Kebenaran Filkom [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEBENARAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT KOMUNIKASI



 Persoalan epistemologi paling



mendasar adalah bagaimana mengetahui sesuatu (how to know).  Persoalan ini dapat dikatakan sebagai titik tolak dari setiap upaya ilmiah (scientific inquiry) yang dengan sendirinya meniscayakan metode bersifat ilmiah (scientific method) untuk mengumpulkan pengetahuanpengetahuan.



 Hal ini sangat penting karena manusia



bukan sekedar ingin tahu tetapi juga ingin tahu dengan benar (tentang apa saja).  Bahkan dengan filsafat manusia ingin mencari kebenaran sampai “penyembunyian terakhir.”  Persoalan kebenaran karena itu (juga) menjadi kajian penting dalam kajian filsafat, termasuk filsafat komunikasi, khususnya pada dimensi epistemologi.



Apa itu kebenaran? Jawaban untuk pertanyaan ini bisa bermacam-macam. Ada beberapa pengertian mengenai kebenaran di antaranya adalah:  (a) anggapan umum (konsensus gentium),  (b) ketentuan mayoritas,  (c) intuisi,  (d) pengungkapan rahasia,  (e) kebenaran ilmiah.



a. Anggapan umum (konsensus



gentium). Kebenaran jenis ini lebih merupakan pendapat yang dipegang oleh kalangan umum, masyarakat luas, atau mungkin pandangan universal (semua orang) mengenai suatu hal.



Ada tiga jenis konsensus gentium: (i) realisme – kebenaran yang tidak dibuatbuat yang diukur dengan realitas hasil penginderaan; (misal: melihat orang berbicara) (ii) persesuaian – kebenaran yang diperoleh dengan menganggap bahwa sesuatu gagasan (atau pendapat, pandangan, pikiran) sama dengan obyeknya; (misal: analogi/ qiyas zakat pertanian) (iii) otoritas – kebenaran yang bertolak dari pandangan para ahli (misal: teori 2 komunikasi)



b. Ketentuan mayoritas.  Kebenaran jenis ini lebih didasarkan pada pendapat kebanyakan (sebagian besar) orang.  Artinya, kalau kebanyakan orang mengatakan sesuatu adalah demikian adanya maka itulah kebenaran.  Misal: elemen-elemen komunikasi



c. Intuisi.  Kebenaran jenis ini didasarkan pada



pemikiran spontan (intuisi) atau dari sumber yang belum diselidiki namun juga tidak didukung dengan fakta yang memadai bahkan kadang kala tidak didukung dengan pemikiran yang logis.  Sesuatu dianggap begitu adanya hanya semata pokoknya seperti itu.  Misal: pesan2 komunikasi soal mitos (kupu2= ada tamu, burung gagak= kematian, mimpi ular= jodoh)



d. Pengungkapan rahasia.  Kebenaran ini bersumber pada wahyu (al-



kitab).  Sesuatu demikian adanya karena al-Kitab mengatakan demikian.  Sesuatu itu bisa bersifat konkret atau abstrak tapi diyakini sebagai kebenaran oleh penganutnya.  Misal: alam semesta (konkret); surga, neraka, siksa/nikmat kubur, api penyucian, nirwana, Tuhan, malaikat, dll (abstrak)



e. Kebenaran ilmiah.  Kebenaran jenis ini didasarkan pada upaya pencarian dan pengumpulan pengetahuan secara metodis dan sistematis dengan prinsip-prinsip ilmiah meliputi rasional, empirik, skeptik, prosedural.



