Kasus PT - Askrindo [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1.2 Kasus Investasi fiktif di ASKRINDO senilai Rp. 439 miliar Askrindo didirikan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Keuangan dan Bank Indonesia pada tahun 1971, sebagai bagian dari upaya menumbuh kembangkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Pada awalnya untuk melaksanakan upaya tersebut, Askrindo menjalankan usaha Asuransi Kredit Bank dan dalam perkembangan selanjutnya beroperasi di lini bisnis Asuransi Kredit Bank, Asuransi Kredit Perdagangan, reasuransi, Surety Bond, Customs Bond, dan juga asuranasi umum. Jenis jasa yang yang baru ini tidak hanya memperbesar akses pengusaha terhadap sumber perkreditan, tetapi juga mendukung arus perdagangan di dalam dan luar negeri Namun PT asuhan BUMN ini justru dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak mementingkan kehidupan rakyat kecil karena petingginya melakukkan tindakkan korupsi dan mempunyai hutang yang membuat perusahaan merugi.. Dalam kasus ini PT. Askrindo, terdapat dugaan korupsi antara manajemen PT Askrindo dengan perusahaan yang dijaminnya. Direksi dari PT Tranka Kabel yang merupakan salah satu perusahaan yang dijamin PT Askrindo, Umar Zen, divonis penjara 15 tahun dan denda Rp. 5 Miliar subside 2 tahun penjara. Direktur Keuangan dan Teknologi Informasi PT Askrindo Rene Setyawan divonis oleh Mahkamah Agung (MA) hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 5 Miliar subsider 2 tahun penjara. Selain itu Zulvan Lubis yang merupakan Kadiv Keuangan PT Askrindo juga divonis oleh MA dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1 Miliar subside 6 bulan kurungan serta pembayaran uang pengganti senilai Rp 796,38 juta subsider enam bulan kurungan. Selain pada direksi PT Askrindo dan juga perusahaan yang dijamin oleh Askrindo seperti PT Traka Kabel, efek dari kasus ini juga dirasakan oleh perusahaan manajer investasi (MI) yang berhubungan dengan investasi bermasalah PT Askrindo. Perusahaan MI tersebut antara lain adalah PT Harvestindo Asset Management, PT Jakarta Investment, PT Reliance Asset Management, PT Batavia Prosperindo Financial Services, dan PT Jakarta Securities yang sempat disidik oleh pihak kepolisian. Dari seluruh perusahaan MI tersebut, PT Reliance Asset Management dan PT Jakarta Investment dicabut izin usahanya oleh Bapepam-LK. Bapepam-LK juga mencabut izin dari beberapa wakil MI dan direktur perusahaan MI tersebut. BAB II



LANDASAN TEORI 2.1 Rincian Tugas dan Tanggung jawab Dewan Komisaris yang perlu dilaksanakan Dewan Komisaris merupakan salah satu Organ Perusahaan yang berfungsi untuk melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai Anggaran Dasar serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kepengurusan Perusahaan. Dewan Komisaris juga memiliki tugas untuk melakukan pemantauan terhadap efektivitas praktek GCG yang diterapkan Perusahaan. Dan apabila dinilai perlu, dapat dilakukan penyesuaian sesuai dengan kebutuhan Perusahaan Prinsip GCG dari OECD yang berkaitan dengan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi perusahaan menyatakan bahwa kerangka kerja tata kelola perusahaan harus memastikan pedoman strategis perusahaan, monitoring yang efektif terhadap manajemen oleh dewan, serta akuntabilitas dewan terhadap perusahaan dan pemegang saham. Berkaitan dengan adanya dua macam struktur pengawasan dan pengelolaan perusahaan di antara anggota OECD, yaitu two tier boards dan unitary board, prinsip ini secara umum dapat diterapkan baik pada perusahaan yang memisahkan fungsi dewan komisaris sebagai pengawas (non-executive director) dan dewan direksi sebagai pengurus perusahaan (executive director), maupun pada perusahaan yang menyatukan antara pengawas dan pengurus perusahaan dalam satu dewan. Menurut prinsip ini, tanggung jawab dewan yang utama adalah memonitor kinerja manajerial dan mencapai tingkat imbal balik (return) yang memadai bagi pemegang saham. Di lain pihak, dewan juga harus mencegah timbulnya benturan kepentingan dan menyeimbangkan berbagai kepentingan di perusahaan. Agar dewan dapat menjalankan tanggung jawab tersebut secara efektif, maka dewan perlu dapat melakukan penilaian yang obyektif dan independen. Selain itu, tanggung jawab lain yang tidak kalah penting yaitu memastikan bahwa perusahaan selalu mematuhi ketentuan peraturan hukum yang berlaku, terutama di bidang perpajakan, persaingan usaha, perburuhan, dan lingkungan hidup. Dewan perlu memiliki akuntabilitas terhadap perusahaan dan pemegang saham serta bertindak yang terbaik untuk kepentingan mereka. Dewan juga diharapkan bertindak secara adil kepada pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya, seperti kepada karyawan, kreditur, pelanggan, pemasok dan masyarakat sekitar perusahaan. Secara lebih rinci, prinsip tanggung jawab dewan ini dapat diuraikan menjadi enam sub prinsip, sebagai berikut:



A. Anggota dewan harus bertindak berdasarkan informasi yang jelas, dengan itikad yang baik, berdasarkan due diligence dan kehati-hatian, serta demi kepentingan perusahaan dan pemegang saham. Sub prinsip ini menyatakan dua elemen penting dari tanggung jawab pengelolaan (fiduciary duty) dewan, yaitu kewajiban kehati-hatian (duty of care) dan kewajiban kesetiaan (duty of loyalty). Dalam kewajiban kehati-hatian, dewan diharapkan bertindak berdasarkan informasi yang cukup, dengan itikad baik dengan seksama (due diligent) dan hati-hati. Di banyak Negara, telah terdapat suatu standar yang menjadi referensi mengenai perilaku dewan yang bagaimana yang dapat dianggap merupalan tindakan yang prudent dalam suatu keadaan tertentu. Kewajiban kesetiaan merupakan hal yang paling penting karena sangat berpengaruh terhadap efektifitas penerapan prinsip-prinsip GCG yang lain. Sebagai contoh: pelayanan yang sama kepada semua pemegang saham, pengawasan terhadap transaksi kepada pihak terafiliasi, dan penyusunan kebijakan remunerasi bagi dewan dan manajemen perusahaan. B. Apabila keputusan dewan dapat mempengaruhi suatu kelompok pemegang saham secara berbeda dengan kelompok pemegang saham lain, maka dewan harus memperlakukan seluruh pemegang saham secara adil. Dewan tidak dapat dipandang sebagai suatu organ yang bertindak sendiri-sendiri mewakili kunstituen mereka masing-masing. Meskipun terdapat anggota dewan yang dinominasikan oleh pemegang saham tertentu, akan tetapi dalam melaksanakan tugasnya, anggota dewan harus memperlakukan setiap pemegang saham dengan seimbang. C. Dewan harus menerapkan standar etika yang tinggi dan memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingan. Standar etika yang tinggi merupakan kepentingan jangka panjang perusahaan agar memperoleh kredibilitas dan kepercayaan tidak hanya dalam kegiatan sehari-hari tapi juga terhadap komitmen-komitnmen jangka panjang yang dibuat perusahaan. Banyak perusahaan menyusun suatu kode etik (code of conducts) berdasarkan suatu standar profesional agar tujuan ini dapat dilaksanakan dengan jelas dan operasional. D. Fungsi-fungsi utama yang harus dimiliki oleh suatu dewan adalah sebagai berikut: 1) Meninjau dan mengarahkan strategi perusahaan, rencana utama, kebijakan mengenai resiko, anggaran tahunan, dan rencana usaha, menetapkan sasaran kinerja, memonitor penerapan dan kinerja perusahaan serta memantau belanja modal yang besar, akuisisi dan divestasi.



