Karya Tulis Homo Wajakensis - Core [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apakah sejarah itu? Sejarah adalah peristiwa atau kejadian pada masa lampau yang telah diberi tafsir atau alasan dan disusun secara kronologis(berurutan) sehingga membentuk suatu pengertian yang lengkap. Sejarah itu tidak ada dengan sendirinya, melainkan seseorang telah melakukan suatu kegiatan pada waktu yang lampau.Sejarah masing-masing orang itu berbeda, maka dari itu sejarah merupakan suatu peristiwa yang unik.Hal ini mencerminkan bahwa pengetahuan manusia terus berkembang. Namun seiring dengan perkembangan sejarah manusia sampai saat ini timbul suatu fenomena mengenai kurangnya kesadaran dalam mengetahui perkembangan manusia purba zaman prasejarah dengan seperangkat peninggalan kebudayaan yang dihasilkan.Dengan adanya penelitian yang dilaksanakan ini sebagai masyarakat Indonesia yang baik sudah selayaknya mulai mengetahui dan mempelajari perkembangan manusia purba dan kebudayaanya,serta berusaha melestarikan peninggalan-peninggalan sejarah dan kebudayaan tersebut. Menurut sebagian orang sejarah adalah sebuah dongeng yang dibacakan untuk anak-anak sebelum tidur. Mereka tidak pernah memikirkan masa lalu mereka hanya memikirkan apa yang akan terjadi di masa depan. Mereka seharusnya menyadari bahwa sebenarnya sejarah merupakan guru kehidupan yang memberikan manfaat, diantaranya: 1. Memberi pengalaman kepada kita tentang apa yang salah dan apa yang benar. 2. Sejarah memberikan ilmu untuk menghadapi kehidupan sehari-hari. 3. Sejarah untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi sebelumnya. 4. Dari sejarah kita dapat mengetahui terjadinya suatu peristiwa. Contoh dari sejarah sendiri misalnya adalah sejarah kehidupan Homo Wajakensis.Disini kami akan membahas tentang situs sejarah Homo wakensis yang meliputi kehidupan manusia purba Homo Wajakensis dan lokasi penemuan homo Wajakensis. Homo sendiri memeliki arti makhluk purba yang secara fisik dan kualitatif sudah maju dan sempurna dibandingkan manusia purba jenis Megahthropus



1



maupun Pithecanthropus. Sedangkan Wajakensis adalah suatu nama daerah tempat ditemukannya fosil manusi purba. Oleh karena itu, pada karya tulis ilmiah ini kami mengambil judul ―Situs Sejarah Homo Wajakensis‖ karena kami ingin mengetahui lebih jelas dan lebih rinci tentang Homo Wajakensis.



1.2 Rumusan Masalah Masalah pada tema ―Situs Sejarah Homo Wajakensis‖mencakup banyak hal. Maka, pada karya tulis ilmiah ini kami menetapkan beberapa masalah yang akan di bahas agar tidak terlalu meluas ke hal yang tidak diperlukan. Adapun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan Homo Wajakensis? 2. Apa saja dan bagaimana peninggalan-peninggalan Homo Wajakensis? 3. Bagaimana sikap masyarakat sekitar lokasi penemuan fosil Homo Wajakensis?



1.3 Tujuan Penulisan Dengan adanya karya tulis ini kami berharap dapat memberikan motivasi kepada para pembaca sehingga mampu mengambil hikmah dari karya tulis kami ini. Adapun tujuan kami:  Agar pembaca mengerti betapa pentingnya sejarah.  Memberi motivasi kepada pembaca khususnya para pelajar untuk tetap melestarikan dan menjaga peninggalan sejarah yang ada di Kab. Tulungagung.  Menambah wawasan dan pengetahuan kepada pembaca tentang Homo Wajakensis.  Mengetahui fakta Sejarah seobjektif mungkin.  Melengkapi kekurangan data atau memperkuat fakta.  Meningkatkan kepercayaan atas informasi yang diperoleh sebelumnya.  Menghindari kesimpang-siuran informasi tentang Homo Wajakensis.



2



1.5 Manfaat Penulisan Dengan adanya tujuan penulisan,pasti ada manfaat yang akan disampaikan penyusun atas penulisan karya tulis.Kami berharap karya tulis ini bermanfaat bagi kami sebagai penyusun khususnya serta untuk masyarakat luas umumnya.Manfaat dari karya tulis ini adalah sebagai berikut: 1. Pembaca/pendengar dapat mengetahui beberapa hal tentang manusia purba Homo wajakensis. 2. Mengetahui hal-hal



yang belum



percayai



sebelumnya, sehingga dapat



memperkuat fakta yang ada. 3. Dapat menghilangkan keraguan tentang manusia purba Homo wajakensis. 4. Memberikan kontribusi yang lebih luas di bidang ilmu pengetahuan khususnya sejarah dan budaya. 5. Memberikan gambaran mengenai kehidupan prasejarah serta budaya yang dihasilkan.



