Kekentalan Dan Energi Pengaktifan Aliran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TERMODINAMIKA KIMIA KEKENTALAN DAN TENAGA PENGAKTIFAN ALIRAN LAPORAN PRAKTIKUM



Nama NIM Kelas/Kelopmok Asisten



: Nahdiatul Ummah : 171810301061 : A/6 : Rosa Safitri



LABORATORIUM KIMIA FISIKA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGEAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2018



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Ilmu kimia tidak pernah lepas dari hal yang sering didengar yaitu zat. Ilmu



kimia yang menyatakan zat yang dapat mengalir disebut fluida atau zat alir. Zat alir terdiri dari segala wujud zat, yaitu padat, cair, dan gas. Kekentalan merupakan salah satu sifat yang dimiliki zat alir. Kekentalan atau viskositas dalam suatu fluida timbul sebagai akibat dari adanya gaya gesek antar molekul yang saling bersentuhan. Viskositas memiliki sifat berlawanan dengan arah aliran, sehingga mudah atau sulitnya aliran suatu zat cair tergantung pada nilai viskositas yang dimilikinya ( Martoharsono, 2006). Praktikum ini dilakukan dengan menggunakan beberapa macam senyawa, yaitu air, alkohol, dan aseton. Kekentalan zat cair akan diukur pada praktikum ini. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode viskometer Ostwald. Pengukuran pada viskometer dilakukan dengan mengisi viskometer dengan cairan yang diuji sampai diatas tanda batas, lalu diukur waktu yang diperlukan zat cair tersebut mengalir hingga tanda batas bawah. Metode ini memanfaatkan air sebagai pembanding. Data yang diperoleh dari hasil percobaan terhadap air, selanjutnya dibandingkan terhadap waktu alir dan massa jenis suatu zat yang didapatkan. Pengukuran massa jenis dari tiap senyawa yang digunakan juga akan diukur pada praktikum kali ini. Massa jenis masing-masing senyawa tersebut dapat diukur menggunakan alat yang disebut piknometer. Pengukuran dilakukan dengan cara memasukkan senyawa ke dalam piknometer sampai tanda batas pada suhu yang telah ditentukan, kemudian ditimbang. Praktikum ini dilakukan dengan tujuan mengamati angka kekekentalan suatu zat cair dengan menggunakan air sebagai pembandingnya, serta menentukan tenaga pengaktifan zat cair tertentu. Konsep tentang kekentalan suatu zat sangat penting untuk dipelajari karena sering dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Kekentalan cairan sangat penting bagi makhluk hidup, karena menyangkut terhadap aliran darah. Kekentalan darah dapat mempengaruhi kemudahan aliran darah melewati pembuluh darah yang kecil. Hematokrit atau persentase sel darah



merah dalam darah menentukan viskositas dalam darah. Hematokrit apabila meningkat dan aliran darah lambat, maka tekanan darah arteri naik. Tekanan darah yang naik menyebabkan jantung harus berkontraksi lebih kuat lagi untuk mengalirkan darah melewati sistem sirkulasi. Mengingat pentingnya mengatur kekentalan suatu cairan, perlu adanya pemahaman yang lebih tentang kekentalan.



1.2



Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam praktikum kali ini, yaitu :



1.



Bagaiaman cara mengamati angka kekentalan relatif suatu zat cair dengan cara menggunakan air sebagai pembanding?



2.



Bagaimana menentukan energi pengaktifan zat cair tertentu?



1.3



Tujuan Praktikum Tujuan percobaan praktikum kali ini, antara lain :



1.



Menentukan angka kekentalan relatif suatu zat cair dengan cara menggunakan air sebagai pembanding



2.



Menentukan tenaga pengaktifan zat cair tertentu



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Material Safety Data Sheet (MSDS)



2.1.1 Akuades Akuades (dihidrogen oksida) memiliki rumus kimia H2O. Akuades berwujud liquid atau cairan yang tidak udah terbakar. Akuades tidak memiliki rasa, tidak memiliki bau dan tidak berwarna. Akuades memiliki berat molekul 18,02 g/mol dengan titik didih 100oC. Akuades memiliki massa jenis 1 g/cm3dan pH netral yaitu 7. Akuades yang mengenai mata, kulit, terhirup, dan tertelan tidak memerlukan perlakuan khusus untuk menanganinya (Sciencelab, 2018). 2.1.2 Alkohol Alkohol atau dikenal dengan etanol adalah senyawa liquid yang tidak berwarna, berbau seperti campuran aseton dan etanol, mudah menguap pada suhu rendah serta mudah terbakar pada suhu tinggi. Alkohol atau etanol memiliki rumus C2H5OH. Massa jenis alkahol adalah 0,80 g/cm3. Titik didih alkohol yaitu pada suhu 78oC (351 K). Alkohol dapat bercampur dengan air dan pelarut organik. Alkohol mudah larut dalam air, metanol, dietil eter, n-oktanol, aseton, larutan garam, dan benzena. Alkohol adalah istilah yang umum untuk senyawa organik apapun yang memiliki gugus hidroksil ( -OH ) yang terikat pada atom karbon, dan gugus itu sendiri terikat pada atom hidrogen atau pada karbon yang lain (Sciencelab, 2018). Alkohol yang mengenai kontak mata, maka segera mata dibasuh dengan air selama 15 menit dan dapatkan bantuan medis apabila terjadi iritasi. Alkohol yang terkena kontak kulit dan terjadi iritasi segera basuh kulit dengan air dan sabun, kemudian olesi kulit yang iritasi dengan menggunakan emolien. Alkohol yang tertelan jangan dipaksa memuntahkan kecuali dengan arahan tenaga medis (Sciencelab, 2018). 2.1.3 Aseton Aseton atau propanon (dimetil keton/metal keton/beta-ketopropana) yang memiliki rumus struktur CH3COCH3 merupakan senyawa keton paling sederhana dan larut dalam berbagai perbandingan dengan air. Senyawa ini berupa liquid



tidak berwarna dan baunya manis dan rasanya pahit. Aseton merupakan pelarut penting untuk membuat plastik, serat, obat-obatan, dan senyawa kimia lain. Aseton dapat ditemukan alami pada tubuh manusia dalam kandungan kecil. Aseton memiliki berat molekul 58 g/mol. Aseton memiliki massa jenis 7,8 g/cm3. Titik didih aseton adalah 82,5oC (180,5oF) dan titik lelehnya adalah -88,5oC (127,3oF). Aseton memiliki suhu kritis pada 235oC (445oF). Tekanan uap pada aseton adalah 4,4 kPa. Massa jenis uap aseton 2,07 dan pH 1% dalam air. Aseton mudah larut dalam air dingin, air panas, metanol, oktanol, aseton, larut dalam garam, larut dalam benzena (Sciencelab, 2018). Aseton yang mengenai kontak mata, maka segera mata dibasuh dengan air selama 15 menit dan dapatkan bantuan medis apabila terjadi iritasi. Aseton yang terkena kontak kulit dan terjadi iritasi segera basuh kulit dengan air dan sabun, kemudian olesi kulit yang iritasi dengan menggunakan emolien. Aseton yang tertelan jangan dipaksa memuntahkan kecuali dengan arahan tenaga medis (Sciencelab, 2018).



