Keragaman Siswa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A.



Latar Belakang Masalah



Pada proses pembelajaran, guru tidak cukup hanya dengan menyampaikan materi pelajaran saja atau yang biasa disebut dengan transfer ilmu. Sebab, di dalam pembelajaran atau pendidikan, ada empat aspek penilaian yang harus dilakukan guru terhadap siswanya yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Oleh karena itu, demi terwujudnya tujuan belajar dengan hasil yang optimal, guru perlu mengenal masing-masing siswa, dimana setiap siswa merupakan makhluk yang unik, secara lebih dekat. Untuk dapat mengenal siswa lebih dekat maka guru perlu mengetahui hal-hal apa saja yang membedakan siswa satu dengan siswa yang lainnya. Untuk itu, mahasiswa calon guru sangat perlu untuk memahami materi mengenal individu siswa supaya kelak ketika menjadi guru dapat dengan tepat menentukan materi, metode, dan tehnik penyampaian materi yang sesuai dengan kondisi siswa yang beragam di kelas dengan harapan tujuan belajar dapat terwujud dengan hasil yang optimal.



B.



Tujuan



Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa calon guru tentang keragaman siswa.



BAB I Pembahasan KERAGAMAN SISWA Siswa berbeda-beda. Mereka berbeda tingkat kinerja, kecepatan belajar, dan gaya belajar. Mereka berbeda suku bangsa, budaya, kelas sosial, dan bahasa di rumah. Mereka berbeda jenis kelamin. Beberapa menyandang cacat dan beberapa bberbakat atau bertalenta dalam satu bidang atau lebih. Perbedaan ini dan perbedaan lain dapat mempunyai implikasi penting bagi pengajaran, kurikulum, dan kebijakan praktik sekolah. Marva dan jhon mengadapi kesulitan dengan keragaman siswa ketika hal itu terkait dengan pertunjukan thanksgiving yang sedang mereka rencanakan, tetapi keragaman dan maknanya bagi pendidik adalah masalah penting setiap hari, bukan hanya pada thanksgiving . bab ini membahas beberapa hal penting yang mengakibatkan siswa berbeda dan beberapa hal tentang bagaimana cara guru menerima, mengakomodasi, dan menghargai keragaman pengajaran sisiwa sehari-hari. Namun, keragaman adalah tema yang begitu penting sehingga hampir setiap bbab buku ini menyinggung persoalan ini. Guru adalah lebih dari pada sekedar pengajar siswa. Bersama siswanya, guru adalah membangun masyarakat mendatang. Bagi terpenting peran setiap guru adalah memestikan bahwa peluang yang sama yang kita yakini sebagai hal yang sangat penting bagi bangsa kita di terjemahkan menjadi peluang yang samma dalam kehidupan sehari-hari di ruang kelas. Bab ini ditulis dengan tetap mengingat tujuan ini. A. DAMPAK BUDAYA PADA PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN Jika anda perna berpergian keluar negeri, anda memperhatikan perbedaan perilaku. Sikap, pakaian, bahasa dan makanan. Bahkan, bagian perjalanan yang menyenakan ialah menemukan perbedaan budaya, yang merujuk pada norma, tradisi, perilaku, bahasa, dan persepsi bersama tentang suatu kelompok ( King, 2002 ). Walaupun kita biasanya memikiran perbedaan budaya kebanyakan sebagai perbedaan bangsa, mungkin terdapat banyak keragaman budaya di Amerika Serikat sendiri sama seperti anatara Amerika dan bansa lain. Kehidupan keluarga kelas mengenai di Amerika Serikat atau Kanada mungkin lebih menyerupai kehidupan keluarga rendah yang tinggal satu mil jaunya. Namun, meskipun kita menghargai perbedaan budaya anatar bangsa, perbedaan dalam masyarakat kita sendiri kurang dihargai. Kencenrungannaya ialah menghargai karakteristik kelompok-kelompok arus utama yang bersatus tinggi dan tidak menghargai karakteristik kelompok lain.



Pada saat ini anak-anak memasuki sekolah, mereka telah menyerap banyak aspek budaya di tempat mereka dibesarkan, seperti bahasa , keyakinan, sikap, cara berperilaku, dan kesukaan akan makanan. Namun banyak budaya meletakkan nilai yang lebih tinggi pada kerja sama dan orientasi teman sebaya dari pada kemandirian dan daya saing ( Boykin, 1994a, 1994b ) karena budaya sekolah mencerminkan nilai-nilai kelas menengah arus utama ( Grossman, 1995 ) dan karena kebaanyakan guuru berasal dari latarr belakang kelas menegah, anak dari budaya yang berbeda sering tidak diuntungkan. Pemehaman akan datar beakang siswa sangat berperan penting untuk mengajarkankan dengan efektif bahan akademik maupun perilaku dan harapan sekolah. 1. PENGARUH STATUS PENCAPAIAN SISWA



SOSIOEKONOMI



TERHADAP



Salah satu hal penting yang membedakan siswa satu sama lain ialah kelas sosial. Bahkan di kota-kota perdesaan kecil yang hampir setiapp orang mempunyai kesamaan suku bangsa dan agama, anak-anak bankir, dokter, dan guru di kota itu mungkin mempunyai pengasuhan yang berbeda dari pada yang dialami anak kebanyakan buruh tani atau perkerja rumah tangga. Para pakar sosiologi mendenfinisikan kelas soasial, atau setatus sosioekonomi ( SSE ), berdasarkan pengghsailan, pekerjaan, pendidikan, dan gengsi seseorang dalam masyarakat ( Thompson dan Hickey, 2008 ). Faktor- faktor ini cenderung berjalan bberiring , sehingga SSE paling sering di ukur sebagai kombinasi penghasilan dan jangka waktu pendidikan individual tersebut, karena keduanya paling mudah dihitung. Thompson dan Hickey menjelaskan enam pengelompokan kelas di Amerika Serikat seperti di perhatikan dalam Tabel 4.1 TABEL 4.1 Pengelompokan Kelas Kelas atas Kelas atas menengah Kelas atas bawah Kelas pekerja Kelas bawah Miskin



Penghasilan Rp. 150.000+ Rp. 100.000- Rp.150.000 Rp. 30.000- Rp.100.000 Rp. 16.000- Rp. 30.000 Di bawah Rp. 16.000 Pengangguaran kronis atau di santuni



