Kelompok 18 - Keracunan Makanan - 3 Reg A [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA KLIEN DENGAN KERACUNAN MAKANAN



Dosen Pembimbing : Hepta Nur Anugrahini, S.Kep.Ns., M.Kep. Disusun Oleh : 1. Arrifatul Azizah



P27820119007



2. LovitaSalsabila Balkis



P27820119022



Tingkat III Reguler A



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO SURABAYA 2021-2022



KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur atas kehadirat Allah SWT., yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kritis Pada Klien Dengan Keracunan Makanan” ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keprawatan Kritis. Kami juga berharap dengan adanya makalah ini dapat menjadi salah satu sumber literatur atau sumber informasi pengetahuan bagi pembaca. Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, kami memohon maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan dan kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menjadikan ini lebih sempurna.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.



Surabaya, 01 Agustus 2021



Penulis,



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ............................................................................................i DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang..........................................................................................1 1.2 RumusanMasalah.....................................................................................2 1.3 Tujuan......................................................................................................2 BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Keracunan Makanan...................................................................3 2.1.1



Definisi.........................................................................................3



2.1.2



Klasifikasi....................................................................................3



2.1.3



Etiologi.........................................................................................4



2.1.4



Manifestasi Klinis........................................................................8



2.1.5



Patofisiologi.................................................................................9



2.1.6



Pathway......................................................................................10



2.1.7



Pemeriksaan Penunjang.............................................................11



2.1.8



Penatalaksaan.............................................................................13



2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Keracunan Makanan...........18 2.2.1



Pengkajian..................................................................................18



2.2.2



DiagnosaKeperawatan...............................................................22



2.2.3



IntervensiKeperawatan..............................................................22



2.2.4



ImplementasiKeperawatan.........................................................24



2.2.5



EvaluasiKeperawatan.................................................................24



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ............................................................................................25 3.2 Saran ......................................................................................................25 DAFTAR PUSTAKA



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Racun adalah suatu zat yang memiliki kemampuan untuk merusak sel dan sebagian fungsi tubuh secara tidak normal (Arisman, 2009). Junaidi (2011) menyatakan racun adalah suatu zat atau makanan yang menyebabkan efek bahaya bagi tubuh. Perez dan Luke’s (2014) menyatakan keracunan makanan adalah keracunan yang terjadi akibat menelan makanan atau air yang mengandung bakteri, parasit, virus, jamur atau yang telah terkontaminasi racun. Keracunan makanan dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu infeksi dan intoksikasi. Infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena tertelannya mikroba patogen (bakteri dan virus) bersama makanan. Selanjutnya mikroba ini berkembang biak dalam alat pencernaan dan menimbulkan reaksi. Bakteri diketahui sebagai penyebab utama kasus keracunan. Gejala penyakit timbul lebih cepat daripada infeksi yaitu 3-12 jam setelah makanan dikonsumsi, yang ditandai dengan muntah-muntah hebat dan diare (Taylor, 2002). Pada kasus yang serius, keracunan makanan bisa menyebabkan kematian (Scott, 2006). Ketidaktahuan masyarakat terhadap pertolongan pertama pada kasus keracunan juga menjadi salah satu penyebab kematian tersebut. Sebenarnya penanganan keracunan makanan cukup mudah dilakukan oleh masyarakat. Yaitu dengan menggunakan beberapa bahan alami yang tersedia di sekitar. Misalnya dengan air kelapa muda, buah pisang, apel, gula pasir, kemangi, jahe dan air putih. Selain itu, penanganan keracunan makanan dapat dilakukan dengan memuntahkan makanan yang sudah tertelan. Namun apabila korban keracunan makanan dalam keadaan tidak sadar, hal tersebut tidak boleh dilakukan karena akan membuat kondisi korban semakin memburuk. Keracunan merupakan salah satu kejadian darurat yang sering terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang. Hingga saat ini, tingkat keracunan pangan yang terjadi di Indonesia masih cukup tinggi. Dan dari seluruh kasus tersebut, sebagian besar ternyata terjadi di rumah.



1



2



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari keracunan makanan? 2. Bagaimana etiologi dari keracunan makanan? 3. Bagaimana manifestasi klinis dari keracunan makanan? 4. Bagaimana patofisiologi dari keracunan makanan? 5. Bagaimana pathway dari keracunan makanan? 6. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan kasus keracunan makanan? 7. Bagaimana penatalaksanaan dari keracunan makanan? 8. Bagaimana asuhan keperawatan teori untuk kasus keracunan makanan? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi dari keracunan makanan 2. Untuk mengetahui etiologi dari keracunan makanan 3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari keracunan makanan 4. Untuk mengetahui patofisiologi dari keracunan makanan 5. Untuk mengetahui pathway dari keracunan makanan 6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan kasus keracunan makanan 7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari keracunan makanan 8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teori untuk kasus keracunan makanan



BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Keracunan 2.1.1



Definisi Racun adalah suatu zat yang memiliki kemampuan untuk merusak sel dan sebagian fungsi tubuh secara tidak normal (Arisman, 2009). Junaidi (2011) menyatakan racun adalah suatu zat atau makanan yang menyebabkan efek bahaya bagi tubuh. Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang terjadi setelah menyantap makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan beracun yang terbentuk akibat pembusukan makanan dan bakteri (Arisman, 2009). Junaidi (2011) menyatakan keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat atau makanan ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya bagi tubuh disebut sebagai keracunan makanan. Perez dan Luke’s (2014) menyatakan keracunan makanan adalah keracunan yang terjadi akibat menelan makanan atau air yang mengandung



bakteri,



parasit,



virus,



jamur



atau



yang



telah



terkontaminasi racun. 2.1.2



Klaifikasi A. Menurut waktu terjadinya keracunan 1. Keracunan akut Biasanya terjadi mendadak setelah makan atau terpapar sesuatu. Gejala keracunan akut adalah muntah, diare, kejang, koma. 2. Keracunan kronik Diagnosis



keracunan



kronik



sulit



ditegakkan,



karena



gejalanya timbul perlahan dan lama sesudah pajanan. Ciri khas dari keracunan kronik adalah zat penyebab diekskresikan



3



4



lebih lama dari 24 jam, waktu paruh panjang, sehingga terjadi akumulasi. B. Menurut cara terjadinya keracunan 1. Self Poisoning adalah pasien makan obat dengan dosis berlebihan tapi menurut pengetahuan dia dosis tersebut tidak membahayakan. 2. Attempted Suicide adalah keadaan pasien yang memang bermaksud bunuh diri, tetapi dapat berakhir kematian atau pasien sembuh kembali bila dosis yang dimakan tidak berlebihan (salah tafsir). 3. Accidental Poisoning merupakan kecelakaan murni, tanpa adanya faktor kesengajaan. 4. Homicidal Poisoning adalah keracunan akibat tindakan kriminal, yaitu seseorang dengan sengaja meracuni orang lain. C. Klasifikasi menurut organ yang terkena 1. Racun pada Sistem Saraf Pusat (neurotoksik) 2. Racun Jantung (kardiotoksik) 3. Racun Hati 4. Racun Ginjal 5. Darah dan sistem hematopoietic D. Klasifikasi berdasarkan jenis bahan kimia 1. Alkohol 2. Fenol 3. Logam berat 2.1.3



Etiologi Penyebab keracunan makanan adalah kuman Clostridium botulinum yang hidup dengan kedap udara (anaerobik), yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya (Junaidi, 2011). Keracunan makanan dapat disebabkan oleh pencemaran bahan-bahan kimia beracun, kontaminasi zat-zat kimia, mikroba, bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam tubuh manusia (Suarjana, 2013).



5



Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering mengakibatkan keracunan, antara lain: 1. Keracunan botolinum Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik, yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan membentuk spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini banyak dijumpai pada makanan kaleng yang diolah secara kurang sempurna. Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 1836 jam sesudah memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan yang kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur dan ganda. Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan



saraf-saraf



otak



lainnya,



sehingga



penderita



mengalami kesulitan berbicara dan susah menelan.Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum. Oleh karena itu dalam hal ini yang penting ialah pencegahan. Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan kemudian direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih. 2. Keracunan bongkrek Bongkrek



ialah



sejenis



tempe



yang



dalam



proses



pembuatannya di campur dengan ampas kelapa dan kacang tanah. Tempe



ini



terkontaminasi



seringkali oleh



menyebabkan



keracunan



bakteri Burkholderia



karena



galdioli yang



menghasilkan racun berupa asambongkrek dan toxoflavin, serta memusnahkan jamur Rhizopus karena efek antibiotik dari asam bongkrek. Gejala timbul setelah 12-48 jam. Biasanya sekaligus beberapa anggota suatu keluarga terkena. Kematian bisa timbul dari 1-8 hari. Gejala intoksikasi yaitu: mual, pusing, diplopia,



6



anorexia, merasa lemah, ptosis, strabismus, kesukaran bernafas, menelan atau berbicara. 3. Keracunan jamur Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah makan jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit perut yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat banyak, kekacauan mental, pingsan. 4. Keracunan jengkol Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol dalam saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi timbulnya keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan, cara penghidangan dan makanan penyerta lainnya. Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit perut, nyeri sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang berwarna putih nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang disertai darah. 5. Keracunan ikan laut Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan. Diduga racun tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Sejauh keracunan makanan dari ikan yang bersangkutan, mikroba penyebab penyakit atau racun itu yang masuk ke dalam tubuh setelah mengkonsumsi ikan mentah atau dimasak. Hal ini juga bisa terjadi karena polusi kimia dalam air, dimana mengontaminasi



ikan



yang



tertangkap



untuk



dijual



di



pasar.Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-kira 20 menit sesudah memakannya.Gejala itu berupa: mual, muntah, kesemutan di sekitar mulut, lemah badan dan susah bernafas. 6. Keracunan singkong Zat beracun dalam singkong adalah asam sianida. Zat ini mengganggu oksidasi jaringan karena mengikat enzim sitokrom oksidase. Beberapa jam setelah makan singkong timbul muntah,



