Kepemimpinan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat, tuntutan masyarakat semakin mengerti terhadap pelayanan kesehatan. Kompleksnya masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat menuntut dikembangkannya pendekatan dan pelaksanaan asuhan keperawatan yang paripurna (Nursalam, 2000). Masyarakat



dapat menentukan pilihan untuk



mendapat pelayanan yang lebih baik, dengan tersedianya fasilitas kesehatan swasta. Akhir-akhir ini animo masyarakat untuk mencari pelayanan kesehatan pada rumah sakit swasta semakin meningkat. Hal ini disebabkan pelayanan di rumah sakit swasta dianggap



lebih baik daripada rumah sakit pemerintah.



Pelayanan di rumah sakit pemerintah belum memuaskan harapan pasien. Masih banyak pasien dan keluarganya yang mengeluhkan ketidakpuasannya terhadap pelayanan di rumah sakit pemerintah (Nani Wijaya, Seminar Nasional “Standar Praktek dan Perkembangan Keperawatan Terkini”, September 2000). Mutu pelayanan di rumah sakit sangat ditentukan oleh pelayanan keperawatan atau asuhan keperawatan (Depkes. RI, 1992). Perawat sebagai pemberi jasa keperawatan merupakan ujung tombak pelayanan di rumah sakit, sebab perawat berada dalam 24 jam memberikan asuhan keperawatan. Tanggung jawab yang demikian berat belum ditunjang dengan sumber daya manusia yang



2



memadai, sehingga kinerja perawat sering menjadi sorotan baik oleh profesi lain maupun pasien atau keluarganya. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, kondisi keperawatan terutama dalam memberi asuhan keperawatan kepada pasien belum berjalan dengan baik. Penelitian Rivai (2000), menyatakan bahwa ada beberapa tindakan keperawatan dilakukan oleh keluarga pasien seperti: pemenuhan kebersihan diri, eliminasi dan nutrisi (28%). Seharusnya pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan oleh petugas. Pembuatan asuhan keperawatan masih ada yang dikerjakan sebagian atau belum lengkap yaitu 11% dan sebanyak 44,2% pasien menyatakan kurang puas terhadap pelayanan rawat inap. Data tersebut memberikan gambaran tentang kondisi kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang berdampak terhadap kepuasan pasien. Kinerja seseorang sangat dipengaruhi oleh motivasi dan kemampuan dasar atau keterampilan yang dimiliki (Heider, 1958). Panji Anoraga (1998), mengemukakan bahwa penurunan kinerja dipengaruhi oleh kejenuhan kerja. Kejenuhan kerja dapat disebabkan oleh kegiatan yang kurang menarik, menoton atau terulang-ulang dan situasi lingkungan kerja yang kurang kondusif. Nursalam (1998), menyatakan bahwa faktor internal yang menghambat perkembangan peran perawat secara profesional antara lain: rendahnya rasa percaya diri perawat, kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset keperawatan, rendahnya standar gaji dan sangat menimnya perawat yang menduduki pimpinan di institusi kesehatan. Di samping itu faktor pendidikan, peralatan keperawatan dan lingkungan keperawatan sangat mempengaruhi keberhasilan asuhan



3



keperawatan yang dapat menunjang kinerja perawat (Sri Hidayati, 1996). Kondisi dan situasi lingkungan kerja sangat dipengaruhi oleh model kepemimpinan kepala ruangan. Dari pengambilan data pendahuluan tentang gaya kepemimpinan kepala ruangan rawat inap RSUD Dr. Soetomo, sebagian besar kepala ruangan memiliki kecendrungan gaya demokrasi yaitu 44,9%, kecendrungan gaya otokratik 33,3% dan kecendrungan gaya partisipasif 21,8%. Perbedaan gaya kepemimpinan kepala ruangan nampaknya mempengaruhi motivasi kerja perawat. Asuhan keperawatan di rumah sakit merupakan bentuk pelayanan profesional yang diberikan kepada pasien sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, bahkan sebagai faktor penentu mutu pelayanan



rumah sakit.



Penurunan kinerja perawat sangat mempengaruhi citra pelayanan suatu rumah sakit di masyarakat. Pelayanan keperawatan yang buruk menimbulkan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan rumah sakit. Di samping itu, kinerja perawat yang rendah juga merupakan hambatan terhadap perkembangan keperawatan menuju perawat yang professional. Perawat yang profesional mestinya mampu menunjukan kemampuan intelektual dan teknikal yang memadai. Dalam



meningkatkan



kinerja



perawat



yang



selanjutnya



dapat



meningkatkan mutu keperawatan, dibutuhkan berbagai upaya. Peningkatan pengetahuan melalui pendidikan keperawatan berkelanjutan dan peningkatan keterampilan keperawatan sangat mutlak diperlukan. Penataan lingkungan kerja yang kondusif perlu diciptakan agar perawat dapat bekerja secara efektif dan



4



efisien. Dalam menciptakan suasana kerja yang dapat mendorong perawat untuk melakukan yang terbaik, diperlukan seorang pemimpin (Hartono, 1997). Pemimpin tersebut harus mempunyai kemampuan untuk memahami bahwa seseorang memiliki motivasi yang berbeda-beda. Dalam hal tersebut, gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala ruangan diharapkan mampu membangkitkan motivasi perawat yang selanjutnya dapat meningkatkan kinerja perawat.



1.2 Rumusan Masalah Keperawatan sebagai ilmu pengetahuan terus-menerus berkembang, baik disebabkan oleh adanya tekanan eksternal maupun internal. Kompleksnya Masalah-masalah



yang



dihadapi



oleh



masyarakat



menuntut



palayanan



keperawatan yang pariupurna. Saat ini masih ditemukan keluhan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan di mana pelayanan yang diberikan belum memuaskan harapan pasien. Factor yang dapat menentukan kinerja perawat antara lain: tingkat pendidikan perawat yang relatif masih rendah, sarana yang terbatas, kejenuhan oleh karena situasi kerja yang kurang kondusdif dan reword yang diterima belum sesuai dengan harapan perawat. Sorotan terhadap rendahnya kinerja perawat merupakan masalah yang harus segera ditanggulangi, sebab pelayanan keperawatan sangat menentukan mutu pelayanan rumah sakit. Kinerja yang jelek akan berdampak terhadap rendahnya mutu pelayanan, pasien merasa kurang nyaman dan merasa tidak puas.



5



Di samping itu, rendahnya kinerja perawat merupakan hambatan terhadap perkembangan profesi keperawatan. Dari permasalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah gaya kepemimpinan kepala ruangan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya? 2) Bagainamakah tingkat kinerja perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya? 3) Apakah gaya kepemimpinan kepala ruangan mempengaruhi kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya ?



1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mempelajari pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.



1.3.2 Tujuan Khusus 1) Mengidentifikasi gaya kepemimpinan kepala ruangan rawat inap di RSUD Dr.Soetomo Surabaya. 2) Mempelajari kinerja perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya 3) Megidentifikasi pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 4) Mengidentifikasi factor dominan yang mempengaruhi kinerja perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.



