Kelompok 1 Sejarah Dunia FIX [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SEJARAH DUNIA PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DAN PENGARUHNYA DI DUNIA TIMUR Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok pada Mata Sejarah Dunia Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Arif, M.Pd



Disusun Oleh: Tika Febri Widyastuti



11170150000002



Arif Darmawan



11170150000029



Aisyah Cahya Laila Widyadari



11170150000017



Rivana Dwi Satriani



11170150000025



Sabrina Maya Masytoh



11170150000041



Nur Fathiah Mardiyah Hasibuan



11170150000071



Pebri Nurhayati



11170150000074



Muhammad Jutiar



11170150000098



Bagus Prakoso



11170150000088



Rina Erwina



11170150000093



JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019



KATA PENGANTAR



Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah indahnya hidup sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang sederhana ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Evaluasi Pembelajaran IPS pada jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan akan dilanjutkan dengan diskusi kelompok. Makalah ini dapat sampai pada bentuknya yang utuh bukan semata-mata hasil karya kami sendiri melainkan hasil akumulasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu ucapan terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu. Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lingkup pendidikan dan bagi siapa saja yang membacanya.



Penulis Depok, 04 Oktober 2019.



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .................................................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................................. ..ii BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1 1. 1 Latar Belakang ..........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................2 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................3 2.1 Peradaban Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin ......................................3 2.2 Perkembangan Peradaban Islam pada Masa Dinasti Umayyah ...............13 2.3 Perkembangan Peradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah .............19 BAB III PENUTUP ....................................................................................................33 3.1 Kesimpulan ..............................................................................................33 3.2 Saran ........................................................................................................34 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................35



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia Timur adalah dunia yang meliputi benua Asia, kadang-kadang dilihat dari jauhnya jarak ke Eropa. Negara-negara Arab, Israel dan Turki dikategorikan sebagai negara Timur Tengah atau kadangkala Timur Dekat. Sementara itu negara-negara Asia di sebelah timur India, disebut sebagai Timur Jauh. Seringkali "Dunia Timur" merujuk ke benua Asia di sebelah timur India yang terutama dihuni oleh bangsa-bangsa ras Mongoloid. Makna Timur “orient” dapat dipahami dalam konteks Barat “occident”. Dan hal ini bukan klasifikasi geografis dan dua mata angin. Timur kata Edward Said adalah masyarakat dan bahkan spirit yang menakutkan Barat.1 Sebagaimana identik dengan Arab, kawasan ini juga identik dengan Islam. Dari sekitar 1,4 miliar umat Muslim di dunia, sekitar 18% tinggal di negara-negara Arab dan 20% lainnya tinggal di Afrika. Di kawasan ini juga terletak berbagai situs-situs bersejarah penting bagi umat Islam, bahkan kota Mekkah dan Madinah merupakan kota suci yang tiap tahunnya dikunjungi jutaan muslim dari berbagai penjuru dunia. Kunjungan yang merupakan ritual wajib para muslim membuat kawasan ini cukup lekat di telinga para pemeluknya. Karenanya, tak heran meskipun Yahudi dan Kristen juga lahir di kawasan ini, namun nuansa Islam lebih kental dan melekat dengan nama Timur Tengah.2 Saat ini kita harus menyadari bahwa ternyata banyak sekali peradaban- peradaban timur atau islam yang terpendam dan bahkan kurang begitu dikenal bahkan keadaan dunia sekarang ini menjadikan barat sebagai landasan utama pada titik ukur kemajuan mereka, tanpa menyadari bahwa sebenarnya hal itu memusnahkan peradaban mereka dan peradaban dunia. Suatu tugas dan proyek besar telah lama dirintis dan diemban oleh para tokoh pemikir dan pembaharu muslim adalah membangun kembali peradaban islam. Proyek ini semakin penting untuk dibahas kembali dan perlu terus direalisasikan secara perlahan-lahan. Sebab diera globalisasi yang dipenuhi dengan arus pemikiran Barat saat ini islam perlu meneguhkan identitasnya bukan hanya sebagai agama yang cenderung dianggap penebar



1



Hamid Fahmi Zarkasyi, Misykat Refleksi Tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi,INSIST, Jakarta, 2012 Yahya, Yuangga Kurnia dan Linda S Haryani., Hak Minoritas Kristen di Tengah Masyarakat Timur Tengah: Status Sosial dan Kebijakan Gereja dalam Jurnal Religi UIN Sunan Kalijaga, Vol. XIV, No.2, 2018, hlm 243-267. 2



1



benih-benih teroris medan tindakan kekerasan, tapi sebagai tindakan yang bermartabat yang menjadi rahmat bagi dunia.3 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagimana peradaban islam pada masa Khulafaur Rasyidin? 2. Bagaimana perkembangan peradaban islam pada masa Dinasti Ummayah? 3. Bagaimana perkembangan peradaban islam pada masa Dinasti Abbasiyah? 1.3 Tujuan 1. Memahami peradaban islam pada masa Khulafaur Rasyidin. 2. Mengetahui perkembangan peradaban islam pada masa Dinasti Ummayah. 3. Mengetahui perkembangan peradaban islam pada masa Dinasti Abbasiyah.



3



Hamid Fahmi Zarkasyi, Peradaban Islam,CIOS ISID, 2010



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Peradaban Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin A. Pengertian Khulafaur Rasyidin Khulafaur Rasyidin menurut bahasa artinya para pemimpin yang mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Sedangkan menurut istilah yaitu para khalifah (pemimpin umat Islam) yang melanjutkan kepemimpinan Rasulullah SAW sebagai kepala negara (pemerintah) setelah Rasulullah SAW wafat. Rasulullah SAW meninggal dunia tidak hanya sebagai seorang Nabi yang diutus Allah SWT untuk menyampaikan risalah agama Islam, namun lebih dari itu Beliau juga seorang kepala negara yang memimpin suatu negara. Oleh karena itu, jabatannya sebagai kepala pemerintahan harus ada yang menggantikannya.4 Maka setelah Rasulullah wafat, para sahabat Muhajirin maupun sahabat Anshor berkumpul untuk bermusyawarah mengangkat seorang pemimpin diantara mereka. Pengangkatan seorang pemimpin atas dasar musyawarah yang dilakukan secara demokratis sesudah wafatnya Nabi inilah yang disebut Khulafaur Rasyidin. Jumlahnya ada 4 orang, yaitu: 1. Abu Bakar as Shiddiq 2. Umar bin Khatab 3. Usman bin Affan 4. Ali bin Abu Thalib B. Khulafaur-Rasyidin Sesudah Ali bin Abu Thalib, para pemimpin umat Islam (khalifah) tidak termasuk Khulafaur Rasyidin karena mereka merubah sistem dari pemilihan secara demokratis menjadi kerajaan, yaitu kepemimpinan didasarkan atas dasar keturunan seperti halnya dalam sistem kerajaan. 4



https://evimelda.wordpress.com/2016/09/24/makalah-sejarah-peradaban-islam-khulafaur-rasyidin/ diakses pada 05 oktober 2019 pada pukul 14.52



3



1. Masa Abu Bakar as Shiddiq ( 11 – 13 H = 632 – 634 M ) Khalifah pertama sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW adalah Abu Bakar as Shiddiq. Nama aslinya adalah Abdullah bin Abi Ghufah. Dipanggil Abu Bakar yang berarti ayah dari seorang gadis, karena memang Abu Bakar mempunyai anak gadis yang bernama Aisyah yang kemudian menjadi istri Rasulullah SAW. Dia termasuk Assabiqunal awwalun yaitu orang yang mula-mula masuk agama Islam. Mendapat julukan as Shiddiq karena dialah yang selalu membenarkan apa yang ada pada diri Rasulullah SAW. Diantara para sahabat Nabi, dialah yang tertua dan yang paling dekat hubungannya dengan Nabi. Dialah yang menemani Nabi saat berhijrah dari Mekkah menuju Madinah. Usianya 3 tahun lebih muda daripada Nabi. Melihat kedekatan hubungan dengan Nabi tersebut, maka para sahabat baik sahabat Muhajirin (orang yang ikut hijrah bersama Nabi atau penduduk asli Mekkah) dan sahabat Anshor (penolong / penduduk asli Madinah) semuanya sepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah yang pertama.5 Pada masa kepemimpinannya, usaha-usaha yang telah dilakukannya adalah: 



Menghadapi para pemberontak yang terdiri atas orang-orang yang murtad (keluar dari agama Islam) serta orang-orang yang tidak mau membayar zakat.