2) Memantau efektifitas praktik tata kelola perusahaan serta membuat perubahanperubahan yang diperlukan. 3) Menyeleksi, memberikan kompensasi, memonitor serta bila perlu mengganti pejabat eksekutif serta mengawasi perencanaan penggantian pejabat. 4) Menyesuaikan remunerasi eksekutif kunci dan dewan dengan kepentingan jangka panjang dari perusahaan dan pemegang saham. 5) Memastikan proses nominasi dan pemilihan dewan secara transparan dan formal. 6) Memonitor dan mengelola potensi benturan kepentingan dari manajemen, anggota Dewan serta pemegang saham, termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan penyelewengan dalam transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa. 7) Memastikan integritas sistem pelaporan akuntasi dan keuangan perusahaan, termasuk audit independen, serta memastikan bahwa sistem pengendalian yang tepat telah diterapkan, khususnya mengenai sistem manajemen resiko, pengendalian keuangan dan operasional, serta kesesuaian dengan peraturan perundangan serta standard-standard yang berlaku. 8) Mengawasi proses keterbukaan dan komunikasi. E. Dewan harus dapat melaksanakan penilaian yang obyektif dan independen dalam melakukan pengurusan perusahaan. Prinsip ini diperlukan agar dewan dapat melaksanakan tugasnya dalam memonitor kinerja manajerial, mencegah benturan kepentingan dan menyeimbangkan kepentingankepentingan dalam perusahaan. Dalam mewujudkan prinsip tersebut, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: 1) Dewan komisaris harus mempertimbangkan untuk menugaskan anggota dewan komisaris dalam jumlah yang cukup yang mampu melakukan penilaian yang independen untuk tugas-tugas dimana terdapat potensi benturan kepentingan. Contoh dari tanggungjawab utama tersebut adalah memastikan integritas laporan keuangan dan non keuangan, penelaahan transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa, nominasi anggota dewan dan eksekutif kunci, serta dewan remunerasi. 2) Apabila komite-komite di bawah dewan komisaris telah terbentuk, mandat, komposisi dan prosedur kerja mereka harus ditentukan dengan baik dan diungkapkan oleh Dewan. 3) Anggota dewan harus dapat mengikatkan diri mereka secara efektif kepada tanggung jawab mereka. F. Dalam rangka memenuhi tanggung jawabnya, anggota dewan komisaris harus memiliki akses terhadap infomasi yang akurat, relevan dan tepat waktu.



Informasi yang diperoleh secara akurat, relevan dan tepat waktu dibutuhkan dalam mendukung tugas pembuatan keputusan-keputusan bagi perusahaan. Anggota dewan komisaris pada umumnya tidak memiliki akses yang sama sebagaimana yang dimiliki manajemen perusahaan terhadap informasi mengenai kondisi perusahaan. Untuk itu, peran dewan pengawas ini dapat ditingkatkan dengan menyediakan akses kepada manajer kunci tertentu seperti sekretaris perusahaan dan internal auditor ataupun mempekerjakan penasehat independen dari luar perusahaan. 1.2 Peran Dewan Komisaris dan direksi dalam menegakkan standar etika Peran dewan komisaris dan direksi dalam menegakan standar Etika menurut ASEAN CG Socercard Part E, adalah sebagai berikut: OECD Prinsip VI (C) Dewan harus menerapkan standar etika yang tinggi. Hal ini harus mempertimbangkan kepentingan stakeholder. Dewan memiliki peran penting dalam pengaturan nada etis dari perusahaan, tidak hanya dengan tindakan sendiri, tetapi juga dalam penunjukan dan mengawasi eksekutif kunci dan akibatnya manajemen pada umumnya. Standar etika yang tinggi dalam kepentingan jangka panjang perusahaan sebagai sarana untuk membuatnya kredibel dan dapat dipercaya, tidak hanya dalam operasi sehari- hari, tetapi juga berkaitan dengan komitmen jangka panjang. Untuk membuat tujuan dewan yang jelas dan operasional, banyak perusahaan telah menemukan itu berguna untuk mengembangkan kode perusahaan berdasarkan, antara lain: standar profesi dan kode terkadang lebih luas dari perilaku perilaku. Yang terakhir ini mungkin termasuk komitmen sukarela oleh perusahaan (termasuk anak perusahaan) untuk mematuhi Pedoman OECD untuk Perusahaan Multinasional yang mencerminkan semua empat prinsip yang terkandung dalam Deklarasi ILO tentang Hak Buruh Fundamental. Kode seluruh perusahaan berfungsi sebagai standar perilaku baik oleh dewan dan eksekutif kunci, menetapkan kerangka kerja untuk pelaksanaan penilaian dalam berurusan dengan berbagai dan sering bertentangan konstituen. Minimal, kode etik harus menetapkan batas yang jelas pada mengejar kepentingan pribadi, termasuk transaksi pada saham perusahaan. Suatu kerangka menyeluruh untuk perilaku etis melampaui kepatuhan hukum, yang harus selalu menjadi kebutuhan mendasar. 1.3 Proses Nominasi anggota dewan komisaris dan direksi Proses nominasi dewan Komisaris dan Direksi, Menurut KNKG : a) Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses yang transparan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, badan usaha milik



negara dan atau daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, proses penilaian calon anggota Dewan Komisaris dilakukan sebelum dilaksanakan RUPS melalui Komite Nominasi dan Remunerasi. Pemilihan Komisaris Independen harus memperhatikan pendapat pemegang saham minoritas yang dapat disalurkan melalui Komite Nominasi dan Remunerasi. b) Pemberhentian anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS berdasarkan alasan yang wajar dan setelah kepada anggota Dewan Komisaris diberi kesempatan untuk membela diri. Rezaee, Zabihollah (2009) dalam Corporate Governance and Ethics, Proses nominasi dewan komisaris dan direksi adalah sebagai berikut: Proses pemilihan atau nominasi direksi juga dapat mempengaruhi efektivitas dewan dalam arti bahwa proses pemilihan memungkinkan pemegang saham untuk mengganti direksi yang tidak memuaskan. Secara tradisional, perusahaan publik telah menggunakan sistem suara pluralitas untuk memilih direktur perusahaan. Di bawah sistem pluralitas suara, direksi dapat dipilih oleh suara saham tunggal. Telah dikemukakan bahwa sistem pluralitas suara memberikan terlalu banyak kekuasaan kepada direktur eksekutif dan manajemen untuk mempengaruhi pemilihan direksi luar. sebaliknya, sistem suara terbanyak memberdayakan para pemegang saham untuk memilih direksi luar yang paling berkualitas. Meskipun masalah ini bukan fenomena baru, kesalahan perusahaan baru-baru ini dan skandal keuangan yang terkait telah memberi kontribusi penting dan momentum yang muncul. Baru-baru ini, dewan California Public Employees Retirement System (CalPERS) mengadopsi rencana tiga cabang untuk mengadvokasi persyaratan suara mayoritas. Menurut CalPERS dewan presiden, Rob Feckner. "Mayoritas suara akan memberikan pemegang saham kekuatan untuk menahan direktur atas tindakan pertanggung jawaban dan kinerja mereka, dan memilih orang terbaik untuk pekerjaan itu." CalPERS rencana suara mayoritas merekomendasikan (l) menerapkan kebijakan suara mayoritas dan prosedur di perusahaan-perusahaan publik melalui perusahaan peraturan dan piagam amandemen, (2) membuat perubahan undangundang negaradalam menerapkan suara terbanyak jika memungkinkan, (3) menerapkan kebijakan suara mayoritas di SEC dan bursa saham nasional, dan (4) CalPERS mengubah Prinsip Dasar tata kelola korporat dan Pedoman untuk mempromosikan suara terbanyak untuk direktur. 1.4 Ukuran, Komposisi dan Kompetensi dewan komisaris



Ukuaran Dewan Komisaris menurut Rezaee, Zabihollah (2009) dalam Corporate Governance and Ethics : Hasil penelitian akademis mengenai ukuran dan efektivitas dewan tidak dapat disimpulkan, dan arah yang tidak jelas. Di satu sisi. ukuran dewan kecil dianggap efisien karena proses musyawarah menjadi tidak memakan waktu disbanding dengan ukuran dewan yang lebih besar. Di sisi lain. dewan besar bisa lebih efektif dalam memantau tindakan manajerial terutama karena dengan meningkatkan jumlah direksi yang terlibat dengan pemantauan, kesempatan untuk kesalahan menurun dan kolusi menjadi lebih sulit. Ukuran dewan 9-15 direksi dianggap memadai disesuaikan dengan jumlah komite dewan berdiri (audit, kompensasi, nominasi, pemerintahan), ukuran perusahaan, dan tingkat operasinya. Komposisi Anggota Dewan Komisaris menurut KNKG a) Jumlah anggota Dewan Komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan. b) Dewan Komisaris dapat terdiri dari Komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi yang dikenal sebagai Komisaris Independen dan Komisaris yang terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota Direksi dan Dewan Komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Mantan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang terafiliasi serta karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori terafiliasi. c) Jumlah Komisaris Independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Salah satu dari Komisaris Independen harus mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan. Kemampuan dan Integritas Anggota Dewan Komisaris menurut KNKG a) Anggota Dewan Komisaris harus memenuhi syarat kemampuan dan integritas sehingga pelaksanaan fungsi pengawasan dan pemberian nasihat untuk kepentingan perusahaan dapat dilaksanakan dengan baik. b) Anggota Dewan Komisaris dilarang memanfaatkan perusahaan untuk kepentingan pribadi, keluarga, kelompok usahanya dan atau pihak lain. c) Anggota Dewan Komisaris harus memahami dan mematuhi anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugasnya. Anggota Dewan Komisaris harus memahami dan melaksanakan Pedoman GCG 1.5 Asurans terhadap independensi komisaris independen



