Kesalahpahaman Pelaksanaan BK Di Sekolah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KESALAHPAHAMAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah: “Bimbingan dan Konseling” Dosen Pengampu: Abi Fa’izzarahman Prabawa, M. Pd.



Disusun oleh : Viani Kasirul Khamdiyah



(12201173075)



SEMESTER 4-C PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG APRIL 2019



Kesalahpahaman Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling adalah kondisi dimana seorang konselor atau oknum konselor memberikan layanan bimbingan dan konseling yang menyimpang dari teori dasar bimbingan dan konseling. Beberapa Kesalahpahaman Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah antara lain: 1. Guru BK menjadi polisi sekolah. Bahasan: Melanggar kode etik BK yaitu pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahlian atau wewenangnya. Karena itu, pembimbing jangan sampai mencampuri yang bukan menjadi wewenang serta tanggung jawabnya. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan kode etik BK tersebut diatas, kesalahpaham terhadap BK yang menjadi tradisi turun-menurun ini memang sudah mendarah daging tidak hanya di kalangan peserta didik tetapi guru BK itu sendiri juga salah paham dalam mengartikan wewenang dan tanggung jawab yang harus dilaksanakannya. Kebanyakan mereka paham akan wewenangnya secara materi, tetapi pada kenyataannya dalam pelaksanaan guru BK juga melakukan wewenang Waka Kesiswaan (menjadi polisi sekolah). Hal ini jelas tidak sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab guru BK yang semestinya. Keberadaan guru BK di sekolah seharusnya menjadi sahabat bagi peserta didik, bukan malah bertugas sebagai polisi sekolah yang ditakuti peserta didik. 2. Guru BK memberikan poin pelanggaran kepada siswa yang tidak tertib. Bahasan: Melanggar kode etik BK yaitu pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahlian atau wewenangnya. Karena itu,



2



pembimbing jangan sampai mencampuri yang bukan menjadi wewenang serta tanggung jawabnya. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan kode etik BK tersebut diatas. Masih berkaitan dengan penyelewengan wewenang, guru BK juga menangani persoalan yang berkaitan dengan penegakan tata tertib sekolah, seperti memberikan sanksi atau poin kepada peserta didik yang nakal atau tidak mematuhi tata tertib sekolah. Padahal hal tersebut merupakan jatah atau wewenang dari Waka Kesiswaan, dan pada akhirnya BK mendapatkan label sebagai “musuh bagi peserta didik yang nakal atau bermasalah”. Pada dasarnya guru BK tidak diperkenankan memberikan sanksi seperti kewenangan Waka Kesiswaan, tetapi hanya diperkenankan memberikan bimbingan atau konseling yang sifatnya membantu siswa dalam mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapinya. Tugas guru BK sekarang ini hanya perlu menghilangkan perspektif negatif yang melekat pada dirinya, sehingga BK tidak terkesan menakuti tetapi layak untuk dijadikan teman dan sahabat bagi peserta didik. 3. Guru BK tidak dapat menjaga privasi siswa. Bahasan: Melanggar asas kerahasiaan. Asas kerahasiaan yaitu menuntut konselor untuk merahasiakan segenap data dan keterangan tentang peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan, jadi data atau keterangan tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan asas kerahasiaan tersebut, dalam hal ini guru BK berkewajiban penuh dalam memelihara dan menjaga semua data dan keterangan konseli sehingga konseli bisa lebih nyaman dan terbuka ketika bercerita kepada guru BK tentang masalahnya maupun curahan hatinya, maka dari itu konseli akan percaya kalau kerahasiaan data dan keterangan tentang dirinya akan benar-benar terjamin.



