Kelas Kata Dalam Bahasa Sunda [PDF]

  • Author / Uploaded
  • zakia
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kelas Kata dalam Bahasa Sunda Menurut Djajasudarma Kelas kata berdasarkan hasil proses morfemis, terdiri atas infleksional dan derivasional. Proses tersebut menunjukan ada kelas kata terbuka dan tertutup. Hasil tersebut mengakibatkan adanya perbedaan kelas, (kelas terbuka dapat menghasilkan paradigma/bentukan kata dengan unsur lainnya yang bergabung, misalnya bentuk dasar dan afiks). I.



Kelas Kata Terbuka 1. Verba (l) Verba dibedakan dengan verbal, verba terjadi dari bentuk dasar verba itu



sendiri ( hees “tidur”, leumpang “jalan”, muka “membuka”, dan sebagainya), sedangkan verbal dibentuk dari kelas kata non verba ( ngawarung “membuka warung”, nyaksian “menyaksikan”, maraban “memberi makan”, dan sebagainya). Verba yang bentuk dasarnya nomina disebut verba denominal dan yang bentuk dasarnya adjektiva disebut verbal deadjektval (Kridalaksana, 1986). A. Batasan dan Ciri Verba Bahasa Sunda dalam kalimat biasanya menduduki fungsi predikat. Pada prinsipnya verba menggambarkan tingkah laku atau pekerjaan dari suatu nomina, atau hal yang menunjukan nomina itu diapakan (Ardiwinata, 1984:61), selain itu Ardiwinata menyebutkan bahwa inti suatu pekerjaan adalah gerak, diam, dan menjadi. Istilah tersebut yang biasa kita kenal event “peristiwa” (gerak), state “keadaan” (diam), dan process “proses” (menjadi), yang dikemukakan oleh Huford, 1983:212 dalam Djajasudarma, 1985:62, untuk mengidentifikasi arti situasi. Misalnya, daun jadi perang ‘daun menjadi pirang’, tentulah karena sebelumnya daun tersebut tidak pirang. Selain itu, verba bahasa Sunda juga memiliki ciri morfologis dan sintaksis. Ciri morfologisnya, verba tidak dapat mengalami sufiksasi -an yang bermakna ‘lebih’. Verba bahasa Sunda mengalami proses morfemis yang berupa prefiksasi N (nasal). Sedangkan ciri sintaksisnya adalah bahwa verba bahasa Sunda tidak bias bergabung dengan partikel henteu “tidak”atau tara “tidak pernah”dalam bentuk negasi. Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 1



B. Verba (l) memiliki beberapa kategori, diantaranya : 1) Berdasarkan struktur a. Verba dasar Secara semantic verba dasar bahasa Sunda memiliki tingkat perbandingan makna. Contoh verba pencrong ‘tatap’, teuteup ‘tatap’, dengan tingali “lihat”. Secara umum ketiga contoh verba tersebut memiliki makna yang sama yaitu ‘melakukan satu kegiatan dengan menggunakan indra penglihatan. Verba tingali memiliki makna nuansa yang netral, pencrong dan teuteup dilakukan dalam waktu yang relative lama/ terus menerus. Verba pencrong biasanya menatap dengan tujuan yang kurang baik sedangkan teuteup menatap dengan tujuan ingin lebih jelas karena kagum. Pembagian verba(l) bahasa Sunda secara semantic dapat pula mengikuti pembagian ke dalam verba dinamis dan statis, adapun uraiannya sebagai berikut: a) Verba dinamis Verba dinamis adalah verbayang dapat memiliki bentuk progresif, di dalam bahasa Sunda verba dinamis dapat bergabung dengan partikel keur ‘sedang’. Verba dinamis dibagi menjadi lima jenis, yaitu : 



Verba Aktivitas Verba yang menggambarkan adanya aktivitas atau perbuatan yang dilakukan subjek, bentuk dasar verba jenis ini dapat dijadikan imperative. Contoh : dahar ‘makan’, leumpang ‘jalan’, gegel ‘gigit’.







