Kel 3 Pemikian Ulama Syekh Muhammad Nafis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tugas Terstruktur



Dosen Pengampu



Pemikiran Ulama Banjar Bidang Kalam dan Tasawuf



Drs. Muhrin, M. Fil. I



SYEKH MUHAMMAD NAFIS



Oleh : Kelompok 3



Ahmad Sarwani



190101010245



Annisa Nur Kamilah



190101010330



UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BANJARMASIN 2022



KATA PENGANTAR



Puji syukur selalu tercurahkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan taufiq, hidayah serta inayah-Nya kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Syekh Muhammad Nafis”. Kami selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak. Drs. Muhrin, M. Fil. I selaku dosen pengampu mata kuliah Pemikiran Ulama Banjar Bidang Kalam dan Tasawuf. Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kemajuan makalah yang lebih baik lagi di waktu yang akan datang. Demikian makalah ini kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.



Banjarmasin, Maret 2022



Kelompok 3



i



DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................



i



DAFTAR ISI ...............................................................................................



ii



BAB I PENDAHULUAN ............................................................................



1



A. Latar Belakang .................................................................................. B. Rumusan Masalah ............................................................................. C. Tujuan Penulisan ...............................................................................



1 1 1



BAB II PEMBAHASAN .............................................................................



2



A. Biografi Syekh Muhammad Nafis ..................................................... B. Pemikiran Syekh Muhammad Nafis .................................................. C. Karya-Karya Syekh Muhammad Nafis ..............................................



2 4 10



BAB III PENUTUP .....................................................................................



12



A. Kesimpulan ....................................................................................... B. Saran .................................................................................................



12 12



DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................



13



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syekh Muhammad Nafis al-Banjari merupakan seorang sufi dari Kalimantan Selatan yang berdakwah dengan mengajarkan konsep tauhid melalui praktik tasawuf, yang meyakini dan mengenal allah SWT secara benar dengan menggunakan mata hati (qalb), yang nantinya seseorang akan mencapai tingkatan ma’rifatullah. Karya Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari yang terkenal adalah karya tasawuf berujudul Durr al-Nafis, Majmu’ al-Asrar dan Kanzuz Sa’adah. Di antara karya-karyanya itu yang paling berpengaruh adalah Durr al-Nafis. Kitab Durr al-Nafis berisi pembahasan ketuhanan atau Tauhid dalam perspektif tasawuf, yang membicarakan berbagai cara yang dapat di lakukan salikin untuk mencapai kepada Allah, membahas tentang tauhid af’al, tahuid sifat, tauhid asma, tauhid dzat dan lain-lain. B. Rumusan Masalah 1. Siapa Syekh Muhammad Nafis? 2. Bagaimana pemikiran Syekh Muhammad Nafis? 3. Apa saja karya-karya Syekh Muhammad Nafis? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui biografi Syekh Muhammad Nafis. 2. Untuk mengetahui pemikiran Syekh Muhammad Nafis. 3. Untuk mengetahui karya-karya Syekh Muhammad Nafis.