Menghadapi orang-orang yang mengaku dirinya sebagai Nabi (nabi palsu) seperti: Musailamah Al Kazab, Al Aswad, Tulaihah dan Sajjah Tamamiyah.







Mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an menjadi 1 kumpulan, mengingat banyak para sahabat penghafal Al-Qur’an yang gugur dalam peperangan menghadapi orang-orang yang murtad.







Abu Bakar hanya memimpin selama 2 tahun, karena pada tahun 13 H Abu Bakar meninggal dunia karena sakit yang dideritanya dalam usia 63 tahun dan dikubur di samping makam Rasulullah.



5



Ibid.,



4



Sistem Pendidikan pada Masa Khalifa Abu Bakar As Shiddiq Pola pendidikan pada masa Khulafah Abu Bakar Sidiq tidak jauh berbeda dengan masa nabi yang menekan pada pengajaran baca tulis dan ajaran ajaran Islam yang bersumber pada Alquran dan Hadist Nabi. Kurikulum yang di gunakan pada zaman Abu Bakar, selain berisi materi pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan keagamaan, isi Al-Qur’an, Al-Hadits, hukum islam, kemasyarakatan, ketatanegaraan, pertahanan, keamanan, dan kesejahteraan. Pesrta didiknya di zaman Khalifaurrasyidin terdiri dari masyarakat yang tinggal di Meekah dan Madinah.Yang menjadi pendidik di zaman khulafaurrasyidin antara lain adalah Abdullah bin Umar, Abu Hurairah, Ibn Abbas, Siti Aisyah, Anas bin Malik, Zaid bin Tsabit, Abu Dzar Al-Ghifari. Adapun metode yang di gunakan dalam mengajar selain dengan bentuk halaqah, dan lembaga pendidikannya yaitu di mesjid, suffah, kuttab dan rumah.6 2. Umar bin Khathab ( 13 – 23 H= 634 – 644 M)7 Umar bin Khathab adalah putra Naufal Al Quraisyi dari Bani Ady. Sebelum Islam suku Bani Ady terkenal sebagai suku yang terpandang mulia, megah, dan berkedudukan tinggi. Masuk Islam pada tahun ke enam dari kenabian, berwatak keras dan pemberani, tapi juga lemah lembut sering menyamar sebagai rakyat jelata. Usaha-usaha Khallifah Umar bin Khathab antara lain : 



Pembagian wilayah kekuasaan islam menjadi beberapa bagian (propinsi) yang masing-masing propinsi di pimpin oleh seseorang Amirul mukminin. Hal ini mengingat semakin luasnya daerah kekuasaan Islam.







Pembentukan dewan-dewan pemerintahan seperti dewan perbendaharaan negara (Baitul maal), dewan peradilan (Qadhil Qudhah), dewan pertahanan dsb.







Penetapan tahun Hijriyah yang dimulai penanggalannya dari hijrah nabi dari Mekkah ke Madinah.







Pembemtukan urusan kehakiman dan pembangunan Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid Aqsha, dll.



6 7



Ibid., Ibid.,



5







Memperluas daerah kekuasaan Islam dan penyebaran agama Islam ke beberapa daerah seperti: Damaskus, Mesir, Babilonia dan beberapa bekas jajahan Romawi Timur. Melihat keberhasilan Umar bin Kathab ini, banyak musuh dari negara lain



hendak membunuh khalifah. Maka seorang tahanan perang Nahawan yang bernama Fairus( Abu Lu’lu’) dari bangsa Persia dan menjadi hamba atau budak dari Mughiroh bin Syu’bah sakit hati dan dendam kepada khalifah atas hancurnya kekaisaran Persia. Maka pada suatu hari tepatnya pada tahun 23 H khalifah Umar meninggal dunia karena dibunuh oleh Abu Lu’lu. Proses Pengangkatan Umar bin Khattab8 Pengangkatan Umar sebagai khalifah sangat lancar tanpa ada pertentangan di kalangan kaum muslimin. Hal tersebut terjadi karena menjelang ajal, Abu Bakar telah mengajukan Umar bin Khattab sebagai pemimpin kaum muslimin untuk penggantinya. Di antara sahabat yang dimintai pertimbangan adalah Usman binAffan, Ali bin Abi Thalib, Abdurahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah dan Usaid bin Kundur . dan Meskipun peristiwa diangkatnya Umar sebagai khalifah itu merupakan fenomena yang baru, tetapi haruslah dicatat bahwa proses peralihan kepemimpinan tetap dalam bentuk musyawarah, yaitu berupa usulan atau rekomendasi dari Abu Bakar yang diserahkan kepada persetujuan umat Islam. Untuk menjajaki pendapat umum, khalifah Abu Bajkar melakukan serangkaian konsultasi terlebih dahulu dengan beberapa orang sahabat, antara lain ialah Abdurrahman ibn Auf dan Usman ibn Affan. Pada



awalnaya



terdapat



berbagai



keberatan



mengenai



rencana



pengangkatan Umar ini, sahabat thalhah misalnya segera menemui Abu Bakar untuk menyampaikan rasa kecewanya. Namun oleh karena Umar adalah orang yang paling tepat untuk menduduki kursi kekhalifahan, maka pengangkatan Umar mendapat persetujuan dan baiat dari semua anggota Islam. Dan Ketika Umar telah menjadi khalifah, ia berkata kepada umatnya :”Orang-orang seperti halnya seekor unta yang keras kepala dan ini akan bertalian dengan pengendara



88



Ibid.,



6



dimana jalan yang akan dilalui, dengan nama Allah, begitulah aku akan menunjukkan kepada kamu ke jalan yang harus engkau lalui” Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/ 634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan abu Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad ibn Abi Waqqas, dan Abdurrahman ibn Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk nUsman sebagai khalifah, melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib. 3. Usman bin Affan (23 – 35 H = 644 – 656 M)9 Usman bin Affan adalah putra Abdu Syam bin Abdi Manaf, lahir pada tahun ke-5 Miladiyah di Mekkah. Dia merupakan bangsaan Quraisy yang sangat kaya raya namun sangat dermawan. Oleh Rasulullah diberi gelar ZUN NURAIN yang artinya orang yang mempunyai dua cahaya. Hal ini disebabkan karena Usman menikah dengan dua puteri Rasulullah SAW yaitu dengan Siti Ruqayah dan kemudian setelah meninggal dunia, Rasulullah SAW kembali menikahkannya dengan puterinya yang lain yang bernama Umi Kulsum. Saat diangkat menjadi khalifah Usman telah berusia70 tahun, namun demikian usaha dan jasa-jasanya selama menjadi khalifah sangat besar sekali bagi umat Islam khususnya yang menyangkut usaha pembukuan Al quran menjadi satu mushaf. Pada masa pemerintahannya, banyak terjadi perbedaan di kalangan umat Islam mengenai bacaan Al Quran. Melihat kondisi seperti ini, khalifah kemudian membentuk suatu panitia khusus yang bertugas membukukan Al Quran menjadi satu mushaf yang sama ejaan maupun bahasanya. Yang termasuk panitia ini adalah Zaid bin Tsabit sebagai ketua dibantu oleh Abdullah bin Zubair, Sa’ad bin Ash, dan Abdur Rahman bin Haris bin Hisyam.



