KAJIAN PERBANDINGAN - Azis Isnaendi - 2120110061 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KAJIAN PERBANDINGAN BUKU “MODEL PEMBELAJARAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN TERPADU” Pendekatan yang Efektif untuk Mengembangkan Nilai-Nilai Kemanusiaan atau Budi Pekerti Didik Karya Dr. Art-Ong Jumsai Na-Ayudhya, B.A., D.I.C dan “PENDIDIKAN KARAKTER : SOLUSI YANG TEPAT UNTUK MEMBANGUN BANGSA” Karya Ratna Megawangi



Disusun untuk memenuhi tugas : Mata Kuliah Pembelajaran IPS Berbasis Multikultural Dosen Pengampu : Dr. Ine Kusuma Aryani, M.Pd.



Oleh : Azis Isnaendi NIM. 2120110061



UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO TAHUN 2022 A. RESUME BUKU “ Pendidikan Karakter : Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa” Karya : Ratna Megawangi



1. Mengapa Pendidikan Karakter Sangat Penting dalam Membangun Peradaban ? Nilai-nilai karakter yang ditanamkan akan membentuk karakter (akhlak mulia) yang merupakan fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera. Sebagaimana disampaikan dalam H.R. Bukhari dan Muslim, “Dalam tubuh terdapat sepotong daging yang apabila ia baik maka baiklah badan itu seluruhnya, dan apabila ia rusak, maka rusaklah badan itu seluruhnya. Sepotong daging itu adalah hati” Sebagaimana disampaikan oleh Robert Bellah, “It was the deep belief of the founders that the republic could succed only with various citizens be able to maintain a free government”. Hal ini diartikan bahwa adalah suatu kepercayaan kuat bagi para pendiri negara ini bahwa keberhasilan sebuah negara hanya dapat dicapai oleh para warga negara yang bermoral yang dapat mempertahankan suatu pemerintahan yang demokratis” Sebagaimana disampaikan oleh Lord Channing, “The great hope of society is individual character”. Harapan terbesar masyarakat adalah kualitas akhlak setiap individu. Sebagaimana juga diungkapkan oleh Kevin Ryan dan Thomas Lickona, “Societies, of course, must do more than merely survive. They must also grow in their understanding of what it means to be a human community, in the range of opportunities they offer each member for full human development, and in their capacity to handle the new ethical problems wrought by technology and other social changes. In addition, they must learn to function as part of an increasingly complex world community, where



global peace and justice demand ever increasing levels of cooperation. But, whether the task is survival or development, any society ultimately depends for its success on the character of its citizens” Semua masyarakat, tentu saja harus melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar untuk bertahan. Mereka juga harus tumbuh dalam memahami apa artinya menjadi sebuah komunitas manusia, dalam memberikan kesempatan kepada setiap anggotanya untuk tumbuh secara utuh, dan dalam kapasitasnya untuk menangani problematika etika yang timbul dari perubahan teknologi dan social lainnya. Lagipula, mereka harus belajar untuk berfungsi sebagai bagian dari komunitas dunia yang kompleks, dimana untuk terwujudnya perdamaian dunia dan keadilan membutuhkan suatu hubungan kerja sama yang kuat. Tetapi apapun tugasnya, untuk bertahan atau tumbuh kembang, setiap masyarakat, mau tidak mau bergantung kepada keberhasilannya dalam membentuk kualitas karakter masyarakatnya. Sebagaimana juga dikemukakan oleh Mahatma Gandhi, “Birth and observance or forms cannot determine one’s superiority or inferiority. Character is the only determining factor”. Kelahiran dan menjalankan ritual fisik tidak dapat menentukan derajat baik dan buruknya seseorang. Kualitas karakterlah yang menentukan derajat seseorang. 1.1. Hubungan antara kualitas karakter dan kemajuan bangsa Krisis multidimensi yang terjadi di Indonesia sebetulnya mengakar pada menurunnya



kualitas



moral



bangsa



Indonesia.



Hal



ini



dicirikan



dengan



membudayanya prakter KKN, konflik (antaretnis, agama, politisi, remaja, dsb) meningkatnya kriminalitas, menurunnya etos kerja, dan banyak lagi. Data dari Transparancy International (2002) menunjukkan adanya hubungan antara tingkat korupsi dan kemajuan suatu negara. Indonesia masuk dalam 10 negara paling korup di dunia. Buruknya persepsi terhadap Indonesia di mata dunia, berdampak pada menurunnya daya tarik investasi di Indonesia. Hal ini berdampak luas terhadap pengelolaan negara, korporasi, system hukum



yang akhirnya akan



menurunkan daya saing Indonesia dan seterusnya membuat Indonesia terpuruk secara social, ekonomi, dan budaya.



1.2. Membangun masyarakat madani melalui pembangunan karakter (akhlak) : Perspektif menurut agama Nurcholis Majid menyampaikan bahwa prinsip-prinsip masyarakat madani tidak lepas dari inti ajaran universal kemanusiaan yang diturunkan kepada para nabi dan rasul-rasul sepanjang zaman. Negara besar seperti Amerika Serikat, walaupun menerapkan prinsip etika sekuler, tetapi pada intinya bersumber pada perenungan keagamaan yang dasar metafisisnya bersumber pada ajaran Isa al Masih dan tentunya secara esensi sama dengan yang diajarkan Muhammad SAW. Jadi, tatanan masyarakat madani tidak eksklusif milik suatu golongan agama atau bangsa tertentu, tetapi sebuah tatanan inklusif berdasarkan prinsip universal kemanusiaan. Tatanan masyarakat madani akan terwujud jika manusia-manusianya telah mengadopsi nilai-nilai moral di dalam dirinya, serta mampu memobilisasi kesadaran dirinya untuk menjadi manusia berakhlak mulia. Memperbaiki akhlak manusia adalah tujuan dari diturunkannya agama melalui utusan-utusan Tuhan ke muka bumi. 2. Mengapa Pendidikan Karakter Harus Dilakukan Sejak Usia Dini ? 2.1 Pentingnya memulai dari masa kanak-kanak Thomas Lickona menyampaikan, “A child is the only known substance from which a responsible adult can be made”. Seorang anak adalah satu-satunya “bahan bangunan” yang diketahui dapat membentuk seorang dewasa yang bertanggung jawab. Universitas Otago, New Zeland, melakukan penelitian terhadap 1000 anak yang diteliti selama 23 tahun. Anak-anak yang menjadi sampel, diteliti ketika berumur 3 tahun dan diteliti kembali saat berusia 18 dan 21 tahun. Hasilnya, anak-anak yang ketika berumur 3 tahun menunjukkan diagnose sebagai “uncontrollable toddlers” (anak yang sulit diatur, pemarah, dan pembangkang), ternyata ketika usianya 18 tahun menjadi remaja yang bermasalah, agresif, dan mempunyai masalah pergaulan. Pada usia 21 tahun, mereka sulit membina hubungan social dengan orang lain dan ada yang terlibat dalam kriminalitas. Begitu pula sebaliknya, anak-anak usia 3 tahun yang sehat jiwanya “well-adjusted toddlers” ternyata setelah dewasa menjadi orang-orang yang berhasil dan sehat jiwanya.



