Kelompok 4 Metodologi Tahfidz [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SEJARAH JARINGAN ULAMA PENGHAFAL AL-QUR’AN DI NUSANTARA



Disusun Guna Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Metodologi Tahfidz Qur'an Dosen Pengampu : Tarto L.c., M.Hum.



Oleh: Rida Sopiah Wardah Gayuh Annisa Nuril Hakim Farah alifiyah nf Angron Sari



1917501003 1917501006 1910501038 1917501097



PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. KH. SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO 2022



BAB I PENDAHULUAN



Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar dan teragung yang Allah berikan kepada utusannya yakni Rasulullah Saw, hal tersebut dibuktikan dengan terjaganya keaslian dari kitab tersebut. Penjagaan dan pelestarian al-Qur’an sendiri dilakukan oleh Rasulullah bersama para sahabatnya, dan dengan izin Allah pelestarian al-Qur’an terus dilaksanakan oleh umat muslim sampai sekarang. Salah satu bentuk dari pelestarian al-Qur’an sendiri ialah dengan membaca, menghafal serta menafsirkannya. Indonesia merupakan salah satu negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dengan tradisi menghafal dan menyalin Al Qur’an yang telah lama dilakukan di berbagai daerah di Nusantra. Adapun pentingnya pengenalan mengenai sanad keilmuan dalam pelestarian al-Qur’an, mengingat kaum Muslimin saat ini kurang memahami pentingnya sanad keilmuan agama. Padahal menjaga silsilah keilmuan Islam merupakan adab yang harus selalu dijaga demi memelihara pemahaman Islam yang benar. Bahkan beberapa pesantren yang ada saat ini juga tidak memiliki perhatian serius tentang catatan silsilah sanad keilmuan yang diajarkan. Beberapa kalangan juga menganggap sanad keilmuan Islam hanyalah pelengkap dan formalitas yang tidak begitu penting. Makalah ini juga ditulis untuk melihat peran dari pesantren, bahwa pesantren adalah penjaga tradisi keilmuan Islam sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat dan disepakati para ulama ahlu al-sunnah wa al-jama’ah, sepanjang sejarah perjalanan umat Islam. Tradisi keilmuan ini menduduki posisi yang sangat penting di dalam Islam, karena ia yang menentukan pemahaman dan pola fikir umat Islam. Setiap tindakan dan perilaku dalam ranah apapun, tak lepas dari pemahaman dan pola fikir yang melandasinya.



BAB II PEMBAHASAN A. Geneologi Keilmuan Tahfidz di Nusantara Adapun yang dimaksud dengan geneologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sendiri ialah suatu ilmu yang focus mempelajari mengenai silsilah keturunan dari sebuah hal atau makhluk, atau dalam pemahaman yang lain adalah mengenai muncul dan berkembangnya suatu hal atau makhluk, atau jika dikaitkan dalam pembahasan ini yakni terkait dengan tahfidz al-Quran di Nusantara.1 Maka dari itu, dalam penjelasan ke depan penulis akan membahas mengenai sejarah tahfidz dan juga sanad keberlangsungan tahfidz itu sampai kepada Rasulullah Saw. a. Sejarah tahfidz di Nusantara Awal mula masuknya aktifitas yang berkaitan dengan berkembangnya pembelajaran mengenai al-Qur’an tidak lepas dari terjadinya aktifitas perdagangan antara masyarakat Arab-Indonesia dan juga perjalanan ibadah haji para jema’ah Indonesia ke Arab.2 Kedua hal tersebut memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan keislaman terkhusus pada pembahasan ini mengenai tafsir al-Qur’an. Para pedagang Islam yang tidak semata-mata hanya berdagang saja, namun juga ikut andil dalam menyebarkan paham Islami dengan dakwah-dakwah yang mereka sebarkan. Selain itu para jama’ah haji yang pergi ke Makkah bukan sekedar ibadah haji saja, namun juga berguru dan mengaji kepada syekh-syekh yang ada disana.3 DR H Ahmad Fathoni Lc MA dalam artikelnya "Sejarah dan Perkembangan Pengajaran Tahfidz Alquran di Indonesia" menyebutkan, Pesantren Krapyak milik KH Muhammad Munawwir merupakan perintis pembelajaran tahfiz di Indonesia. Pesantren yang berlokasi di Yogyakarta tersebut membuka kelas khusus santri hafizul Quran pada 1900-an, yaitu era sebelum merdeka.