9



Ibid.,



7



Kepada panitia khalifah Usman berpesan agar berpedoman kepada hafalan para sahabat penghafal Al Quran dan jika terjadi perbedaan dalam dialek, maka dikembalikan kepada bahasa atau dialek Quraisy karena Al Quran diturunkan dengan dialek suku Quraisy. Panitia menyusun sebanyak lima buah, masingmasing dikirim ke beberapa daerah seperti: Syam, Kufah, Basrah, dan Mesir. Sedangkan yang satu tetap berada di Madinah untuk khalifah sendiri yang disebut Mushaf Al Imam. Di samping usaha pembukuan Al Quran tersebut, khalifah Usman juga melakukan usaha perluasan daerah kekuasaan Islam, sehingga pada saat itu Islam telah



mencapai



Afrika



(Tunisia,



Sudan,



Tripoli



Barat)



dan



daerah



Armenia.Khalifah Usman menghadapi pemberontakan dari beberapa golongan diantaranya adalah dari Khufah dan Basrah, demikian juga dari Abdullah bin Abu Bakar. Khalifah dikepung oleh para pemberontak selama 40 hari lamanya, sampai akhirnya beliau dibunuh oleh para pemberontak (Abdullah bin Saba’) pada tahun 35 H. Perjuangan Dalam Dakwah Islam : Utsman menjadi khalifah10 Pembai’atan Utsman sebagai khalifah berdasar kesepakatan enam orang sahabat termasuk dirinya yang telah ditunjuk langsung oleh Umar ibn Khattab untuk menjadi penggantinya yang akan melanjutkan kepemimpinan dan perjuangannya dalam menyebarkan islam ke penjuru dunia. Dari masa inilah awal pengangkatan seorang khalifah secara demokratis dengan jalan musyawarah yang diwakili oleh keenam orang sahabat sepanjang sejarah manusia. Satu dekade pertama kepemimpinan Ustman adalah masa yang dipenuhi dengan prestasi penting dan kesejahteraan ekonomi yang tiada duanya, terkecuali pada dua tahun terakhir yang berbanding terbalik dengan sebelumnya kondisi serba sulit akibat merebaknya fitnah dan kedengkian musuh – musuh Islam yang diarahkan padanya sehingga beliau syahid Beliau wafat pada bulan haji tahun 35 H. dalam usia 82 tahun setelah menjabat sebagai Khalifah selama 12 tahun. Beliau dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah



10



Ibid.,



8



Perluasan wilayah Islam Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwasanya utsman harus bekerja lebih keras lagi dalam mempertahankan dan melanjutkan perjuangan panji islam sebab berbagai ancaman dan rintangan akan semakin berat untuknya mengingat pada masa sebelumnya telah tersiar tanda-tanda adanya negeri yang pernah ditaklukkan oleh islam hendak berbalik memberontak padanya. Namun demikian, meski disana-sini banyak kesulitan beliau sanggup meredakan dan menumpas segala pembangkangan mereka, bahkan pada masa ini islam berhasil tersebar hampir ke seluruh belahan dunia mulai dari Anatolia, dan Asia kecil, Afganistan, Samarkand, Tashkent, Turkmenistan, Khurasan dan Thabrani Timur hingga Timur Laut seperti Libya, Aljazair, Tunisia, Maroko dan Ethiopia. Maka islam lebih luas wilayahnya jika dibandingkan dengan Imperium sebelumnya yakni Romawi dan Persia karena islam telah menguasai hampir sebagian besar daratan Asia dan Afrika. Pembentukan Armada laut Islam pertama Ide atau gagasan untuk membuat sebuah armada laut islam sebenarnya telah ada sejak masa kekhalifahan Umar Ibn khattab namun beliau menolaknya lantaran khawatir akan membebani kaum muslimin pada saat itu. Setelah kekhalifahan berpindah tangan pada Utsman maka gagasan itu diangkat kembali kepermukaan dan berhasil menjadi kesepakatan bahwa kaum muslimin memang harus ada yang mengarungi lautan meskipn sang khalifah mengajukan syarat untuk tidak memaksa seorangpun kecuali dengan sukarela. Berkat armada laut ini wilayah islam bertambah luas setelah menaklukkan pulau Cyprus meski harus melewati peperangan yang melelahkan. Kodifikasi Al – Qur’an11 Masa penyusunan Al – qur’an memang telah ada pada masa Khalifah Abu Bakar atas usulan Umar bin Khaththab yang kemudian disimpan ditangan istri Nabi Hafsah binti Umar. Berdasar pertimbangan bahwa banyak dari para penghafal Al – Qur’an yang gugur usai peperangan Yamamah. Kini setelah Ustman memegang tonggak kepemimpinan dan bertambah luas pula wilayah 11



Ibid.,



9



kekuasaan Islam maka banyak ditemukan perbedaan lahjah dan bacaan terhadap Al – Qur’an. Inilah yang mendorong beliau untuk menyusun kembali Al – Qur’an yang ada pada Hafsah dan menyeragamkannya kedalam bahasa Quraisy agar tidak terjadi perselisihan antara umat dikemudian hari. Seperti halnya kitab suci umat lain yang selalu berbeda antar sekte yang satu dengan yang lainnya. Maka diutuslah beberapa orang kepercayaannya untuk menyebarkan Al – Qur’an hasil kodifikasinya ke beberapa daerah penting antara lain Makkah, Syiria. Kuffah, Syam, Bashrah dan Yaman. Kemudian Beliau menginstruksikan untuk membakar seluruh mushaf yang lain dan berpatokan pada mushaf yang baru yang diberi nama Mushaf Al-Iman. Khalifah kali pertama yang melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). ia mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid; membangun pertanian, menaklukan Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf. 4. Ali bin Abu Thalib ( 35 – 40 H = 656 – 661 M)12 Ali bin Abu Thalib adalah anak dari paman Nabi Muhammad SAW yang bernama Abu Thalib. Sejak kecil telah bergaul dengan Rasulullah SAW karena Nabi juga diasuh oleh Abu Thalib. Setelah Nabi Muhammad SAW berkeluarga, maka Ali ikut dengan Nabi Muhammad SAW. Ali lahir di Mekkah pada tahun 661 H. Termasuk Assabiqunal awalun dan orang yang paling muda dari beberapa orang yang pertama kali masuk agama Islam, karena pada waktu itu usianya baru 8 tahun. Dia merupakan seorang pemimpin yang cerdas, jujur, pemberani, adil, dan pandai dalam strategi perang karena setiap peperangan yang dihadapi oleh umat Islam, Ali selalu mengikutinya dan berada di barisan paling depan sebagai panglima yang mengatur strategi



12



Ibid.,



10



pasukan Islam. Setelah dewasa, Rasulullah SAW menikahkannya dengan salah satu puterinya yang bernama Siti Fatimah. Proses pengangkatan Ali sebagai khalifah melalui musyawarah di kalangan umat Islam, namun demikian keadaan umat Islam pada waktu itu sudah mengalami perpecahan yang hebat. Banyak bermunculan golongan-golongan yang disebabkan oleh perbedaan pandangan mereka dalam hal kepemimpinan umat Islam. Banyak peperangan yang terjadi ketika masa pemerintahan khalifah Ali, dan yang terpenting adalah peperangan Jamal dan Shiffin.13 1. Peperangan Jamal Dinamakan peperangan Jamal (unta) karena Siti Aisyah, istri Rasulullah SAW dan puteri Abu Bakar as Shiddiq ikut dalam peperangan ini dengan mengendarai unta. Ikut campurnya Aisyah memerangi Ali terpandang sebagai hal yang luar biasa sehingga orang menghubungkan peperangan ini dengan Aisyah dan untanya, walaupun peranan yang dipegang Aisyah tidak begitu besar. Sesungguhnya peperangan ini adalah peperangan yang pertama kali terjadi antara dua laskar dari kaum Muslimin, di mana seorang Muslim menghadapi seorang Muslim dengan amarahnya hendak menumpahkan darah saudaranya seagama. Peperangan Jamal terjadi karena keinginan dan nafsu perseorangan yang timbul pada diri Abdullah bin Zubair dan Thalhah serta perasaan benci Aisyah terhadap Ali. Dosa Thalhah agak ringan dibanding dosa Abdullah karena Thalhah tidak sampai mempengaruhi kaum Muslimin. Dan tak ada pengaruhnya terhadap Aisyah yang dapat mendorong Aisyah agar mempengaruhi kaum Muslimin dengan menggunakan kedudukannya sebagai Ummul Mukminin. Akan tetapi, Abdullah bin Zubair sangat bernafsu untuk menduduki kursi khalifah dan berupaya dengan sungguh-sungguh menghasut