7



pusing, lemah, kesadaran menurun sampai koma,



dispneu,



sianosis dan kejang. 7. Lain-lain Penyebab utama makanan terkontaminasi adalah bakteri, virus, atau parasit. Di bawah ini adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh bakteri: a) Campylobacter. Bakteri jenis ini biasa ditemukan di daging mentah atau kurang matang, pada susu dan air yang tidak diolah dengan benar. Masa inkubasi yang disebabkan oleh bakteri ini antara 2-5 hari. Gejala akan bertahan kurang dari 7 hari. b) Salmonella. Bakteri ini sering ditemukan di dalam daging mentah atau daging kurang matang, telur, susu, dan produk olahan susu lainnya. Masa inkubasi akibat salmonella adalah 12-72 jam. Gejala berlangsung selama 4-7 hari. c) Escherichia coli (E. coli). Kasus infeksi bakteri ini paling sering ditemukan setelah mengonsumsi daging yang kurang matang, seperti pada daging cincang, dan bakso. Bisa juga ditemukan pada susu yang tidak dipasteurisasi. Masa inkubasi adalah 1 hari hingga seminggu. Gejala bertahan selama beberapa hari hingga beberapa minggu. d) Listeria. Bakteri ini ditemukan dalam makanan siap saji, misalnya roti isi dalam kemasan, irisan daging, dan keju. Khususnya bagi wanita hamil harus berhati-hati dengan infeksi akibat bakteri ini karena berisiko menyebabkan keguguran dan komplikasi kehamilan serius lainnya. Masa inkubasi mulai dari beberapa hari hingga beberapa minggu. Gejalanya akan selesai dalam waktu tiga hari. e) Shigella. Bakteri ini bisa muncul pada makanan apa pun yang dicuci dengan air yang terkontaminasi. Gejalanya biasanya muncul tujuh hari setelah bakteri masuk ke dalam tubuh dan



8



bertahan sekitar satu minggu. Bakteri ini menyebabkan disentri. Berikut adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh parasit, yaitu: a. Amoebiasis.



Infeksi



parasit



sel



tunggal



bernama



Entamoeba histolytica bisa menyebabkan terjadinya disentri. b. Giardiasis. Infeksi yang disebabkan oleh parasit bernama Giardia intestinalis. c. Cryptosporidiosis. Infeksi parasit yang disebabkan oleh Cryptosporidium. d. Parasit



yang



mengakibatkan



keracunan



makanan



umumnya akan menimbulkan gejala dalam sepuluh hari setelah Anda mengonsumsi makanan yang sudah terkontaminasi. Jika tidak segera ditangani, gejala bisa bertahan hingga berbulan-bulan. Berikut adalah kontaminasi makan yang disebabkan oleh virus, yaitu: a) Norovirus. Virus ini menyebabkan muntah-muntah dan diare. Infeksi ini menyebar dengan mudah melalui makanan atau air yang terkontaminasi, dan terutama melalui tiram mentah. Masa inkubasi adalah 1-2 hari dan gejala akan hilang dalam dua hari. b) Rotavirus. Virus ini menjadi penyebab kontaminasi makanan yang umumnya menimpa anak-anak. Gejalanya muncul satu minggu setelah mengonsumsi makanan terkontaminasi dan bertahan antara sekitar 6 hari. 2.1.4



Manifestasi Klinis Akibat keracunan makanan bisa menimbulkan gejala pada sistem saraf dan saluran cerna. Suarjana (2013) menyatakan tanda gejala



9



yang biasa terjadi pada saluran cerna adalah sakit perut, mual, muntah, bahkan dapat menyebabkan diare. Tanda gejala yang biasa terjadi pada sistem saraf adalah adanya rasa lemah, kesemutan (parastesi), dan kelumpuhan (paralisis) otot pernafasan (Arisman, 2009). 2.1.5