1 2



Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2016. Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia : dari Hermeneutika hingga Ideologi (Yogyakarta: LkiS,



3



Harun Nasution dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992).



2013).



Munawwir pun membuat sebuah metode pengajaran Alquran agar santri dapat mudah menghafal kitabullah. Hampir seluruh pesantren Alquran di Jawa mempraktikkan metode pembelajaran Alquran yang dikembangkan Munawwir tersebut. "Sumbangsih KH M Munawwir dalam pelestarian Alquran di Indonesia sangat besar," ujar Fathoni. 4 Sejak dibukanya kelas tahfizul quran di Pesantren Krapyak, masyarakat pun kemudian mulai tertarik untuk menghafal Alquran. Pesantren lain pun kemudian membuka kelas yang sama. Menghafal Alquran mulai dipelajari khusus dengan serius. Menurut Fathoni, eksintensi tahfizul Quran di Indonesia makin semarak saat memasuki era Kemerdekaan 1945 hingga Musabaqah Tilawatil Quran 1981. Lembaga tahfizul Quran mulai bermunculan di periode tersebut. Di antara lembaga tersebut yakni di kalangan pesantren seperti Pesentren Al 'Asy'ariyah Wonosobo, Jawa Tengah, milik KH Muntaha dan Pesantren Yanbu'ul Quran yang didirikan oleh KH M Arwani Amin Said. Terdapat pula perguruan tinggi pencetak hafizul Quran seperti Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Jakarta dan Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta. Keduanya menawarkan program sarjana serta magister dan didirikan oleh Prof KH Ibrahim Hosen. b. Sanad al-Qur’an di Indonesia Upaya pemeliharaan al-qur’an telah dilakukan sejak al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril yaitu dengan membaca dan menghafalnya. Selanjutnya budaya membaca serta menghafal al-Qur’an diteruskan kepada para sahabat Nabi seperti Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abu Darda dan masih banyak lagi.5 Pelestarian al-Qur’an tersebut masih berlangsung sampai saat ini, dimulai dari cara membaca, menghafal, dan menafsirkannya demi menjaga keutuhan dan kesucian al-Qur’an. Dalam Proses menghafal Qur’an mutlak dibutuhkan seorang guru yang mempunyai klasifikasi dan kapasitas yang Mutawattir hingga Rasulullah SAW, disinilah letak sanad memegang kunci penting sebagai tonggak tradisi tahfidz. Sanad adalah jaringan atau silsilah



“Perintis Pembelajaran Tahfiz di Indonesia,” Republika Online, 10 Juli 2017, https://republika.co.id/share/osvl81313. 5 Abdulrab Nawabuddin, Kaifa Tahfadzul Qur’an, terj Bambang Saiful Ma’arif, Teknik Menghafal alQur’an (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996). 4