6



1.4 Manfaat 1.4.1 Bagi Pasien Dari hasil penelitian ini selanjutnya dapat meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien, sehingga pasien merasa aman dan nyaman selama perawatan. 1.4.2 Bagi rumah sakit Hasil penelitian ini merupakan masukan bagi manajemen keperawatan terutama penerapan gaya kepemimpinan kepala ruang perawatan dalam meningkatkan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. 1.4.3 Bagi Profesi Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut dalam mengembangkan profesi keperawatan melalui pelaksanaan standar asuhan keperawatan. 1.5 Relevansi Mutu pelayanan keperawatan sangat berkaitan dengan kinerja perawatan. Kinerja perawat yang buruk sangat mempengaruhi citra pelayanan rumah sakit dan merupakan salah satu hambatan terhadap pengembangan profesi keperawatan. Untuk meningkatkan kinerja perawat dibutuhkan manajemen keperawatan yang baik, terutama yang berkaitan dengan manajemen asuhan keperawatan yang dipimpin oleh kepala ruangan. Keberhasilan kepala ruang perawatan dalam mengatur staf/perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dapat diukur dengan standar asuhan keperawatan yang telah ditetapkan Kesehatan Republik Indonesia dan PPNI.



oleh Departemen



7



BAB 2 TINJUAN PUSTAKA



Pada bab ini akan diuraikan tentang kepemimpinan dan kinerja perawat . Kepemimpinan dalam keperawatan meliputi pendekatan dan gaya kepemimpinan, sedangkan kinerja perawat meliputi motivasi dan standar asuhan keperawatan.



2.1 Kepemimpinan dalam Keperawatan 2.1.1 Definisi kepemimpinan Kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu (Sujak, 1990). Menurut Robbin (1996), kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Koonzt (1984), bahwa kepemimpinan sebagai pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang-orang sehingga mereka akan beruasaha mencapai tujuan kelompok dengan kemampuan dan antusias. Dari beberapa pengertian kepemimpinan tersebut, Manduh (1997) memberikan



pengertian



singakat



tentang



kepemimpinan



yaitu



proses



mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas tugas dari orang-orang dalam kelompok. Dalam kepemimpinan terdapat beberapa kegiatan kepemimpinan. Menurut Gillies (1997) untuk mencapai kepemimpinan yang efektif harus dilaksanakan kegiatan penugasan dan memberikan pengarahan, memberikan bimbingan,



8



mendorong kerja sama dan partisipasi, mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan, oservasi dan supervisi serta evaluasi dari hasil penampilan kerja. Pemimpin yang efektif adalah seorang katalisator dalam memudahkan interaksi yang efektif diantara tenagakerja, bahan dan waktu.



Untuk dapat melaksanakan tugas



tersebut, maka seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan yang luas dan kompleks tentang sistem manusia, mempunyai kemampuan hubungan antar manusia terutama dalam mempengaruhi orang lain dan memiliki sekelompok nilai-nilai dalam mengenal orang lain dengan baik. Di samping itu, pemimpin harus mempertimbangkan kewaspadaan diri, karakteristik kelompok, karakteristik individu serta motivasi yang ada dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan organisasi. 2.1.2 Pendekatan/Teori Kepemimpinan Dalam mengembangkan model kepemimpinan terdapat beberapa teori yang mendasari terbentuknya gaya kepemimpinan. Menurut Whitaker (1996), ada empat macam pendekatan kepemimpinan yaitu: 1) Teori Bakat Teori bakat terdiri dari bakat intelegensi dan kepribadian. Kemampuan ini merupakan bawaan sejak lahir yang mempunyai pengaruh besar dalam kepemimpinan. Beberapa hal yang menonjol pada teori bakat adalah kepandaian berbicara, kemampuan/keberanian dalam memutuskan sesuatu, penyesuaian diri, percaya diri, kreatif, kemampuan interpersonal dan prestasi yang dapat menjadi bekal dalam membentuk kepemimpinan sehingga seseorang pemimpin dapat mempengaruhi bawahannya.



9



2) Teori Perilaku Teori perilaku kepemimpinan memfokuskan pada perilaku yang dipunyai oleh pemimpin dan yang membedakan dirinya dari non pemimpin. Menurut teori ini seorang pemimpin dapat mempelajari perilaku pemimpin supaya dapat menjadi pemimpin yang efektif. Dengan demikian teori perilkau kepemimpinan lebih sesuai dengan pandangan bahwa pemimpin dapat dipelajari, bukan bawaan sejak . 3) Teori Situasi (Contingency) Teori situasi mengasumsikan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang paling baik, tetapi kepemimpinan tergantung pada situasi, bentuk organisasi, bentuk organisasi, kekuasaan atau otoriter dari pemimpin, pekerjaan yang kompleks dan tingkat kematangan bawahan. 4) Teori Transformasi Teori transformasi mengasumsikan bahwa pemimpin mampu melakukan kepemimpinannya dalam situasi yang sangat cepat berubah atau situasi yang penuh krisis. Menurut Bass (Dikutip Gibson, 1997) seorang pemimpin transformasional adalah seorang yang dapat menampilkan kepemimpinan yang kharismatik, penuh inspirasi, stimulasi intelektual dan perasaan bahwa setiappengikut diperhitungkan. 2.1.3 Gaya Kepemimpinan Gaya diartikan sebagai cara penampilan karakteristik atau tersendiri. Menurut Follet (1940), gaya didefiniskan sebagai hak istimewa tersendiri dari si ahli dengan hasil akhir dicapai tanpa menimbulkan isu sampingan. Gillies (1997),



10



menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dapat diidentifikasikan berdasarkan perilaku pemimpin. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengalaman bertahuntahun dalam kehidupannya, oleh karena itu keperibadian seseorang akan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang digunakan. Gaya kepemimpinan seseorang cenderung sangat bervariasi dan berbeda-beda. Menurut para ahli ada beberapa gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam suatu organisasi antara lain: 1) Gaya Kepemimpinan menurut Tannenbau dan Warren H. Schmidt. Menurut kedua ahli tersebut, gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui dua titik ekstrim yaitu kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan berfokus pada bawahan. Gaya tersebut dipengaruhi oleh faktor manajer, faktor karyawan dan faktor situasi. Jika pemimpin memandang bahwa kepentingan organisasi



harus didahulukan dibandingkan kepentingan individu, maka



pemimpin akan lebih otoriter. Jika bawahan mempunyai pengalaman yanh lebih baik, menginginkan partisipasi, maka pemimpin dapat menerapkan gaya partisapasi. 2) Gaya Kepemimpinan menurut Likert Likert mengelompokan gaya kepemimpinan dalam empat system yaitu: (1)



Sistem Otoriter-Eksploitatif



Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi yang dilakukan satu arah ke bawah (top-down).



11



(2) Sistem Benevolent-Authoritative Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan mebolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan meskipun masih melakukan pengawasan yang ketat. (3) Sisetm Konsultatif Pemimpin mempunyai kepercayaan terhadap bawahan cukup besar. Pemimpin menggunakan balasan (inssentif) untuk memotivasi bawahan dengan kadangkadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan membolehkan keputusan spesifik dibuat oleh bawahan. (4) Sistem Partispatif Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, selalu memfaatkan ide bawahan, menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.