% Penduduk 5 15 33 30 14 1



Dalam buku ini, istilah kelas menengah digunakan untuk mengacu pada keluarga yang pencari nafkahnya mempunyai pekerjan yang memerlukan pendidikan yang lumayan, kelas pekerja mengacu pada orang yang mempunyai pekerjaan yang relatif stabil yang tidak memerlukan pendidikan yang lebih tinggi dan kelas



bawah mengacu pada orang dalam lapis bawah perkotaan atau perdesaan yang sering menganggur dan mungkin hidup dari bantuan pemerintah. Namaun, kelas sosial menunjukan lebih dari pada sekedar tingkat penghasilan dan pendidikan. Bersama kelas sosial terdapat seperangkat perilaku, harapan, dan sikap yang di temukan di mana-mana yang sering bersingguan dengan faktor budaya lain dan pengaruh olehnya. Asal kelas sosial kemungkinan mempunyai dampak yang sangat besar pada sikap dan prilaku di sekolah. Siswa dari latar belakang kelas pekerja dan kelas bahwa memepunyai kemungkinan yang lebih kecil dari pada siswa kelas menengah memasuki sekolah yang tahu bagaimana berhitung, menyebut warna huruf, dan memotong dengan gunting atau menyebut warna. Mereka mempunyai kemungkinan yang lebih kecil berkinerja bagus di sekolah dari pada anak-anak keluarga kelas menegah ( Natriello, 2002, Sirin 2007 ). Tentu saja , perbedaan ini hanya berlaku secara rata-rata, banyak orang tua kelas pekerja dan kelas bawah mempunyai pekerjaan yang luar biasa untuk mendukung keberhasilan anak-anak mereka di sekolah dan banyak anak kelas pekerja dan kelas bawah mencapai tingkat yang sangat tinggi. Kelas sosial di temukan dalam segalah kategori ras dan suku bangsa. Walaupun benar bahwa keluarga keturunan latin dan afrika secara rata-rata mempunyai kelas sosial yang lebih rendah dari pada keluarga kulit putih, terdapat tumpang tindi yasng sangat besar mayoritas keluarga yang penghasilan rendah di Amerika Serikat berikut kulit putih , dan ada banyak keluarga kelas menengah yang merupaka non-kulit putih ( Biro Sensus A.S, 2001 ). Definisikan kelsa sosial di dasarkan pada faktor seperti penghasilan pekerjaan dan pendidikan tidak perna pada ras dan siku bangsa. Tabel 4.2 memperhatikan kinerja membaca kelas delapan dalam national assessment of educational progress 2003 ( NCES, 2003 ). perhatikan lah bahwa anak-anak orang tua yang lebih berpendidikan ( Komponen utama kelas sosial ) secara konsisten memoleh nilai yang lebih tinggi dari pada anak-anak orang tua yang kurang berpendidikan. Sama halnya , di antara siswa kelas empat yang memenuhi syarat untuk makan siang Cuma-Cuma atau mendapat harga potong hanya 15 persen memeroleh nilai sama atau di atas mahir dalam bagian membaca NAEF, di bandikan dengan 42 persen siswa kelas empat yang tidak memenuhi syarat ( NCES, 2003 ). NAEF menggunakan kualifikasi untuk mskan siang cumsCuma sebagai indikator penghasilan keluarga seorang anak. TABEL 4.2 Nilai Membaca NAEF ( 20003 ) berdasarkan pendidikan orang Tua : Kelas 8 Pendidikan orang tua Lulus dari peguruan tinggi Pendidikan setelah sekolah menengah tasa



% nilai yang sama dengan atau di atas mahir 43 33



Lulus dari sekolah menengah atas Tidak menyelesaikan sekolah menengah atas



20 13



Peran Praktik Pengasuhan Anak Perbedaan rata-rata antara orang tua kelas menegah dan kelas bawah dallam praktik pengasuhan anak merupakan alasa utama perbedaan pencapaian sekolah. Sebagai salah satu indikatornaya ada banyak bukti bahwa anak kelas yang di adopsi oleh keluarga kelas menegah mempunyai pencapaian yang jauh lebih tinggi dari pada saudara laki-laki atau perempuan mereka yang tidak diadopsi dan mempunyai pencapaian yang mirip dengan saudara mereka yang diadopsi ( van Ijzendoorn, Juffer dan Klein Poelhuis, 2005 ). Banyak riset telah terfokus pada perbedaan praktik pengasuhan anak antar keluarga kelas menegah rata-rata dan keluarga kelas pekerja atau kelas bawah rata-rata. Banyak anak dari keluarga pengasilan rendah memeoleh pengasuhan yang kurang sesuai dengan apa yang di harapkan untuk mereka lakukan di sekolah jika dibandikan dengan pengsahuan anak kelas menegah. Pada saat mereka memasuki sekolah, anak kelas menegah kemungkinan akan baik dalam mengikuti pengarahan, menjelaskan dan memahami alasan, dan memahami dan menggunakan bahasa yang rumit, sedangka anak keas pekerja atau kelas bawah dapat mempunyai kurang banayak pengalaman dalam semua bidang ini ( parkay, 2006 ). Anak-anak dari keluarga yang kurang beruntung lebih mugkin memeoleh akses yang buruk keperawatan kesehatan dan menderita penyakitan seperti keracunan timbal. Ibu mereka mempunyai kemungkinan yang lebih kecil memeoleh perawatan prantal yang baik ( Mcloyd, 1998 ). Faktor ini dapat menunda perkembangan kognisi, yang juga memegaruhi kesiapan sekolah. Tentu saja keluarga pengasilan renda mengalami kekurangan segalah jenis sumber daya untuk membantu anak mereka berasil. Msal anak-anak keluarga yang kurang beruntung jauh lebih mungkin menderita penglihatan yang tidak ditangani masalah pendengaran atau masalah kesehatan lain yang dapat saja menghambat keberhasilan mereka di sekolah ( Natriello 2002 Rothstein , 2004 ). Perbedaan penting lain antara keluarga kles menengah Dan kelas bawah terdapat pada jenis kegiatan yang cenderung dilakukan orang tua bersama anak mereka. Orang tua kelas menegah mempunyai kemungkinan mengungkapan harapan yang tinggi bagi anak mereka dan memberikan imbalan kepada meraka karena perkembangan intelektual. Mereka mempunyai kemungkinan memberikan contoh yang baik tentang penggunaan bahasa, sering membicarakan dan membacakan sesuatu kepda anak mereka, dan mendorong kegiatan membaca dan belajar lain. Mereka khususnya cenderung menyediakan segalah jenis bahan