1



BAB II PEMBAHASAN A. Biografi Syekh Muhammad Nafis Nama lengkapnya adalah Muhammad Nfis bin Idrsi bin Husein, ia lahir sekitar tahun 1148 H/1735 M. di kota Martapura, sekarang ibukota Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Syekh Muhammad Nafis Al Banjari dari keluarga bangasawan atau kesultanan Banjar yang garis silsilah dan keturunannya bersambung hingga Sultan Suriansyah (1527-1545). Silsilah lengkapnya adalah Muhammad Nafis bin Idris bin Husein bin ratu Kasuma Yoeda bin Pangeran Kesuma Negara bin Pangeran Dipati bin Sultan Tahillah bin Sultan Saidullah bin Sultan Inayatullah bin Sultan Mustta’in Billah bin Sultan Hidayatullah bin Sultan Rahmatullah bin Sultan Syuriansyah.1 Syekh Muhammad Nafis Al Banjari hidup pada periode yang sama dengan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Dan diperkirakan wafat sekitar tahun 1812 M. dan dimakamkan di Mahar Kuning, Desa Binturu, sekarang menjadi bagian desa dari Kecamatan Kelua, Kabupaten Tabalong. Tidak ada catatan tahun yang pasti kapan ia pergi berangkat menuntut ilmu ke tanah suci Mekkah. Diperkiakan ia pergi menimba ilmu pengetahuan ke tanah suci Mekkah sejak usia dini dan sangat muda, sesudah mendapat pendidikan dasar-dasar agama islam di kota kelahirannya Martapura.2 Diantara guru-guru yang tercatat dalam bidang ilmu tasawwuf di Haramain adalah: 1. Syekh Abdullah bin Hijaz asy-Syarqawi al-Azhari 2. Syekh Shiddiq bin Umar Khan 3. Syekh Muhammad bin Abdul Karim As-Samani al-Madani 4. Syekh Abdur Rahman bin Abdul Aziz al-Maghribi 5. Syekh Muhammad bin Ahmad al-Jawhari 6. Syekh Yusuf Abu Dzarrah al-Mishri 1



Syekh Muhammad Nafis Ibnu Idris Al-Banjari, Ad Durunafis fi bayan wa ahdatal afal wal asma sa asifat wa ad darat Mutiara yang Indah, ( TT: al-Muqsith Pustaka, TTH), h, 1 2 Ibid, 2



2



7. Syekh Abdullah bin Syekh Ibrahim al-Mirghani 8. Syekh Abu Fauzi Ibrahim bin Muhammad ar-Ra’is az-Zamzami al-Makki Karena kegigihannya dalam mempelajari ilmu Tassawuf. Syekh Muhammad Nafis akhirnya berhasil mencapai gelar “Syekh al-Mursyid”, yaitu seorang yang memahami, mengerti, mengamalkan serta mempunyai ilmu yang cukup tentang tassawuf, gelar yang menunjukkan bahwa ia mampu diperkenankan serta diberi izin untuk mengajar tassawuf dan tarekatnya kepada orang lain.3 Mengenai sosok Syekh Muhammad Nafis, terdapat beberapa versi, Pertama,



ada yang menyatakan bahwa Syekh Muhammad Nafis adalah



pangeran Haji Musa bin Pangeran Muhammad Nafis, cucu dari Ratu Anum Kusumayuda. Kedua, ada juga yang mengatkan bahwa Syekh Muhammad Nafis dilahirkan di salah satu desa di Martapura dari keluarga bangsawan Kerajaan Banjar. Ketiga, pendapat lain mengatakan bahwa Syekah Muhammad Nafis lahir di Martapura dari keluarga Kerajaan Banjar. Ia hidup semasa dengan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dan Syekh Abdul Hamid Abulung.4 Syekah Muhammad Nafis, seperti kebanyakan ulama Melayu Indonesia bermazhab Syafi’I dan berteologi Asy’ari. Dia berafiliasi dengan beberapa tarekat, yaitu Qadiriyyah, syattariyyah, Sammaniyyah, Naqsabandiyyah, dan Khalwatiyyah,



Muhammad Nafis adalah ahli kalam dan Tasawuf, dan



karyanya, al-Durr al-Nafis. Tidak ada informasi menganai kapan Muhammad Nafis al-Banjari kembali ke Nusantara, tampaknya dia pergi langsung ke Kalimantan dan mencurahkan perhatiannya untuk perkembangan Islam di pedalaman Kalimantan Selatan.5



3



Ibid, h, 3 Rizam Aizid, Sejarah Islam Nusantara, ( Yogyakarta: Diva Press, 2016) ,h , 224 5 Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2006) , h, 110-111 4



