Kepedulian Sosial [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kepedulian Sosial 04 June 2014 - dalam Etika dan Kepribadian Oleh dimas-p-a-fib11



KEPEDULIAN SOSIAL



A. Pengertian Kepedulian Sosial Kepedulian sosial yaitu sebuah sikap keterhubungan dengan kemanusiaan pada umumnya, sebuah empati bagi setiap anggota komunitas manusia. Kepedulian sosial adalah kondisi alamiah spesies manusia dan perangkat yang mengikat masyarakat secara bersama-sama (Adler, 1927). Oleh karena itu, kepedulian sosial adalah minat atau ketertarikan kita untuk membantu orang lain. Lingkungan terdekat kita yang berpengaruh besar dalam menentukan tingkat kepedulian sosial kita. Lingkungan yang dimaksud di sini adalah keluarga, temanteman, dan lingkungan masyarakat tempat kita tumbuh. Karena merekalah kita mendapat nilai-nilai tentang kepedulian sosial. Nilai-nilai yang tertanam itulah yang nanti akan menjadi suara hati kita untuk selalu membantu dan menjaga sesama. Kepedulian sosial yang di maksud bukanlah untuk mencampuri urusan orang lain, tetapi lebih pada membantu menyelesaikan permasalahan yang di hadapi orang lain dengan tujuan kebaikan dan perdamaian. B. Jenis-jenis Kepedulian Sosial Kepedulian sosial dibagi menjadi 3, yaitu: 



Kepedulian yang berlangsung saat suka maupun duka



Kepedulian sosial merupakan keterlibatan pihak yang satu kepada pihak yang lain dalam turut merasakan apa yang sedang dirasakan atau dialami oleh orang lain. 



Kepedulian pribadi dan bersama



Kepedulian bersifat pribadi, namun ada kalanya kepedulian itu dilakukan bersama. Cara ini penting apabila bantuan yang dibutuhkan cukup besar atau berlangsung secara berkelanjutan. 



Kepedulian yang sering lebih mendesak



Kepedulian akan kepentingan bersama merupakan hal yang sering mendesak untuk kita lakukan. Caranya dengan melakukan sesuatu atau justru menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu demi kepentingan bersama. C. Sumber Kepedulian Sosial Sumber kepedulian sosial berasal dari dua sumber, yakni : 1)



Bersumber dari cinta



Kepedulian sosial muncul dari kepekaan hati untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah empati, yang dapat diartikan sebagai kesanggupan untuk memahami dan merasakan perasaanperasaan orang lain seolah-olah itu perasaan diri sendiri. 2)



Tidak karena macam-macam alasan



Kepedulian sosial yang kita kembangkan adalah kepedulian yang timbul dari hati yang terbuka mau berbagi untuk sesamanya tanpa didorong atau disertai alasanalasan tanpa meminta imbalan apapun. D. Hambatan dalam mewujudkan kepedulian sosial Ada beberapa hal yang merupakan hambatan kepedulian sosial, diantaranya adalah sebagai berikut : 



Egoisme



Egoisme merupakan doktrin bahwa semua tindakan seseorang terarah atau harus terarah pada diri sendiri. 



Materialistis



Merupakan sikap perilaku manusia yang sangat mengutamakan materi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidupnya. Demi mewujudkan itu mereka umumnya tidak terlalu mementingkan cara untuk mendapatkannya. E. Cara pembentukan sikap dan perilaku kepedulian sosial  







Mengamati dan Meniru perilaku peduli sosial orang-orang yang diidolakan. Melalui proses pemerolehan Informasi Verbal tentang kondisi dan keadaan sosial orang yang lemah sehingga dapat diperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang apa yang menimpa dan dirasakan oleh mereka dan bagaimana ia harus bersikap dan berperilaku peduli kepada orang lemah. Melalui penerimaan Penguat/Reinforcement berupa konsekuensi logis yang akan diterima seseorang setelah melakukan kepedulian sosial.