belajar bagi anak-anak dirumah, seperti buku, ensiklopedia, rekaman teka-teki dan makin banyak komputer ( Yeung, Linver dan Brooks-Gunn, 2002). Orang tua ini juga kemungkinan akan memperkenalkan anak mereka pada pengallaman belajar diluar rumah, seperti mmuseum, konser, dan kebun binatang ( Duke, 2000 ). Mereka lebih mungkin lebih sanggup membantu anak mereka berasil di sekolah dan terlibat ke dalam pendidikan mereka ( Heymann dan Earle, 2000 ). Orang tua kelas menegah mempunyai kemungkinan mengharapkan dan menuntun pencapaian yang tinggi dari anak mereka, orang tua kelas pekerja dan kelas bawah lebih mungkin menuntun perilaku yang baik dan kepatuhan ( Knappp dan Woolverton, 1997 ). Bantuan pemerinta pada orang tua yang miskin agar terlibat ke dalam intraksi yang lebih memperkaya dengan anak mereka dapat membawa dampak yang sangat besar pada kinerja kognisi anak mereka. Misalnya, prakarsa Parent- Child Home Program ( PCHP ) menyediakan bagi ibu-ibu balita yang kurang beruntung mainan dan peragaan cara bermain dan berbicara dengan anak untuk meningkatkan perkembangan intelektual mereka. Studi telah menemukan dampak yang kuat dan berlangsung lama intervensi sederhana ini pada kemampuan kognisi dan keberhasilan sekolah anak, dibandikan dengan anak-anak yang orang tuanya tidak memeoleh layanan PCHP ( Allen dan Seth, 2004, Levenstein dan Oliver, 2002 ). Hubungan antara Penghasilan dan Pembelajaran Musim Panas Beberapa studi menemukan bahwa, walaupun anak-anak yang mempunyai SSE rendah dan SSE tinggi mengalami kemajuan yang Mirip dalam Pencapaian akademis selama masa sekolah, anak-anak yang mempunyai SSE tinggi terus mengalami kemajuan selama musim panas, sedangkan anak-anak yang mempunyai SSE rendah tertinggal di belakang ( Borman , Benson dan Overman, 2005, Coper Lindsay, Nye dan Greathouse 1998 Entwisle, Alexsander dan Olson 2001 Heyns 2002 ). Temuan ini menyebutkan bahwa lingkungan keluarga tindak hanya mengaruhi kesiapan akademik untuk sekolah, tetapi juga tingkat pencapaian sepanjang karir siswa di sekolah anak-anak kelas menegah lebih mungkin terlibat dalam kegiatan yang menyerupai sekolah. Anak-anak kelas pekerja dan kelas bawah mungkin menerima rangsangan yang kurang relevan secara akademik di rumah dan lebih mungkin melupakan apa yang mereka pelajari disekolah ( Hill, 2001). Fenomena “ slide musim panas “ telah menyebabkan banayak sekolah menawarkan seklah musim panas kepada siswa yang berisiko dan riset menemukan hal ini dapat menjadi strategii yang efektif ( Borman dan Dowling, 2004 ). Peran Sekolah sebagai Lembaga Kelas Menengah



Siswa dari latar belakang di luas kelas menegah arus utama menghadapi kesulitan di sekolah sebagai karena pengasuhan mereka menekankan perilaku yang berbeda dari pada yang dinilai tinggi di sekolah. Masalanya ialah bahea sekolah terlalui mewakil nilai-nilai dan harapan masyarakat kelas menegah. Dua diantara nilai ini ialah individualitas dan orientasi waktu masa depan ( lihat Boykin,1994a, Jagers dan Carroll, 2002 ). Kebanyak ruang kelas di A.S berlangsung dengan assumsi bahwa anak-anak menyelesaikan pekerjanya mereka sendiri. Bantuan kepada orang lain sering dihartikan sebagai kecurangan . siswa diharapka bersaing demi nilai, perhatian dan pujian guru, dan imbalan lain. Persaingan dan pekerjaan individu adalah nilai yang ditanamkan sejak usia dini dalam kebanyakan keluarga kelas menegah. Namun siswa dari latar belakang kelas bawah ( Boykin, 1994a ) kurang bersedia bersaing dan lebih tertarik bekerja sama dengan teman sebaya mereka dari pada anak-anak keturunan Eropa kelas menegah. Siswa ini sering belajar sejak usia dini dengan mengandalkan komunitas, teman dan keluarga mereka dan juga selalu membantu dan dibantu orang lain. Tidak mengherankan, siswa yang paling beroreintasi ke arah kerja sama dengan orang lain belajar paling baik melaui kerja sama dengan orang lain sedangkan siswa yang lebih suka bersaing belajar paling baik melaui persaingan dengan orang lain ( Kagan ,Zahn,Widaman,Schwartzwaid dan Tyrell, 1995 ) karena tidak kecocokan antara orientasi kerja sama banyak anak kelas bahwa serta kelompok minoritas dan orientasi persaingan sekolah banyak peneliti ( misalnya , Boykin, 1994a Greenfield dan Cocking, 1994, Triandis 1995 ) berpendapat bahwa ada tidak keadilan struktur di ruang kelas teradisional yang bertentangan dengan anak-anak ini. Mereka menyarakan agar guru menggunakan strategi pembelajaran kooperatif setidaknya untuk sebagian waktu pelajaran dengan siswa ini sehingga mereka menerima pengajaran yang selaras dengan orientasi budaya mereka ( lihat Slavin, Hurley dan Chamberlain, 2003 ). Faktor Sekolah dan Komunitas Sering anak-anak dari keluarga berpebghasilan rendah berisiko mengalami kegagalan sekolah karena karateristik yang menjadi tempat mereka tinggal dan sekolah yang mereka masuki ( Everson dan Millsap, 2004 ). Misalnya, pendanaan sekolah di kebanyakan wilayah Amerika Serikat berkoreasi dengan kelas sosial, anak-anak kelas menegah mempunyai kkemungkinan masuk di sekolah dengan sumber daya yang lebir besar, guru yang bergaji tinggi ( dan karena itu berkualitas lebih tinggi ), dan keunggulan lain ( Darling Hammond, 1995 ). Di atas semua perbedaan ini, sekolah yang melayani pemukiman yang berpengasilan rendah mungkin harus membelanjakan lebih banyak untuk keamanan, layanan bagi siswa yang memiliki kesulitan dan banyak kebutuhan lain yang bahkan menyisakan lebih sedikit untuk pendidikan biasa ( Persell, 1997 ). Kekurangan sumber daya