3



4. Guru BK memberikan hukuman secara fisik. Bahasan: Melanggar fungsi advokasi. Fungsi advokasi yaitu membantu peserta didik atau konseli berupa pembelaan terhadap hak-hak konseli yang mengalami perlakuan diskriminatif. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan fungsi advokasi tersebut, meskipun informasi dalam lampiran Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang advokasi sangat terbatas, tetapi diharapkan dalam pengimplementasiannya guru BK atau konselor mampu memaknai fungsi advokasi ini lebih jauh lagi. Advokasi dalam bimbingan dan konseling dimaksudkan kepada guru BK atau konselor untuk memberikan pendampingan kepada peserta didik atau konseli yang mengalami perlakuan tidak mendidik, diskriminatif, kekerasan, pelecehan dan tindak kriminal. Jadi tidak dibenarkan jika guru BK malah menghukum secara fisik kepada peserta didik, karena pada dasarnya guru BK itu harus mengayomi (memberikan rasa aman) kepada peserta didiknya agar tidak mendapatkan perlakuan seperti yang telah disebutkan diatas. 5. Guru BK hanya fokus pada siswa yang bermasalah saja. Bahasan: Melanggar prinsip bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua individu dan tidak diskriminatif, artinya bahwa bimbingan dan konseling diberikan kepada semua peserta didik baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah, baik laki-laki maupun perempuan dengan tidak membeda-bedakannya. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan prinsip dari bimbingan dan konseling tersebut diatas, seorang guru BK tidak hanya memberikan bantuan atau konseling kepada individu yang bermasalah saja, tetapi juga harus memberikan bimbingan kepada individu yang tidak bermasalah dalam upaya pencegahan agar individu tidak terlibat suatu masalah dalam kehidupannya. Jadi, seorang guru BK harus menyeimbangkan pendekatan yang digunakan kepada individu antara bimbingan (membimbing individu



4



yang tidak bermasalah) yang bersifat preventif atau pencegahan dan konseling (memberi bantuan individu yang bermasalah) yang bersifat kuratif atau penyembuhan. 6. Guru BK tidak memberikan layanan secara profesional. Bahasan: Melanggar asas keahlian dan prinsip bimbingan dan konseling diselenggarakan oleh tenaga profesional dan kompeten. Asas keahlian yaitu asas layanan konselor atau guru BK berdasarkan atas kaidah-kaidah akademik dan etika profesional, dimana layanan bimbingan dan konseling hanya dapat diampu oleh tenaga ahli bimbingan dan konseling. Sedangkan prinsip bimbingan dan konseling diselenggarakan oleh tenaga profesional dan kompeten berarti layanan bimbingan dan konseling dilakukan oleh tenaga pendidik profesional yaitu konselor atau guru BK yang berkualifikasi akademik Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dari Lembaga Pendidikan Tinggi Kependidikan yang terakreditasi. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan asas keahlian dan prinsip bimbingan dan konseling tersebut diatas, layanan bimbingan dan konseling harus dilakukan oleh guru BK maupun konselor yang memang ahli di bidang bimbingan dan konseling. Guru BK atau konselor dianggap profesional jika sudah berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling, memiliki kompetensi di bidang bimbingan dan konseling, dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor. Sehingga dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling, dengan keahliannya guru BK atau konselor sudah terdidik dan terlatih agar dapat dengan mudah mencapai tujuan dari layanan bimbingan dan konseling itu sendiri.



5



7. Guru BK sering tidak ada di ruang BK (tanpa alasan yang jelas). Bahasan: Melanggar kode etik BK yaitu pembimbing atau konselor mengusahakan mutu kerjanya setinggi mungkin, sehingga mendapatkan hasil yang memuaskan dan optimal. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan kode etik BK tersebut diatas, seorang guru BK harus siap sedia di tempat ketika jam kerja, jadi apabila sewaktu-waktu ada peserta didik atau konseli yang ingin melakukan bimbingan maupun konseling mereka tidak harus bingung mencari-cari kemana guru BK yang tidak berada di ruangannya. Apalagi kalau guru BK tidak ada di ruangan dengan alasan yang tidak jelas, misalnya ngopi atau menggosip di kantin sekolah. Hal tersebut jelas selain melanggar kode etik BK juga memberikan contoh yang tidak baik kepada peserta didik. 8. Guru BK merangkap menjadi guru mapel. Bahasan: Melanggar konteks tugas BK. Konteks tugas BK yaitu memberikan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan dan fokus pengembangannya dalam bidang pribadi, sosial, belajar dan karier. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan konteks tugas BK tersebut, kurangnya sosialisasi tugas BK di sekolah menjadi salah satu penyebab kepala sekolah dan rekan guru kurang tahu bagaimana menempatkan guru BK di sekolah. Oleh karena itu, banyak kejadian guru BK yang merangkap sebagai guru bidang studi atau mapel, sehingga waktu untuk melaksanakan bimbingan dan konseling tidak sempat lagi karena disibukkan membuat perangkat pembelajaran, evaluasi penilaian, membuat soal, dan sebagainya. Guru BK tidak seharusnya merangkap sebagai guru mapel, karena pada dasarnya seorang guru itu harus mengajar sesuai dengan lulusan studi dan keahliannya.