13



Ibid.,



11



Aisyah menghidupkan api peperangan agar keinginannya menduduki kursi khalifah dapat tercapai. Ali disalahkan karena dia dipandang tidak dapat menguasai laskarnya seluruhnya. Ketika ada usahanya hendak mencari perdamaian, diantara pengikut-pengikutnya ada yang membuat komplotan untuk menyalakan api peperangan. Andai kata beliau berwibawa penuh terhadap laskarnya, mungkin peperangan dapat dihindarkan. Yang memikul tanggung jawab atas terjadinya peperangan Jamal yang telah menelan korban puluhan ribu umat manusia adalah Abdullah bin Zubair dan Aisyah. 2. Peperangan Shiffin14 Peperangan Shiffin adalah peeprangan antara khalifah Ali dan Mu’awiyah. Ali dan pengikut-pengikutnya mulanya mengira bahwa peperangan yang pertama dan itu pun akan merupakan peperangan penghabisan haruslah untuk menundukkan Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang didukung penduduk Syam. Mu’awiyah adalah anak Abu Sufyan (paman Usman) pemuka Bani Umayah yang amat disegani dan dipatuhi oleh laskarnya. Thalhah dan Zubair sebelumnya tidak dipandang musuh oleh Ali, terlebih sesudah keduanya memberikan bai’ah dan sumpah setianya kepada Ali. Begitu pula tidak seorang pun menyangka bahwa kebencian Aisyah terhadap Ali akan sampai sedemikian rupa sehingga Aisyah menceburkan diri ke dalam peperangan memimpin bala tentara melawan Ali. Peperangan Jamal mengakibatkan gugurnya ribuan tentara Ali. Sementara itu, Mu’awiyah memperkuat laskarnya dengan membagi-bagi uang kepada mereka dan pengikutnya sehingga ikatan kesatuan mereka menjadi kuat. Pertempuran terjadi antara kedua laskar beberapa hari lamanya. Ali dengan keberanian pribadinya dapat membangkitkan semangat dan kekuatan laskarnya, sehingga kemenangan sudah membayang baginya. Ahli-ahli



14



Ibid.,



12



sejarah yang mempelajari sejarah kehidupan Ali di bidang kemiliteran menemukan bahwa dalam setiap pertempuaran Ali selalu menang. Menang dalam peperangan Jamal, Shiffin dan beberapa peperangan dengan Khawarij. Akan tetapi, beliau kalah dalam diplomasi dan tak dapat mengelak dari tipu daya. Ketika akhir hayat khalifah Usman bin Affan menghadapi berbagai kelompok pemberontak, maka demikian pula dengan keadaan yang dialami oleh khalifah Ali bin Abu Thalib. Oleh karena itu, pada masa pemerintahannya Ali lebih banyak menghadapi para pemberontak ini terutama pemberontakan yang dilakukan oleh gubernur Mesir yang bernama Muawiyah bin Abu Sufyan. Hampir seluruh masa pemerintahannya habis untuk menghadapi para pemberontak, sehingga usaha dan jasa-jasa khalifah Ali tidak begitu banyak diketahui. Khalifah Ali meninggal dunia karena dibunuh oleh salah seorang golongan Khawarij yang bernama Ibnu Muljam pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H. Dengan wafatnya khalifah Ali, maka masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin telah selesai karena sesudah itu pemerintahan Islam dipegang oleh khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan secara turun-temurun, sehingga disebut Daulat / Bani Umayyah.15 2.2 Perkembangan Peradaban Islam pada Masa Dinasti Umayyah A. Proses Terbentuknya Bani Umayyah Pemerintah Bani Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdi Manaf. Beliau adalah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa Jahiliyah. Beliau dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan. Setelah Islam datang, pertarungan menduduki kekuasaan ini menjelma menjadi sebuah permusuhan yang transparan dan terbuka. Bani Umayyah melakukan perlawanan terhadap Rasulullah dan dakwahnya. Sedangkan, Bani Hasyim



15



Ibid.,



13



mendukung Rasulullah dan mengikutinya. Bani Umayyah tidak masuk islam kecuali setelah tidak ada jalan lain kecuali mereka harus masuk islam. Hal ini terjadi setelah penaklukkan kota Makkah. Para sejarawan mengungkapkan bahwasannya cara perolehan kekuasaan yang dilakukan oleh Bani Umayyah identik dengan tipu muslihat dan kelicikan. Tetapi tak dapat dipungkiri banyak pula kemuajuan yang ditunjukkan oleh Bani Umayyah sewaktu berkuasa terutama perluasan wilayah kekuasaan Islam. Bani Umayyah menerapkan monarchiabsolute atau monarchihereditas. Maksudnya pengangkatan khalifah berdasarkan keturunan, sesama suku dan sesama Bani Umayyah.16 Pemerintahan Umawiyah berdiri setelah khilafah rasyidah yang ditandai dengan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib pada tahun 40 H/661 M. Pemerintahan Bani Umayyah dihitung sejak Hasan bin Ali menyerahkan kekuasaan pada Muawiyyah bin Abi Sufyan pada tanggal 25 Rabiul Awwal 41H/661M. Pemerintahan ini berakhir dengan kekalahan khalifah Marwan bin Muhammad di perang Zab pada bulan Jumadil Ula tahun 132H/749M. Dengan demikian, pemerintahanBani Umayyah ini berlangsung selama 91 tahun. Adapun raja-raja yang berkuasa pada dinasti Umayyah I ini berjumlah 14antara lain: 1. Mu’awiyah I bin Abi Sufyan (41-61H/661-680M) 2. Yazid bin Mu’awiyah (61-64H/680-683M) 3. Mu’awiyah II bin Yazid (64-65H/683-684M) 4. Marwan bin Hakam (65-66H/684-685M) 5. Abdul Malik bin Marwan (66-86H/685-705M) 6. Al-Walid bin Abdul Malik (86-97H/705-715M) 7. Sulaiman bin Abdul Malik (97-99H/715-717M) 8. Umar bin Abdul Azis (99-102H/717-720M) 9. Yazid bin Abdul Malik (102-106H/720-724M) 10.Hisyam bin Abdul Malik (106-126H/724-743M) 11. Al-Walid II bin Yazid (126-127H/743-744M) 12. Yazid III bin Walid(127H/744M) 13.Ibrahim bin Malik (127H/744M) 14. Marwan II bin Muhammad (127-133H/744-750M) 16



Mansyur, Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah. 2004. Yogyakarta: Global Pustaka Utama, Hlm. 54.



14



Namun dari keempat belas khalifah di atas, hanya lima saja yang merupakan khalifah-khalifah besar menurut Harun Nasution. Mereka adalah Muawiyah bin Abu Sufyan (661-680M.), Abdul Malik bin Marwan (685-705M.), Al Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz (717-720M.), dan Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M.).17 B. Kemajuan Pada Masa Bani Umayyah Pada masa Bani Umayyah berkuasa, terjadi beberapa kemajuan di berbagai bidang kehidupan, yaitu : 1. Perluasan Wilayah Di jaman Muawiyah, Tunisia, Khurasan, sungai Oxus, Afganistan, dan Kabul dapat ditaklukkan. Ibu Kota Bizantium, Konstantinopel pun dapat ditaklukkan oleh angkatan lautnya. Pada masa Khalifah Abd Al-Malik, sungai Oxus, Baikh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand dapat ditaklukkan. Begitu pula di zaman pemerintahan sesudahnya terjadi penaklukan di Afrika, Eropa, bahkan sampai daerah Asia Tengah. Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat. Wilayah kekuasaan islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan Purkmenia, Ulbek, dan Kilgis di Asia Tengah. 2. Bidang Politik (Pemerintahan) Bani Umayyah menyusun tata pemerintahan yang baru untuk memenuhi tuntutan perkebangna wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin komplek. Salah satunya adalah dengan mengangkat penasehat sebagai pendamping khalifah dan beberapa orang al-kuttab (sekretaris) untuk membantu pelaksanaan tugasnya. Alkuttab ini meliputi: a. Katibal-rasail: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat dengan pembesar-pembesar setempat. b. Katib al-kharraj: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran negara. c. Katib al-jundi: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan ketentaraan.