3



B. Pemikiran Syekh Muhammad Nafis Dalam bidang tasawuf, Syekh Muhammad Nafis al-Banjari seguru dengan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dan Syekh Abdussamad al-Palimbani, yakni berguru kepada Syekh Abdu al-Rahman Ibnu Abu al-Aziz al-Magribi dan Syekh Samman al-Madani. Pemikiran syekh Muhammad Nafis dalam bidang tasawuf, antara lain: 1. Ajaran Tentang Tuhan Ajaran tasawuf beliau tentang Tuhan tampaknya sama dengan Junaid al-bagdadi dan al-Gazali, bahwa manusia tidak mungkin mendapatkan ma’rifat penuh tentang Allah, sebab manusia berfikir finit (terbatas), sedangkan Allah SWT bersifat infinit (tidak terbatas). Pendapat Muhammad Nafis sama dengan al-Gazali dan Ibnu Arabi, bahwa kunhi (hakikat) wujud Allah itu tidak dapat diketahui melalui akal, panca indera dan dugaan. Hanya melalui kasyaf (terbuka mata hati) keadaan wujud Allah dapat diketahui. Ajaran tasawuf beliau tentang Tuhan digambarkan bahwa Tuhan itu sebagai zat mutlak yang tidak dapat diketahui melalui akal, indera, dan dugaan. Pendapat ini sepaham dengan Ibnu Arabi yang mengatakan bahwa zat Tuhan tidak bisa dikenal oleh akal, dan akal tidak mampu mencapai pengetahuan tentang-Nya. Ibnu Arabi menegaskan bahwa kita wajib mengetahui bahwa Dia itu ada, Esa. Syekh Muhammad Nafis dalam menggambarkan hubungan antara Tuhan dan selain Dia menyatakan bahwa alam semesta ini fana, hakikatnya tidak ada, yang ada hanyalah wujud Allah yang meliputi segala sesuatu. Dalam hal ini, ajaran beliau sejalan dengan ajaran Tasawuf Abd al-Karim al-Jilli, yang menggambarkan hubungan alam semesta dengan Tuhan bagaikan es dan air. Jadi yang ada hanya Allah SWT semata, sedangkan makhluk hanya penampakan-Nya dalam wujud yang terbatas. Konsep Syekh Muhammad Nafis al-Banjari tentang Tuhan yaitu “yang ada hanya Allah”, beliau mengatakan bahwa zat Tuhan meliputi



4



sifat, asma (nama-nama), dan af’al-Nya, yang hubungan ketiganya sangat erat. Meskipun zat, sifat, nama-nama, serta perbuatan bisa dibedakan satu sama lain menurut pengertiannya, semua itu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, masing-masing saling berkaitan. Adanya zat sekaligus menunjukkan adanya sifat, nama-nama, dan perbuatan. Ini menjadi inti dari ajaran Syekh Muhammad Nafis al-Banjari mengenai tauhid (pengesaan) dalam memandang sifat, nama-nama, perbuatan, dan zat Allah SWT sebagai proses mendekatkan diri kepada Allah SWT.6 Terdapat kemiripan antara ajaran Syekh Muhammad Nafis al-Banjari tentang sifat dan nama-nama dengan pendapat Ibnu Arabi. Menurut Ibnu Arabi, nama-nama Tuhan itu merupakan esensi-Nya dalam suatu aspek atau aspek lain yang tidak terbatas, ia adalah suatu “bentuk” terbatas dan pasti dari esensi Tuhan. Adapun sifat itu tidak lain merupakan nama Tuhan yang dimanifestasikan ke dalam dunia eksternal ini.7 2. Ajaran Tentang Penciptaan Pendapat Syekh Muhammad Nafis al-Banjari tentap penciptaan ini menyatakan bahwa penampilan zat itu melalui tujuh martabat dari Hadrat al-Sarij, yaitu Hadrat Zat semata-mata. Menurut beliau, penampilan zat adalah zat-Nya menjelma turun berjenjang yang disebutnya dengan martabat tajalli dan tanzil. Dalam teori ini, tampaknya memandang segala ciptaan itu merupakan bayangan diri yang Maha Mutlak (Allah). Jadi yang benar-benar wujud hanya satu, yaitu Allah SWT. 3. Ajaran Tentang Manusia Ajaran tasawuf Syekh Muhammad Nafis al-Banjari tentang manusia atau yang lebih dikenal istilah Insan Kamil tampak dipengaruhi oleh pemikiran tasawuf Ibnu Arabi dan al-Jilli. Mereka mengaitkan ajarannya tentang manusia dengan ajaran tentang Tuhan dan penciptaan. Menurut beliau manusia merupakan mikrokosmos karena padanya tercermin 6