3



BAB 2 KAJIAN PUSTAKA



2.1 Homo Wajakensis (Manusia dari Wajak) Makhluk Homo Wajakensis diperkirakan muncul pada zaman es keempat.Dari jenis makhluk ini, ditemukan dua buah tengkorak fosil Homo Wajakensis di daerah Wajak (Tulungagung) pada tahun 1889 oleh Van Rietschoten.Fosil tersebut kemudian diteliti oleh Eugene Dubois.Temuan fosil ini merupakan temuan fosil manusia purba pertama dari Indonesia.Jika dibandingkan dengan jenis makhluk purba sebelumnya, Homo Wajakensis menunjukkan tingkat peradaban yang lebih maju karena makanannya sudah dimasak secara sangat sederhana.Menurut para ahli, tengkorak Homo Wajakensis sudah termasuk tipe Neoanhropis dan volume otaknya jauh lebih besar dari pada ukuran manusia sekarang.Meskipun ukurannya lebih besar, ternyata mereka masih memiliki ciri-ciri fisik manusia primitive.Misalnya, bentuk rahang, langit-langit mulut, dan gerahamnya.Tengkorak-tengkorak tersebut juga mendekati bentuk tengkorak Keilor dari Australia.Oleh karena itu, Eugene Dubois menduga Homo Wajakensis adalah ras Austroloide yang merupakan nenek moyang Homo Soloensis yang menurunkan bangsa Aborigin. ( Herimanto, Sejarah untuk kelas X SMA dan MA )



2.2 Homo Wajakensis (Manusia dari Wajak) Penelitian E. Dubois yang lebih seksama dilakukan pada 1889 dan berhasil menemukan tengkorak di Wajak, (Boyolangu) Kabupaten Tulungagung Jawa Timur.Hasil penemuan ini dinamakan Homo Wajakensis (Manusia dari Wajak). Von Koenigswald berpendapat mengenai temuan ini bahwa Homo Wajakensis seperti juga Homo Soloensis berasl dari lapisan plestosin atas, dan mungkin sekali dapat dimasukkan ke dalam jenis Homo sapiens. Von Koenigswald juga mengatakan pada waktu itu sudah ada tradisi penguburan jenazah. Hal ini dapat dikenal dari tempat penemuan yang sangat jelas menunjukkan bekas penguburaan. (Tim MGMP. IPS Terpadu untuk kelas VII Semester 1 SMP/MTs. Madiun )



4



BAB 3 METODE PENELITIAN & PENULISAN 3.1 Metode Penelitian Dalam mencari suatu hal yang belum kita ketahui kebenarannya, kita selalu mengadakan suatu penelitian terhadap hal yang belum kita ketahui tadi. Penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan agar kita dapat mengetahui dengan pasti suatu hal tanpa meragukan kebenarannya lagi itu biasanya.Cara kerja atau langkah-langkah penelitian yang lazim disebut metode Ilmiah.Metode Ilmiah biasa kita lakukan dalam pelajaran Biologi, namun dalam sejarah juga mempunyai metode untuk mengungkap dan merekonstruksi masa lampau menjadi karya sejarah yang objektif, ilmiah, dan dapat dipercaya.Dalam sejarah metode tersebut disebut metode Sejarah.Oleh karena itu,



dalam



pembuatan



karya



tulis



inikami



menggunakanbeberapa



metode



penelitian.Yaitu dengan: 3.1.1 Metode Lapangan. Yaitu penelitian yang kami lakukan dengan cara mendatangi tempat ditemukannya fosil Homo Wajakensis yaitu di Gamping, Campurdarat, Tulungagung yang dahulu daerah Gamping ini masih menjadi bagian dari daerah Wajak, Boyolangu. Tempat tersebut berupa tugu peringatan yang sudah dibangun lagi dengan dilapisi batu marmer.Dari data yang kami dapat, pada tahun(1889) di daerah itu memang ditemukan fosil manusia purba yang kemudian di lokasi itu dibangun tugu sebagai tugu peringatan agar orang yang mencari lokasi ditemukannya fosil Homo Wajakensis dapat mangatahuinya dengan mudah. Karena tugu tersebut sudah rusak, maka pada tahun 4 Juli 1965 tugu itu dihancurkan dan dibangun lagi pada tanggal 17 Agustus 1965 sebagai peringatan pembangunan daerah Gamping oleh Projek Marmer Indonesia. 3.1.2 Metode Kepustakaan. Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data – data tertulis, baik yang disimpan di museum, perpustakaan, kronik, naskah-naskah, surat kabar dll. Dalam metode ini, kami mengumpulkan data dengan membaca beberapa buku referensi dari perpustakaan, surat kabar dari internet, dan 5