ini dapat sanagat memengaruhi pencapaian siswa ( Land dan Legters, 2002, Rothstein, 2002 ). Dalam pemungkiman sangat miskin, kejahatan, ketidak patuan yang positif, layanan sosial dan kesehatan yang tidak memadahi dan faktor lain dapat menciptakan lingkungan yang merusak motivasi, pencapaian dan kesehatan mental anak-anak ( Becker dan Luthar, 2002, Hauser-Cram, Sirin dan, Stipek, 2003 ). Namun, faktor ini tidak otomatis menakdirkan siiswa untuk gagal. Banyak siswa yang berisiko berkembang apa yang disebut “ kelenturan “ ( resilience ), yaitu kemampuan berhasil meskipun terdapat bnyak faktor risiko ( Borman dan Pverman,2004, Glantz, Johnson dan Hiffman, 2002, Waxman, Gray dan Padoran, 2002 ). Tetapi faktor semacam itu memang menyebabkan keberhasilan di sekolah jauh lebih sulit. Kemitraan Sekolah, Keluarga, dan Komunitas Jika latar belakang keluarga merupakan faktor utama dalam menjelaskan perbedaan pencapaian siswa, itu berati bahwa pelibatan keluarga dalam mendukung keberhasilan sekolah anak-anak dapat menjadi bagian dari jalan keluarnya. Para pendidik profesional dapat mengulurkan tangan kepada keluarga dan anggota komunitas lain dengan bebagai cara untuk meningkatkan komunikasi dan rasa hormat anatar keluarga dan sekolah dan untuk memberi strategi kepada orang tua guna membantu anak-anak mereka sendiri berhasil. Epstein dan rekanrekan 2002 menjelaskan enam jenis keterlibatan yang dapat ditekankan sekolah dalam kemitraan yang komprehensif dengan orang tua ( lihat juga HoorverDempsey et al., 2005 ) 1. Pengasuhan. Bantulah keluarga di bidang kemampuan mengasuh dan membesarkan anak, dukungan keluarga, pemahaman perkembangan anak dan remaja dan penataan kondisi keluarga untuk mendukung pembelajaran pada masing-masing tingkat usia dan kelas. Carilah informasi dari keluarga untuk membantu sekolah memahami latar belakang budaya dan tujuan keluarga bagia anak-anak. 2. Komunikasi. Berkomunikasihlah dengan keluarga tentang program sekolah dan kemajuan siswa mmelalui komunikasi sekolah ke keluarga dan keluarga ke sekolah. Ciptakanlah saluaran komunikasi dua arah sehingga keluarga dapat dengan mudah berkomunikasi dengan guru dan pengurus. 3. Bantuan sukarela. Perbaikalah perekrutan, pelatihan, kegiatan dan jadwal dengan melibatkan keluarga sebagi sukarelawan dan pendengar di sekolah atau di tempat lain untuk mendukung siswa dan program sekolah. 4. Pembelajaran di rumah. Libatkanlah keluarga bersama anak mereka ke dalam kegiatan belajar akademik di keluarga termasuk pekerjaan rumah,



penentuhan sasaran dan kegiatan serta keputusan yang terkait dengan kurikulum lain. 5. Pengambilan keputusan. Ikutkanlah keluarga sebagai peserta ke dalam keputusan pengurusan dan kegiatan dukungan sekolah melalui POM, komite dewan dan organisasi orang tua lain. Bantulah perwakilan keluarga memeolah informasi dari orang yang mereka dan dengan informasi kepada mereka. 6. Kerja sama dengan komunikasi. Berkoordinasilah dengan dunia usaha institusi organisasi budaya dan sipil, perguruan tinggi atau universitas dan kelompok lain dalam masyarakat. Sediakanlah kesempatan kepada siswa untuk memberikan layanan kepada komunitas ( disadur dari epstein at al, 2002 hal 527 ).



Riset korelasi tentang keterlibatan orang tua dengan jelas telah memelibatkan bahwa orang tua melibatkan diri ke dalam pendidikan anak mereka mempunyai anak yang memeoleh pencapaian lebih tinggi dari pada orang tua lain ( Flouri dan Buchanan, 2004 lee dan Bowen 2006 ). Namun muncul makin banyak perbedaan tentang dampak program sekolah untuk meningkatkan keterlibatan orang tua dan komunitas khususnya yang menekankan peran orang tua sebagai pendidi bagi anak meraka sendiri ( lihat Comer 2005, Epstein etal, 2002 Sander Allen-Jonen dan Abel 2002 ) walaupun ada juga banyak studi yang gagal menemukan manfaat semacam itu ( Mattingly et al,2002, Schutz 2006 ). Apa yang dikatan riset tersebut ialah bahwa pembangunan hubungan positif dengan orang tua dan pemberian sarana praktis kepada orang tua untuk membantu anak-anak mereka berhasil di sekolah adalah bagian penting setiap rencana pendidik yang intensional untuk meningkatkan pencapaian dan penyesuaian diri semua anak tetapi unsur lain seperti memperbaiki pengajaran dan kurikulum juga diperlukan. Teori ke Praktik Keterlibat Orang Tua Orang tua dan anggota kelyarga lain mempunyai pengaruhi yang sangat besar terhadap keberhasilan anak-anak mereka di sekolah. Apabila anda membangun hubungan yang positif dengan orang tua, anda dapat membantu mereka melihat peran penting dukungan terhadap tujuan pendidik sekolah dengan melakukan halhal seperti menyediakan tempat yang rapi dan tenang bagi anak-anak mereka untuk menyelesaikan pekerjaan rumah. Makin jelas anda menyampaikan harapan anda tentang peran mereka dalam pembelajaran anak-anak mereka di kelas anda makin besar kemungkinan mereka akan memainkan peran tersebut. Misalnya apabila anad mengharapan siswa berlatih membanca setiap malam sebagai