Tanggapan terhadap topik di atas Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri. Oleh karna itu lumrah jika manusia memiliki kepedulian sosial terhadap sesama. Tetapi dengan semakin pesatnya teknologi-teknologi modern saat ini yang bisa menghubungkan individu dengan individu lain tanpa batasan ruang dan waktu, seperti facebook, twitter, dll. Membuat sebagian individu memiliki sifat individualistis yang dominan dikarnakan dampak dari perkembangan jaman dan teknologi ini, sehingga berpengaruhi terhadap kepedulian sosial individu saat ini. Oleh karna itu, topic diatas sangat penting untuk kita pahami dan pelajari, agar kepedulian sosial yang ada di kultur budaya kita bisa tumbuh kembali. Implementasi terhadap diri sendiri



Setelah membaca topic diatas. Saya akan mencoba untuk sedikit demi sedikit menumbuhkan rasa kepedulian sosial. Sehingga saya bisa menjadi individu yang peka terhadap masalah – masalah sosial yang terjadi dalam hidup ini. Agar saya bisa merasakan apa yang orang lain rasakan, seperti membantu teman/orang lain yang sedang kesusahan dan bisa memberi solusi terbaik dalam memecahkan suatu masalah. Implementasi Terhadap Masyarakat Setelah berusaha mengimplementasikan kepedulian sosial terhadap diri saya sendiri. Sekarang waktunya bagi saya untuk menerapkan sifat kepedulian sosial dalam bermasyarakat. Karna manusia adalah makhluk sosial, sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa kita tidak bisa hidup sendiri. Seperti kita bergabung dalam suatu organisasi. Kita harus bisa membuang sifat egois dan materialistis, sehingga kita bisa melakukan semua kegiatan dalam organisasi tersebut dengan baik, seperti berperilaku adil dalam mengambil keputusan, membantu anggota lain yang lagi kesulitan dan lain sebagainnya Etika Buddha: Membentuk Pribadi Bersusila Yang Mandiri Dan Peduli Oleh Jo Priastana S.S Pendahuluan Zaman sekarang yang ditandai oleh perubahaan pesat di dalam banyak bidang kehidupan disamping kemajuan juga mendatangkan kegelisahan. Dengan kemajuan komunikasi dan informasi dunia menjadi kecil, dan seturut dengan itu timbulah masalah kegelisahan yang menyangkut masalah moral. Banyak orang merasa tidak punya pegangan lagi tentang norma kehidupan. Bunuh diri egoistic dan anomic yang disebut Emile Durkhein dan melanda kehidupan manusia modern merupakan cirri dari kosongnya norma moral dan makna kebersamaan. Kita dapat membedakan masalah moral yang menyangkut individu dengan masalah moral yang menyangkut hidup dan urusan orang banyak. Moral individu



juga punya kaitan dengan orang lain, tetapi kaitan itu tidak sekuat pada moral social yang langsung menyangkut orang banyak. Moralitas mastubasi misalnya, tidak menyangkut banyak orang lain bila dibandingkan dengan moralitas system politik atau system ekonomi. Dalam situasi perubahan dan kegelisahan yang serba tidak pasti ini, maka etika sangat dibutuhkan guna dapat menemukan patokan bertindak. Pada umumnya terdapat tiga system norma moral yang dijadikan patokan, yakni norma berdasarkan keyakinan akan kewajiban mutlak (deontologis); norma berdasarkan tujuan perbuatan (teleologis); atau norma berdasarkan hubungan-hubungan dengan orang lain(relasional). Moral dan Etika buddhis