17



Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam.2003. Jakarta: PT Raja Wali Press



15



d. Katib al-qudat: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat. 3. Bidang Keagamaan Selama pemerintahan Dinasti ini, terdapat peluang untuk berkembangnya berbagai aliran yang tumbuh di kalangan masyarakat meskipun aliran itu tidak dikehendaki oleh penguasa waktu itu. Aliran-aliran tersebut diantaranya adalah Syiah, Khawarij, Mu’tazilah dan yang lainnya. 4. Bidang Ekonomi Dengan bertambah luasnya wilayah Dinasti Umayyah, maka perdagangan juga semakin meluas. Praktik-prakti perniagaan merambah sampai daerah Tiongkok dengan sutera, keramik, obat-obatan dan wangi-wangian sebagai komoditasnya. Lalu meluas ke belahan negeri timur dengan rempah-rempah, bumbu, kasturi, permata, logam mulia, gading dan bulu-buluannya. Keadaan ini membuat kota Basrah dan aden menjadi pusat perdagangan yang ramai. Dengan ramainya perdagangan tersebut mendorong kemakmuran masyarakat di bidang industri. 5. Bidang Sosial Kahlifah Abd al-Malik dan Al Walid Ibn Al Malik membangun panti-panti untuk orang cacat serta mendirikan jalan-jalan yang menghubungkan suatu daerah dengan yang lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintah dan masjid-masjid yang megah. Semua pekerja yang terlibat dalam kegiatan humanis ini digaji oleh Negara secara tetap. 6. Pembangunan berbagai infrastruktur Al-Walid Ibn Abd Abdul Malik (705M-714M). Dia memulai kekuasaannya dengan membangun Masjid Jami’ di Damaskus. Masjid Jami’ ini dibangun dengan sebuah arsitektur yang indah, dia juga membangun Kubbatu Sharkah dan memperluas masjid Nabawi, disamping itu juga melakukan pembangunan fisik dalam skala besar. Muawiyah mendirikan Dinas Pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata. 7. Dalam Bidang Pertanian Dalam bidang pertanian Umayyah telah



memberi tumpuan terhadap



pembangunan sektor pertanian, beliau telah memperkenalkan sistem pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.



16



8. Perkembangan bidang tasyri’ terjadi pada masa Umar Bin Abd Al-Aziz. Beliau berusaha mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena para penghafal hadits sudah meninggal sehingga Beliau berusaha untuk membukukan Hadits. 9. Sistem peradilan dan Perkembangan Kebudayaan Bani Umayyah mensejahterakan rakyatnya dengan memperbaiki seluruh sistem pemerintahan dan menata administrasi, antara lain organisasi keuangan. Organisasi ini bertugas mengurusi masalah keuangan negara yang dipergunakan untuk: 



Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.







Pembangunan pertanian, termasuk irigasi.







Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang







Perlengkapan perang. Pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik membangun sebuah kubah yang



megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame Of The Rock” (Gubah As-Sakharah). Penatapan bahasa arab sebagai bahasa resmi pemerintahan, pembangunan panti asuhan, pembuatan mata uang dan lambang negara juga merupakan kemajuan pada masa Bani Umayyah. 10. Kemajuan di bidang militer Selama peperangan melawan kakuatan musuh, pasukan arab banyak mengambil pelajaran dari cara-cara teknik bertempur kemudian mereka memadukannya dengan sistem dan teknik pertahanan yang selama itu mereka miliki, dengan perpaduan sistem pertahanan ini akhirnya kekuatan pertahanan dan militer Dinasti Bani Umayyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat baik. Dengan kemajuan-kemajuan dalam sistem ini akhirnya para penguasa dinasti Bani Umayyah mampu melebarkan sayap kekuasaannya hingga ke Eropa. Secara garis besar formasi kekuatan tentara Bani Umayyah terdiri dari pasukan berkuda, pasukan pejalan kaki dan angkatan laut.18 C. Keruntuhan Bani Umayyah Meskipun keberhasilan banyak dicapai pada masa bani umayaah, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Beberapa hal yang menyebabkan runtuhnya bani Umayyah adalah sebagai beikut:



18



Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam. 2003. Yogyakarta: SPI Fak Adab IAIN



17



1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru (bid’ah) bagi tradisi Islam yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana. 2. Latar belakang terbentuknya Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflikkonflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Abdullah bin Saba’al-Yahudi) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah. 3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah. 4. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, para Ulama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang. 5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd alMuthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyimdan kaummawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah. 6. Memecat dan mengganti orang - orang dalam jabatannya dengan orang - orang yang disukai saja padahal pengganti itu tidak ahli.19



19



http://sinankwalisongo.wordpress.com/2011/12/11/sejarah-peradaban-islam-di-masa-bani-umayyah, diakses



pada tgl, 10 okt 2019, 12:001 WIB.



18



2.3 Perkembangan Peradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah Masa kejayaan Islam ditandai dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan, kebudayaan dan pendidikan Islam. Perkembangan yang pesat ini didukung oleh adanya lembaga-lembaga yang mewadahi perkembangan tersebut. Pada masa itu didirikan lembaga-lembaga keilmuan sebagai pusat pembelajaran ilmu pengetahuan, kebudayaan dan pendidikan Islam. Abad keemasan peradaban muslim dimulai dengan bangkitnya Dinasti Abbasiyah pada tahun 132 H/750 M. Masa lima abad kekhalifahan Abbasiyah merupakan masa perkembangannya Islam. Dinasti ini kurang berminat terhadap penaklukan sebagaimana pada Dinasti Ummayah, tetapi pada Dinasti Abbasiyah ini lebih berminat besar pada pengetahuan dan masalah dalam negeri. Hal tersebut terlihat pada upaya besar penerjemahan dan menyerap ilmu pengetahuan dari peradaban lain. Dalam waktu tiga fase pada masa dinasti Abbasiyah buku-buku dalam bahasa Yunani, Syiria, Sanskerta, Cina dan Persia diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Fase pertama (132 H/750 M – 132 H/847 M), pada khalifah al-Mansyur hingga Harun al-Rasyid yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi. Fase kedua (232 H/847 M – 334 H/ 945 M), pada masa khalifah al-Makmun buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang fi lsafat dan kedokteran. Fase ketiga (334 H/ 945 M – 347 H/ 1005 M), terutama setelah bidang-bidang ilmu yang telah diterjemahkan semakin meluas.Fase ini merupakan permulaan untuk menyaring, menganalisis dan menerima ataupun menolak pengetahuan dari peradaban lain. Seiring dengan perkembangan berbagai ilmu pengetahuan dan munculnya karya-karya para ilmuan dan berkembangnya produksi kertas yang tersebar luas sehingga memberikan dorongan besar pada gerakan pengumpulan naskah-naskah. Keadaan ini berlangsung ketika peradaban muslim dilanda perdebatan,



dan



bukubuku



yang



bersangkutan



menjadi



kunci



utama



untuk



menyampaikan gagasan. Kebutuhan akan buku menyebabkan merebaknya perpustakaan diberbagai penjuru dunia Islam. A. Sejarah Dinasti Abbasiyah Kekhalifahan Abbasiyah (Arab: al-khilāfah al‘abbāsīyyah) atau Bani Abbasiyah (Arab: al-‘abbāsīyyūn) adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan 19



melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa Turki yang sebelumnya merupakan bahagian dari tentara kekhalifahan yang mereka bentuk, dan dikenal dengan nama Mamluk.20 Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258 M.21 Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah. Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian Dinasti akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian struktur sosial dan ideologi. Sehingga dapat dikatakan kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi. Menurut (Crane Brinton dalam Mudzhar, 1998), ada 4 ciri yang menjadi identitas revolusi yaitu : 1. Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang berkuasa mendapat kritik keras dari masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan masyarakat yang di sebabkan ketimpangan-ketimpangan dari ideologi yang berkuasa itu. 20



(http://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Abbasiyah), diakses pada 10 Oktober 2019.