2.2



Dasar teori



2.2.1 Viskositas ( Kekentalan ) Cairan merupakan salah satu bentuk dari materi yang dapat menyesuaikan bentuk dengan bentuk wadahnya (Atkins, 1997). Cairan merupakan suatu fasa dari materi yang dapat mengalir. Cairan mempunyai kerapatan yang lebih besar daripada gas dan lebih kecil dibandingkan dengan kerapatan materi dalam fasa padatan. Cairan memiliki gaya untuk melawan pada saat cairan tersebut mengalir, hal ini dikenal dengan Viskositas. Viskositas menurut Ridwan (1999) merupakan ketahanan suatu fluida terhadap deformasi atau perubahan bentuk.Viskositas merupakan jumlah dari gaya melawan dari suatu cairan pada saat mengalir. Viskositas biasanya semakin meningkat seiring dengan menurunnya suhu dan viskositas semakin rendah dalam keadaan suhu semakin meningkat (Chang.2004). Cairan yang mempunyai gaya intermolecular yang tinggi mempunyai nilai kekentalan yang semakin tinggi sedangkan cairan dengan interaksi antar molekul yang rendah mempunyai nilai kekentalan yang rendah. Air merupakan cairan yang



mempunyai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan cairan lainnya, hal ini dikarenakan kemampuan air dalam membentuk ikatan hidrogen dan alkohol juga dapat membentuk ikatan hidrogen (Chang.2004). Viskositas atau kekentalan suatu cairan merupakan sifat yang berkaitan dengan hambatan untuk mengalir. Viskositas dari suatu cairan merupakan indeks dari hambatan alir dari cairan tersebut. Cairan dengan viskositas yang kecil akan mengalami aliran yang cepat sedangkan cairan dengan viskositas tinggi akan mengalami aliran yang lambat (Bird,1993). Viskositas dari suatu cairan dapat ditentukan dengan persamaan yang berdasarkan pada cara Hoppler. Prinsip dari cara ini ialah gaya gesek yang bersifat menahan gerakan bola dalam medium adalah 6πƞrv = (3/4)r3 (ρ - ρ1)g



……...(2.1)



dengan r sebagai jari-jari bola dan v sebagai kecepatan bola. Pengaruh suhu terhadap kekentalan sistem dapat dinyaatakan dengan persamaan : ln η = ln a + E/RT



……...(2.2)



dimana R merupakan konstanta gas ideal dalam keadaan suhu mutlak. E pada persamaan ini merupakan energi aktivasi molar untuk mengalirnya cairan (Mortimer,2008). Metode lainnya yang digunakan dalam penentuan besar kekntalan dari suatu cairan ialah metode Ostwald. Metode ini merupakan metode yang berdasarkan pada persamaan Poiseullie. Persamaannya ialah sebagai berikut : ƞ=



𝜋𝑝𝑟 4 𝑡 (8𝑉𝐿)



……...(2.3)



dimana t merupakan waktu yang dibutuhkan untuk volume V dari cairan yang mengalir melewati sebuah pipa kapiler sepanjang L dn radius dibawah tekanan sebesar P. Viskositas dari kebanyakan cairan semakin rendah dengan seiring bertambahnya suhu. Kenaikan tekanan akan menyebabkan kenaikan nilai viskositas karena pada keadaan ini jumlah dari lubang terkurangi, yang menyebabkan molekul semakin sulit bergerak satu sama lain (Silbey,2004 ). Viskositas yang bersifat melawan suatu aliran disebabkan adanya gaya gesekkan yang terjadi diantara dua partikel. Gaya gesek sebagai penghambat



aliran fluida antara zat cair dengan padat dalam Hukum Stokes dinyatakan bahwa jika suatu zat bergerak dalam suatu fluida diam, maka terhadap bola tersebut akan bekerja gaya gesek yang arahnya berlawanan dengan arah gerak bola. Hukum Stokes dapat dinyatakan dengan persamaan 𝐹 = 6𝜋𝜂𝑟𝑣



……...(2.4)



dimana : F = gaya gesekan fluida 𝜂 = koefisien kekentalan v =kecepatan relatif r = jari-jari



(Sears, 1984). Viskometer ini terdiri dari gelas silinder dengan cairan yang akan diteliti dan dimasukan dalam termosfat. Faktor- faktor yang mempengaruhi viskositas antara lain : a.



Ukuran molekul Viskositas naik dengan naiknya berat molekul. Laju aliran misalnya alkohol



cepat, larutan minyak laju alirannya lambat dan kekentalannya tinggi seta laju aliran lambat sehingga viskositas juga tinggi. Viskositas akan naik jika ikatan rangkap semakin banyak. b.



Gaya tarik intramolekul Viskositas air naik dengan adanya ikatan hidrogen, viskositas CPO dengan



gugus OH pada trigliseridanya naik pada keadaan yang sama. Semakin kuat gaya antarmolekulnyamaka zat akan semakin sulut mengalir, sehingga viskositasnya tingga. c.



Suhu Suhu yang semakin tinggi maka semakin rendah nilai viskositasnya.



Penyebabnya adalah gaya-gaya kohesi pada zat cair bila dipanaskan akan mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya suhu pada zat cair yang menyebabkan berturunnya viskositas dari zat cair tersebut. Suhu yang semakin tinggi maka cairan semakin encer, karena kerapatan komponen penyusun zat cair semakin renggang. Viskositas akan menjadi lebih tinggi jika suhu mengalami



penurunan karena pada saat suhu dinaikkan maka partikel-partikel penyusun zat tersebut bergerak secara acak sehingga kekentalan akan mengalami penurunan, dan jika suhu mengalami penurunan akan terjadi kenaikan viskositas karena partikel-partikel penyusun senyawa tersebut tidak mengalami gerakan sehingga gaya gesek yang bekerja juga semakin besar. d.



Tekanan Tekanan yang semakin tinggi maka semakin besar viskositas suatu cairan.



Cairan didalamnya terdapat kekosongan dan molekul bergerak secara terusmenerus kedalam kekosongan ini, sehingga kekosongan akan bergerak keliling. Proses ini menyebabkan aliran, tetapi memerlukan energi karena ada energi yang harus dimiliki suatu molekul agar dapat bergerak kedalam kekosongan itu. Energi pengaktifan lebih mungkin terdapat pada suhu yang tinggi, dan dengan demikian cairan lebih mudah mengalir pada suhu yang tinggi. Kerapatan zat cair semakin renggang dengan bertambahnya suhu, sehingga tingkat kekentalannya berkurang. e.



Waktu Kekentalan yang semakin besar pada suatu zat cair maka waktu yang



dipakai untuk mengalir semakin lama. Waktu ini juga sebagai akibat perubahan suhu artinya semakin rendah suhu suatu zat cair maka waktu yang dibutuhkan untuk mengalir semakin lama, begitu pula sebaliknya. Kekentalan yang semakin tinggi maka hambatannya semakin besar, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mengalir semakin lama. (Atkins, 1997). 2.2.2 Viskometer Ostwald Viskometer Ostwald merupakan salah satu alat yang dapat digunakan dalam penentuan kekentalan dari suatu caitaran. Prinsip dari alat ukur ini ialah dengan cara mengukur waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah cairan tertentu untuk menglir melintasi pipa kapiler yang bergerak mengalir karena adanya gaya yang disebabkan oleh massanya sendiri. Cairan ini kemudian diisap melalui labu ukur dari viscometer sehingga cairan akan mengalir dari batas “a” menuju titik “b” sehingga jarak yang ditempuh oleh cairan ini ialah jarak antara “a” dan “b”.



