluasi, kontrol b) Safety







Medical problems a) Physical examination (Pemeriksa fisik) b) Emergency care (Perawatan keadaan darurat) c) Info. Hubungan dengan RS, PMI, pelatihan, penentuan tempat berkumpul bila ada bahaya. d) Rehabititation (pemulihan) e) Health maintenance (pemeliharaan kesehatan)







Increasing knowledge & chage behavior occupational health education & occupational health psychology a) Risk perception (Pemahaman resiko) b) Communication (komunikasi) c) Behavior approach (pendekatan perilaku/tingkah laku)







Role of management a) Management



commitment



(keterlibatah/keikitsertaan) b) Management Worker interaction c) Management Training.



&



involvement



2.8



Hambatan Penerapan K3 Dan Pemecahan Masalah Hambatan-hambatan yang menyebabkan penerapan K3 tidak berkembang : a. Sumber tersedia terbatas : SDM, biaya, dll b. Perhatian masyarakat masih beragam terhadap penerapan K3 c. Hiperkes begitu luas tanggung jawabnya sehingga tak tahu harus memulai darimana d. Manusia dengan keterbatasan (fisik, mental, biologi) Walaupun K3 belum berkembang sebagaimana mestinya namun di era



globalisasi penerapannya sangat dikehendaki. Dalam era global menghendaki penerapa K3 yang baik Seorang IH haruslah bekerja secara teliti dan cermat, bila dalam pengukuran terdapat kelainan pada pekerja (misalnya kelainan pada paru), maka IH harus melaporkan pada dokter agar dokter membuat rekomendasi secara medis pada pekerja yang tidak sehat tersebut untuk tidak menggunakan APD seperti respirator dan harus melakukan pemeriksaan ulang dalam jangka waktu tertentu.



2.9



Ahli Higiene Industri Seorang yang ahli di bidang higiene industri biasanya disebut industrial



hygienist. Pada umumnya latar belakang pendidikan dari seorang ahli higiene insustri adalah dari bidang teknik atau ilmu dasar namun tidak tertutup kemungkinan bagi dokter, perawat atau ahli fisiologi untuk mengikuti pendidikan formal dalam bidang ini. Pendidikan pada umumnya juga berlangsung 2 tahun. Banyak lembaga pendidikan tinggi menyelenggarakan pendidikan ini bersamaan dengan pendidikan ahli keselamatan kerja Kebutuhan akan tenaga profesional dalam bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja makin meningkat, sejalan dengan perkembangan yang pesat dalam bidang industri dan akan segera datangnya era globalisasi. Adapun tugas daripada seorang industrial hygeinist yaitu : a. Mengidentifikasi



bahaya-bahaya



permasalahan-permasalahan



kerja



yang serta



mungkin resikonya.



dapat



terjadi,



Menganalisa



kondisi-kondisi yang dapat diukur untuk mencari permasalan yang timbul. b. Mengembangkan strategi sampling dan menggunakan peralatanperalatan sampling yang dimiliki untuk mengukur seberapa besar sumber bahaya di tempat kerja. c. Melakukan pengamatan terhadap bagaimana dampak sumber-sumber bahaya kimia dan fisika dapat mempengaruhi kesehatan pekerja dengan melakukan pengukuran. d. Membandingkan hasil sampling dengan standart atau petunjuk yang relevan untuk menentukkan apakah pengontrolan khusus diperlukan. e. Melakukan evaluasi terhadap proses industri untuk mengetahuai ada atau tidaknya korelasi kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan lingkungannya. f. Mengerti segala bentuk peraturan pemerintah yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja. g. memastikan pekerja terbebas dari bahaya-bahaya yang ada di tempat kerja. 2.10 Penanggung jawab pelaksanaan higiene industri di Indonesia



Pelaksanaan Higene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia secara kelembagaan menjadi tanggung jawab dua instansi yaitu Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Departemen Kesehatan.



United States of America (USA) Dalam buku ini sengaja penulis menampilkan contoh pelaksanaan Higene Perusahaan dan Kesehatan serta Keselamatan Kerja di United States of America (USA) karena banyak produk berupa standar-standar internasional dan peraturan-



peraturan yang banyak diadopsi atau dipakai oleh perusahaan-perusahaan baik Perusahaan dalam negeri maupun perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. a.



OSHA The Occupational Safety and Health Administration (OSHA) adalah



bagian dariDepartemen Ketenagakerjaan (Department of Labor). OSHA membuat dan mengimplementasikan standar-standar dan peraturan-peraturan higene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja, mengadakan isnpeksi dan investigasi untuk menjamin dan memastikan pemenuhan atau pelaksanaan dari berbagai regulasi, memberikan penghargaan atas prestasi yang dicapai, serta memberikan hukuman bagi pelanggaran. OSHA juga memberikan pendampingan dan layanan konsultasibagi tenaga kerja dalam pelaksaan standar kerja dan regulasi, serta memberikan program,-program pelatihan dan publikasi.



OSHA juga menerbitkan beberapa persyaratan yang berhubungan dengan higene industri, antara lain : 



Penggunaan label-label peringatan dan poster sehingga tenaga kerja menjadi



waspada terhadap berbagai potensi bahaya, tanda-tanda



pemaparan, tindakan pencegahan dan penatalaksanaan darurat. 



Memebrikan saran atau anjuran terhadap kebutuhan penggunaan alat pelindung diri dan teknologi lain yang berhubungan dengan pencegahan







Melaksanakan test medis untuk mengetahui efek dari paparan stressor fisik terhadap tenaga kerja







Mengarsipkan dan memelihara data-data paparan stressor lingkungan terhadap tenaga kerja dimana diperlukan untuk pengukuran lanjut dan monitoring. Menggunakan hasil test dan monitoring untuk observasi tenaga kerja







Membuat catatan dari berbagai test dan pengukuran yang hasilnya diinformasikan terhadap tenaga kerja







Memberikan informasi terhadap tenaga kerja yang terpapar stressor lingkungan dan mengadakan serangkaian perbaikan dan pengobatan



b. NIOSH



The National Institute for Occupational safety and Health (NIOSH) adalah bagiandari departemen Kesehatan dan Pelayanan Penduduk ( Department of Health and Human Services). NIOSH merupakan agensi yang sangat penting dalam pelaksanaan Higene Industri di Amerika Serikat. Fokus utama dari badan ini adalah meneliti level toksisitas dan nilai ambang batas yang masih diperkenankan dari berbagai substansi hazard. NIOH menyiapkan rekomendasi untuk standar OSHA terhadap substansi hazard dan hasil studi NIOSH juga dibuat dan disediakan bagi tenaga kerja.



Area penelitian dari NIOH terdiri dari divisi Biomedis dan Ilmu Prilaku, Pusat Studi Penyakit Saluran Pernafasan, Surveilance, Evaluasi hazard, dan studi lapangan dan pelatihan dan pengembangan tenaga kerja. Hasil kerja dari berbagai divisi ini selalu diperbaharui secara terus menerus dan memberikan rekomendasi batas paparan dalam rangka menciptakan kondisi kerja yang aman dan sehat.