Kenakalan Remaja Dan Perspektif Keluarga [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Dosen Pengampu : 1. Eva MeizaraPuspita Dewi, S.Psi., M.Si., Psikolog 2. Astiti Tenriwaru, S.Psi., M.Psi., Psikolog 3. Andi Halimah, S.Psi., M.A “KASUS-KASUS KENAKALAN REMAJA DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI KELUARGA”



OLEH: ANDI INDIRA AULIA M



(1771042108)



ANDI MEYKA TRY INTANI



(1771042036)



AL ULUMUL NAQLI ASYSYAMS



(1771041046)



ANDI NURFADIYAH ARKAM



(1771042060)



ALIFIA KHAERNUNNISA SABARA



(1771041049)



KELAS A



FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2019



KATA PENGANTAR Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah S.W.T, yang ats rahmatnya dan bimbingannya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini merupakan hasil dari tugas kelompok bagi mahasiswa untuk dapat belajar dan mempelajari lebih lanjut tentang topik kenakalan remaja dalam perspektif keluarga. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mahsiswa mengetahui tentang kenakalan remaja dalam perspektif keluarga, dan bermanfaat serta senantiasa menjadi ilmu yang bermanfaat bagi individu yang membaca makalah ini. Kritik dan saran dari dosen pengampuh mata kuliah kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan.



Makassar, 16 Februari 2020



Penulis



BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga merupakan tempat individu mendapatkan pendidikan awal sebelum melanjutkan ke sekolah, dalam keluarga tentu saja individu didik untuk melakukan hal yang baik. Begitu pula di sekolah, individu didik untuk meningkatkan kemampuan kognitif, perilaku, sikap dan lain sebagainya. Namun, Akhir-akhir ini, banyak terdengar berita mengenai kekerasan yang terjadi di kalangan remaja. Sering kali didapati di media cetak maupun elektronik tindakan kekerasan yang dilakukan oleh remaja sering mendekati kearah tindakan kriminal, seperti mencuri, tawuran, membegal, mempekosa bahkan membunuh. Iro dalam artikel yang diterbitkan di website UGM menuliskan bahwa data UNICEF tahun 2016 menunjukkan bahwa kekerasan pada sesama remaja di Indonesia diperkirakan mencapai 50 persen. Sedangkan dilansir dari data Kementerian Kesehatan RI 2017, terdapat



3,8



persen



pelajar



dan



mahasiswa



yang



menyatakan



pernah



menyalahgunakan narkotika dan obat berbahaya (fk.ugm.ac). Memiliki anak remaja dalam keluarga adalah tantangan tersendiri bagi para orang tua, dimana anak remaja sedang dalam perkembangan psikologis yang labil, dalam konteks perkembangan sosio-emosionalnya remaja cenderung menanyakan identitas dirinya, merasa pemikirannya telah berubah tidak seperti masa kanak-kanak lagi yaitu lebih logis dan abstrak, ingin bebas dari kontrol orang tua dan memiliki pendapat sendiri (Santrock, dalam Nayana, 2013). Dalam masa inilah kedayagunaan orang tua jelas harus ditunjukkan dan dibutuhkan, karena Pendidikan dan



pengasuhan yang penuh timbang rasa akan memperkecil atau mencegah timbulnya permasalahan serius yang muncul dalam masa remaja tersebut. Peran keluarga sangat penting dalam masa perkembangan remaja, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Khairuddin, Zainah, Nassir, Shahrazad, dan Latipun (Nayana, 2013) tentang faktor-faktor psikososial yang berpengaruh pada kenakalan remaja, yang menyatakan bahwa kefungsian keluarga (family functioning) termasuk salah satunya yang menjadi penyebab kenakalan



remaja



karena



berkurangnya kefungsian keluarga.



B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari kenakalan remaja? 2. Apa bentuk-bentuk dari kenakalan remaja? 3. Apa faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja dalam perspektif psikologi keluarga? 4. Bagaimana analisis kasus kenakalan remaja dalam perspektif psikologi keluarga?



