Kedudukan Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia [PDF]

  • Author / Uploaded
  • lala
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH Kedudukan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Acara Tata Usaha Negara



Kelompok 2: Naila Nur Izzah



(C73218051)



Via Ahlan Venia



(C73218059)



Dosen: H. Zuman Malaka SH., SHI., M.Kn.



PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2020



KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Mata Kuliah Hukum Acara Tata Usaha Negara yang berjudul “Kedudukan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia” tepat pada waktunya. Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung kami dalam penyusunan makalah ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Penulis berharap semoga dengan selesainya makalah ini, dapat bermanfaat bagi bpembaca dan teman-teman, khususnya dalam memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan. Makalah ini disusun sebagai bentuk proses belajar mengembangkan kemampuan mahasiswa. Penulis menyadari dalam pembuatan Makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulis di masa yang akan datang.



Penyusun



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. i KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 1 BAB II PEMBAHASAN A. PTUN di Indonesia .......................................................................................... 2 B. Tugas dan Wewenang PTUN .......................................................................... 3 C. Kompetensi PTUN ........................................................................................... 3 D. Objek dan Subjek Sengketa di PTUN ............................................................. 4 E. Kedudukan PTUN ........................................................................................... 6 F. Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan ............................................................. 7 BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 9 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... iv



iii



BAB I PENDAHULUAN A.



Latar Belakang Dalam negara hukum, harus terbuka kesempatan bagi setiap warga negara untuk dapat



menggugat keputusan pejabat administrasi negara melalui Peradilan TUN. Peradilan TUN, seperti halnya peradilan yang lain, tentu juga menjalankan prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak. Dari sudut ini, jelas Peradilan TUN tidaklah berbeda dengan badan-badan peradilan yang lainnya. Keberadaan Peradilan TUN tersebut dengan demikian dapat menjamin agar warga negara tidak dilanggar hak-haknya oleh keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara sebagai pihak yang berkuasa. Atas dasar itulah, maka keberadaan dari Peradilan TUN dapat dikatakan penting. B.



Rumusan Masalah 1. Bagaimana PTUN di Indonesia? 2. Apa saja tugas dan wewenang PTUN? 3. Bagaimana kompetensi PTUN? 4. Apakah objek dan subjek sengketa di PTUN? 5. Bagaimanakah kedudukan PTUN? 6. Kapankah tenggang waktu dalam mengajukan gugatan?



1



BAB II PEMBAHASAN A.



PTUN di Indonesia Di Indonesia PTUN merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman yang secara struktur



organisasi berada dibawah Mahkamah Agung dan tidak berdiri sendiri seperti negara-negara sistem Civil Law pada umumnya. Karena berada dibawah Mahkamah Agung maka pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung.1 Peradilan TUN, seperti halnya peradilan yang lain, tentu juga menjalankan prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak. Dari sudut ini, jelas Peradilan TUN tidaklah berbeda dengan badan-badan peradilan yang lainnya.2 Dalam negara hukum, harus terbuka kesempatan bagi setiap warga negara untuk dapat menggugat keputusan pejabat administrasi negara melalui Peradilan TUN. Keberadaan Peradilan TUN tersebut dengan demikian dapat menjamin agar warga negara tidak dilanggar hak-haknya oleh keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara sebagai pihak yang berkuasa. Atas dasar itulah, maka keberadaan dari Peradilan TUN dapat dikatakan penting.3 Di Indonesia sampai dengan sekarang ada 26 PTUN. Berdasarkan Keppres No. 52 Tahun 1990 tentang Pembentukan PTUN di Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya, Ujung Pandang. Keppres No. 16 Tahun 1992 tentang Pembentukan PTUN di Bandung, Semarang dan Padang. Keppres No. 41 Tahun 1992 tentang Pembentukan PTUN Pontianak, Banjarmasin dan Manado. Keppres No. 16 Tahun 1993 tentang Pembentukan PTUN Kupang, Ambon, dan Jayapura. Keppres No. 22 Tahun 1994 tentang Pembentukan PTUN Bandar Lampung, Samarinda dan Denpasar. Keppres No. 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan PTUN Banda Aceh, Pakanbaru, Jambi, Bengkulu, Palangkaraya, Palu, Kendari, Yogyakarta, Mataram dan Dili. Untuk wilayah hukum PTUN Dili, setelah Timor Timur merdeka bukan lagi termasuk wilayah Republik Indonesia.4



Umar Dani, Memahami Kedudukan Pengadilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, Vol.7, No.3, November 2018, Hal 407 2 Endra Wijaya , Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: Pusat Kajian Ilmu Hukum, 2011), hlm. 2 3 Asshiddiqie, ibid., hlm. 158. 4 Yodi Martono Wahyunadi, Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara dalam Sistem Peradilan di Indonesia, hlm. 2. 1



2



B.