Moral erat kaitannya dengan etika. Moral menyangkut kebaikan. Orang yang tidak baik juga disebut sebagai orang yang tidak bermoral. Etika juga menyangkut tentang kebaikan, yakni sebagai kemampuan untuk menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Dalam agama etika merupakan factor motivasi yang mendorong dan melandasi cita-cita dan amal perbuatan. Dalam agama Buddha, moral dan etika sangat dititikberatkan, dan penegakkan moral merupakan perwujudan dari kebutuhan pengembangan diri dari manusia yang selalu berproses. Lebih dari sekedar melakukan upacara, Buddha menekankan untuk menegakan moral atau menjalankan sila, hidup bersusila “Saya tak akan menaruh kayu, Brahmana, untuk umpan api di altar. Hanya didalam diri, api saya nyalakan. Dengan api yang tidk putus-putus membakar ini, dan dengan diri yang selalu dikendalikan, saya jalani kehidupan mulia dan luhur. “ (Samyuttta Nikaya, 2320). Dalam agama Buddha prilaku moral mengandung dua aspek, aspek negatif: hindarilah atau jangan berbuat kejahatan (papasanakaranam) dan aspek positif : kembangkanlah kebaikan (kusalaupasampada). Keduanya merupakan pasangan terhadap satu sama lain. Pengekangan diri terhadap pembunuhan, misalnya yang merupakan aspek positif dalam pelaksanaan cinta kasih terhadap semua makhluk “Jangan berbuat jahat. Berbuatlah kebaikan. Sucikan hati dan pikiran.” Inilah inti ajaran para Buddha. Didalam setiap kebaktian, umat Buddha setelah mengungkapkan keyakinan terhadap Triratna ; Buddha, Dharma dan Sangha, melanjutkan dengan membacakan paritha Pancasila, Lima Sila paling dasar dari kebajikan moral yang wajib dilaksanakan oleh umat Buddha, yaitu : jangan makan minuman yang memabukan dan yang melemahkan kesadaran. Sila atau moralitas dalam agama Buddha juga terkandung didalam beruas delapan untuk menghentikan dukka, disamping meditasi meditasi dan panna, (kebijaksanaan), yaitu : ucapan benar (sammavacca), perbuatan benar (samma kammanta), dan mata pencaharian benar (sama Ajiva). Sang Buddha menyebutkan tentang adanya sifat dasar yang melandasi perbuatan manusia, yaitu: merindukan kesenangan (sukhama), dan menghindari kesakitan (dukkhapatikula). Begitupun prilaku manusia bisa didasari oleh motif-motif laten yang terdapat didalam dirinya seperti : keinginan terhadap kelangsungan (bhawa-tanha), keinginan terhadap kenikmatan (kamatanha), atau keinginan akan kehancuran (vibhavatanha). Terhadap adanya sifat-sifat dasar atau motif-motif alten tersebut, maka penegakkan moral dalam hidup bersusila sangat penting dan ditegaskan oleh Sang Buddha. “Orang yang selalu mencari kesenangan tidak dapat mengendalikan indria-indrianya, malas dan lemah, ia pasti akan ditaklukan oleh mara, bagaikan pohon kayu yang lemah ditumbangkan oleh angin topan yang dahsyat.” (Dhammapada 7). “Orang yang dapat mengendalikan indrianya bagaikan seorang kusir yang dapat mengendalikan kudanya, yang telah dapat menghilangkan kesombongannya dan hanya dengan ulet dapat membersihkan batinnya dari noda-noda. Orang seperti ini dicintai oleh para dewa.” (Dhammapada 94) Sehubungan dengan tindakan-tindakan yang berkenan dengan relasi terhadap yang lain, Sang Buddha menyebutkan terdapatnya empat tipe orang, yaitu : pertama orang yang menyiksa dirinya seperti pertapa, kedua orang yang menyiksa orang lain seperti pemburu, ketiganya orang yang menyiksa dirinya maupun yang lain seperti dalam penyelenggaraan korban besar-besaran, dan keempat orang yang tidak menyiksa yang lain, seperti arahat atau orang suci. Perbuatan manusia juga tidak dpat dilepaskan dari hubungan-hubungan dan sikapnya dengan orang lain. Dan inipun menentukan mutu kehidupannya. “Orang yang mencari kebahagiaan dnegan menyakiti orang lain yang juga mendambakan kebahagiaan, maka orang itu tidak akan mendapatkan kebahagiaan setelah kematiannya. Orang yang mencari kebahagiaan dengan tidak menyakiti orang lain yang juga mendambakan kebahagiaan, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan setelah matinya”. (Dhammapada 131).