(i) rasional-logis – yakni bahwa akal sehat dan penalaran menjadi alat utama yang digunakan dalam mengumpulkan pengetahuan/kebenaran.  Misal: mendung menggumpal hitam tanda akan turun hujan; KH Zainuddin MZ dijuluki dai sejuta umat (elemen2 komunikasi berjalan efektif); 1+1=2, dll



(ii) empirik – bahwa pengetahuan/kebenaran yang diperoleh harus dapat diamati dengan menggunakan panca-indera (mata, telinga, hidung, kulit, tangan-kaki).  Misal: awan berwarna putih, biru; petir bersuara keras menggelegar; parfum berbau wangi; api berasa panas; kapas berasa halus, dll



(iii) skeptik – bahwa pengetahuan/kebenaran yang diperoleh harus terbuka bagi upaya pengujian empirik oleh orang lain.  Misal: ujian pendadaran skripsi, tesis, disertasi,/ hasil laporan, meminta pandangan orang lain, dll.



iv) prosedural – bahwa di dalam upaya mengumpulkan pengetahuan/kebenaran maka harus digunakan prosedurprosedur penyelidikan tertentu (research method) yang dapat menjamin keabsahan pengetahuan/kebenaran.  Misal: persepsi publik tentang Capres 2014 – survei, observasi, wawancara, FGD, multiple method, dll



Catatan mengenai kebenaran ilmiah.  Kebenaran ilmiah kerapkali dipandang sebagai kebenaran dalam tingkat paling tinggi karena dianggap lebih rasional, empirik, skeptik, prosedural.



 Kendati demikian penting untuk



dicatat bahwa kebenaran ilmiah memiliki kharakter : a) berdasar pada asumsi-asumsi tertentu (misal: hipotesis, teori) b) yang karena itu sebenarnya (b) bersifat relatif (misal: etika komunikasi /budaya); c) malahan seringkali bersifat subyektif. (misal: strata bahasa Jawa = antara etika sosial & kultur feodalistik)



ALAT MENCAPAI KEBENARAN Dalam Pandangan Filsafat Komunikasi



Pada umumnya disepakati bahwa kebenaran hanya milik Tuhan (Allah/ YHWH/ Brahman/ Hyang Widi Wasa); Tuhan-lah yang Maha Benar (Al-Haq). Manusia dikaruniai kemampuan untuk mencapai kebenaran sampai tingkat tertentu yakni yang sering dikatakan sebagai kebenaran relatif (tidak mutlak) yang di dalamnya termasuk apa yang disebut sebagai kebenaran ilmiah.



 Manusia diberi “alat” atau “cara”



atau “kemampuan” yang memungkinkannya untuk dapat mencapai kebenaran (relatif) ini yakni:  a. Naluri (instink)  b. Pancaindera  C. Akal (pikiran)  d. Tuhan dengan segala firmanNya



 a. Naluri (instink)



 Alat ini merupakan yang paling



sederhana yang dimiliki manusia; namun nyaris semua makhluk bernyawa memilikinya.  Beberapa contoh instink ini misalnya adalah rasa lapar lalu mengambil makanan, rasa haus mengambil minuman; ingin menyampaikan sesuatu maka berkomunikasi.



 Instink dapat dikatakan sebagai



hukum/ketetapan yang paling jelas nampak.  Namun, bagi manusia, pencapaian kebenaran semata hanya mengandalkan instink dapat berakibat fatal.  Misalnya manusia tidak bisa mengambil begitu saja makanan yang bukan miliknya kendati rasa lapar sangat menggigit; manusia tidak bisa menyampaikan pesannya asal saja tanpa melihat situasi & kondisi.



b. Pancaindera  Pancaindera merupakan alat yang lebih dapat menjamin dicapainya kebenaran walau tidak dengan sendirinya menjamin dapat dicapainya kebenaran semata hanya dengan pancaindera.  Pancaindera begitu mudah “tertipu” oleh keadaan-keadaan yang dipancainderainya.



 Kata lain bahwa memang



penggunaan pancaindera memungkinkan manusia lebih dapat/mampu mencapai kebenaran namun sepertinya penggunaan pancaindera semata tak cukup untuk memberi jaminan dicapainya kebenaran.



 Pancaindera tidak dapat



menangkap “dengan benar” sesuatu yang terlalu jauh atau terlalu dekat, pancaindera hanya dapat menangkap “kebenaran” dari sisi/aspek yang terbatas, tidak dapat menangkap “kebenaran” yang tertutup (terhijab).