seorang hafidz yang diurutkan dari Nabi Muhammad SAW sampai pada guru tahfidz yang ada. Tidak semua hafidz mempunyai sanad tertulis, itu tergantung dari guru yang mengajarkan tahfidz padanya, apakah dia mempunyai sanad dari gurunya atau tidak.6 Sanad para hufaz di Indonesia mempunyai perbedaan urutan dan sumbernya, walaupun pada titik tertentu akan bertemu pada jalur yang sama. Perbedaan ini terjadi karena guru tahfidz mereka tidak dari sumber yang sama, baik pada guru yang ada di Indonesia, atau para guru mereka yang bersumber dari Timur Tengah. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Jawa, Madura, dan Bali, ditemukan 5 sanad yang mempunyai peranan dalam penyebaran tahfidzul Qur’an dan merupakan sumber para hufaz yang ada di lembaga/pesantren tahfidz.7 Adapun dari ke-lima sanad tersebut semuanya berasal dari Makkah, dinataranya yaitu : 1. KH. Muhammad Said bin Ismail, Sampang, Madura. 2. KH. Munawaar, Sidayu, Gresik. 3. KH. Muhammad Mahfudz at-Tarmasi. Termas, Pacitan. 4. KH. Muhammad Munawwir, Krapyak, Yogyakarta. 5. KH. M. Dahlan Khalil, Rejoso, Jombang. Dari lima orang tersebut, berkembanglah para hufaz dan pesantren tahfidz di Nusantara. Upaya menghafal al-Qur’an pada mulanya hanya dilakukan oleh perorangan melalui guru tertentu, jikalau ada yang melalui lembaga, tentunya lembaga tersebut bukan lembaga khusus tahfizhul Qur’an, akan tetapi hanya pesantren biasa yang secara kebetulan terdapat guru yang hafal al-Qur’an. Namun ada beberapa ulama yang membangun pembelajaran tahfidz dengan cara mendirikan pesantren khusus tahfizhul Qur’an seperti pesantren Krapyak (AlMunawwir) yang berada di Yogyakarta. Lembaga yang mengadakan tahfizhul Qur’an awal mulanya hanya terbatas pada daerah tertentu saja, namun setelah cabang tahfizhul Qur’an dimasukan dalam Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) pada tahun 1981 mulai berkembang lembaga yang menyelenggarakan tahfizhul Qur’an di berbagai daerah di Nusantara. Perkembangan ini tentunya tidak lepas dari peran para ulama penghafal Al-Qur’an yang



6



Syatibi, Memelihara Kemurnian Al-Quran; Profil Lembaga Tahfidz al-Quran di Nusantara (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran, 2011). 7 Hlm 10.



senantiasa berusaha untuk menyebarkan dan menyelenggarakan pembelajaran tahfizhul Qur’an di lembaga-lembaga pesantren atau sejenisnya.8 Khafidz dan Norzi menambahkan bahwa menjaga tradisi sanad dalam transmisi keilmuan adalah kemuliaan sekaligus keistimewaan agama akhir zaman ini karena beberapa hal: Pertama, karena ia adalah rantai silsilah yang bersambung kepada Rosulullah saw, makhluk Allah yang paling mulia. Dalam hal ini, para ulama mengatakan “wa kafâ fi al-ittishâli bi alhabîbi syarofa.” Kedua, merupakan iqtidâ, atau mencontoh adab al-saf al-shâlih dalam tradisi belajar dan mengajar. Oleh karena itu ada ungkapan “inna al-tasyabbuh bi al-karâmi falâhun.” Ketiga, tradisi sanad adalah sesuatu yang membanggakan umat Islam, dan merupakan bagian dari syi’ar agama. Ia adalah jati diri keilmuan Islam, serta merupakan ciri khas yang hanya dimiliki oleh umat Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, para ulama mengatakan “al-isnâdu min al-dîn.” Keempat, merupakan jalinan mata rantai yang kokoh dalam keilmuan Islam, sebagaimana ungkapan para ulama “inna al-asânîda ansâbu alkutub.” Kelima, tradisi sanad dalam Islam merupakan rahmat dan berkah dari Allah swt, karena ada ungkapan “’inda zikri al-shâlihîna tatanazzalu al-rohmah.”9 B. Jaringan Ulama dan Pesantren Tahfidz Al-Quran di Nusantara Sanad tahfidz atau yang disebut juga dengan jaringan atau silsilah yang diurutkan dari Nabi Muhammad sampai pada guru tahfidz saat ini. Sanad para hufaz (penghafal al-Qur’an) di Indonesia memiliki perbedaan urutan dan sumbernya, walaupun pada akhirnya akan bertemu di jalur yang sama. Perbedaan ini terjadi karena guru tahfidznya bukan berrasal dari sumber yang sama, baik guru yang ada di Indonesia maupun guru yang berasal dari Timur Tengah. Hasil penelitian yang telah dilakukan di Jawa, Madura, dan Bali, ditemukan 5 sanad yang memiliki peranan dalam penyebaran tahfidz al-Qur’an dan sebagai sumber para hufaz yang ada di lembaga ataupun pesantren tahfidz di Nusantara yang semuanya bersumber dari Mekah, yaitu:10 1. K.H. Muhammad Said bin Ismail, Sampang, Madura 8 9



