Kenyamanan Termal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Kenyaman termal menjadi aspek penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan sebuah kawasan (urban development). Kegiatan manusia secara langsung dipengaruhi oleh suhu udara di sekitar tempat aktivitas mereka berlangsung. Kenyamanan thermal adalah salah satu hal sangat dibutuhkan tubuh agar manusia dapat beraktifitas dengan baik selain faktor kenyamanan lainnya yaitu kenyamanan visual, kenyamanan audio dan indoor air quality (di rumah, sekolah ataupun di kantor/tempat bekerja). Kenyamanan termal tergantung pada variabel iklim (matahari/radiasinya, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin) dan beberapa faktor individual/subyektif (Talarosha, 2009). Peningkatan yang di atas batas dapat memperburuk kondisi kenyamanan termal, hal ini secara tidak langsung berdampak negatif terhadap aktivitas yang terjadi. Kenyamanan termal manusia atau kondisi ketidaknyamanan dapat ditentukan oleh sejumlah besar indeks teoritis dan empiris dari berbagai parameter seperti udara, suhu radiasi, kelembaban pakaian, dan faktor lain (Latifah, 2015). Selama dekade terakhir, minat dalam penilaian kenyamanan termal telah meningkat karena isu perubahan iklim dan peningkatan suhu yang terjadi di kota-kota. Hal tersebut dipercaya karena fenomena pembangunan perkotaan membawa konsekuensi negatif terhadap beberapa aspek, termasuk aspek lingkungan. Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia dalam bukunya pidato (2005) mengatakan bahwa ada kecenderungan dalam mengurangi ruang publik secara signifikan, terutama ruang terbuka hijau dalam 30 tahun terakhir di berbagai kota besar di Indonesia. Menurut Dwihatmojo (2010), Ruang terbuka hijau di kota-kota besar telah menyusut dari 35% dari wilayah kota pada awal 1970 menjadi kurang dari 10% karena pengembangan kota lebih mengutamakan pembangunan



infrastruktur, seperti pusat perbelanjaan dan komersial fasilitas, daerah pemukiman seperti apartemen, serta jalan infrastruktur. Malang merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang sedang mengalami peningkatan pengembangan infrastruktur dan peningkatan ekonomi kota. Malang sebagai kota pelajar dan kota tujuan wisata memiliki jumlah penduduk yang relatif padat, setiap tahunnya terjadi pertambahan penduduk usia produktif untuk menuntut ilmu yang datang dari berbagai daerah di Indonesia. Seiring dengan hal tersebut perkembangan kota Malang dewasa ini cenderung ke arah perkembangan fisik, tumbuhnya daerah pemukiman baru yang cenderung padat oleh penduduk. Pertumbuhan tersebut turut mempengaruhi kenyamanan termal ruang yang menyebabkan ketidaknyamanan pada rumah hunian . Maka perlu adanya strategi yang baik dan pas sehingga diperoleh suatu kenyamana termal pada bangunan. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian kenyamanan termal ? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal ? 3. Apa saja strategi untuk pengendalian termal ? 1.3 Tujuan Penulisan Makalah Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah : 1. 2.



Untuk mendeskripsikan pengertian kenyamanan termal. Untuk



mendeskripsikan



faktor-faktor



yang



mempengaruhi



kenyamanan termal. 3.



Untuk mendeskripsikan strategi untuk pengendalian termal.