Verba Proses Verba yang menggambarkan perubahn keadaan atau kondisi yang dialami subjek. Bentuk dasar verba proses tidak dapat dijadikan imperative, sebab adanya proses yang dinyatakan terjadi dengan sendirinya tanpa kehendak subjek. Contoh : tuwuh ‘tumbuh’, rerep ‘berkurangnya panas (orang sakit).







Verba Sensasi Tubuh



Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 2



Verba yang menggambarkan suatu situasi yang diterima atau dirasakan oleh tubuh. Seperti halnya verba proses, verba jenis ini pun tidak dapat dijadikan imperative. Contoh getek ‘geli’, nyeri ‘sakit’ pegel ‘pegal’, peurih ‘perih’. 



Verba Peristiwa Transisional Verba yang menggambarkan perpindahan antara dua keadaan atau posisi subjek. Pada umumnya verba ini tidak dapat dijadikan imperative karena situasi terjadi dengan sendirinya. Jika verba verba peristiwa transisional yang dijadikan imperative, maka maknanya berubah menjadi aktivitas. Contoh : anjog ‘tiba’, hiber ‘terbang’, labuh ‘jatuh’.







Verba Momentan Verba yang menggambarkan suatu kegiatan yang berlangsung dalam durasi yang singkat, verba ini dapat dijadikan imperative. Contoh: babuk ‘pukul’, badug ‘senggol’, jewang ‘tendang’.



b) Verba statif Verba statif adalah verba yang tidak bias memiliki bentuk progesif, tidak dapat bergabung dengan partikel keur ‘sedang’. Berdasarkan jenisnya dibagi dua, yaitu : 



Verba dengan Pengertian dan Persepsi Lamban Verba yang menggambarkan penerimaan, pengetahuan, atau informasi melalui panca indra atau pikiran yang menyebabkan subjek tanpa kemauan sendiri mengalamisatu situais. Verba jenis ini tidak dapat dimulai atau diakhirisemuanya, dan dianggap tidak memiliki tahap akhir.karena pemakaianya untuk persona ketiga maka mendapat sufiksasi -eun. Contoh : bogoh “cinta”, ambeu ‘cium’, denge ‘dengar’.







Verba Relasional Verba yang secara eksplisit menyatakan relasi. Verba jenis ini terlihat menjelaskan batas dua fungsi, yaitu subjek dan predikat. Hal ini dapat dibuktikan dengan intonasi. Verba relasional tidak berdiri lepas dalam



Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 3



kalimat melainkan menjadi bagian dari dan membentuk satu kesatuan dengan predikat. Contoh : boga ‘punya’, geugeuh ‘kuasai’ agem ‘anut’. b. Verba turunan Verba turunan bahasa Sunda dapat dibentuk dari bentuk dasar verba itu sendiri, juga dapat dibentuk dari bentuk dasar bukan verba, sperti nomina, adjektiva, dan adverbial. Verba turunan dari nomina disebut verbal denomina, bentuk dasar dari adjektiba disebut verbal deadjektiva, dan bentuk dasarnya adverbial disebut verbal adverbial. Bentuk dasar tersebut untuk menjadi verba(l) mengalami proses morfemis berupa afiksasi dan pengulangan. a) Verba turunan hasil afiksasi Afiksasi adalah proses penggabungan afiks pada bentuk dasar verba(l). afiksasi yang menghasilkan verba turunan dapat berupa prefiksasi, infiksasi, sulfiksasi, dan simulfiksasi. (1) Prefiksasi Prefiksasi adalah penggabungan prefix pada bentuk dasar verba(l). pada umumnya bentuk dasar verba bahasa Sunda dapat bergabung dengan prefix, diantaranya : (a) Prefix N- (nasal) befungsi memberikan suatu situasi sebagai tindakan yang dikehendakai pleh subjek aktif, prfeiksasi N- mempunyai alomorf n-, ny-, m-, dan ng- (nga-). Contoh : nyawah ‘bersawah’, ngangeun ‘menyayur’, ngaraja ‘berlaga seperti taja’. (b) Prefix di- pada bentuk dasar verba(l) membentuk makna kategori pasif disengaja. Contoh : ditbawa ‘dibawa’ dibedil ‘ditembak’, dicekel ‘dipegang’. (c) Prefix ka- pada bentuk dasar vebra(l) makna kategori pasif yang menunjukan ketidaksengajaan, selain itu prefix ka- menunjukan bahwa situasinya telah selesai dan dapat pula bermakna ‘dapat di’. Contoh:



kabedil ‘tertembak’, kagelong ‘tertelan’, katajong



‘tertendang’. (d) Prefix ti- pada bentuk dasar verba mendukung makna bahwa suatu situasi terjadi secara kebetulan/tidak sengaja. Veba bentuk ini dikategorikan ke dalam bentuk verba aktif karena subjeknya berperan Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 4



sebagai agentif. Hanya saja, tindakan itu bukan kemauan sendiri, melainkan tanpa sengaja. Contoh: tijengkang ‘jatuh terlentang’ (e) Prefix ba- mendukung makna aktivitas transissional dan beralasan. Contoh: bajuang ‘berjuang’ balayar ‘berlayar’, bagilir ‘bergilir’ (f) Prefix pa- mendukung makna repirokal (berbalasan). Contoh paamprok ‘bertemu’, pacampur ‘bercampur’, pahili ‘tertukar’ (g) Prefix barang- mendukung makna bahwa suatu pekerjaan dilakukan dengan tidak tentu. Contoh: barangbeuli ‘membeli apa saja’, baranggawe ‘mengerjakan apa saja’. (h) Prefix silih- mendukung makna berbalasan, perbedaanya prefix pamakna pekerjaan yang dilakukan oleh subjek secara tidak sengaja, sedangkan prefiksasi silih- mendukung makna suatu pekerjaan dialkukan



dengan



sengaja.



Contoh:



silihbanting



‘saling



membantingkan’, silihgenti ‘saling menggantikan’, silihtincak ‘saling menginjak’ (i) Prefix ting- hanya dapat bergabung dengan bentuk dasar verba yang tiga silabe atau lebih. Bentuk dasar verba ini yang dua silabe jika mengalami prefiksasi ting- terlebih dahulu mengalami infiksasi -ar- (al-), prefix ini mendukung makna masing-masing melakukan. Contoh : tingkoceak ‘berjeritan’, tingsoloyong ‘berselancaran’, tingburinyay ‘berkilatan’ (2) Infiksasi (a) Infiksasi -ar-/ -al- mendukung makna sangat. Contoh : sarare ‘pada tidur’ palaur ‘sangat ngeri’ (b) Infiksasi -um- mendukung makna keaspekan kontinuatif, sedangkan pada bentuk adjektiva bermakna seolah-olah’. Contoh gumeulis ‘berlagak cantik’, gumasép ‘berlagak tampan’, sumeblak ‘berdebardebar’ (c) Infiksasi -in- mendukung makna perfektif. Contoh : pinanggih ‘ditemukan’, sinerat ‘tertulis’, tinulis ‘tertulis’ (3) Sufiksasi



Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 5



(a) Sufiks -an apabila bergabung dengan bentuk dasar nomina medukung makna sesorang atau menghasilkan, sedangkan dalam bentuk verba mendukung mkana keaspekan frekuantif. Contoh: anakan ‘beranak’, ragragan ‘berjatuhan’, getihan ‘berdarah’. (b)Sufiks -eun pada bentuk dasar nomina mendukung makna bahwa seseorang, sedangkan verba menunjukan bahwa yang menjadi subjek adalah orang ketiga. Contoh hayangeun ‘ia mau’, cacingeun ‘cacingan’, reuwaseun ‘ia kaget’. (c) Sufiks -keun mendukung makna kategorial imperative. Contoh: alungkeun