pekerjaan rumah pemberian formulir kepada orang tua untuk di tandatangani setiap malam mengkomunikasikan pentingnya kegiatan tersebut strategi lain untuk melibatkan orang tua ke dalam pembelajaran anak mereka meliputi : 1. Kungjungi keluarga. Pada awal tahun ajaran ada manfaatnaya merencanakan kunjungan ke rumah siswa anda. Dengan melihat dari mana orang tua seorang siswa berasal anda akan diberi pemahaman tambahan tentang dukungan dan batasan yang tersedia bagi siswa tersebut untuk perkembangan kognisi dan emosinya. 2. Sampaikan berita berkala yang sering kepada keluarga. Penginformasian kepada keluarga tentang apa yang akan dipelajari anakanak mereka dan apa yang dapat mereka lakukan di rumah untuk mendukung pembelajaran tersebut dapat meningkatkan keberhasilan siiswa. Jika kelas anada adalah kelas pelajar bahasa inggris penyedian berita berkala tersebut dalam bahasa ibu mereka berperan penting untuk meningkatkan komunikasi maupun untuk menunjukan rasa hormat. 3. Lakukan lokakarya orang tua. Undangan kepada orang tua untuk mendatangi ruang kelas anda sehingga anda dapat menjelaskan program studi dan berbagai harapan anda dapat membantu orang tua memahami bagaimana cara mereka mendukung pembelajaran anak-anak mereka. 4. Sampaikan berita positif ke rumah melalui telepon. Mendengar kabar baik tentang pekerjaan dan perilaku anak mereka di sekolah akkan membantu menciptakan siklus produktif dukungan positif dan meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut berlanjut. Hal ini khususnya bermanfaat bagi anggota keluarga yang berpengalaman sendiri dengan sistem sekolah kurang begitu positif. 5. Ajak anggota keluarga menjadi sukarelawan. Permintaan kepada orang tua untuk memberikan bantuan di kelas anda dengan membagikan keahlian, minat atau hobi mereka pekerjaan tradisi budaya mereka atau memberikan bantuan ke dalam perjalan lapangan atau proyek khusus lain. Selain memberikan bantuan tambahan ajarkan ini menyampaikan kepada siswa anda bahwa anda mmenghargai keragaman pengetahuan dan keahlian yang di bawah keluarga mereka ke kelas anda. 6. Jadikan orang tua sebagai mitra anda. Penyampaian kepada orang tua dan anggota keluarga lain bahwa anda dan mereka adalah satu tim, yang bekerja sama guna meningkatkan pencapaian anak mereka, menjadikan pekerjaan anda lebih mudah dan sangat meningkatkan sikap orang tua terhadap sekolah dan kesedian bekerja sama dengan anda masa sulit dan juga masa senang. Apakah Pencapaian Rendah Siswa dari Kelompok Berpenghasilan Rendah Tidak Terhidarkan ?



Sekolah dapat melakukan banyak hal untuk memungkinkan anak-anak dari keluarga berpebghasilan rendah berhasil di sekolah ( Barr dan Parrett, 2001, Borman, 2002/03, Cole-Hederson,2002, Gunter,Estes dan Schwab,2003, Slavin, 2002 ). Misalnya, intervensi intersif telah di rancang untuk membantu mengembangkan kemampuan kognisi anak-anak sejak dini dalam kehidupan mereka dan untuk membantu orang tua mereka melakukan tugas yang lebih baik telah memperlihat dampak positif jangka panjang pada anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang sangat miskin, khususnya ketika program itu dilanjutkan hingga kelas awal sekolah dasar ( Conyers et al, 2003, Ramey dan Ramey, 1998, Reynold et al. 2002 ). Reading Recovery ( Lyons, Pinnel dan Deford ,1993 ) dan program pengajaran pribadi ( tutoring ) lain untuk siswa kelas satu telah memperlihatkan dampak yang sangat besar pada pencapaian membaca siswa yang berisiko ( Cox dan Hopkins, 2006, Denton, Antthony, Parker dan Hasbrouck, 2004 Morris, Tyner dan Perney, 2000 ). Success for all ( Borman et al, 2007, Slavin dan Madden 2001 ), yang mengabungkan program yang efektif pengajaran pribadi dan layanan dukungan keluarga telah memperlihatkan dampak yang sangat besar dan berlangsung pada pencapaian siswa dii sekolah yang sangat miskin. Pengurangan jumlah siswa yang lumayan besar telah terbukti sangat menguntungkan bagi siswa di sekolah yang sangat miskin ( Finn et al , 2003). Pencapaian dapat ditingkatkan besar-besaran dengan penggunaan strategi yang cepatt tersedia bagi sekolah. Solusi Non-sekolah atas Masalah Pencapaian Siswa yang Kurang Beruntung Dalam buku yang di terbitkan 2004, Richard Rothstein melakukan pengamatan penting tentang kesenjangan pencapaian antara kelas menegah dan anak-anak kurang beruntung. Dia mencatat bahwa penjelasan untama kesenjangan tersebut berasal dari persoalan yang pada umumnya bukan di bahwa kendali sekolah yang dapat dibenahi oleh kebijakan yang memeoleh pencerahan. Beberapa contoh yang dibahas adalah sebagai berikut. Penglihatan Rothstein mencatat bahwa anak-anak miskin mempunyai kerusakan penglihatan yang parah dua kali tingkat rata-rata. Harannya anak-anak remaja yang nakal mempunyai masalah penglihatan dengan tingkat yang amat tinggi. Rothstein mengutip data yang menunjukan bahwa lebih dari 50 persen kaum minoritas dan anak-anak keluarga berpenghasilan rendah mempunyai masalah penglihatan yang menganggu tugas akdemis mereka. Sebagian membutuhkan kacamata dan yang ;ain memerlukan terapi latihan mata. Studi yang dilakukan Harris ( 2002 ) menemukan bahwa siswa kelas empat yang kurang beruntung yang mendapatkan kacamata dan terapi Cuma-Cuma memeolah pencapaian yang sangat besar jika dibandikan dengan kelompok konrol. Siswa di sekolah biasanya diperiksa untuk memastikan rabun jauh tetapi bukan rabun dekat atau jalur khusus ( Gould dan Gould 2003 ). Bahkan walaupun siswa berpenghasilan rendah