BAB II PEMBAHASAN 2.1. DEFINISI KENYAMANAN TERMAL Kenyamanan termal adalah kondisi pikiran di mana kepuasan di ekspresikan atau dinyatakan terhadap keadaan termal di sekitarnya (ASHRAE Standard 55-20 13). Tingkat kenyamanan termal pada manusia berbeda-beda bergantung pada setiap individunya. Sebagai contoh, manusia dengan tubuh gemuk akan berbeda tingkat kenyamanan termalnya dengan manusia yang bertubuh kurus. Manusia yang tinggal di daerah tropis akan berbeda tingkat kenyamanan termalnya dengan manusia yang tinggal di daerah beriklim dingin.Untuk memahami kenyamanan termal ini dapat dilakukan dengan cara pendekatan analisa perpindahan panas antara manusia dan lingkungan sekitar Dasar pemikirannya adalah tubuh manusia harus dalam kondisi termal seimbang, sehingga rata-rata panas dalam tubuh yang keluar sama dengan rata-rata produksi panas dalam tubuh (Mumovic dan Santamouris, 2009). 2.2. FAKTOR KENYAMANAN TERMAL Terdapat banyak variabel yang berkaitan dengan terbentuknya kenyamanan termal, seperti aktivitas, temperatur udara, kelembaban, radiasi, pakaian, bentuk tubuh, dan lain-lain. Semua variabel tersebut dapat di kelompokkan menjadi tiga, yakni lingkungan, personal, dan faktor kontribusi (Szokolay, 1987). 2.2.1 Faktor Lingkungan 2.2.1.1 Temperatur udara Temperatur udara adalah salah satu faktor yang paling dominan, karena sebagai penentu berkurangnya panas. 2.2.1.2 Kecepatan Angin Angin dapat mempercepat laju pergerakan udara secara horizontal pada ketinggian dua meter di atas tanah. Kecepatan angin juga dapat membantu meningkatkan penguapan dari permukaan kulit, sehingga memberikan efek



dingin. Berikut ini adalah tingkat reaksi manusia terhadap kecepatan pergerakan angin: < 0,25 m/s



Tdk disadari



to 0,5



Nyaman



to 1



Disadari



to 1,5



Banyak angin



> 1,5



Mengganggu



Tabel Tingkat Reaksi Manusia terhadap Kecepatan Pergerakan Angin (sumber: Szokolay, 1987) 2.2.1.3 Radiasi Radiasi termal yang di hasilkan oleh objek yang hangat atau panas. Pada sisi luar bangunan radiasi dapat bersumber dari matahari, dan pada sisi dalam bangunan radiasi dapat disebabkan oleh benda sekitar seperti kipas angin, kulkas, tv, dan lainnya. 2.2.1.4 Kelembaban Kelembaban yang sedang (RH 30%-65%) tidak memiliki dampak yang cukup signifikan, namun kelembaban yang tinggi dapat membatasi penguapan panas tubuh dari kulit dan sistem pernafasan. Sehingga dapat mengakibatkan mulut dan tenggorokan menjadi kering yang menjadikan perasaan tidak nyaman.



2.2.2. Faktor Personal atau Psikologis 2.2.2.1. Metabolisme Metabolisme erat kaitannya dengan aktifitas manusia sehari-hari. Semakin banyak kita beraktifitas semakin banyak pula tubuh akan memproduktsi panas. Produksi panas dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu basal metabolism dimana panas diproduksi secara vegetatif atau proses alami dalam tubuh secara berkelanjutan, dan muscular metabolism dimana panas di produksi akibat dari kerja otot yang di pakai melakukan kegiatan berat atau ringan. Nilai metabolisme (M) manusia berbeda-beda tergantung pada setiap individunya, namun umumnya dalam kondisi



istirahat rata-rata dimulai dari nilai 45 W/m2 pada permukaan kulit (0,8 met) hingga lebih dari 500 W/m2 (~9 met) pada saat lari (Olesen, 1982). 2.2.2.2. Pakaian Pakaian adalah insulasi termal bagi tubuh. Pada daerah beriklim tropis lembab seperti di Indonesia saat ini, perbedaan suhu pada musim panas dan musim hujan tidak terpaut jauh. Akan tetapi perbedaan suhu tersebut akan terasa antara daerah dataran tinggi dan dataran rendah. Di daerah dataran tinggi manusia akan cenderung memakai pakaian yang lebih tebal dan di daerah dataran rendah manusia akan memakai pakaian lebih tipis. Insulasi pakaian di ukur dengan menggunakan satuan clo. 1 clo sama dengan orang memakai 3 helai pakaian lengkap (celana panjang, kemeja lengan panjang, sweater lengan panjang) ditambah dengan pakaian dalam. 2.2.2.3. Aklimatisasi Adalah proses penyesuaian tubuh atau adaptasi pada kondisi lingkungan baru yang akan di tempati. Tubuh manusia umumnya akan melakukan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan baru dalam jangka waktu 30 hari, dan dalam masa itu proses perubahan peningkatan termal pada tubuh akan terjadi (Koenigsberger, 1973).