membaca buku IPS/sejarah dari kelas VII SMP dan X SMA. Yang mana di dalam buku atau surat kabar itu terdapat bab yang berkaitan dengan kehidupan awal masyarakat di Indonesia, khususnya Homo Wajakensis. 3.1.2.1 Heuristik Heuristik adalah langkah pertama yang dilakukan dalam metode sejarah, yaitu suatu proses atau kegiatan mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah baik sumber benda, sumber tulisan, maupun sumber sumber lisan. Pada langkah ini, kami melakukan wawancara dengan seorang penduduk yang tinggal di sekitar tempat penemuan fosil Homo Wajakensis. Menurut beliau, pada tahun (1889) di daerah itu memang pernah ditemukan fosil manusia purba yang kemudian di lokasi itu dibangun tugu sebagai tugu peringatan agar orang yang mencari



lokasi



ditemukannya



fosil



Homo



Wajakensis



dapat



mangatahuinya dengan mudah. Karena tugu tersebut sudah rusak, maka pada tahun 4 djuli 1965 tugu itu dihancurkan dan dibangun lagi pada tanggal 17 Agustus 1965 sebagai peringatan pembangunan daerah Gamping oleh Projek Marmer Indonesia. Selain wawancara kami juga mendapatkan data dari buku-buku di perpustakaan dan buku-buku yang kami miliki sendiri. Kami mengumpulkan data dengan membaca beberapa buku referensi dari perpustakaan, surat kabar dari internet, dan membaca buku IPS/sejarah dari kelas VII SMP dan X SMA. Yang mana di dalam buku atau surat kabar itu terdapat bab yang berkaitan dengan kehidupan awal masyarakat di Indonesia, khususnya Homo Wajakensis. Menurut buku yang kami baca, Homo Wajakensis adalah fosil hasil temuan E. Dubois yang berupa tengkorak yang ditemukan di Wajak(Boyolangu) Kab. Tulungagung, Jawa Timur (1889). 3.1.2.2 Verifikasi Para sejarawan yang telah mengumpulkan sumber-sumber sejarah dalam penelitiannya harus menyaringnya secara kritis yang disebut Verifikasi atau Kritik sumber.Kritik sumber (Verifikasi) dilakukan karena bertujuan untuk menguji kebenaran dan ketepatan sumber-sumber sejarah. Kritik sumber(Verifikasi) dilakukan melalui 2 cara, yaitu: 6



1.



Kritik Eksternal. Kritik eksternal maksudnya adalah proses melakukan verifikasi



atau pengujian terhadap keaslian sumber sejarah yang berfungsi untuk menentukan otentisitas dan integritas sumber sejarah. Dalam kritik eksternal ini, kami melakukan penelitian terhadap bahan yang digunakan dalam pembuatan tugu.Pada saat kami datang, tugu tersebut berupa marmer yang dipahat dan pada pahatan itu berisi tulisan‖ Dihancurkan pada 4 djuli 1965 dibangun kembali pada 17 Agustus 1965 pada peringatan pembangunan daerah Gamping oleh projek marmer Indonesia sebagai pelaksanaan amanat politik P.J.M presiden RI ‖. Dari tulisan itu dapat kita ketahui bahwa tugu tersebut bukan tugu asli melainkan tugu yang sudah diubah oleh pemerintah dalam rangka pembenahan daerah. 2.



Kritik Internal Kritik internal menekan pada aspek isi dari sumber sejarah,



baik sumber tertulis maupun lisan. Berdasarkan data tertulis yang ada di buku referensi di perpustakaan dengan buku sejarah kelas X SMA/MA mempunyai inti yang sama. Sehingga kami dapat menyimpulkan bahwa bahwa fosil Homo Wajakensis pernah ditemukan ditempat itu, namun tugu peringatannya sudah tidak asli atau sudah di renovasi. 3.1.2.3 Interpretasi Interpretasi adalah penafsiran terhadap suatu peristiwa atau member pandangan



teoritis terhadap suatu peristiwa sejarah. Dari



Homo Wajakensis, fakta-fakta sejarah yang ada yaitu, ditemukannya dua buah tengkorak fosil Homo Wajakensis di daerah Wajak (Tulungagung) pada tahun 1889 oleh Van Rietschoten, fosil tersebut kemudian diteliti oleh Eugene Dubois, E. Dubois menamakannya Homo Wajakensis, Homo Wajakensis sudah termasuk tipe Neoanhropis dan volume otaknya jauh lebih besar dari pada ukuran manusia sekarang. Homo



Wajakensis



masih



primitive.Tengkorak-tengkorak



memiliki tersebut



ciri-ciri juga



fisik



mendekati



manusia bentuk



7



tengkorak Keilor dari Australia.Oleh karena itu, Eugene Dubois menduga Homo Wajakensis adalah ras Austroloide. 3.1.2.4 Historiografi Setelah melakukan interpretasi, langkah berikutnya yang kami lakukan dalam penelitian adalah melakukan penulisan laporan atau historiografi. Historiografi yang kami pilih adalah Historiografi Modern, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a.



Mengingat adanya character and nation-building.



b.



Indonesia sentris.



c.



Sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia.



d.



Disusun oleh orang-orang atau penulis-penulis Indonesia sendiri, mereka yang memahami dan menjiwai, dengan tidak meninggalkan syarat-syarat ilmiah.