Tekanan pada keadaan ini merupakan tekanan antara kedua ujung pipa U dan besarnyadiasumsikan sebanding dengan berat jenis cairan (Atkins, 1999). Viskositas menyatakan besarnya gaya tolak sebuah fluida terhadap aliran yang terjadi, sehingga menentukan kemudahan suatu molekul untuk bergerak dalam fluida tersebut. Kekentalan zat cair disebabkan adanya kohesi, sedangkan kekentalan pada gas disebabkan adanya tumbukan antar molekul. Fluida dalam wujud yang berbeda juga memiliki tingkat kekentalan yang berbeda. Viskositas zat cair lebih besar dari udara. Hal ini dikarenakan kerapatan zat cair lebih besar dari udara, sehingga gaya tolakan tuntuk melawan aliran juga semakin besar (Surojo, 2006). 2.2.3 Tenaga Pengaktifan Aliran Kekentalan merupakan salah satu sifat yang dapat dipengaruhi oleh keadaan temperature.. Kekentalan atau viskositas dipengaruhi oleh temperatur sebagai salah satu faktor penentu viskositas atau kekentalan. Pengaruh temperatur terhadap kekentalan zat cair dapat dinyatakan dengan persamaan : 𝐸



……...(2.5)



η = Aexp[(𝑅𝑇)]



……...(2.6)



ln η = ln A + 𝑅𝑇 𝐸



Nilai tenaga pengaktifan aliran (E) dapat ditentukan dengan cara membuat grafik ln η lawan 1/T (Tim Penyusun, 2018). 2.2.4 Massa Jenis Massa jenis dapat didefinisikan sebagai massa per satuan volume. Massa jenis merupakan besaran turunan yang diperoleh dengan membandingkan kedua besaran tersebut, yaitu massa dan volume dari suatu zat. Pengukuran dilakukan pada tekanan dan suhu tertentu dan dapat dinyatakan dalam satuan gram/ml. Zat yang biasa digunakan sebagai standar untuk zat cair dan padat adalah air. Hal ini dikarenakan air mudah didapat dan mudah untuk dimurnikan (Martin, 1990). 2.2.5 Piknometer Fluida merupakan zat alir yang dapat berupa zat cair, gas, dan padatan. Ketiga zat tersebut dapat mengalir dalam wujud apapun. Massa jenis suatu fluida atau zat alir dapat diukur menggunakan alat yang disebut piknometer. Piknometer



terbuat dari kaca dengan bentuk menyerupai botol parfum, serta dilengkapi dengan termometer. Ukuran piknometer sangat beragam, sepertu ukuran 25 ml dan 50 ml. Piknometer memiliki beberapa bagian, antara lain tutup piknometer yang berfungsi mempertahankan suhu yang ada di dalam piknometer, lubang piknometer, gelas atau tabung ukur piknometer yang digunakan untuk mengukur volume fluida yang dimasukkan, dan termometer untuk mengukur suhu saat dilakukan penimbangan. Metode pengukuran piknometer dilakukan berdasarkan penentuan massa dan volume cairan yang dimiliki zat cair. Massa dan volume tersebut selanjutnya dibandingkan hingga diperoleh hasil berupa massa jenis fluida. Suhu yang terukur pada piknometer sangat mempengaruhi massa jenis yang dihasilkan, sehingga harus benar-benar diperhatikan agar mendapatkan hasil yang sesuai (Martin, 1990). 2.2.6 Hubungan Massa Jenis dengan Suhu Massa jenis suatu zat akan tinggi jika suhu zat tersebut rendah. Massa jenis berbanding terbalik dengan suhu. Hal ini dikarenakan suhu yang tinggi mengakibatkan energi kinetik partikel zat tinggi, akibatnya peluang terjadinya tumbukan efektif antar partikel semakin besar. Tumbukan tersebut mengakibatkan massa jenis suatu zat berkurang. Apabila suhu suatu zat rendah maka massa jenis zat tersebut semakin besar (Atkins, 1997).



BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN



3.1



Alat dan Bahan



3.1.1 Alat - Piknometer dan Termometer - Viskometer - Termometer - Stopwatch - Pipet tetes - Waterbath - Gelas ukur - Gelas beaker - Neraca - Ball pipet 3.1.2 Bahan - Akuades - Alkohol - Aseton - Zat X - Es batu 3.2



Skema Kerja



3.2.1 Menentukan Kerapatan Zat Cair Dengan Piknometer Akuades - dituang ke dalam gelas beaker - , dan 330C - diulangi prosedur diatas menggunakan zat lain, yaitu alkohol, aseton, dan zat X



Hasil Kekekntalan Zat Cair Menggunakan Viskometer Ostwald 3.2.2 Menentukan Akuades - dipanaskan dengan waterbath sampai suhu 330C - dimasukan ke dalam viskometer oswald yang telah dibersihkan dengan zat cair yang akan digunakan - diisi sampai melewati tanda paling atas - dihidupkan stopwatch ketika zat cairmelewati tanda paling atas dan dimatikan ketika telah sampai tanda paling bawah - dicatat waktualir yang diperoleh - dilakukan duplo - dilakukan hal yang sama untuk alkohol aseton dan zat X Hasil



BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1



Hasil



4.1.1 Uji Kerapatan (Massa Jenis) Menggunakan Piknometer No.



Jenis Zat



Suhu (K)



Kerapatan (ρ) g/mL



ρ rata-rata (g/mL)



306



0,999



0,999



0,999 1.



Akuades



304



1,004



1,004



1,004 302



1,008



1,008



1,008 306



0,841



0,841



0,841 2.



Alkohol



304



0,845



0,845



0,844 302



0,847



0,847



0847 306



0,811



0,811



0,810 3.



Aseton



304



0,813



0,813



0,813 302



0,816



0,816



0,816 306



1,005



1,005



1,004 4.