2.2.3. Faktor Kontribusi 2.2.3.1. Makanan dan Minuman Dua faktor ini memiliki efek metabolisme yang berbeda-beda berdasarkan pola makan manusia di setiap daerah. 2.2.3.2. Bentuk Tubuh Rasio volume permukaan tubuh juga dapat mempengaruhi produksi panas dalam tubuh. Manusia bertubuh kurus dan tinggi cenderung akan lebih cepat tidak merasa kepanasan dalam tubuhnya, juga dapat mudah mentoleransi temperatur yang hangat dari pada manusia yang bertubuh gemuk. 2.2.3.3.



Umur dan Jenis Kelamin



Perbedaan umur sebenarnya tidak begitu banyak menyebabkan perbedaan temperatur. Akan tetapi mungkin karena orang tua memiliki metabolisme yang lebih lambat dari pada orang muda. Sehingga orang tua cenderung



memiliki temperatur tubuh lebih tinggi. Wanita juga memiliki metabolisme lebih lambat dari pada laki-laki, dengan perbedaan sekitar 1°C lebih tinggi.



2.3. STRATEGI PENGENDALIAN TERMAL 2.3.1 Shade dan Filter Shade yaitu pengendalian menggunakan sun shader. Yaitu komponen pada fased bangunan atau bagian bangunan yang berfungsi sebagai pembayang sinar matahari. Filter adalah strategi pengendalian dengan sun filter,yaitu komponen pada fased bangunan yang berfungsi sebagai penyaring matahari. Pertimbangan dimensi shading devices yaitu  Kebutuhan pembayangan, pembayangan terkait sudut jatuh sinar matahari  Kebutuhan view,makin besar dimensi atau makin rapat komponen sirip/louvre/blind maka view makin terbatas  Kebutuhan estetika, dimensi harus proporsional terhadap dimensi fasad Tipe SPSM 1) SPSM Horizontal (horizontal devices), efektif untuk sinar matahari dengan altitude tinggi.



(SPSM Horizontal) www.rumahhokie.com



2) SPSM Vertkal (vertical devices), untuk sinar matahari pada altitude rendah.



(SPSM Vertikal) www.rumahhokie.com 3)



SPSM Gabungan Horizontal dan Vertikal, evektif untuk berbagai



altitude sinar matahari



(SPSM Gabungan Horizontal dan Vertikal) www.rumahhokie.com Adanya balkon akan memberikan bayangan fasad di bawahnya. Balkon yang sempit hanya memberiakan bayangan yang terbatas. Atap yang lebar cukup memberi bayangan pada fasad dibawahnya. Udara pada ruang eksterior yang dinaungi atap menjadi lebih sejuk,sehimgga dapat dilakukan untuk penghawaan alami



2.3.1.1 Recessed Sun Spaces Adalah subtract pada suatu lantai bangunan, sehingga diperoleh pembayangan terhadap radiasi panas matahari. Suhu udara yang terbayang akan semakin sejuk.



(Receseed Sun Spaces) www.architizer.com Pertimbangan dimensi recessed sun spaces,yaitu: 1) Kebutuhan pembayangan, terkait sudut jatuh sinar matahari 2) Kebutuhan view, makin dalam subtract maka view makin terbatas 3) Kebutuhan estetika, dimensi subtract harus proporsional terhadap dimensi fasad



2.3.1.2 Transitional Spaces Adalah substract pada bangunan dengan dimensi cukup besar sebagai pembayang terhadap radiasi panas matahari dan ruang transisi udara sebelum masuk ke dalam bangunan. Pertimbangan dimensi Trasitional Spaces : a. Kebutuhan Pembayangan : Pembayangan terkait sudut jatuh sinar matahari b. Kebutuhan Estetika : Dimensi subtract tetap memberi estetika pada fasad



. (Trasitional Spaces) www.shadefxcanopies.com 2.3.1.3 Secondary Skin Kulit/Selubung bangunan kedua berfungsi sebagai filter penerimaan radiasi panas matahari. Alokasinya tidak sekedar di depan bukaan, tetapi dapat menutupi keseluruhan fasad. Pertimbangan pengadaan secondary skin yaitu : a. Kebutuhan Filter : Makin rapat lubang maka makin kecil radiasi panas matahari yang diteruskan. b. Kebutuhan View : View menjadi terbatas bita secondary skin diletakan pada fasad yang ruang di dalamnya tidak diorientasikan ke luar bangunan.