2) Gaya Kepemipinan menurut Teori X dan Teori Y Teori ini di kemukakan oleh Douglas Mc Gregor dalam bukunya “The Human Side of Enterprise”



(1960), menyebutkan bahwa perikalu seseorang



dalam suatu organisasi dapat dikelompokan dalam dua kutub utama yaitu sebagai Teori X dan Teori Y. Teori X diasumsikan bahwa pemimpin itu tidak menyukai pekerjaan, kurang ambisi, tidak mempunyai tanggung jawab, cendrung menolak perubahan dan lebih suka dipimpin daripada memimpin. Sebaliknya Teori Y diasumsikan bahwa pemimpin itu senang bekerja, bisa menerima tanggung jawab,



12



mampu mandiri, mampu mengawasi diri, mampu berimajinasi dan kreatif. Dari teori ini, gaya kepemimpinan dibedakan menjadi empat macam yaitu: (1) Gaya kepemimpinan ditaktor Gaya kepemimpinan yang dilakukan dengan menimbulkan ketakutan serta menggunakan ancaman dan hukuman merupakan bentuk dari pelaksanaan teori X (2) Gaya kepemimpinan autokratis Pada sasarnya hampir sama dengan gaya kepemimpinan ditaktor namun bobotnya agak kurang. Segala keputusan berada ditangan pemimpin, pendapat dari bawahan tidak pernah dibenarkan, Gaya ini juga merupakan pelaksanaan dari teori X. (3)Gaya kepemimpinan demokratis Ditemukan adaya peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah. Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya sesuai dengan teori Y. (4) Gaya kepemimpinan santai Peranan pemimpin hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan pada bawahan. Gaya kepemimpinan ini sesuai dengan teori Y (Azwar, 1996).



3)



Gaya kepemimpinan menurut Robert House



Berdasarkan teori motivasi pengharapan, Robert House mengemukakan empat gaya kepemimpinan yaitu: (1) Directive Pemimpin menyatakan kepada bawahan tentang bagaimana melaksanakan suatu tugas. Gaya ini mengandung arti bahwa pemimpin berorientasi pada hasil.



13



(2) Supportive Pemimpin berusaha mendekatkan diri dengan bawahan dan bersikap ramah terhadap bawahan. (3) Participative Pemimpin berkonsultasi dengan bawahan untuk mendapatkan masukan dan saran dalam rangka pengambilan keputusan. (4) Achievement oriented Pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan berusaha untuk mencapai tujuan tersebut seoptimal mungkin (Sujak, 1990).



4)



Gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard Ciri-ciri gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard meliputi:



(1) Instruksi - Tinggi tugas dan rendah hubungan - Komunikasi searah - Pengambilan keputusan berada pada pimpinan,peran bawahan sangat minimal. - Pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifik serta mengawasi dengan ketat. (2) Konsultasi - Tinggi tugas dan tinggi hubungan - Komunikasi dua arah



14



- Peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup besar, bawahan diberi kesempatan untukmemberi masukan dan menampung keluhan. (3) Partisipasi - Tinggi hubungan rendah tugas - Pemimpin dan bawahan bersama-sama memberi gagasan dalampengambilan keputusan. (4) Delegasi - Rendah hubungan dan rendah tugas - Komunikasi dua arah terjadi diskusi antara pemimpin dan bawahan dalam pemecahan masalah serta bawahan diberi delegasi untuk mengambil keputusan .



5) Gaya kepemimpinan menurut Ronald Lippits dan Rapiph K. White Menurut Ronald Lippith dan Rapiph K. White, ada tiga gaya kepemimpinan yaitu: otoriter, demokrasi dan liberal yang mulai dikembangkan di Universitas Iowa. (1) Otoriter Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: - Wewenamg mutlak berada pada pimpinan - Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan - Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan - Komunikasi berlangsung satu arah dari pmipinan kepada bawahan



15



- Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan secara ketat - Prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan - Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat - Tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif - Lebih banyak kritik daripada pujian - Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat - Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat - Cendrung adanya paksaan, ancaman dan hukuman - Kasar dalam bertindak - Kaku dalam bersikap - Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan (2) Demokratis Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Gaya kepemimpinan ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut: -



Wewenang pimpinan tidak mutlak



-



Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan



-



Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan



-



Kebijaksanaan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan



16



-



Komunikasi berlangsung timbal-balik



-



Pengawasan dilakukan secara wajar



-



Prakarsa dapat datang dari bawahan



-



Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan pertimbangan



-



Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan daripada instruktif



-



Pujian dan kritik seimbang



-



Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas maisngmasing



-



Pimpinan meminta kesetiaan bawahan secara wajar



-



Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak



-



Terdapat suasana saling percaya, saling hormat menghormati dan saling menghargai



(3)



Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung secara bersama-sama Liberal atau Laissez Faire



Kepemimpinan gaya liberal atau Laissez Faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan cara berbagai kegiatan yang dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan. Gaya kepemimpinan ini bercirikan sebagai berikut: -



Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan



-



Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan



-



Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh bawahan



17



-



Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan



-



Hampir tiada pengawasan terhadap tingkah laku bawahan



-



Prakarsa selalu berasal dari bawahan



-



Hampir tiada pengarahan dari pimpinan



-



Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok



-



Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok



-



Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh perorangan



6) Gaya kepemimpinan berdasarkan kekuasaan dan wewenang Menurut Gillies (1996), gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan dibedakan menjadi 4 yaitu: (1) Otoriter Merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas/pekerjaan. Menggunakan kekuasaan posisi dan power dalam memimpin. Pemimpin menentukan semua tujuan yang akan dicapai dan pengambilan keputusan. Informasi diberikan hanya pada kepentingan tugas. Motivasi dengan reward dan punishment. (2) Demokratis Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap staf. Menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide dari staf , memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat rencana dan pengontrolan dalam penerapannya. Informasi diberikan seluas-luasnya dan terbuka.



18



(3) Partisipatif Merupakan gabungan antara otokratik dan demokrasi, yaitu pemimpin yang menyampaikan hasil analisa masalah dan mengusulkan tindakannya. Staf diminta saran dan kritiknya serta mempertimbangkan respon staf terhadap usulnya. Keputusan akhir oleh kelompok. (4) Bebas Tindak Merupakan pimpinan offisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa pengarahan, supervisi dan koordinasi. Staf/bawahan mengevaluasi pekerjaan sesuai dengan caranya sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber informasi dan pengendalian minimal. Lester R. Bitel menyebutkan bahwa semua gaya kepemimpinan ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pimpinan yang sukses adalah yang mampu menyesuaikan diri dengan situasi. Dalam penelitian ini, peneliti memilih gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan yang merupakan gabungan dari teori Hersey dan Blanchard dengan teori Ronald lippits dan Ralph K. White. Kedua teoei ini dapat digunakan untuk menilai kecendrungan gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan memodifikasi pertanyaan sesuai dengan situasi perawatan.



2.2 Kinerja 2.2.1 Pengertian kinerja Kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan (As’ad, 1984). Menurut Darokah



19



(1996), kinerja adalah suatu catatan keluaran hasil pada suatu fungsi jabatan kerja atau seluruh aktivitas kerja pada periode waktu tertentu. Heider (1958) menjelaskan bahwa kinerja seseorang sangat ditentukan oleh motivasi dan kemampuan yang dimiliki. Apabila salah satu dari komponen tersebut rendah, maka kinerja yang dihasilkan akan rendah.



2.2.2



Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Kopelman (1988) dalam buku Managing Productivity in Organization



mengemukakan



bahwa kinerja adalah hasil interaksi antara motivasi dan



kemampuan yang dirumuskan sebagai berikut: P= M xA P = performance M = motivation A = ability Dari rumus tersebut dapat dinyatakan bahwa orang yang memempunyai motivasi tinggi tetapi kemampuan rendah atau kemampuan tinggi tetapi motivasi rendah akan menghasilkan kinerja ynag rendah (As’ad, 1991). Menurut Muchlas (1997), disamping motivasi dan kemampuan, kinerja dipengaruhi juga oleh lingkungan kerja. Meskipun seseorang mempunyai kemampuan dan motivasi yang tinggi, tapi mungkin saja ada factor penghalang yang bias menghambat prestasinya. Faktor penghambat dapat disebabkan oleh lingkungan seperti: kelengkapan dan peralatan, kondisi kerja, teman kerja dan peraturan yang mendukung.