Jurnal PERPUSTAKAAN BAYT AL HIKMAH, ”THE GOLDEN AGE OF ISLAM” H. Fuad Riyadi, rujukan buku: Syalab, A. 1997. Sejarah dan Kebudayaan Islam: Jakarta: P.T. Jayamurti. 21



20



2. Mekanisme pemerintahannya tidak efesien karena kelalaiannya menyesuaikan lembaga-lembaga sosial yang ada dengan perkembangan keadaan dan tuntutan zaman. 3. Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideologi yang berkuasa pada wawasan baru yang ditawarkan oleh para kritikus. 4. Revolusi itu pada umumnya bukan hanya dipelopori dan digerakkan oleh orangorang lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para penguasa oleh karena hal-hal tertentu yang merasa tidak puas dengan syistem yang ada . Sebelum daulah Bani Abbasiyah berdiri, terdapat 3 tempat yang menjadi pusat kegiatan kelompok Bani Abbas, antara satu dengan yang lain mempunyai kedudukan tersendiri dalam memainkan peranannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman nabi SAW yaitu Abbas Abdul Mutholib (dari namanya Dinasti itu disandarkan). Tiga tempat itu adalah Humaimah, Kufah dan Khurasan. Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim bermukim, baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas. Humaimah terletak berdekatan dengan Damsyik. Kufah merupakan kota yang penduduknya menganut aliran Syi‘ah pendukung Ali bin Abi Tholib. Ia bermusuhan secara terang-terangan dengan golongan Bani Umayyah. Demikian pula dengan Khurasan, kota yang penduduknya mendukung Bani Hasyim. Ia mempunyai warga yang bertemperamen pemberani, kuat fi siknya, tegap tinggi, teguh pendirian tidak mudah terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung dengan kepercayaan yang menyimpang. Disinilah diharapkan dakwah kaum Abbassiyah mendapatkan dukungan. Di bawah pimpinan Muhammad bin Ali al-Abbasy, gerakan Bani Abbas dilakukan dalam dua fase yaitu : 1) fase sangat rahasia; dan 2) fase terang-terangan dan pertempuran.22 Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia. Propaganda dikirim keseluruh pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak, terutama dari golongan yang merasa tertindas, bahkan juga dari golongan yang pada mulanya mendukung Bani Umayyah.



Jurnal PERPUSTAKAAN BAYT AL HIKMAH, ”THE GOLDEN AGE OF ISLAM” H. Fuad Riyadi, rujukan buku: Hasjmy, A. 1973. Sejarah Kebudayaan Islam:Jakarta: Bulan Bintang. 22



21



Setelah Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim, maka seorang pemuda Persia yang gagah berani dan cerdas bernama Abu Muslim alKhusarany, bergabung dalam gerakan rahasia ini. Semenjak itu dimulailah gerakan dengan cara terang-terangan, kemudian cara pertempuran. Akhirnya bulan Zulhijjah 132 H Marwan, Khalifah Bani Umayyah terakhir terbunuh di Fusthath, Mesir. Kemudian Daulah bani Abbasiyah resmi berdiri. B. Sistem Pemerintahan, Politik dan Bentuk Negara Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik. Menurut pandangan para pemimpin Bani Abbasiyah, kedaulatan yang ada pada pemerintahan (Khalifah) adalah berasal dari Allah, bukan dari rakyat sebagaimana



diaplikasikan



oleh



Abu



Bakar



dan



Umar



pada



zaman



khalifahurrasyidin. Hal ini dapat dilihat dengan perkataan Khalifah Al-Mansur “Saya adalah sultan Tuhan diatas buminya“. Pada zaman Dinasti Bani Abbasiyah, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah I antara lain : a. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali. b. Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi sosial dan kebudayaan. c. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia. d. Kebebasan berfi kir sebagai HAM diakui sepenuhnya . e. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah. Selanjutnya periode II , III , IV, kekuasaan Politik Abbasiyah sudah mengalami penurunan, terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara



bagian



(kerajaan-kerajaan



kecil)



sudah



tidak



menghiraukan



pemerintah pusat , kecuali pengakuan politik saja. Panglima di daerah sudah berkuasa di daerahnya,dan mereka telah mendirikan atau membentuk pemerintahan



22



sendiri misalnya saja munculnya Daulah- Daulah kecil, contoh; daulah Bani Umayyah di Andalusia atau Spanyol, Daulah Fatimiyah.23 Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiyah ada 2 tindakan yang dilakukan oleh



para



Khalifah



mempertahankan



dari



Daulah



Bani



kemungkinan



Abbasiyah



untuk



adanya



gangguan



mengamankan atau



dan



timbulnya



pemberontakan yaitu: pertama, tindakan keras terhadap Bani Umayah. dan kedua pengutamaan orang-orang turunan persi. Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Bani Abbasiyah pada waktu itu dibantu oleh seorang wazir (perdana mentri) atau yang jabatanya disebut dengan wizaraat. Sedangkan wizaraat itu dibagi lagi menjadi 2 yaitu: 1) Wizaraat Tanfi z (sistem pemerintahan presidentil ) yaitu wazir hanya sebagai pembantu Khalifah dan bekerja atas nama Khalifah. 2) Wizaaratut Tafwidl (parlemen kabimet). Wazirnya berkuasa penuh untuk memimpin pemerintahan. Sedangkan Khalifah sebagai lambang saja. Pada kasus lainnya fungsi Khalifah sebagai pengukuh Dinasti-Dinasti lokal sebagai gubernurnya Khalifah. Selain itu, untuk membantu Khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah dewan yang bernama diwanul kitaabah (sekretariat negara) yang dipimpin oleh seorang raisul kuttab (sekretaris negara). Dan dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu beberapa raisul diwan (menteri departemen-departemen). Tata usaha negara bersifat sentralistik yang dinamakan an-nidhamul idary almarkazy. Selain itu, dalam zaman daulah Abbassiyah juga didirikan angkatan perang, amirul umara, baitul maal, organisasi kehakiman. Selama Dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbedabeda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. C. Periodesasi Pemerintahan Daulah Abbasiyah Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, ahli sejarah membagi masa pemerintahan Daulah Abbâsiyah menjadi lima periode: 1. Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama.



Jurnal PERPUSTAKAAN BAYT AL HIKMAH, ”THE GOLDEN AGE OF ISLAM” H. Fuad Riyadi, rujukan buku: Syafi q A Mughni. 1997. Sejarah Kebudayaan Islam di Turki: Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 23



23



2. Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama. 3. Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbâsiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua. 4. Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbâsiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung). 5. Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol. Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbâsiyyah mencapai masa keemasan. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun ilmu pengetahuan terus berkembang. Masa pemerintahan Abu al-Abbâs, pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. Selanjutnya digantikan oleh Abu Ja'far al-Manshûr (754-775 M), yang keras menghadapi lawanlawannya terutama dari Bani Umayyah, Khawarij dan juga Syi'ah. Untuk memperkuat kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingannya disingkirkan satu persatu. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir dibunuh karena tidak bersedia membaiatnya. alManshûr memerintahkan Abu Muslim alKhurasani melakukannya, dan kemudian menghukum mati Abu Muslim al-Khurasani pada tahun 755 M, karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya. Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hâsyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, alManshûr memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Baghdad, 24



dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbâs berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini al-Manshûr melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di antaranya dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazîr (Perdana Menteri) sebagai koordinator dari kementrian yang ada. Wazîr pertama yang diangkat adalah Khâlid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara disamping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad bin Abdurrahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat. Pada masa al-Manshûr, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah. Khalifah al-Manshûr berusaha menaklukkan kembali daerahdaerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di antara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara bala tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosphorus. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama gencatan senjata 758-765 M, Byzantium membayar upeti tahunan. Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian lain Oxus dan India. Kalau dasar-dasar pemerintahan Daulah Abbâsiyah diletakkan dan dibangun oleh Abul Abbâs as-Saffah dan al-Manshûr, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hâdi (775786 M), Harun ar-Rasyîd (786-809 M), al-Ma'mûn (813-833 M), al-Mu'tashim (833842 M), al-Watsîq (842847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M). Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak,



25



emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting. Popularitas Daulah Abbâsiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun ar-Rasyîd (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mûn (813833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyîd untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. D. Ilmu Pengetahuan di Dunia Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah Dinasti Abbasiyah terutama pada fase pertama yang dipimpin oleh Khalifah Abu Ja’far al-Mansyur, Khalifah Harun al-Rasyid dan Abdullah al-Makmun, merupakan khalifah-khalifah yang sangat cinta pada ilmu pengetahuan, yang dengan kecintaannya khalifah-khalifah sangat menjaga dan memelihara buku-buku baik yang bernuansa agama maupun umum, baik karya ilmuan muslim maupun non muslim, baik karya-karya ilmuan yang semasanya maupun pendahulunya. Hal ini terlihat jelas dari sikapsikap khalifah seperti pesannya Harun al-Rasyid kepada para tentaranya untuk tidah merusak kitab apapun yang ditemukan dalam medan perang. Begitu juga khalifah al-Makmun yang menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan lainnya untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, sampai pada akhirnya masih dilalukan pada masa khalifah al-Makmun Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.24 E. Berdirinya Perpustakaan Islam Pertama di Baghdad (Baitul Hikmah) Baitul Hikmah adalah perpustakaan dan pusat penerjemahan pada masa dinasti Abbasiah. Baitul hikmah ini terletak di Baghdad, dan Bagdad ini dianggap sebagai pusat intelektual dan keilmuan pada masa Zaman Kegemilangan Islam (The golden age of Islam). Karena sejak awal berdirinya kota ini sudah menjadi pusat