(Secondary Skin) www.popeti.com 2.3.1.4 Double Glass Kaca double glass sendiri merupakan kaca yang dibentuk atau digabung oleh 2 panel kaca dengan terciptanya ruang antara panel yang memiliki ketebalan beberapa milimeter. Ruang antara panel bersifat kedap udara dan



memilki kelembaban yang rendah, sehingga pemasangan kaca dobel glassing pada sebuah ruangan menyebabkan ruangan tersebut kedap suara dan suhu ruangan dapat terjaga dengan baik dan stabil. Di beberapa kawasan atau kota besar sendiri, sudah banyak hunian seperti apartemen dan gedung perkantoran yang memilih Double Glass. Alasannya, tingkat kebisingan yang tinggi yang dapat mengurangi kenyamanan penghuninya. Selain itu, ternyata, kaca double glass juga dapat menekan penggunaan energi listrik. Dimana, jenis kaca ini dapat menerima cahaya matahari dari luar secara maksimal, sehingga dapat meminimalisir penggunaan lampu listrik. Lalu, rongga kedap udara nya, efektif untuk meredam panas dari luar, yang berimbas pada penggunaan AC. Anda akan selalu merasa sejuk dan nyaman, tanpa harus kehilangan pemandangan.



. (Double Glass) www.indiamart.com 2.3.1.5 Absorbing & Reflective Glass Kaca Serap (Absorbing Glass) adalah kaca tunggal dengan pemberian sedikit warna dari logam sehingga memiliki kemampuan menyerap energy radiasi panas matahari. Reflection Glass adalah kaca tunggal dengan lapis tipis campuran oksida logam sehingga memiliki kemampuan memantulkan energy radiasi panas matahari.



Kemampuan absorbing glass dan reflection glass ditentukan oleh : a. Ketebalan Kaca Makin tebal kaca, kemampuan serap makin tinggi dan sebaliknya kemampuan transmisi makin rendah. b . Warna Kaca Makin gelap warna, kemampuan serap makin tinggi dan sebaliknya kemampuan transmisi makin rendah Spesifikasi kaca serap (Absorbing glass) dan kaca pantul (Reflective glasss) meliputi beberapa kemampuan : 1. Karakterisitik energy : Adsorpsi = Kemampuan serap, Reflektans = Kemampuan pantul, Transmitans = Kemampuan transmisi/meneruskan, Faktor solar = angka solar factor, Transmisi UV = Kemampuan transmisi UV. 2. Karakteristik Cahaya : Reflektans = Kemampuan Pantul, Transmitans = Kemampuan transmisi/meneruskan 3. Perolehan panas relative 4. Koefisien peneduh Secara Teoritis jika dijumlahkan angka absorpsi, reflektans dan transmittace pada energy characteristic bernilai 1 atau 100 %



(Kaca Serap) www.indiamart.com



(Reflection Glass) www.indiamart.com 2.3.1.6 Low-E Glass Low-emissivity glass adalah kaca dengan emissivity yang rendah sehingga mampu memfilter penerimaan radiasi panas matahari. Emisivitas (emisivity) adalah kemampuan permukaan material untuk melepas energi panas dengan cara radiasi dengan angka antara 0 – 1. Angka 0 yang dimiliki oleh benda yang mutlak berfungsi sebagai reflektor hingga tak ada energi panas yang dapat diserap untuk kemudian dilepaskan. Unruk angka 1 dimiliki oleh benda hitam sempurna yang dapat menyerap seluruh energi panas yang diterima kemudian dilepaskan.