Bersusila yang mandiri Terhadap kehidupan bersusila, Sang Buddha menekankan agar kita hendaknya agar kita hendaknya dapat bersikap mandiri, otonom, sebagaimana yang diungkapkannya dengan istilah “Jadilah pulau bagi dirimu sendiri”. Moralitas atau hidup yang bersusila yang mandiri ini adalah dimana kita sendirilah yang dapat memutuskan secara kritis mana yang baik dan mana yang benar, yang dapat kita lakukan melalui kesadaran yang terdapat didalam diri kita. “Kesadaran adalah jalan menuju kekekalan. Ketidaksadaran adalah jalan menuju kematian, mereka yang sadar tidak akan mati. Orang yang tidak sadar seolah-olah telah mati” (Dhammapada 21) “Diri sendirilah yang membuat diri jadi jahat. Drii sendirilah yang membuat diri jadi ternoda. Diri sendirilah yang membuat kejahatan terjadi. Namun diri menjadi suci dari noda”. (Dhammapada 165). Perbuatan manusia dalam agama Buddha juga diatur didalam hokum karma atau sebabsebab akibat perbuatan. Dinyatakan bahwa perbuatan baik (kusala kamma) akan mendatangkan kebahagiaan dan perbuatan buruk (akusala kamma) akan menghasilkan penderitaan. Perbuatan (kamma) tersbut dapat melalui pikiran (man0), ucapan (vacci) maupun tindakan jasmani (kaya), dan berdaya akibat bila disertai dnegan cetana (niat atau akibat). Perilaku (karma) seseorang juga ditentukan oleh factor-faktor seperti : rangsangan luar (kontak) misalnya ; situasi; motif yang disadari, misalnya keserakahan, kebencian; dan motif yang tidak disadari. Misalnya keinginan untuk hidup langgeng (jivitukama), keinginan untuk menghindari dari kematian maritukama), keingianan untuk menikmati kesenangan (sukhama), dan penghindaran dari kesakitan (dukkhapatikkula). “Tidak diangkasa, ditengah lautan ataupun didalam gua-gua gunung; tidak dimanapun seseorang dapat menyembunyikan dirinya dari akibat perbuatan-perbuatan jahatnya.” (Dhammapada 127). Terhadap perbuatan-perbuatan yang akan kita lakukan, dan bekerjanya hukum karma ini, Sang Buddha juga menganjurkan kita untuk memiliki Hiri dan Otapa atau memiliki rasa malu melakukan perbuatan buruk/salah dan rasa takut akibat dari perbuatan buruk/salah. Disamping berupaya menyadari dan waspada terhadap kecenderungan laten yang mendadari prilaku misalnya melalui hening meditasi. Sikap Peduli Bodhisattva.



Dalam perkembangan sejarahnya, agama Buddha terpecah menjadi dua mashab besar. Diperkirakan sejak awal abad pertama masehi perpecahan itu memunculkan dua mashab besar : Theravada dan Mahayana. Meski bersumber kepada Buddha Dharma, kedua mashab dengan cirri-ciri masing-masing ajaran ini turut memberikan corak yang khas bagi perilaku penganutnya maupun perwujudannya dalam dunia social dan budaya. Theravada lebih bersifat ortodoks, bertujuan mencapai cita-cita Arahat (menjadi orang suci) dengan berupaya melenyapkan sifat-sifat negatif yang merupakan belenggu (samyojanna)