Noer, “Historitas Tahfidzhul Qur’an: Upaya Melacak Tradisi Tahfidz di Nusantara,” hlm : 98. Mohd. Khafidz bin Soronil dan Mohd. Norzi bin nasir, Ketokohan Syeikh Muhammad Yasin Al-Fadani,



t.t. 10



Memelihara Kemurnian Al-Quran; Profil Lembaga Tahfidz al-Quran di Nusantara, hlm 9.



K.H. Muhammad Said bin Ismail dilahirkan di Kota Mekkah pada tahun 1891 dan wafat pada tahun 1954. Kedua orang tuanya berasal dari Madura yang telah menjadi warga resmi Negara Saudi Arabia. Ketika kecil, beliau belajar baca tulis al-Qur’an kepada ayahnya, kemudian pada umur 6 tahun ia sudah mampu membaca al-Qur’an dengan baik, fasih, dan lancar. K.H. Muhammad Said belajar menghafal kepada guruguru tahfidz yang ada di Masjidil Haram, salah satunya yaitu Syekh Abd. Hamid Mirdad yang berasal dari Mesir dan berhasil menamatkan hafalannya ketika berusia 10 tahun. Selanjutnya, K.H. Muhammad Said ilmu lainnya seperti ulumul Qur’an, nahwu, sharaf, dan bahasa Arab yang bersifat pengajian “sorogan” di Masjidil Haram. Beranjak di Usia 15 tahun, beliau kembali ke Sampang, Madura, untuk menyebarkan hafalan alQur’an dan pengetahuan agama yang ia miliki. Hal itu tentunya disambut dan diterima dengan baik oleh masyarakat Sampang dan muali mendirikan pondok pesantren tahfizhul Qur’an pada tahun 1917.11 2. K.H. Munawar, Sidayu, Gresik K.H. Munawar belajar dan menghafalkan al-Qur’an di Saudi Arabia, tepatnya di Kota Mekah dan Madinah. Beliau juga mendapatkan sanad Qira’ah Sab’ah dari gurunya yaitu Abdul Karim Ibnu Umar al-Badri. Sanad tersebut ternyata memiliki kesamaan dengan K.H. Munawwir, hal ini disebabkan karena mereka berada dalam satu perguruan yang sama.12 K.H. Munawar memelihara sanad tahfidz dengan cara mendirikan pesantren tahfizhul Qur’an pada tahun 1910 di Sidayu, Gresik, Jawa Timur. Santri yang datang untuk belajar dan menghafal al-Qur’an kepadanya ada yang mukim di lokasi pesantren dan ada pula yang tidak. Bagi santri yang jauh bisa bertempat di pesantren sedangkan santri dari daerah sekitar diperbolehkan hanya datang ketika hendak belajar dan menyetorkan bacaan.



3. K.H. Muhammad Mahfudz at-Tarmasi, Tremas, Pacitan



11



Bunyamin Yusuf Surur, KH. Said Ismalil (1891-1954) Sampang, Madura, dalam Para Penjaga alQur’an., t.t. 12 Muhammad Musadad, KH. Munawwar (1884-1944): Sang Pelopor Pesantren Tahfidz al-Qur’an di Sidayu Gresik, dalam Para Penjaga al-Qur’an., t.t.