(Low E-Glass) www.indowfix.com Kualitas low-e glass ditentukan oleh : a. Kualitas Coating : Terkait jumlah layer / lapisan coating. b. Lokasi coating metal c. Jenis gas pengisi rongga udara : dapat brfungsi sebagai insulasi termal



d. Jenis Kaca : Perbedaan jenis kaca menentukan kemampuan spesifik terkait radiasi matahari



2.3.1.7 Pemilihan kaca Pertimbangan dalam pemilihan kaca yaitu : 1. Kemampuan kaca melalui selectivity : Selectivity = Light Transmittance (LT) / Solar Factor (SF) 2. Perolehan kenyamanan termal dan efek silau : Pntulan radiasi akan sedikit memanaskan suhu udara lingkungan dan silau yang terjadi akan mengurang kenyamanan visual 3. Energi operasional bangunan terkait kenyamanan termal : pemilihan kaca harus sesuai kebutuhan fungsi bangunan 4. View, ekonomi, estetika dan maintenance : Makin besar bidang kaca yang digunakan sebagai view semakin besar pula resiko yang terjadi, Makin baik kemampuan kaca maka biaya pengadaan cenderung tinggi, Estetika terkait oleh pemilihan warna, Maintenance terkait oleh resiko kemungkinan terjadinya pengembunan pada rongga udara kaca ganda.



2.3.2 Insulasi Termal (Thermal Insulation) Adalah strategi pengendalian termal melaui penggunaan material yang mampu mereduksi perpindahan panas. Kemampuan insulasi termal material ditentukan oleh : a.



Konduktivitas panas (Thermal Conductivity)



b.



Kerapatan massa (Density)



c.



Transmitans panas (Thermal Transmittance)



d.



Kapasitas panas spesifik (Specific Heat Capacity) Strategi Insulasi Termal terbagi atas ; 1. Insulative Wall 2. Thermal Mass 3. Roof Thermal Isulation



2.3.2.1 Insulative wall Adalah pengendalian termal menggunakan material dinding bangunan dengan konduktivitas panas dan transmitans panas rendah, sehingga memiliki kemampuan menginsulasi panas, maka perpindahan yang masuk ke dalam bangunan dapat di reduksi. Pertimbangannya meliputi a) Kerapatan massa (density) b) Warna dan tekstur 



Material yang memiliki konduktivitas panas tinggi adalah logam







Material yang memiliki konduktivitas panas sedang adalah beton, batu alam, batu bata, semen, kaca, dan keramik.







Material yang memiliki konduktivitas panas rendah adalah kayu, PVC, glass wool, rock wool, butimen, fiberglass, dan gypsum board.







Material tumbuhan memiliki kemampuan lebih baik dalam meng insulasi termal dari pada beton dan batu bata.







Beton dan batu bata memiliki kemampuan insulasi termal yang lebih baik dari pada batu alam.







Jika logam digunakan sebagai material dinding maka harus di lapisi material insulator panas yang memiliki conductivity dan thermal transmittance yang rendah.



(Insulative Wall) www.pinterest.com



2.3.2.2 Thermal mass Adalah pengendalian termal menggunakan material dinding bangunan dengan density tinggi dan specific heat capacity tinggi, sehingga memiliki kemampuan menghambat perpindahan panas masuk ke dalam bangunan. Pertimbangan pemilihan material thermal mass yaitu : 1.



Kerapatan Masssa (density) : Makin tinggi density maka makin



mudah menyerap panas 2.



Ketebalan : Makin terbal material, makin banyak panas dapat



disimpan dan makin lama proses perpindahan panas



(Thermal Mass) www.smarterhomes.org 2.3.2.3 Roof thermal insulation Adalah penggunaan material yang dapat berfungsi sebagai insulasi termal, sehingga dapat mereduksi perpindahan panas ke ruang di bawah atap. Material insulasi termal atap : 1.



Glass wool dan Rock wool



2.



Aluminium foil



3.



Aspal dan serat kayu



4.



