K6 - Keracunan Hewan Dan Tumbuhan Laut-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ‘’KERACUNAN BINATANG DAN TUMBUHAN LAUT’’



Kelompok 6 1.Ridel Joshua Excel Paat / 19142010200 2.Anasthasia Laheba/19142010264 3.Reive Roring/1614201227 4.Indri Laheping/19142010050 5.Ferdinanda Refualu/19142010026



Kelas A3 Keperawatan / 5 MK: Kegawatdaruratan Kelautan Dosen MK :Ns. Yannerith Chintya,S.Kep.,M.Kep



Fakultas Keperawatan Universitas Pembangunan Indonesia 2021



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksin adalah suatu substansi yang memiliki gugus fungsional spesifik, letaknya di dalam molekul dan menunjukkan aktivitas fisiologis yang kuat. Toksin atau racun biasanya terdapat dalam tubuh hewan, tumbuhan bakteri dan makhluk hidup lainnya, merupakan zat asing bagi korbannya atau bersifat anti-gen dan merugikan bagi kesehatan korbannya. Pertolongan terhadap keracunan yang ditimbulkan oleh zat apapun yang dipersiapkan dengan sebaik-baikanya. Pertolongan yang keliru atau berlebihan justru bahaya baru. Identifikasi racun merupakan usaha untuk mengetahui bahan, zat, atau obat yang diduga sebagai penyebab keracunan, sehingga tindakan penganggulangannya dapat dilakukan dengan tepat, cepat dan akurat. Dalam menghadapi peristiwa keracunan, kita menghadapi keadaan darurat yang dapat terjadi dimana dan kapan saja serta memerlukan kecepatan untuk bertindak dengan segera dan mengamati efek dan gejala keracunan yang timbul. Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologi dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Oleh sebab itu, penanganan dini sangat diperlukan karena keracunan pada ikan dan tumbuhan laut dapat menyebabkan kondisi yang dapat mengancam jiwa. Peran perawat di sini juga sangat diperlukan mengingat kebutuhan oksigenasi pada pasien adalah kebutuhan dasar manusia, sehingga hal ini juga dapat mengganggu kenyamanan dan nyawa pasien, maka dari itu asuhan yang tepat dan cepat bagi klien yang sangat diperlukan. B. Rumusan Masalah Masalah Bagaimana Asuhan Perawatan Pasien Toksis (keracunan ikan dan tumbuhan laut)? C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Intruksional Umum : Mahasiswa mampu mengetahui asuhan pada pasien toksis (keracunan ikan dan tumbuhan laut) 2. Tujuan Instruksional Khusus : a. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar toksis (keracunan ikan dan tumbuhan laut) b. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien toksis (keracunan ikan dan tumbuhan laut)



BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Toksis (Keracunan Ikan dan Tumbuhan Laut) 1. Pengertian Toksin adalah suatu substansi yang memiliki gugus fungsional spesifik yang terletak di dalam molekul dan menunjukkan aktifitas fisiologis yang kuat. Adapun batasan dari toksin adalah substansi tersebut terdapat di dalam tubuh hewan, tumbuhan dan makhluk hidup lainnya, merupakan zat asing bagi korbannya atau bersifat anti gen dan merugikan bagi kesehatan korbannya. Racun adalah zat atau bahan yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung (inhalasi), serta penerapan dan penyerapan melalui kulit, atau digunakan terhadap organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan dan gangguan dengan fungsi satu atau lebih organ atau jaringan. Keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada penggunaannya. Kontaminasi toksin alami pada ikan atau organisme aquatik lainnya mengakibatkan keracunan bagi yang mengkonsumsinya. Kebanyakan toksin ini diproduksi oleh alga (fitoplankton). Toksin terakumulasi dalam tubuh ikan yang mengkonsumsi alga tersebut atau rantai makanan mengakibatkan toksin terakumulasi dalam tubuh ikan. Yang unik dari toksin ini adalah tidak dapat dihilangkan atau tidak rusak dengan proses pemasakan. Oleh karena itu sangat penting pengetahuan terhadap jenis-jenis racun ini untuk menghindari timbulnya bahaya keracunan akibat mengkonsumsi ikan dan kerang-kerangan. Selain itu pengetahuan tentang struktur toksin ini akan membuka wawasan akan kemungkinan pemanfaatannya sebagai obat. 2. Penyebab toksin ikan dan tumbuhan laut a. Ciguatoxin Keracunan yang paling umum terjadi akibat mengkonsumsi ikan karang herbivora dan karnivora yang beracun. Adanya racun pada ikan di rantai makanan, dimana sebagai agen toksin adalah Alga ‘blue green’ (Gambierdiscus toxicus) yang hidup pada permukaan sejumlah rumput laut. Alga tersebut kemudian dimakan oleh ikan herbivora, ikan herbivora dimakan oleh ikan karnivora. Ciguatoxin disebut disebabkan Ciguatera (bukan merupakan penyakit yang fatal) Beberapa jenis ikan yang menjadi sumber ciguatera Lutjanus monostigna, L. bohar ("kakap merah"), Gymnothorax javanicus ('belut moray"). Epinephalus fuscoguttatus, Variola louti ("kerapu") dan Sphyraena picuda ("barracuda") Ciguatoxin memiliki sifat farmakologis terutama berpengaruh terhadap saraf periferal dan sentral, meningkatkan permeabilitas