C. Tujuan 1. Sebagai wujud dari pertanggung jawaban kami atas tugas yang diberikan oleh dosen pengampuh sebagai syarat untuk memenuhi aspek peniaian. 2. Memberikan pemahaman kepada mahasiswa dan masayarakat tentang kenakalan remaja dalam perspektif keluarga.



BAB II Kajian Teori A. Definisi Kenakalan Remaja Pasungla (Amin, Shuhufi, & Arif, 2019:9) mengemukakan bahwa lingkungan keluarga merupakan tempat di mana seorang anak akan tumbuh dan berkembang, lingkungan keluarga merupakan lingkungan dini yang akan mempengaruhi perkembangan anak sebelum mulai memasuki masa sekolah dan kemudian lingkungan masyarakat. Lingkungan satu keluarga selalu berbeda dengan keluarga lainnya, dalam hal ini yang berbeda misalnya cara mendidik keluarga, keadaan ekonomi keluarga sehingga setiap keluarga memiliki sejarah perjuangan, nilai-nilai, dan kebiasaan yang turun-temurun, yang secara tidak sadar akan membentuk karakter anak itu sendirinya Kartono (Sumara, Humaedi, & Santoso, 2017) mengemukakan bahwa kenalalan remaja dalam bahasa inggris disebut dengan istilah deliquency yang berarti sebuah gejala patologis sosial dalam bentuk pengabaian sosial pada remaja yang menyebabkan munculnya perilaku yang menyimpang. Santrock (Sumara, Humaedi, & Santoso, 2017) mengemukakan bahwa kenalalan remaja merupakan tindakan kriminal pada remaja yang menyebabkan perilaku tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial.



B. Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja Jensen (Oktaviani & Lukmawati, 2018:53) mengemukakan bahwa membagi kenakalan remaja menjadi empat bentuk, yaitu:



1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain. 2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain. 3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, melakukan hubungan seks sebelum menikah. 4. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya (Sarlito, 2012).



C. Faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja dari Perspekitf Keluarga Surbakti (2008) mengemukakan bahwa beberapa faktor yang mendorong kenakalan remaja adalah sebagai berikut: 1. Perceraian Orang Tua Peceraian orang tua dapat menimbulkan kekacauan dalam keluarga sehigga menyebabkan suasana yang tidak sehat. Remaja yang keluarganya bercerai cenderung bertumbuh dalam kemarahan, kekecewaan, malu, cemas, perasaan bersalah dan sebagainya. Hal ini membuat mereka tumbuh dengan kekhawatiran dan melihat masa depan tanpa harapan. Pola pikir seperti ini



sering kali membuat mereka melakukan perlawanan atau membangkang terhadap tatanan kehidupan yang ada. 2. Penelantaran Masih banyak orang tua yang berpikir bahwa dengan menyediakan kecukupan materi kebutuhan anak remaja mereka sudah terpenuhi. Padahal kebutuhan remaja tidak sekedar kecukupan materi, melainkan juga emosional. Lebih celaka lagi jika keduanya tidak terpenuhi maka akan terlantar secara fisik dan psikis. Remaja yang tidak mendapatkan cukup perhatian akan melakukan berbagai kenakalan sebagai bentuk protes terhadap ketimpangan yang mereka alami. 3. Otoritas Otoritas



adalah



kekuasaan



yang



bermakna



kemampuan



untuk



mengendalikan orang lain, situasi, dan diri sendiri. Kecenderungan anak remaja adalah menentang otoritas orang tua yang mereka pandang ingin menguasai diri mereka sehingga merasa kebebasan mereka terbatasi. 4. Perbedaan Pola Pikir Para orang tua sering kali bangga dengan sejarah dan masa lampaunya, sementara remaja ingin bukti kongkrit sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang mereka hadapi. Usia, daya tangkap, maupun penalaran yang berbeda selalu menimbulkan pertentangan. Surbakti (2008) mengemukkan bahwa perilaku orang tua yang berpotensi memicu perseteruan antara orang tua dengan remaja sebagai berikut :