20



Menurut James Gibson (1993) dalam buku Perilaku, Struktur dan Proses, menyatakan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan kinerja seseorang adalah: 1) Faktor individu, meliputi: 1. Kemampuan 2. Latar belakang 3. Demografi 2) Faktor organisasi 1. Sumber daya 2. Kepemimpinan 3. Imbalan 4. Struktur 5. Desain pekerjaan 3) Faktor psikologis 1. Persepsi 2. Sikap 3. Kepribadian 4. Motivasi Menurut Nursalam (1998), faktor internal yang memperlambat perkembangan peran perawat secara profesioanl adalah sebagai berikut: 1) Anthetical terhadap perkembangan keperawatan Karena rendahnya dasar pendidikan profesi dan belum dilaksanakan pendidikan keperawatan secara profesioanl, perawat lebih cendrung untuk



21



melaksanakan perannya secara rutin dan menunggu perintah dari dokter. Mereka cendrung menolak perubahan atau suatu yang baru dalam melaksanakan perannya secara profesioanl. 2) Rendahnya rasa percaya diri Perawat belum mampu menjadikan dirinya sebagai sumber informasi dari klien. Rendahnya rasa percaya tersebut disebabkan oleh rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai, sehingga hal ini menempatkan perawat sebagai second class citizen. 3) Kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset keperawatan Pengetahuan dan ketrampilan perawat terhadap riset sangat rendah.Hal ini ditunjukan dari rendahnya hasil riset di bidang keperawatan, hanya 10% dari jumlah perawat yang mampu melaksanakan riset. Rendahnya penguasaan riset sangat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu keperawatan. 4) Rendahnya standar gaji Gaji perawat khususnya yang bekerja di institusi pemerintah dirasakan sangat rendah bila dibandingkan dengan negara lain. Rendahnya gaji perawat berdampak terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang profesioanl. 5) Sangat minimnya perawat yang menduduki pimpinan di institusi kesehatan Masalah



ini



sangat



mempengaruhi



bagi



pengembangan



profesi



keperawatan, karena system sangat berpengaruh terhadap terselenggaranya pelayanan yang baik.



22



2.2.3 Penilaian Kerja Penilaian prestasi kerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah karyawan telah melaksanakan pekerjaan masing-masing secara keseluruhan (Soeprihanto, 1988). Tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut: 1) Mengetahui keadaan ketrampilan dan kemampuan setiap karyawan secara rutin. 2) Digunakan



sebagai



dasar



perencanaan



bidang



personalia



khususnya



penyempurnaan kondisi kerja, mutu dan hasil kerja. 3) Digunakan sebagai pengemabngan dan pendayagunaan personalia seoptimal mungkin. 4) Mendorong tercptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan. 5) Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang personalia. 6) Hasil penilaian kinerja dapat dimanfaatkan bagi penelitian dan pengembangan dibidang personalia. Menurut Dessler (1997), ada tiga langkah dalam penilaian kinerja, yaitu: 1) Mendefinisikan pekerjaan, artinya adanya kepastian kesepakatan antara atasan dan bawahan tentang tugas-tugas dan standar pekerjaan. 2) Menilai kinerja dengan membandingkan kinerja actual dengan satandar yang telah dieatapkan. 3) Menuntut umpan balik



23



Dalam menilai kinerja bawahan diperlukan alat evaluasi. Menurut Henderson (1984) alat yang digunakan untuk menilai kinerja bawahan antara lain: 1) Laporan tanggapan bebas Pemimpin/atasan diminta komentar tentang kualitas pelaksanaan kerja bawahan dalam jangka waktu tertentu. Karena tidak petunjuk sehubungan dengan apa yang harus dievaluasi, sehingga penilaian cendrung mejadi tidak syah. Alat ini kurang obyektif karena mengabaikan sata atau lebih aspek penting,di mana penilaian terfokus pada salah satu aspek. 2) Cheklist pelaksanaan kerja Cheklist terdiri dari daftar criteria pelaksanaan kerja untuk tugas-tugas paling penting dalam deskripsi kerja karyawan, dengan lampiran formulir di mana penilai dapat menyatakan apakah bawahan memperlihatkan tingkah laku yang dinginkan atau tidak. Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien digunakan standar asuhan keperawatan yang baku. Standar asuhan keperawatan yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1997 meliputi: 1) Standar I : Pengkajian keperawatan Asuhan keperawatan paripurna memerlukan data yang lengkap dan dikumpulkan secara terus-menerus. Data kesehatan harus bermanfaat bagi semua anggota tim kesehatan. Komponen pengkajian keperawatan meliputi:



24



(1) Pengumpulan data, kriterianya: Menggunakan format yang baku, sistematis, diisi sesuai item yang tersedia, aktual/terbaru dan absah/valid. (2) Pengelompokan data meliputi: data biologis, data psikologis, data social dan data spiritual. 2) Standar II : Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data status kesehatan pasien, dianalisis dan dibandingkan dengan norma fungsi kehidupan pasien. Kriteria diagnosa keperawatan adalah: Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan pasien, dibuat sesuai dengan wewenang perawat, komponennya terdiri dari masalah, penyebab dan gejala/tanda (PES) atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE), bersifat aktual apabila masalah kesehatan pasien sudah nyata terjadi, bersifat potensial apabila masalah kesehatan pasien kemungkinan besar terjadi, dapat ditanggulangi oleh perawat. 3) Standar III : Perencanaan keperawatan Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan dan komponennya meliputi: prioritas masalah, tujuan asuhan keperawatan harus spesifik, bisa diukur, bisa dicapai, realistik dan ada batas waktunya serta memuat rencana tindakan, 4) Standar IV : Intervensi keperawatan Intervensi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara maksimal yang



25



mencakup aspek peningkatan, pencegahan, pemeliharaan serta pemulihan kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dan keluarganya. Intervensi keperawatan berorientasi pada 14komponen keperawatan dasar meliputi: (1)



Memenuhi kebutuhan oksigen



(2)



Memenuhi kebutuhan nutrisi, keseimbnagn cairan dan elektrolit



(3)



Memenuhi kebutuhan eliminasi



(4)



Memenuhi kebutuhan keamanan



(5)



Memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan fisik



(6)



Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur



(7)



Memenuhi kebutuhan gerakdan kigiatan jasmani



(8)



Memnuhi kebutuhan spiritual



(9)



Memenuhi kebutuhan emosional



(10) Memenuhi kebutuhan komunikasi (11) Memenuhi kebutuhan reaksi fisiologis (12) Memenuhi kebutuhan pengobatan dan membantu proses penyembuhan (13) Memenuhi kebutuhan penyuluhan (14) Memenuhi kebutuhan rehabilitasi 5) Standar V : Evaluasi keperawatan Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis dan berencana untuk menilai perkembangan pasien. Kriteria evaluasi meliputi: setiap tindakan keperawatan dilakukan evaluasi, evaluasi akhir menggunakan indikator yang ada pada rumusan tujuan,



26



hasil evaluasi harus dicatat dan dikomunikasikan, evaluasi melibatkan pasien, keluarga dan tim kesehatan lain, evaluasi dilakukan sesuai dengan standar 7. 6) Standar VI : Catatan Asuhan keperawatan Catatan asuhan keperawatan dilakukan secara individual. Kriteria catatan asuhan keperawatan adalah: dilakukan selama pasien dirawat, dapat digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan, dilakukan segera setelah tindakan dilakukan, penulisan harus jelas dan ringkas, sesuai dengan pelaksanaan proses keperawatan, menggunakan formulir yang baku. Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah.