Patofisiologi Makanan yang kita konsumsi dalam keseharian bermacam-macam, baik ragam jenis makanan itu. Makanan yang sehat dapat dikatakan makanan yang layak untuk tubuh dan tidak menyebabkan sakit, baik seketika maupun mendatang. Dalam mengkonsumsi makanan perlu diperhatikan tentang kebersihan makanan, kesehatan, serta zat gizi yang terkandung didalam makanan tersebut. Hendaknya kita harus pandai dalam memilih makanan yang akan dkonsumsi supaya makanan tersebut bebas dari zat-zat yang dapat memasuki tubuh seperti toksik atau racun. Makanan yang telah terkontaminasi toksik atau zat racun sampai dilambung akan mengadakan perlawanan diri terhadap benda atau zat asing yang masuk kedalam lambung dengan gejala mual, lalu lambung akan berusaha membuang zat tersebut dengan cara memuntahkannya. Karena seringnya muntah maka tubuh akan mengalamidehidrasi akibat banyaknya cairan tubuh yang keluar bersama dengan muntahan. Karena dehodrasi yang tinggi maka lama kelamaan akan lemas dan banyak mengeluarkan keringat dingin. Banyaknya cairan yang keluar, terjadinya dehidrasi keluarnya keringat dingin



akan



merangsang



kelenjar



hipofisisanterior



untuk



mempertahankan homeostatis tubuh dengan terjadinya rasa haus. Apabila rasa haus tidak segera diatasi maka dehidrasi berat tidak dapat dihindari, bahkan dapat menyebabkan pingsan sampai kematian.



10



2.1.6



Pathway



Makanan terkontaminasi yang mengandung Botolinum, jamur, jengkol, ikan laut, tempe, singkong dll



Masuk ke saluran cerna



Masuk ke pembuluh darah



Masuk ke usus halus



Masuk ke lambung



Iritasi pada lambung Diekskresikan oleh



Sel saraf terganggu



ginjal



Asam lambung meningkat



Tidak terjadi pelepasan Kristal asam kolat menumpuk di dalam tubulus ginjal, ureter dan uretra



asetilkolin Mual Otot tidak dapat berkontraksi Muntah



Obstruksi saluran kemih Kelumpuhan otot



Defisit Volume Gagal ginjal akut



Cairan



Hambatan Mobilitas Fisik Gangguan fungsi saraf



Infeksi usus



Diare



11



Disfungsi saraf



Pandangan



Kaku sendi



Kerusakan otak



Fotopobia



kabur



Kematian



Gangguan



Sulit menelan



bicara



Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan



Gangguan saraf otonom



Kelemahan otot, kram, opistototnus



Nyeri kepala dan otot



Pusat pernafasan



Gangguan pergerakan



Nyeri Akut



Nafas cepat dan dangkat



Intoleransi Aktivitas



2.1.7



Pola Nafas Tidak Efektif



Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat dalam diagnosis toksikologi adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium biasanya dilakukan tes darah, tes urin, tes kondisi tinja, dan pemeriksaan parasit. Tes-tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis organisme



penyebab



terjadinya



keracunan.Pemeriksaan



12



laboratorium sederhana dapat dilakukan di layanan kesehatan primer



yang



memiliki



fasilitas,



misalnya:



pemeriksaan



mikroskopis feses untuk keberadaan telur cacing dan parasit; pewarnaan Gram, KOH dan metilenblue Loeffler untuk membantu membedakan antara penyakit invasif dan non-invasif (PMK No. 5 Tahun 2014). 2. Gas Darah Arteri: Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO2



(hiperkapnia).



PO2



dapat



rendah



dengan



aspirasi



pneumonia atau obat-obat yang menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan . yang kurang akibat hipoksia, hipotensi. Atau keracunan sianida akan menghasilkan asidosis metabolik. PO2 hanya mengukur oksigen yang larut dalam plasma dan bukan merupakan total oksigen dalam darah. karena itu pada keracunan karbon monoksida mungkin PO2 tampak normal meskipun ada defisiensi oksihemoelobin yang nyata dalam darah. 3. Uji Fungsi Ginjal: Beberapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam kasus lain, gagal ginjal merupakan akibat syok, koagulasi intravaskular



yang



menyebar



(disseminated



irrtravascular



coagulation, DTC), atau mioglohinuria. Tingkat kadar nitrogen urea darah dan kreatinin harus diukur dan dilakukan urinalisis. 4. Osmolalitas Serum: Perhitungan osmolalitas serum terutama bergantung pada natrium serum, glukosa serum serta nitrogen urea darah. 5. Elektrokardiogram: Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari 0,1 detik adalah khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan kuinidin. 6. CT-Scan: fotopolos abdomen mungkin berguna, karena beberapa tablet, khususnya besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks dapat menunjukkan pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau edema paru. Bila dicurigai adanya trauma kapitis, dianjurkan untuk pemeriksaan CT-scan.