Jurnal PERPUSTAKAAN BAYT AL HIKMAH, ”THE GOLDEN AGE OF ISLAM” H. Fuad Riyadi, rujukan buku: Suwito. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam: Jakarta; Kencana. 24



26



peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Itulah sebabnya K. Hitti menyebut bahwa bagdad sebagai profesor masyarakat Islam. Pada masa Abbasiyah institusi ini diperluas penggunaannya. Baitul Hikmah, sudah dirintis oleh khalifah Harun al-Rasyid, menjadi pusat segala kegiatan keilmuan. Pada masa Harun al-Rasyid institusi ini bernama khizanah al-Hikmah (Khazanah Kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Di lembaga ini baik muslim maupun non muslim bekerja mengalih bahasakan sebagai naskah kuno dan menyusun berbagai penjelasan.25 Tujuan utama didirikannya Baitul Hikmah adalah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu pengetahuan asing ke dalam bahasa Arab. Inilah yang menjadi awal kemajuan yang dicapai Islam, yaitu menggenggam dunia dengan ilmu pengetahuan dan peradaban. Pada waktu itu pula berkembang beragam disiplin ilmu pengetahuan dan peradaban yang ditandai dengan berdirinya Baitul Hikmah sebagai pusat kajian ilmu pengetahuan dan peradaban terbesar pada masanya. Lembaga pendidikan ini didirikan berkat adanya usaha dan bantuan dari orangorang yang memegang kepemimpinan dalam pemerintahan. Sejak 815 M al-Makmun mengembangkan lembaga ini dan diubah namanya menjadi Baitul Hikmah. Pada masa Makmun inilah ilmu pengetahuan dan intelektual mencapai puncaknya. Pada masa ini Baitul Hikmah digunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, bahkan Etiopia dan India. Di institusi ini al-Makmun memperkerjakan Muhammad ibn Musa al-Hawarizmi yang ahli di bidang al-jabar dan astronomi dan juga Beliau adalah salah satu guru besar di Baitul Hikmah. Orang-orang Persia lain juga diperkerjakan di Baitul Hikmah. Pada masa itu direktur Baitul Hikmah adalah Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan al-Makmun, Baitul Hikmah tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan tetapi juga sebagai pusat kegiatan studi dan riset astronomi dan matematika. Pada 832 M, al-Makmun menjadikan Baitul Hikmah di baghdad sebagai akademi pertama, lengkap dengan teropong bintang, perpustakan, dan lembaga penerjemahan. Kepala akademi ini yang pertama adalah Yahya ibn



Jurnal PERPUSTAKAAN BAYT AL HIKMAH, ”THE GOLDEN AGE OF ISLAM” H. Fuad Riyadi, rujukan buku: Mahmud Yunus. 2008. Sejarah Pendidikan Islam: Jakarta; Mahmud Yunus Wadzurriyyah. 25



27



Musawaih (777-857), murid Gibril ibn Bakhtisyu, kemudian diangkat Hunain ibn Ishaq, murid Yahya sebagai ketua ke dua.26 F. Kemerosotan Ekonomi Khilafah Abbâsiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari al-kharaj, semacam pajak hasil bumi. Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. Diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbâsiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan. G. Prestasi Dinasti Abbasiyah Dalam Berbagai Keilmuan Masa dinasti abasiyyah merupakan masa kejayaan Islam dalam berbagai bidang, khususnya bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pada masa ini umat Islam telah banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan, sehingga mengalami kemajuan pesat. Pengalihan ilmu pengetahuan dilakukan dengan cara menerjemahkan berbagai buku karangan bangsa-bangsa terdahulu, seperti buku-buku karya bangsa Yunani, Romawi dan Persia. Berbagai naskah yang ada di kawasan Timur Tengah dan Afrika seperti Mesopotamia dan Mesir juga menjadi perhatian.



Jurnal PERPUSTAKAAN BAYT AL HIKMAH, ”THE GOLDEN AGE OF ISLAM” H. Fuad Riyadi, rujukan buku: Mahmud Yunus. 2008. Sejarah Pendidikan Islam: Jakarta; Mahmud Yunus Wadzurriyyah. 26



28



Banyak para ahli yang berperan dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan adalah kelompok mawali atau orang-orang non arab, seperti Persia. Pada masa permulaan Dinasti Abasiyah, belum terdapat pusatpusat pendidikan formal, seperti sekolah-sekolah. Akan tetapi sejak masa pemerintahan Harun Ar Rasyid mulailah dibangun pusat-pusat pendidikan formal seperti Darul Hikmah dan pada masa Al Ma’mun dibangun Baitul Himah yang kelak dari lembaga ini melahirkan para sarjana dan para ahli ilmu pengetahuan yang membawa kejayaan bagi umat Islam.27 1. Di Bidang Kebudayaan Pada masa Bani Abbassiyah berkembang corak kebudayaan, yang berasal dari beberapa bangsa. Apa yang terjadi dalam unsur bangsa, terjadi pula dalam unsur kebudayaan. Dalam masa sekarang ini berkembang empat unsur kebudayaan yang mempengaruhi kehidupan akal/rasio yaitu Kebudayaan Persia, Kebudayaan Yunani, Kebudayaan Hindia dan Kebudayaan Arab dan berkembangnya ilmu pengetahuan. 2. Di bidang ilmu pengetahuan umum Banyak lahir ilmuwan-ilmuwan besar dan sangat berpengaruh terhadap peradaban islam. • Ilmu kedokteran 1) Hunain ibn Ishaq (804-874 M), terkenal sebagai dokter penyakit mata. 2) Ar Razi (809-873 M), terkenal sebagai dokter ahli penyakit cacar dan campak. Buku karanganya dibidang kedokteran berjudul Al Hawi. 3) Ibn sina (980-1036 M), karyanya yang terkenal adalah al Qonun fi at-Tibb dan dijadikan buku pedoman kedokteran bagi universitas di negara Eropa dan negara Islam. 4) Abu Marwan Abdul Malik ibn Abil’ala ibn Zuhr (1091-1162 M), terkenal sebagai dokter ahli penyakit dalam. Karyanya yang terkenal adalah At Taisir dan Al Iqtida. Jurnal PERPUSTAKAAN BAYT AL HIKMAH, ”THE GOLDEN AGE OF ISLAM” H. Fuad Riyadi, rujukan buku: Abbas Wahid, N. dan Suratno. 2009. Khasanah sejarah Kebudayaan Islam: Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. 27



29



5) Ibn Rusyd (520-595 M), terkenal sebagai perintis penelitian pembuluh darah dan penyakit cacar. • Ilmu Perbintangan 1) Abu Masy’ur al Falaki, karyanya adalah Isbatul’Ulum dan Haiatul Falaq. 2) Jabir Al Batani, pencipta teropong bintang yang pertama, karya yang terkenal adalah Kitabu Ma’rifati Matlil-Buruj Baina Arba’il Falaq. 3) Raihan Al Biruni, karya yang terkenal adalah at-Tafhim li Awa’ili Sina’atit-Tanjim (N Abbas Wahid dan Suratno, 2009: 50).28 • Ilmu Pasti/ Matematika (Riyadiyat) 1) Sabit bin Qurrah al Hirany, karyanya yang terkenal adalah Hisabul Ahliyyah. 2) Abdul Wafa Muhammad bin Muhammad bin Ismail bin Abbas, karyanya yang terkenal ialah Ma Yahtaju Ilaihi Ummat Wal Kuttab min Sinatilhisab. 3) Al Khawarijmi, tokoh matematika yang mengarang buku al Jabar. 4) Umar Khayam, karyanya tentang al Jabar yang bejudul Treatise on alGebra telah diterjemahkan oleh F Woepcke ke dalam bahasa Perancis (1857 M). Karya Umar Khayam lebih maju daripada al Jabar karya Euklides dan Al Khawarizmi. • Ilmu farmasi dan Kimia Salah satu ahli farmasi adalah ibn Baitar, karyanya yang terkenal adalah Al Mugni, Jami’ Mufratil Adwiyyah, wa Agziyah dan Mizani tabib. Adapun dibidang Kimia adalah Abu Bakar Ar Razi dan Abu Musa Ya’far al Kufi . • Ilmu Filsafat Tokoh-tokoh fi lsafat Islam antara lain, Al Kindi (805-873), Al Farabi (872950 M) dengan karyanya Ar-Ra’yu Ahlul Madinah al Fadilah, Ibnu sina (980Jurnal PERPUSTAKAAN BAYT AL HIKMAH, ”THE GOLDEN AGE OF ISLAM” H. Fuad Riyadi, rujukan buku: Abbas Wahid, N. dan Suratno. 2009. Khasanah sejarah Kebudayaan Islam: Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. 28