membran sel otot dan saraf terhadap ion Na dan bersifat antikolinesterase. b. Paralitic Shellfish Poison(Saxitoxin) Senyawa toksik utama dari racun paralitik kerang adalah saxitoxin yang bersifat neurotoxin. Keracunan ini disebabkan karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang memakan dinoflagelata yang disebabkan karena. Dinoflagelata sebagai agen saxitoxin dimana zat terlarut di dalamnya. Kerang-kerangan menjadi tempat yang ditemukan pada saat kondisi lingkungan melimpah dinoflagelata yang disebut pasang merah atau "red tide'.Komponen toksin yang utama adalah saxitoksin dan gonyautoxin. Jika dilihat dari sifat kimianya, saxitoxin bersifat larut dalam air dan methil alkohol, sedikit larut dalam etil alkohol dan asam asetat, tetapi tidak larut dalam pelarut organik. Saxitoxin dapat dihidrolisis dengan asam, stabil terhadap panas dan tidak rusak dengan proses pemasakan. Beberapa cara pengolahan yang sudah dilakukan untuk mengurangi racun saxitoxin 1. Toksin saxitoxin dapat diturunkan dengan pemanasan di atas 100°C. 2. Ozon dapat menurunkan keracunan saxitoxin pada kerangkerangan yang terkontaminasi dengan racun tersebut, juga racun panas dapat menurunkan daya racun di dalam kerangkerangan. 3. Menurunnya toksisistas pada remis Patinopekten yessoensin terjadi selama proses "retorting" dan pada toksin yang tersisa terjadi penurunan kadar nya selama proses penyimpan. 4. Kadar toksin saxitoxin menurun seiring dengan waktu pemanasan. Semakin tinggi suhu maka waktu yang diperlukan untuk mengurangi kadar toksin semakin cepat, c. Amnesic Shellfish Poison Komponen utama dari amnesic shellfish poison adalah domoic acid. Domoic acid merupakan asam amino neurotoksik, dimana keracunannya dikenal dengan istilah "Amnesic shellfish Poisoning". Keracunan yang diakibatkan karena mengkonsumsi remis ("mussel").Toksin ini diproduksi oleh alga laut Nitzhia pungens dimana rantai makanan mengakibatkan remis mengandung racun tersebut. Domoic acid mengikat reseptor glutamat di otak mengakibatkan rangsangan yang terus-menerus pada sel saraf dan akhirnya terbentuk luka.Korban mengalami sakit kepala, hilang keseimbangan, menurunnya sistem saraf pusat termasuk jauh-jauh hari dan tak terasa gejala sakit perut seperti umumnya keracunan