Tugas dan Wewenang PTUN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman



yang mempunyai tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa dalam bidang Tata Usaha Negara.5 PTUN mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, yaitu: 1). Memeriksa dan memutus Sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding. 2). Memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya. 3). Memeriksa, memutus dan menyelesaikan di tingkat pertama Sengketa Tata Usaha Negara telah menempuh upaya administrasi berupa banding administrasi atau keberatan dan banding administrasi (Pasal 48 dan Surat Edaran MA Nomor 2 Tahun 1991) dan dapat mengajukan permohonan kasasi. (ayat 4). Secara garis besar, tujuan pembentukan Peradilan TUN ialah untuk:  Menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan warga negaranya, yaitu sengketa yang timbul akibat dari adanya tindakan-tindakan pemerintah yang dianggap melanggar hakhak warga negaranya.  Menjadi salah satu sarana guna mewujudkan pemerintahan yang efisien, efektif, bersih, berwibawa serta selalu melaksanakan tugasnya dengan berdasarkan kepada hukum. 6 Atau dalam kalimat lain, dapat dikatakan juga bahwa Peradilan TUN itu sebenarnya dapat menjadi salah satu sarana untuk mewujudkan good governance di Indonesia.7 C.



Kompetensi PTUN Kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan



sesuatu).8 Dari sudut pengadilan, kompetensi adalah kewenangan pengadilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara berkaitan dengan jenis dan tingkatan pengadilan yang ada berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.9



Ramlan, Hukum Acara Tata Usaha Negara, hlm. 2. Indonesia, Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, UU No. 5 Tahun 1986, bagian Menimbang. 7 Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah (Bandung: PT. Alumni, 2004), hlm. 220. 8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, 1994, hlm. 516. 9 Zairin Harahap, Op.Cit., hlm. 29. 5



6



3



Kompetensi PTUN dibedakan atas kompetensi relatif dan absolut. Kompetensi relatif berhubungan dengan kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya. Sedangkan kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa.10 a). Kompetensi Relatif Kompetensi relatif dalam peradilan tata usaha negara menyangkut kewenangan pengadilan tata usaha negara yang mana yang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut. Misalnya apakah perkara peradilan TUN diperiksa PTUN Manado, PTUN Makasar dan lain sebagainya. Adapun kompetensi yang berkaitan dengan tempat kedudukan atau tempat kediaman para pihak, yakni pihak Penggugat dan Tergugat.11 b). Kompetensi Absolut Kompetensi absolut dari peradilan tata usaha negara adalah kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara seseorang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usah negara akibat dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.12 D.



Objek dan Subjek Sengketa di PTUN Pasal 1 angka 10 UU No. 51/2009 menyebutkan, Sengketa Tata Usaha Negara adalah



sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari uraian tersebut, maka yang menjadi Subjek yang bersengketa adalah orang atau badan hukum perdata disatu pihak dan pejabat tata usaha negara dilain pihak. Sedangkan objek sengketa TUN adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN.13 1.



Objek Sengketa di PTUN



a). Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)



Yodi Martono Wahyunadi, Op.cit, Loc.cit, hlm. 2. Ibid. 12 Fence M. Wantu, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Gorontalo: Reviva Cendekia, 2014), hlm. 42. 13 Ramlan, Op.cit, hlm. 3. 10 11