Asurans terhadap independensi dewan menurut Rezaee, Zabihollah (2009) dalam Corporate Governance and Ethics, adalah sebagai berikut : Independensi dewan dalam perusahaan sangat penting untuk berfungsinya dan tujuan dewan. Beberapa definisi dewan independen diberikan dalam literatur dan dengan sumber otoritatif. Pengertian paling komprehensif diberikan oleh CII sebagai berikut : Sebuah dewan independen adalah seseorang yang tidak hanya profesional, bukan anggota keluarga, atau tidak memiliki koneksi keuangan untuk korporasi, ketua, CEO atau pejabat executieve lain nya. Definisi dewan independen hanya menyatakan bahwa untuk menjadi independen, dewan tidak boleh memiliki hubungan lain dengan perusahaan selainnya direktur. Jika hal itu terjadi maka dapat membahayakan objektivitas dewan dan loyalitas kepada para pemegang saham perusahaan. Kualitas dan kuantitas dewan independen di dalam perusahaan dapat memainkan peran penting dalam memastikan efektivitas dewan dalam mewakili dan melindungi pemegang saham. 1.6 Proses pelaksanaan tugas dewan komisaris dan direksi



1. a) b) c) d) 2. a) b)



c) d)



Menurut OECD proses pelaksanaan tugas dewan komisaris dan dewan direksi adalah: Tanggung jawab bersama Dewan Komisaris dan Direksi dalam menjaga kelangsungan usaha perusahaan dalam jangka panjang tercermin pada: Terlaksananya dengan baik kontrol internal dan manajemen risiko; Tercapainya imbal hasil (return) yang optimal bagi pemegang saham; Terlindunginya kepentingan pemangku kepentingan secara wajar; Terlaksananya suksesi kepemimpinan yang wajar demi kesinambungan manajemen di semua lini organisasi. Sesuai dengan visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan, Dewan Komisaris dan Direksi perlu bersama-sama menyepakati hal-hal tersebut di bawah ini: Rencana jangka panjang, strategi, maupun rencana kerja dan anggaran tahunan; Kebijakan dalam memastikan pemenuhan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan serta dalam menghindari segala bentuk benturan kepentingan; Kebijakan dan metode penilaian perusahaan, unit dalam perusahaan dan personalianya; Struktur organisasi sampai satu tingkat di bawah Direksi yang dapat mendukung tercapainya visi, misi dan nilai-nilai perusahaan. Menurut Rezaee, Zabihollah (2009) dalam Corporate Governance and Ethics, proses pelaksanaan tugas dewan komisaris dan direksi adalah sebagai berikut:



1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)



Kewajiban fidusia berarti bahwa, sebagai wali pemegang saham, direksi harus dapat dipercaya, bertindak dalam kepentingan terbaik pemegang saham, dan investor pada gilirannya memiliki keyakinan dalam tindakan direksi. Direksi harus menyadari tugas utama mereka adalah untuk menjadi penjaga gerbang perusahaan dengan melindungi investor dan bekerja menuju pencapaian nilai pemegang saham penciptaan dan perlindungan kepentingan para pemangku kepentingan. Literatur tata kelola perusahaan menyajikan tugas fidusia dewan direksi sebagai berikut: A. Tugas perawatan Tugas perawatan karena menentukan cara di mana direksi harus melaksanakan tanggung jawab mereka. Berkaitan dengan kedua direksi pengambilan keputusan otoritas baik keputusan bisnis rutin atau keputusan strategis dan tanggung jawab pengawasan mereka memantau fungsi manajerial, pengawasan internal, pelaporan keuangan, dan kegiatan audit. Untuk secara efektif memenuhi tugas perawatan karena , direktur harus: bertindak demi kepentingan terbaik dari perusahaan dan pemegang saham. bertindak dengan itikad baik dengan cara yang dipercaya dan dianggap dalam kepentingan terbaik pemegang saham perusahaan. latihan bahwa perawatan yang diharapkan dari "orang yang masuk akal" di bawah keadaan yang sama. diberitahu tentang urusan bisnis perusahaan. latihan fungsi pengawasan waspada. menjamin informasi yang dapat dipercaya proses pelaporan. memantau pemenuhan dengan hukum yang berlaku, peraturan, dan regulasi . Kegagalan untuk menegakan ketentuan tersebut dapat merupakan pelanggaran kewajiban fidusia perawatan diharapkan direksi. B. Tugas loyalitas Tugas loyalitas membutuhkan untuk pengendalian diri dalam mengejar kepentingan mereka sendiri atas kepentingan perusahaan. Tugas loyalitas melarang direksi melakukan transaksi diri berurusan tidak adil yang dapat menyebabkan konflik kepentingan, bersaing dengan perusahaan, atau menggunakan aset perusahaan atau informasi rahasia untuk keuntungan pribadi. Memang, pelanggaran loyalitas dapat terjadi bahkan tanpa adanya konflik kepentingan jika direksi sadar mengabaikan tugas mereka kepada perusahaan dan pemilik saham tersebut. C. Tugas itikad baik



1) 2) 3) 4)



Tugas itikad baik merupakan elemen penting dari kewajiban fidusia direktur, dan setiap yang tidak bertanggung jawab, sembrono, tidak rasional, dan jujur perilaku atau tindakan oleh direksi melanggar kewajiban fidusia ini. Tugas ini tidak didefinisikan dengan baik dalam hukum dan sastra karena patung negara alamat hanya dua tugas perawatan dan loyalitas. Selain itu, mengabaikan disengaja (kelalaian) dan kurangnya penerapan due diligence untuk tugas perawatan dan kesetiaan dan sadar melanggar hukum yang berlaku , peraturan , dan ketentuan tersebut menunjukkan itikad buruk. D. Tugas untuk mempromosikan sukses Direksi harus bertindak dengan itikad baik dan mempromosikan keberhasilan perusahaan untuk kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Tanggung jawab direktur termasuk menyetujui pembentukan tujuan strategis, tujuan, dan kebijakan yang mempromosikan abadi nilai pemegang saham dan peningkatan serta perlindungan nilai stakeholder lainnya. Penciptaan nilai pemegang saham dapat dicapai ketika perusahaan terlibat dalam keputusan strategis, kegiatan, dan kinerja yang berkelanjutan yang menghasilkan pendapatan dan memaksimalkan kekayaan pemegang saham. E. Kewajiban untuk melakukan uji, penilaian independen, dan keterampilan Tanggung jawab pengambilan keputusan akhir berada di tangan dewan perusahaan dari direksi. Jadi direksi harus melakukan due diligence, keterampilan, dan penilaian independen dalam membuat keputusan strategis. Direksi harus memiliki pengetahuan tentang bisnis perusahaan dan urusan, terus memperbarui pemahaman mereka tentang kegiatan perusahaan dan kinerja, dan menggunakan ketekunan yang wajar dan penilaian independen dalam membuat keputusan. F. Tugas untuk menghindari konflik kepentingan Direksi harus menghindari situasi yang dapat menyebabkan potensi konflik kepentingan yang akan membahayakan kepercayaan investor dalam fungsi pengawasan mereka atau mpair kemandirian mereka dalam membuat keputusan strategis. Potensi konflik kepentingan dapat terjadi ketika seorang direktur Menerima hadiah materi manfaat dari pihak ketiga yang melakukan bisnis dengan perusahaan Secara langsung atau tidak langsung masuk ke dalam transaksi atau pengaturan dengan perusahaan Memperoleh pinjaman besar dari perusahaan Terlibat dalam opsi saham dihitung sejak G. Tugas fidusia dan aturan keputusan bisnis



1) 2) 3) 4) 5) 6)



Direksi secara efektif memenuhi kewajiban fidusia, beroperasi di bawah doktrin hukum yang disebut "bisnis penghakiman aturan". Di bawah hukum negara, direksi bertanggung jawab atas tugas fidusia, dan standart penghakiman aturan bisnis biasa dilakukan dalam bisnis, direksi yang membuat keputusan dengan itikad baik. Berdasarkan penalaran rasional dan cara yang tepat, dapat dilindungi dari kewajiban kepada pemegang saham perusahaan dengan alasan bahwa mereka telah tepat memenuhi kewajiban fidusia mereka. Untuk lebih efektif melaksanakan tugas fidusia mereka, dewan direksi harus: Mengkaji dan menyetujui strategi bisnis perusahaan secara keseluruhan Menunjuk kompensasi dan bila perlu , mengabaikan eksekutif senior perusahaan Menunjuk, kompensasi dan mengawasi pekerjaan auditor independen perusahaan dan memecat mereka ketika dianggap dibenarkan. Mengawasi laporan keuangan perusahaan. Mengawasi kinerja perusahaan yang berkelanjutan dan abadi dalam menciptakan dan meningkatkan nilai pemegang saham sekaligus melindungi kepentingan stakeholders. Mengevaluasi kinerja dewan direktur perusahaan , komite dewan , dan anggota individu komite.