memeoleh resep kacamata mereka sering tidak memperolehnya atau tidak mengenakannya di sekolah. Pendengaran anak-anak yang kurang beruntung mempunyai lebih banyak masalah pendengaran dari pada anak-anak kelas menegah khususnya karena kegagalan mendapatkan perawatan kesehatan untuk infeksi telinga. Keterpaparan Timbal anak-anak yang kurang beruntung jauh lebih mungkin tinggal dalam rumah di mana debu dari cat timbal yang sudah tua beterbagan di udara.bahkan timbal dalam jumla kicil dapat menggakibatkan kehilangan fungsi kognisi dan kehilangan pendengaran. Studi telah menemukan bahwa tingkat timbal darah anak-anak miskin mencapai lima kalii tingkat timabal anak-anak kelas menegah ( Brookes-Gunn dan Duncan, 1997 ). Asma anak-anak perkotaan yang miskin mempunyai tingkat asma yang sangat tinggi. Studi di New York dan Chicago ( Whitman, Williams dan Shah 2004 ) menemukan bahwa satu di antara empat anak-anak keturunan afrika di tengah kota menderita asma enam kali lipat dari tingkat nasional. Pada giliranya asma merupakan penyebab utama kamangkirankronis di sekolah dan bahkan di sekolah sama yang tidak disembuhkan mengganggu kinerja akademis. Perawatan Kesehatan anak-anak yang kurang beruntung mempunyai kemungkinkan yang jauh lebih kecil memeoleh perawatan kesehatan yang memadahi dari pada anak-anak kelas menegah. Ini mengakibatkan persoalan dengan kemakiran motivasi rendah karena kesehatan yang buruk dan masalah penghilatan, pendengaran, dan asma yang disebutkan sebelumnya ( Starfild, 1997 ). Gizi walaupun kekurangan gizi yang parah jarang ditemukan di Amerika Serikat, gizi di bawah rata-rata lazim di jumpai di kalangan anak-anak miskin dan ini mengarungi kinerja akademis. Salah satu studi ( Neisser at al, 1996 ). Menemukan bahwa hanya pemberian vitamin dan siplemen mineral kepada anak-anak meningkatkan nilai ujian mereka. Argumen Rothstein 2004 ialah bahwa aspek ini dan aspek kemiskinan lain dapat dipecahkan dan tindakan seperti itu dapat mempunyai dampak penting bagi anakanak berpenghasilan rendah. Walaupun ada lembaga kesehatan dan lembaga layanan sosial yang ditugasi untuk menyelesaikan masalah ini sekolah mempunyai keuntungan karena mereka bertemu debgan anak-anak setiap hari. Reformasi sederhana seperti perbaikan makan siang sekolah atau penyedian kacamata CumaCuma yang tetap ada di tangan sekolah, dapat berhasil seefektif intervensi yang jauh lebih mahal seperti pengajaran pribadi atau pendidikan khususnya yang mungkin saja tidak membidik akar penyebab masalah anak-anak.



Implikasi bagi Guru Anak-anak memasuki sekolah dengan tingkat persiapan perilaku sekolah yang berbeda-beda yang membawanya menuju keberhasilan. Perilaku, sikap dan nilai mereka juga berbeda-beda. Namun fakta semata-mata bahwa beberapa siswa pada awalnya tidak mengetahui apa yang diharapkan dari mereka dan mempunyai kemampuan awal yang lebih sedikit dari pada siswa lain tidak berati bahwa mereka sudah ditakdirkan untuk mengalami kegagalan akdemis. Walaupun terdapat sedikit koreksi positif antar kelas sosial dan pencapaian seharusnya tidak diasumsikan bahwa hubungan ini belaku bagi semua anak dari keluarga dengan SSE yang rendah. Ada banyak penguncalian. Banyak keluarga kelas pekerja dan kelas bahwa dapat dan benar-benar menyediakan lingkungan keluarga yang mendukung keberhasilan anak-anak mereka di sekolah. Otobiografi orang-orang yang telah mengatasi kemiskinan ( misalnya Comer 1990 ) sering merujuk ke pengaruh kuatborang tua dan panutan dengan standar tinggi yang tidak mengharapkan sesuatu selain yang terbaik dari anak-anak mereka dan melakukan apa yang dapat mereka lakukan untuk membantu anak-anak berhasil. Walaupun pendidik perlu menyadari masalah yang dihadapi banyak siswa kelas bahwa mereka juga perlu mengindari untuk mengubah pengetahuan ini menjadi stereotipe. Bahkan ada bukti bahwa guru kelas menegah sering mempunyai harapan yang rendah terdapat siswa kelas pekerja dan kelas bawah ( Persell, 1997 ) dan bahwa harapan yang rendah ini juga dapat menjadi mimpi yang menjadi kenyataan yang menyebabkan siswa berkinerja kurang baik dari pada yang mestinya dapat mereka perbuat ( Becker dan Luther 2002 Hauser- Cram at al 2003 ). 2. PENGARUH SUKU BANGSA PENGALAMAN SEKOLAH SISWA



DAN



RAS



TERHADAP



Penduduk kelompok yang kurang terwakili tumbuh besar-besaran ketika keragaman di Amerika Serikat meningkat. Siswa yang merupakan anggota kelompok yang kurang terwakili tertentu yang ditentukan sendiri oleh ras, agama, suku bangsa, sejarah, bahasa, dan budaya, seperti keturunan Aferika, Pribumi dan Latin cenderung mempunyai nilai yang lebih rendah dari pada nilai keturunan eropa dan Asia dalam ujian pencapaian akademis yang terstandarisasi. Nilai yang rendah tersebut berkoreasi dengan status sosioekonomi yang lebih rendah dan sebagai mencerminkan warisan diskerimasi terhadap kelompok yang kurang mewakili dan kemiskinan yang diakibatkan. Desegregasi sekolah yang lama dimaksudkan sebagai jalan keluar dari ketimpangan pendidikan akibat ras dan kelas sosial telah memberikan manfaat yang campur-baur. Maslah yang terus berlanjut meliputi penyedian keadilan dan peluanng yang setara pembinaan keharmonisan ras dan pencegahan segregasi.



Komposisi Ras dan Etis Amerika Serikat Orang-orang yang membentuk Amerika Serikat selalu berasal dari banyak latar belakang etnis, tetapi setiap tahun jumlah warga non-kulit putih dan latiin meningkat. Tabel 4.3 memperlihatkan proyeksi biro sensus A.S tentang persentase populasi A.S menurut suku bangsa. Perhatikanlah bahwa jumlah kulit putih nonlatin diperkirakan akan terus menurun hingga tahun 1970 sebanyak 83,3 persen dari seluruh warga Amerika masuk ke dalam kategori ini. Sebaliknya jumlah keturunan latin dan Asia telah tumbuh besar-besaran sejak 1990 dan diperkirakan akan terus tumbuh dengan tingkat yang bahkan lebih cepat lagi dari tahun 2000 hingga 2001. Pada tahun 2001 biro sensus A.S mengumukan bahwa keturunan latin telah menyusul keturunan Aferika sebagai kelompok minoritas terbesar. Kecenderungan ini yang terjadi akibat pola imigrasi dan perbedaan tingkat kelahiran mempunyai implikasi yang sangatt besar bagi pendidikan A.S. bangsa Amerika menjadi jauh lebih beragam suku bangsanya ( Lapkoff dan Li, 2007 ). TABEL 4.3 Persentase Populasi A.S berdasarkan Ras / Etis pada tahun 1990,2000 dan 2010 ( Diproyeksikan ) Ras/Suku Bangsa Eropa Hispanik Aferika Asia/Kepulauan Pasifik India