makanan. Telah dilaporkan toksin tersebut juga dapat mengakibatkan kematian. kerusakan otak yang ditimbulkan oleh racun ini bersifat tidak dapat pulih ("irreversible"). d. Neurotoksin Shellfish Poison (Brevitoxin) Komponen utama dari racun kerang neurotoksik adalah brevitoxin.Toksin ini diproduksi oleh alga laut Ptychdiscus brevis dimana rantai makanan akan mengakibatkan kerang dan tiram mengandung racun tersebut. e. Diarretic Shellfish Poison Komponen utama Racun kerang diare adalah asam okadaic. Komponen lain adalah pectenotoxin dan yessotoxin. Keracunan ini diakibatkan oleh kepah (kerang) dan remis (scallop). Toksin ini diproduksi oleh alga laut Dinophysis fortii dimana melalui rantai makanan mengakibatkan remis mengandung racun tersebut. 3. Patofisiologi Keracunan ikan dan tumbuhan laut terjadi melalui 2 mekanisme yaitu: a. Disebut istilah Ciguatera poison, hal ini terjadi pada saat anda makan ikan atau tumbuhan laut yang disebut dengan ikan baru karang atau reef yaitu ikan yang tinggal di air tropis yang hangat yang telah merusak makanan tertentu. Racun tidak mau pergi pada saat ikan telah dimasak atau dibekukan. b. Scombroid poison, yaitu suatu substansi seperti histamin yang terbentuk didalam beberapa ikan dan tumbuhan laut dalam kondisi terlalu hangat saat ditangkap. Histamin adalah suatu bahan kimia yang bertindak seperti layaknya alarm yang membiarkan sistem kekebalan Anda mengetahui bahwa ada infeksi atau peradangan atau benda asing menyerang bagian tubuh Anda. Jika anda makan ikan yang tidak layak atau dengan baik setelah menangkap anda mungkin akan bereaksi terhadap racun histamin yagn dapat digunakan dalam tubuh anda. Amina biogenik (histamin) terbentuk melalui dekomposisi bakteri dari histidin bebas. Histidin merupakan asam amino alam yang ditemukan dalam jaringan otot ikan yang hidup di perairan tropis dan subtropis. Timbulnya histamin yang disebabkan oleh penanganan ikan yang tidak baik selama penangkapan, penanganan dan penyimpanan. Histamin berkembang setelah ikan mati dan akan meningkat jika ikan terlalu lama diluar udara setelah kematian dan tidak cukup pendinginannya segera setelah di atas kapal. Histidin pada suhu di atas 16°C (60°F) pada kondisi kontak dengan udara, akan dikonversi menjadi histamin melalui enzim dekarboksilase histidin yang dihasilkan oleh bakteri yang ada di dalam dan usus, antara lain bakteri Morganella morganii. kondisi inilah yang merupakan salah satu alasan mengapa ikan harus disimpan pada suhu rendah.



Produksi histamin pada ikan dapat terjadi cukup cepat. Dalam suatu kejadian, tingkat ambang racun yang dicapai hanya setelah tiga sampai empat jam penyimpanan pada suhu kamar. Semakin besar suhu, semakin tinggi tingkat histamin yang dapat dihasilkan. Histamin tahan panas, sehingga setelah terbentuk tidak dapat hilang oleh suhu memasak secara normal, sehingga ikan yang dimasak dengan benarpun masih dapat menyebabkan keracunan. Tidak ada cara pencucian atau pemasakan yang dapat menghilangkan atau menghancurkannya. Demikian juga, pembekuan tidak akan mengurangi atau merusak histamin setelah terbentuk. keberadaan histamin tidak dapat dideteksi secara sensorik karena tidak berbau dan tidak berwarna. 4. Manifestasi Klinik Keracunan ikan dan tumbuhan laut, terutama yang ringan, sering terlewatkan karena menyerupai atau rancu dengan reaksi alergi. Timbulnya keracunan setelah keracunan cukup cepat, biasanya terjadi dalam waktu 10 menit sampai 4 jam mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi. Serangan yang cepat merupakan salah satu alasan mengapa keracunan scombroid ini lebih sering dilaporkan, daripada banyak makanan lain yang bereaksi jauh lebih lambat. Gejala awal keracunan reaksi alergi seperti kemerahan pada wajah/berkeringat, rasa panas-sensasi di mulut dan tenggorokan, pusing, mual, sakit kepala, jantung meningkat (berdebar), dan gejala seperti flu. Gejala awal tersebut dapat bertambah dengan ruam pada wajah, ruam badan seperti biduran, gatal-gatal, bengkak-bengkak, diare jangka pendek, dan kram perut. Dalam kasus terburuk, keracunan dapat menyebabkan gangguan penglihatan, gangguan pernapasan, dan pembengkakan lidah. Gejala biasanya berlangsung sekitar tiga jam, tetapi ada yang mengalami sampai beberapa hari. Dalam kasus yang jarang terjadi, keracunan ini dapat menyebabkan kematian. 5. Penalaksanaan Jika terjadi kasus keracunan, sebaiknya segera dibawa ke dokter untuk diberikan pengobatan sesuai tingkat keparahannya. Tindakan pengobatan yang mungkin diberikan antara lain pemberian obat antihistamin, cairan infus untuk cairan yang hilang karena muntah dan diare, obat untuk muntah, obat untuk reaksi alergi yang parah (jika diperlukan), dan bantuan pernapasan (dalam kasus yang jarang terjadi). Sedangkan tindakan lain yang diberikan adalah : a. Tindakan Emergensi, meliputi  Airway : Bebaskan jalan nafas, jika perlu melakukan inkubasi  Breathing : Memberikan nafas buatan, bila penderita tidak bernafas spontan atau pernafasan tidak adekuat