1.7 Akuntabilitas dewan komisaris dan direksi :Penilaian kinerja terhadap dewan dan anggotanya Menurut Rezaee, Zabihollah (2009) dalam Corporate Governance and Ethics, Akuntabilitas dewan komisaris dan direksi dalam penilaian kinerja terhadap dewan dan anggotanya adalah sebagai berikut: Akuntabilitas dewan komisaris dan direksi dapat diklasifikasikan ke dalam akuntabilitas kepada pemegang saham, akuntabilitas untuk efektivitas operasi, dan akuntabilitas untuk keterlibatannya dalam pengambilan keputusan strategis perusahaan untuk memastikan kinerja yang berkelanjutan. 1. Akuntabilitas kepada Pemegang Saham. Dewan direktur perusahaan bertanggung jawab kepada pemegang saham untuk melindungi hak-hak dan kepentingan mereka. Untuk secara efektif melaksanakan akuntabilitas kepada pemegang saham, dewan harus (a) mempertimbangkan untuk mengadopsi usulan pemegang saham yang menerima mayoritas suara untuk atau melawan; (b) mengambil tindakan pada rekomendasi yang disetujui oleh mayoritas pemegang saham; (c) berinteraksi dengan pemegang saham besar, menanggapi komunikasi dari pemegang saham, dan mempertimbangkan pandangan mereka, masukan, dan wawasan tentang tata kelola dan pengawasan yang



penting; dan (d) menghadiri pertemuan pemegang saham tahunan dan bersedia untuk menjawab pertanyaan pemegang saham. 2. Akuntabilitas Operasi Dewan. Dewan direktur perusahaan harus bertanggung jawab untuk operasi : (a) memastikan direksi bekerja menuju pencapaian misi perusahaan dan tujuan strategis (b) melakukan evaluasi secara berkala dewan direksi dan individu, termasuk penilaian keterampilan teknis dewan, keahlian keuangan, pengalaman, dan kualifikasi lainnya; (c) memerlukan pengembangan profesional dan pendidikan bagi direksi; dan (d) menetapkan standar yang tinggi untuk menghadiri pertemuan komite dewan akhir. 3. Akuntabilitas Keputusan Strategis dan Kinerja. Dewan direksi perusahaan harus mengawasi kesesuaian dan kesehatan rencana strategis manajerial, keputusan, tindakan, dan kinerja untuk memastikan kinerja yang berkelanjutan dalam kegiatan MBL ekonomi, pemerintahan, etika, sosial, dan langkah-langkah lingkungan. Dewan harus memperoleh informasi yang diperlukan tentang operasi perusahaan dan proses pelaporan keuangan, dan menjaga keakraban dengan urusan bisnis perusahaan dan persyaratan pelaporan. 1.8 Sistem remunerasi anggota dewan komisaris dan direksi Menurut Rezaee, Zabihollah (2009) dalam Corporate Governance and Ethics, system remunerasi anggota dewan komisaris dan direksi adalah sebagai berikut: Remunerasi direksi baru-baru ini mendapat perhatian besar sebagai perusahaan dilengkapi remunerasi tunai untuk direksi mereka sebagai direktur luar juga telah mendapatkan manfaat dari opsi saham dihitung sejak. Tidak ada cara ajaib untuk menentukan bagaimana untuk membayar direksi dan berapa banyak untuk membayar mereka. Namun, persepsi umum dan praktik terbaik menunjukkan bahwa setiap peningkatan kepemilikan saham mengurangi pembayaran tunai, dan perubahan kompensasi harus selaras dengan kepentingan jangka panjang pemegang saham ditentukan oleh dewan, disetujui oleh pemegang saham, dan sepenuhnya diungkapkan dalam pelaporan publik. Secara tradisional, remunerasi direktur terdiri dari pengikut untuk keanggotaan dewan dan biaya untuk menjadi anggota komite dan menghadiri rapat direksi dan komite. Dalam meningkatnya jumlah waktu, komitmen, dan tanggung jawab yang diperlukan direksi untuk memenuhi tugas fidusia mereka dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan pengaruh positif pada kompensasi mereka. Pedoman ini menyarankan (1) Remunerasi Direktur terdiri dari kombinasi dari kedua tunai dan saham, (2) Semua direksi harus memiliki saham di perusahaan, (3) Direktur seharusnya membayar sesuai harga pasar. (4) Semua remunerasi yang tidak biasa harus ditinjau



dan disetujui oleh direksi independen dan diungkapkan dalam laporan proxy, (5) pensiun dan tunjangan pasca kerja tidak boleh diberikan kepada direksi luar, dan (6) pemegang saham harus menyetujui kompensasi direktur. Eksekutif dan direksi harus diberi kesempatan atau bahkan diminta untuk memiliki saham yang wajar dari saham biasa perusahaan. Komite Kompensasi harus menentukan jumlah dan persentase kepemilikan saham eksekutif yang akan memotivasi mereka untuk menyelaraskan kepentingan mereka dengan para pemegang saham. Penelitian akademik, menemukan hubungan antara tingkat direksi, kepemilikan eksekutif, dan kinerja perusahaan karena itu menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditingkatkan dengan kepemilikan asalkan disimpan di bawah 50 persen. Rencana kepemilikan sasaran menjadi sarana untuk memberikan insentif untuk kinerja yang unggul dengan mendorong direksi dan pejabat untuk menahan tingkat minimum tertentu ekuitas (misalnya, 10 persen) dibandingkan dengan gaji pokok mereka (misalnya, empat kali gaji pokok). Penelitian akademik juga menunjukkan bahwa (1) kinerja perusahaan yang buruk dikaitkan dengan rendahnya tingkat kepemilikan manajerial, dan (2) peningkatan yang signifikan dalam hasil kepemilikan eksekutif peningkatan kinerja operasi dan pasar saham masa depan perusahaan. Dengan demikian, perusahaan harus mempertimbangkan mengadopsi rencana kepemilikan sasaran sesuai dengan atribut tata kelola perusahaan dan struktur modal. Hal ini dirasakan bahwa opsi saham dapat menyebabkan direksi untuk anehnya menggunakan insentif jangka pendek untuk artifisial meningkatkan harga saham perusahaan 1.9 Peran dan tanggung jawab sekretaris perusahaan Menurut Rezaee, Zabihollah (2009) dalam Corporate Governance and Ethics, peran dan tanggung jawab sekertaris perusahaan adalah: Sekretaris Perusahaan dapat mengambil penundaan dari pertemuan dewan dan dengan saran dari penasehat hukum perusahaan. Utnuk menyiapkan laporan dan memasukkannya dalam catatan perusahaan untuk tanggung jawab kepada direktur. Jika perusahaan dengan undang-undang memerlukan persetujuan jeda/waktu sebelum mereka resmi. Penundaan harus disetujui pada pertemuan dewan berikutnya. 1.10Fungsi pengawasan Fungsi Pengawasan dewan menurut KNKG adalah sebagai berikut: a) Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Dalam hal Dewan Komisaris mengambil keputusan mengenai hal-hal yang ditetapkan dalam anggaran dasar atau peraturan perundangundangan, pengambilan keputusan tersebut dilakukan dalam fungsinya sebagai pengawas, sehingga keputusan kegiatan operasional



tetap menjadi tanggung jawab Direksi. Kewenangan yang ada pada Dewan Komisaris tetap dilakukan dalam fungsinya sebagai pengawas dan penasihat. Dalam hal diperlukan untuk kepentingan perusahaan, Dewan Komisaris dapat mengenakan sanksi kepada anggota Direksi dalam bentuk pemberhentian sementara, dengan ketentuan harus segera ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan RUPS. c) Dalam hal terjadi kekosongan dalam Direksi atau dalam keadaan tertentu sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar, untuk sementara Dewan Komisaris dapat melaksanakan fungsi Direksi. d) Dalam rangka melaksanakan fungsinya, anggota Dewan Komisaris baik secara bersamasama dan atau sendiri-sendiri berhak mempunyai akses dan memperoleh informasi tentang perusahaan secara tepat waktu dan lengkap. e) Dewan Komisaris harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja (charter) sehingga pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif serta dapat digunakan sebagai salah satu alat penilaian kinerja mereka. f) Dewan Komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh Direksi, dalam rangka memperoleh pembebasan dan pelunasan tanggung jawab (acquit et decharge) dari RUPS. g) Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Komisaris dapat membentuk komite. Usulan dari komite disampaikan kepada Dewan Komisaris untuk memperoleh keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, sekurang-kurangnya harus membentuk Komite Audit, sedangkan komite lain dibentuk sesuai dengan kebutuhan.