1990 75,7 9,0 11,8 2,8 0,7



2000 71,3 11,9 12,2 3,8 0,7



2010 67,4 14,6 12,5 4,8 0,8



TABEL 4.4 Nilai Membaca NAEP ( 2003 ) Berdasarkan Ras/Suku Bangsa Kelas 4 Ras/Suku Bangsa Kuli Putih Aferika Latin Asia/Kepulauan Pasifik India/Pribumi Alska



% Nilai yang sama dengan atau di atas mahir 41 13 15 38 16



Pencapaian Akademis Siswa dari Kelompok yyang Kurang Terwakili



Seandainya siswa dari kelompok yang kurang terwakili mempuyai pencapaian dengan tingkat yang sama dengan keturunan Eropa dan Asia mungkin akan terdapat sedikit kekhawatiran akan perbedaan kelompok etnis di sekolah A.S sayangnya mereka tidak mengalami. Dalam hampir setiap ujian pencapaian akademis siswa ketuurunan Aferika Latin dan pribumi memeoleh nilai yang jauh rendah dari pada teman kelas mereka keturunan Eropa dan Asia. Kesenjangan pencapaian antara anak-anak keturunan Aferika latin dan kulit putih mungkin saja menyempit tetapi hampir tidak begitu cepat. Selama tahun 1970-an terjadi pengurangan besar-besaran tetapi sejak awal pelajaran membaca maupun matematika menurut National Assessment of Educational Progress ( NAEP ) 2003. Mengapa Pencapaian Siswa dari Kelompok yang Kurang Terwakili Tertinggal ? Mengapa banyak siswa dari kelompok yang kurang terwakili memeoleh nilai yang begitu jauh di bawah keturunan Eropa dan banyak Asia dalam ujian pencapaian? Alasannya meliputi ekonomi masyarakat keluarga dan budaya dan juga tanggapan tidak memadai oleh sekolah ( Chatterji, 2006, Gallimore dan goldenberg 2001, Ladson-Billings, 2006, Okagaki 2001, Parkay, 2006 ). Alasan terpenting ialah bahwa dalam masyarakat kita keturunan Aferika latin ( khususnys Mesiko dan Puerto Rico ). Dan pribumi cenderung menempati tangga yang lebih rendah dalam jenjang sosialekonomi.



Dampak Desegrasi Sekolah Desegrasi sekolah di andaikan akan meningkatkan pencapaian akademis siswa berpenghasilan rendah dari kelompok yang kurang terwakili dengan memberikan mereka kesempatan berinteraksi dengan lebih banyak teman sebaya kelas menengah yang berorientasi pencapaian. Salah satu hasil penting desegrasi adalah bahwa siswa yang menghdiri sekolah yang disegrasi lebih mungkin melanjutkan ke perguruan tinggi yang tersegrasi, bekerja dalam suasana terintegrasi, dan memperoleh penghasilan yang lebih tinggi daripada teman mereka yang menghadiri sekolh yang tersegrasi (Schofield, 1995, Wells and Crain, 1994)



3. PENGARUH PERBEDAAN BAHASA DAN DWIBAHASA TERHADAP PENCAPAIAN SISWA



a)



PROGRAM



Pendidikan Dwi Bahasa



Istilah pendidikan dwi bahsa merujuk ke program bagi siswa yang belajar bahasa inggris yang mengajarkan bahasa tersebut dalam bahasa ibu mereka untuk sebagian waktu dan sambil juga mengajarkan bahasa Inggris. Pelajar bahas inggris itu biasanya di ajari salah satu dari keempat jenis program, diantaranya sebagai berikut: 1. 2.



3.



4.



Immersi bahasa Inggris yaitu bentuk penggunaan total bahasa Inggris atau English Immersion. Pendidikan dwibahasa peralihan yaitu program dimana siswa di ajarkan pelajaran membaca atau mata pelajaran lain dalam bahasa ibu kemudian di alihkan ke dalam bahasa lain. Pendidikan dwibahsa berpasangan yaitu siswa diajarkan pelajaran membaca atau mata pelajaran lain dalam bahasa ibu maupun dalam bahasa lain khususnya bahasa Inggris. Pendidkan bahasa dua arah yaitu model dua arah atau dua bahasa mengajari semua siswa dalam bahasa Inggris maupun bahasa lain.



4. PENGERTIAN PENDIDIKAN MULTIKULTUR Pendidikan multikultur atau multibudaya adalah gagasan yang menyebutkan bahwa semua siswa, tanpa peduli kelompok mana mereka masuk, seperti yang terkait dengan gender, suku bangsa, ras, budaya, kelas sosial, agama, seharusnya mengalami kesetaraan di sekolah. a)



Dimensi dimensi pendidikan multikultur



ames A. Banks (1993, 1994-a), mengidentifikasi ada lima dimensi pendidikan multikultural yang diperkirakan dapat membantu guru dalam mengimplementasikan beberapa program yang mampu merespon terhadap perbedaan pelajar (siswa), yaitu:



1. Dimensi integrasi isi/materi (content integration). Dimensi ini digunakan oleh guru untuk memberikan keterangan dengan ‘poin kunci’ pembelajaran dengan merefleksi materi yang berbeda-



beda. Secara khusus, para guru menggabungkan kandungan materi pembelajaran ke dalam kurikulum dengan beberapa cara pandang yang beragam. Salah satu pendekatan umum adalah mengakui kontribusinya, yaitu guru-guru bekerja ke dalam kurikulum mereka dengan membatasi fakta tentang semangat kepahlawanan dari berbagai kelompok. Di samping itu, rancangan pembelajaran dan unit pembelajarannya tidak dirubah. Dengan beberapa pendekatan, guru menambah beberapa unit atau topik secara khusus yang berkaitan dengan materi multikultural. 2. Dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge construction). Suatu dimensi dimana para guru membantu siswa untuk memahami beberapa perspektif dan merumuskan kesimpulan yang dipengaruhi oleh disiplin pengetahuan yang mereka miliki. Dimensi ini juga berhubungan dengan pemahaman para pelajar terhadap perubahan pengetahuan yang ada pada diri mereka sendiri; 3. Dimensi pengurangan prasangka (prejudice ruduction). Guru melakukan banyak usaha untuk membantu siswa dalam mengembangkan perilaku positif tentang perbedaan kelompok. Sebagai contoh, ketika anak-anak masuk sekolah dengan perilaku negatif dan memiliki kesalahpahaman terhadap ras atau etnik yang berbeda dan kelompok etnik lainnya, pendidikan dapat membantu siswa mengembangkan perilaku intergroup yang lebih positif, penyediaan kondisi yang mapan dan pasti. Dua kondisi yang dimaksud adalah bahan pembelajaran yang memiliki citra yang positif tentang perbedaan kelompok dan menggunakan bahan pembelajaran tersebut secara konsisten dan terus-menerus. Penelitian menunjukkan bahwa para pelajar yang datang ke sekolah dengan banyak stereotipe, cenderung berperilaku negatif dan banyak melakukan kesalahpahaman terhadap kelompok etnik dan ras dari luar kelompoknya. Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan teksbook multikultural atau bahan pengajaran lain dan strategi pembelajaran yang kooperatif dapat membantu para pelajar untuk mengembangkan perilaku dan persepsi terhadap ras yang lebih positif. Jenis strategi dan bahan dapat menghasilkan pilihan para pelajar untuk lebih bersahabat dengan ras luar, etnik dan kelompok budaya lain. 4. Dimensi pendidikan yang sama/adil (equitable pedagogy). Dimensi ini memperhatikan cara-cara dalam mengubah fasilitas pembelajaran sehingga mempermudah pencapaian hasil belajar pada sejumlah siswa dari berbagai kelompok. Strategi dan aktivitas belajar yang dapat digunakan sebagai upaya memperlakukan pendidikan secara adil,