3.2 Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini dibagi menjadi dua bagian menurut cara penulisan data, yaitu Field Research dan Library Research. Selain berpedoman pada cara penulisan karya tulis tersebut, penulisan karya tulis ini menggunakan metode deskriptif. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2005:258) mengatakan ―Deskriptif artinya bersifat deskripsi‖. Sedangkan ―Deskripsi adalah pemparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terperinci‖ (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2005:258). Berdasarkan kutipan di atas, maka karya tulis ini disusun dengan cara memaparkan atau menggambarkan dengan kata-kata secara jelas dan terperinci. 3.2.1



Field Research Dengan Field Research penyusun melakukan penulisan berdasarkan objek yang diteliti secara langsung. Dalam melakukan Field Research, penyusun menggunakan dua teknik yang diperlukan untuk memperoleh data yang akan ditulis tersebut :



8



a.



Observasi (pengamatan) Observasi



yaitu penulis memperoleh data dengan cara



mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti atau terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian. b.



Wawancara Wawancara adalah cara penulis memperoleh data dengan cara bertanya langsung pada responden yang ada hubungannya dengan tujuan penulisan. Instrument pengumpul datanya adalah berupa pedoman wawancara. Pedoman wawancara tersebut berisi daftar pertanyaan yang terkait



dengan



informasi



yang



dibutuhkan



oleh



pewawancara.



Penggunaan tehnik ini ditujukan untuk mengumpulkan data tentang halhal yang berkaitan dalam objek tersebut. 3.2.2



Library Research Library (studi kepustakaan) yaitu suatu cara kerja untuk memperoleh data dengan jalan mempelajari teori-teori, pendapat-pendapat, majalahmajalah, buku-buku ilmiah, surat kabar, dan tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Data-data tersebut bersumber dari para ilmuwan dan para ahli. Dengan melalui cara library ini, kita akan memperoleh data sekunder.



9



BAB 4 HASIL PENELITIAN



4.1 Fosil Homo Wajakensis



Fosil Homo Wajakensis di temukan oleh Van Riestchoten pada tahun 1889 pada di desa Wajak, Tulungagung. Kemudian Penelitian tersebut dilanjutkan oleh Eugene Dubois. Di perkirakan Homo Wajakensis mempunyai tinggi badan sekitar 130-210 cm, dengan berat badan antara 30-150 kg serta volume otak mencapai 1300 cc hal itu dapat diketahui melalui fosil yang ditemukan. Manusia purba jenis ini hidup sekitar 40.000-25.000 tahun yang lalu, pada lapisan Pleistosen Atas.



10



4.2 Tugu Peringatan Homo Wajakensis



Ini adalah foto dari tugu peringatan tempat ditemukannya Homo Wajakensis.Tugu ini dibangun pada tahun 1889. Dibagian depan tugu terdapat tulisan bahasa Belanda, yang bagian tengahnya sudah pecah. Tulisan itu berbunyi ‖ BEZOEK VAN ZUN EXC.DEN COUV:CEN C.F PAHUTAANDE MARMER CROEFTE WADJAK1859‖ Di bagian belakang ada ukiran marmer yang menjelaskan tentang pembangunan kembali tugu peringtan HomoWajakensis, karena sudah terlalu lama berdiri maka tugu ini rusak dan dibongkar pada 4 djuli 1965, dibangun kembali pada 17 Agustus 1965 pada peringatan pembangunan daerah Gamping oleh projek marmer Indonesia sebagai pelaksanaan amanat politik P.J.M presiden RI.



11



4.3 Kegiatan Masyarakat di sekitar Tugu Homo Wajakensis Masyarakat



yang



tinggal



di



sekitar



Tugu



Peringatan



Homo



Wajakensis,menggunakan lahan sekitar sebagai tempat pemotongan batu marmer yang akan di buat souvenir.Ada juga yang membuatnya untuk tempat (kandang) kambing masyarakat sekitar.Ironisnya masyarakat sekitar tidak begitu peduli bahkan acuh dengan keadaan Tugu Peringatan Homo Wajakensis. Hal itu kami ketahui bermula dari pencarian kami menemukan Tugu tersebut,masyarakat sekitar masih banyak yang belum mengetahui tugu apa tugu tersebut, yang mereka ketahui hanyalah adanya sebuah tugu yang berdiridi daerah tersebut.