2.3 Motivasi Menurut Azwar (1996) motivasi adalah rangsangan, dorongan dan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang atau sekelompok masyarakat yang mau berbuat dan bekerja sama secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Para ahli mengungkapkan mengapa seseorang yang termotivasi akan berperilaku tertentu. Koontz (1984) mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai kebutuhan akan menimbulkan keinginan atau upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan akan menimbulkan ketegangan. Schiin (1991) menyatakan bahwa motivasi seseorang ditentukan oleh pengenalan yang didapat sebelumnya dan dipengaruhi oleh kebudayaan, situasi keluarga, latar belakang sosial ekonomi dan situasi kehidupan lainnya. Sedangkan Peterson dan Flowman mengatakan bahwa motivasi bekerja



27



dapat dipengaruhi



oleh : keinginan untuk hidup, keinginan untuk memiliki,



keinginan untuk berkuasa dan keinginan untuk diakui. Berangkat dari keinginan tersebut seseorang berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain melalui proses persepsi yang diterima oleh seseorang. Beberapa teori yang menjelaskan tentang motivasi adalah teori motivasi instrumental dan motivasi kebutuhan. 2.3.1 Teori Motivasi Instrumental Teori motivasi instrumental adalah teori yang berpendapat bahwa harapan akan imbalan dan hukuman merupakan pendorong bagi tindakan seseorang. Menurut Bernand dan Simon, bahwa dalam organisasi selalu terjadi proses tukar-menukar atau jual-beli antara pimpinan dan staf/bawahan. Seseorang akan mempunyai motivasi yang tinggi untuk berprestasi bila ia yakin bahwa prestasinya itu menghasilkan imbalan yang lebih besar. 2.3.2 Teori Motivasi Kebutuhan Teori ini menitikberatkan pada pengenalan rangsangan dari dalam atau kebutuhan seseorang. Teori kebutuhan ini dikembangkan oleh Maslow (1993) yang dikenal dengan “Need Hierarchy Theory”, di mana kebutuhan manusia diklasifikasikan dalam lima jenjang dari yang paling rendah sampai jenjang yang paling tinggi. Adapun jenjang dari kebutuhan seseorang terdiri dari : kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan dicintai dan kasih saying, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi. Jadi manusia memiliki motivasi yang berbeda-beda pada waktu yang dan situasi yang tidak sama. Kemampuan untuk memahami manusia adalah penting bagi



28



seorang pemimpin. Dengan gaya kepemimpinannya, seseorang diharapkan dapat mengetahui dan memenuhi kebutuhan mereka, sehingga semakin termotivasi untuk bekerja yang lebih baik. 2.4 Asuhan Keperawatan Asuhan



keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang



merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan seni keperawatan, terbentuk palanayan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat,baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh hidup manusia (Lokakarya Nasional, 1983). Pengertian asuhan keperawatan selanjutnya mengalami perkembangan, sehingga tahun 1992 dirumuskan pengertia asuhan keperawatan oleh Konsorsium Ilmu Kesehatan dan Kelompok Kerja Keperawatan sebagai berikut: “Asuhan keperawatan (Nusring care) adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien atau pasien, pada berbagai pelayanan kesehatan, dengan menggunakan metodelogi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etiket keperawatan, dalam lingkup wewenang dan tanggung jawab keperawatan. Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesioanl melalui kerja sama berbentuk kolaborasi dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Praktek keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesional menggunakan pengetahuan dan teoritik yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar (biologi, fisika, biomedik, perilaku, social), dan ilmu keperawatan sebagai laandasan untuk melakukan pengkajian, diagnosisi, menyususn perencanaan, melaksanakan asuhan keperawatan dan evaluasi hasil tindakan keperawatan, serta mengadakan penyesuaian rencana keperawatan untuk mentukan tindakan selanjutnya”. Dalam melakukan asuhan keperawatan digunakan suatu metode yang dikenal dengan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu pendekatan yang



29



sistematis untuk mengenal dan memecahkan kebutuhan-kebutuhan pasien dengan menggunakan langkah-langkah meliputi: pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.



2.5 Kerangka konseptual 2.5.1



Kerangka konseptual Pelayanan keperawatan memberikan dampak yang paling besar terhadap



pelayanan kesehatan di rumah sakit. Posisi perawat di rumah sakit menjadi sangat penting karena perawat menentukan kualitas pelayanan khususnya pelayanan keperawatan. Hal tersebut menuntut kinerja perawat yang baik sehingga mutu pelayanan keperawatan sesuai dengan harapan pasien dan standar asuahan keperawatan. Kinerja perawat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: 1) Faktor



internal:



latar



belakang



(umur,



pendidikan,



masa



kerja),



kemampuan/ketrampilan, demografi, sikap, kepribadian, kejenuhan kerja. 2) Faktor eksternal: kepemimpinan (gaya kepemimpinan), system imbalan, struktur (kerja sama), suasana lingkungan kerja, fasilitas. 3) Motivasi perawat: meliputi factor internal dan eksternal.



30



Dari uraian tersebut, maka kerangka konseptual penelitian adalah sebagai berikut:



Faktor Internal Perawat:



1. Latar



belakang:



umur,



pendidikan, masa kerja 2. Kemampuan/ketrampilan Kinerja



Mutu



Pasien



Perawat



pelayana



merasa



Faktor eksternal perawat:



Sistem



Fasilitas/



Gaya



Lingkungan



imbalan



prasarana



Kepemimpinan



kerja



1. Bakat 2. Situasi



Keterangan:



diteliti Tidak diteliti



Gambar 2.1: Kerangka konseptual



Struktur



31



BAB 3 METODE PENELITIAN



3.1 Desain Penelitian Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin timbul selama proses penelitian. Berdasarkan tujuan penelitian, maka desain penelitian yang digunakan adalah “cross sectional”, artinya subyek diobservasi hanya satu kali dan pengukuran variabel independent dan dependent dilakukan pada kurun waktu yang sama (Sastro Asmori dan Ismail, 1985).



3.2. Kerangka Kerja Hasil interaksi motivasi perawat dengan faktor internal maupun faktor eksternal akan menghasilkan kinerja. Untuk meningkatkan motivasi kerja, sehingga kinerja perawat optimal diperlukan seorang pemimpin. Kepala ruangan merupakan manajer tingkat pertama yang bertugas memberikan arahan, supervisi, koordinasi dan memotivasi langsung kepada perawat. Dalam melaksanakan tugas tersebut kepala ruangan memiliki pola perilaku atau gaya kepemipinan (otoriter, demokrasi dan



pratispasi ). Dari uraian tersebut, maka kerangka kerja dari



penelitian ini adalah sebagai berikut:



32



Tahap pertama



Tahap kedua



Article I. Demokrartik Kepala



Gaya



ruangan



kepemimpinan



Kinerja Partisipatif



perawat



Tindak bebas



3.3 Identifikasi Variabel 3.3.1. Variabel Independent/bebas Adalah faktor yang dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi variabel dependent/terikat. Pada penelitian ini variabel independent adalah gaya kepemimpinan kepala ruang perawatan.



3.4.2 Variabel dependent/terikat Adalah faktor yang dipengaruhi oleh variabel independent. Pada penelitian ini variabel dependent adalah kinerja perawat.



3.4 Definisi Operasional



33



Variabel



Definisi



Parameter



Variabel Bebas: Gaya kepemim pinan kepala ruangan.