1.11Peran Akuntan professional dalam memfasilitasi tanggung jawab dewan Menurut Rezaee, Zabihollah (2009) dalam Corporate Governance and Ethics Peran akuntan profesional dalam memfasilitasi tanggung jawab dewan : Akuntan profesional dalam Komite Audit bertujuan untuk melaksanakan dan mendukung fungsi pengawasan dewan, khususnya di bidang yang terkait dengan pengendalian internal, manajemen risiko, laporan keuangan, dan kegiatan audit . Peran akuntan profesional dalam memfasilitasi tanggung jawab dewan menurut KNKG adalah sebagai berikut :



Peran akuntan profesional dalam Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen; BAB III PEMBAHASAN KASUS 3.1. Kasus Investasi fiktif di ASKRINDO senilai Rp. 439 miliar PT Asuransi Kredit Indonesia atau PT Askrindo (Persero) didirikan oleh pemerintah Orde Baru tepatnya tanggal 11 Januari 1971 lewat Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1971, merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang pada awalnya dibentuk untuk menjamin kredit yang diberikan kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang memiliki kesulitan terhadap akses keuangan karena tidak memiliki agunan. PT. Askrindo berdiri dengan modal awal sebesar 5 miliar. Saat pertama berdiri Askrindo beralamat di Jalan Roa Malaka No. 5 Jakarta Pusat menempati gudang milik Bank Indonesia. Tahun 1978 Askrindo menempati gedung Jalan Cikini raya 99-101 Jakarta Pusat. Namun dengan seiringnya waktu PT Askrindo kini tidak hanya beroperasi di bidang penjaminan kredit tetapi juga merambah bidang usahanya sehingga sampai saat ini telah beroperasi di lini bisnis Asuransi Kredit Bank, Asuransi Kredit Perdagangan, reasuransi, Surety Bond, Customs Bond, dan juga asuranasi umum. Dalam menjalankan bisnisnya di bidang perasuransian dan penjaminan, PT Askrindo harus senantiasa melakukan inovasi dalam berinvestasi guna meningkatkan nilai aset perusahaan agar perusahaan dapat senantiasa menanggung claim yang ditagih oleh nasabahnya. Namun di pihak lain PT Askrindo juga harus bertanggung jawab kepada seluruh shareholder beserta stakeholder nya agar tidak ada pihak yang dirugikan atas tindakan manajemen dan direksi. Dalam hal ini sikap kehati-hatian dan niat baik dari seluruh direksi merupakan suatu hal yang mutlak untuk dimiliki. Dewan komisaris selaku perwakilan pemegang saham juga berperan sangat penting dalam mengawasi direksi dan bertanggung jawab atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik. Sebagai perusahaan asuransi, terdapat beberapa invetasi yang tidak dikategorikan sebagai investasi untuk perusahaan asuransi seperti kontrak pengelolaan dana (KPD) dan repurchase agreement (repo). Perusahaan asuransi bahkan dilarang melakukan transaksi repo. Pada tahun 2008, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga



a. b. c. d. e. f. g.



Keuangan (Bapepam-LK) menemukan adanya praktik KPD pada PT Askrindo saat Bapepam-LK memerintahkan kepada seluruh perusahaan asuransi untuk melaporkan keberadaan investasi melalui KPD. Bapepam dan LK kemudian memerintahkan PT Askrindo untuk menghentikan KPD tersebut dan mengeluarkan investasi KPD tersebut dari jenis investasi untuk perhitungan kesehatan keuangan perusahaan. Lalu tahun 2010 berdasarkan laporan keuangan tahun 2009 audited Bapepam-LK kembali menemukan transaksi investasi yang tidak sesuai dengan undang-undang, yaitu transaksi repo. Bapepam dan LK telah mengenakan sanksi peringatan kepada PT Askrindo dan memintanya untuk menghentikan transaksi repo. PT Askrindo telah melakukan investasi melalui KPD sejak tahun 2005 sedangkan Repo mulai dilakukan sejak tahun 2008. Dikutip dari portal berita online okezone, berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terhadap PT Askrindo, praktik investasi yang bermasalah tersebut berawal dari upaya PT Askrindo sejak tahun 2002 untuk mencegah pembayaran klaim penjaminan. Beberapa nasabah produk penjaminan diperkirakan tidak mampu memenuhi kewajibannya yang kemudian dapat mengakibatkan PT Askrindo harus membayar klaim. (5/8/2011) Bersumber dari detik.com, diketahui bahwa kasus ini bermula ketika PT Askrindo menjadi penjamin Letter of Credit (LC) senilai US$ 50,78 juta yang diterbitkan PT Bank Mandiri Tbk pada nasabah PT Askrindo, yaitu : PT Tranka Kabel (US$ 3,48 juta), PT Vitron (US$ 26,42 juta), Mentari Bahakti Jaya Utama (US$ 0,70 juta), CV Porintdo qq. Trio Sakti Mitra Utama (US$ 17,89 juta), Tri Kemindo Mandiri Pratama (US$ 0,50 juta), Trio Sakti Mitra Abadi (US$ 0,78 juta), dan PT Multimegah(US$ 1,01 juta). Ketika memasuki jatuh tempo, nasabah tersebut tak mampu membayar L/C pada Bank Mandiri, sehingga Bank Mandiri mencairkan rekening deposito yang digunakan sebagai jaminan pembiayaan nasabah Askrindo. Setelah mengetahui hal itu, PT Askrindo kemudian melakukan tindakan penyelamatan, pre-claim treatment, dengan membeli Promissory Notes (PN) dan Medium Term Notes (MTN) milik PT Tranka Kabel. Tujuannya agar jaminan yang dibayarkan Askrindo pada Bank Mandiri kembali ke kas Askrindo, namun hal tersebut juga gagal. PT Askrindo kemudian menyalurkan dana kepada nasabah melalui jasa manajer investasi dalam bentuk Repurchase Agreement (Repo), Kontrak



a.



Pengelolaan Dana (KPD), obligasi, dan reksadana. Namun manajer investasi dari empat perusahaan yakni PT Jakarta Asset Management, PT Jakarta Investment. PT Reliance Asset Management, dan PT Harvestindo Asset Management malah tidak dapat mengembalikan dana ke tersebut kepada PT Askrindo. Dari kasus ini, terdapat dugaan korupsi antara manajemen PT Askrindo dengan perusahaan yang dijaminnya. a. Direksi dari PT Tranka Kabel yang merupakan salah satu perusahaan yang dijamin PT Askrindo, Umar Zen, divonis penjara 15 tahun dan denda Rp. 5 Miliar subside 2 tahun penjara. Umar Zen yang mengetahui bahwa perusahaannya tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan dana dari PT Askrindo tetap bersepakat dengan Direktur Keuangan dan Teknologi Informasi PT Askrindo Rene Setyawan dan Kadiv Keuangan dan Akuntansi PT Askrindo, Zulfan Lubis untuk mendapatkan dana. PT Tranka Kabel dianggap tidak memenuhi syarat karena sebelumnya perusahaan telah beberapa kali mendapatkan bantuan dana dari PT Askrindo. b. Rene yang merupakan Direktur Keuangan PT Askrindo divonis oleh Mahkamah Agung (MA) hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 5 Miliar subsider 2 tahun penjara. c. Zulvan Lubis yang merupakan Kadiv Keuangan PT Askrindo juga divonis oleh MA dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1 Miliar subside 6 bulan kurungan serta pembayaran uang pengganti senilai Rp 796,38 juta subsider enam bulan kurungan. Selain pada direksi PT Askrindo dan juga perusahaan yang dijamin oleh Askrindo seperti PT Traka Kabel, efek dari kasus ini juga dirasakan oleh perusahaan manajer investasi (MI) yang berhubungan dengan investasi bermasalah PT Askrindo. Perusahaan MI tersebut antara lain adalah : PT Harvestindo Asset Management, b. PT Jakarta Investment, c. PT Reliance Asset Management, d. PT Batavia Prosperindo Financial Services, dan e. PT Jakarta Securities Dari seluruh perusahaan MI tersebut yang sempat disidik oleh kepolisian, PT Reliance Asset Management dan PT Jakarta Investment dicabut izin usahanya oleh Bapepam-LK. Bapepam-LK juga mencabut izin dari beberapa wakil MI dan direktur perusahaan MI tersebut. 3.2. Kaitan Kasus PT. Askrindo dengan Prinsip dan tanggung jawab dewan 3.2.1. Tanggung Jawab Dewan Direksi dan Komisaris