Styrofoam (pada iklim panas)



(Roof Thermal Insulation) www.fotosearch.com 2.3.3 Zone Yaitu strategi pengendalian termal melalui pengaturan orientasi bangunan (alokasi bukaan) terkait penerimaan radiasi panas matahari dan alokasi zona bangunan yang dapat digunakan sebagai buffer/penahan radiasi panas matahari (zona servis, zona core (inti)). Strategi zona terdiri dari. 2.3.3.1 Building orientation Adalah pengendalian termal dengan cara perencenaan alokasi bukaan cahaya (termasuk bukaan udara) yang berpotensi dalam penerimaan radiasi panas matahari ke dalam bangunan. Pertimbangan dalam alokasi bukaan  Sudut jatuh sinar matahari  Arah angin 2.3.3.2 Core Zone Adalah pengendalian termal dengan cara perencanaan alokasi core bangunan agar menjadi penahan penerimaan radiasi panas matahari. Pertimbangannya adalah  Arah datang radiasi panas matahari  Fugsi (memperoleh kenyamanan termal)



(Core Zone) www.miami21.com 2.3.4 Green Green adalah strategi pengendalian termal menggunakan vegetasi melalui desain lanskap dan pengadaan vegetasi di bangunan, baik pada atap atau pada dinding sehingga diperoleh iklim mikro yang menunjang perolehan kenyamanan termal. Yang memiliki strategi : 2.3.4.1 Landscape Agar terjadinya penataan vegetasi yang membentuk iklim mikro yang menunjang perolehan kenyamanan termal melalui pembayangan dan passive cooling. Pertimbangan pemilihan dan penataan vegetasi pada landscape yaitu,  Optimasi pembayangan  Alokasi vegetasi -piramid



-menyebar



-mahkota



-jambangan/vas bunga



-air mancur



-berlapis



-berlajur



-cucuran



(Landscape) www.pshy.com 2.3.4.2 Green roof and Skycourt Strategi pengendalian termal dengan cara pengadaan vegetasi di atap agar diperoleh insulasi termal terhadap radiasi panas matahari dan terbentuk iklim mikro pada bangunan. Antara lain pertimbangannya 



Jenis taman (taman intensif & taman ektensif)







Teknis (terkait beban dari vegetasi, media taman, dan air)



Kemampuan insulasi termal pada greeen roof,dipengaruhi oleh ketebalan media taman (makin tebal media makin efektif insulasi termal) dan jenis vegetasi (makin lebat maka makin membantu menurunkan suhu udara di atas atap). Pertimbangan pada strategi skycourt : -jenis vegetasi (sesuai ruang yang tersedia) -teknis (terkait beban dari vegetasi, media taman, dan air)



(Green Roof and Skycourt) www.greenrooftechnology.com



2.3.4.3 Green Wall Pengendalian dengan cara pengadaan vegetasi di fasad atau dinding bangunan agar diperoleh insulasi termal dan passive cooling sehingga terbentuk iklim mikro pada bangunan yang diperlukan untuk sistem penghawaan alami. Pertimbangannya adalah jenis vegetasi, dan teknis. Ada dua bentuk strategi green wall -



fasad hijau (green facades) berupa dinding yang langsung



dirambati oleh vegetasi. Akar tetap di tanah, dindingnya dapat rusak karena lembab -



living wall/biowalls, dinding modular,umumnya terbuat dari



vertical greening module (VGM) berbahan plastik polypropylene lengkap dengan geotextile, sistem irigasi, dan media taman, yang di susun vertikal untuk di pasang pada dinding bangunan.



(Green Wall) www.greenovergrey.com 2.3.5 Cooling Effect Adalah strategi pengendalian termal melalui efek pendinginan, dalam hal ini udara didinginkan secara pasif tanpa bantuan alat mekanis oleh proses penguapan uap air. Dari strategi ini pastikan system ventilasi berjalan dengan baik agar udara yang bertambah lembab oleh uap air tidak menghambat perolehan kenyamanan termal



(Cooling Effectt) www.rapi-rumahku..com 2.3.6 Secondary Skin Kulit atau selubung bangunan kedua sebagai filter penerimaaan radiasi panas matahari. Letaknya tidak hanya ada di depan bukaan tetapi juga dapat menutupi keseluruhan fasad. Teknik ini bukan dilakukan pemasangan secara langsung menempel di dinding melainkan ada teknik tertentu. Pertimbangannya antara lain: 1)



Kenyamanan termal (tergantung berapa banyak lubang yang dapat



meneruskan radiasi matahari) 2)



Kemudahan kontruksi (sesuai material yang digunakan)



3)



Estetika dan kebutuhan view (sifat subyektif)



4)



Durability/daya tahan (harus tahan terhadap segala cuaca)



Material yang digunakan 



Kayu (papan,bilah)







Bambu (batang)







Alumunium (batang)







Besi (batang hollow)







Baja ringan (batang,bilah)







Enamel-finished alumunium metal (panel)







Frosted glass/kaca es (lembar)







Vegetasi.