yang terdapat didalam diri seperti seperti : kepercayaan terhadapku, keraguan, keyakinan bahwa upacara dapat membebaskan, keinginan akan kesenangan indria, kemarahan, keinginan kelangsungan, keinginan pemusnahan, kesombongan, ketidak seimbangan, dan kegelapan batin. Prinsip negasi-negasionis (melenyapkan yang negatif) ini menjadikan kaum Thjeravedin begitu patuh terhadap prinsip moral dalam sila, serta melakukan meditasi perbersihan batin. Mahayana lebih bersifat liberal-prograsif, dengan mengembangkan cita-cita Boddhisattva: bertujuan menolong semua makhluk yang menderita dengan : bilamana masih ada setangkai daunpun yang menderita saya tidak akan memasukinya meskipun pintu nirvana itu sudah terbuka untuk saya. Terhadap peraturan-peraturan moral atau susila kaum Mahayana tidak melekat begitu saja namun lebih menitik beratkan kepada semangat atau maknanya. Dengan mengembangkan karuna (belas kasih) kepad segenap makhluk yang menderita, dan dengan tercapainya pemahaman sunyata (kekosongan) melalui prajna (kebijaksanaan trassenden) yang menjadikan dirinya tidak terikat lagi, kaum Mahayana mengembangkan paramita atau kesempurnaan kebajikan (sifat-sifat yang positif) seperti: kedermawanan, moralitas, kesabaran, tekad, mediasi dan kebijaksanaan. Dengan mengembangkan sad atau enam paramita ini kaum Mahayana mengupayakan berbagai macam cara untuk dapat berbuat baik dan menolong makhluk yang masih menderita (upaya kausalya). Kaum Mahayana juga lebih memandang positif terhadap dirinya, karena di dalam dirinya terkandung bodhicitta (benih/kesadaran Buddha) yang perlu ditumbuh-kembangkan, dan juga menjadi suara hati bagi perilakunya. Dalam mahjab Mahayana pula berkembang pemahaman terhadap konsep Paramatha-Stya dan Semmuti-Satya atau kebenaran mutlak dan kebenaran relatif. Kedua kebenaran ganda ni tidak dipisahkan satu sama lain. Begitu pula tentang Asankhata Dharma dan Sankhata Dharma atau realitas yang absolut dan realitas yang relatif. Kebenaran dan realitas dan adanya. Dunia merupakan lading subur bagi penanaman paramita dalam berbagai bidang kehidupan, baik melalui bidang kehidupan, baik melalui pengembangan prajna yang merupakan sumber daya bagi munculnya mansuia-manusia pandai dan cerdas lagi bijaksana, maupun aktualitas karuna yang merupakan sumber daya bagi solidaritas, kepeduliaan terhadap sesama makhluk dan lingkungan. Bahwa kehidupan dalam dunia yang bersyarat, terkondisi relatif ini merupakan kancah bagi terketemukannya dna berkembagnnya nilai-nilai hakiki, nilai-nilai mutlak yang terkandung dalam moral. Melalui cita-cita Bodhisattva berdasarkan sunyata (kekosongan, ketidakterikatan) dan karuna (balas kasih), kita mengembangkan kebebasan dan tanggung jawab social, atau moral social seperti misalnya sikap peduli untuk berupaya untuk mengatasi ketidakadilan, kekerasan dan sebagainya. Kaum Muda Yang Mandiri dan Peduli Etika Buddhis menegaskan untuk hidup bersusila yang mandiri dan peduli. Hidup bersusila ini perlu dibentuk dan ditumbuh-kembangkan, terutama bagi kaum muda yang sedang dalam proses pencaharian diri dan pembentukan idnetitas. Pembentukan pribadi bersusila yag mandiri dan peduli ini sangat penting bagi mahasiswa sebagai kaum muda yang disamping akrab dengan ilmu pengetahuan yang menyangkut teori dan fakta, juga bergumul dengan masalah nilai Kemampuan Mahasiswa untuk memadukan diantara teori, fakta dan nilai, tidak hanya memungkinkan menjadi ilmuwan yang cerdas namun juga menjadi pribadi bersusila yang mandiri dan peduli. Ciri seorang ilmuwan adalah mampu memadukan antara teori dan nilai fakta. Sedangkan dengan menghubungkan antara teori dan nilai memungkinkan mahasiswa dapat bersikpa selalu budayawan; yang memperhatikan masalah nilai-nilai kehidupan dan menjaga kehidupan ini. Bila seorang mahasiswa mampu menghubungkan antara fakta dan nilai, maka ia telah berperan sebagai seorang agamawan yang secara kritis menilai terhadap apa yang ada dan sekaligus mampu memberi orientasi terhadap apa yang seharusnya atau yang sebenarnya. Dengan berlandaskan pada sila, keyakinan terhadap hukum karma, , pemahaman terhadap parammaha-satya, sammutti-satya, maupun asankhata-dhamma, sankhata-dhamma, dan



pemahaman kritis melalui sunyata serta sikap seorang Bodhisattva yang didasari karuna, maka diharapkan seorang mahasiswa yang bergumul dengan teori, fakta dan nilai, akan memungkinkan terwujudnya pribadi bersusila yang mandiri, otonom, dewasa, dengan bersikap altruis, peduli terhadap lingkungan-dunia, maupun bermoral social yang matang. [Disajikan dalam “Pekan Orientasi 2 Keluarga Mahasiswa Buddhis Jakarta”, Bumi Tridharma, Cipendawa Puncak, 13 – 17 Agustus 1997. Dikutip dari Majalah Buddhis Indonesia Edisi ke 59 / 1997]