Prinsip OECD keenam ini menjelaskan tentang tanggung jawab anggota dewan komisaris dan direksi. Pinsip ini berbunyi, "The corporate governance framework should ensure the strategic guidance of the company, the effective monitoring of management by the board, and the board’s accountability to the company and the shareholders". Dalam kata lain, prinsip ini menekankan peran dan tanggung jawab anggota dewan dalam pengawasan serta akuntabilitas dewan pada perusahaan dan pemegang saham. Seiring dalam menjalankan strategi perusahaan, dewan komisaris dan direksi bertanggung jawab penuh terhadap pengawasan kinerja manajemen serta memastikan perusahan mencapai return yang mencukupi untuk para pemegang saham. Tak kalah penting, lebih dalam lagi dijelaskan dalam prinsip ini bahwa dewan memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memastikan bahwa perusahan telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain tanggung jawab terhadap pemengang saham, dewan pengurus juga memiliki tanggung jawab terhadap stakeholder lainnya seperti karyawan, kreditur, pemasok, pemerintah, dan masyarakat. Terkait dengan kasus Aksrindo, terdapat 3 fokus utama yakni pelanggaran peraturan perundang-undangan dan pasar modal, manipulasi laporan keuangan, serta pelanggaran etika bisnis. Terlebih lagi ketiga fokus masalah ini "dilengkapi" dengan kecerobohan keputusan investasi PT Askrindo. Dalam sub prinsip A OECD nomor 6 ini terdapat dua elemen yang ditekankan, yaitu duty of care dan duty of loyalty. Duty of care menuntut dewan bertindak dengan dasar informasi yang lengkap, dengan itikad baik, dengan ketekunan dan perhatian. Dengan penekanan duty of care ini, dewan diharuskan untuk membuat keputusan bisnis atau business judgement dengan kehati-hatian dan due diligence karena segala keputusan bisnis akan berdampak kepada perusahaan. Elemen kedua adalah duty of loyalty yang menekankan dewan untuk bertindak sesuai kepentingan perusahaan dan melakukan tindakan terbaik bagi perusahaan dan pemegang saham. Dalam kasus Askrindo, dewan direksi cenderung lalai dalam mengambil keputusan, terutama Direktur Keuangan dan Teknologi Informasi PT Askrindo yakni Rene Setyawan. Kesalahan fatal terjadi saat menghadapi masalah pendebetan kas Askrindo yang cukup signifikan oleh Bank Mandiri akibat empat nasabah, PT Tranka Kabel, PT Vitron, PT Indowan, dan PT Multimegah, yang dijamin tidak dapat membayar L/C. Rene berikut kadiv keuangan Askrindo, agar jaminan yang dibayarkan Askrindo pada Bank Mandiri kembali, justru menyalurkan dana kepada nasabah melalui jasa keuangan yakni manajer investasi dengan penenpatan dana di repo dan KPD yang jelas bukan jenis investasi yang diperbolehkan untuk perusahaan asuransi.



Tindakan yang salah ini pun berujung keempat perusahaan manajer investasi tersebut tidak dapat mengembalikan dana ke Askrindo sehingga Askrindo kembali mengalami kerugian. Rene bertidak tidak berdasarkan duty of care dengan bersikap ceroboh mengambil investasi yang jelas high risk dan dilarang disaat Askrindo sedang dalam masa kerugian signifikan. Rene juga tidak berhati-hati dan ceroboh dalam menjamin PT Tranka Kabel, padahal kedua belah pihak sama-sama tahu bahwa PT Tranka kabel tidak memenuhi syarat penjaminan. PT Tranka Kabel tidak dapat membayar L/C kepada Bank Mandiri jelas menunjukkan bahwa perusahaan ini memiliki masalah likuiditas, tetapi Askrindo justru mengambil keputusan untuk melakukan preclaim treatment dengan membeli surat sanggup/promisorry note Tranka Kabel senilai Rp 42,7 miliar dan memberikan dana talangan sebesar Rp 26 miliar untuk biaya operasional. Alhasil, pre-claim treatment dengan cara ini tidak berhasil dan Askrindo semakin merugi. Masih belum "kapok", Askrindo tetap membeli MTN Tranka Kabel senilai 89 miliar dan memberikan fasilitas pinjaman sebesar Rp 140 miliar yang kemudian diperiksa BPK dan ditemukan bahwa fasilitas yang diberikan Askrindo tidak didukung jaminan. Beberapa hal ini menunjukan tidak dijalankannya duty of care dengan adanya keputusankeputusan berikut tindakan ceroboh dari direksi. Selain itu, hasil audit BPKP menunjukkan pemberian investasi langsung pada nasabah melalui perusahaan MI menyimpang dengan Keputusan Direksi Askrindo Nomor 66 Tahun 2003. Lengkaplah terbukti bahwa Rene juga tidak memenuhi elemen kedua di prinsip ini yakni duty of loyalty. Kesimpulan yang dapat diambil adalah Askrindo tidak memenuhi kedua fiduciary duties: duty of care dan duty of loyalty. Selain itu dikatakan juga dalam sub prinsip C OECD nomor 6 bahwa dewan memiliki peran terpenting dalam menciptakan lingkungan perusahaan dengan standar etika yang tinggi. Tidak hanya dengan tindakan sendiri tetapi juga dengan mengawasi key executives dan manajemen secara umum. Standar etika yang tinggi ini penting dalam penentuan kredibilitas dan kepercayaan terhadap perusahaan. Askrindo dalam kasus ini melanggar etika bisnis, terutama dalam permasalahannya dengan PT. Jakarta Investment. Saat menawarkan peluang investasi, Askrindo mempromosikan nasabah-nasabah yang bermasalah sebagai nasabah premium, nasabah yang layak menggunakan dana investasi dari Jakarta Investment. Askrindo sama sekali tak menyebutkan jika para nasabah Askrindo ini adalah nasabah yang gagal bayar jaminan L/C. Hal ini tentu tidak etis dalam bisnis karena merekomendasian nasabah-nasabah yang telah diketahui bermasalah oleh Askrindo. Tidak hanya itu, Askrindo juga melakukan rekayasa pembukuan dan sengaja melakukan salah hitung yang dilakukan dengan tidak mengakui adanya pembayaran yang telah diterima dari 3