Zat X



304



1,006



1,006



1,006 302



1,008 1,008



1,008



4.1.2 Uji Kekentalan Menggunakan Viskometer Jenis Zat



Akuades



Alkohol



Aseton



Zat X



4.2



Suhu (K)



t (s)



Ƞ (gr/cm/s)



ƞ rata-rata



ln ƞ



1/T



(gr/cm/s)



(K-1)



-0,284



0,00326



-0,243



0,00329



306



0,190



0,7523



304



0,270



0,7840



302



0,310



0,8180



-0,200



0,00331



306



0,240



0,800



-0,223



0,00326



304



0,335



0,819



-0,200



0,00329



302



0,375



0,820



-0,198



0,00331



306



0,245



0,787



-0,239



0,00326



304



0,335



0,788



-0,239



0,00329



302



0,370



0,790



-0,235



0,00331



306



0,185



0,737



-0,306



0,00326



304



0,265



0,771



-0,260



0,00329



302



0,310



0,818



-0,201



0,00331



0,7847



0,813



0,788



0,775



E (J/K mol)



16079,27



4827,93



811,19



20153,17



Pembahasan Kekentalan atau yang dikenal dengan viskositas merupakan salah satu sifat



yang dimiliki oleh zat cair. Viskositas atau kekentalan suatu cairan merupakan sifat yang berkaitan dengan hambatan untuk mengalir. Viskositas dari suatu cairan merupakan indeks dari hambatan alir dari cairan tersebut. Cairan dengan viskositas yang kecil akan mengalami aliran yang cepat sedangkan cairan dengan viskositas tinggi akan mengalami aliran yang lambat (Bird,1993). Percobaan kali ini yang telah dilakukan yaitu mengenai kekentalan dan tenaga pengaktifan aliran. Percobaan kali ini dilakukan dengan tujuan mengamati angka kekentalan relatif suatu zat cair dan menentukan tenaga pengaktifan aliran zat cair tertentu. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan beberapa macam zat cair, yaitu akuades, alkohol, aseton, dan zat X yang akan ditebak jenisnya berdasarkan data yang dihasilkan. Percobaan ini dibagi menjadi dua, yaitu pengukuran massa jenis zat menggunakan piknometer, dan mengukur kekentalan menggunakan viskometer berdasarkan metode Ostwald. Percobaan masing-



masing dilakukan duplo. Hal ini dilakukan agar hasil yang dicapai lebih akurat dengan mengukur rata-rata data yang dihasilkan. Data yang diperoleh berupa massa zat dan waktu yang diperlukan masing-masing zat untuk mengalir dari tanda batas yang telah ditentukan. Percobaan pertama dilakukan untuk menentukan massa jenis masing-masing zat cair. Massa jenis adalah besaran turunan yang diperoleh dengan membandingkan besaran massa dan volume dari suatu zat (Martin, 1990). Pengukuran dilakukan dengan mengukur massa zat cair dalam piknometer. Piknometer merupakan alat dengan volume tertentu yang dilengkapi termometer untuk mengukur suhu zat didalamnya. Pengukuran massa jenis dilakukan dengan menggunakan suhu yang bervariasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap massa jenis suatu zat. Piknometer kosong ditimbang terlebih dahulu sebelum digunakan. Massa piknometer kosong yang diperoleh akan digunakan untuk mengetahui massa zat dalam piknometer. Zat cair yang akan diukur massa jenisnya dimasukkan ke dalam piknometer dan dipastikan untuk tidak ada gelembung udara dalam piknometer. Suhu zat cair selanjutnya disesuaikan dengan variasi suhu yang telah ditentukan yaitu 33oC, 31oC, dan 29oC dengan menggunakan waterbath dan es batu. Piknometer dan zat selanjutnya ditimbang sehingga diketahui massa zat dan piknometer. Data yang diperoleh selanjutnya dikurangkan dengan massa piknometer kosong sehingga dapat diketahui massa zat dalam piknometer. Data massa zat cair kemudian dibagi dengan volume zat cair sehingga massa jenis zat dapat diketahui. Nilai massa jenis yang diperoleh masing-masing zat digunakan dalam penghitungan menentukan kekentalan zat cair tersebut. Percobaan kedua dilakukan untuk menentukan kekentalan dari masingmasing zat cair. Viskositas menyatakan besarnya gaya tolak sebuah fluida terhadap aliran yang terjadi, sehingga menentukan kemudahan suatu molekul untuk bergerak dalam fluida tersebut. Fluida yang berbeda juga memiliki tingkat kekentalan yang berbeda (Surojo, 2006). Pengukuran digunakan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan oleh suatu zat cair untuk melewati tanda batas



yang ditentukan. Alat yang digunakan adalah viskometer yang dilakukan dengan metode ostwald. Pengukuran juga dilakukan dengan suhu yang bervariasi yaitu 33oC, 31oC, dan 29oC . Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kekentalan zat cair. Zat cair yang ingin diketahui kekentalannya disesuaikan suhunya menggunakan waterbah atau es batu terlebih dahulu. Suhu zat cair dipantau dengan menggunakan termometer. Zat cair langsung dimasukkan ke viskometer sampai tanda batas atas. Viskometer yang sudah terisi zat cair dimasukkan ke dalam gelas beaker tempat zat cair disesuaikan suhunya. Hal ini dilakukan agar suhu sistem tetap sama dengan suhu lingkungannya. Zat cair kemudian dihisap, dan dihitung waktu yang dibutuhkan oleh zat cair untuk mengalir dari tanda batas atas ke tanda batas bawah. Data yang diperoleh selanjutnya diolah ke dalam rumus dan mengkombinasikannya dengan hasil pengukuran massa jenis zat cair sehingga diperoleh kekentalan dari tiap gas yang diukur. Data yang diperoleh dari hasil masing-masing pengukuran selanjutnya diolah hingga didapatkan data massa jenis dan kekentalan tiap zat yang diuji seperti yang tertera pada tabel hasil. Data pertama yang didapatkan adalah massa jenis. Massa jenis yang diperoleh menunjukkan pengaruh temperatur terhadap massa jenis suatu zat cair. Hasil massa jenis air menunjukkan kenaikan seiring dengan penurunan suhu yang terjadi. Hal ini disebabkan karena massa zat cair yang tertimbang semakin naik seiring dengan menurunnya suhu, sedangkan massa jenis berbanding lurus dengan massa zat cair. Massa jenis akuades tertinggi terdapat pada suhu 29oC, yaitu sebesar 1,008 g/ml dan massa jenis terendah terdapat pada suhu 33oC, yaitu sebesar 0,999 g/ml. Nilai tersebut dianggap sesuai dengan literatur karena telah mendekati nilai massa jenis yang sesungguhnya pada literatur (Sciencelab,2018). Hal ini sesuai dengan literatur tentang trend hubungan antara suhu dengan massa jenis yang menyatakan bahwa massa jenis suatu zat akan semakin mengalami penurunan ketika suhu dinaikkan dan sebalikanya jika suhu mengalami penurunan maka massa jenis zat semakin bertambah (Martin, 1990). Hal ini dikarenakan ketika dipanaskan molekul-molekul penyusun suatu zat cair akan bergetar dan bergerak lebih bebas sehingga kerapatannya berkurang.