‘lemparkan’



hurungkeun



‘nyalakan’,



sapukeun



‘sapukan’. (4) Simulfiksasi (a) N- + -an pada bentuk dasar verba mendukung makna keaspekan kontinuatif/frekuantif dan aktivitas yang disengaja, pada bentuk dasar nomina bermakna subjek memberikan sesuatu pada objek dan menjadi, sedangkan pada bentuk dasar adjektiva mendukung makna proses dan kausatif. Contoh ngadatangan ‘mendatangi’, nyiuman ‘menciumi’, ngagedean ‘membesar’. (b) N- + -eun pada bentuk dasar verba imtrasitif mengubah makna dari suatu situasi yang terjadi dengan sendirinya menjadi situasi yang dilakukan oleh subjek dengan sengaja, pada bentuk dasar nomina menunjukan bahwa objek berfungsi sebagai lat, sedangkan pada adjektiva dan numeralia bermakna kausatif, contoh: ngadengekeun ‘mendengarkan’, ngubarkeun ‘mengobatkan’, ngagedekeun ‘ membesarkan’, ngahijikeun ‘menyatukan’. (c) Mang- + -eun dapat mengubah verba monotransitif dan intrasitif menjadi bitransitif. Contoh mangdiukeun ‘menolong dudukan’, mangmeulikeun



‘menolong



belikan’,



mangnyimpangkeun



‘menolong singgahkan’. (d) Pi- + -eun pada bentuk kelas kata lain mendukung makna keaspekan prospektif/futuratif. Pihujaneun ‘akan hujan’, pigeuliseun ‘akan cantik’, pigorengeun ‘akan jelek’. Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 6



b) Verba turunan reduplikasi (a) Dwilingga, yaitu seluruh bentuk diulang. Contoh : tunya-tanya, cengarcengir, gutak-gitek. (b) Dwipurwa, yaitu pengulangan sebagian yakni silabe pertama. Contoh tatanya, babantu, ngungudag (c) Trilingga, yaitu pengulangan tiga silabe dengan perubahan bunyi, Misalnya, war wer wor ‘tumpah’, brang bréng brong ‘ribut’. (d) Bentuk ulang semu 



Dwilingga semu, misalnya alun-alun ‘pusat kota’, cika-cika ‘kunangkunang’.







Dwipurwa semu, misalnya papatong ‘capung’, kukupu ‘kupu-kupu’



2) Kategori Verba (a) Verba Transitif, yaitu verba yang memerlukan objek, verba transitif dalam bahasa Sunda biasanya berprefiks N-, mi-, sufiks -an, dan -eun (b) Verba Intransitif, yaitu verba yang tidak memerlukan objek, biasanya diikuti prefix N-, di-, nyang-, dan bentuk dwipurwa. (c) Verba Bitransitif, yaitu verba yang memerlukan dua objek (tujuan dan penerima) biasanya bersimulfiks mang- + -keun (d) Verba Majemuk, yaitu verba yang terbentuk melalui proses pemajemukan dua morfem asal atau lebih, atau verba berafiks yang digabungkan dengan kata atau morfem terikat sehingga menjadi satu satuan makna. Berdasarkan komponennya verba majemuk dibagi dua, yaitu: 



Verba majemuk yang komponennya merupakan bentuk dasar, contoh : jual beuli, sumput salindung, unjuk uninga.







Verba majemuk yang salah satu komponenya berafiks: mager sari, nata baris, ngaruhun balung.



2. Nomina (l) Nomina (l) adalah nama dari semua benda yang dibendakan. Nomina adalah jenis kata yang menunjukan suatu benda yang dapat



Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 7



berdiri sendiri di dalam kalimat dan tidak bergantung pada jenis kata lain, seperti orang, tempat, benda, misalnya imah ‘rumah’, kuring ‘saya’. Nomina (l) adalah suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda yang dapat berdiri sendiri di dalam kalimat dan tidak bergantung pada kata lainnya, seperti orang, tempat, benda, kualitas. Adapun penanda sintaksisnya adalah dalam bentuk ingkaran/negasi, missal lain imah ‘bukan rumah’, lain kuda ‘bukan kuda’. lain jelema ‘bukan orang’. Selain itu, ada juga penanda morfologisnya, yakni dengan bentuk dwilingga, missal imah ‘rumah’ menjadi imah-imah ‘rumahrumah’.Berdasarkan bentuk, nomina dibagi dua, yakni nomina abstrak dan nomina konkrit, nomina abstrak. Nomina bentuk dasar adalah nomina yang memiliki makna bila digunakan tersendiri, sedangkan nomina atau nomina/turunan adalah sebagai berikut : (1) Nomina / Berafiks Nomina berafiks adalah nominal atau nomina turunan yang muncul dari proses afiksasi, seperti sagelas ‘satu gelas’, sabungkus ‘satu bungkus’ calanaan ‘ada celananya, pibajueunana ‘bahan untuk menjadi baju. (2) Nomina / Reduplikasi Nomina Reduplikasi adalah Nominal atau nomina yang muncul akibat dari proses reduplikas, seperti Awing-awang ‘angkasa’, bubabibi ‘(menyebutkan nama bibik tanpa aturan)’, kuah-kuéh ‘(macammacam kue)’. (3) Nomina / Gabungan Proses Nomina gabungan proses adalah nomina yang muncul akibat dari proses afiksasi dan bervariasi dengan proses reduplikasi, seperti babaturan ‘teman’, tatangkalan ‘pepohonan’, momobilan ‘mobil tiruan’. (4) Nomina / yang bersasal dari belbagai kelas karena proses Nomina ini adalah nomina turunan yang berasal dari kelas kata lain kemudian dijadikan nominal melalui proses, seperti : a. Deadjektivalisasi : kabingah ‘kebahagiaan’, kasakit ‘penyakit’. Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 8