Kepedulian Sang Buddha Terhadap Kehidupan Oleh Bhikkhu Cittānando, Mahāthera Minggu, 03 Juni 2007



         



Audio file not found.



DOWNLOAD AUDIO



Pada tanggal 1 Juni yang lalu, umat Buddha memperingati Hari Raya Waisak 2551 BE/2007, sekaligus memperingati Tahun Baru Buddhis. Setiap umat Buddha hendaknya merenungkan keluhuran dan kepedulian Sang Buddha terhadap kehidupan semua makhluk. Hal ini terlihat dalam perjalanan Beliau yang tidak mengenal lelah dalam mengajarkan Dhamma selama 45 tahun, tanpa menginginkan pujian dan tidak bertujuan untuk mencari pengikut. Dikatakan bahwa dalam waktu 24 jam, Beliau hanya beristirahat satu jam, sedangkan sisanya digunakan untuk memberi pelayanan kepada masyarakat, para bhikkhu, bhikkhuni, samanera, samaneri, bahkan kepada para dewa sekalipun tanpa pilih kasih. Tujuan Beliau adalah membimbing para makhluk untuk menghentikan penderitaan dan memperoleh kebahagiaan atau kesejahteraan hidup. Selama 45 tahun, Beliau mengajarkan Dhamma tanpa menggunakan kekerasan, karena cara Beliau mengajarkan Dhamma adalah dengan praktik cinta kasih dan kasih sayang dengan landasan kebijaksanaan. Itulah sebabnya, tak setetes darah pun yang menetes apalagi terjadi bentrokan dan peperangan hanya karena ajaran Beliau. Banyak orang, bahkan umat Buddha sendiri yang beranggapan dan percaya bahwa agama Buddha menolak keberadaan kebahagiaan duniawi, yang ada hanya berhubungan dengan pengembangan spiritual, pencapaian Nibbāna saja yang menjadi tujuan. Pandangan seperti itu tentu saja tidak tepat. Mengapa? Karena bagaimanapun juga, Sang Buddha sangat peka dan peduli akan fakta bahwa stabilitas ekonomi adalah penting bagi kebahagiaan dan kesejahteraan seseorang. Sehubungan dengan hal itu, resep Sang Buddha untuk kepedulian pada kehidupan selalu berhubungan dengan dosis etik liberal. Dalam sutta-sutta disebutkan bahwa banyak orang dari berbagai macam perjalanan hidup dan bermacam-macam perangai datang kepada Sang Buddha untuk meminta berbagai macam nasehat dari Beliau. Sebagai contoh; penduduk dari Veludvara dan Dighajanu Vyaggapajja