Pola perilaku kepala ruangan dalam mempengaruhi perawat/staf.



1.Otokratik: -Berorientasi pada tugas keperawatan. -Menggunakan jabatan dan kekuatan pribadi secara otoriter. -Mempertahankan tanggung jawabsebagai kepala ruangan tanpa melibatkan staf dalam perencanaan tujuan dan pengambilan keputusan. -Memotivasi staf dengan sanjungan dan kesalahan.



1.Otokratik Pemimpin melakukan kontrol yang maksimal terhadap bawahan, membuat keputusan sendiri dan menentukan tujuan kelompok. 2. Demokratik Pemimpin menghargai karakteristik dan kemampuan bawahan serta melibatkan pemikiran bawahan.



2. Demokratik -Mmenghargai kemampuan bawahan. -Menggunakan kekuatan jabatan untuk menarik gagasan bawahan. -memotivasi bawahan untuk menentukan dan mengembangkan tujuannya. -Mengontrol kerja bawahan.



3. Partisipasif Gabungan antara otokratik dengan demokratik, dimana pemimpin menyampaikan hasil analisa masalah dan mengusulkan tindakan, staf diminta saran dan kritik serta mempertimbang kan respon staf terhadap usulan. Keputusan terakhir oleh



3. Partispatif. -Menyajikan analisis masalah. -Mengusulkan tindakan kepada bawahan. -Mengundang kritikan bawahan. -Melibatkan bawahan dalampengambilan keputusan.



Cara Pengukuran Kuisener model Paul Hersey dan Kenneth yang dimodifikasi sesuai dengan cirriciri gaya kepepmimpi nan yang dijelaskan oleh teori Ronald Lippits dan Ralph K.White.Pert anyaan disesuaikan dengan situasi keperawatan .



Skala



Skore



Nominal



G1= Otokratik G2= Demokrasi G3= Partisipasi G4= Bebas tindak



34



kelompok. 4. Bebas tindak Pemimpin menyerahkan perannya kepada bawahan dengan bimbingan yang minimal.



Variabel terikat: Kinerja perawat.



Perilaku kerja yang ditampilkan oleh perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan dibandingkan dengan standar asuhan keperawatan yang diterbitkan oleh Depkes R.I. 1997.



4. Tindak bebas -Meninggalkan pekerjaan tanpa arah. -Tidak melakukan supervisi -Tidak melakukan koordinasi. -memaksa bawahan merencanakan,melaksa nakan dan menilai menurut mereka. 1.Pengkajian -Menggunakan format yang baku -Sistematis -Diisi lengkap -Meliputi data bilogis -Data psikologis -Data spiritual 2. Diagnosa kep. -Mengandung komponen masalah, penyebab, tanda/gejala. 3. Perencanaan -Mengandung tujuan -Rencana sesuai dengan tujuan -Merencanakan tindakan sesuai dengan masalah. Kalimat intruksi, tegas dan ringkas. 4. Pelaksanaan -Sesuai dengan rencana Intervensi meliputi: -Kebutuhan oksigen -Kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit -Kebutuhaneliminasi -Kebutuhan keamanan -Kebutuahan kebersihandan kenyamanan fisik -Kebutuhan tidur dan istirahat -Kebutuhan gerak dan kegiatan jasmani -Kebutuhan spiritual -Kebutuhan emosional -Kebutuhan



Observasi



Ordinal



>75% = baik 75%-50% = cukup 41 tahun



-



Masa kerja, kode 1 = 1-10 tahun, 2 = 11-20 tahun, 3 = > 21 tahun.



-



Statu perkawinan, kode 1 = belum kawin, 2 = kawin, 3 = janda/duda.



-



Jumlah anak, kode 1= belum punya anak, 2 = 1- anak, 3 = >2 anak.



39



(3) Instrumen kedua adalah untuk mengukur kinerja perawat. Instrumen ini berupa lembaran observasi terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Lembaran observasi ini berdasarkan atas kriteria standar asuhan keperawatan yang direbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1999. Hasil penilaian dibandingkan dengan total skore dikalikan dengan 100%. Model lembaran observasi ini sesuai pada lampiran 3. Kriteria pengukuran kinerja perawat yaitu: -



Kode 3 = baik



, bila skore > 75%



-



Kode 2 = cukup



, bila skore 50% - 75%



-



Kode 1 = jelek



, bila skore < 50%



2) Tempat dan waktu (1) Tempat penelitian Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.



(2) Waktu penelitian Jadwal penelitian direncanakan sebagai berikut: PROGRAM KEGIATAN



WAKTU DALAM BULAN TAHUN 2001 Juni Juli Agu Sept Okt. Nop Des. stus



1.Persiapan: penyusunan dan konsultasi proposal. Xxx 2. Pengumpulan data x 3.Analisis data dan konsultasi hasil 4. Penulisan laporan 5. Seminar



xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx x



40



3) Analisis data Teknik analisa data menggunakan SPSS dan untuk menguji pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruang perawatan terhadap kinerja perawat menggunakan “Chi-Square” dengan tingkat kemaknaan p < 0,01. 3.7 Etik penelitian Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan rekomendasi dari FK Unair. Selanjutnya dilakukan permohonan ijin kepada Direktur RSUD



Dr. Soetomo



yang tembusannya disampaikan kepada Bidang Diklit RSUD Dr. Soetomo. Kemudian dibuatkan lembar persetujuan terhadap calon responden. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Jika kepala ruangan dan perawat pada ruang tersebut bersedia diteliti, maka mereka menandatangani lembar persetujuan tersebut. Dan bila mereka menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan dan menjaga privacy dari masing-masing subyek, dalam lembar pengumpulan data tidak akan dicantumkan nama dan cukup dengan memberikan nomor kode.



3.8 Keterbatasan Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian (Burn dan Grove, 1991). Dalam penelitian ini, hambatan yang dihadapi peneliti adalah: 1) Sampel yang digunakan terbatas pada ruang rawat inap, sehingga kurang representatif untuk mewakili kepala ruang perawatan RSUD Dr. Soetomo.



41



2) Instrumen pengumpulan data dimodifikasi dan belum pernah diuji coba , oleh karena itu validitas dan realibilitasnya masih perlu diujicobakan. 3) Peneliti belum memiliki pengalaman dalam penelitian, sehingga dalam penelitian yang pertama ini banyak keterbatasan. Di samping itu waktu yang terbatas merupakan kendala yang dihadapi dalam penelitian ini.



42



BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN



Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian yang meliputi karakteristik responden, data khusus serta pembahasan. Pengambilan data penelitian dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dalam 2 tahap. Pada tahap pertama, pengambilan data tentang gaya kepimimpinan kepala ruangan dilakukan tanggal 21 Agustus 2001. Pengambilan data ini menggunakan kuesioner dari Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard yang dimodifikasi sesuai dengan situasi jenis kepemimpinan.



Tahap kedua yaitu pengambilan data kinerja perawat.



Pengambilan data kinerja perawat menggunakan lembaran observasi tentang pelaksanaan standar asuhan keperawatan yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1999, dilakukan tanggal 20 Agustus sampai dengan 16 Nopember 2001. Penentuan responden dilakukan secara acak pada setiap ruangan rawat inap dan setiap ruangan diwakili oleh 1 perawat berlatar belakang pendidikan SPK dan 1 atau 2 orang dari DIII. Setelah data terkumpul, selanjutnya diberi kode dan ditabulasi. Untuk mengetahui hubungan dan pengaruh antara gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat dilakukan uji statistik chi square dengan tingkat kemaknaan p< 0,01.



43



4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Karaktersistik Responden Penelitian dilakukan terhadap kepala ruangan rawat inap berjumlah 35 orang antara lain: Paviliun Airlangga, Paviliun Bedah, Paviliun Anak, Ruang Jiwa, Ruang Interne I, Ruang Interne II, Ruang Interne Wanita, Ruang Kulit Wanita, Ruang Kulit Laki, Ruang Tropik Wanita, Ruang Tropik Laki, Ruang Paru Laki, Ruang Paru Wanita, Ruang Kardiologi, Ruang Saraf A, Ruang Saraf B, Ruang Bedah A, Ruang Bedah B, Ruang Bedah C, Ruang D, Ruang Bedah E, Ruang Bedah F, Ruang Bedah G, Ruang Bedah H, Ruang Bedah I, Ruang THT, Ruang Mata, Ruang Kandungan, Ruang Anak, Ruang Anak Menular, Ruang Neonatus, Ruang Bersalin I, Ruang Bersalin II, Ruang ICU, Ruang Anastesi, Ruang ROI Lantai III, BAPPENKAR. Perawat ruang rawat inap berjumlah 648 orang yang diteliti berjumlah 78 orang. Tabel 4.1 Distribusi Responden Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya Berdasarkan Pendidikan. Pendidikan SPK DIII Total



Jumlah 38 40 78



Prosentase 48,7 51,3 100,00



Jumlah responden yang berpendidikan SPK dan DIII hampir merata, oleh karena pemilihan respenden masing-masing ruangan sudah ditentukan 2 sampai 3 orang yang terdiri dari 1 orang SPK dan 1 sampai 2 orang DIII.



44



Tabel 4.2 Distribusi Responden Perawat Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya Menurut Kelompok Umur. Umur < 30 tahun 30 – 40 tahuin > 40 tahun Total



Jumlah 23 40 15 78



Prosentase 29,5 51,5 19,2 100,00



Dari tabel di atas, sebagian besar responden berumur 30 – 40 tahun dan sebagian kecil berumur di atas 40 tahun. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar perawat dalam usia pertengahan dan merupakan usia produktif.



Tabel 4.3 Distribusi Responden Perawat Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya Menurut Status Perkawinan Status Perkawinan Belum kawin Kawin



Jumlah 9 69



Prosentase 11,5 88,5



Total



78



100,00



Sebagian besar responden dengan status kawin dan sebagian kecil belum kawin. Tabel 4.4 Distribusi Responden Perawat Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya Berdasarkan Jumlah Anak Jumlah Anak



Jumlah



Prosentase



Tanpa Anak 1-2 anak > 2 anak Total



15 52 11 78



19,5 66,8 14,1 100,00



Dari tabel di atas, sebagian besar responden mempunyai anak 1-2 dan sebagian kecil tidak mempunyai anak dan lebih dari 2 anak.



45



4.2. Data khusus Data khusus dalam penelitian ini meliputi kecenderungan gaya kepemimpinan kepala ruangan rawat inap dan kinerja perawat ruang rawat inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Identifikasi gaya kepemimpinan seluruh kepala ruangan rawat inap berdasarkan hasil penilaian kuisener Hersey dan Blanchard seperti tabel berikut. Tabel 4.5 Distribusi Kecendrungan Gaya Kepemimpian Seluruh Responden Kepala Ruangan Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29



Ruangan Paviliun Airlangga Paviliun Anak Jiwa Interne I Interne II Interne Wanita Kulit Wanita Kulit Laki Tropik Wanita Tropik Laki Paru Laki Paru Wanita Kardiologi Saraf A Saraf B Bedah A Bedah B Bedah C Bedah D Bedah E Bedah F Bedah G Bedah H Bedah I Paviliun Bedah THT Mata Kandungan Anak



Gaya Kepemimpinan Demokratik Otokratik Demokratik Demokratik Demokratik Otokratik Demokratik Otokratik Demokratik Partisipatif Otokratik Partisipatif Demokratik Demokratik Demokratik Partisipatif Otokratik Demokratik Partisipatif Otokratik Partisipatif Partisipatif Demokratik Partisipatif Partisipatif Otokratik Demokratik Demokratik Otokratik



46



30 31 32 33 34 35 36



Anak Menular Neonatus Bersalin I Bersalin II Anastesi ROI Lantai III BAPPENKAR



Otokratik Demokratik Otokratik Demokratik Otokratik Demokratik Demokratik



Dari tabel tersebut, kepala ruangan rawat inap yang memiliki kecenderungan gaya kepemimpinan otokrtaik berjumlah 26 (33,3%), demokratik 35 (44,9%) dan partisipatif 17 (21,8%). Sebagian besar kepala ruangan rawat inap memiliki gaya kepemimpinan demokratik dan sebagian kecil memiliki gaya kepemimpinan partisipatif.



Diagram Pie Prosentase Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya Penilaian kinerja perawat diperoleh dari hasil observasi terhadap asuhan keperawatan dan tindakan keperawatan dengan menggunakan lembaran observasi Departemen Kesehatan tahun 1999. Kinerja perawat ruang rawat inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya seperti pada tabel berikut:



47



Tabel 4.6 Distribusi Responden Perawat Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya Berdasarkan Kinerja Kinerja Cukup Baik Total



Jumlah 42 36 78



Prosentase 53,8 46,2 100,00



Sebagian besar perawat ruang rawat inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya memiliki kinerja cukup dan sebagian memiliki kinerja baik serta tidak ada perawat yang kinerjanya jelek.



4.3 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat Untuk mendapatkan data tentang pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat, maka perlu dikelompokan dan dihubungkan kedua data tersebut seperti pada tabel berikut: Tabel 4.7 Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Dengan Kinerja Perawat RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Kinerja Gaya kep. Otokratik Demokratik Partisipatif Total



Cukup



Baik



16 (50,0%) (26,9 %) 19 (45,2%) (24,4%) 7 (4,8%) (2,6%) 42 (53,8%)



10 (13,9%) (6,4%) 16 (44,4%) (20,5%) 10 (41,7%) (19,2%) 36 (46,2%)



Total 26 (33,3%) 35 (44,9%) 17



(21,8%)



78



(100%)



Pada ujichi-square dengan signifikan  = 0,01 menunjukkan sebagai berikut: Chi square



Value



df



signifikan



48



19,699



2



0,00



Dari tabel tersebut di atas menggambarkan bahwa gaya kepemimpinan kepala ruangan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat. Walaupun sebagian besar kepala ruangan memiliki gaya kepemimpinan demokratik, tetapi gaya kepemimpinan partisipatif nampak paling dominan mempengaruhi kinerja perawat.



4.2 Pembahasan 4.2.1 Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Kepala ruangan perawatan merupakan manajer tingkat pertama mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam mengelola pelayanan keperawatan



kepada



pasien.