Pengukuran terhadap massa jenis alkohol juga dilakukan dan mendapatkan hasil seperti yang tertera pada tabel hasil. Data yang diperoleh menunjukkan trend hubungan antara suhu dengan massa jenis alkohol. Massa jenis mengalami kenaikan setiap suhu menurun. Nilai massa jenis yang terendah terdapat pada suhu 33oC, yaitu sebesar 0,841 g/mL. Hal ini sesuai dengan literatur (Sciencelab, 2018), yang telah disebutkan pada massa jenis akuades, karena massa jenis tertinggi berada pada suhu 29oC sebesar 0,847 g/mL. Hal ini membuktikan bahwa trend massa jenis terhadap suhu sesuai dengan literatur. Zat cair selanjutnya yang akan diukur massa jenisnya adalah aseton. Massa jenis yang dihasilkan juga menunjukkan trend hubungan yang sama dengan literatur (Martin, 1990) antara suhu dan massa jenis. Massa jenis mengalami kenaikan seiring dengan penurunan suhu yang terjadi. Massa jenis tertinggi didapatkan pada suhu 29oC, yaitu sebesar 0,816 g/ml, sedangkan massa jenis terendah pada suhu 33oC yaitu sebesar 0,811 g/ml, nilai tersebut telah mendekati nilai sebenarnya dan dianggap sesuai dengan literatur (Sciencelab, 2018). Pengukuran massa jenis zat cair selanjutnya dilakukan terhadap zat X. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa trend yang dihasilkan sesuai dengan literatur dari hubungan massa jenis dengan suhu. Massa jenis yang dihasilkan mengalami kenaikan seiring dengan peurunan suhu. Massa jenis tertinggi yaitu pada suhu 29oC sebesar 1,008 g/mL. Massa jenis berbanding terbalik dengan suhu, sehingga massa jenis akan semakin tinggi jika suhu yang dihasilkan semakin rendah begitu juga sebaliknya. Massa jenis zat cair yang dihasilkan pada pengukuran ini menunjukkan bahwa setiap zat memiliki massa zat cair yang berbeda. Massa jenis akuades berkisar diantara angka 1 g/ml. Hasil ini mendekati massa jenis akuades pada teori yaitu sebesar 1 g/ml. Massa jenis alkohol dan aseton yang dihasilkan juga mendekati nilai massa jenis kedua zat tersebut secara teori. Massa jenis alkohol berkisar diantara 0,84 g/ml, sedangkan massa jenis alkohol menurut teori sebesar 0,8 g/ml. Massa jenis aseton yang dihasilkan juga berkisar diantara 0,81 g/ml, sedangkan massa jenis aseton menurut teori sebesar 7,8 g/ml. Nilai massa jenis alkohol dan aseton yang dihasilkan kurang sesuai dengan teori berdasarkan



kisaran massa jenis yang dihasilkan kurang presisi tetapi telah mendekati hasil yang sebenarnya. Perbandingan massa jenis alkohol dengan aseton telah sesuai dengan teori, dimana kisaran massa jenis alkohol lebih tinggi dari aseton. Massa jenis akuades yang dihasilkan sesuai dengan teori karena menghasilkan massa jenis yang paling tinggi diantara tiga macam zat cair yang diuji lainnya. Zat X dapat dipastikan adalah akuades. Hal ini dikarenakan massa jenis zat X yang dihasilkan mendekati massa jenis akuades. Massa jenis zat X yang dihasilkan memiliki kemiripan dengan massa jenis akuades, yaitu kisran sebesar 1 g/ml. Penentuan jenis zat X tidak bisa langsung dilihat dari massa jenis yang dihasilkan, melainkan harus dibandingkan dalam hasil pengukuran kekentalan zat cair menggunakan viskometer. Percobaan kedua dilakukan untuk mengukur kekentalan suatu zat cair menggunakan viskometer Ostwald. Data yang diperoleh berupa waktu yang diperlukan zat cair untuk mengalir dari tanda batas atas ke batas bawah. Data tersebut kemudian diolah hingga kekentalan masing-masing zat cair dapat diketahui. Hubungan antara kekentalan zat cair dengan waktu menurut literatur adalah berbanding terbalik. Kekentalan suatu zat cair semakin tinggi jika suhu semakin rendah, sehingga waktu yang diperlukan zat cair pada suhu rendah akan semakin lama dari suhu yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan ketika suhu naik, jarak antar molekul zat cair semakin menjauh dan kekentalannya menurun, sehingga hambatan untuk mengalir menjadi rendah dan waktu alirnya menjadi semakin cepat (Kartika, 1990). Zat cair pertama yang diukur kekentalannya adalah akuades. Akuades disini merupakan zat yang digunakan sebagai pembanding. Kekentalan zat cair mengalami kenaikan seiring dengan penurunan suhu. Nilai kekentalan tertinggi terjadi pada suhu terendah dan sebaliknya. Kekentalan tertinggi pada suhu 29oC adalah sebesar 0,818 poise, dan nilai terendah pada suhu 33oC yaitu sebesar 0,7523 poise. Hasil yang diperoleh sesuai dengan literatur yang menyakan bahwa suhu berbanding terbalik dengan kekentalan suatu zat cair (Kartika, 1990). Kekentalan akuades tersebut didapat dari modul praktikum. (Tim Penyusun, 2018). Regresi yang dihasilkan pada pengukuran kekentalan air mencapai nilai



yang sangat bagus, yaitu sebesar 0,7847. Nilai regresi ini dapat diterima karena percobaan yang dilakukan mendapatkan hasil yang sesuai dengan hubungan antara suhu dan kekentalan menurut teori. Energi pengaktifan aliran akuades sebesar 16079, 27 J/K mol. Nilai tersebut membuktikan bahwa energi pengaktifannya lebih besar dibandingkan dengan aseton dan alkohol, karena akuades memiliki kekentalan yang lebih besar. Zat cair selanjutnya yang diukur adalah alkohol. Hasil yang diperoleh dari pengukuran tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini :



Alkohol -0.190 0.00326 0.00327 0.00328 0.00329 -0.195



0.0033



y = 580.74x - 2.1174 R² = 0.808 0.00331 0.00332



ln ƞ (g/cm/s)



-0.200 -0.205



Series1



-0.210



Linear (Series1)



-0.215 -0.220 -0.225



1/T (K-1)



Grafik 4.1 Hubungan kekentalan alkohol dengan suhu Grafik yang diperoleh pada pengukuran kekentalan alkohol kenaikan dari suhu tinggi ke suhu yang rendah. Grafik menunjukkan kekentalan mengalami peningkatan pada suhu 33oC sampai 29 oC, peningkatan drastis pada suhu 31 oC. Nilai kekentalan tertinggi ketika zat berada pada suhu 29 oC, yaitu sebesar 0,820 poise. Hasil yang diperoleh sesuai dengan teori. Regresi yang dihasilkan pada pengukuran ini menunjukkan hasil yang sangat bagus, yaitu sebesar 0,813. Hal ini dikarenakan data pengukuran yang diperoleh antara suhu dengan kekentalan menunjukkan hubungan yang sesuai dengan literatur, yaitu berbanding terbalik. Pengukuran zat cair selanjutnya adalah aseton. Hubungan antara kekentalan dengan suhu pada percobaan aseton dapat dilihat pada grafik dibawah ini



Aseton



ln ƞ (g/cm/s)



-0.235 0.00326 0.00327 0.00328 0.00329 -0.236



0.0033



y = 97.578x - 0.5588 R² = 0.894 0.00331 0.00332



-0.237 Series1



-0.238



Linear (Series1)



-0.239 -0.240 -0.241



1/T (K-1)



