Kelayakan Penyaluran Dana [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KELAYAKAN PENYALURAN DANA Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis Perbankan Syariah Dosen Pengampu : Hj. Umrotul Khasanah, S.Ag, M.Si



Disusun Oleh : Faizzatin Yusraning Wulandari NIM: 16540006



JURUSAN S1 PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2018



KATA PENGANTAR



Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam, yang melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW. Penutup para nabi dan rosul, karena dengan jasa beliaulah kita dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil. Pada kesempatan ini saya sampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan tugas ini. Khususnya, kepada Ibu Hj. Umrotul Khasanah, S.Ag, M.Si selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Hukum Bisnis Perbankan Syariah yang senantiasa dengan sabar dan ikhlas membimbing dalam Mata Kuliah ini. Saya juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan dan kesalahan karena keterbatasan kemampuan. Untuk itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca. Akhirkata, saya berharap semoga tugas ini bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.



Malang, Oktober 2018



Penulis



KELAYAKAN PENYALURAN DANA Perbankan merupakan lembaga keuangan yang didalamnya terdapat banyak aturan. Dengan demikian, perlu diingat bahwa dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank adalah lembaga yang mengedepankan prinsip kepercayaan (fiduciary principle). Disamping prinsip kepercayaan, bank juga harus melaksanakan prinsip pengelolaan lain yakni prinsip kehati-hatian (prudential principle). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat dua prinsip yang dimiliki oleh perbankan, dan prinsip



ini perlu diterapkan dalam kegiatan operasional



perbankan, yakni prinsip kepercayaan dan kehati-hatian. Mengenai prinsip kehati-hatian khususnya, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tidak disebutkan secara tegas mengenai pengertian dari prinsip ini. Dalam Pasal 2 Undang-Undang tersebut hanya menyebutkan: “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian” Sedangkan dari beberapa sumber menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian adalah “pengendalian risiko melalui penerapan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku secara konsisten.” (Pramono, 2006). Prinsip kehati-hatian dalam bahasa Inggrisnya dapat didefinisikan sebagai berikut: “Prudence is carefullness, precaution, attentiveness and good judgement, as applied to action or conduct, that degree of care required by the experiences or circumstances under which it is to be exercised” (Black’s Law Dictionary, 2001). Yang dalam bahasa Indonesianya berarti: “Hati-hati adalah kehati-hatian, tindakan pencegahan, perhatian, dan penilaian yang baik, sebagaimana yang diterapkan pada tindakan atau perilaku, tingkat kepedulian yang diperlukan oleh pengalaman atau keadaan di mana ia harus dilaksanakan”



1



Dalam hal bank yang hendak menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit/pembiayaan, prinsip kehati-hatian ini sangat diperlukan. Secara implisit, pada hakikatnya prinsip kehati-hatian juga memberikan perlindungan hukum bagi nasabahnya, khususnya bagi nasabah penyimpan dana. Intinya adalah bahwa bank harus berhati-hati dalam menyalurkan dana yang dihimpun dari masyarakat agar dana yang dimaksud terlindungi dan kepercayaan masyarakat kepada bank dapat dipertahankan dan ditingkatkan. \ Untuk implementasi dari prinsip kehati-hatian ini, telah diatur dalam UndangUndang Perbankan Syariah, yakni UU No. 21 Tahun 2008 Pasal 23 mengenai kelayakan penyaluran dana. Adapun bunyi dari pasal 23 ini diantaranya yaitu: (1)Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah (UUS) harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya, sebelum Bank Syariah dan/atau UUS menyalurkan dana kepada Nasabah Penerima Fasilitas. (2)Untuk memperoleh keyakinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Syariah dan/atau UUS wajib melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari calon Nasabah Penerima Fasilitas. Dalam ayat (1) terdapat pernyataan yakni “kemauan dan kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya.” Yang dimaksud dengan kemauan yakni berkaitan dengan iktikad baik dari Nasabah Penerima Fasilitas untuk membayar kembali penggunaan dana yang disalurkan oleh Bank Syariah dan/atau UUS. Adapun yang dimaksud dengan kemampuan yakni berkaitan dengan keadaan dan/atau aset Nasabah Penerima Fasilitas sehingga mampu untuk membayar kembali penggunaan dana yang disalurkan oleh Bank Syariah dan/atau UUS. Sementara untuk penilaian watak calon Nasabah Penerima Fasilitas sebagaimana yang dimaksud dalam pasal (2), utamanya didasarkan kepada hubungan yang telah terjalin antara Bank Syariah dan/atau UUS dan Nasabah atau calon Nasabah yang bersangkutan. Atau informasi yang diperoleh dari pihak lain yang dapat dipercaya. Sehingga Bank Syariah dan/atau UUS dapat menyimpulkan



2



bahwa calon Nasabah yang bersangkutan ini jujur, beritikad baik, dan tidak menyulitkan Bank Syariah dan/atau UUS di kemudian hari. Penilaian kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas sebagaimana yang dimaksud dalam pasal (2), utamanya Bank harus meneliti tentang keahlian Nasabah dalam bidang usahanya dan/atau kemampuan manajemen calon Nasabah. Sehingga Bank Syariah dan/atau UUS merasa yakin bahwa usaha yang akan dibiayai akan dikelola oleh orang yang tepat. Adapun penilaian terhadap modal yang dimiliki oleh Nasabah Penerima Fasilitas sebagaimana yang dimaksud dalam pasal (2), utamanya Bank Syariah dan/atau UUS harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara keseluruhan. Baik untuk masa yang telah lalu maupun perkiraan untuk masa yang akan datang. Sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan calon Nasabah dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon Nasabah ini. Dalam melakukan penilaian terhadap agunan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal (2), Bank Syariah dan/atau UUS harus menilai barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan fasilitas Pembiayaan yang bersangkutan dan barang lain, surat berharga, atau garansi risiko yang ditambahkan sebagai agunan tambahan. Apakah agunan tersebut sudah cukup memadai. Sehingga apabila Nasabah nanti di masa yang akan datang tidak dapat melunasi kewajibannya, agunan tersebut dapat digunakan untuk menanggung pembayaran kembali Pembiayaan dari Bank Syariah dan/atau UUS yang bersangkutan. Penilaian terhadap proyek usaha calon Nasabah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal (2), utamanya Bank Syariah harus menganalisis mengenai keadaan pasar, baik di dalam maupun luar negeri, baik untuk masa yang telah lalu maupun yang akan datang. Sehingga dapat diketahui prospek pemasaran dari hasil proyek atau usaha calon Nasabah yang akan dibiayai tersebut. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian ini secara umum tampak dalam pelaksanaan studi kelayakan (feasibility study) yang terlebih dahulu dilakukan oleh bank yang akan memberikan kredit/pembiayaan. Studi kelayakan ini akan ditempuh dengan cara menganalisis terhadap character, capital, capacity, condition of economy, dan collateral yang biasanya disebut the five c’ principles (5C).



3



Keyakinan bahwa nasabah akan mampu menunaikan kewajibannya sesuai dengan kontrak (akad) merupakan jaminan utama bagi Bank Syariah dalam kegiatan menyalurkan dananya kepada masyarakat. Untuk menambah keyakinan tersebut, bank seringkali masih meminta adanya jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan pokok adalah proyek nasabah yang didanai tersebut atau barang modal yang menjadi objek perjanjian. Sedangkan jaminan tambahan yakni berupa harta kekayaan nasabah diluar objek perjanjian.



Referensi Anshori, A. G. (2013). Hukum Perbankan Syariah. Bandung: Refika Aditama.



4