Ahmad Khairuddin, dkk, Perkembangan Pemikiran Tasawuf di Kalimantan Selatan, (Banjarmasin: IAIN ANTASARI PRESS, 2014), hal. 48-50. 7 Ibid, hal. 51.



5



dengan sempurna segala nama-nama ketuhanan dan hakikat-hakikat yang lahir pada alam raya. Manusia disebut Insan Kamil, sebab manusia mampu mengaktualisasikan atribut-atribut Tuhan secara sempurna. Dan menurut mereka Insan Kamil adalah orang-orang yang mampu mencapai tingkat ma’rifat, sehingga terhimpun pada dirinya sifat Jalal (kemuliaan) dan sifat Jamal (keindahan). 4. Pandangan Tentang Syariat dan Hakikat Syekh Muhammad Nafis sependapat dengan al-Qusyairi, yakni syariat yang tidak diperkuat oleh hakikat tidak dapat diterima, dan setiap hakikat yang tidak terjalin dengan syariat tidak akan berhasil. 5. Pendekatan Diri kepada Allah SWT Syekh



Muhammad



Nafis



menyatakan



jika



seseorang



ingin



mendekatkan diri kepada Allah SWT, dia harus berpandangan bahwa alam semesta ini fana dan hang ada hanya wujud Allah. Wujud Allah meliputi segala sesuatu. Tidak ada persamaan antara Allah SWT dengan sesuatu. 8 Menurut Syekh Muhammad Nafis, seseorang harus melalui beberapa peringkat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT., diantaranya: Pertama, dia harus berpandangan tauhid al-af’al, yakni memandang bahwa perbuatan hakiki hanyalah perbuatan Allah, sedangkan perbuatan makhluk itu semu yang akan sirna di dalam perbuatan Allah yang hakiki. Pendapat beliau ini sama dengan pendapat Ibnu Arabi yang menyatakan bahwa manusia itu pada hakikatnya melaksanakan perbuatan yang dikehendaki oleh Tuhan untuk ia lakukan. Pada peringkat ini, seseorang mampu memfanakan perbuatannya di dalam perbuatan Allah yang Maha Hebat. Dengan dicapainya peringkatnya tauhid al-af’al ini, sufi akan memperoleh hasil dari perjuangannya dalam upaya mendekati tujuan yang didambakan. Kedua, yaitu orang yang mampu berpandangan bahwa wujud yang hakiki hanyalah wujud Allah. Cara pandang pada peringkat tauhid al-asma ini 8



Ibid, hal. 52-53.