30



1036 M), Al Ghazali (450-505 M) dengan karya TahAfut al-Falasifat, Ibnu Rusyid dan lain-lain. • Ilmu Sejarah Ahli Sejarah yang lahir pada masa itu adalah Abu Ismail al Azdi, dengan karyanya yang berjudul Futuhusyi Syam, al Waqidy dengan karyanya al Magazi, Ibn Sa’ad dengan karyanya at-Tabaqul Kubra dan Ibnu Hisyam dengan karyanya Sirah ibn Hisyam. • Ilmu Geografi Tokohnya ialah Ibnu Khazdarbah dengan karyanya Kitabul masalik wal Mamalik, Ibnu Haik dengan karyanya Kitabus Sifati Jaziratil‘arab dan Kitabul Iklim, Ibn Fadlan dengan karyanya Rihlah Ibnu fadlan. • Ilmu Sastra Pada masa itu juga berkembang ilmu sastra yang melahirkan beberapa penyair terkenal seperti, Abu Nawas, Abu Atiyah, Abu Tamam, Al Mutannabbi dan Ibnu Hany. Di samping itu mereka juga menghasilkan karya sastra yang fenomenal seperti Seribu Satu Malam “Alf Lailah Walailah”, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Arabian Night.29 H. Serangan Bangsa Mongol Dan Keruntuhan Baghdad Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah al-Musta'shim, penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243 - 1258), betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung "topan" tentara Hulaghu Khan. Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbâsiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu



Jurnal PERPUSTAKAAN BAYT AL HIKMAH, ”THE GOLDEN AGE OF ISLAM” H. Fuad Riyadi, rujukan buku: Ali Mufrodi. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab: Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 2929



31



pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut. Kehadiran dan serangan tentara Mongol inilah yang secara langsung menyebabkan kejatuhan Daulah Abbasiyah dan kehancuran Baitul Hikmah di kota Baghdad, yaitu pada kekhalifahan al-Mu’tashim yang menjadi penguasa terakhir bani Abbasiyah. Serangan tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan adalah peristiwa yang banyak menelan waktu dan pengorbanan, pusatpusat ilmu pengetahuan, baik yang berupa perpustakaan maupun lembaga-lembaga pendidikan mereka diporakporandakan dan dibakar. Dalam serangan tentara Mongol yang terjadi 40 hari dimulai dari bulan Muharram sampai pertengahan Safar telah memakan korban sebanyak 2 juta jiwa, khalifah al-Mu’tashim bersama anak-anaknya juga dibunuh oleh tentara Mongol. Semua kitab-kitab yang ada baik dalam perpustakaan Baitul Hikmah maupun di tempat lainnya, guru-guru, imam-imam, pembaca-pembaca semuanya disapu habis, sehingga berbulan-bulan lamanya kota Baghdad menjadi daerah yang kosong. Khalifah al-Mu’tashim adalah khalifah Abbasiyah yang terakhir dan telah terbunuh oleh kaum Mongol yang menyerang dunia Islam serta mengakhiri pemerintahan Abbasiyah.30 Dari berbagai permasalahan internal diiringi dengan serangan eksternal yang dihadapi Daulah Abbasiyah hingga kehancuran perpustakaan Baitul Hikmah, ini mengakibatkan dampak yang sangat negatif pada kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam.



Jurnal PERPUSTAKAAN BAYT AL HIKMAH, ”THE GOLDEN AGE OF ISLAM” H. Fuad Riyadi, rujukan buku: Samsul Nizar. 2007. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusur Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana. 30



32



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Abad keemasan peradaban muslim dimulai dengan bangkitnya Dinasti Abbasiyah pada tahun 132 H/750 M. Masa lima abad kekhalifahan Abbasiyah merupakan masa perkembangannya Islam. Dinasti ini kurang berminat terhadap penaklukan sebagaimana pada Dinasti Ummayah, tetapi pada Dinasti Abbasiyah ini lebih berminat besar pada pengetahuan dan masalah dalam negeri. Hal tersebut terlihat pada upaya besar penerjemahan dan menyerap ilmu pengetahuan dari peradaban lain. Masa kejayaan Islam ditandai dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan, kebudayaan dan pendidikan Islam. Perkembangan yang pesat ini didukung oleh adanya lembaga-lembaga yang mewadahi perkembangan tersebut. Pada masa itu didirikan lembaga-lembaga keilmuan sebagai pusat pembelajaran ilmu pengetahuan, kebudayaan dan pendidikan Islam. Proses terbentuk nya Pemerintah Bani Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdi Manaf. Beliau adalah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa Jahiliyah. Beliau dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan. Setelah Islam datang, pertarungan menduduki kekuasaan ini menjelma menjadi sebuah permusuhan yang transparan dan terbuka. Bani Umayyah melakukan perlawanan terhadap Rasulullah dan dakwahnya. Sedangkan, Bani Hasyim mendukung Rasulullah dan mengikutinya. Bani Umayyah tidak masuk islam kecuali setelah tidak ada jalan lain kecuali mereka harus masuk islam. Hal ini terjadi setelah penaklukkan kota Makkah. Lalu setelah rasulullah wafat maka para sahabat setuju untuk menunjuk khalifah dengan persyaratan a. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali. b. Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi sosial dan kebudayaan.



33



c. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia. Kebebasan berfi kir sebagai HAM diakui sepenuhnya . d. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah. 3.2 Saran 1. Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan 2. Semoga dapat menjadikan makalah ini sebagai referensi atau bahan ajar mengenai sejarah dunia, Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan penelitian yang telah di jelaskan. Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya jelaskan tentang daftar pustaka makalah.



34



DAFTAR PUSTAKA (http://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Abbasiyah), diakses pada 10 Oktober 2019 pukul 08.00 Hasjmy, A. 1973. Sejarah Kebudayaan Islam:Jakarta: Bulan Bintang. http://sinankwalisongo.wordpress.com/2011/12/11/sejarah-peradaban-islam-di-masabani-umayyah, diakses pada tgl, 10 okt 2019, 12:001 WIB. https://evimelda.wordpress.com/2016/09/24/makalah-sejarah-peradaban-islamkhulafaur-rasyidin/ diakses pada 05 oktober 2019 pada pukul 14.52 Jurnal PERPUSTAKAAN BAYT AL HIKMAH, ”THE GOLDEN AGE OF ISLAM” Mansyur, Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah. 2004. Yogyakarta: Global Pustaka Utama Maryam, Siti . 2003. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: SPI Fak Adab IAIN Mufrodi. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab: Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Mughni, Syafiq A. 1997. Sejarah Kebudayaan Islam di Turki: Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Nizar, Samsul. 2007. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusur Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana. Suwito. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam: Jakarta; Kencana. Syalab, A. 1997. Sejarah dan Kebudayaan Islam: Jakarta: P.T. Jayamurti. Wahid, Abbas. dan Suratno. 2009. Khasanah sejarah Kebudayaan Islam: Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Yahya, Yuangga Kurnia dan Linda S Haryani. 2018. Hak Minoritas Kristen di Tengah Masyarakat Timur Tengah: Status Sosial dan Kebijakan Gereja dalam Jurnal Religi UIN Sunan Kalijaga, Vol. XIV, No.2, Juli-Des 2018, 243-267. Yatim, Badri. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali press Yunus, Mahmud. 2008. Sejarah Pendidikan Islam: Jakarta; Mahmud Yunus Wadzurriyyah. Zarkasyi, Hamid Fahmi. 2012. Misykat Refleksi Tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi, Jakarta:INSIST. Zarkasyi, Hamid Fahmi. 2010. Peradaban Islam, CIOS ISID.



35