13



2.1.8



Penatalaksanaan Pertolongan pertama keracunan makanan yang dapat dilakukan adalah



dengan



mengupayakan



penderita



untuk



memuntahkan



makanan yang telah dikonsumsi penderita. Cara yang bisa dilakukan untuk merangsang muntahan adalah dengan memberikan minuman susu. Selain itu, cara yang bisa dilakukan adalah dengan meminum segelas air yang telah dicampur dengan satu sendok teh garam dan berikan minuman teh pekat (Junaidi, 2011). Menurut Noriko (2013) tanaman teh memiliki potensi sebagai antibakteria karena mengandung bioaktif yaitu senyawa tanin. Tanin adalah senyawa fenolik yang terkandung dalam berbagai jenis tumbuhan hijau dengan kadar yangberbeda-beda. Manfaat tanin selain antibakteria adalah sebagai antiseptik dan mempunyai sifat sebagai agent pengkelat logam karena adanya pengaruh fenolik. Pengaruh fenolik bisa memberikan antioksidan bagi tubuh. Hardisman (2014) menyatakan pertolongan pertama keracunan makanan adalah dengan minum air putih yang banyak, pemberian larutan air yang telah dicampur dengan garam. Pertolongan pertama yang bisa dilakukan adalah dengan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah atau diare. Menghindari terjadinya dehidrasi pada korban segera berikan air minum dan larutan elektrolit yang banyak untuk korban (Sentra informasi keracunan nasional & Badan pemeriksaan Makanan dan obat SIKERNAS & BPOM, 2012). Menurut Bahri, Sigit, dkk. (2012) cairan elektrolit dapat diperoleh dari air kelapa. Air kelapa murni tanpa tambahan gula sedikit menginduksi urinisasi, sedangkan air kelapa yang ditambah dengan gula



banyak



menginduksi



urinisasi.



Penyebab



banyaknya



menginduksi urinisasi adalah karena konsentrasi gula yang tinggi, sehingga absobsi air menjadi lambat dan urinisasi meningkat. Penatalaksanaan umum kedaruratan keracunan antara lain:



14



1) Penatalaksanaan Kegawatan Walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan,setiap kasus keracunan harus diperlakukan seperti keadaan kegawatan yang mengancam nyawa. Penilaian terhadap tanda-tanda vital seperti jalan napas, sirkulasi,dan penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat. 2) Resusitasi Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Berikan cairan intravena, oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalau perlu respirator pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong.Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask. 3) Pemberian cairan intravena untuk pasien penurunan kesadaran Penderita keracunan makanan yang parah dan mengalami dehidrasi harus mendapatkan perawatan lanjutan. Dokter biasanya akan memberikan cairan melalui intravena atau infus. Cairan ini bisa menggantikan cairan tubuh yang hilang serta menjaga agar tubuh tidak terlalu lemah. Jika dokter memberikan obat-obatan maka bisa dilakukan secara langsung lewat cairan infus. 4) Pemberian norit/zat karbon aktif Menurut para ahli makanan dan dokter, pertolongan pertama yang bisa kita lakukan adalah dengan memberikan karbon aktif atau arang aktif ke korban. Di pasaran, ada arang aktif yang dijual. Salah satu yang terkenal norit. Tablet berwarna hitam ini punya sifat arang aktif yang mampu menyerap apapun yang ada di sekitarnya, termasuk racun. Semakin banyak yang dimakan, semakin banyak racun yang



15



diserap. Hanya saja, norit cuma menyerap racun yang masih di saluran pencernaan dan belum ikut beredar dalam darah. Meskipun norit mampu menyerap banyak racun, norit nyatanya juga menyerap zat gizi dan vitamin yang terdapat pada makanan. Oleh karena itu, saat menenggak norit, korban juga harus terus diberikan minum air putih untuk menggantikan zat yang ikut terserap norit. AC diberikan dalam dosis 50 gram pada orang dewasa dan 1 g/kg (maksimal 50 gram) pada anak-anak. Kontraindikasi pemberian norit adalah sebagai berikut: a. Wanita yang merencanakan kehamilan, wanita hamil, wanita menyusui, anak-anak, serta lansia dianjurkan untuk berkonsultasi kepada dokter sebelum mengonsumsi jenis obat ini. b. Penderita yang mengalami pendarahan, penyumbatan, atau memiliki lubang pada sistem pencernaan. c. Penderita yang sedang mengalami dehidrasi. d. Penderita yang baru melalui prosedur operasi. e. Penderita yang sedang berada pada kondisi tidak sadar atau penurunan kesadaran. f. Penderita dengan proses pencernaan yang lambat. g. Penderita yang sedang mengonsumsi obat-obatan lain di saat yang bersamaan. h. Penderita yang memiliki alergi terhadap jenis obat-obatan ini atau pada pengawet dan pewarna makanan serta hewan. Bila norit tak tersedia, kita bisa menggantikannya dengan susu. Susu memiliki kelebihan mengikat racun yang ada dalam tubuh agar tak beredar dalam tubuh. Susu juga bisa merangsang muntah sehingga makanan beracun bisa ikut keluar. 5) Kumbah Lambung



16



Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi pneumonia. 6) Pemberian antidot/penawar Tidak semua racun ada penawarnya sehingga prinsip utama adalah mengatasi keadaan sesuai dengan masalah. Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan. a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg. b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai timbul gejala-gejala atropinisasi (muka merah,mulut kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis). c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam. d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal. 7) Pemberian antibiotik Untuk beberapa kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh bakteri maka perlu dibantu dengan obat antibiotik. Obat ini harus diberikan oleh dokter yang merawat. Biasanya penderita yang terlihat parah seperti diare dan muntah akut harus menerima obat antibiotik ini. Selain itu penderita juga harus mendapatkan cairan pengganti lewat infus. Beberapa jenis obat harus diberikan sesuai dengan penyebabnya, berikut beberapa terapi yang sering diberikan oleh dokter: a. Ciprofloxacin (Cipro)