6



adalah memandang semua nama yang banyak ini pada hakikatnya hanya satu wujud dalam esensi Allah. Dan Allah adalah menifestasi dari seluruh nama makhluk ini. Ketiga, yaitu mengesakan sifat Allah dengan cara memfanakan sifat makhluk di dalam sifat Allah (tauhid al-shifat). Sebab sifat-sifat makhluk hanyalah perwujudan dari sifat-sifat Allah. Pada peringkat ini, dia sudah benar-benar sirna dalam sifat Allah dan akhirnya tinggal bersama sifatsifat Allah. Saat itu lah Allah memberi tahu kepadanya rahasia sifat-Nya yan Maha Mulia.9 Syekh Muhammad Nafis mengajarkan bagaimana caranya gar mencapai tauhid al-shifat ini, yaitu dengan mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah-ibadah fardhu dan sunah.10 Keempat, yaitu mengesakan Allah pada zat (tauhid al-dzat). Pada peringkat ini para sufi memandang bahwa tidak ada yang ada, kecuali wujud Allah. Karena wujud selain Allah adalah dugaan jika dibandingkan dengan wujud Allah.11 Bahwa adalah martabat orang yang sampai kepada Allah itu empat macam yaitu: a. Martabat



ketika



seseorang



menjadi



hamba



Allah



yang



sebenarnya, yaitu orang yang beribadat dengan ikhlas bagi Allah tidak dikarenakan oleh yang lainnya. Orang demikian dapat merasa (mencapai) yakin. b. Martabat af’al Hamba yang melihat segal perbuatan yang ada kesemuanya dari adalah perbuatan Allah bahwa dia fana daripada perbuatan dirinya atau perbuatan makhluk. Martabat sifat-Nya memandang tiada yang melainkan hanya Allah saja. c. Martabat sifat-Nya 9



Ibid, hal. 54. Maimunah Zarkasyi, “Dakwah Tauhid Muhammad Nafis al-Banjari (1150 H/1735 M)”, TSAFAQAH Jurnal Peradaban Islam, Vol. 15 No.1, 2019, hal. 143. 11 Ibid¸hal. 55. 10



7



Memandang tiada yang hidup melainkan hanya Allah saja d. Martabat Dzat-Nya Yaitu ornag yang musyahadah, bahwa tiada yang ada selain Allah.12 6. Hal-hal yang Membatalkan Suluk Menurut Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari hal yang membatalkan suluk adalah: a. Kasal (malas) Artinya orang segan melakukan ibadah, padahal orang tersebut mampu atau sanggup mengerjakannya. b. Futur Menurut Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari adalah perasaan lemah pendirian atau tidak punya tekad yang kuat untuk melakukan ibadah karena tergiur oleh kehidupan duniawi. c. Malal (bosan) Yakni cepat merasa jemu atau bosan melakukan ibadah terusmenerus padahal belum tercapai tujuan. Orang-orang yang demikian menurut Syekh Muhammad Nafis, adalah orang yang kurang iman, lemah kyakinan, buta mata hatinya dan suka memperturutkan hawa nafsu. 7. Hal-Hal Yang Menghambat Atau Menghalangi Salik Untuk Mencapai Wushu (Sampai) Kepada Kerelaan Allah a. Syikrik Khafi Ketika seseorang yang mengiktikatkan dan menisbatkan di dalam hatinya bahwa sesuatu perbuatan itu disadarkan kepada makhluk, padahal semua perbuatan itu hakikatnya adalah perbuatan Allah semata. b. Riya’



12



Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2006) , h, 123



8



Yakni memperlihatkan ibadah atau amal yang dilakukannya kepada orang lain atau karena ada maksud tertentu selain kerelaan Allah, meski maksud itu adalah untuk memperoleh surga sekalipun. c. Sum’ah Memperdengarkan ibadah kepada orang lain agar dirinya dibesarkan dan dimuliakan oleh orang. d. Ujub Yakni mengagumi dirinya banyak berbuat ibadah, tidak merasakan bahwa semua itu adalah rahmat dari Allah e. Wuqfu ma’a al-ibadah Yakni memandang bahwa ibadah itu semata-mata dari dirinya, bukan dipandang sebagai nikmat Allah. f. Hujub Yakni dinding penghalang, maksudnya adalah ketika seseorang salik melihat adanya keelokan dan keindahan cahaya serta perhiasan pada ibadah yang dilakukannya, maka suka citalah ia, dan karena kesukacitaan itulah ia lupa kepada Allah.13



13



Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Konsep Tauhid dalam Persfektif Syaikh Nafis al-Banjari (Telaah atas Kitab al-Durr al-Nafis karya Syekh Muhammad Nafis al-Banjari), Ibda, Vol, 3, No. 2, Juli-Des 2005, h, 307-322.