1. Permusuhan Tindakan ini mencerminkan ketidakmampuan orangtua dalam mengelola dan mengatasi perilaku anak remajanya. Misalnya orangtua merasa anak remajanya kurang menghormatinya, selalu menentang keputusannya, tidak melaksanakan perintahnya, mengabaikan atau menyepelehkannya. Semua unsur ini digunakan orangtua sebagai pembenaran untuk memusuhi anak remajanya. Di lain sisi, remaja sendiri memiliki argumentasi sendiri mengapa mereka seakan-akan melakukan perlawanan terhadap otoritas orangtua. 2. Kemarahan Sebenarnya tindakan ini, tidak mempengaruhi atau mengubah tingkah laku remaja, tetapi bukan berarti orangtua tidak boleh marah sama sekali. Remaja pun harus tau bahwa perilaku yang menjengkelkan mengundang kemarahan orangtua. Orangtua harus mengetahui bahwa kemarahan bukanlah sarana untuk



memperbaiki



tingkah



laku



remaja



namun



dapat



berakitbat



kontraproduktif. 3. Perlindungan berlebihan Tindakan ini berdampak negative terhadap perkembangan mentalitas remaja sebab dipaksa untuk terus menerus bergantung kepada orang tuanya. Banyak remaja yang protes terhadap perilaku orang tua karena terlalu mengkhawatirkan perkembangan anak remajanya. Padahal kekhawatiran mereka



sebenarnya



tidak



menyelesaikan masalah.



membawa



manfaat



apapun



karena



tidak



4. Disiplin Tidak Jelas Perilaku disiplin tidak berarti menekan anak remaja dengan keras. Kelemahan umum para orangtua adalah cerdik membuat aturan kedisiplinan tetapi gagal menerapkannya terhadap diri sendiri. Situasi ini mendorong para remaja untuk mengabaikan penegakan disiplin yang dirancang oleh orang tuanya. 5. Perlakuan antara suami dan istri Banyak orang tua saling menjatuhkan bahkan menghina dengan kata kasar. Pada umumnya remaja mengamati perilaku orang tua dan menjadikan dasar hubungan orang tua sebagai landasan hubungan dengan pasangannya kelak. Hal ini menyebabkan remaja yang tumbuh ditengah keluarga yang tidak saling mengharagai sulit untuk membangun relasi dengan lawan jenisnya. Oktaviani dan Lukmawati (2018) mengemukakan bahwa jika dilihat secara umum banyak faktor yang menyebabkan kenakalan remaja. Faktor keluarga, lingkungan, dan sekolah dapat mempengaruhinya. Jika dilihat lebih jauh lingkungan sosial yang berinterksi pertama kali dengan anak adalah keluarganya. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan saudara. Kondisi yang terjadi didalam keluarga dapat mempengaruhi apakah seorang anak akan tumbuh dengan baik atau tidak. Ahmadi (Oktaviani dan Lukmawati, 2018) Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kartono (Oktaviani dan Lukmawati, 2018) menyatakan secara umum dapat dinyatakan anak delinkuen (nakal) pada umumya datang dari rumah



tangga dengan relasi manusiawi penuh konflik dan percekcokan, yang disharmonis atau tidak harmonis. Oktaviani dan Lukmawati (2018) mengemukakan bahwa dari pendapat di atas, maka dapat diketahui bahwa salah satu faktor kenakalan remaja adalah keharmonisan keluarga.