12



BAB 5 PEMBAHASAN



5.1 Homo Wajakensis Homo Wajakensis adalah makhluk purba yang secara fisik dan kualitatif sudah maju dan sempurna dibandingkan manusia purba jenis Megahthropus maupun Pithecanthropus



yang ditemukan di suatu daerah



yang bernama Wajak,



Tulungagung.Daerah Wajak sendiri kini merupakan sebuah desa di Kecamatan Boyolangu. Padahal pada prasasti peninggalan Belanda di lereng bukit Nglempung, Desa Gamping, Kecamatan Campurdarat, yang berangka tahun 1850 tertulis bahwa kawasan tersebut masih disebut Wajak. Homo wajakensis adalah fosil manusia puorba dari genus homo yang berasal dari kala Pleistosen di Indonesia. Lapisan



Jenis Manusia Purba



Pleistosin bawah



Pithecantropus Mojokertensis



(Lapisan fauna Jetis)



Meganthropus Palaeojavanicus



Pleistosin tengah



Pithecantropus Erectus



(Lapisan fauna Trinil) Pleistosin awal/atas



Pithecantropus Soloensis



(Lapisan fauna



Homo Wajakensis



Ngandong) Holosin



Homo Sapiens



Homo Wajakensis, manusia purba yang pertama kali ditemukan di Indonesia. Namun sayang aset bangsa itu saat ini tak berbekas.Bahkan bisa dibilang lenyap meskipun dulu sempat menggegerkan dunia. Fosil yang ditemukan di Wajak adalah Homo Sapiens, dekat daerah Campurdarat, Tulungagung. Fosil ini ditemukan oleh Van Rietschoten pada tahun 13



1889 dan diselidiki pertama kali oleh Dubois.Dalam buku Pithecanthropus karya Richard E Leakey dan Jan kkerveer, ditulis, di sekitar Desa Wajak ditemukan fosil tengkorak manusia oleh seorang insinyur tambang batu gamping berkebangsaan Belanda, BD van Rietschoten, 24 Oktober 1888.Fosil tengkorak yang dianggap ganjil itu kemudian diserahkan kepada CP Sluiter, kurator dari Koninklijke Natuurkundige Vereeniging [Perkumpulan Ahli Ilmu Alam] di Batavia saat itu.



Hampir bersaman dengan waktu itu, Dubois mendarat di Jawa untuk melanjutkan riset arkeologinya yang tidak memuaskan di Sumatra.Sluiter menyerahkan fosil tengkorak Wajak kepada Dubois.Bagi Dubois, fosil temuan Rietschoten membuka harapan baru untuk menemukan "missing link" asal-usul manusia. Ini sesuai teori ahli geologi Verbeek yang sepakat bahwa pegunungan batu gamping tersier di Jawa sangat menjanjikan bagi riset Dubois.



Gb. E. Dubois 14



Dubois akhirnya tinggal di Tulungagung, yang saat itu masih merupakan kota kecil bagian Kediri, selama lima tahun. Dia menyusur kembali tempat Rietschoten menemukan fosil tengkorak manusia, yakni di cekungan bebatuan sekitar Wajak.Di sekitar tempat itu ia selain mendapatkan sisa fosil reptil dan mamalia, juga menemukan fosil tengkorak manusia meski tidak seutuh temuan Rietschoten. Fosil temuannya sendiri dia sebut Homo Wajakensis sebagai salah satu ras manusia "recent". Sesudah penemuan perdana fosil tengkorak manusia tersebut, Dubois makin berambisi melanjutkan ekspedisinya.Dia berpindah ke berbagai tempat di Jawa Timur dan Jawa Tengah.Akhirnya dia memusatkan situs risetnya di lembah Bengawan Solo dekat Trinil yang memberikan begitu banyak temuan fosil.Di tempat baru itulah Dubois menemukan fosil Pithecanthropus Erectus yang menggemparkan dunia dan mengantarkan dirinya sebagai ahli paleoantropologi terkemuka. Di Tulungagung Dubois sering ke perkebunan milik orang Skotlandia bernama Boyd di kaki gunung Wilis, yang sekarang merupakan perkebunan kopi Penampian Kecamatan Sendang.Satu-satunya bukti bisu yang ada adalah foto fosilfosil yang dibiarkan berserakan di sebuah balai-balai rumah adat Jawa yang ditempati Dubois selama di Tulungagung. Homo Wajakensis berarti manusia dari Wajak yang tingkatannya lebih tinggi dari Pithecantropus Erectus.Dari antara fosil-fosil lainnya. Homo Wajakensis merupakan yang termaju dan yang terakhir Homo Wajakensis termasuk jenis Homo Sapiens, sebagian besar bertempat tinggal di Indonesia bagian barat, dan sebagian tinggal di wilayah timur. Yang bermukim di wilayah Indonesia bagian barat termasuk ras Mongoloid, sub ras Melayu – Indonesia.Sedangkan yang bermukim di wilayah Indonesia bagian timur termasuk ras Austromelanesoid. Homo Wajakensis mulai tinggal di Indonesia sejak 40.000 tahun yang lalu, dan sekaligus membuktikan bahwa sekitar 40.000 tahun yang lalu Indonesia telah di didiami oleh manusia sejenis Homo Sapiens.