Berbagai pendapat ahli pendidikan anak, dapat disimpulkan bahwa terbentuknya karakter manusia adalah ditentukan 2 faktor, yaitu faktor nature (faktor alami atau fitrah) dan faktor nurture (faktor sosialisasi dan pendidikan) 2.2 Beberapa contoh keberhasilan pendidikan karakter pada anak-anak usia prasekolah a. Kata-kata yang terlontar dari mulut anak-anak peserta Semai Benih Bangsa (SBB) dan TK Karakter yang direkam oleh guru-guru: ‐



Fadli melihat seorang ibu mengambil daun jeruk dan langsung berkata “Ibu, kok mengambil daun jeruk, memangnya sudah bilang ? Itu kan bukan punya ibu, tapi punya orang lain, kan harus bilang dulu”







“Kita harus sabar ya, Bu,” kata Indah mengingatkan temannya untuk bersabar menunggu giliran.







Oji memberi kue kepada Ika. “Terima kasih, ya, Oji,” kata Ika.







Ketika akan cuci tangan, anak-anak dengan spontan berkata, “Ayo, antri, yang rapi barisnya”







Ketika Almas bercanda dengan mendorong Shafa, Shafa berkata, “Maaf, Almas tidak mendorong, ya”







Dopoy mengingatkan kepada teman-temannya untuk merapikan balokbalok kayu seraya berkata, “Kita harus bertanggung jawab ya, Bu”



b. Komentar orang tua murid yang diceritakan kepada ibu-ibu guru : ‐



Mamanya Rian berkata, “Si Rian kalau disuruh sama saya, terus saya lupa bilang terima kasih pasti dia negur saya, “Mama bilang apa ?” Saya bilang, “Eh, iya, mama lupa, terima kasih, Rian”







Ibunya Khairul mengatakan, “Jika kakaknya atau bapaknya tidak berdoa ketika mau makan, Khairul berkata, “Bu, kata ibu guru harus berdoa sebelum makan”







Mamanya Hilda bercerita tentang anaknya, “Ketika saya dan papanya Hilda beradu pendapat, Hilda bilang, “Mama sama papa kok ngomongnya mesti berteriak-teriak begitu, sih” kata Hilda. “Saya kan jadi malu, Bu”







Mamanya Dian berkata, “Dian dibandingkan dengan saya, sabaran Dian, Bu”. “Kalau saya marah-marah, dia akan menegur saya. “Mama, kenapa sih, marah-marah aja ?”.



3. Adakah Dampak Positif Pendidikan Karakter Terhadap Pembangunan SDM Secara Keseluruhan ? Banyak pakar pendidikan mengatakan bahwa terlalu menekankan pendidikan akademik (kognitif atau otak kiri) dan mengecilkan pentingnya pendidikan karakter (kecerdasan emosi atau otak kanan) adalah penyebab utama gagalnya membangun manusia yang berkualitas. Hal ini dibuktikan dari beberapa studi yang menyebutkan bahwa keberhasilan manusia dalam dunia kerjan 80 % ditentukan oleh kualitas karakternya dan hanya 20 % ditentukan oleh kemampuan akademiknya. 3.1 Berubahnya paradigma : dari headstart ke heartstart untuk memperbaiki kualitas SDM Headstart adalah paradigma pendidikan yang lebih menekankan kepada kecerdasan otak kiri atau IQ. Paradigma ini menekankan “anak harus bisa” sehingga kecenderungan anak dipaksa belajar terlalu dini (early childhood training). Akibatnya, banyak terjadi kasus antisocial personality disorder, learning disability, dan masalah-masalah lainnya. Sedangkan hearstart adalah paradigma pendidikan yang mementingkan kecerdasan emosi dan otak kanan. Penelitian menunjukan bahwa kematangan emosi-sosial anak yang terbentuk sejak usia pra-sekolah yang akan menentukan kesuksesan anak di sekolah selanjutnya. Aspek-aspek kematangan social adalah ketertarikan anak pada segala sesuatu di sekelilingnya, mempunyai rasa percaya diri, mengetahui bagaimana dan kapan anak meminta pertolongan guru atau orang-orang dewasa lainnya, kesabaran menunggu, mematuhi instruksi, dan mampu bekerja sama dengan kelompok. Menurut Howard Gardner, manusia dianggap jenius ketika mereka mampu memberikan solusi dan menyelesaikan permasalahan dalam berbagai aspek kehidupan. Maka, mereka yang menggunakan otak kanannya untuk berpikir dan otak kirinya untuk bertindak, adalah orang-orang jenius.



Oleh karena itu, pendidikan karakter yang lebih banyak melibatkan fungsi orak kanan, akan berampak positif dan harus menjadi bagian yang integral pada pembangunan SDM secara keseluruhan. 3.2 Hubungan karakter dengan keberhasilan akademik Pentingnya aspek emosi dalam proses pembelajaran dapat diterangkan sebagai berikut. Pesan-pesan yang ditangkap oleh indera manusia pertama kali dicatat oleh struktur otak yang paling terlibat dalam memori emosi, yaitu amigdala (system limbic) yang merupakan pusat emosi, yang selanjutnya diteruskan ke dalam neokorteks (fungsi kognitifotak kiri). Apabila aspek emosi dilibatkan dalam proses belajar, maka proses perekaman akan lebih sempurna dan memorinya akan bertahan lama. Selain itu, emosi positif akan merangsang keluarnya hormone endorphin yang merupakan hormong penting untuk



merangsang bekerjanya zat-zat neurotransmitter



antarsel, sehingga otak dapat bekerja lebih efisien dan efektif. Sebaliknya, keadaan stress dan rasa takut, yaitu perasaan yang sering muncul apabila proses belajar hanya melibatkan aspek otak kiri saja, dapat menghambat proses berpikir dan mengingat. Oleh karena itu, melibatkan aspek otak kanan dalam proses pembelajaran, seperti permainan, music, seni, melibatkan hati (emosi) akan meningkatkan kecerdasan manusia secara optimal. 3.3 Hubungan karakter dengan Kesehatan fisik Sistem imunitas tubuh ternyat terkait erat dengan nervous system. Dalam keadaan stress, tingkat kortisol dalam tubuh akan naik yang akan mempengaruhi imunitasnya. Sudah terbukti bahwa psychoactive peptides yang diproduksi oleh otak karena adanya rangsangan dari



keadaan psikologis seseorang, akan membuat sel-sel imunitas untuk



menyebar ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkan untuk memerangi infeksi atau memperbaiki jaringan-jaringan yang rusak. Sistem imunitas untuk memerangi sel-sel tumor ternyata mempunyai respon yang rendah pada pasien kanker yang mengalami stress. Menurut Silva, mereka yang hanya memakai otak kanan saja dalam berpikir dan bertindak akan lebih mudah mengalami masalah psychosomatic,



mudah mengalami



kecelakaan, mudah kecewa, dan tidak mengalami kebahagiaan hidup dibandingkan



mereka yang menggunakan otak kanannya untuk berpikir dan otak kirinya untuk bertindak. 3.4 Hubungan antara karakter dan perilaku pro-sosial Hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri St. Louis, menunjukkan penurunan drastic perilaku negative siswa setelah diberikan pendidikan karakter, sehingga siswa menjadi lebih bersifat pro-sosial. Pendidikan karakter yang memfokuskan bagaimana membangkitkan rasa empati, etika moral, dan pelayanan social dapat menciptakan sebuah masyarakat sekolah yang lebih peduli dan saling menghormati antarkawan, antara guru dan siswa, serta siswa dan orang tuanya. Sheldon Berman dalam penelitiannya, mendapatkan hasil bahwa anak-anak muda yang sejak kecil dibiasakan aktif dalam pekerjaan social adalah mereka yang mempunyai rasa empati dan simpati tinggi dan mereka orang-orang yang aktif dalam masyarakat, melakukan pekerjaan social dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab. 3.5 Kualitas karakter sebagai input penting dalam usaha pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia) seutuhnya, bukan sekedar by product Sejak diselenggarakannya konferensi internasional di Alma Alta tahun 1978, telah terjadi perubahan konsep pembangunan SDM dari sektor gizi dan Kesehatan saja menjadi konsep yang lebih holistic. Konferensi ini menghasilkan Deklarasi Alma Alta yang menyatukan program gizi dan kesehatan dalam satu payun Primary Health Care (PHC). Konsep ini mempunyai beberapa elemen yang mencakup aspek gizi dan kesehatan termasuk mental health (perkembangan psiko-sosial dimana aspek karakter tercakup di dalamnya). Awalnya, peningkatan gizi dan kesehatan dianggap secara otomatis akan meningkatkan aspek psiko-sosial. Artinya, perkembangan psiko-sosial adalah by product (side effect) atau hasil sampingan dari perbaikan gizi dan kesehatan. Prof. Zeitlin menarik kesimpulan dari penelitian yang dilakukannya di beberapa negara. Hasilnya adalah interaksi anak dan pengasuh yang tidak baik dapat meningkatkan kebutuhan protein, yang oada waktu bersamaan anak dalam kondisi ini



justru dapat menurunkan jumlah makanan yang dikonsumsi. Sebaliknya, interaksiinteraksi yang menyenangkan, cenderung dapat mengaktifkan system organ tubuh anak yang sedang berkembang dan selanjutnya, meningkatkan tingkat penggunaan zat-zat gizi untuk keperluan tumbuh dan kembang anak. Artinya psiko-sosial anak merupakan bagian input pada kondisi kesehatan anak. Di Indonesia Program PHC yang digalakkan oleh UNICEF, dituangkan dalam program Bina Keluarga Balita (BKB) yang dilakukan melalui Posyandu. Namun, arahnya masih bagaimana meningkatkan kecerdasan mental (kognitif), ketimbang aspek-aspek psiko-sosial secara menyeluruh. Namun demikian, pandangan tentang konsep mutu SDM tidak lagi hanya dilihat dari aspek fisik saja, tetapi sudah dipandang sebagai sesuatu yang holistic antara perkembangan fisik, mental dan social anak. 4. Bagaimana Anak-Anak Mengembangkan Potensi Karakternya ? Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang dilahirkan suci dapat berkebang secara optimal. Tentunya ini memerlukan usaha yang menyeluruh yang dilakukan oleh semua pihak; keluarga, sekolah, dan komponen yang terdapat dalam masyarakat, seperti lembaga keagamaan (masjid, gereja, dsb), perkumpulan olahraga, komunitas bisnis, dan sebagainya. Keluarga adalah tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Fungsi keluarga utama seperti yang telah diuraikan di dalam resolusi makelis umum PBB adalah mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera. Segala perilaku orang tua dan pola asuh yang diterapkan di dalam keluarga pasti berpengaruh dalam pembentukan kepribadian atau karakter seorang anak (schikendanz, 1995)76. Perilaku ini menyangkut bagaimana kasih sayang, sentuhan, kelekatan emosi (emotional bonding) orang tua terutama ibu, serta penanaman nilai-nilai dapat mempengaruhi kepribadian anak. Kedua orang tua harus terlbat, karena keterlibatan ayah



dalam pengasuhan di masa kecil sampai usia remaja juga menentukan pembentukan karakter anak. Keluarga yang harmonis dimana ayah dan ibu saling berinteraksi dengan kasih sayang dan selalu ada kebersamaan keluarga, akan memberikan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter anak, begitu pula menurut Erikson, kesuksesan orang tua membimbng anaknya dalam mengatasi konflik kepribadian di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak (Erikson, 1968)78. Studi yang dilakukan oleh fagan (80) menunjukkan, bahwa ada keterkaitan antara faktor keluarga dan tingkat kenakalan anak, dimana keluarga yang broken home, kurangnya kebersamaan dan interaksi antar keluarga, orang tua yang otoriter, dan adanya konflik dalam keluarga cenderung menghasilkan remaja yang bermasalah. Ia juga mengatakan bahwa faktor sosial ekonomi yang berperan, dimana kemisinan juga berhubungan erat dengan stres yang tinggi dalam keluarga, perilaku kekerasan, dan akhirnya berpengaruh terhadap kualitas karakter anak. Peran wanita dalam mendidik anak-anaknya memamng harus dilakukan sejak mereka dilahirkan, bahkan sejak mereka masih dalam kandungan. Ada sebuah hadits mengatakan bahwa “wanita adalah tiang negara”. Hal ini mirip dengan teori sosiologi yang telah di ungkapkan di muka mengenal “keluarga adalah fondasi masyarakat”. Artinya disini peran wanita dalam keluarga sangat penting sekali dalam proses pembentukan kepribadian seorang anak. Ada berapa kebutuhan fundamental yang harus dipenuhi seorang anak agar dapat berkepribadian baik, dan ini semua sangat tergantung pada peran perempuan sebagai ibu. Pertama adalah kebutuhan akan “kelekatan psikologis” (maternal bonding). Salah satu kebutuhan terpenting anak yang harus di penuhi sejak lahir adalah kelekatan psikologis yang erat dengan ibunya. Kedua adalah kebutuhan rasa aman, dimana anak memerlukan yang stabil dan aman. Lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan perkembangan emosi bayi. Begitu pula pengasuh yang berganti-ganti akan berpengaruh negatif pula. Bowbly mengatakan adalah normal bagi seorang bayi untuk mencari kontak dengan hanya satu orang (biasanya ibu) pada tahap awal masa bayi.Keti ga adalah kebutuhan akan



stimulasi fisik dan mental. Hal ini memerlukan perhatian yang besar dari orang tuanya dan reaksi timbal balik antara ibu dan anaknya. Anak yang diterima adalah anak yang diberikan kasih sayang, baik secara verbal (diberikan kata-kata cinta dan kasih sayang), kata-kata yang membesarkan hati, dorongan dan pujian),maupun secara fisik (ciuman, elusan di kepala, pelukan, dan kontak mata yang mesra). Sedangkan anak yang ditolak dapat berupa sikap agresif orang tua secara verbal (kata-kata kasar, sindiran negatif, bentakan, dan kata-kata lainnya yang dapat mengecilkan hati), atau secara fisik (memukul, mencubit, atau menampar). Sifat penolakan orang tua dapat juga bersifat indifference atau neglect, yaitu sifat yang tidak mempedulikan kebutuhan anak baik fisik maupun batin, atau bersifat undifferentiated rejection, yaitu sifat penolakan yang tidak terlalu tegas terlihat, tetapi anak merasa tidak dicintai dan diterima oleh orang tua, walaupun orang tua tidak merasa demikian. Beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi anak: 1. Kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang, baik secara verbal maupun fisik. 2. Kurang meluangkan waktu yang cukup untuk anaknya. 3. Bersikap kasar secara verbal, misalnya menyindir, mengecilkan anak, dan berkatakata kasar. 4. Bersikap kasar secara fisik, misalnya memukul, mencubit, dan memberikan hukuman badan lainnya. 5. Terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitif secara dini. 6. Tidak menanamkan "good character" Kepada anak. Dampak yang ditimbulkan dari salah asuh di atas: 1. Anak menjadi acuh tak acuh, tidak butuh orang lain, dan tidak dapat menerima persahabatan. 2. Secara emosi tidak responsif, dimana anak yang ditolak akan tidak mampu memberikan cinta kepada orang lain. 3. Berperilaku agresif, yaitu selalu ingin menyakiti orang baik secara verbal maupun fisik.



4. Menjadi minder, merasa diri tidak berharga dan berguna 5. Selalu berpandangan negatif pada lingkungan sekitarnya. 6. Ketidakstabilan emosional. 7. Keseimbangan antara perkembangan emosional dan intelektual. 8. Orang tua yang tidak memberikan rasa aman dan terlalu menekan anak akan membuat anak merasa tidak dekat, dan tidak menjadikan orang tuanya sebagai "role model". "Ten Big Ideas" Thomas Lickona dalam membentuk karakter dalam keluarga: 1. Moralitas penghormatan. Hormat adalah kata kunci utama manusia untuk dapat hidup bermasyarakat terutama dalam masyarakat yang plural. 2. Perkembangan moralitas penghormatan berjalan secara bertahap. Anak-anak tidak dapat langsung menjadi manusia bermoral, tetapi perlu proses sosialisasi yang terus menerus dari orang tuanya. 3. Mengajarkan prinsip saling menghormati. Anak-anak akan belajar bagaimana menghormati orang lain kalau ia juga merasa dihormati. 4. Mengajarkan dengan contoh. 5. Mengajarkan dengan kata-kata. Mengatakan apa yang kita contohkan juga penting dilakukan. 6. Mendorong anak untuk merefleksikan tindakannya. 7. Mengajarkan anak untuk mengemban tanggungjawab. 8. Keseimbangan antara kebebasan dan kontrol. 9. Cintai anak. Dasar dari pembentukan moral adalah cinta. 10. Mengajarkan moral dan menciptakan keluarga bahagia secara bersamaan.



PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH Sekolah adalah tempat yang sangat strategis untuk pendidikan karakter, karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah., sehingga apa yang di dapatkannya di sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya.



Sebuah pendidikan yang berhasil adalah yang dapat membentuk manusia-manusia berkarakter yang sangat diperlukan dalam mewujudkan sebuah negara kebangsaan yang terhormat. Seperti halnya yang diinginkan oleh socrates 2400 tahun yang lalu tentang hakekat tujuan pendidikan, yaitu untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Manusia yang terdidik seharusnya menjadi orang yang cerdas dan bijak, yaitu dapat menggunakan ilmunya untuk berbuat kebajikan, dan dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Pendidikan karakter di sekolah hendaknya dimulai dari usia TK. Hasil studi yang dilakukan oleh Lawrence J. Schweinhart (1994) menunjukkan bahwa pengalaman anak-anak pada masa TK dapat memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan anak slanjutnya. Pendidikan karakter harus terus dilanjutkan samai tingkat SLTA/SMA. Di Negara Korea misalnya, pendidikan karakter (moral education) di sekolah diwajibkkan sejak anak masuk SD. Untuk kelas 1 dan 2 SD, murid diberikan pelajaran tentang Proper Life (hidup secara baik), Wise Life (hidup secara bijak), dan Pleasant life (Hidup secara menyenangkan) . Semua pelajaran ini diberikan untuk mempersiapkan anak-anak bagaimana hidup yang memenuhi standar etika dan moral dirumah, di sekolah, dan di lingkungan masyarakat., termasuk mengajarkan bagaimana menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh dan lingkungan hidup. Untuk kelas 3 sampai kelas 10, murid-murid wajib mendapatkan moral education, dan untuk kelas 11 diberikan Civil Ethics (Etika Kewarganegaraan), dan kelas 12 diberikan Ethics Thoughts (Etika dan filsafat/ideology). Indonesia belum mempunyai pendidikan arakter yang efektif untuk menjadikan bangsa Indonesia yang berkarakter (tercermin dari tingkah lakunya). Padahal ada beberapa mata pelajaran yang berisikan pesan-pesan moral, misalnya pelajaran agama, kewarganegaraan dan pancasila. Namun proses pembelajaran yang dilakukan adalah dengan pendekatan penghafalan (kognitif). Para siswa diharapkan dapat menguasai materi yang keberhasilannya diukur hanya dengan kemampuan anak menjawab soal ujian (terutama dengan soal pilihan berganda). Tujuan akhir dari pendidikan moral atau budi pekerti adalah bagaimana manusia dapat berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah moral. Pendidikan budi pekerti yang dapat mempengaruhi perilaku anak didik adalah tidak berguna. Oleh karena itu banyak yang



menganggap bahwa pendidikan moral atau budi pekerti (moral education/values education/virtues education). Memberikan pendidikan moral hanya mencakup aspek bagaimana mengetahui nilai-nilai moral, atau hanya mencakup aspek kognitif, tetapi belum sampai kepada aspek tingkah laku.



4.3 Peran Lingkungan Masyarakat Pembentukan karakter perlu dilakukan secara menyeluruh. Keluarga pada masyarakat yang kompleks seperti ini terkadang kurang efektif mendidik karakter kepada anak-anak nya sehingga perlu dibantu dengan pendidikan karakter di sekolah. Selain itu perlu adanya usaha lain di lingkungan masyarakat, misalnya "parenting education", baik melalui institusi yang sudah ada dalam masyarakat (posyandu), atau kegiatan pendidikan informal semacam tk yang terfokus pada pembentukan karakter (misalnya dengan kegiatan masyarakat "semi benih bangsa" Sbb yang dikembangkan oleh IHF yang diperuntukkan bagi anak-anak usia pra-sekolah di daerah miskin yang tidak mampu untuk masuk sekolah TK).



PERAN KOMUNITAS BISNIS Potensi peran olahraga dalam peningkatan moral sosial masyarakat. Meningkatnya olahraga dilingkungan komunitas adalah wahana yang potensial untuk pembentukan karakter, terutama untuk para remajanya. Jadi program pengembangan olahraga dalam masyarakat adalah bagian integral dari usaha pembangunan masyarakat secara menyeluruh, yaitu dalam kaitannya dengan peningkatan modal sosial melalui pembangunan karakter (character building). Maka, olahraga dapat menjadi wahana yang strategis untuk membangun karakter. Apabila para remaja mempunyai karakter baik, maka perilakunya di sekolah dan di lingkungan masyarakat akan baik, selanjutnya dapat menurunkan perilaku a-sosial remaja (tawuran, kenakalan, narkoba, seks bebas, dan lain-lain)



Agar manfaat program sport and communitt development (scd) dapat terlihat hasilnya dalam membangun masyarakat, maka hendaknya dalam pelaksanaan nya, program ini memperhatikan butir-butir sebagai berikut: 1. Visi dan misi (landasan filosofis) 2. Pelatih yang berkualitas. 3. Melibatkan partisipasi masyarakat. 4. Tolak ukur keberhasilan. 5. Pengintegrasian SCD dengan program-prgram lainnya. 6. Perlu code of conduct atau code of ethics.



PERAN INSTITUSI AGAMA Para pendidik agama di sekolah maupun di masjid perlu mengingat kembali akan pentingnya akhlak kepada anak didiknya. Seusai dengan sabda Rasulullah SAW "sesungguhnya aku diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak" (HR.Ahmad).



5. Nilai-Nilai Karakter Apa yang Perlu Ditanamkan ? Karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Sembilan karakter yang perlu ditanamkan kepada anak-anak diantaranya: 1.



Cinta tuhan dan segenap Ciptaan-Nya



2.



Kemandirian dan tanggungjawab



3.



Kejujuran/Amanah dan bijaksana



4.



Hormat dan santun



5.



Dermawan, suka menolong dan gotong royong



6.



Percaya diri, kreatif, dan pekerja keras



7.



Kepemimpinan dan keadilan



8.



Baik dan rendah hati



9.



Toleransi dan kedamaian



Perdebatan tentang nilai nilai yang ingin diajarkan dalam pendidikan karakter masih sering berlangsung, ada 2 kubu yang saling berbeda: Pertama mereka yang berpendapat bahwa tidak akda kebenaran absolut sehingga Pendidikan karakter dengan cara “indoktrinasi” bahwa ada satandar nilai tentang norma moral baik dan buruk. Mereka percaya kebenaran moral adalah relatif (moral relativism), oleh



karena



itu



moral



baik



dan



buruk



adalah



tergantung



bagaimana



individumendefinisikan, kubu ini menggunggulkan meteode Pendidikan karakter dengan cara value clarifikasion tanpa menerapkan standar baik ataupu buruk, biasanya dilakukan dengan klarifikasi class. Wiliam Killpatrick mengkritik cara pandang ini karena telah dianggap sebagai penyebab utama terjadinya dekadensi moral pada remaja America, karena anak tidak mengetahui mana moral yang baik dan mana moral yang buruk. Kedua; kubu yang mempercayai akan keberadaan moral absolute yang sering disebut sebagai kelompok konservatif, mengatakan bahwa cara pandang value clarification kurang tepat diberikan kepad anak-anak karena mereka belum mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Kubu konservatif percaya ada standar moral yang berlaku universal, yaitu standar yang berlaku absolute universal, dimana setiap agama dan budaya pasti mengakuinya. Enam nilai etik utama (core ethical values) yang disepakati untuk diajarkan dalam system Pendidikan karakter di america yang meliputi: 1. Dapat dipercaya (trustworthy) meliputi sifat jujur (honesty), dan integritas (integrity) 2. Memperlakukan orang lain dengan hormat (treates people with respect) 3. Bertanggung jawab (responsible) 4. Adil (fair) 5. Kasih saying (caring)



6. Warga negara yang baik (good citizen) Di Indonesia yang sedang bangkit dari krisis, Abdullah Gimnastiar (2021) mengatakan bahwa ada 7 ciri pribadi yang mampu meraik kesuksesan hidup, ke tuju ciri ini harus dimiliki manusia dengan 7 T. yaitu, tenang, terencana, terampil, tertib, tekun, tegar, dan tawadhu. Gymnatiar percaya untuk membangun bangsa harus dimulai dengan managemen qolbu, terutama membangun kebersamaan, persaudaraan, kedamaian, kejujuran, kepemimpinan Amanah dan semangat. IHF telah membuat 9 pilar karakter untuk dijadikan modul Pendidikan karakter, 9 pilar tersebut diantaranya; 1. Cinta tuhan dan segenap ciptaan-Nya 2. Kemandirian dan tanggungjaab 3. Kejujuran dan Amanah kebijaksanaan 4. Hormat dan santun 5. Dermaan suka menolong 6. Percaya diri, kreatif dan pekerja keras 7. Kepemimpinan dan kerja keras 8. Baik dan rendah hati 9. Toleransi, kedamaian dan kesatuan Adapun aspek general life scill yang terkait dengan 9 pilar ini diantaranya a. Kesadaran diri (self awareness) 



Keimanan sebagai makhluk tuhan







Pengembangan karakter (tanggngjawab dan disiplin, saling menghargai, dan membantu)







Belajar memelihara lingkungan



b. Kesadaran akan potensi diri 



Belajar menolong diri sendiri







Belajar menumbuhkan kepercayaan diri



c. Kecakapan sosial (social skill) 



Empati







Bekerja sama Kesimpulannya, nilai-nilai yang terkandung didalam 9 pilar karakter adalah merupakan shared-value yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kekhawatiran beberapa pakar akan adanya issue “whose value” (moralitas menurut siapa?) yang harus ditanamkan kepada anak-anak, tidak relevan dalam hal ini.



6. Bagaimana Membangun Karakter di Sekolah Secara Efektif ? Menurut Thomas Lickona karakter terdiri dari 3 bagian yang saling terkait, yaitu pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan (moral feeling),



dan perilaku



bermoral (moral behavior). Karakter yang baik terdiri dari mengetahui (knowing the good), mencintai atau menginginkan kebaikan (loving or desiring the good), dan melakukan kebaikan (acting the good). Oleh karena itu, cara membentuk karakter yang efektif adalah dengan melibatkan ketiga aspek tersebut. Model komprehensif pendidikan karakter yang dikembangkan oleh IHF adalah sebuah model yang melakukan pendidikan karakter secara eksplisit dan bersifat komprehensif. Model ini telah diujicobakan melalui pilot project SBB dan TK Karakter (untuk usia dini) yang terlihat efektif dalam membentuk karakter anak. Tomas lickono : 1. Pengatahuan tentang moral 2. Perasaan 3. Perilaku moral



Karakter yang baik terdiri dari : 1. Menegtahui kebaikan 2. Mencintai atau menginginkan kebaikan 3. Melakukan kebaikan



Karaker melalui proses latian dan kedisiplinan tinggi, Visi yang baik biasanya mengutamakan karater misal “Membina dan mengembangkan siswa yang berkarakter yang sesuai nilai nilai luhur kepribadian bangsa” 1. Memakai acuan nilai nilai yang tertuang ke dalam 9 pilar 2. Mengajarkan pilar pilar dalam kurun 2 tahun 3. Menggunakan kurikulum karater 4. Pembelajaran terpadu berbasis karater 5. Menggunakan terori DAP 6. Menerapkan co-parenting



6.1 Pendidikan karater harus mengandung nili niai yang menjadi acuan nilai moral Apa bila seorang anak kecil tidak diberi bekal pengetahuan setandar moral yang dianggap baik atau buruk tidak dilatih berprilaku jujur, maka kemungkinan akan menjuru atau akan jujur. Model dialog sekortes akan menjadi sangat bermanfaat apabila anak anak diberi acuan setandar moral mana yang baik dan mana yang buruk. Pendidikan karater adalah metode pendidikan moral yang secara ekplisit memakai setandar baik dan buruk yang sifatnya universal. Pendidikan karater harus mengandung nili nili yang menjadi acuan niali moral. Tidak adanya moral absolut dimana nili yang ada adalh bersifat relatif tergantung alasan dan kontek yang dikemukakan seseorang bahwa pendidkan moral harus dengan metode value clarificasen. Pendidkan sekarang diberlakukan perlunya pendidkan karater di sekolah sebagai metode yang efektif untuk membentuk manusia yang tindakanya tidak dari prinsip prinsip moral.



6.2 Pendidikan karater yang melibatkan aspek moral kenowing, moral feeling, moral action. Lickona : 1. Moral Knowing 2. moral feeling



3. moral action Kenowing : 1. kesadaran moral 2. menegtahui nilai nilai moral 3. Persefektif taking 4. moral reasoning 5.decision making 6.self kenolarge



2. Moral feeling 1. nurani 2. percaya diri 3. merasakan penderitaan orang lain 4. mencintai kebenaran 5. mampu mengontrol diri 6. kerendah hatian



3.Moral action 1. Kopetensi 2. keinginan 3. kebiasaan Aristoteles:



“sebuah



masyarakt



yang



budayanya



tidak



memperhatikan



pentingnya mendidik good habits, akan mejadi masyarakat yang terbiasa dengan



kebiasaan buruk. Pendidkan karater pendidkan untuk membentuk pendidikan budi pekerti, terlihat dalam tindakan seseorang tingkah laku yang baik,jujur,bertanggung jawab,menghormati orang lain,kerja keras.



6.3. Penerapan kurikulum pendidikan karater secara ekplisit



John Dewey 1993’ sekolah yang tidak mempunyai program pendidian karater tetapi dapat memberikan suasana lingkungan sekolah yang sesuai dengan nili nili moral sekolah tersebut mempunyai pendidikan moral di sebut hiden curiculum( kurikulum tersembunyi ). Metode pendidikan STAR ( Setop,thingk,Act,Revew). Bacaan yang mengandung nilai niali karater contoh bacaan nayang mengandung nili karater akan membangun nilai karater pada anak. 6.1 Menerapkan konsep Developementally Apropriate Practices ( DAP ) Sistem pendidikan yang salah dapat membunuh karater anak Pater kline manusia sejak lahir di anugrahan 2 insting : 1.Insting menyedot air susu Ibu 2, Insting belajar Sistem pembelajaran DAP adalah memperlakukan akan sebagai individu yang utuh melibatkan 4 komponen : 1. Pengetahuan 2. Keterampilan 3. Sifat alamiah 4. Perasaan



Apabila sitem pembelajaran di sekoalah dapat melibatkan 4 aspek secara bersaamaan maka perkembangan itelek tual, sosial,karakter,akan terbentuk secara slmutan. 6.2 Belajar Menyenangkan Sistem pembelajaran terpadu berbasis karakter Sekolahan harus bisa memberikan kesenangan anak untuk belajar. Delapan aspek kecerdasan manusia menurut gardener 1. Kecerdasan menggunakan bahasa 2. Kecerdasan logika matematika 3. Kecerdasan merespentasikan ruang tiga dimensi 4. Kecerdasan kemapuan seluruh gerak anggota tubuh 5. Kecerdasan berpikir dalam musik 6. Kecerdasan mengerti orang lain 7. Kecerdasan untuk menganalisis diri sendiri 8. Kecerdasan mengenal alam secara detail.



6.3 Pendidkan karakter yang sesuai dengan tahap perkembangan moral anak



Fase bayi : Membangun pondasi moral Pondasi moral ini tumbuh karena kelekatan bayi bersama ibu tidak ada keterpisahan bayi dengan ibunya 1. Kelekatan fiskologis ibu dan anak 2. Ekpresi cinta 3. Responsip kebutuhan anak 4. Butuh rasa aman 5. Sitimulus fisik dan mental 6. Keseimbangan cinta dan otoritas



Fase 1 : berfikir egoistis usia 1-5 tahun



Fase 2 : Patuh tanpa syarat usia 4 ½-6 tahun



1.Dapat menerima pandangan orang lain 2. Menghormati otoritas orang tua 3.orang dewasa maha tahu 4. senang mengdukan kawan kawan yang nakal 5.meeka tidak tahu mengapa peraturan dibuat.



Fase 3 : Memenuhi harapan lingkungan usia 8-14 th



1,ingin mendapatkan penghargaan sosial 2.mengerti konsep golden rules 3.mengerti yang dibutuhkan orang lain 4.menerima otoritas orang tua 5.menerima tanggung jawab



Fase 4 : Ingin menjaga kelompok 16-19 th 1,manusia yang baik manusia yang bertanggung jawab 2.lebih mandiri 3. peduli kepada sesama 4.dirinya melakukan peran unyuk keutuhan sistem sosial



Fase 5 : Moraltas tidak berpihak usia 20 th



1. Hak asai manusia harus dihormati 2. Bersikap objektif 3. Tidak memaksakan kehendak terhadap orang lain 4. Berkewajiban membantu orang lain 5. Tidak boleh bertujuan dengancara yang buruk 6. Komitmen terhadap tanggung jawab 7. Manusia diperlakukan secara moral.



6.7 Bekerja Sama dengan Oarang Tua Murid. Berhubung dengan para orang tua murid di kegiatan pra sekolah SBB dari kelas bawah belajar banyak dari pengalaman. 6.8 Prinsip prinsip pendidikan karater di sekolah sukses menurut beberapa pakar. 1.Membangun nilai yang membentuk 2. Karater yang thingking,feeling and action 3. Pendekatan konperhensip 4. Masyarakat yang damai dan harmonis 5. Mengembangkan karater 6. mengikut setakan kurikulum 7.membangun motivasi internal 8. Semua warga sekolah harus terlibat dalam pendidikan karakter 9.kepemimpinan yang memiiki karater dari berbagai dari berbagai pihak 10.Bekerja sama dengan orang tua murid 11. evaluasi berkala keberhasilan pendidkan karater. 7. Bagaimana Menjadi Pendidik Karakter yang Berhasil ? BAGAIMANA MENJADI PENDIDIK KARAKTER YANG BERHASIL?



Menurut Thomas Lickona, para pendidik karakter adalah seperti orang tua, seorang mentor dan model panutan bagi murid-muridnya. Oleh karena itu dalam mendidik karakter, seorang guru harus: 1. Memperlakukan murid-muridnya dengan kasihsayang, adil, dan hormat. 2. Memberikan perhatian khusus secara individual, dimana guru mengerti permasalahan setiap muridnya. 3. Pendidik harus menjadi panutan moral bagipeseerta didiknya dan senantiasa selalu memperbaiki citra dirinya. 4. Mengoreksi perilaku murid-muridnya. Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa usia anak-anak adalah masa yang paling penting dalam membangun fondasi karakteranak, maka pengalaman masa ini ( dibawah 10 tahun) akan menentukan kualitas karakter anak Ketika dewasa nanti. Apabila Pendidikan karakter ingin dilaksanakan disekolah, terutama di TK atau SD maka guru tersebut harus berfungsi pula sebagai pendidik karakter. 7.1 GURU SEBAGAI PEMBANGUN CITRA DIRI POSITIF ANAK Peran guru dalam membangun citra diri positif pada anak anak sangat besar, sehingga sebuah sekolah dasar Dame School membuat kebijakan untukmembangun citra diri positif kepada murid-muridnya. Bayangkan kalau anak diajarkan oleh guru yang galak, yang merupakan ciri umum guru-guru di Indonesia. Mereka jarang sekalimemberikan pujian kepada anak, tetapi lebih banyak mengkritik dan memarahi anak. Salah satu factor yang sering menjadi penyebab seorang anak menjaditidak percayadiri adalah Ketika dikelas ia tidak dapat menjawab pertanyaan atau Ketika diminta maju ke depan papan tulis untuk mengerjakan soal. Banyak guru yang bersikap negative Ketika mendapatkan muridnya yang tidak dapat menjawab, berbagai reaksi guru akan muncul. Kebanyakan dari guru memberikan rekasi negative dibandingkan rekasi yang positif. Sikap guru yang demikian memang bukan kesalahan guru semata, tetapi adalah kesalahan sebuah system Pendidikan yang orientasinya hanya semata-mata mengejar



keberhasilan akademik, yaitu system yang mengejar target kurikulum dengan segenap jadwal les harian, ulangan umum, dan ujian akhir. Apabila Pendidikan karakter ingin dilaksanakan, maka system pembelajaran disekolah SD harus diubah, yaitu selain dengan menggunakan system integrated learning curriculum tetapi juga memerlukan sikap (attitude) guru yang dapat menyenangkan dan aktif dan dapat menumbuhkan motivasi anak untuk giat belajar.



7.2 GURU SEBAGAI MODEL ATAU TOKOH IDOLA “Siapa yang menjadikan dirinya sebagai pemimpin orang lain, hendaknya ia mulai dengan mengajar dirinya sendiri sebelum mengajarkan orang lain. Biarlah ia mengajarkan orang lain dengan perilaku, sebelum dengan tutur kata. Orang yang mengajar dirinya sendiri adalah lebih berhak dimuliakan dan dihargai dari orang yang hanya menasehati orang lain” ( Sayyidina Ali). Menjadikan guru sebagai pendidik karakter tidak cukup hanya dengan mebekali merka dengan teori dan seperangkat kurikulum saja tetapi juga menyangkutbagaimana seorang guru dapat menjadi idola bagi muridnya, sehingga setiap perkataan dan tingkah laku guru akan ditiru oleh muridnya. Apabila anak sudah mencintai gurunya, maka segala ucapan dan Tindakan guru akan diikuti oleh muridnya. Bagaimana ciri-ciri guru menjadi idola murid-muridnya? 



Anak bersemangat kesekolah;







Anak akan mengatakan “saying” atau “suka” kepada gurunya kalua ditanyakan apakah mereka menyenangi gurunya.







Anak selalu merindukan gurunya;







Anak akan mengerjakan tugas yang diberikan karena tidak ingin mnegecewakan gurunya. Inti dari pesan dalam sub-bab ini adalah bagaimana sampuhnya sosok panutan oarngtua atau guru dalam mempengaruhi perilaku anak-anak kita. Apabila ingin menjadikan diri kita sebagai tkoh panutan maka diri kita sendirilah yang harus kita perbaiki dulu.



7.3 Mendidik dengan mencelupkan diri Seorang pendidik karakter yang berhasil adalah yang dapat mencelupkan dirinya secara menyeluruh (pikiran dan perasaan) ketika sedang mengajar, dapat membangun hubungan personal dengan murid-muridnya, mempunyai kemampuan komunikasi secara efektif, mampu mengelola emosinya dengan baik, serta mampu menghidupkan suasana. Mendidik karakter adalah seni bagaimana menyentuh hati agar dapat menumbuhkan sifat-sifat mulia pada anak, yang harus melibatkan aspek emosi dan afektif dari guru sendiri. Oleh karena itu, pendidik karakter selain berperan sebagai operator metode dan kurikulum, tetapi juga mampu memberikan spirit, yaitu membangun suasana yang positif untuk menarik hati anak, sehingga anak bergairah dan mencintai materi yang diajarkan. Mencelupkan diri secara total memang memerlukan sikap dedikasi dan kecintaan terhadap profesi yang sedang dijalaninya. Tentunya ini tidak mudah karena seorang pendidik karakter harus merasakan pentingnya “misi suci” yang sedang dijalankannya. 7.4 Guru yang penuh inspirasi Alan Atkisson mengataka bahwa anak-anak mempunyai potensi besar di dalam dirinya. Tetapi sering kita menganggap mereka tidak mengetahui apa-apa, sehingga kita memberlakukan mereka sebagai objek pasif yang perlu diberikan instruksi satu arah dari gurunya. Padahal arti education berasal dari kata educare yang artinya to bring forth (untuk mengaktualisasikan, memproduksi). Seorang pendidik karakter yang baik adalah yang dapat memberikan inspirasi yang menggairahkan kepada muridnya sehingga murid jatuh cinta kepada kebajikan. 7.5



Menebar benih kebajikan tanpa pamrih Walaupun guru telah berusaha maksimal untuk menjadi guru yang ideal, tetapi belum menjamin akan berhasil dalam membentuk karakter anak. Karena banyak faktor lain yang mempengaruhinya, misalnya pendidikan di rumah, suasana di rumah yang tidak mendukung, pengaruh kawan, dan sebagainya. Namun, memberikan



pendidikan karakter kepada anak didik tetap lebih baik daripada tidak sama sekali, apalagi kalau suasana rumah dan lingkungan sama sekali tidak mendukung. Justru dengan mendapatkan bimbingan moral dari guru dengan penuh perhatian dan kasih sayang, siswa di sekolah yang rentan terhadap perilaku negative akan menjadi lebih baik, daripada mereka tidak mendapatkan bimbingan sama sekali di rumah. Walaupun perilaku anak tidak berubah, tetapi dengan memberikan pendidikan karakter, seorang anak akan menyerap apa yang diterimanya, walaupun tidak dimanifestasikan segera dalam tindakan nyata. Kita memang tidak tahu dan mungkin tidak perlu tahu, bagaimana hasilnya nanti ketika menebarkan kebajikan melalui pendidikan moral yang kita berikan kepada anak-anak kita. Namun, dari sekian ribu benih yang kita tanam, walaupun hanya satu saja yang tumbuh, namun satu ini menjadi sebuah pohon kebajikan, maka manfaat yang diperoleh mungkin bisa luar biasa. Walaupun tugas guru sebagai pendidik karakter hanyalah kecil, seperti kecilnya sayap kupu-kupu, namun kalau kita mempunyai ide baik, mau menebarkan kebajikan kepada anak didik kita, walaupun sekecil apapun, maka bisa saja mereka dapat menjadi strange attractor yang baik, yang akan mempunyai magnet kuat untuk menarik orang-orang yang baik juga, dan bersama-sama membuat kebajikan. Apabila banyak strange attractor seperti ini tersebar, maka akan banyak kebajikan yang dihasilkan, sehingga dapat membentuk suatu pola baru, yang mencirikan bangsa Indonesia yang berbeda wajahnya dari sekarang, yaitu sebuah masyarakat madani yang menjadi idaman seluruh bangsa di dunia.