Sirkulasi : Pasang infus bila keaadaan keadaan darurat dan perbaiki perfusi jaringan. b. Resusitasi Setelah jalan nafas bebas dan di bersihkan, periksa pernafasan dan nadi. Infus dekstrosa 5% kec. 15 - 20, nafas buatan, O2, hisap lendir dalam saluran pernafasan, menghindari obat -obatan depresan saluran nafas, jika perlu respirator pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut ke mulut, sebab racun orga fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup wajah masuk atau menggunakan alat bag-valve-mask. c. Identifikasi penyebab Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha mencari penyebab keracunan tidak sampai menunda usaha-usaha penyelematan penderita yang harus segara di lakukan. d. Mengurangi absorbsi Upaya mengurangi absorbsi racun dari saluran cerna di lakukan dengan merangsang muntah, menguras lambung, mengabsorbsi racun dengan karbon aktif dan membersihkan usus. e. Meningkatan eliminasi Meningkatkan eliminasi racun dapat dilakukan dengan diuresis basa atau asam, dosis multipel karbon aktif, dialisis dan hemoperfus. 6. Cara menghindari keracunan ikan dan tumbuhan laut Untuk menghindari keracunan scombroid pada ikan dan tumbuhan laut sejak di tempat pertama kali diambil adalah dengan mencegah produksi racun. Untuk itu harus dilakukan pendinginan pada suhu 4°C (40°F) sepanjang waktu penyimpanan. Jangan membeli ikan yang disimpan dengan suhu 4°C, dan ikan harus segera digunakan atau dimasak setelah waktu 48 jam pada suhu segar diatas pendinginan. Untuk menghindari keracunan ciguatera, jangan memakan ikan yang biasanya menjadi pembawa racun. Yang meliputi amberjack, kerapu, kakap, sturgeon (ikan yang menghasilkan telur), king mackerel (ikan air tawar), barakuda dan belut moray. Racun yang ada dalam ikan lebih terkonsentrrasi di dalam organ dalam ikan, jadi sebaiknya jangan pernah mengkonsumsinya. 7. Komplikasi  Kejang  Koma  Henti jantung  Henti napas (Apneu)  Syok



8. Penatalaksanaan a. Penanganan pertama pada keracunan 1) Kurangnya kadar racun yang masih ada didalam lambung dengan memberi korban minum air putih atau susu mungkin mungkin. 2) Usahakan untuk mengeluarkan racun dengan membangkitkan korban untuk muntah. 3) Usahakan untuk muntah dengan wajah menghadap ke bawah dengan kepala menunduk lebih rendah dari korban agar 4) Bawa segera ke ruang gawat darurat rumah sakit terdekat. 5) Jangan memberi minuman atau berusaha memuntahkan isi perut korban bila ia dalam keadaan pingsan. Jangan berusaha memuntahkannya jika tidak tahu racun yang di telan 6) Jangan berusaha memuntahkan korban bila menelan bahanbahan seperti anti karat, cairan pemutih, sabun cuci, bensin, minyak tanah, tiner, serta pembersih toilet b. Penanganan di rumah sakit 1) Tindakan darurat  Airway:Bebaskan jalan nafas, jika perlu dilakukan pengembangkan  Breathing: Berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernafas spontan atau pernafasan tidak adekuat  Sirkulasi : Pasang infus bila keaadaan penderita gawat darurat dan perbaiki perfusi jaringan. 2) Resusitasi. Setelah jalan dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15-20 tts/menit.nafas buatan, oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan, menghindari obat-obatan depresan saluran nafas, Jika perlu respirator pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup masker wajah atau menggunakan alat bag – valve – mask. 3) Eliminasi Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15-30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis(intestinal lavage). Dengan pemnberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar. Kumbah lambung, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun. Emesis. katarsis



dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4-6 jam pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon, untuk mencegah aspirasi pnemonia. 4) Antidotum (penawar racun) Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akhir pada tempat penumpukan.  Mula-mula diberikan bolus IV 1-2,5 mg  Dilanjutkan dengan 0,5-1 mg setiap 5-10-15 menitsampai timbul gejala - gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris dan psikosis).  Kemudian interval diperpanjang setiap 15-30-60 menit selanjutnya setiap 2-4-6-8 dan 12 jam.  Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2x24 jam. Penghentian yang menimbulkan dapat menimbulkan efek rebound pada paru dan gangguan pernafasan yang sering fatal. B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Pengkajian Primer A (Airway) : Terjadi hambatan jalan nafas karena terjadi hipersaliva B (Breathing) : Terjadi kegagalan dalam pernafasan, nafas cepat dan dalam C (Circulation) : Apabila terjadi keracunan karena zat korosif maka percernaan akan mengalami perdarahan dalam terutama lambung. D (Dissability) :Bisa menyebabkan pingsan atau hilang kesadaran apabila keracunan dalam dosis yang banyak. E (Eksposure) :Nyeri perut, perdarahan saluran pencernaan, pernafasan cepat, kejang, hipertensi, aritmia, pucat, hipersaliva F (Fluid / Folley Catheter) : Jika pasien tidak sadarkan diri kateter diperlukan untuk pengeluaran urin



b. Pengkajian Sekunder 1) Data Subjektif



 Riwayat kesehatan sekarang : Nafas yang cepat, mual muntah, perdarahan saluran cerna, kejang, hipersaliva, dan rasa terbakar di tenggorokan dan lambung.  Riwayat kesehatan sebelumnya : Riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya. 2) Data Objektif  Saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut, dehidrasi dan perdarahan saluran pencernaan.  Susunan saraf pusat : pernafasan cepat dan dalam tinnitus, disorientasi, delirium, kejang sampai koma.  BMR meningkat : tachipnea, tachikardi, panas dan berkeringat.  Gangguan metabolisme karbohidrat : ekskresi asam organic dalam jumlah besar, hipoglikemi atau erglikemi dan ketosis.  Gangguan koagulasi : gangguan aggregasi trombosit dan trombositopenia.  Gangguan elektrolit : hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia atau hipokalsemia 3) Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan laboratorium Laboratorium rutin (darh, urin, feses, lengkap)tidak banyak membantu.  Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma sangat membantu diagnosis keracunan IFO (kadarnya menurun sampai di bawah 50 %. Kadar meth- Hb darah keracunan nitrit. Kadar barbiturat plasma penting untuk penentuan derajat keracunan barbiturate.  Pemeriksaan toksikologi :  Penting untuk kepastian diagnosis, terutama untuk "visum repertum"  Bahan diambil dari Muntuhan penderita / bahan kumbah lambung yang pertama (100 ml), Urine sebanyak 100 ml, darah tanpa antikoagulan sebanyak 10 ml. 2. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan hipersaliva 2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan distress pernafasan 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah 4. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipoksia jaringan 5. Ketidakefaktifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipoventilasi, emboli paru



3. Intervensi Keperawatan NO 1.



2.



3.