Grafik 4.2 Hubungan kekentalan aseton dengan suhu Hubungan antara suhu dengan kekentalan aseton yang diperoleh dari hasil percobaan berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa kekentalan semakin menurun seiring dengan naiknya suhu. Hal ini sesuai dengan teori karena grafik yang dihasilkan menggambarkan bahwa suhu berbanding terbalik dengan kekentalan. Kekentalan tertinggi terdapat pada suhu 29oC yaitu sebesar 0,790 poise, dan kekentalan terendah pada suhu 33oC yaitu sebesar 0,787 poise. Regresi yang dihasilkan pada pengukuran ini menunjukkan hasil yang sangat bagus, yaitu sebesar 0,788. Hal ini dikarenakan data pengukuran yang diperoleh antara suhu dengan kekentalan menunjukkan hubungan yang sesuai dengan literatur, yaitu berbanding terbalik. Percobaan selanjutnya dilakukan untuk mengidentifikasi jenis suatu zat brdasarkan data yang diperoleh selama percobaan. Grafik yang diperoleh adalah sebagai berikut :



Zat X 0.000 0.003260.003270.003280.00329 0.0033 0.003310.00332 -0.050



y = 2424.3x - 8.2304 R² = 0.9951



ln ƞ (g/cm/s)



-0.100 -0.150



Series1



-0.200



Linear (Series1)



-0.250 -0.300 -0.350



1/T (K-1)



Grafik 4.3 Hubungan kekentalan Zat X dengan suhu Grafik menunjukkan bahwa kekentalan zat X semakin naik seiring dengan menurunnya suhu. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara suhu dengan kekentalan pada zat X sesuai dengan teori, yaitu berbanding terbalik. Kekentalan tertinggi terdapat pada suhu 29oC yaitu sebesar 0,818 poise sama dengan akuades, sedangkan kekentalan terendah terjadi pada suhu 33oC yaitu sebesar 0,737 poise. Regresi yang dihasilkan pada pengukuran kekentalan zat cair sangat bagus, yaitu sebesar 0,775. Hal ini dikarenakan data yang diperoleh mengenai hubungan suhu dengan kekentalan menunjukkan hasil yang sesuai dengan teori. Identifikasi jenis zat X dapat dilihat melalui kekentalan yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan data massa jenis sebelumnya menunjukkan nilai yang sama antara zat X dan akuades. Kekentalan zat X yang dihasilkan dirata-rata untuk dibandingkan dengan rata-rata kekentalan dari tiap masing-masing zat. Kekentalan rata-rata zat X sebesar 0,775 poise, dan rata-rata kekentalan akuades adalah 0,7847. Rata-rata kekentalan zat X lebih mendekati rata-rata kekentalan akuades daripada aseton dan alkohol, sehingga dapat diketahui bahwa zat X adalah akuades. Tenaga pengaktifan aliran adalah jumlah energi yang dibutuhkan suatu zat cair untuk dapat mengalir. Tenaga pengaktifan aliran dapat diketahui dengan cara mengalikan konstanta R dengan gradiennya yang dihasilkan masing-masing zat.



Tenaga pengaktifan aliran air sebesar 16079,27 J/K.mol, alkohol sebesar 4827,91 J/K.mol , aseton sebesar 811,19 J/K.mol , dan zat X sebesar 20153,17 J/K.mol . Hasil tenaga pengaktifan aliran zat X lebih besar dari ketiga tenaga lainnya. Hasil ini sebanding dengan waktu yang dibutuhkan zat X yang merupakan akuades untuk mengalir dari tanda batas atas ke tanda batas bawah yang memiliki nilai lebih besar dari zat lain. Tenaga pengaktifan aliran juga berbanding lurus dengan massa jenis dan kekentalan zat cair, sehingga tenaga pengaktifan aliran akan semakin besar jika kekentalan dan massa jenis suatu zat cair semakin besar. Penentuan jenis zat X juga dapat dilihat dari tenaga pengaktifan yang dihasilkan masing-masing zat cair. Hasil menunjukkan bahwa tenaga pengaktifan zat X lebih mendekati tenaga pengaktifan aliran akuades dari pada dua zat lainnya. Tenaga pengaktifan energi akuades sebesar16079,27 J/Kmol dan zat X sebesar 20153,17 J/Kmol. Hal ini semakin memperkuat bahwa zat X adalah akuades.



BAB 5. PENUTUP



5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan kali ini adalah : 1.



Angka kekentalan relatif dapat diukur menggunakan viskometer Ostwald dengan cara memperhatikan waktu yang diperlukan zat cair untuk mengalir dari tanda batas atas sampai ke batas bawah. Data massa jenis zat cair juga dibutuhkan, sehingga diperlukan pengukuran massa jenis terlebih dahulu yang dilakukan dengan menggunakan piknometer. Kekentalan dan massa jenis akan semakin naik jika suhu semakin menurun. Zat yang ditetentukan kekentalannya dibandingkan dengan kekentalan air yang telah telah ditentukan dan tercantum dalam literatur.



2.



Tenaga pengaktifan zat cair dapat diperoleh dengan mengalikan konstanta gas umum sebesar 8,314 J/Kmol dengan gradien yang dihasilkan masingmasing zat. Tenaga pengaktifan aliran zat X sebesar 20153,17 J/Kmol. Hasil ini mendekati nilai tenaga pengaktifan aliran akuades jika dibandingkan dengan dua zat cair lainnya, yaitu sebesar 16079 J/Kmol. Hal ini membuktikan bahwa zat X yang dimaksud adalah akuades.



5.2



Saran Saran untuk praktikum selanjutnya adalah hendaknya praktikan lebih



berhati-hati dan teliti dalam pengukuran yang melibatkan variasi suhu. Suhu zat harus benar-benar dipastikan sesuai dengan ketentuan agar hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Praktikan juga harus lebih teliti dan cermat saat menentukan (mencatat) waktu yang dibutuhkan suatu zat untuk mencapai batasbatas yang telah ditentukan, sebab waktu tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil kekentalan. Praktikan juga harus benar-benar berhati-hati dalam melakukan percobaan ini, terutama saat menggunakan alat-alat kaca. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi kecelakaan dalam laboratorium.



DAFTAR PUSTAKA Atkins.1997.Physical Chemistry.Jakarta : Erlangga Bird,T.1993.Kimia Fisika untuk Universitas.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Chang,Raymond,2004.Kimia Dasar 1 .Jakarta : Erlangga Kartika. 1990. Viskositas.Makassar : Universitas Hasanuddin. Martin, A. 1990. Farmasi Fisika. Jakarta : UI-Pres Martoharsono, S. 2006. Biokimia I. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. Mortimer.2008.Physical Chemistry.USA : Servier Sciencelab, 2018. Material Safety Data Sheet of Acetone. [Serial Online] http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927062 (Diakses pada 26 Oktober 2018). Sciencelab, 2018. Material Safety Data Sheet of Aquades. [Serial Online] http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927321 (Diakses pada 26 Oktober 2018). Sciencelab, 2018. Material Safety Data Sheet of Alcohol. [Serial Online] http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9924412 (Diakses pada 26 Oktober 2018). Sarojo, G.A. 2006. Seri Fisika Dasar Mekanika. Jakarta : Salemba Teknika. Sears, F.W. 1984. Mekanika Panas dan Bunyi. Jakarta : Bina Cipta. Silbey.2004.Physical Chemistry. Cambridge : Wiley



Tim Penyusun. 2018. Penuntun Praktikum Termodinamika Kimia. Jember : Universitas Jember.