17



b. Norfloksasin (Noroxin) c. Trimetoprim / sulfametoksazol d. Doxycycline e. Rifaximin (Xifaxan, RedActiv, Flonorm) 8) Penilaian Klinis Upaya yang paling penting adalah anamnese atau aloanamnesis yang rinci. Beberapa pegangan anamnesis yang penting dalam upaya mengatasi keracunan,ialah: a. Kumpulkan informasi selengkapnya tentang seluruh obat yang digunakan, termasuk yang sering dipakai b. Kumpulkan informasi dari anggota keluarga,teman dan petugas tentang obat yang digunakan. c. Tanyakan dan simpan sisa obat dan muntahan yang masih ada untuk pemeriksaan toksikologi d. Tanyakan riwayat alergi obat atau syok anafilaktik. Pada



pemeriksaan



tanda/kelainan fungsi



fisik



diupayakan



untuk



menemukan



autonom yaitu pemeriksaan tekanan



darah,nadi,ukuran pupil,keringat,air liur, dan aktivitas peristaltik usus. 9) Terapi suportif, konsultasi, dan rehabilitasi Terapi suportif, konsultasi dan rehabilitasi medik harus dilihat secara holistik dan efektif dalam biaya. Jangan berikan sirup ipecac atau melakukan apa saja untuk memancing muntah. Kelompok ahli, termasuk American Association of Poison Control Centers dan American Academy of Pediatrics, tidak lagi mendukung penggunaan ipecac pada anak-anak atau orang dewasa yang telah menelan pil atau zat berpotensi beracun lainnya. Tidak ada bukti baik yang membuktikan



efektivitas



penggunaan



sirup



tersebut



dampaknya seringkali lebih berbahaya. Penatalaksanaan keperawatan pasien keracunan meliputi:



dan



18



a. Penatalaksanaan syok bila terjadi. b. Pantaulah tanda vital secara berkala. c. Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit. d. Bantu mendapatkan spesimen darah, urine, isi lambung dan muntah. e. Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensidan kejang. f. Bila pasien merasa mual dan ingin muntah, anjurkan untuk memiringkan kepalanya ke samping. g. Kompres hangat pada perut. Hal ini akan meringankan kejang dan nyeri di perut dan kecenderungan untuk muntah. 2.2 Asuhan Keperawatan Teori 2.2.1



Pengkajian a. Pengkajian Primer 1) Airway Terdapat sumbatan pada jalan nafas oleh sputum/lendir. Cepat dan dangkal 2) Breathing Sesak napas (RR meningkat), Irama pernafasan :



cepat,



Kedalaman : dangkal 3) Circulation Tekanan Darah pasien menurun atau meningkat, nadi meningkat



atau



menurun,



EKG



menunjukkan



sinus



bradikardia. 4) Disability Penurunan status neurologis (respon kesadaran/GCS, respon pupil negatif), Nyeri Kepala 5) Exposure /Enviroment /Event Keadaan fisik lemah, pruritus, gangguan pengelihatan, turgor kulit menurun b. Pengkajian Sekunder a) Riwayat Kesehatan



19



Pernyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis obat yang ditelan dalam kedaruratan toksik. Riwayat keperawatan berisi riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan keluarga, keadaan kesehatan lingkungan pasien b) Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan penekanan pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk ke arah diagnosis toksikologi. Hal ini termasuk tanda-tanda vital, mata dan mulut, kulit, abdomen, dan sistem saraf. 1. Tanda-tanda vital. Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh) merupakan



hal



yang



esensial



dalam



kedaruratan



toksikologi. Hipertensi dan takikardia adalah khas pada obat-obat amfetamin, kokain, fensiklidin, nikotin, dan antimuskarinik. Hipotensi dan bradikardia, merupakan gambaran karakteristik dan takar lajak narkotika, kionidin, sedatif-hipnotik dan beta bloker. Takikardia dan hipotensi sering terjadi dengan antidepresan trisiklik, fenotiazin, dan teofihin. Pernapasan yang cepat adalah khas pada amfetamin dan simpatomimetik lainnya, salisilat, karbon monoksida dan toksin lain yang menghasilkan asidosis metabolik. Hipertermia dapat disebabkan



karena



obat-obat



simpatomimetik,



antimuskarinik. salisilat dan obat-obat yang menimbulkan kejang atau kekakuan otot. Hipotermia dapat disebabkan oleh takar lajak yang berat dengan obat narkotik, fenotiazin, dan obat sedatif, terutama jika disertai dengan pemaparan pada lingkungan yang dingin atau infus intravena pada suhu kamar. 2. Mata.