Kepala



ruangan



mempunyai



tugas



dalam



mempengaruhi, menggerakan dan mengarahkan perawat agar dapat bekerja dengan baik. Dalam melaksanakan tugas tersebut, setiap kepala ruangan memiliki karakter tersenddiri sesuai dengan cara yang dianggap baik. Menurut Follet (1940), gaya kepemimpinan diartikan cara penampilan karakteristik tersendiri. Gaya kepemimpinan seseorang cenderung bervariasi dan berbeda-beda. Menurut Gillies, gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan dibedakan menjadi 4 macam yaitu gaya kepemimpinan otokratik, demokratik, partisipatif dan laissez paire atau bebas tindak. Pada penenlitian ini gaya kepemimpinan kepala ruangan rawat inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya adalah sebagian besar mempunyai gaya kepemimpinan demokratik, selanjutnya otokratik, partisipatif dan tidak ada yang mempunyai gaya kepemimpinan laissez



49



paire. Perbedaan gaya kepemimpinan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Gillies (1997), bahwa gaya kepemimpinan seseorang dipengaruhi oleh pengalaman dan kepribadian dari orang tersebut. Dan menurut Tannenbau dan Warren H. Schmidt, bahwa gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh factor manajer, karyawan dan situasi. Kepala ruangan rawat inap di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, sebagian besar mempunyai gaya demokratik. Gaya kepemimpinan demokratik menekankan pada pentingnya kerja sama antara pemimpin dan staf/bawahannya. Hal ini dipengaruhi oleh sistem kerja yang melibatkan berbagai tim kesehatan lain yang menuntut saling bekerja sama untuk meningkatkan mutu pelayanan. Gaya kepemimpinan otokratik, dimana wewenang dan keputusan lebih banyak dipegang oleh kepala ruangan dan dalam memberikan tugas-tugas diberikan secara intruktif. Hal ini sangat berkaitan dengan kondisi pasien yang sangat membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat. Keterlambatan dalam menangani pasien akan berdampak terhadap proses penyembuhan dan bahkan dapat menyebabkan pasien meninggal. Menghindari kelalaian dan mencegah kelambanan dalam memberikan asuhan keperawatan, maka beberapa kepala ruangan cenderung menggunakan otoriter dalam mengatur staf/perawat. Kepala ruangan yang memiliki gaya kepemimpinan partisipatif mampu memadukan antara gaya otokratik dengan demokratik. Dalam kondisi yang gawat kepala ruangan menggunakan gaya otokrtaik dengan memberikan intruksi agar perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang cepat dan tepat. Kepala



50



ruangan tersebut juga melibatkan perawat bawahanya dalam menyelesaikan masalah-masalah yang membutuhkan pemikiran bersama.



4.2.2 Kinerja Perawat Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu mendorong staf/bawahan bekerja sebaik mungkin sehingga mencapai tujuan yang diharapkan. Kinerja perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, sebagian besar memiliki kinerja cukup (53,8%) dan baik (46,2%). Hal ini menunjukan bahwa perawat RSUD Dr. Soetomo Surabaya memiliki motivasi dan kemampuan yang cukup baik. Menurut Kopelman (1988), kinerja seseorang dipengaruhi oleh motivasi dan kemampuan atau ketrampilan yang dimiliki. Hal ini didukung oleh Douglas Mc Gregor, bahwa motivasi seseorang dibedakan dalam dua kutub ekstrim yaitu Teori X dan Teori Y. Teori X mengasumsikan bahwa seseorang tidak menyukai pekerjaan, kurang ambisi, tidak mempunyai tanggung jawab dan cenderung menolak perubahan. Teori Y memiliki asumsi bahwa, seseorang menyukai pekerjaan, menerima tanggung jawab, mandiri, mampu mengawasi diri sendiri dan kreatif. Dengan demikian, seseorang yang tergolong dalam Teori Y cendrung memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang tergolong dalam Teori X. RSUD Dr. Soetomo merupakan rumah sakit tipe A dan sebagai rumah sakit pendidikan. Sebagai rumah sakit tipe A tentu memiliki perangkat dan sarana yang lebih memadai bila dibandingkan rumah sakit daerah. Dan sebagai rumah sakit pendidikan, system pengawasan dan evaluasi dapat dilakukan secara



51



kontinue. Hal ini sangat menunjang dalam meningkatkan ketrampilan perawat. Di samping itu tingkat pendidikan, peralatan kesehatan/sarana dan kondisi lingkungan sangat mempengaruhi kinerja perawat (Sri Haryati, 1996).



4.2.3 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat. Pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat diukur dengan uji chi square dengan tingkat kemaknaan p< 0,01. Hasil uji chi square menunjukkan nilai signifikan 0,00, hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan. Ditinjau dari hasil penelitian ini, sebagian besar perawat memiliki kinerja cukup (54%) dan baik 46% serta tidak ada yang memiliki kinerja jelek. Dilihat dari kecendrungan gaya kepemimpinan, gaya kepemimpinan otokratik dan demokratik



memberikan



kinerja



cukup



sedangkan



gaya



kepemimpinan



partisipatif memberikan kinerja yang baik dan ketiga gaya kepemimpinan tersebut tidak terdapat kinerja yang jelek. Menurut Whitaker (1996), dalam teori perilaku menyatakan bahwa, seorang pemimpin dapat mempelajari perilaku pemimpin dan perilaku bawahan supaya dapat menjadi pemimpin yang efektif, ini berarti bahwa pemimpin dapat dipelajari



dan



bukan



bawaan



sejak



lahir. Teori



situasi



(contingency)



mengasumsikan bahwa tidak satupun gaya kepemimpinan yang paling baik, tetapi sangat tergantung pada situasi, bentuk organisasi, pekerjaan dan tingkat kematangan bawahan. Ditunjang oleh teori transformasi, bahwa pemimpin



52



mampu melakukan kepemimpinannya dalam situasi yang sangat cepat berubah atau krisis. Bila dikaitkan dengan situasi rumah sakit, dimana manusia sebagai obyek pelayanan yang menangani masalah sehat-sakit dan beresiko terhadap nyawa manusia. Situasi tersebut sangat cepat berubah, kondisi pasien sering mengalami perubahan yang menuntut tindakan yang cepat dan tepat. Oleh karena itu sangat dibutuhkan pemimpin yang siap menghadapi kondisi kritis sekalipun, sehingga pemimpin rumah sakit betul-betul telah disiapkan baik fisik maupun mental. Persiapan tersebut secara tidak langsung diproses dari pengalaman kerja yang bertahun-tahun dan bekal pengetahuan melalui pelatihan. Dengan demikian kepala ruangan sebagai manejer tingkat bawah dan sebagai individu memiliki sifat dasar dan kepribadian sehingga memiliki kecendrungan karakteristik tersendiri, namun dengan mempelajari perilaku mampu menerapkan perilaku kepemimpinan yang efektif dan mampu memahami karakterisitik dari masing-masing individu. Bila pemimpin menonjolkan otoritasnya dengan memberikan intruksi tanpa memperhatikan ide dan pendapat bawahan seperti gaya kepemimpinan otokratik, tidak akan meningkatkan motivasi bawahan. Hal ini menyebabkan kinerja bawahan cenderung berkisar dalam kategori cukup. Demikian halnya bila pemimpin hanya tergantung pada bawahan, dimana setiap tindakan selalu melibatkan bawahan seperti pada gaya kepemimpinan demokratik akan menyebabkan proses pengambilan keputusan menjadi lambat. Hal ini kurang tepat diterapkan di rumah sakit. Berdasarkan penelitian ini, bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat memadukan antara gaya kepemimpinan otokratik



53



dengan demokratik seperti pada gaya kepemimpinan partisipatif. Bawahan memerlukan pengawasan yang ketat dengan memberikan intruksi dalam situasi yang darurat dan sangat perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Situasi yang demikian nampak meningkatkan kedisiplinan dan motivasi kerja bawahan.



4.2.4 Pengaruh Karakterisitik Perawat Terhadap Kinerja Karakteristik perawat yaitu pendidikan, umur, status perkawinan dan jumlah anak terhadap kinerja perawat berdasarkan uji chi square, hanya factor pendidikan yang memiliki nilai signifikan 0,00, pada tingkat kemaknaan p