b. Deadverbialisasi :



bisana



‘kemampuannya’,



kabiasaanana



‘kebiasaannya’. c. Deverbalisasi



: pangangkut ‘pengangkut’, kabogoh ‘pacar’.



(5) Nomina(l) Gabungan Nomina(l) Gabungan adalah nomina turunan yang muncul atau dihasilkan dari proses penggabungan nomina atau deverba dengan nomina. Nomina gabungan ini sebagian besar menunjukkan penjumlahan, seperti gabungan dari nomina berikut : Beurang peuting ‘siang dan malam’, dunya ahérat ‘dunia dan akhirat’. Contoh Gabungan nomina(l) yang menunjukan makna tempat, antara lain terdapat pada : puseur dayeuh ‘pusat kota’. Lemah cai ‘tanah air’. Contoh Gabungan nomina(l) yang menyatakan posesif antara lain, terjadi pada : lembur kuring ‘kampung saya’. 3. Pronomina Pronominal adalah kategori yang sifatnya menggantikan nomina l. pronominal dalam bahasa sunda dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu : a. Pronomuina Persona adalah pronominal yang dipakai untuk mengacu kepada orang lain. b. Pronominal Demonstratif adalah kata yang dipakai untuk menunjukan atau mengganti benda, contoh : ieu ‘ini’, eta ’itu (agak jauh)’, itu ‘itu (jauh). c. Pronominal Interogrativa (penanya) adalah kata yang menyatakan benda, orang atau sesuatu keadaan, misalnya saha ‘siapa’, naon ‘apa’. 4. Numeralia Numeralia adalah kategori yang dapat mendampingi nomina dalam konstruksi sintaksis, mempunyai potensi untuk mendampingi numeralia lain, dan tidak dapat bergabung dengan tidak atau dengan sangat. Numeralia di dalam bahasa Sunda dapat dibedakan atas : (1) Numeralia pokok (a) Numeralia pokok tentu misalnya, saparapat ‘seperempat’, satengah ‘setengah’ sapuluh ‘sepuluh’. Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 9