4



Objek sengketa Tata Usaha Negara adalah keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau Pejabat tata usaha negara.14 Merujuk pada UU No 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 51 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara pada Pasal 1 angka 9 bahwa Keputusan Tata Usaha Negara merupakan suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang memuat tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Unsur-unsur yang terdapat di dalam rumusan pasal ini yang dimaksud dengan KTUN yang dapat menjadi Objek sengketa tata usaha negara adalah:15 1). Suatu penetapan tertulis. 2). Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara. 3). Berisi tindakan hukum tata usaha negara. 4). Bersifat konkret, individual dan final. 5). Menimbulkan akibat hukum yang merugikan bagi Seseorang atau Badan Hukum Perdata.16 b). KTUN Fiktif Negatif Perluasan terhadap objek sengketa PTUN dikenal dengan KTUN Fiktif Negatif, Fiktif artinya tidak mengeluarkan keputusan tertulis, tetapi dapat dianggap telah mengeluarkan keputusan tertulis. Sedangkan negatif berarti karena isi keputusan itu berupa penolakan terhadap suatu permohonan, dengan merujuk Pasal 3 UU PTUN: (1) Apabila badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu sejatinya menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara. (2) Bilamana suatu badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan data peraturan perundang-undangan dimaksud lewat, maka badan atau pejabat tata usaha negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksudkan kepadanya. (3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu W. Riawan Tjandra, 1996, Teori & Praktik Peradilan Tata Usaha Negara, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, h.22. 15 Made Martha Widyadnyana, I Wayan Suardana, Tinjauan Yuridis Perluasan Subjek dan Objek Sengketa dalam Peradilan Tata Usaha Negara, (Bali, Univ. Udayana), hlm. 10. 16 H. Yodi Martono Wahyunadi, Op.cit, hlm. 5. 14



5



empat bulan sejak diterimanya permohonan, badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan dianggap sudah mengeluarkan keputusan yang berisi suatu penolakan. Ketentuan pasal inilah yang menjadi pembenaran terhadap perluasan objek sengketa dalam PTUN, bahwa dalam hal suatu keadaan dimana badan atau pejabat tata usaha negara tidak memenuhi kewajibannya dalam tenggat waktu yang telah ditentukan maka dapat diartikan dia telah mengeluarkan sebuah KTUN Fiktif Negatif. Masyarakat kemudian dapat mengajukan gugatan ke PTUN dengan KTUN fiktif negatif tersebut sebagai objek sengketanya.17 2.



Subjek Sengketa di PTUN



a). Penggugat Yang dapat menjadi pihak penggugat dalam perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah setiap subjek hukfum, orang maupun badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya keputusan Tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di Pusat maupun di Daerah (Pasal 53 ayat (1) UU PTUN). b). Tergugat Pihak tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya (Pasal 1 angka 6 UU PTUN). c). Pihak Ketiga yang berkepentingan Dalam ketentuan Pasal 83 UU PTUN berbunyi selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa hakim dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak sebagai: pihak yang membela haknya; atau peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa. Selanjutnya Pasal 118 ayat 1 UU PTUN menyatakan apabila pihak ketiga yang belum pernah ikut serta atau diikut sertakan selama waktu pemeriksaan sengketa yang bersangkutan, pihak ketiga tersebut berhak mengajukan gugatan perlawanan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan tersebut kepada Pengadilan yang mengadili sengketa tersebut pada tingkat pertama.18 E.



17 18



Kedudukan PTUN



Made Martha Widyadnyana, I Wayan Suardana, Op.cit, Loc.cit, hlm. 12. Fence M. Wantu, Op.cit, Loc.cit, hlm 23-24.



6



Kedudukan peradilan tata usaha negara sama halnya dengan kedudukan lembaga peradilan lainnya, seperti peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan militer. Semua lembaga peradilan tersebut berpuncak pada Mahkamah Agung, sebagai peradilan negara tertinggi yang berfungsi sebagai peradilan tingkat kasasi.19 Kedudukan PTUN mempunyai landasan yang kuat dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang dirubah lebih lanjut beberapa pasalnya dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang perubahan Kedua Undang-Undang nomor 5 Tahun 1986. PTUN adalah sebagai salah satu badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman, merupakan kekuasaan yang merdeka di bawah kekuasaan Mahkamah Agung dalam menyeleggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Penegakan hukum dalam keadilan ini merupakan bagian dari perlindungan hukum bagi rakyat atas perbuatan hukum publik oleh penjabat administrasi negara yang melanggar hukum.20 Berdasarkan ketentuan pasal 8 pasal 9, pasal 10, dan pasan 11 UU No.5 Tahun 1986 kedudukan peradilan tata usaha negara terdiri atas: 1. Peradilan tata usaha negara tingkat pertama. 2. Peradilan tinggi tata usaha negara pada tingkat banding. 3. Peradilan kasasi dan peninjauan kembali pada tingkat mahkamah agung RI. 4. Peradilan tata usaha negara dibentuk dengan keputusan presiden. 5. Peradilan tata usaha negara dibentuk dengan sebuah UU No.5 Tahun 1986.21 F.



Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan Seseorang atau badan hukum perdata yang berminat unyuk menggugat keputusan Tata



Usaha Negara yang dirasakan merugikan, dan menurut peraturan dasarnya tidak terdapat kewajiban untuk diselsaika dengan prosedur upaya administratif, maka gugatan dapat diajukan dalam tenggang waktu menurut ketentuan pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.22 Jangka waktu pengajuan gugatan dapat diajukan hanya dalam tempo waktu 90 hari. Gugatan dapat diajukan terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau penjabat tata usaha negara. Selain itu, bagi pihak yang namanya tersebut dalam Zulkarnaen, Dewi Mayaningsih, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia,2018), Hal 32 20 Budiyono, dkk, Hak Knstitusional, (Bandar Lmpung: CV Anugrah Utama Raharja, 2019), Hal 178 21 Ibid, Hal 32 22 Eko Sugitario, Tjondro Tirtamulia, Hukum Acara Peradilan Tata Usa Negara, (Surabaya: Firstbox Media 2012), Hal 31 19



7



keputusan tata usaha negara yang digugat, tetangga waktu 90 hari itu dihitung sejak hari diterimanya keputusan tata usaha negara yang digugat dalam hal yang digugat itu merupakan keputusan menurut ketentuan berikut. 1. Pasal 3 ayat (2), maka tenggang waktu 90 hari itu dihitung setelah lewatnya tenggang waktu yang ditentukan dalam peraturan dasarnya, yang dihitung sejak tanggal diterimanya pemohonan yang bersangkutan. 2. Pasal 3 ayat (3) maka tenggang waktu 90 hari itu dihitung setelah lewatnya batas waktu 4 bulan yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan.23 Hal yang sama, tentunya juga berlaku bagai keputusan Tata Usaha Negara yang telah diajukan atau melalui proses upaya administrasi, berdasarkan ketentuan pasal 55 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 beserta penjelasannya, hanya memberikan secara umum ketentuan untuk dapat melakukan gugatan, yaitu gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90 hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan Tata Usaha Negara yang hendakk digugat. Hal yang berbeda, berlaku bagi pihak ketiga yang berkepentingan, bahwa kepentingannya dirugikan maka tenggang waktu yang berlaku untuk mengajukan gugatan (bukan intervensi dalam proses yang sedang berjalan) secara kasuistis terhitung pada saat yang bersangkutan merasa kepentingannya dirugikan dan mengetahui adanya keputusan Tata Usaha Negara tersebut.24



23 24



Ibid, Hal 118 Ibid, Hal 33



8



BAB III PENUTUP Di Indonesia PTUN merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman yang secara struktur organisasi berada dibawah Mahkamah Agung dalam menyeleggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Penegakan hukum dalam keadilan ini merupakan bagian dari perlindungan hukum bagi rakyat atas perbuatan hukum publik oleh penjabat administrasi negara yang melanggar hukum dan tidak berdiri sendiri seperti negara-negara sistem Civil Law pada umumnya. Karena berada dibawah Mahkamah Agung maka pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung. Tugas dan wewenangnya untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa dalam bidang Tata Usaha Negara. Kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu). Kompetensi PTUN dibedakan atas kompetensi relatif dan absolut. Kompetensi relatif berhubungan dengan kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya. Sedangkan kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa. Subjek yang bersengketa adalah orang atau badan hukum perdata disatu pihak dan pejabat tata usaha negara dilain pihak. Sedangkan objek sengketanyaadalah keputusan yang dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN. Berdasarkan Pasal 55 UUPT, ditentukan gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat tata usaha negara.



9



DAFTAR PUSTAKA Ramlan. Hukum Acara Tata Usaha Negara. Martono Wahyunadi, Yodi. Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara dalam Sistem Peradilan di Indonesia. Wijaya, Endra. 2011. Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. (Jakarta: Pusat Kajian Ilmu Hukum). Martha Widyadnyana, Made, I Wayan Suardana. Tinjauan Yuridis Perluasan Subjek dan Objek Sengketa dalam Peradilan Tata Usaha Negara. (Bali: Universitas Udayana) M. Wantu, Fence. 2014. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Gorontalo: Reviva Cendekia)



iv