 Misal: kamera wartawan hanya akan



dapat menangkap obyek liputan dengan “jarak tepat”, jika terlalu jauh obyek akan kabur, jika terlalu dekat obyek menjadi tidak fokus.  Misal: Iklan atau kampanye kandidat tertentu kadang “menipu” karena publik hanya melihat “sisi yang nampak” aja yang cenderung serba positif.  Misal: Laki2 & perempuan berduaan di hotel sebagai berbuat ini itu (...???)



 C. Akal (pikiran)



 Pada umumnya disepakati bahwa



kesempurnaan manusia sebagai ciptaan (makhluk) terletak pada perihal dimilikinya akal (pikiran) oleh manusia.  Dengan akal (dibantu dengan kedua alat sebelumnya yakni instink dan pancaindera) manusia dapat mencipta dan mengembangkan kebudayaan.



 Tetapi kadangkala akal tidak dengan



sendirinya menjamin manusia dapat mencapai kebenaran.  Bayangkan misalnya apakah keputusan Amerika (bersama sekutu) menghancurkan Afghanistan dan Irak adalah benarbenar sebagai kebenaran ?, apakah penyempurnaan demi penyempurnaan temuan senjata pemusnah massal merupakan suatu kebenaran ? Apakah berdebat hebat tanpa aturan sebagai suatu kebenaran ?



 d. Tuhan dengan segala firmanNya



 Kemudian kalau diakui bahwa kebenaran



hanya milik Tuhan (Allah – dalam tradisi Ibrani) maka Allahlah sumber kebenaran. Allah lalu bisa digambarkan seperti cahaya (nur) atau bahkan cahaya atas segala cahaya yang menunjuki manusia (siapa saja yang dikehendaki) kepada jalan yang lurus (kebenaran).



 Sumber kebenaran dari Tuhan



disampaikan melalui wahyu yang terkodifikasi lewat kitab-kitab suci atau melalui perutusan-Nya yaitu orang-orang pilihan-Nya yakni para nabi/rasul.  Firman-firman Tuhan yang bersifat empiris sampai tingkat tertentu bisa diselidiki untuk mengetahui kebenaran dari firman-firman Tuhan itu.



 Misal, dalam Kitab Suci



disebutkan bahwa manusia berasal dari cairan (bersatu ovumsperma) yang kemudian berubah menjadi segumpal darah, menjadi tulang dan seterusnya. Ilmu kedokteran di kemudian hari membuktikan kebenaran firman-Nya itu.



 Atau Tuhan berfirman bahwa bumi dan



planet2 lain dahulunya adalah satu/padu. Atas kehendak-Nya kemudian dipisahkan pada masa penciptaan alam semesta lewat benturan keras. Di kemudian hari, ilmu fisika dan ilmu astronomi membuktikan kebenaran firman-Nya melalui Teori Benturan Besar (Big Bang Theory).



 untuk hal-hal yang bersifat



nonempiris (gaib), sejauh ini belum maksimal penyelidikan mendalam untuk membuktikan kebenaran firman2-Nya.  Rata-rata masih sebatas keyakinan bahwa firman2-Nya atas hal2 nonempiris adalah sesuatu yang benar juga.



 Misal: soal surga, neraka,



nikmat/siksa kubur, kiamat. Belum ditemukan penelitian ilmiah tentang kebenarannya namun diyakini bahwa hal2 itu ada.  Meski demikian kadang Tuhan menampakkan kebenaran atas perkara2 nonempiris lewat cara-cara tertentu dan misterius. Misal lewat mimpi yang benar atau ilham2 atas orang2 terpilih/khusus atau fenomena tertentu.



Misal:  kisah tentang kiriman doa anak saleh atas orangtuanya yang telah wafat;  kisah tentang mayat yang rusak padahal jasadnya masih utuh & baru saja dikubur;  kisah jasad utuh padahal telah dikubur puluhan/ratusan tahun; (misal di Desa Truyan, Bali)  fenomena2 alam/non alam sebagai tanda makin dekatnya Hari Akhir berdasarkan sumber2 hukum suci agama.