dari Kakkarapatta, yang telah menyisihkan kesempatannya untuk mengunjungi Sang Buddha dan meminta Beliau mengajar mereka berbagai hal yang bermanfaat untuk kebahagiaan mereka dalam kehidupan ini dan kehidupan yang akan datang. Dighajanu Vyaggapajja (seperti penduduk Veludvara) diakui menikmati kehidupan sepenuhnya. ”Tuan, kami perumah tangga seperti menyokong anak dan isteri. Kami suka memakai kain dari Benares dan kayu cendana yang paling baik, yang kami bungkus sendiri dengan bunga, karangan bunga dan kosmetik. Kami juga suka memakai perak dan emas.” (Aṅguttara Nikāya IV,280). Dengan rasa cinta kasih yang besar, Sang Buddha memberikan resep kepada Vyaggapajja (seperti ia memperlakukan orang-orang Veludvara pada kesempatan yang lain) untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan tanpa pernah mencela kehidupan umat awam yang masih senang dengan kenikmatan nafsu. Dalam sutta ini, Sang Buddha mengajarkan Dhamma yang mendukung empat kondisi-kondisi yang kalau dipenuhi akan memberi kesejahteraan dan kebahagiaan, yaitu: 1. Uṭṭhānasampadā: Rajin dan bersemangat dalam bekerja mencari nafkah, dalam belajar dan menuntut ilmu pengetahuan dan dalam hal apa saja yang menjadi tugas serta kewajiban seseorang; 2. Ārakkhasampadā: Penuh kehati-hatian, dengan kata lain, menjaga dengan hati-hati kekayaan apapun yang telah diperoleh dengan kerajinan dan semangat, tidak membiarkannya mudah hilang atau dicuri, juga terus menjaga cara bekerja sehingga tidak mengalami kemunduran atau kemerosotan; 3. Kalyānamittata: Mempunyai teman-teman yang baik, yang mempunyai kualitas keyakinan, kebaikan, kedermawanan, dan kebijaksanaan. Tidak bergaul dengan orang-orang jahat; dan 4. Samajivitā: Menempuh cara hidup yang sesuai dengan penghasilan, hidup seimbang, tidak terlalu kikir tetapi juga tidak terlalu boros. Nasehat ini berhubungan dengan memperoleh kekayaan material yang diikuti dengan empat kondisi untuk mencapai kesejahteraan spiritual seseorang yang akan membawa kebahagiaan bagi seseorang dalam kehidupan yang akan datang, empat kondisi itu adalah: 1. Saddhā-sampadā: Kesempurnaan mengenai keyakinan, keyakinan terhadap Sang Tiratana (Buddha, Dhamma, dan Sangha); 2. Sīla-sampadā: Kesempurnaan mengenai sila, yaitu melaksanakan sila dengan sempurna; 3. Cāgā-sampadā: Kesempurnaan mengenai kemurahan hati, yaitu senang berdana dan melakukan perbuatan-perbuatan yang membahagiakan orang lain; dan 4. Paññā-sampadā: Kesempurnaan kebijaksanaan, mengetahui yang mana baik dan buruk, bermanfaat dan tidak bermanfaat, dan dapat melihat hidup dan kehidupan dengan sewajarnya. Resep Sang Buddha untuk kemakmuran dan kebahagiaan pada saat ini dan pada kehidupan yang akan datang didasari pada nasehat yang sangat praktis untuk keduniawian, yang tidak mungkin lepas hubungannya dengan etika. Kode etik umat awam -yang meliputi ketaatan pada pañcasīla- lima latihan sila. Konsekuensi sosial untuk mengamati etika dasar yang diucapkan pada kode etik umat awam adalah sangat luas. Mereka berperan untuk



memproduksi suasana yang baik, yang berguna bagi orang yang memiliki komitmen untuk mencapai kemajuan material dan spiritual. Demikian juga, ajaran Buddha ini diajarkan kepada semua lapisan masyarakat yang sudah siap menerima ajaran Beliau. Di dunia ini ia berbahagia, di dunia sana ia berbahagia. Pelaku kebajikan berbahagia di kedua dunia itu. Ia akan berbahagia ketika berpikir, ”Aku telah berbuat bajik.” Dan ia akan lebih berbahagia lagi ketika berada di alam bahagia. (Dhammapada I:18) Share||



Dibaca : 2842 kali



Cetak



Baca Juga 



SISTEMATIKA KEBAHAGIAAN PERUMAH TANGGA oleh Bhikkhu Cittajayo







TAK SELAMANYA DIAM ITU EMAS oleh Bhikkhu Ratanadhiro







Pañcabala, Lima Kekuatan Penunjang Keberhasilan oleh Bhikkhu Cirajayo







SOLUSI KEJAHATAN oleh Bhikkhu Atthaviro







USAHA BENAR MERAIH KEMAJUAN TANPA MENUNDA BERBUAT KEBAJIKAN oleh Bhikkhu Adhijayo



Majalah Dhammacakka



Edisi #88 Kathina 2017 Berlangganan!



Berlangganan Berita? Daftarkan Nama, Kota dan Email Anda untuk mendapatkan informasi terbaru dari kami.



Go