K.H. Muhammad Mahfudz at-Tarmasi lahir pada 31 Agustus 1868 di Tremas, Pacitan, Jawa Timur. Beliau belajar di Mekah dengan ayahnya sendiri yaitu syekh Abdullah at-Tarmasi ketika berusia 6 tahun. Selama berada di Kota Mekah, beliau berguru kepada Syekh Muhammad al-Minsyawi, Syekh Abu Bakar Syatha, Syekh Muhammad Said Babshil dan Syekh Musthafa al-Afifi. K.H. Muhammad Mahfudz mampu menguasai berbagai disiplin keilmuan Islam mulai dari ulumul Qur’an, fikih, ushul fikih, hadits, Qir’ah Sab’ah. Beliau juga menjadi pengajar di Masjidil Haram dan mendapat gelar juara al-Imam al-‘Allamah al-Faqih al-Ushuli al-Muhaddits al-Muqri. K.H. Muhammad Mahfudz memiliki perana besar dalam menyebarkan keilmuan di Nusantara. Banyak ulama Indonesia yang menimba ilmu darinya seperti Syekh Tubagus Ahmad as-Sampuri, Syekh Muhammad Mukhtar bin Atharid al-Bughuri, Syekh Ihsan al-Jampasi, K.H. Maksum Lasem, Umar bin Hamdan al-Mahrasi, bahkan beberapa muridnya menjadi tokoh besar ulama di Nusantara seperti K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wahab Hasbullah, dan K.H. Mas Mansur.13 4. K.H. Muhammad Munawwir, Krapyak, Yogyakarta K.H. Munawwir belajar di Mekah al-Mukarramah pada tahun 1888 dan menetap selama 16 tahun untuk mempelajari al-Qur’an serta ilmu pendukung lainnya seperti tafsir dan Qira’ah Sab’ah kemudian pindah ke Madinah al-Munawwarah. Adapun guru dari K.H. Munawwir salah satunya yaitu Syekh Abdullah Sanqoro, Syekh Syarbini, Syekh Muqri, Syekh Ibrahim Huzaimi, Syeikh Manshur, Syekh Abdusy Syakur, dan Syekh Musthafa. Selain mampu menghafal kitab suci al-Qur’an beliau juga berhasil menghafal al-Qur’an dengan Qira’ah Sab’ah. Kesuksesan tersebut yang menjadikan K.H. Munawwir tercatat sebagai ulama pertama dari tanah Jawa yang berhasil menguasai Qira’ah Sab’ah. Pada akhir tahun 1909, K.H. Munawwir mulai mendirikan pondok pesantren yang sekarang dikenal dengan Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. Pada tahap awal hanya berupa rumah kediaman dan langgar yang terhubung dengan kamar santri. Kemudian pada tahun 1910 pesantren sudah mulai beroperasi dan ditempati oleh santri yang hendak menghafal al-Qur’an dengan ia sendiri yang menjadi pengasuhnya.14 “Biografi Syekh Muhammad Mahfudz At-Tarmasi,” diakses 26 September 2022, https://sanadmedia.com/post/biografi-syekh-muhammad-mahfudz-at-tarmasi. 14 Syaifudin Noer, “Historitas Tahfidzhul Qur’an: Upaya Melacak Tradisi Tahfidz di Nusantara” 6, no. 1 (2021) hlm : 98–100. 13



5. K.H. M. Dahlan Khalil, Rejodo, Jombang K.H. Dahlan Khalil lahir pada 12 Sya’ban pada tahun 1899 di Rejoso. Beliau memulai pendidikannya dengan belajar langsung kepada ayahnya, kemudian ke Mekkah untuk belajar dan menunaikan ibadah haji. Selama tinggal di Mekkah sejak umur 12 tahun, pendidikannya bejalan dengan cepat sehingga beliau dapat menempati posisi sebagai guru besar di majelis ta’lim Syafi’iyah dan tilawatil Qur’an, dan mampu menghafal Qur’an dengan lancar. Setelah 13 tahun belajar di Mekah, pada tahun 1935, beliau kembali ke Nusantara dan melanjutkan pendidikannya dengan memperdalam ilmu hadits kepada K.H. Hasyim Ashari di Tebuireng, Jombang. Untuk mewarisi ilmu yang dimilikinya, K.H. Dahlan Kholil menjadi pengasuh di Pondok Pesantren Darul Ulum.15