15



Gb. Ilustrasi kehidupan Homo Wajakensis Fosil yang ditemukan terdiri atas tengkorak, rahang bawah, dan beberapa ruasleher. Ciri-ciri Homo Wajakensis sebagai berikut : a) Muka datar dan lebar, b) Hidung lebar dan bagian mulutnya menonjol, c) Dahinya agak miring dan di atas mata terdapat busur kening yang nyata, d) Tenggorokannya sedang, agak lonjong, dan agak bersegi di tengah-tengah atap tengkoraknya dari muka ke belakang, e) Mukanya lebih Mongoloid karena sangat datar dan pipinya menonjol ke samping. f) Bagian mulutnya sedikit menonjol g) Rahangnya tergolong massif h) Memiliki gigi yang besar-besar i) Pada gigitan, gigi seri atas tepat mengenai gigi bawah j) Tubuhnya berdiri tegak dengan tinggi sekitar 173 cm (130-210 cm) k) Berat 30-150 kg l) Volume otak 1300 cc Dari ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan, manusia Wajak tubuhnya tinggi, isi tengkorak besar, dan sudah menjadi Homo Sapiens. Walaupun demikian, para ahli sulit menentukan ke dalam ras mana Homo Sapiens ini karena ia memiliki dua ciri yaitu ras Mongoloid dan Austromelanesoid. Mungkin Homo Sapiens ini tidak hidup bersamaan dengan ras-ras yang hidup sekarang.Mungkin pula dari ras Wajak itulah subras Melayu Indonesia berasal dan turut revolusi menjadi ras Austromelanesoid yang sekarang. 16



Homo Sapiens (ras Wajak) ini mungkin meliputi juga ras-ras yang hidup sekitar 25.0000 -40.000 tahun lampau di Asia Tenggara, seperti manusia Niah di Sarawak dan manusia Tabon di Pulau Palawan (Filipina). Penemuan fosil manusia Wajak menunjukkan bahwa sekitar 40.000 tahun silam Indonesia sudah didiami oleh Homo Sapiens. Oleh karena rasnya sulit dicocokkan dengan ras-ras pokok yang ada sekarang maka manusia Wajak itu dianggap sebagai ras tersendiri.Manusia Wajak tidak berevolusi dari Pithecanthropus, tetapi mungkin dari tahapan Homo Neanderthropus, yang fosilnya belum ditemukan di Indonesia. Mungkin pula dari Homo Neanderthalensis di tempat lain atau hasil evolusi



dari



Pithecanthropus



Soloensis.



Para



ahli



belum



dapat



menentukannya.Namun yang pasti, ras Wajak tidak hanya mendiami Indonesia bagian barat, tetapi juga sebagian Indonesia Timur yang fosil-fosilnya belum ditemukan.Homo Wajakensis diduga merupakan nenek moyang ras Australoid yang merupakan nenek moyang orang Australia. Homo



Wajakensis



merupakan



jenis



manusia



purba



dari



jaman



Mesolitikum.Selain fosil makanan, dan peralatan sehari-hari, juga ditemukan dua buah goa yang diduga menjadi tempat tinggal manusia purba di Dusun Mbolu, Desa Ngepo, Kecamatan Tanggung Gunung, Kabupaten Tulungagung.Dua buah goa yang dimaksud adalah Goa Tata dan Goa Bonjong.Goa Tata sendiri berbentuk lorong panjang yang tembus ke ruang terbuka.Sedangkan Goa Bonjong tak begitu dalam dan memiliki ujung.Keduanya saling berdekatan dan terdapat di lereng bukit yang terjal.



5.2 Peninggalan sejarah Manusia Purba Homo Wajakensis Di desa Wajak Kabupaten Tulungagung dijumpai fosil-fosil manusia.Fosil manusia itu berbentuk tulang rahang bawah dari penelitian Von Koeningswald dan Dr. E. Dubois makhluk itu tingkat kehidupannya lebih tinggi dari Pithekantropus Erectus.Fosil yang dijumpai di Ngandong di daerah Solo dinamakan Homo Soloensis.Sedangkan fosil yang ditemukan oleh Dr. E. Dubois di daerah Wajak Tulung Agung dinamakan Homo Wajakensis yang berarti manusia dari Wajak.



17



Di samping ditemukannya fosil-fosil manusia purba juga ditemukan peralatan yang terbuat dari bata dan tulang.Alat-alat tersebut dipergunakan untuk berburu dan keperluan alat rumah tangga. Dari peralatan yang dijumpai di Wajak dan Ngandong Homo Sapiens dan Homo Wajakensis bila hendak makan maka makannya dimasak terlebih dahulu dengan cara dibakar. Ini berarti manusia tersebut sudah mulai mengenal kesehatan.Sebelum dimakan makanan itu dibakar. Para arkeolog berhasil menemukan 157 fosil purba di tempat itu.Terdiri dari 41 fosil tulang, 24 fosil terumbu karang, dan 92 fosil gastropoda.Fosil terakhir adalah makanan manusia purba yang terdiri atas siput, cangkang kerang, keong, dan tiram. Lokasi tersebut hanya berjarak lima kilometer dari jejak Homo Wajakensis di Kecamatan Campurdarat. Benda prasejarah ini diduga berusia 20.000-40.000 tahun sebelum Masehi dan lebih tua dari manusia purba pertama Homo Wajakensis yang ditemukan di Dusun Cerme, Campurdarat, Tulungagung. Dari artefak-artefak atau peralatan yang dijumpai maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia Pithekantropus Erectus sudah mengenal alat-alat yang dipergunakan untuk membela diri dan berburu. Pithekantropus Erectus hidup antara 2,5 – 1,5 juta tahun yang lalu. Manusia Pithekantropus Erectus yang sejenis di luar negeri dijumpai di RRC (Cina) yaitu di gua Chaukontin Peking yang dinamakan Sinanthropus Pekinensis.Kehidupan mereka dari mengumpulkan makan terutama tumbuhn-tumbuhan. Dari penemuan fosil-fosil manusia purba beserta artefak-artefaknya di berbagai daerah di Indonesia, menunujukkan bahwa di Indonesia telah hidup berbagai jenis manusia purba.Ini merupakan suatu keberuntungan bagi bangsa Indonesia.Karena selain menjadi tempat penemuan manusia purba yang jarang dijumpai di dunia.Oleh karena itu dalam rangka melestarikan hasil budaya atau peninggalan prasejarah hendaknya melaporkan kepada lurah atau camat.