20



Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang berharga. Konstriksi pupil (miosis) adalah khas utituk keracunan narkotika, klonidin, fenotiazin, insektisida organofosfat dan penghambat kolinesterase lainnya, serta koma yang dalam akibat obat sedatif. Dilatasi pupil (midriasis) umumnya terdapat pada amfetamin, kokain, LSD, atropin, dan obat antirnuskarinik lain. Nistagmus riorizontal dicirikan pada keracunan dengan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan obat seclatit lain. Adanya nistagmus horizontal dan vertikal memberi kesan yang kuat keracunan fensiklidin. Ptosis dan oftalmoplegia merupakan gambaran karakteristik dari botulinum. 3. Mulut. Mulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar akibat zat-zat korosif. atau jelaga dan inhalasi asap. Bau yang khas dan alkohol, pelarut hidrokarbon. Paraldehid atau amonia mungkin perlu dicatat. Keracunan dengan sianida dapat dikenali oleh beberapa pemeiriksa sebagai bau seperti bitter almonds. Arsen dan organofosfat telah dilaporkan menghasilkan bau seperti bau bawang putih. 4. Kulit. Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada keracunan dengan atropin dan antimuskarinik lain. Keringat yang berlebihan ditemukan pada keracunan dengan



organofosfat,



simpatomimetik.



Sianosis



nikotin, dapat



dan



obat-obat



disebabkan



oleh



hipoksemia atau methemoglohinemia. Ikterus dapat memberi kesan adanya nekrosis hati akibat keracunan asetaminofen atau jamur A manila phailoides. 5. Abdomen. Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus, yang khas pada keracunan dengan antimuskarinik, narkotik,



21



dan obat sedatif. Bunyi usus yang hiperaktif, kram perut, dan diare adalah urnum terjadi pada keracunan dengan organofosfat, besi, arsen, teofihin, dan A.phalloides. 6. Sistem saraf. Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial. Kejang fokal atau defisit motorik lebih menggambarkan lesi struktural (seperti perdarahan intrakranial akibat trauma) daripada ensefalopati toksik atau metabolik. Nistagmus, disartria, dan ataksia adalah khas pada keracunan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan keracunan sedatif lainnya. Kekakuan dan hiperaktivitas otot umum ditemukan pada metakualon, haloperidol, fensiklidin (PCP), dan obat-obat simpatomimetik. Kejang sering disehabkan oleh takar lajak antidepresan trisiktik, teotilin, isoniazid, dan fenotiazin. Koma ringan tanpa refleks dan bahkan EEG isoelektrik mungkin terlihat pada koma yang dalam karena obat narkotika dan sedatif-hipnotik, dan mungkin menyerupai kematian otak. c. Pemeriksaan diagnostik 1) Pemeriksaan laboratorium. Laboratorium rutin (darah, urin, feses, lengkap)tidak banyak membantu. 2) Pemeriksaan darah lengkap, kreatinin serum (N: 0,5-1,5 mg/dl), elektrolit serum (termasuk kalsium (N: 9-11 mg/dl). 3) Foto thorax kalau ada kecurigaan udema paru. 4) Pemeriksaan EKG. Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada kasus keracunan karena sering diikuti terjadinya gangguan irama jantung yang berupa sinus takikardi, sinus bradikardi, takikardi supraventrikuler, takikardi ventrikuler, fibrilasi ventrikuler, asistol, disosiasi elektromekanik. Beberapa faktor predosposisi timbulnya aritmia pada keracunan adalah keracunan obat kardiotoksik, hipoksia, nyeri dan ansietas,



22



hiperkarbia, gangguan elektrolit darah, hipovolemia, dan penyakit dasar jantung iskemik.



2.2.2



Diagnosa Keperawatan Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). 1. Pola nafas tidak efektif b.d depresi pusat pernafasan d.d pola nafas abnormal (SDKI, D.0005) 2. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif d.d tekanan darah menurun, volume urin menurun, merasa lemah (SDKI, D.0023)



2.2.3



Intervensi Keperawatan Intervensi Keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga dan komunitas (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). 1. Diagnosis Prioritas : Pola nafas tidak efektif b.d depresi pusat pernafasan d.d pola nafas abnormal (SDKI, D.0005) Tujuan : Setelah di lakukan tindakan selama 1x24 jam diharapkan pola nafas menjadi efektif Kriteria hasil : (SLKI, L.01004) 1) Frekuensi nafas membaik Intervensi keperawatan : Manajemen jalan nafas (SIKI, 1.01011) Observasi 1) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)