(Secondary Skin) www.ufdesign5f12.com



DAFTAR PUSTAKA Auliciems, A dan Szokolay S.V. Thermal Comfort. 1997. Australia: PLEA Notes Awbi, H.B. 1991. Ventilation of Buildings. Britania: Routledge Dwihatmojo, R. 2010. Ruang Terbuka Hijau Yang Semakin Terpinggirkan. Bogor: Badan Informasi Geospasial Humphrey,N. 1992. A History of the Mind. Inggris: Chatto & Windus Koenigsberger, O.H. 1974. Manual of Tropical Housing and Building Design. Boston: Addison-Wesley Longman Ltd. Latifah, Nur Laila. 2015. Fisika Bangunan. Jakarta: Griya Kreasi. Latifah,N.L., Perdana,H., Prasetya,A. dan Siahaan,O.P.M. 2012. Kajian Kenyamanan Termal Pada Bangunan Student Center ITENAS Bandung. Bandung: Jurnal ITENAS Mumovic, D. dan Santamouris, M. 2009. A Handbook of Sunstainable Building Design and Engineering: An Integrated Approach to Energy, Health and Operational Performance. Britania: Routledge Olesen, B.W. 1982. Thermal Comfort. Denmark: INNOVA Sugini. 2014. Kenyamana Termal Ruang: Konsep dan Penerapan pada Desain. Yogyakarta: Graha Ilmu Szokolay, Steven Vajk. 1987. Thermal Design of Buildings. Australia: Architectural Press Talarosha, B. 2009. Menciptakan Kenyamanan Termal Pada Bangunan. Sumatera Utara: Jurnal Sistem Teknik Industri Widiastuti, R. 2015. Evaluasi Termal Dinding Bangunan dengan Vertikal Garden. Wonosobo: Jurnal UNSIQ



BAB III KESIMPULAN .



Kenyamanan termal adalah kondisi pikiran di mana kepuasan di ekspresikan



atau dinyatakan terhadap keadaan termal di sekitarnya. Tingkat kenyamanan termal pada manusia berbeda-beda bergantung pada setiap individunya. Untuk memahami kenyamanan termal ini dapat dilakukan dengan cara pendekatan analisa perpindahan panas antara manusia dan lingkungan sekitar. Terdapat banyak variable atau faktor-faktor yang berkaitan dengan terbentuknya kenyamanan termal, seperti aktivitas, temperatur udara, kelembaban, radiasi, pakaian, bentuk tubuh, dan lain-lain. Semua variabel tersebut dapat di kelompokkan menjadi tiga, yakni lingkungan, personal, dan faktor kontribusi. Ada beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk pengendalian termal. Yang pertama menggunakan shade and filter,dengan cara penyesuaian bentuk SPSM juga pengunaan recessed sun spaces, transitional spaces, secondary skin, double glass, absorbing and reflective glass, low e-glass dan pemilihan kaca yang membuat kenyaman termal. Yang kedua dengan insulasi termal dengan tiga strategi insulative wall, thermal mass, dan roof thermal isulation. Yang ketiga dengan pengaturan orientai bangunan dengan cara memperhatikan building orientation dan core zone. Yang keempat menggunakan vegetasi atau green dengan cara landscape, green roof and skycourt, dan green wall. Yang kelima melalui efek pendinginan atau cooling effect. Terakhir, menggunakan kulit atau selubung bangunan kedua sebagai penerimaan radiasi panas matahari. Dengan beberapa strategi ini diharapkan adanya kenyamanan termal pada suatu bangunan.