nasabah kepada pihak JI. Tindakan ini merugikan pihak JI sehingga membuat partner bisnisnya tersebut merugi hingga 148 miliar. Hal ini tentunya membuat kridibilitas dan kepercayaan terhadap Askrindo menurun. Dalam lampiran GCG Aksrindo yang tertera dalam annual report dan website resmi Askrindo dijelaskan bahwa PT Askrindo menjunjung tinggi etika bisnis dengan adanya pedoman etika bisnis tersendiri yang didalamnya bertuliskan pada poin pertama adalah taat atas perundang-undangan disusul dengan penjelasan etika hubungan perusahaan dengan mitra kerja. Namun kedua hal ini tidak sesuai dengan apa yang dilakukan Askrindo dalam menjaga hubungannya dengan para stakeholders. 3.2.2. Fungsi Kunci Dewan Direksi dan Komisaris Sub Prinsip D dalam OECD Prinsip 6 menggambarkan secara terperinci fungsifungsi utama dewan komisaris yang perlu dipenuhi agar dapat melaksanakan tugasnya dengan bertanggung jawab dan memastikan kerja manajemen berjalan dengan baik yang tentunya memperhatikan kepentingan pemegang saham. Poin 1 Sub prinsip D menerangkan bahwa fungsi dewan komisaris yakni meninjau dan mengarahkan strategi perusahaan, kebijakan mengenai resiko dan memantau belanja modal yang besar. Dewan Komisaris dalam kasus Askrindo ini perlu dipertanyakan fungsi pengawasannya, sebab beberapa investasi yang secara jelas dilarang dilakukan oleh Askrindo sudah berlangsung cukup lama. Investasi melalui Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) sudah dilakukan Askrindo sejak tahun 2005, sedangkan Repurchase Agreement (Repo) sejak tahun 2008. Penempatan investasi tidak dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan tidak meng¬hitung risiko kerugian. Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Bapepam-LK Nurhaida mengatakan, pengusutan terhadap kasus Askrindo telah dilakukan sejak Bapepam-LK meminta perusahaan asuransi menghentikan dan melaporkan investasi melalui KPD pada 2008. Bila Dewan komisaris melaksanakan fungsinya dengan baik, seharusnya tindakan ilegal ini tidak berlangsung lama, atau setidaknya setelah mendapatkan surat peringatan dari Bapepam LK, Dewan Komisaris bertindak dengan tegas. Adanya dugaan pengalihan dana Askrindo sebesar Rp 439 milyar ke 10 perusahaan investasi yang mengakibatkan penahanan Direktur PT Tranka Kabel (TK) Umar Zen alias A chung pada Jumat 9 Desember 2013 , yang kemudian dilanjutkan penahanan empat manajer investasi yang terlibat, mengindikasikan transaksi dalam jumlah yang sedemikian besar, lolos dari pengawasan Dewan Komisaris. Hal tersebut mengindikasikan adanya fungsi pengawasan yang sangat lemah, atau tidak dijalankan sama sekali, atau bisa jadi, Dewan Komisaris dalam hal ini ikut terlibat.



Tidak adanya tindakan Dewan Komisaris bahkan setelah diketahui bahwa manajemen melakukan investasi dalam bentuk KPD dan Repo berarti sub prinsip d poin 2 tidak berhasil dijalankan, Dewan Komisaris gagal untuk memonitor efektifitas tata kelola perusahaan dan mengawasi kebijakan direksi dalam menjalankan Askrindo. Begitu pula pada poin 3 dimana Dewan Komisaris sebenarnya memiliki hak untuk mengusulkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bila diperlukan adanya penggantian manajemen. Investasi dalam bentuk KPD dan Repo telah menunjukkan manajemen melanggar peraturan yang ada, seharusnya Dewan Komisaris melakukan tindakan dengan mengusulkan pergantian manajemen dalam RUPS. Askrindo belum memiliki komite remunerasi dan komite nominasi, sehingga fungsi poin 5 dan 6 dalam Sub Bab D Prinsip 6 OECD belum dilaksanakan. Selanjutnya, poin 7 Sub Bab D ini menerangkan bahwa Dewan Komisaris wajib memonitor dan mengelola potensi benturan kepentingan daro manajemen, anggota Dewan serta pemegang saham, termasuk dalam penyalahgunaan asset perusahaan dan penyelewengan dalam transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Fungsi ini merupakan peran paling strategis yang perlu diperhatikan Dewan Komisaris. PT Tranka Kabel diduga tidak layak dalam menerima dana yang diberikan oleh PT Askrindo, adanya keterlibatan pihak dalam Askrindo yang menyetujui pencairan dana jaminan untuk PT Tranka menyimpulkan bahwa Dewan Komisaris gagal dalam melindungi kepentingan pemegang saham karena tidak mampu mendeteksi transaksi ini. Dewan komisaris juga berkewajiban memastikan integritas sistem pelaporan akuntansi Askrindo dan memastikan Askrindo mematuhi peraturan perundangan serta standar-standar yang berlaku. Dalam laporan keuangan Askrindo tahun 2010 yang telah diaudit, diketahui Askrindo memiliki investasi berupa obligasi dan reksadana. Namun, berdasarkan pemeriksaan Bapepam-LK pada awal 2011, Askrindo tidak dapat membuktikan kepemilikan beberapa obligasi dan reksadana. Dewan Komisaris harus bertanggung jawab dalam laporan tahunan yang telah di tanda tanganinya, pemeriksaan ini menunjukkan adanya keterlibatan pihak dalam Askrindo atau tidak dilakukan pengecekan ulang, yang berarti Dewan Komisaris, sekali lagi, gagal dalam menjalankan perannya. 3.2.3. Pengawasan Dewan Komisaris Selaku pengawas, dewan direksi serta dewan komisaris PT Askrindo yang menjabat pada saat itu selayaknya memberikan perhatian lebih baik atas keputusan stratejik perusahaan dalam mencari sumber pendanaan. Hal ini menjadi sorotan disebabkan oleh kasus PT Askrindo terkait tanggung jawab perusahaan menindaklanjuti klaim asuransi keempat nasabahnya yang tidak dapat melunasi kredit kepada Bank



Mandiri. Sebelumnya, PT Askrindo telah mendapatkan teguran dari Bapepam-LK karena investasi KPD namun teguran tersebut tidak ditanggapi oleh perusahaan yang malah melakukan transaksi repo. Pasalnya, untuk menjaga solvency-nya investasi high risk dalam bentuk KPD dan repo merupakan tindakan yang gegabah. Terdapat tiga bahasan penting mengenai OECD Principles VI butir E. Secara garis besar tujuan peraturan tersebut ditetapkan adalah untuk menjaga objective judgement dari dewan. Pertama, para anggota dewan harus memastikan terdapat anggota yang berasal dari pihak yang tidak terafiliasi dengan perusahaan atau independen yang setidaknya cukup untuk menjaga independent judgement-nya jika terdapat conflict of interest. Kemudian, dalam lingkungan corporate governance di Indonesia, perusahaan negara sekurang-kurangnya harus mempertimbangkan adanya komite audit yang diketuai oleh komisaris independen. Tujuannya adalah untuk membantu dewan komisaris memastikan bahwa laporan keuangan disajikan dengan wajar dan memberikan laporan mengenai pengendalian internal perusahaan serta membantu menyeleksi auditor eksternal. Kedua, anggota dewan memiliki tanggung jawab dan prosedur kerja yang jelas, lalu informasi tersebut di-disclose di depan dewan. Ketiga, anggota dewan memastikan bahwa masing-masing dari mereka dapat bekerja secara efektif, etis serta bertanggungjawab. Karena biasanya sebagai contoh, seorang dewan komisaris pada satu perusahaan juga menjabat sebagai komisaris di perusahaan lainnya. Dalam hubungannya dengan kasus PT Askrindo, dewan khususnya dewan komisaris sebagai pengawas seharusnya memberikan masukan yang lebih bijak termasuk mengawasi tindakan perusahaan agar tidak menyalahi peraturan hukum. Manajemen PT Askrindo, beredasarkan keputusan akhir Direktur Keuangan dan TI Rene Setyawan beserta kadiv keuangan, berinisiatif untuk mengalokasikan dana melalui jasa Manajemen Investasi ke KPD dan repo yang jelas-jelas melanggar peraturan perundangundangan pasar modal. Hal yang menjadi penyebabnya utamanya adalah empat perusahaan yang dijamin PT Askrindo yaitu PT Tranka Kabel, PT Vitron, PT Indowan, dan PT Multimegah tidak dapat membayar L/C kepada Bank Mandiri dan diketahui Bank Mandiri telah mendebet deposito PT Askrindo karena keempat kliennya gagal bayar. Menurut pengakuan Rene Setyawan di pengadilan, melalui komisaris utama dikeluarkan keputusan untuk menyelamatkan PT Tranka Kabel dan investasi PT Askrindo atasnya.Itulah sebabnya muncul Inisiatif untuk berinvestasi pada sumber pendanaan yang terbilang high risk, di mana diketahui juga saat itu perusahaan sedang mengalami masa kerugian dan ingin agar jaminan yang dibayarkannya kepada Bank Mandiri atas keempat perusahaan kembali. Hal ini kemudian bersangkutan dengan Butir F OECD