BAB III PENUTUP Indonesia merupakan salah satu negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Tradisi menghafal dan menyalin Al Qur’an telah lama dilakukan di berbagai daerah di nusantra. Dalam Proses menghafal Qur’an mutlak dibutuhkan seorang guru yang mempunyai klasifikasi dan kapasitas yang Mutawattir hingga Rasulullah SAW, disinilah letak sanad memegang kunci penting sebagai tonggak tradisi tahfidz. Sanad adalah jaringan atau silsilah seorang hafidz yang diurutkan dari Nabi Muhammad SAW sampai pada guru tahfidz yang ada. . Dari hasil penelitian yang dilakukan di Jawa, Madura, dan Bali, ditemukan 5 sanad yang mempunyai peranan dalam penyebaran tahfidzul Qur’an dan merupakan sumber para hufaz yang ada di lembaga/pesantren tahfidz. Kesemuanya bersumber dari Mekah, mereka adalah: 1. KH. Muhammad Said bin Ismail, Sampang, Madura. 2. KH. Munawaar, Sidayu, Gresik. 3. KH. Muhammad Mahfudz at-Tarmasi. Termas, Pacitan. 4. KH. Muhammad Munawwir, Krapyak, Yogyakarta 5. KH. M. Dahlan Khalil, Rejoso, Jombang.



Yayasan DIA, “Biografi KH. Dahlan Kholil Rejoso,” http://purl.org/dc/dcmitype/Text, Biografi KH. Dahlan Kholil Rejoso (laduniid, 22 Januari 2021), https://www.laduni.id/post/read/70701/biografi-kh-dahlan-kholilrejoso.html. 15



DAFTAR PUSTAKA “Biografi Syekh Muhammad Mahfudz At-Tarmasi.” Diakses 26 September 2022. https://sanadmedia.com/post/biografi-syekh-muhammad-mahfudz-at-tarmasi. DIA, Yayasan. “Biografi KH. Dahlan Kholil Rejoso.” Http://purl.org/dc/dcmitype/Text. Biografi KH. Dahlan Kholil Rejoso. laduniid, 22 Januari 2021. https://www.laduni.id/post/read/70701/biografi-kh-dahlan-kholil-rejoso.html. Gusmian, Islah. Khazanah Tafsir Indonesia : dari Hermeneutika hingga Ideologi. Yogyakarta: LkiS, 2013. Kementrian Pendidikan, dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2016. Mohd. Khafidz bin Soronil, dan Mohd. Norzi bin nasir. Ketokohan Syeikh Muhammad Yasin AlFadani, t.t. Musadad, Muhammad. KH. Munawwar (1884-1944): Sang Pelopor Pesantren Tahfidz alQur’an di Sidayu Gresik, dalam Para Penjaga al-Qur’an., t.t. Nasution, Harun, dan dkk. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992. Noer, Syaifudin. “Historitas Tahfidzhul Qur’an: Upaya Melacak Tradisi Tahfidz di Nusantara” 6, no. 1 (2021). Republika Online. “Perintis Pembelajaran Tahfiz di Indonesia,” 10 Juli 2017. https://republika.co.id/share/osvl81313. Saiful Ma’arif, Bambang. Teknik Menghafal al-Qur’an. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996. Syatibi. Memelihara Kemurnian Al-Quran; Profil Lembaga Tahfidz al-Quran di Nusantara. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran, 2011. Yusuf Surur, Bunyamin. KH. Said Ismalil (1891-1954) Sampang, Madura, dalam Para Penjaga al-Qur’an., t.t.