9



C. Karya-Karya Syekh Muhammad Nafis Tak banyak karya yang ditinggalkannya. Namun karya-karyanya senantiasa menjadi rujukan, tak hanya bagi kaum muslim Nusantara, tapi juga mancanegara. Diantara kitabnya adalah al-Durr al-Nafs. Nama kitab “Durr Al-Nafs” sesungguhnya amatlah panjang. Kengkapnya kitab yang di tulis di Mekkah pada 1200/1785 ini: “Durr Al-Nafis fi Bayan Wahdat Al-Af’al AlAsma wa Al-Shifat wa Ad-Dzat Al-Taqdis”14 Karya Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari yang terkenal adalah karya tasawuf berujudul Durr al-Nafis, Majmu’ al-Asrar dan Kanzuz Sa’adah. Di antara karya-karyanya itu yang paling berpengaruh adalah Durr al-Nafis. Kitab Durr al-Nafis berisi pembahasan ketuhanan atau Tauhid dalam perspektif tasawuf, yang membicarakan berbagai cara yang dapat di lakukan salikin untuk mencapai kepada Allah, membahas tentang tauhid af’al, tahuid sifat, tauhid asma, tauhid dzat dan lain-lain. Kitab Durr al-Nafis mengandung banyak ajaran yang bersumber dari sufisufi besar. Seperti diungkapkan Azyumardi Azra, dalam kitabnya itu, Muhammad Nafis dengan sadar berusaha mendamaikan tradisi al-Ghazali dan tradisi Ibn Arabi. Dalam karyanya ini, di samping menggunakan ajaran-ajaran lisan dari para gurunya, Nafis meujuk pada karya-karya Futhah al-Makkiyah, dan Fusush Hikam dari Ibn Arabi, Hikam ( Ibn Atha’illah), Insan al-Kamil (al-Jilil), Ihya’ Ulumiddin dan Minhaj al-Abdin (al-Ghazali), Risalat alQusyairiyah (al-Qusyairi), Jawahir wa al-Durar (al-Sya’rani), Mukhtashar al-Tuhfat al-Musalah (Abdullah bin Ibrahim al-Murghani), dan Manhaj alMuhammadiyah karya al-Sammani15. Di dalam karangannya (al-Durr al-Nafis) pada 1200 H kitab beliau di Indonesia, pada zaman penjajahan Belanja di larang untuk dipelajari. Para ulama yang pro penjajahan ketika itu mengeluarkan fatwa bahwa kitab itu



14



Syekh Muhammad Nafis Ibnu Idris Al-Banjari, Durr Al-Nafis Fi Bayan Wahdat AlAf’al Al-Asma Wa Al-Shifat Wa Ad-Dzat Al-Taqdis Mutiara Yang Indah, ( TT: al-Muqsith Pustaka, TTH), h, 18 15 Tri Wibono, Akulah Debu di Jalan Al-Mustofa Jejak-Jejak Awlya Allah, (Jakarta: Prenada Media, 2015), h, 247