Principles nomor 6. Di dalamnya membahas bagaimana dewan mendapatkan informasi yang timely, relevant, serta akurat. PT Askrindo memiliki empat anggota dewan komisaris yang salah satunya merupakan komisaris independen. Semestinya dewan diinformasikan secara jelas mengenai rencana perusahaan untuk melakukan investasi, sehingga setidaknya dewan memiliki pertimbangan yang mungkin dapat menghindari kesalahan dan kelalaian Direktur Keuangan beserta Kadiv keuangan dalam menjalankan tugasnya untuk menyelamatkan investasi perusahaan. Selain itu, di dalam kasus ini terlihat jika komite audit kurang berjalan dengan baik. Sebab adanya manipulasi laporan keuangan membuktikan terdapat masalah yang kemudian juga luput dari pengawasan dewan komisaris. Pada saat persidangan, pihak manajemen PT Askrindo tidak dapat mengeluarkan bukti invoice jika mereka memiliki investasi obligasi dan reksa dana. 3.2.4. Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.I.6. Terkait Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan Publik Dalam peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepam-LK nomor IX.I.6 telah dipaparkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh direksi maupun dewan komisaris suatu perusahaan publik. Beberapa diantaranya baik direksi maupun dewan komisaris harus memiliki akhlak yang baik, mampu melaksanakan tindakan hukum, serta tidak pernah melakukan tindak pidana di bidang keuangan. Persyaratan tersebut juga tetap berlaku selama masa jabatan diemban oleh direksi dan dewan komisaris perusahaan. Peraturan tersebut sudah seharusnya ditaati mengingat dewan komisaris dan direksi memiki peranan yang signifikan dalam perusahaan. Dewan komisarisi selaku perwakilan pemegang saham berperan sangat penting dalam mengawasi direksi dan bertanggung jawab atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik. Sedangkan direksi sebagai pejabat eksekutif perusahaan bertanggung jawab terhadap operasional perusahaan secara keseluruhan serta peneran strategi-strategi yang akan diimplementasikan dalam perusahaan guna mencapai tujuan strategisnya. Dalam kasus yang telah dialami PT Askrindo, baik direksi maupun dewan komisaris dianggap telah lalai dalam menjalankan tugasnya. Salah satu pelanggaran yang dilakukan adalah pada tahun 2008, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menemukan adanya praktik KPD pada PT Askrindo saat Bapepam-LK memerintahkan kepada seluruh perusahaan asuransi untuk melaporkan keberadaan investasi melalui KPD. Perusahaan asuransi dilarang melakukan transaksi repo. Dalam hal ini jajaran direksi PT Askrindo jelas melakukan pelanggaran. Praktik KPD dan transaksi repo tidak akan terjadi tanpa adanya persetujuan dari pihak direksi. Jadi, walaupun telah jelas-jelas dilarang oleh Bapepam, PT Askrindo atas persetujuan



direksinya dan pengawasan dari dewan komisarisnya tetap melakukan transaksi tersebut. Apalagi aksi itu sudah dilakukan sejak lama, PT Askrindo telah melakukan investasi melalui KPD sejak tahun 2005 sedangkan Repo mulai dilakukan sejak tahun 2008. Permasalahan lain yang menimpa adalah, dari kasus ini terdapat dugaan korupsi antara manajemen PT Askrindo dengan perusahaan yang dijaminnya. Direksi dari PT Tranka Kabel yang merupakan salah satu perusahaan yang dijamin PT Askrindo, Umar Zen, yang mengetahui bahwa perusahaannya tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan dana dari PT Askrindo tetap bersepakat dengan Direktur Keuangan dan Teknologi Informasi PT Askrindo Rene Setyawan dan Kadiv Keuangan dan Akuntansi PT Askrindo, Zulfan Lubis untuk mendapatkan dana. Dari kasus di atas jelas terlihat bahwa ada penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh jajaran direksi PT Askrindo yang berujung terhadap kasus tindak pidana di bidang keuangan. Menurut peraturan Bapepam LK nomor IX.I.6 seharusnya pihak direksi melakukan ganti rugi baik secara sendiri-sendiri atau secara tanggung renteng atas kerugian yang menimpa pihak lain. 3.2.5. Peran akuntan professional dalam memfasilitasi tanggungjawab dewan Dalam kasus PT. Askrindo merupakan gambaran kegagalan auditor internal sehingga terjadi kebocoran dana perusahaan yang sebegitu besarnya dibobol dan menggambarkan kegagalan semua pihak dalam lingkungan internal PT Askrindo. Selanjutnya terkait peran auditor eksternal, penerapan tata kelola perusahaan tentunya berbeda di berbagai negara, pembeda utamanya adalah stuktur pengurusannya yakni one-tier atau two-tier. Bagi Indonesia yang banyak mengadopsi struktur two tier, pemisahan fungsi pengawasan terkadang menimbulkan ‘celah’ di antara dewan komisaris dengan pihak manajemen atau dewan direksi. Oleh karena itu, dibutuhkan komite audit untuk "menjembatani" dewan komisaris dan direksi yang bertujuan untuk membantu dewan komisaris dalam memastikan efektivitas sistem pengendalian internal dan efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal dan internal. 3.3. Kesimpulan Dalam kasus Aksrindo, terdapat 3 fokus utama yakni pelanggaran peraturan perundang-undangan dan pasar modal, manipulasi laporan keuangan, serta pelanggaran etika bisnis. Terlebih lagi ketiga fokus masalah ini "dilengkapi" dengan kecerobohan keputusan investasi PT Askrindo. Dewan direksi cenderung lalai dalam mengambil keputusan, terutama Direktur Keuangan dan Teknologi Informasi PT Askrindo yakni Rene Setyawan. Kesalahan fatal terjadi saat menghadapi masalah pendebetan kas Askrindo



yang cukup signifikan oleh Bank Mandiri akibat empat nasabah, PT Tranka Kabel, PT Vitron, PT Indowan, dan PT Multimegah, yang dijamin tidak dapat membayar L/C. Rene berikut kadiv keuangan Askrindo, agar jaminan yang dibayarkan Askrindo pada Bank Mandiri kembali, justru menyalurkan dana kepada nasabah melalui jasa keuangan yakni manajer investasi dengan penenpatan dana di repo dan KPD yang jelas bukan jenis investasi yang diperbolehkan untuk perusahaan asuransi. Dewan lalai melaksanakan peran terpenting dalam menciptakan lingkungan perusahaan dengan standar etika yang tinggi, sesuai dengan sub prinsip C OECD nomor 6 : bahwa dewan memiliki Tidak hanya dengan tindakan sendiri tetapi juga dengan mengawasi key executives dan manajemen secara umum. Askrindo dalam kasus ini melanggar etika karena menawarkan peluang investasi, dengan mempromosikan nasabah-nasabah yang bermasalah sebagai nasabah premium, Askrindo sama sekali tak menyebutkan jika para nasabah Askrindo ini adalah nasabah yang gagal bayar jaminan L/C. Hal ini tentu tidak etis dalam bisnis karena merekomendasian nasabah-nasabah yang telah diketahui bermasalah oleh Askrindo. Tidak hanya itu, Askrindo juga melakukan rekayasa pembukuan dan sengaja melakukan salah hitung yang dilakukan dengan tidak mengakui adanya pembayaran yang telah diterima dari 3 nasabah kepada pihak JI. Tindakan ini merugikan pihak JI sehingga membuat partner bisnisnya tersebut merugi hingga 148 miliar. Hal ini tentunya membuat kredibilitas dan kepercayaan terhadap Askrindo menurun. Fungsi dewan komisaris yakni meninjau dan mengarahkan strategi perusahaan, kebijakan mengenai resiko dan memantau belanja modal yang besar dapat dipertanyakan sebab beberapa investasi yang secara jelas dilarang dilakukan oleh Askrindo sudah berlangsung cukup lama. Investasi melalui Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) sudah dilakukan Askrindo sejak tahun 2005, sedangkan Repurchase Agreement (Repo) sejak tahun 2008. Penempatan investasi tidak dilakukan dengan prinsip kehatihatian dan tidak meng¬hitung risiko kerugian. Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Bapepam-LK Nurhaida mengatakan, pengusutan terhadap kasus Askrindo telah dilakukan sejak Bapepam-LK meminta perusahaan asuransi menghentikan dan melaporkan investasi melalui KPD pada 2008. 3.4. Saran Terkait dengan Kasus PT. Askrindo beberapa saran yang dapat diberikan adalah: 1. Investasi dalam bentuk KPD dan Repo telah menunjukkan manajemen melanggar peraturan yang ada, seharusnya Dewan Komisaris melakukan tindakan dengan mengusulkan pergantian manajemen dalam RUPS.



2. Seharusnya komite audit bekerja dengan baik. Sebab adanya manipulasi laporan keuangan membuktikan terdapat masalah yang kemudian juga luput dari pengawasan dewan komisaris 3. Seharusnya Dewan komisaris melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga tindakan ilegal ini tidak berlangsung lama, atau setidaknya setelah mendapatkan surat peringatan dari Bapepam LK, Dewan Komisaris bertindak dengan tegas dengan mengusulkan penggantian manajemen dalam RUPS terkait penyalanggunaan wewenang yang telah dilakukan oleh anggota dewan direksi (Rene Setyawan).