D. Contoh Kasus Kenakalan Remaja Kasus 1: Kenakalan remaja yang berat dan ringan di MTs Negeri 2 Palembang Permasalahan yang terjadi di lingkungan MTs Negeri 2 Palembang yang didapatkan oleh salah satu peneliti dari hasil observasi dan dokumentasi kepada pihak sekolah terdapat beberapa kenakalan-kenakalan ringan hingga berat yang pernah terjadi di lingkungan sekolah. Bentuk-bentuk pelanggaran ringan yang terjadi seperti bolos sekolah, ribut didalam kelas ketika kegiatan belajar



mengajar



berlangsung, jahil



dengan



teman



yang terkadang



menyebabkan pertengkaran, berbohong, ber\pakaian tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan sekolah, berbicara kasar, tidak sopan kepada guru, dll. Sedangkan bentuk pelanggaran berat yang terjadi adalah ngelem, mencuri, kabur dari rumah, bergabung dengan kelompok anak punk, menyimpan video dan foto porno, berciuman dengan lawan jenis, merokok, dll. Beberapa contoh kasus-kasus pelanggaran berat yang pernah terjadi dan tercatat di buku kasus BK MTs Negeri 2 Palembang adalah kasus siswa yang berinisial MI yang ngelem diluar sekolah, lalu siswi



berinisial L yang



diadukan oleh bibi nya karena suka mencuri dan berbohong kepada bibinya.



Kemudian kasus siswi berinisial A yang diketahui menyimpan foto dan video porno di telepon genggam. Selanjutnya siswa berinsial FA yang kabur dari rumah dan bergaul dengan kelompok anak punk. Dan terakhir kasus siswa berinsial E yang dilapokan berciuman dengan 4 teman lelakinya di lingkungan sekolah. Kasus tersebut merupakan bentuk pelanggaran yang berat. Sedangkan untuk pelanggaran ringan ada kasus siswa berinisial AK yang diadukan temannya ke guru BK karena ia dikenal anak yang egois, jahil, sombong, cerewet, dan pelit., lalu siswa inisial MT ia dilaporkan oleh guruguru karena suka ribut dikelas dan suka mengganggu temannya. Dan yang terakhir kasus siswa berinisial B, ia diadukan temantemannya karena suka bersikap kasar. Diperkuat dengan hasil wawancara peneliti kepada guru BK MTS Negeri 2 Palembang. Hasil Analisis : Berdasarkan penelitian, dapat diketahui bahwa kurangnya keharmonisan keluarga menjadi penyebab remaja di Mts Negeri 2 Palembang termasuk dalam kenakalan remaja. Dalam hal ini, penyebab timbulnya kenakalan remaja yaitu ketidakberfungsiannya orang tua sebagai figur yang teladan bagi anak. Suasana keluarga yang tidak aman dan tidak menyenangkan dapat mempengaruhi perkembangan usia pada remaja. Yusuf (Oktaviani & Lukmawati, 2018) mengemukakan bahwa faktor yang menyebabkan perilaku menyimpang atau kenakalan remaja adalah kelalaian orang tua dalam memberikan edukasi seperti ajaran agama, perselisihan antar anggota



keluarga, perlakuan orang tua yang buruk pada anak, kehidupan ekonomi dan lain sebagainya. Oktaviani &



Lukmawati (2018) mengemukakan bahwa keharmonisan



keluarga akan terwujud apabila masing-masing unsur dalam keluarga dapat berfungsi dan berperan dengan seharusnya serta tetap memegang teguh nilainilai agama sehingga interasi sosial yang harmonis dapat terealisasikan. Ketidakharmonisan keluarga dan tidak kesesuaian pola asuh yang diterapkan oleh orang tua mengakibatkan anak menjadi korban. Anak,cenderung mengalami konflik- konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung,cita-cita dan kemauan yang tinggi sukar dikerjakan sehingga menjadi frustasi, bahkan bisa mengalami pergaulan yang tidak sehat. Ketidak harmonisan keluarga dapat ditandai dengan tidak berfungsinya orang tua sebagai figur tauladan bagi anak. Selain itu suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja. Orang tua dari remaja nakal cenderung memiliki aspirasi yang minim mengenai anak-anaknya, menghindari keterlibatan keluarga dan kurangnya bimbingan orang tua terhadap remaja, sebaliknya,



suasana



keluarga



yang



menimbulkan



rasa



aman



dan



menyenangkan akan menumbuhkan kepribadian yang wajar dan begitu pula sebaliknya.