LAMPIRAN



1. Piknometer a. Menentukan Massa Jenis Suatu Zat Cair 𝜌=



𝑚 𝑣



mzat cair = mzat cair + pignometer – mpignometer kosong mpignometer kosong (1) = 27.24 gram mpignometer kosong (2) = 27.24 gram Vpignometer = 10.00 mL 



Massa jenis akuades a. Suhu 33˚C m1 = 37,23 g – 27,24 g



m2 = 37,23 g – 27,24 g



= 9,99 g ρ1 =



9,99 𝑔 10



= 9,99 g ρ2 =



= 0,999 g/mL



Ӽrata-rata 25˚C=



𝜌1 + 𝜌2



9,99𝑔 10



= 0,999 g/mL



0,999 g/mL+ 0,999 g/mL =



2



2



= 0,999 g/mL b. Suhu 31˚C m1 = 37,28 g –27,24 g



m2 = 37,28 g – 27,24 g



= 10,04g ρ1 =



10,04 𝑔 10



= 10,04 g ρ1 =



= 1,004 g/mL



Ӽrata-rata 27˚C=



𝜌1 + 𝜌2 2



10,04 𝑔 10



= 1,004 g/mL



1,004 g/mL+ 1,004 g/mL =



2



= 1,004 g/mL c. Suhu 29˚C m1 = 37,32 g – 27,24 g



m2 = 37,32 g – 27,24 g



= 10,08 g ρ1 =



10,08 𝑔 10



= 10,08 g ρ1 =



= 1,008 g/mL



Ӽrata-rata 31˚C=



𝜌1 + 𝜌2 2



1,008 g/mL+ 1,008 g/mL =



2𝑆



= 1,008 g/mL



10,08𝑔 10



= 1,008 g/mL







Massa jenis Alkohol a. Suhu 33˚C m1 = 35,65 g – 27,24 g



m2= 43,798 g – 27,24 g



= 8,41 g ρ1 =



8,41 𝑔 10



= 8,41 g ρ2 =



= 0,841 g/mL



Ӽrata-rata 25˚C=



78,41 𝑔 10



= 0,841 g/mL



𝜌1 + 𝜌2 0,841 g/mL+ 0,841 g/mL 2



=



2



= 0,841 g/mL b. Suhu 31˚C m1 = 35,69 g – 27,24 g



m2= 35,68 g – 27,24 g



= 8,45 g ρ1 =



8,45 𝑔 10



= 8,44 g ρ2 =



= 0,845 g/mL



Ӽrata-rata 27˚C=



8,44 𝑔 10



= 0,844 g/mL



𝜌1 + 𝜌2 0,845 g/mL+ 0,844 g/mL 2



=



2



= 0,8445 g/mL c. Suhu 29˚C m1 = 35,71 g – 27,24 g



m2= 35,71 g – 27,24g



= 8,47 g ρ1 =



8,47 𝑔



= 8,47 g ρ2 =



= 0,847 g/mL



10



Ӽrata-rata 31˚C=



8,47 𝑔 10



= 0,847 g/mL



𝜌1 + 𝜌2 0,847 g/cm3+ 0,847 g/cm3 2



=



2



= 0,847 g/ml 



Massa jenis Aseton a. Suhu 33˚C m1 = 35,35 g – 27,24 g



m2= 35,34 g –27,24 g



= 8,11 g ρ1 =



8,11 𝑔 10



= 8,10 g ρ2 =



= 0,811 g/cm3



Ӽrata-rata 25˚C=



𝜌1 + 𝜌2 0,811g/mL+ 0,810 g/mL 2



=



2



= 0,8105 g/mL



8,10 𝑔 10



= 0,810 g/cm3



b. Suhu 31˚C m1 = 35,37 g –27,24 g



m2= 35,37 g –27,24 g



= 8,13 g ρ1 =



8,13𝑔 10



= 8,13 g ρ2 =



= 0,813 g/mL



Ӽrata-rata 27˚C=



8,13 𝑔 10



= 0,813 g/mL



𝜌1 + 𝜌2 0,813 g/mL+ 0.813 g/mL 2



=



2



= 0,813 g/mL c. Suhu 29˚C m1 = 35,40 g –27,24 g



m2= 35,40 g –27,24 g



= 8,16 g ρ1 =



8,16 𝑔 10



= 8,16 g ρ2 =



= 0,816 g/mL



Ӽrata-rata 31˚C=



8,16 𝑔 10



= 0,816 g/mL



𝜌1 + 𝜌2 0,816 g/mL + 0,816 g/mL 2



=



2



= 0,816 g/mL 



Massa jenis Zat X a. Suhu 33˚C m1 = 37,29 g –27,24 g



m2= 37,28 g –27,24 g



= 10,05 g ρ1 =



10,05 𝑔 10



= 10,04 g ρ2 =



= 1,005 g/mL



Ӽrata-rata 25˚C=



10,04 𝑔 10



= 1,004 g/mL



𝜌1 + 𝜌2 1,005 g/mL+ 1,004 g/mL 2



=



2



= 1,0045 g/mL b. Suhu 31˚C m1 = 37,30 g –27,24 g



m2= 37,30 g –27,24 g



= 10,06 g ρ1 =



10,06 𝑔 10



= 10,06 g



= 1,006 g/mL



Ӽrata-rata 27˚C=



ρ2 =



10,06 𝑔



ρ1 =



10,08 𝑔



10



= 1,006 g/mL



𝜌1 + 𝜌2 1,006 g/mL+ 1,006 g/mL 2



=



2



= 1,006 g/mL c. Suhu 29˚C m1 = 37,32 g – 27,24 g = 10,08 g



10



= 1,008 g/mL



m2= 37,32 g –27,24 g



ρ2 =



10,08 𝑔 10



= 1,008 g/mL



= 10,08 g Ӽrata-rata 31˚C=



𝜌1 + 𝜌2 1,008 g/mL+ 1,008 g/mL 2



=



2



= 1,008 g/mL 2. Viskometer Lampiran excel alkohol 33 31 29



t t1 t2 rata2 0,25 0,23 0,24 0,35 0,32 0,335 0,38 0,36 0,37



ρ zat 0,841 0,845 0,847



ƞ air 0,7523 0,784 0,818



ρ air 0,999 1,004 1,008



t air 1 0,2 0,26 0,32



t air 2 0,18 0,28 0,3



t air rata 0,19 0,27 0,31



Aseton 33 31 29



0,24 0,25 0,245 0,33 0,34 0,335 0,36 0,38 0,37



0,8105 0,813 0,816



0,7523 0,784 0,818



0,999 1,004 1,008



0,2 0,26 0,32



0,18 0,28 0,3



0,19 0,27 0,31



Zat X 33 31 29



0,18 0,19 0,185 0,27 0,26 0,265 0,3 0,32 0,31



1,0045 1,006 1,008



0,7523 0,784 0,818



0,999 1,004 1,008



0,2 0,26 0,32



0,18 0,28 0,3



0,19 0,27 0,31



ρ zat ƞ zat ƞ zat 1/t ln ƞ rata rata 0,800 4,167 -0,223 0,84 0,813 0,819 2,985 -0,200 0,820 2,703 -0,198



0,787 0,788 0,790



4,082 2,985 2,703



-0,239 -0,239 -0,235



0,81



0,788



0,737 0,771 0,818



5,405 3,774 3,226



-0,306 -0,260 -0,201



1,01



0,775



ln ƞ air



1/T T 0,28462 0,003268 0,24335 0,003289 0,20089 0,003311







306 304 302



Kekentalan akuades



pada suhu 33oC = 0.7523 gr/cm/s waktu alir rata-rata =



0.20+0.18



pada suhu 31oC = 0.7840 gr/cm/s waktu alir rata-rata =



0.26+0.28



pada suhu 29oC = 0.818 gr/cm/s waktu alir rata-rata = 



Kekentalan alkohol



Suhu 33℃ 𝑡 𝜂 alkohol = 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 =



𝑥 𝜌𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝜂𝑎𝑘𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠



𝜌 𝑎𝑖𝑟 .𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑔𝑠 𝑔𝑠 0,245 𝑠 𝑥 0,841 𝑥 0,7523 𝑐𝑚3



𝑐𝑚



0,999𝑥 0,19𝑠 𝑔𝑠



= 0,817 𝑐𝑚 Suhu 31℃ 𝑡 𝜂 alkohol = 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 =



𝑥 𝜌𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝜂𝑎𝑘𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠 𝜌 𝑎𝑖𝑟 .𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑔 𝑔𝑠 0,325 𝑠 𝑥 0,845 𝑥 0,784 𝑔



𝑐𝑚3



𝑐𝑚



1,004 𝑥 0,27 𝑠 𝑐𝑚3 𝑔𝑠



= 0,794 𝑐𝑚 Suhu 29℃ 𝑡 𝜂 alkohol = 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 =



𝑥 𝜌𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝜂𝑎𝑘𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠



𝜌 𝑎𝑖𝑟 .𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑔 𝑔𝑠 0,375 𝑠 𝑥 0,847 𝑥 0,818 𝑔



𝑐𝑚3



𝑐𝑚



1,008 𝑥 0,31 𝑠 𝑐𝑚3 𝑔𝑠



= 0,831 𝑐𝑚 



Kekentalan aseton



Suhu 33℃ 𝑡 𝜂 aseton = 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛 =



𝑥 𝜌𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛 𝑥 𝜂𝑎𝑘𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠 𝜌 𝑎𝑖𝑟 .𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑔 𝑔𝑠 0,24 𝑠 𝑥 0,8105 𝑥 0,7523 𝑐𝑚3



0,999𝑥 0,19 𝑠 𝑔𝑠



= 0,771 𝑐𝑚



𝑐𝑚



2 2



0.32+0.30 2



= 0.19 s = 0.27 𝑠



= 0.31 𝑠



Suhu 31℃ 𝑡 𝜂 aseton = 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛 =



𝑥 𝜌𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛 𝑥 𝜂𝑎𝑘𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠



𝜌 𝑎𝑖𝑟 .𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑔 𝑔𝑠 0,28 𝑠 𝑥 0,813 𝑥 0,784 𝑔



𝑐𝑚3



𝑐𝑚



1,004 𝑥 0,27𝑠 𝑐𝑚3 𝑔𝑠



= 0,658 𝑐𝑚 Suhu 29℃ 𝑡 𝜂 aseton = 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛 =



𝑥 𝜌𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛 𝑥 𝜂𝑎𝑘𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠



𝜌 𝑎𝑖𝑟 .𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑔 𝑔𝑠 0,3 𝑠 𝑥 0,816 𝑥 0,818 𝑐𝑚3 𝑔



𝑐𝑚



1,008 𝑥 0,31 𝑠 𝑐𝑚3 𝑔𝑠



= 0,641 𝑐𝑚 



Kekentalan Zat x



Suhu 33℃ 𝑡 𝜂 zat x = 𝑧𝑎𝑡 𝑥 =



𝑥 𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑥 𝑥 𝜂𝑎𝑘𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠



𝜌 𝑎𝑖𝑟 .𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑔 𝑔𝑠 0,185 𝑠 𝑥 1,0045 𝑥 0,7523 𝑔



𝑐𝑚3



𝑐𝑚



0,999 𝑥0,19𝑠 𝑐𝑚3 𝑔𝑠



= 0,737 𝑐𝑚 Suhu 31℃ 𝑡 𝑥 𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑥 𝑥 𝜂𝑎𝑘𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠 𝜂 zat x = 𝑧𝑎𝑡 𝑥 𝜌 𝑎𝑖𝑟 .𝑡 𝑎𝑖𝑟 =



𝑔𝑠 𝑐𝑚



0,22 𝑠 𝑥 1,006𝑥 0,784 𝑔



1,004 𝑥 0,27 𝑠 𝑐𝑚3 𝑔𝑠



= 0,640 𝑐𝑚 Suhu 29℃ 𝑡 𝜂 zat x = 𝑧𝑎𝑡 𝑥 =



𝑥 𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑥 𝑥 𝜂𝑎𝑘𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠



𝜌 𝑎𝑖𝑟 .𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑔 𝑔𝑠 0,24 𝑠 𝑥 1,008 𝑥 0,818 𝑐𝑚3



𝑐𝑚



1,008𝑥 0,31 𝑠 𝑔𝑠



= 0,633 𝑐𝑚



3. Energi Pengaktifan Aliran  Air 𝐸 =𝑚×𝑅 𝐸 = 1934 × 8,314 J/K mol 𝐽



𝐸 = 16079,27 𝐾 𝑚𝑜𝑙



Alkohol -0.190 0.00326 0.00327 0.00328 0.00329 -0.195



0.0033



y = 580.74x - 2.1174 R² = 0.808 0.00331 0.00332



ln ƞ (g/cm/s)



-0.200 -0.205



Series1



-0.210



Linear (Series1)



-0.215 -0.220 -0.225







1/T (K-1)



Alkohol 𝐸 =𝑚×𝑅 𝐸 = 580,7 × 8,314𝐽/𝐾 mol 𝐽



𝐸 = 4827,93 𝐾 𝑚𝑜𝑙



Aseton



ln ƞ (g/cm/s)



-0.235 0.00326 0.00327 0.00328 0.00329 -0.236



0.00331 0.00332



-0.237 Series1



-0.238



Linear (Series1)



-0.239 -0.240 -0.241







0.0033



y = 97.578x - 0.5588 R² = 0.894



1/T (K-1)



Aseton 𝐸 =𝑚×𝑅 𝐽



𝐸 = 97,57 × 8,314 𝐾 𝑚𝑜𝑙 J



𝐸 = 811,19 mol K



Zat X 0.000 0.003260.003270.003280.00329 0.0033 0.003310.00332 -0.050



y = 2424.3x - 8.2304 R² = 0.9951



ln ƞ (g/cm/s)



-0.100 -0.150



Series1



-0.200



Linear (Series1)



-0.250 -0.300 -0.350







1/T (K-1)



Zat X 𝐸 =𝑚×𝑅 𝐽



𝐸 = 2424 × 8,314 𝐾 𝑚𝑜𝑙 J



𝐸 = 20153,17 mol K