5.3 Sikap Masyarakat Sekitar terhadap Tugu Homo Wajakensis dan kegiatannya sehari-hari Banyak penduduk di desa sekitar Wajak, Kecamatan Boyolangu, tidak tahu tentang sejarah penemuan fosil purbakala itu.Demikian pula orang-orang yang mendiami kawasan Tulungagung selatan.Padahal seabad lalu, daerah mereka menjadi pusat perhatian dunia dalam pengembangan ilmu paleontologi [ ilmu tentang fosil ]. 18



Daerah berbatu gamping tersier itu pernah menjadi area perburuan ahli kepurbakalaan untuk mencari "missing link" [mata rantai yang hilang] asal-usul manusia. Tidak hanya masyarakat awam yang tidak mengenali lokasi bekas penemuan fosil Homo Wajakensis.Para guru sejarah dan pejabat yang membidangi cagar budaya pun tidak bisa menunjukkan tempat salah satu fosil manusia purba itu ditemukan.Uniknya, dalam manuskrip data Benda Cagar Budaya [BCB] yang disusun kantor Depdikbud Tulungagung ditulis, situs penemuan manusia purba terletak di Dukuh Nglempung, Desa Gamping, Kecamatan Campurdarat, sekitar delapan kilometer selatan Desa Wajak. Tempat penemuan fosil Homo Wajakensis itu dibuat monument pada tahun 1889, kemudian dibongkar pada 4 djuli 1965 dan dibangun kembali pada 17 Agustus 1965. Berbeda dengan Homo wajakensis yang hanya meninggalkan jejak berupa tugu, di lokasi bekas ditemukannya "Manusia Trinil" yang pernah menjadi perhatian dunia lebih seabad lalu itu hingga kini masih bisa disaksikan buktinya. Seabad silam, Dubois telah menancapkan prasasti di sebelah kanan Bengawan Solo bertuliskan "P.e.—175 M.ONO—1891/93" yang menandakan arah geografis dan jarak prasasti dari titik ditemukannya Phitecanthropus. Selain itu, dia juga meninggalkan foto-foto suasana Bengawan Solo, peta asli dan situs-situs ekskavasi fosil penemuannya tahun 1891-1893.Dan pada November 1991, seabad peringatan penemuan Phitecantropus, telah diresmikan Museum Trinil atas bantuan lembaga Dubois oleh Gubernur Jatim saat itu, Soelarso. Masyarakat sekitar tugu tidak ada yang mau merawat tugu tersebut, buktinya di beberapa bagian tugu terdapat lumut-lumut yang berwarna hitam, bagian bawah dan bagian tengah tugu retak dan bahkan ada yang ambrol.Selain itu di sekeliling tugu banyak ditumbuhi oleh tanaman-tanaman liar.Mereka malah memanfaatkan daerah sekitar tugu sebagai tempat untuk memelihara kambing dantempat pengolahan batu marmer.Itu menandakan bahwa, masyarakat dan pemerintah tidak peduli dengan peninggalan sejarah khususnya tempat ditemukannya fosil Homo Wajakensis. Tapi, sebenarnya Pemda Kabupaten Tulungagung melalui Dinas Pariwisata yang dibentuk April 1998 sudah mulai berpikir menjadikan tempat tersebut aset wisata budaya.Akan tetapi keterbatasan tenaga ahli sejarah, dana, dan tidak adanya 19



bukti dan buku pendukung menyebabkan rencana tersebut tinggal angan-angan belaka. ―Mengapa Dubois tidak meninggalkan bukti-bukti otentik berupa peta, foto, ataupun prasasti tempat ditemukannya Homo Wajakensis seperti yang dia lakukan untuk hal yang sama saat penemuan Pithecanthropus?‖ ―Apakah daerah Wajak yang memberinya temuan fosil Homo Wajakensis tidak begitu penting bagi kontribusi risetnya, sehingga Dubois lupa mencatat dalam buku hariannya?‖ Rencana menguak kembali tempat ditemukan Homo Wajakensis baru muncul pada Oktober 1998 setelah Dinas pariwisata setempat menerima berita rencana kedatangan turis Belanda yang disampaikan seorang pemandu wisata dari sebuah agen perjalanan wisata.Orang Belanda tersebut, lanjut dia, mengaku keturunan Dubois dan ingin napak tilas ke tempat-tempat tersebut.