Kasus 2: Remaja yang terlibat dalam geng motor Motor yang sudah dirancang berdasarkan prosedur berkendara yang diperoduksi oleh perusahaan industri motor malah anak remaja melakukan modifikasi bahkan sampai tidak tanggung mengeluarkan uang yang banyak hanya untuk mendapatkan modifikasi yang diinginkan di motornya tanpa memperhitungkan manfaatnya, hanya untuk mendapatkan keindahan motor mereka dan menambah rasa percaya diri anak remaja. Balapan liar menjadi tempat untuk memperlihatkan siapa motor yang paling cepat dan keren dari pada motor-motor yang lainnya tanpa mempedulikan orang lain yang sementara menggunakan jalan yang mereka tempati untuk balapan jumlah anggota dalam kelompok geng motor ini di pimpin oleh A. Arham yang beranggota 20 orang anggota dengan nama BRT Community. Analisis kasus: Perkembangan teknologi yang begitu pesatnya menyimpan banyak problematika yang sangat penting yang bisa mengakibatkan runtuhnya moral, akidah dan nilai yang tertanam di anak remaja ditengah pertumbuhannya karena dengan mudahnya berkomunikasi dengan orang lain dengan menggunakan teknologi serta mudahnya juga mengakses informasi-informasi yang tidak semestinya mereka harus lihat atau dengarkan. Kebanyakan anak akan cenderung melakukan kenakalan karena kurangnya perhatian yang diperoleh dari orang tua terhadap anaknya yang semestinya merasakan kasih



sayang dari orang tuanya, malah orang tua hanya sibuk dengan pekerjaan mereka sendiri. Kelompok bermotor ini memiliki anggota yang dilatar belakangi oleh persamaan latar belakang sosial, daerah dan sekolah. Geng motor atau kelompok bermotor merupakan kumpulan anak remaja yang memiliki kendaraan baik yang masih sekolah maupun tidak sekolah/tamat sekolah yang suka melakuakan kumpul-kumpul dan konvoi dengan menggunakan sepeda motor. Merasa tidak diperhatikan dan dipedulikan sehingga anak keluar mencari orang-orang yang merasa peduli dengan mereka dengan cara melakukan pergaulan di lingkungan masyarakat dan akhirnya mereka mulai terlibat dalam masalah dengan masyarakat dengan ulah/perbuatan kenakalan, baik itu kenakalan kecil sampai kenakalan besar yang dapat merugikan orang banyak, salah satunya adalah kenakalan remaja saat bermotor (geng motor). Salah satu cara yang dapat digunakan dalam menghadapi kenalakan remaja, yaitu dengan cara memilih strategi komunikasi yang baik. Arifin (Amin, Shuhufi, & Arif, 2019) strategi komunikasi merupakan panduan perencanaan komunikasi dengan manajemen komunikasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi komunikasi orang tua dalam mendidik anak agar bisa menanggulangi kenakalan remaja yaitu komunikasi face to face (komunikasi tatap muka). Komunikasi face to face atau komunikasi tatap muka secara langsung antara dua orang atau lebih seperti komunikasi tatap muka antara orang tua dengan anak baik itu menggunakan bahasa verbal