23



Rasionalisasi: untuk mengetahui frekuensi, kedalaman, usaha nafas pada pasien 2) Monitor bunyi nafas tambahan Rasionalisasi: untuk mengetahui apakah ada suara nafas tambahan atau tidak Terapeutik 1) Posisikan semi fowler atau fowler Rasionalisasi: supaya pernafasan pasien lancar 2) Berikan oksigen, jika perlu Rasionalisasi: supaya pasien tidak mengalami kesulitan bernafas Kolaborasi 1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik, jika perlu Rasionalisasi: supaya jalan nafas pasien lancar 2. Diagnosis Prioritas : Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif d.d tekanan darah menurun, volume urin menurun, merasa lemah (SDKI, D.0023) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 × 24 jam diharapkan status cairan membaik Kriteria Hasiil : (SLKI, L. 03028) 1) Turgor kulit meningkat 2) frekuensi nadi dan tekanan darah membaik 3) membran mukosa membaik Intervensi Keperawatan : Manajemen Hipovolemia (SIKI, 1.03116) Observasi : 1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia 2) onitor intakee dan output cairan Terapeutik 1) Hitung kebutuhan cairan



24



2) Berikan posisi modified 3) Berikan asupan cairan oral Edukasi 1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral 2) Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak Kolaborasi 1) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl. RL) 2) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl 0,4%) 3) Kolaborasi



pemberian



cairan



koloid



(mis.



Albumin,



plasmanate) 4) Kolaborasi pemberian produk darah 2.2.4



Implementasi Keperawatan Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru. Pada proses keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan



intervensi



keperawatan



yang



telah



direncanakan. Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan yang khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi atau rencana keperawatan. Perawat melaksanakan dan mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap dalam implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dan respon pasien terhadap tindakan keperawatan tersebut (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010) 2.2.5



Evaluasi Keperawatan



25



Tahap terakhir adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan masalah klien seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaanya sudah berhasil dicapai. Evaluasi dilakukan berdasarkan SOAP (Subjective, Objective, Assesment, Plan) yang dilakukan pada respon dan tujuan yang sudah dicapai atau belum.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang terjadi setelah menyantap makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan beracun yang terbentuk akibat pembusukan makanan dan bakteri (Arisman, 2009). Junaidi (2011) menyatakan keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat atau makanan ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya bagi tubuh disebut sebagai keracunan makanan. Penyebab keracunan makanan adalah kuman Clostridium botulinum yang hidup dengan kedap udara (anaerobik), yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya (Junaidi, 2011). Keracunan makanan dapat disebabkan oleh pencemaran bahan-bahan kimia beracun, kontaminasi zat-zat kimia, mikroba, bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam tubuh manusia (Suarjana, 2013). Akibat keracunan makanan bisa menimbulkan gejala pada sistem saraf dan saluran cerna. Suarjana (2013) menyatakan tanda gejala yang biasa terjadi pada saluran cerna adalah sakit perut, mual, muntah, bahkan dapat menyebabkan diare. Tanda gejala yang biasa terjadi pada sistem saraf adalah adanya rasa lemah, kesemutan (parastesi), dan kelumpuhan (paralisis) otot pernafasan (Arisman, 2009). 3.2 Saran Diharapkan tenaga kesehatan seperti perawat dapat mengetahui dan memahami tentang tatalaksana yang tepat bagi klien penderita keracunan makanan. Sehingga klien dapat diintervensi secara tepat, cepat dan efisien, tanpa menambah masalah baru yang timbul. Diharapkan juga perawat dapat memberikan edukasi kepada klien dan keluarga klien tentang masalah yang dapat ditimbulkan akibat keracunan makanan, serta pembatasan



cairan,



aktivitas yang dibatasi sehingga klien dapat tetap mendapatkan perawatan yang terbaik ketika sudah diperbolehkan pulang ke rumah dan keluarga dapat merawat klien dengan tepat.



26



DAFTAR PUSTAKA Doheny K. Most common foods for foodborne illness: CDC report. Medscape Medical News. January 30, 2013. Fajri.



(2012).



Keracunan



Obat



dan



bahan



Kimia



Berbahaya.



Dari:



http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahankimia-berbahaya/. Diakses tanggal 17 Agustus 2017. Jacobs RA. General problems in infectious diseases: acute infectious diarrhea. In: Tierney LM Jr, McPhee SJ, Papadakis MA, eds. Current Medical Diagnosis and Treatment 2001. 40th ed. New York, NY: McGraw-Hill; 2000:1215-6. Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media. Lee JH, Shin H, Son B, Ryu S. Complete genome sequence of Bacillus cereus bacteriophage BCP78. J Virol. Jan 2012;86(1):637-8. Logan NA. Bacillus and relatives in foodborne illness. J Appl Microbiol. Mar 2012;112(3):417-29. Mansjoer Arif, 2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media Aesculapius, FKUI, Jakarta. Sartono. (2012). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika. Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah, vol: 3. Jakarta: EGC. Syamsi. (2012). Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Gigitan Serangga.Dari:http://nerssyamsi.blogspot.com/2012/01/konsepkegawatdaruratan-pada-pasien.html. Diakses tanggal 01 Agustus 2021.