20



BAB 6 PENUTUP



6.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada halaman - halaman sebelumnya, kita dapat menyimpulkanbahwa : 1. Homo Wajakensis adalah makhluk purba yang secara fisik dan kualitatif sudah maju dan sempurna dibandingkan manusia purba jenis Megahthropus maupun Pithecanthropus yang ditemukan di suatu daerah yang bernama Wajak, Tulungagung. 2. Fosil ini ditemukan oleh Van Rietschoten pada tahun 1889 dan diselidiki pertama kali oleh Dubois. Fosil yang ditemukan terdiri atas tengkorak, rahang bawah, dan beberapa ruasleher. 3. Ciri-ciri Homo Wajakensis sebagai berikut : a. Muka datar dan lebar. b. Hidung lebar dan bagian mulutnya menonjol. c. Dahinya agak miring dan di atas mata terdapat busur kening yang nyata. d. Tenggorokannya sedang, agak lonjong, dan agak bersegi di tengah-tengah atap tengkoraknya dari muka ke belakang. e. Mukanya lebih Mongoloid karena sangat datar dan pipinya menonjol ke samping.



21



6.2 Saran Berdasarkan penulisan makalah yang telah dilakukan, diperoleh saransaran di bawah ini: 1.



Kita sebagai seorang pelajar harus menjaga dan melestarikan situs sejarah di Indonesia.



2.



Sebagai warga Indonesia jangan pernah meremehkan situs sejarah yang ada di Indonesia, karena situs sejarah di Indonesia sangat banyak.



3.



Lebih tingkatkanlah kesadaran kita dalam mengolah situs sejarah Indonesia, khususnya situs sejarah Homo Wajakensis.



22



DAFTAR PUSTAKA 1.



Herimanto, dkk. 2009. Sejarah untuk kelas X SMA dan MA. Surakarta.



2.



Tim MGMP. IPS terpadu untuk kelas VII Semester 1 SMP/MTs. Madiun. Sentra Madiun



3.



Abdulsyani.2002.Sosiologi.Skematika,Teori dan Terapan.Jakarta:Pt Bumi Aksara



4.



Departemen Pendidikan Nasional.2006.Sejarah.Semarang: VIVA PAKARINDO



5.



Departemen Pendidikan Nasional.2007.IPS Terpadu.Semarang:Sekawan Klaten



6.



Juwanto,H.2002.Sejarah.Semarang:Sekawan Klaten



7.



Koentjaraningrat.1990.Pengantar Ilmu Antropologi.cetakan kedelapan Jakarta:PT RINEKA CIPTA



8.



Shadily,Hasan.1993.Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia.Jakarta:PT RINEKA CIPTA



9.



Soekanto,Soerjono.1982.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada



10. http://fathoniarief.blogspot.com/2008/01/mencari-jejak-manusia-wajak.html ( Tanggal Akses Sabtu, 17 Maret 2012 )



11. http://timontius-pangestu.blogspot.com/2010/04/homo-wajakensis.html ( Tanggal Akses Sabtu, 17 Maret 2012 )



12. http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://haristepanus.files.wordpress.com/201 0/08/kapakbatu.jpg&imgrefurl=http://haristepanus.wordpress.com/2010/08/10/kehid upan-pada-masa-praaksara-di indonesia/&usg=__6uzDZur5ccGUdY00XbobJZ4YAIw=&h=308&w=410&sz=17& hl=id&start=18&zoom=1&itbs=1&tbnid=zBcTg0mbLqK5rM:&tbnh=94&tbnw=125 &prev=/images%3Fq%3Dhomo%2Bwajakensis%26hl%3Did%26biw%3D1366%26 bih%3D518%26gbv%3D2%26tbs%3Disch:1&ei=2OFfTezkGYTqrAfuseW4AQ ( Tanggal Akses Kamis, 22 Maret 2012 ) http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://pakyok.files.wordpress.com/2008/01/sej101_ 05.gif&imgrefurl=http://history1978.wordpress.com/2009/09/&usg=__HlxodXLqjehMRtcJv G8e1nmm8rQ=&h=187&w=294&sz=24&hl=id&start=5&zoom=1&itbs=1&tbnid=eyOTM Myi8h7XrM:&tbnh=73&tbnw=115&prev=/images%3Fq%3Dhomo%2Bwajakensis%26hl% 3Did%26biw%3D1366%26bih%3D518%26gbv%3D2%26tbs%3Disch:1&ei=2OFfTezkGY TqrAfuseW4AQ. ( Tanggal Akses Kamis, 22 Maret 2012 )



23



LAMPIRAN



24