maupun menggunakan bahasa nonverbal secara efektif. Fitriani (Amin, Shuhufi, & Arif, 2019) strategi komunikasi ini harus memperhatikan betul penggunaan bahasa sehingga hubunga antara komunikan dan komunitor tetap terjalin sebagaimana yang diharapkan. Untuk memudahkan dalam proses komunikasi tatap muka (face to face) dilakukan metode komunikasi yaitu metode dialog/diskusi, metode teladan dan pembiasan, metode empati, dan metode nasihat. Dalam proses komunikasi dalam keluarga antara orang tua dan anak, komunikasi yang digunakan merupakan komunikasi yang mudah dimengerti dan dipahami oleh anak sehingga anak bisa mengerti dengan cepat dan tepat, karenanya komunikasi secara langsung (face to face) yang rutin terjadi antara orang tua terhadap anak akan membentuk kepercayaan anak terhadap orang tua mereka sehingga anak bisa mengontrol atas apa yang akan mereka lakukan dan dapat mencegah lahirnya kenakalan remaja khususnya kenakalan dalam bermotor. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada informan 1 yang mengatakan: Cara berkomunikasi dalam keluarga antara orang tua dengan anak adalah berkomunikasi secara langsung atau tatap muka (face to face) dengan jarak yang dekat sehingga pesan yang disampaikan orang tua dapat tersampaikan secara jelas dan cepat serta orang tua dapat mengetahui langsung respon anak remaja saat sedang berkomunikasi (Rasnah, 30 November 2017).



Strategi komunikasi antar pribadi secara tatap muka merupakan cara berkomunikasi yang diterapkan dalam komunikasi orang tua dengan anak karena komunikasi ini tergolong lebih mudah dan praktis apalagi kalau otang tua dan anak masih tinggal dalam satu rumah yang sama. Komunikasi antar pribadi akan membuat mereka menjadi lebih akrab misalnya hubungan antara orang tua dengan anak sehingga akan terbentuk keluarga yang harmonis serta dapat membentuk hubungan chemestry atau hubungan kesamaan persepsi tercipta saat adanya proses komunikasi tatap muka yang mendalam sehingga dapat menumbuhkan hubungan emosional yang baik. Strategi komunikasi secara tatap muka (face to face) ini sangat membantu dalam peroses berkomunikasi dengan anak dalam menanggulangi kenakalan remaja dalam hal geng motor dikarenakan komunikasi yang digunakan merupakan komuniaksi langsung secara mendalam sehingga anak bisa terhindar dalam melakukan kenakalan yang sama. Orang tua yang sering berkomunikasi dengan anak dan membuat anak bisa percaya dengan orang tua begitupun sebaliknya orang tua percaya dengan anaknya. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan 2 mengatakan: “Komunikasi tatap muka akan membuat anak merasa diperhatikan daripada memberi hal lain dari orang tua apalagi kalau orang tua melakukannya dari usia anak pada usia dini sehingga orang tua mengerti dengan posisi anak” (Febriansya, 29 November 2017). Dari penuturan di atas, menunjukan bahwa komunkasi tatap muka sangat tepat untuk dilakukan mulai dari usia dini sehingga anak memiliki dasar dan



orang tua bisa dengan mudah mengontrol anak dengan baik dalam pergaulan, pendidikan dan sebagainya.



Kasus 3: Pemerkosaan 17 siswa terhadap teman sekelas Dirangkum dari cnnindonesia.com pemerkosaan yang dilakukan oleh 16 orang siswa di SMP Negeri 4 Maluku Tengah dan 1 orang siswa SMP Liang terhadap siswi berinisial DS (17) terjadi beberapa kali selama bulan November hingga desember. Penangkapan 17 pelaku dilakukan pada 30 Januari 2020 setelah