DIAGNOSA KEPERAWATAN



INTERVENSI



KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN 1. MONITOR VITAL SIGN JALAN NAPAS BERHUBUNGAN 2. PELIHARA KEPATENAN JALAN NAFAS DENGAN HIPERSALIVA 3. LAKUKAN SUCTION UNTUK MENGHILANGKAN HIPERSALIVA 4. BERIKAN BRONKODILATOR BILA PERLU 5. LAKUKAN FISIOTERAPI DADA BILA PERLU 6. MONITOR RESPIRASI DAN STATUS O2 7. BERIKAN INFUS DEXTROSE 5% KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAPAS 1. BUKA JALAN NAPAS, TEKNIK JAW BERHUBUNGAN DENGAN THRUST DISSTRES PERNAFASAN 2. BERIKAN OKSIGEN THERAPY 4-6L (NASSAL KANUL) 3. MONITOR ALIRAN OKSIGEN 4. MONITOR VITAL SIGN 5. AUSKULTASI SUARA NAPAS KEKURANGAN VOLUME CAIRAN 1. MONITOR TTV BERHUBUNGAN DENGAN MUAL, 2. LAKUKAN KUMBAH LAMBUNG APABILA MUNTAH KERACUNAN BUKAN DISEBABKAN ZAT KOROSIF 3. BERIKAN ANTIDOT UNTUK MRNGHILANGKAN EFEK RACUN 4. BERIKAN PENGGANTI NASOGASTRIK SESUAI OUTPUT 5. KOLABORASIKAN PEMBERIAN CAIRAN IV



Jurnal….



Manfaat Edukasi Penanganan Keracunan dan Gigitan Binatang Beracun PENDAHULUAN Keracunan merupakan kondisi yang dapat kita temukan dimana saja. Keracunan disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain makanan, kosmetik dan bahan kimia. Berdasarkan data Badan POM selama tahun 2016 jumlah kasus keracunan tertinggi yaitu disebabkan oleh binatang (2.733 kasus) dan di urutan ke-dua terbanyak yaitu disebabkan oleh makanan (1.259 kasus) (1). Keracunan dan gigitan binatang berbisa adalah kondisi kedaruratan yang sering terjadi di masyarakat kita. Kedua kondisi tersebut dapat mengancam nyawa apabila penanganannya terlambat (2). Keterlambatan penanganan biasanya diakibatkan karena masyarakat awam belum tahu cara tepat penatalaksanaannya sehingga yang terjadi adalah kepanikan saat menghadapi kondisi tersebut (3). Sumber keracunan dapat berasal dari produk pangan rumah tangga, pangan jajanan olahan dan pangan jasa boga. Keracunan menjadi salah satu penyebab kematian yang sifatnya tiba-tiba, hal ini salah satunya disebabkan karena kurang ketatnya regulasi dan kontrol terhadap peredaran bahan kimia baik yang digunakan sebagai bahan dasar obat maupun makanan (1). Dampak makanan yang dicampur dengan bahan kimia juga banyak dirasakan oleh masyarakat kita, sebagai contoh ada makanan yang dicampur oleh zat pewarna pakaian, seperti saos di beberapa pedangang mie ayam atau bakso (4). Kasus keracunan yang paling sering terjadi adalah makanan, korbannya dari berbagai macam rentang usia mulai dari anak-anak sampai dengan lansia. Tanda dan gejala awal dari keracunan makanan adalah kondisi yang lemah, sakit kepala, mual dan muntah (5). Gigitan binatang berbisa juga dapat mengakibatkan kondisi keracunan. Penyebabnya paling sering adalah gigitan serangga, ular, sengatan ikan laut beracun. Kondisi gigitan binatang berbisa merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak dialami oleh negara di daerah tropis dan subtropis, seperti Indonesia (6). Racun dari binatang berbisa ini dapat berdampak pada kondisi toksik dalam peredaran darah, yang berujung pada kematian (7). Warga Desa Wedomartani Ngemplak Sleman, sebagian besar berprofesi sebagai petani.