6



9. Guru BK bersifat emosional (suka marah-marah). Bahasan: Melanggar kode etik BK yaitu pembimbing atau konselor mempunyai serta memperlihatkan sifat-sifat rendah hati, sederhana, sabar, tertib di dalam segala perbuatannya dan percaya pada paham hidup sehat. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan kode etik BK tersebut diatas, guru BK yang suka marah-marah bisa menyebabkan suasana kurang nyamannya peserta didik dalam melakukan bimbingan dan konseling. Seorang guru BK harus pandai dalam menyesuaikan diri dan emosinya, karena guru BK berperan penting dalam mengendalikan emosi peserta didiknya. Sifat sabar sangat cocok untuk guru BK, karena tugas mereka yang harus membimbing dan mendampingi peserta didik bukan malah suka marah-marah dan men-judge peserta didiknya. 10. Guru BK tidak menampilkan kebersahajaan kepada siswa (sangar dan garang). Bahasan: Melanggar



syarat-syarat



seorang



konselor,



yaitu



seorang



pembimbing atau guru BK harus bersifat supel, ramah-tamah, sopan santun di dalam segala perbuatannya. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan syarat-syarat seorang konselor tersebut diatas. Sikap sangar dan garang tidak pantas jika diterapkan oleh guru BK karena adanya guru BK itu tidak untuk ditakuti tetapi untuk dijadikan teman atau partner, yang sebaiknya diterapkan guru BK adalah sikap ramah yakni suatu perilaku yang akrab dalam pergaulan terlebih kepada peserta didik, seperti suka senyum, suka menyapa, luwes dalam bergaul dan lain sebagainya. Guru BK yang menampilkan kebersahajaannya akan lebih mudah diterima dan disenangi peserta didik.



7



11. Guru BK bersikap genit. Bahasan: Melanggar



syarat-syarat



seorang



konselor,



yaitu



seorang



pembimbing atau guru BK harus bersifat supel, ramah-tamah, sopan santun di dalam segala perbuatannya. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan syarat-syarat seorang konselor tersebut diatas, guru BK yang bersikap genit tidak disukai oleh peserta didik sehingga membuat mereka merasa ilfeel. Peserta didik lebih menyukai guru BK yang memiliki sopan santun, yaitu suatu bentuk tingkah laku yang baik dan halus serta diiringi sikap menghormati orang lain. Sopan santun juga dapat memotivasi peserta didik untuk ikut bersikap positif. 12. Guru BK kudet (kurang update). Bahasan: Melanggar asas kedinamisan. Asas kedinamisan yaitu asas layanan konselor atau guru BK yang berkembang dan berkelanjutan dalam memandang tentang hakikat manusia, kondisi-kondisi perubahan perilaku, serta proses dan teknik bimbingan dan konseling sejalan perkembangan ilmu bimbingan dan konseling. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan asas kedinamisan tersebut, di era globalisasi saat ini guru BK memiliki tantangan yang semakin besar dalam memberikan bimbingan dan pendampingan terhadap peserta didik di sekolah. Karena mindset dan perilaku peserta didik zaman now ini semakin berubah jika dibandingkan dengan peserta didik zaman dulu. Oleh karena itu, guru BK tidak boleh ketinggalan informasi dan juga harus segera menyesuaikan dengan tuntutan perubahan dari dinamika perkembangan anak atau peserta didik pada era sekarang ini 13. Guru BK tidak tulus dalam menangani siswa. Bahasan: Melanggar asas kesukarelaan. Asas kesukarelaan yaitu asas kesukaan dan kerelaan peserta didik atau konseli mengikuti layanan yang



8



diperlukannya. Selain itu konselor juga harus mampu mencerminkan asas ini dalam menerima kehadiran peserta didik atau konseli. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan asas kesukarelaan tersebut, jika dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling ini konselor atau guru BK tidak siap untuk menerima kehadiran peserta didik atau konseli, misalnya tidak mempunyai cukup waktu untuk melakukan bimbingan sebab ada acara lain atau sedang tidak enak badan dan sebagainya, maka kondisi tersebut menyebabkan tidak terwujudnya asas kesukarelaan karena keterpaksaan dalam melaksanakannya. Jika hal tersebut tetap dilakukan maka bimbingan atau konseling ini tidak mungkin berlangsung secara efektif. 14. Guru BK tidak responsif dalam menangani siswa. Bahasan: Melanggar prinsip bimbingan dan konseling harus ada kriteria untuk mengatur prioritas layanan kepada peserta didik tertentu. Karena tidak memungkingkan bagi pembimbing untuk memberikan layanan kepada semua peserta didik secara bersamaan, dan masalah-masalah yang dialami oleh siswa juga ada yang perlu mendapatkan layanan sesegera mungkin, maka untuk menentukan peserta didik yang mana yang perlu dilayani dengan segera diperlukan kriteria tertentu. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan prinsip bimbingan dan konseling tersebut diatas, jika dalam menangani siswanya guru BK tidak responsif atau tidak dilayani dengan segera dikhawatirkan dapat menghambat perkembangan diri peserta didik misalnya mengalami penderitaan, kegagalan, bahkan mengalami gangguan yang lebih serius atau lebih kompleks. Sehingga guru BK atau konselor hendaknya membantu peserta didik atau konseli untuk menentukan alternatif pemecahan masalah yang terbaik agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya.



9



15. Guru BK kurang peduli terhadap siswanya. Bahasan: Melanggar kode etik BK yaitu pembimbing atau konselor memiliki sifat tanggung jawab, baik terhadap lembaga dan orang-orang yang dilayani maupun terhadap profesinya. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan kode etik BK tersebut diatas. Sebagai seorang yang harus dekat dengan peserta didik, guru BK diharapkan lebih memperhatikan dan peduli terhadap perkembangan setiap peserta didiknya. Kepedulian guru BK ini, tidak lepas dari sikap kecintaannya terhadap profesi yang mereka lakukan yaitu membimbing dan mendampingi peserta didik dalam setiap situasi. Selain itu, tanggung jawab terhadap peserta didik yang harus mereka layani juga menyebabkan kepedulian itu harus ada. Peserta didik yang bersikap acuh tak acuh dan kurang peduli dengan lingkungan sekitarnya bisa saja merupakan perwujudan dari kurangnya kepedulian guru BK terhadap peserta didik tersebut. 16. Guru BK bukan dari lulusan S1 BK. Bahasan: Melanggar asas keahlian dan prinsip bimbingan dan konseling diselenggarakan oleh tenaga profesional dan kompeten. Asas keahlian yaitu asas layanan konselor atau guru BK berdasarkan atas kaidah-kaidah akademik dan etika profesional, dimana layanan bimbingan dan konseling hanya dapat diampu oleh tenaga ahli bimbingan dan konseling. Sedangkan prinsip bimbingan dan konseling diselenggarakan oleh tenaga profesional dan kompeten berarti layanan bimbingan dan konseling dilakukan oleh tenaga pendidik profesional yaitu konselor atau Guru BK yang berkualifikasi akademik Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dari Lembaga Pendidikan Tinggi Kependidikan yang terakreditasi.



10



Harusnya seorang guru BK sesuai dengan asas keahlian dan prinsip bimbingan dan konseling tersebut diatas, guru yang bukan dari lulusan bimbingan dan konseling tidak dianjurkan untuk melakukan atau menerapkan layanan bimbingan dan konseling kepada individu karena layanan bimbingan dan konseling hanya dapat diampu oleh tenaga ahli bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling harus dilakukan oleh tenaga profesional maksudnya adalah guru BK atau konselor harus terlatih dan terdidik serta berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S1) dalam bidang bimbingan dan konseling, memiliki kompetensi di bidang bimbingan dan konseling, dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor. Hal ini ditekankan agar tidak terjadi malpraktek dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. 17. Guru BK menyalahgunakan ruang BK (ruang BK dijadikan tempat rumpi). Bahasan: Melanggar



syarat-syarat



seorang



konselor,



yaitu



seorang



pembimbing atau guru BK diharapkan mempunyai sifat-sifat dapat menjalankan prinsip-prinsip serta kode etik dalam bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan syarat-syarat seorang konselor tersebut diatas, ruang BK harus digunakan sebagaimana mestinya yaitu untuk kegiatan bimbingan dan konseling ataupun curhat peserta didik tentang permasalahan yang sedang mereka hadapi. Apabila ruang BK disalahgunakan oleh guru BK sebagai tempat rumpi atau gosip, maka peserta didik pasti akan merasa tidak nyaman jika harus bercerita di ruangan yang suasananya tidak kondusif. Oleh sebab itu, bisa saja peserta didik yang awalnya ingin melakukan konseling dengan guru BK tidak jadi dan mengurungkan niatnya karena ruang BK yang telah disalahgunakan.



11



18. Guru BK tidak membantu siswanya sampai tuntas. Bahasan: Melanggar asas Tut Wuri Handayani. Tut Wuri Handayani yaitu suatu asas pendidikan yang mengandung makna bahwa konselor atau guru BK sebagai pendidik harus memfasilitasi setiap peserta didik atau konseli untuk mencapai tingkat perkembangan yang utuh dan optimal. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan asas Tut Wuri Handayani tersebut, seorang guru BK atau konselor harus membantu peserta didik atau konseli hingga permasalahan mereka tuntas dan terselesaikan dengan memfasilitasi peserta didik atau konseli sampai mereka dapat mencapai perkembangan diri yang optimal. Jika guru BK atau konselor tidak membantu peserta didik sampai masalahnya tuntas, maka ditakutkan kalau hal tersebut dapat menghambat perkembangan diri peserta didik itu sendiri. 19. Guru BK tidak memberikan contoh yang baik kepada siswa. Bahasan: Melanggar prinsip bimbingan dan konseling menekankan nilai-nilai positif. Bimbingan dan konseling merupakan upaya memberikan bantuan kepada konseli untuk membangun pandangan positif dan mengembangkan nilai-nilai positif yang ada pada dirinya dan lingkungannya. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan prinsip bimbingan dan konseling tersebut diatas, dalam rangka membangun pandangan positif dan juga mengembangkan nilai-nilai positif, peserta didik membutuhkan dorongan dari konselor atau guru BK. Selain itu juga diperlukan sikap positif nyata yang harus dilakukan atau diterapkan oleh guru BK sebagai contoh yang baik agar peserta didik dapat termotivasi untuk melakukan hal yang positif, baik itu dalam berfikir, berperasaan, maupun bertindak. 20. Guru BK hanya menggunakan strategi yang monoton (banyak masalah hanya diselesaikan dengan satu strategi). Bahasan: Melanggar prinsip khusus bimbingan dan konseling yang berhubungan dengan individu yang memberikan bimbingan yaitu



12



mempergunakan berbagai jenis metode dan teknik yang tepat dalam melakukan tugasnya sebagai konselor, karena keunikan masalah yang dialami oleh individu dan latar belakangnya, maka dalam pemberian layanan pembimbing dituntut untuk menguasai berbagai metode dan teknik bimbingan. Harusnya seorang guru BK sesuai dengan prinsip khusus bimbingan dan konseling tersebut diatas. Pembimbing atau guru BK harus menggunakan berbagai metode untuk mengatasi masalah yang dialami oleh peserta didik, karena ada masalah yang dapat diselesaikan dengan satu teknik saja tetapi ada juga masalah yang memerlukan lebih dari satu teknik atau metode dalam pemecahannya. Dalam prinsip ini menghendaki agar isi atau strategi layanan terhadap sasaran layanan selalu bergerak maju, tidak monoton dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan juga berkembang ke arah yang lebih baik secara bertahap dari waktu ke waktu. Hal tersebut diharapkan agar dalam pelaksanaannya, peserta didik atau konseli nyaman dalam pemecahan masalah dengan strategi layanan bimbingan dan konseling yang bermacam-macam dan selalu mengikuti perkembangan zaman.



13



DAFTAR PUSTAKA



Luddin, Abu Bakar M. 2010. Dasar-dasar Konseling: Tinjauan Teori dan Praktik. Bandung: Citapustaka Media Perintis. Rukaya. 2019. Aku Bimbingan dan Konseling. Pangkep: Guepedia. Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Nomor 111 Tahun 2014. Tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Saputro, Henri. 2018. The Counseling Way: Catatan Tentang Konsepsi dan Keterampilan Konseling. Yogyakarta: Deepublish. Soetjipto. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.



14