antara lain dengan bentuk kerjasama (cooperative learning), dan bukan dengan cara-cara yang kompetitif (competition learning). Dimensi ini juga menyangkut pendidikan yang dirancang untuk membentuk lingkungan sekolah, menjadi banyak jenis kelompok, termasuk kelompok etnik, wanita, dan para pelajar dengan kebutuhan khusus yang akan memberikan pengalaman pendidikan persamaan hak dan persamaan memperoleh kesempatan belajar. 5. Dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial (empowering school culture and social structure). Dimensi ini penting dalam memperdayakan budaya siswa yang dibawa ke sekolah yang berasal dari kelompok yang berbeda. Di samping itu, dapat digunakan untuk menyusun struktur sosial (sekolah) yang memanfaatkan potensi budaya siswa yang beranekaragam sebagai karakteristik struktur sekolah setempat, misalnya berkaitan dengan praktik kelompok, iklim sosial, latihan-latihan, partisipasi ekstra kurikuler dan penghargaan staf dalam merespon berbagai perbedaan yang ada di sekolah.



Pendekatan yang bisa dipakai dalam proses pembelajaran di kelas multikultural adalah pendekatan kajian kelompok tunggal (Single Group Studies) dan pendekatan perspektif ganda (Multiple Perspektives Approach). Pendidikan multikultural di Indonesia pada umumnya memakai pendekatan kajian kelompok tunggal. Pendekatan ini dirancang untuk membantu siswa dalam mempelajari pandangan-pandangan kelompok tertentu secara lebih mendalam. Oleh karena itu, harus tersedia data-data tentang sejarah kelompok itu, kebiasaan, pakaian, rumah, makanan, agama yang dianut, dan tradisi lainnya. Data tentang kontribusi kelompok itu terhadap perkembangan musik, sastra, ilmu pengetahuan, politik dan lain-lain harus dihadapkan pada siswa. Pendekatan ini terfokus pada isu-isu yang sarat dengan nilai-nilai kelompok yang sedang dikaji.



5. PENGARUH GENDER DAN KETIDAKADILAN GENDER TERHADAP PENGALAMAN SEKOLAH SISWA Jenis kelamin seorang siswa merupakan suatu ciri yang terlihat dan abadi. Gender lebih merujuk pada karakteristik seseorang sebagai pria atau wanita. Namun apakah perbedaan gender ini berpengaruh terhadap pencapaian akademis siswa di sekolah. Sampai kini, para ilmuan belum bisa mempatenkan bahwa perbedaan gender dapat memengaruhi pencapaian dan pengalman siswa di sekolah.



6. PERBEDAAN SISWA DALAM KECERDASAN DAN GAYA BELAJAR Kecerdasan adalah bakat umum untuk belajar atau kemampuan untuk mempelajari dan menggunakan pengetahuan atau keterampilan. Namun beberapa ahli memiliki pandangan tersendiri mengenai defenisi kecerdasan. Menurut Snyderman dan Rothman kecerdasan (1987) menyatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk menghadapi abstraksi, memecahkan masalah, dan untuk belajar. a) Definisi Kecerdasan Pada tahun belakangan ini, banyak jenis kecerdasan yang di perdebatkan. Misalnya, Strenberg (2002, 2003) menjelaskan tiga jenis kemampuan intelektual yaitu analitis, praktis, dan kreatif. Moran, Kornhaber, dan Gardner (2006) menjelaskan sembilan multi kecerdasan yaitu bahasa, logika matematika, musik, ruang, tubuh kinestetika, alam, antar pribadi, dan eksistensi. C.P. Chaplin mengartikan kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan tepat (efektif). b) Asal-usul Kecerdasan Para ahli sepakat bahwa kecerdasan berasal dari produk keturunan dan kobinasi dengan lingkungan yang terkait seberapa banyak yang ia bacakan, dan mereka bicarakan.



c) Teori Gaya Belajar Cara atau gaya belajar seorang anak tentu akan mempengaruhi keinginan dan kenyamanan dalam belajar mereka sehingga aka berdampak pula pada kecerdasan yang di miliki anak tersebut d) Interaksi anatara Bakat dan Perlakuan Gaya belajar baik tentu harus di dukung dengan pengajaran yang baik pula. Pencarian interaksi bakat perlakuan telah banyak di lakukan dan menemukan dampak positif dari program yang menyesuaikan pengajaran dengan gaya belajar individu dan peran guru sangat menentukan dan harus memahami perbedaan gaya belajar anak tersebut.



BAB III PENUTUP KESIMPULAN Perbedaan individu merupakan suatu hakikat manusia, karena tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang sama. Walau mirip, namun keduanya tetap tidak sama. Untuk mendalami ini ialah tugas dari psikologi perkembangan. Dan para psikolog telah menemukan bahwa perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh hereditas (faktor internal) dan lingkungan (eksternal). Perbedaan individu dalam dunia pendidikan tampak dalam perbedaan inteligensi, kepribadian dan temperamen, budaya (sosio-ekonomi, bahasa, gender, situasi sosial kemasyarakatan, suku/ras) dan juga perbedaan gaya berpikir dan gaya belajar siswa. SARAN Merupakan usaha/upaya guru (pendidik) dan juga semua stake-holders dalam dunia pendidikan agar memperhatikan dan mendalami berbagai gejala dan fakta perbedaan individu dalam konteks pembelajaran. Pendidikan multikultural dan pendidikan berwawasan kesetaraan, pendidikan dwibahasa merupakan contoh upaya dalam