(b) Numeralia tak tentu, misalnya loba ‘banyak’, saeutik ‘sedikit’. (2) Numeralia tingkat (a) Numeralia tingkat tentu, misalnya kahiji ‘kesatu’, kadua ‘kedua’, katilu ‘ketiga’. (b)Numeralia tingkat tak tentu, misalnya kasabaraha ‘keberapa’, kasakitu (3) Numeralia pecahan, misalnya sagandu, sahulu, sasikat 5. Adjektiva (l) Adjektiva atau kata sifat ialah kata yang menjadi ciri suatu benda. Sifat yang utama ialah sifat yang berkenaan dengan rupa, rasa, dan bau, yaitu sesuatu yang terpahami melalui panca indera D.K Ardiwinata (1984:14). Adjektiva adalah kata yang menerangkan kata, benda atau bisa juga disebut kata yang menjadi ciri atau sifat suatu benda dan bentuk yang berkenaan dengan panca indera. sejalan dengan pendapat yang telah dikemukakan di atas, Djajasudarma dan Idat Abdulwahid (1987:68) mempertegas lagi bahwa adjektiva di dalam bahasa Sunda menerangkan nomina. Berdasarkan ciri morfologisnya, dapat bergabung dengan infiks -al- (laleutik), sufiks eun (pohoeun), prefix pang-+ sufiksa -na (pangalusna), sedangkan ciri sintaksisnya dapat bergabung dan didahului oleh partikel rada ‘agak’, leuwih ‘lebih’, kacida + sufiks -na ‘alangkah +sufiks -nya. Berdasarkan bentuk, adjektiva dibagi menjadi : (1) Adjektiva dasar, misal geulis ‘cantik’, goreng ‘jelek’, alus ‘bagus’, dan sebagainya. (2) Adjektiva turunan, yakni adjektiva yang telah mengalami proses morfologis, seperti berikut : (a) Adjektiva dasar + infiks -ar-/ -al-, contoh : garede pada besar’, aralus ‘pada bagus’ palinter ‘pada pandai’. (b) Adjektiva dasar + sufiks -eun,misal panaseun, eraeun, atoheun (c) Adjektiva dasar + konfiks pang + -na, misal panglucuna, pangpinterna, pangbeungharna. (d) Derivasi adjektiva yang dibentuk dari nomina dasar + konfiks pang- + -na, misal pangaingna, pangeuceuna, pangakangna. Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 10



(e) Reduplikasi bentuk dasar adjektiva, misal beunghar-beunghar, kasep-kasep, pinter-pinter. 6. Adverbia(l) Adeverbia merupakan salah satu kategori kata yang terdapat dalam bahasa Sunda yang mempunyai fungsi untuk menerangkan verba, adjektiva, adverbial, dan unsur lainnya. Ciri adverbial yang diantaranya meiliki ciri morfologis yang sama dengan adjektiva, yaitu dapat bergabung dengan simulfiks pang +-na yang bermakna paling, dan ciri sintaksisnya, yaitu dapat bergabung dengan preposisi tingkat, modalitas, dan preposisi subordinatif. Berdasarkan bentuk adverbial dibedakan menjadi, (1) Adverbia dasar, contohnya anyar ‘baru’, heubeul ‘lama’, ashar, bieu ‘barusan’, deukeut ‘dekat’, dan sebagainya. (2) Adverbia turunan, yaitu adverbial yang telah mengalami proses pembentukan kata. (a) Adverbia yang mempunyai makna paling, misalnya Panglarikna ‘paling kencang’,



panglilana ‘paling lama’,



pangminengna



‘paling sering’. (b) Adverbia yang mempunyai makna intesitas atau kontinuitas, misalnya terus-terusan ‘terus menerus’, ampir-ampiran ‘hampir saja’, ampleng-amplengan ‘lama tak kunjung datang’. (c) Adverbia yang mempunyai makna aspek inkoatif, misalnya saatosna ‘sesudanya’ sateuacanna ‘sebelumnya’,



saméméhna



‘sebelumnya’. (d) Adverbia yang mempunyai makna sama dengan, sesuai dengan, sepanjang misalnya luhur ‘atas’, handap ‘bawah’, lila ‘lama’. (e) Adverbia yang mempunyai makna intensitas, misalnya enya-enya ‘sungguh-sungguh’,



leres-leres



‘benar-benar’,



rupa-rupa



‘bermacam-macam’. (f) Adverbia yang mempunyai makna cukup, misalnya sakalieun ‘cukup untuk sekali’, opateun ‘cukup untuk empat (orang), sabulaneun ‘cukup untuk satu bulan’.



Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 11



II.



Kelas Kata Tertutup Kelas kata tertutup terdiri atas : 1. Kata fungsional Kata yang berfungsi dalam pembentukan kata, frasa, klausa, dan kalimat (Konjungsi dan Preposisi). Kata fungsional biasa juga dikatakan sebagai unsur morfem terikat secara sintaksis (MTS). 2. Partikel (lah, kah, tah,dan pun) termasuk afiks biasa dikatakan sebagai morfem



terikat



secara



morfemis



(MTS),



misalnya



dalam



pembentukan kata.



Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 12