10



sesat dan menyesatkan. Padahal perkara diharakamkannya dalam kitab tersebut merupakan siasat Belanda agar orang tidak mempelajarinya dan menjadikan seseorang tidak takut mati, apalagi ajaran tasawuf mengajarkan anti terhadap kafir, anti-Belanda lataran mereka memeluk agama lain. Pada 1972 sewaktu Hawash Abdullah melakukan tugas dakwah keliling Kalimantan Barat dan berada dibekas Kerajaan Landak (di Ngabang) Kepala Kantor Gama Kecamatan Ngabang menceritakan kepadanya bahwa Kitab alDurr al-Nafis adalah bid’ah, karena tidak berdasarkan Al-Qur’an dan Hdis. Hawash bertanya kepadanya: “Apakah bapak pernah mempelajari kitab tersebut?” ia menjawab: belum pernah” saya belum pernah melihat kitab tersebut. “ Tiba-tiba dikeluarkannya sepotong surat keputusan hasil dari musyawarah tokoh-tokoh golongan tertentu dipontianak yang dengan gegabahnya membid’ahkan kitab itu. Hawash meyakini bawha tokoh-tokoh yang membubuhkan tanda tangan di surat keputusan itu ahli dalam bidangnya masing-masing, tetapi belum tentu mengetahui seluk-beluk tentang ilmu kesufian.16



16



Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2006) , h, 115



11



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Nama lengkapnya adalah Muhammad Nfis bin Idrsi bin Husein, ia lahir sekitar tahun 1148 H/1735 M. di kota Martapura, sekarang ibukota Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Syekh Muhammad Nafis Al Banjari dari keluarga bangasawan atau kesultanan Banjar yang garis silsilah dan keturunannya bersambung hingga Sultan Suriansyah (15271545). Silsilah lengkapnya adalah Muhammad Nafis bin Idris bin Husein bin ratu Kasuma Yoeda bin Pangeran Kesuma Negara bin Pangeran Dipati bin Sultan Tahillah bin Sultan Saidullah bin Sultan Inayatullah bin Sultan Mustta’in Billah bin Sultan Hidayatullah bin Sultan Rahmatullah bin Sultan Syuriansyah Pemikiran Syekh Muhammad Nafis al-Banjari diantaranya yaitu: 1.



Ajaran Tentang Tuhan



2. Ajaran Tentang Penciptaan 3. Ajaran Tentang Manusia 4. Pandangan tentang Syariat dan Hakikat 5. Pendekatan Diri Kepada Allah SWT. Karya Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari yang terkenal adalah karya tasawuf berujudul Durr al-Nafis, Majmu’ al-Asrar dan Kanzuz Sa’adah. Di antara karya-karyanya itu yang paling berpengaruh adalah Durr alNafis. Kitab Durr al-Nafis berisi pembahasan ketuhanan atau Tauhid dalam perspektif tasawuf, yang membicarakan berbagai cara yang dapat di lakukan salikin untuk mencapai kepada Allah B. Saran Berdasarkan penjabaran dan penjelasan materi diatas dapat dilihat bahwasanya masih banyak kekurangan dalam makalah ini maka dari itu kritik dan saran sangat kami harapkan untuk makalah ini dari para pembaca agar bisa menjadikan makalah ini lebih sempurna lagi.



12



DAFTAR PUSTAKA



Ahmad Khairuddin, d. (2014). Perkembangan Pemikiran Tasawuf di Kalimantan Selatan. Banjarmasin: IAIN Antasari Press. Aizid, R. (2016). Sejarah Islam Nusantara. Yogyakarta: Diva Perss. Al-Banjari, S. M. (TTH). Ad Durunafis fi bayan wa abdatal afal wal asma as sifat wa adarat mutiara yang indah . TT: Muqsith Pustaka. Hidayatullah, P. I. (2005). Konsep Tauhid dalam Persfektif Syaikh Nafis alBanjari (Telaah atas Kitab al-Durr al-Nafis Syekh Muhammad Nafis alBanjari). Ibda, 307-322. Mulyati, S. (2006). Tasawuf Nusantara Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka Edisi Revisi. Jakarta: Kencana. Wibono, T. (2015). Akulah Debu di Jalan Al-Mustofa Jejak-jejak Awlya Allah. Jakarta: Prenada Media. Zarkasyi, M. (2019). Dakwah Tauhid Muhammad Nafis al-Banjari (1150 H/1735 M). TSAFAQAH Jurnal Peradaban Islam, 143.



13