Aktivitas utama paling sering dilakukan di sawah maupun di kebun. Beberapa dari kader mengatakan belum tahu secara tepat tentang cara penatalaksanaan keracunan secara umum maupun gigitan binatang berbisa. Aktivitas di lahan pertanian dan perkebunan yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Desa Wedomartani tentunya beresiko terhadap keadaan keracunan akibat gigitan binatang berbisa seperti ular maupun serangga beracun. Perkembangan sosial ekonomi masyarakat di sekitar desa ini masih sedang berkembang, dapat terlihat banyak sekali pedagang makanan dan jajanan yang dijual di pinggir jalan, dan dikonsumsi secara bebas oleh masyarakat dari semua rentang usia. Makanan tersebut mungkin dapat berbahaya untuk kesehatan karena masyarakat sebagai konsumen tidak tahu persis tingkat kebersihannya. Dampak yang timbul akibat mengkonsumsi makanan yang tidak sehat dan terkontaminasi zat berbahaya salah satunya adalah keracunan makanan (4). Desa Wedomartani merupakan desa yang terletak di sebelah utara kampus II Universitas Respati Yogyakarta. Jumlah kader kesehatan yang dimiliki Desa Wedomartani adalah 323 orang, dengan total padukuhan yaitu 25 padukuhan. Hasil diskusi yang dilakukan oleh tim peneliti dengan perwakilan kader menjelaskan bahwa mereka belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang pertolongan pertama pada keracunan dan gigitan binatang beracun. Berdasarkan uraian singkat tersebut, maka tim melakukan kegiatan pendidikan kesehatan dan pelatihan pertolongan pertama pada keracunan dan gigitan binatang beracun. Seorang perawat gawat darurat dan kritis, harus tanggap dengan cepat dan tepat dalam menghadapi situasi yang muncul di masyarakat, baik keadaan yang sedang terjadi ataupun keadaan yang mungkin akan terjadi. Perawat gawat darurat dan kritis juga mempunyai tanggung jawab dalam membentuk masyarakat yang tanggap dengan situasi gawat yang mengancam kehidupan, dengan memberikan pendidikan kesehatan dan pelatihan sederhana, dengan demikian diharapkan perawat gawat darurat dapat memberikan sumbangan informasi sebagai wujud intervensi keperawatan (9). Intervensi pendidikan kesehatan ini tentang pengelolaan kondisi keracunan dan gigitan binatang beracun di masyarakat, diharapkan dapat mengurangi dampak komplikasi lanjut yang berbahaya seperti kecacatan organ maupun kematian (10). Tujuan penelitiannya adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan kader kesehatan dalam penanganan kondisi keracunan dan gigitan binatang beracun.



METHODE Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain quasi eksperimen. Penelitian ini melakukan analisis deskriptif terhadap data tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan intervensi (11). Penelitian ini dilaksanakan di Aula Balai Desa Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta pada tanggal 17Juli 2018. Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 323 kader, teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, dan responden yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 20 orang. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah kader kesehatan yang bersedia menjadi responden di wilayah Desa Wedomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta. Kegiatan yang dilaksanakan yaitu pendidikan kesehatan tentang pertolongan pertama pada keracunan dan gigitan binatang berbisa. Materi yang disampaikan dalam pendidikan kesehatan meliputi pengertian keracunan, penyebab keracunan, pertolongan pertama keracunan dan gigitan binatang beracun. Selanjutnya



dilakukan demonstrasi oleh tim peneliti yaitu cara membuat arang dari roti yang dihanguskan sebagai contoh pertolongan pertama pada keracunan makanan dan melakukan cara pembalutan pada area yang mengalami gigitan binatang beracun untuk mencegah racun menyebar melalui peredaran darah, dan terakhir adalah praktik oleh para peserta. Peralatan yang digunakan adalah proyektor, speaker, layar screen, kuesioner pengetahuan penanganan keracunan dan gigitan binatang beracun, alat peraga edukasi seperti mitela, lilin dan roti tawar. Semua responden dalam penelitian ini juga mendapatkan leaflet yang dapat dibawa pulang setelah kegiatan ini selesai. Leaflet yang diberikan diharapkan membantu mengingatkan kembali terhadap materi promosi kesehatan yang telah disampaikan (12). Sebelum dan setelah rangkaian kegiatan, responden akan diberikan kuesioner tentang tingkat pengetahuan penanganan keracunan dan gigitan binatang beracun. Penelitian ini menganalisa secara distribusi frekuensi, tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah mendapatkan intervensi.



KESIMPULAN Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan kader terhadap penanganan keracuan dan gigitan binatang beracun setelah diberikan pendidikan kesehatan dan simulasi di Desa Wedomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta