Kapasitas Sisi Udara Dan Penundaan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

I. PENDAHULUAN II. HAL-HAL YANG BERKAITAN DENGAN KAPASITAS III. TUNDAAN YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS IV.KAPASITAS PER JAM PRAKTIS



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



KAPASITAS SISI UDARA DAN PENUNDAAN



1



• Pengolahan transportasi secara efisien merupakan tolok ukur keefektifan suatu system transportasi. Komponen-komponen system perlu untuk dievaluasi karena prestasi system dibentuk dan tergantung dari komponen-komponen tersebut. • Untuk itu pergerakan penumpang, pesawat dan barang pada transportasi udara menjadi perhatian utama pada waktu merancang dan mengevaluasi bandara.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



I. PENDAHULUAN



2



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



• Tanda-tanda adanya penurunan kualitas pelayanan, misalnya penundaan penerbangan, kemacetan di darat, kekurangan tempat parkir, antrian perjalanan. • Penurunan tersebut mengakibatkan pengurangan keuntungan relatif yang dapat dikelompokkan menjadi : “kemacetan di darat”, “system terminal” dan “penundaan penerbangan”. • Evaluasi permasalahan tersebut adalah dengan membandingkan kapasitas dan permintaan yang ada serta memperkirakan permintaan, kemudian penentuan apakah perlu pengembangan fasilitas atau tidak.



3



A. DEFINISI KAPASITAS B. PRINSIP DASAR PENGURUTAN OPERASI PESAWAT TERBANG C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS D. PENGARUH KAPASITAS DAN TUNDAAN PADA PERENCANAAN BANDARA



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



II. HAL-HAL YANG BERKAITAN DENGAN KAPASITAS



4



Terdapat 2 cara pendefinisian kapasitas, • Kapasitas adalah jumlah operasi pesawat terbang selama jangka waktu tertentu yang bersesuaian dengan tingkat penundaan rata-rata yang dapat diterima, disebut KAPASITAS PRAKTIS. Untuk bandara yang berbeda tingkat penundaannya berbeda. • Kapasitas adalah jumlah operasi pesawat terbang maksimal yang dapat dilakukan pada suatu bandara selama jangka waktu tertentu ketika terdapat permintaan pelayanan yang berkesinambungan. Permintaan yang berkesinambungan didefiisikan sebagai suatu landas pacu yang siap untuk lepas landas dan mendarat. Kapasitas ini disebut sebagai kapasitas ultimit (ultimate capacity)/kapasitas jenuh (saturation capacity)/maximum throughput rate.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



A.DEFINISI KAPASITAS



5



• kapasitas ultimit tidak berkaitan dengan tundaan penerbangan. • Nilai kapasitas ultimit lebih besar daripada kapasitas praktis dan analisis kapasitas ultimit lebih sederhana disbanding kapasitas praktis.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Perbedaan :



6



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Gambar 1. Hubungan antara kapasitas yang dikaitkan dengan tundaan dan kapasitas ultimit



7



B. PRINSIP DASAR PENGURUTAN



Prinsip dasar pengurutan operasi diilustrasikan pada Gambar 2 . dengan tiga operasi kedatangan dan 3 operasi keberangkatan.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



OPERASI PESAWAT TERBANG



8



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Gambar 2. Konsep diagram jarak-waktu untuk operasi campuran pada system landasan pacu (Horonjeff,1988)



9



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



• Selang waktu keberangkatan purata j adalah rata-rata dari selang waktu antara keberangkatan yang berurutan Jpq dan Jqr. • Selang waktu purata antara kedatangan Ig adalah rata-rata besaran Glm dan Gmn. • Selang waktu purata dimana operasi keberangkatan tidak dapat dilakukan f, adalah rata-rata daridari Fm dan Fn. • Berdasar gambar 2, keberangkatan awal p dapat dilakukan jika sebelum kedatangan pertama l mencapai jarak δd dari ambang landasan pacu (karena landasan pacu bebas).



10



Tundaan pesawat pesawat yang akan terjadi adalah tundaan yang diakibatkan oleh pemisahan yang diperlukan antara tipe-tipe urutan operasional yang berbeda.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



• Keberangkatan kedua q dilakukan jika keberangkatan sebelumnya p telah dilakukan (karena kedatangan berikutnya m berjarak δd mil dari ambang landas pacu). • Keberangkatan tidak dapat dilakukan sampai setelah kedatangan terakhir n selesai dioperasikan.



11



• Dua pesawat terbang tidak boleh dioperasikan pada landasan pacu pada saat yang bersamaan. • Pesawat yang datang diberi prioritas dibandingkan dengan pesawat yang akan berangkat • Operasi keberangkatan dapat dilakukan jika landasan pacu telah bebas dari pesawat dan atau kedatangan berikutnya paling sedikit berada pada jarak tertentu dari ambang landasan pacu.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Aturan pengurutan dasar operasi landasan pacu adalah :



12



Secara umum kapasitas tergantung pada konfigurasi, lingkungan, ketersediaan alat bantu navigasi dan fasilitas pengendali lalu lintas udara (Horonjeff, 1988). Faktor-faktor tersebut adalah : • Konfigurasi, jumlah, jarak dan orientasi sistim landas pacu. • Konfigurasi, jumlah dan letak landas hubung dan jalan keluar landas pacu • Susunan, ukuran dan jumlah gerbang di apron



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS



13



• • • • • • • • • •



Waktu pemakaian landas pacu bagi pesawat yang datang dan yang berangkat Ukuran dan campuran pesawat Cuaca, jarak pandang, tinggi awan Kondisi angin Kebisingan Sistim pengoperasian landas pacu Perbandingan jumlah kedatangan dan keberangkatan Jumlah dan frekuensi pesawat yang datang dan brangkat tidak teratur Alat bantu navigasi Rute Fasilitas pengendali



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS







14



Jarak tersebut dipengaruhi oleh peraturan lalu lintas udara yang merupakan fungsi dari kondisi cuaca dan ukuran pesawat terbang.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Factor yang paling penting adalah jarak antara pesawat yang terbang yang berurutan (Horonjeff, 1988).



15



Pada perencanaan awal, konfigurasi bandara ditentukan berdasarkan kapasitas. Namun, jika tingkat permintaan mendekati kapasitas tersebut, penundaan juga akan meningkat. Pada saat lalu lintas penerbangan mencapai puncak maka faktor ekonomi lebih menentukan dibandingkan dengan kapasitas. Pada kondisi tersebut perkiraan besarnya tundaan menjadi lebih penting.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



D. PENGARUH KAPASITAS DAN TUNDAAN PADA PERENCANAAN BANDARA



16



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Perhitungan kapasitas dan tundaan bertujuan untuk mengefektifkan dan mengefisienkan peningkatan kapasitas sekaligus pengurangan tundaan. Perhitungan tersebut termasuk : • Pengaruh letak dan geometri landas hubung • Peraturan-peraturan penerbangan • Campuran pesawat • Konfigurasi pemakaian landasan pacu alternative • Konstruksi perkerasan • Kemungkinan pengalihan atau penambahan bandara baru



17



Berdasar data tersebut menghapuskan biaya tahunan yang besar akibat penundaan.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Horonjeff (1988) mengilustrasikan hubungan antara operasi dan tundaan di bandara O’Hare pada Gambar 3.



18



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Gambar 3. Variasi penundaan pesawat terbang harian rata-rata di Bandara O’Hare (FAA dalam Horonjeff, 1988)



19



1) TUNDAAN UNTUK LANDAS PACU YANG MELAYANI OPERASI KEDATANGAN 2) TUNDAAN UNTUK LANDAS PACU YANG MELAYANI OPERASI KEBERANGKATAN 3) TUNDAAN UNTUK LANDAS PACU YANG MELAYANI OPERASI CAMPURAN



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



III. TUNDAAN YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS



20



Model matematis tundaan, dikembangkan oleh FAA dan Laboratorium Instrumentasi Udara Amerika. Model tersebut berdasarkan pada teori antrian tunak, proses keberangkatan dianggap terdistribusi Poisson dan proses kedatangan diutamakan. Meski proses kedatangan merupakan system antrian angkutan udara, namun dianggap sebagai terdistribusi Poisson. Landas pacu dianggap melayani 2 jenis operasi penerbangan yaitu operasi kedatangan atau keberangkatan saja dan operasi campuran.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



TUNDAAN YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS



21



1) TUNDAAN UNTUK LANDAS PACU YANG MELAYANI OPERASI KEDATANGAN Perhitungan tundaan diformulasikan sebagai (Horonjeff, 1988) : 1  (  ) Wa 



Wa λa µa



σa



2 a



2(1 



 a2



a ) a



= tundaan purata terhadap pesawat yang datang (satuan waktu) = tingkat kedatangan purata (pesawat terbang persatuan waktu) = tingkat pelayanan purata untuk untuk kedatangan (pesawat terbang persatuan waktu atau kebalikan dari waktu pelayanan purata =simpangan baku waktu pelayanan pelayanan purata dari pesawat terbang yang datang



waktu pelayanan purata berupa waktu pemakaian landasan pacu dan waktu pengosongan landas pacu yang diijinkan dimana terdapat pesawat yang antri untuk mendarat.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



a



22



2) TUNDAAN UNTUK LANDAS PACU YANG MELAYANI OPERASI KEBERANGKATAN Perhitungan tundaan diformulasikan sebagai (Horonjeff, 1  (  ) 1988) :  Wd 



Wd



λd µd



σd



2 d



2(1 



2 d



d ) d



= tundaan purata terhadap pesawat yang berangkat (satuan waktu) = tingkat keberangkatan purata (pesawat terbang persatuan waktu) = tingkat pelayanan purata untuk untuk keberangkatan (pesawat terbang persatuan waktu atau kebalikan dari waktu pelayanan purata = simpangan baku waktu pelayanan pelayanan purata dari pesawat terbang yang berangkat



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



d



23



3) TUNDAAN UNTUK LANDAS PACU YANG MELAYANI Pada model ini pesawat yang datang merupakan prioritas dan tundaan pesawat terbang merupakan tundaan seperti pada persamaan untuk operasi kedatangan. Tundaan rata-rata dihitung dengan persamaan sbb :



d (2j  j 2 ) g ( 2f  f 2 ) Wd   2(1  d . j ) 2(1  a . f )



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



OPERASI CAMPURAN



24



λa λd



σj g



= tundaan purata terhadap pesawat yang berangkat (satuan waktu) = tingkat kedatangan purata (pesawat terbang persatuan waktu) = tingkat keberangkatan purata (pesawat terbang persatuan waktu) = simpangan baku selang waktu purata antara 2 keberangkatan yang berurutan. = laju purata dimana terjadi kekosongan antara 2 kedatangan yang berurutan (pesawat per jam)



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Wd



25



σf



= selang waktu purata dimana keberangkatan pesawat tidak dapat dilakukan (waktu) = simpangan baku selang waktu purata dimana keberangkatan pesawat tidak dapat dilakukan.



Persamaan tersebut berlaku hanya jika laju kedatangan atau keberangkatan purata lebih kecil dari laju pelayanan purata



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



f



26



1) PENGARUH PANJANG LANDASAN PACU, JUMLAH JALAN KELUAR, SUDUT JALAN KELUAR DAN JARAK ANTAR JALAN KELUAR TERHADAP NILAI KELUAR (EXIT RATING) 2) CAMPURAN PESAWAT TERBANG DALAM SISTEM LANDASAN PACU 3) ATURAN PENERBANGAN YANG DIPERGUNAKAN 4) KONFIGURASI LANDASAN PACU 5) OPERASI LALU LINTAS PESAWAT PADA LANDASAN PACU 6) KAPASITAS PER JAM PRAKTIS (PHOCAP) LANDASAN PACU TUNGGAL DENGAN KONDISI VFR DAN OPERASI CAMPURAN 7) KAPASITAS PER JAM PRAKTIS (PHOCAP) LANDASAN PACU TUNGGAL DENGAN KONDISI VFR DAN OPERASI KEDATANGAN ATAU KEBERANGKATAN 8) KAPASITAS PER JAM PRAKTIS (PHOCAP) LANDASAN PACU TUNGGAL, LANDASAN PACU BERJARAK RAPAT DAN LANDASAN PACU V-TERBUKA, DENGAN KONDISI IFR DAN OPERASI KEDATANGAN, KEBERANGKATAN DAN CAMPURAN 9)



PROSEDUR PENENTUAN PHOCAB



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



IV. KAPASITAS PER JAM PRAKTIS/PHOCAB (practical hourly capacity)



27



Kapasitas landasan pacu dipengaruhi oleh panjang landasan pacu, jumlah jalan keluar, sudut jalan keluar dan jarak antar jalan keluar. Pengaruh tersebut dinyatakan dengan suatu nilai yang diberi nama nilai keluar (exit rating). Nilai tersebut menyatakan waktu pemakaian landasan pacu purata dari suatu campuran pesawat terbang. Semakin besar nilai keluar berarti semakin lama waktu pemakaian landasan pacu. Nilai keluar dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



1) PENGARUH PANJANG LANDASAN PACU, JUMLAH JALAN KELUAR, SUDUT JALAN KELUAR DAN JARAK ANTAR JALAN KELUAR TERHADAP NILAI KELUAR (EXIT RATING)



28



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Gambar 4. Nilai keluar untuk jalan keluar yang tegak lurus ( FAA dalam Horonjeff, 1988)



29



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Gambar 5. Nilai keluar untuk jalan keluar standard an bersudut (FAA dalam Horonjeff, 1988)



30



Penggolongan pesawat berdasarkan kelas A, B, C, D dan E dapat dilihat pada Tabel 1. Oleh karena itu nilai campuran pesawat perlu didekatkan dengan suatu interpolasi agar pembacaan pada grafik kapasitas lebih mudah.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



2) CAMPURAN PESAWAT TERBANG DALAM SISTEM LANDASAN PACU



31



Tabel 1. Penggolongan pesawat terbang untuk menghitung PHOCAP (FAA dalam Horonjeff, 1988)



A B



C



D



E



Boeing 707, 747, 720 ; Douglas DC-8, DC-10 ; Lockhead L1011 Boeng 727, 737 ; Doughlas DC-9 ; BACI-11 ; Semua pesawat perusahaan penerbangan bermesin piston dan turboprop yang besar Pesawat terbang kecil yang digerakkan propeller untuk perusahaan penerbangan seperti Fairchild F-27 dan pesawat jet bisnis Pesawat penerbangan umum yang digerakkan propeller bermesin ganda dan pesawat dengan mesin tunggal yang lebih besar Pesawat penerbangan umum yang digerakkan propeller bermesin tunggal



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



klas Jenis pesawat terbang



32



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Gambar 6. Interpolasi pesawat kelas B dengan pesawat klas A ekuivalen (FAA dalam Horonjeff,1988)



33



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Gambar 7. Interpolasi pesawat kelas C dengan pesawat klas B ekuivalen (FAA dalam Horonjeff,1988)



34



Aturan penerbangan yang digunakan ada 2, yaitu VFR (Visual Fligt Rules=operasi penerbangan berdasarka pada kemampuan pengamatan pilot) dan IFR (Instrument Flight Rules = operasi penerbangan berdasarkan pada alat bantu navigasi). Kedua jenis aturan penerbangan ini mempengaruhi kapasitas per jam praktis landasan pacu.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



3) ATURAN PENERBANGAN YANG DIPERGUNAKAN



35



Konfigurasi landasan pacu adalah jumlah dan peletakan landas pacu pada suatu system landasan pacu. Konfigurasi landasan pacu meliputi : landasan pacu tunggal, landasan pacu sejajar, dll



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



4) KONFIGURASI LANDASAN PACU



36



5) OPERASI LALU LINTAS PESAWAT PADA LANDASAN PACU



Jenis operasi pada landasan pacu sangat mempengaruhi kapasitas landas pacu. Landas pacu yang system operasinya campuran lebih banyak waktu tundaannya karena pesawat yang akan berangkat harus antri menunggu pesawat yang akan datang dan pengosongan landas pacu.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Operasi lalu lintas ini ada 3, yaitu : operasi kedatangan, operasi keberangkatan dan operasi campuran.



37



Nilai PHOCAB untuk kondisi ini ditampilkan di Gambar 8. Dari data jumlah pesawat ekuivalen dan jumlah nilai keluar dapat diperoleh nilai kapasitas dengan menarik garis horizontal ke kiri grafik dengan nilai keluar yang sesuai.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



6) KAPASITAS PER JAM PRAKTIS (PHOCAP) LANDASAN PACU TUNGGAL DENGAN KONDISI VFR DAN OPERASI CAMPURAN



38



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Gambar 8. Kapasitas per jam praktis (PHOCAB) landasan pacu tunggal dengan kondisi VFR dan operasi campuran (FAA dalam Horonjeff, 1988)



39



Nilai PHOCAB untuk kondisi ini ditampilkan di Gambar 9. Dari data jumlah pesawat ekuivalen, jenis operasi dan jumlah nilai keluar dapat diperoleh nilai kapasitas dengan menarik garis horizontal ke kiri grafik dengan nilai keluar yang sesuai.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



7) KAPASITAS PER JAM PRAKTIS (PHOCAP) LANDASAN PACU TUNGGAL DENGAN KONDISI VFR DAN OPERASI KEDATANGAN ATAU KEBERANGKATAN



40



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Gambar 9. Kapasitas per jam praktis (PHOCAB) landasan pacu tunggal dengan kondisi VFR dan operasi kedatangan atau keberagkatan saja (FAA dalam Horonjeff, 1988)



41



Nilai PHOCAB untuk kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 10. Dari data jumlah pesawat ekuivalen, jenis landas pacu dan jenis operasi dan jumlah nilai keluar dapat diperoleh nilai kapasitas dengan menarik garis horizontal ke kiri grafik dengan nilai keluar yang sesuai. Khusus untuk kondisi ini, nilai keluar tidak berpengaruh terhadap kapasitas landas pacu. Grafik ini dapat digunakan untuk kondisi operasi IFR dan VFR.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



8) KAPASITAS PER JAM PRAKTIS (PHOCAP) LANDASAN PACU TUNGGAL, LANDASAN PACU BERJARAK RAPAT DAN LANDASAN PACU V-TERBUKA, DENGAN KONDISI IFR DAN OPERASI KEDATANGAN, KEBERANGKATAN DAN CAMPURAN



42



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Gambar 10. Kapasitas per jam praktis (PHOCAB) landasan pacu tunggal, landasan pacu berjarak rapat dan landasan pacu V-Terbuka pada kondisi IFR (FAA dalam Horonjeff, 1988)



43



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Dari Gambar 8, Gambar 9 dan Gambar 10 nampak bahwa semakin besar persentase pesawat klas A maka kapasitas landasan pacu semakin berkurang.



44



Secara ringkas data-data yang diperlukan untuk menentukan nilai PHOCAB dengan grafik-grafik di atas adalah : • Data geometric landasan pacu, berupa : panjang landasan pacu, tipe konfigurasi landasan pacu, jumlah jalan keluar, tipe jalan keluar dan jarak antar jalan keluar. • Campuran pesawat terbang yang menggunakan system landasan pacu • Aturan penerbangan, yaitu VFR atau IFR • Tipe operasi landasan pacu : operasi kedatangan saja, operasi keberangkatan saja atau operasi campuran. Berdasarkan data tersebut akan diperoleh nilai keluar dan persentase pesawat ekuivalen. Bagan alir proses perhitungan PHOCAB dapat dilihat pada Gambar 11.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



9) PROSEDUR PENENTUAN PHOCAB



45



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Gambar 11. Bagan alir perhitungan PHOCAB (practical hourly capacity/ kapasitas per jam praktis) landasan pacu



46



• Besarnya tundaan operasi pesawat terbang ditentukan oleh metoda pengaturan pesawat yang datang dan berangkat, tingkat kedatangan, tingkat keberangkatan, antrian dan tingkat pelayanan. • Kapasitas per jam praktis system landasan pacu ditentukan oleh jenis pesawat, campuran pesawat, konfigurasi landas pacu dan landas hubung, sifat operasi penerbangan dan aturan penerbangan • Kapasitas praktis tahunan diperoleh dengan memperhatikan distribusi tundaan harian, bulanan dan tahunan • Besarnya nilai tundaan dan kapasitas per jam praktis sangat mempengaruhi biaya operasi pesawat dan bandara. Makin banyak jumlah pesawat, makin besar kemungkinan terjadinya tundaan dan tingkat kejenuhan operasi yang berarti kemungkinan terjadi penurunan tingkat pelayanan.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



KESIMPULAN :



47



CONTOH SOAL 1 :



PENYELESAIAN : Diketahui : Wa = tundaan purata terhadap pesawat yang datang (satuan waktu)=?? λa = tingkat kedatangan purata = (45/60) pesawat per menit µa = tingkat pelayanan purata untuk untuk kedatangan = 1 pesawat per menit atau 60 detik per operasi σa = simpangan baku waktu pelayanan pelayanan purata dari pesawat terbang yang datang = 12 detik = 0.20 menit.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



Suatu landas pacu hanya melayani operasi kedatangan. Waktu pelayanan rata-rata 60 detik per operasi dengan simpangan baku 12 detik dan laju kedatangan rata-rata 45 pesawat per jam. Hitunglah tundaan rata-rata pesawat terbang yang yang datang pada system landasan pacu tersebut.



48



Wa 



1



) 2



a



a 2(1  ) a



45 



1 (0.2  ( 2 )) 60 1  1.56menit 45 ( ) 2(1  60 ) 1 2



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



a (  2 a



49



Sistem landasan pacu suatu bandara merupakan landas pacu tunggal, hanya melayani kedatangan saja, jumlah landas hubung keluar 2 dan landas hubung bersudut 45° terhadap landas pacu. Panjang landas pacu 4000 kaki. Persentase pesawat yang datang adalah 30% klas A dan 60% klas B. Hitunglah nilai PHOCAB (kapasitas per jam praktis) landasan pacu tersebut pada kondisi VFR dan IFR.



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



CONTOH SOAL 2 :



50



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



PENYELESAIAN : • Karena landas hubung bersudut 45° maka dipakai Gambar 4. Berdasar Gambar 4, dengan data jumlah landas hubung 4 dan panjang landas pacu 4000 kaki diperoleh nilai keluar sebesar 3 • Karena persentase pesawat yang ada adalah klas A dan klas B maka digunakan Gambar 6. Berdasarkan Gambar 6, dengan data persentase pesawat klas A 30% dan klas B 60% diperoleh persentase pesawat klas A yang digunakan untuk perhitungan adalah 40% • Dengan kondisi landasan pacu tunggal dan kondisi VFR dan operasi hanya kedatangan saja, maka digunakan Gambar 9. Berdasarkan Gambar 9, dengan data persentase pesawat klas A 40% dan nilai keluar 3, diperoleh nilai PHOCAB (VFR) sebesar 37 operasi per jam • Dengan kondisi landasan pacu dan kondisi IFR, maka digunakan Gambar 10. Berdasarkan Gambar 10 dengan data persentase pesawat klas A 40% dan landasan pacu tunggal untuk operasi kedatangan saja, diperoleh nilai PHOCAB (IFR) sebesar 37,4 operasi per jam (nilai dibulatkan sampai satu satuan menjadi 37 operasi per jam) • Jadi besarnya kapasitas per jam praktis pada kondisi VFR = 37 operasi per jam, dan pada kondisi IFR = 37 operasi per jam.



51



• PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BANDAR UDARA, ROBERT HORONJEFF & FRANCIS X. McKelvey, PENERBIT ERLANGGA, 1988 • LALU LINTAS DAN LANDAS PACU BANDAR UDARA, PRANOTO DIRHAN PUTRA, PENERBIT UAJY, 1998



PELUD-SENJA RUM HARNAENI TEKNIK SIPIL FT UMS



REFERENCES :



52