dilaporkan oleh ibu korban yang baru mengetahui



kondisi anaknya. Pemerkosaan ini diketahui akibat DS tidak masuk sekolah selama 2 minggu karena merasa malu telah diperkosa oleh temannya. DS yang sebelumnya telah melakukan hubungan seks dengan pacar dimanfaatkan oleh teman kelasnya. DS mengaku diancam akan dipermalukan jika tidak ingin berhubungan seks dengan temannya. Analisis Kasus: Remaja memasuki tahap peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada tahap ini remaja berusaha menemukan jati diri dan salah satu cara ialah bergabung dengan teman sebaya. Teman sebaya memegang peran penting dalam terjadinya kenakalan remaja. Santrock (Saputro & Soeharto, 2012) mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi kenakalan remaja, yaitu identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadap pendidikan dan nilai di sekolah, pengaruh orang tua, teman sebaya, status sosial ekonomi dan kualitas lingkungan. Pengaruh dari teman sebaya dapat membentuk perilaku



yang tidak sesuai dengan norma akibat adanya tekanan yang diberikan. Pada kasus diatas dapat diketahui bahwa korban DS yang sebelumnya telah berhubungan seks dengan pacar diketahui oleh temannya sehingga informasi ini digunakan sebagai ancaman.



BAB III Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan Berdasarkan analisis kasus kenakalan remaja dalam perspektif psikologi keluarga, maka dapat disimpulkan bahwa keluarga sangat berperan dalam membentuk karakter anak. Keluarga memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku yang akan dibentuk ada anak. Kenakalan remaja timbul karena beberapa faktor yang disebabkan oleh keluarga, seperti perceraian orangtua, penelantaran, otoritas, perbedaan pola pikir, dan perilaku yang dimiliki orangtua. Perilaku yang dimiliki orangtua seperti kemarahan, perlindungan berlebihan, permusuhan, disiplin yang tidak jelas serta perlakuan kedua orangtua satu sama lain, yaitu perlakuan antara suami dan istri. Menjaga keharmonisan keluarga sangat penting untuk tidak membentuk perilaku yang menyimpang pada remaja sehingga menimbulkan kenakalan remaja.



B. Saran 1. Bagi Remaja Sebaiknya remaja lebih terbuka ketika memiliki masalah khususnya dengan orang terdekat agar terhindar dari kesalahpahaman dan konflik. Selain itu, remaja diharapkan dapat memanfaatkan waktu luang dengan mengerjakan hal-hal yang positif seperti berolahraga, kegiatan sosial dan sebagainya agar terhindar dari perilaku kenakalan remaja. 2. Bagi orang tua



Orang tua diharapkan dapat memberikan perhatian yang lebih terhadap anak agar anak khususnya remaja merasa betah di istananya atau rumahnya. Selain itu, diharapkan orang tua dapat merealisasikan tindakan-tindakan preventif seperti menanamkan nilai etika dan moral, melakukan pengawasan yang rasional, dan lain sebagainya.



Daftar Pustaka Amin, M., Shuhufi, M., & Arif M. (2019). Studi kasus dalam menanggulangi kenakalan remaja melalui komunikasi keluarga. Jurnal idaarah, 3(1), 8-19. Iro,



FK. (2018). Kekerasan remaja Indonesia mencapai 50 persen. https://fk.ugm.ac.id/kekerasan-remaja-indonesia-mencapai-50-persen/. Diakses pada 16 Februari 2020 pukul 14.33.



Nayana, F. N. (2013). Keberfungsian keluarga dan subjective well-being pada remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 1(2), 230-244. ISSN: 2301-8267 Oktaviani, D., Lukmawati. (2018). Keharmonisan keluarga dan kenakalan remaja pada siswa kelas 9 MTS Negeri 2 Palembang. Jurnal Psikologi Islami, 4(1), 52-60. Saputro, B. M., & Soeharto, T. N. E. D. (2012). Hubungan antara konformitas terhadap teman sebaya dengan kecenderungan kenakalan pada remaja. Jurnal INSIGHT, 10 (1), 1-15. Sumara, D., Humaedi, S., Santoso, M. B. (2017). Kenakalan remaja dan penanganannya. Jurnal Pendidikan PPm, 4(2), 346-353. Surbakti, EB. (2008). Kenakalan orang tua penyebab kenakalan remaja. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.