Kesehatan BMT [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama : IDHAM KHOLID NIM : 083144166/K4 FEBI



BMT merupakan salah satu model lembaga keuangan syariah yang paling sederhana yang saat ini banyak muncul dan tenggelam di Indonesia. Sayangnya, gairah munculnya begitu banyak BMT di Indonesia tidak didukung oleh faktor-faktor pendukung yang memungkinkan BMT untuk terus berkembang dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan banyaknya BMT yang tenggelam dan bubar yang disebabkan oleh berbagai macam hal antara lain: manajemennya yang amburadul, pengelola yang tidak amanah dan profesional, tidak dipercaya masyarakat, kesulitan modal. Akibatnya, citra yang timbul di masyarakat sangat jelek. BMT identik dengan jelek, tidak dapat dipercaya, dan sebagainya. Suatu BMT tetap harus memenuhi kriteria-kriteria layaknya sebuah bank syariah besar dengan beribu-ribu nasabahnya. Salah satu alasan yang sederhana adalah sebuah lembaga yang mengelola uang masyarakat, tentunya harus kredibel, dapat dipercaya oleh masyarakat. Tingkat Kesehatan BMT Tingkat kesehatan BMT merupakan suatu kondisi yang terlihat sebagai gambaran kinerja dan kualitas BMT, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor dan dapat mempengaruhi aktivitas BMT serta pencapaian target-target BMT, untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Penilaian tingkat kesehatan BMT sangat bermanfaaat untuk memberikan gambaran mengenai kondisi aktual BMT kepada pihak-pihak yang berkepentingan, terutama bagi nasabah dan pengelola. selain itu, dengan mengetahui tingkat kesehatannya akan membantu pihak-pihak tertentu dalam pengambilan keputusan sehingga terhindar dari kesalahan pengambilan keputusan. Beberapa faktor baik internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap tingkat kesehatan BMT, yaitu: 1. Faktor SDM, kondisi BMT sangat dipengaruhi oleh kemampuan SDM dalam mengelola BMT. 2. Faktor sumber daya, termasuk didalamnya adalah dana dan fasilitas kerja. Dalam melakukan penilaian terhadap BMT terdapat 5 aspek yang menjadi acuan dasar penilaian. Dasar penilaian ini mengacu pada sistem penilaian kesehatan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) yang dikenal dengan istilah CAMEL



(Capital adequacy, Asset quality, Management of risk, Earning ability, dan Liquidity sufficiency). Kelima aspek tersebut adalah modal, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas. Adapun indikator dalam penilaian tingkat kesehatan bank yang baru adalah profil resiko, good corporate governance, rentabilitas, dan permodalan bank. Dikhususkan pada profil resiko, ada delapan hal yang termasuk di dalamnya, antara lain resiko kredit, pasar, likuiditas, operasional, hukum, strategis, kepatuhan dan reputasi bank. Periode penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan paling kurang setiap semester (untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember) serta dilakukan pengkinian sewaktu-waktu apabila diperlukan. Berikut ini penjelasan metode CAMEL : 1. Capital Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan. Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-bank yang saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8%. 2. Assets Quality Dalam kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening



administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya. 3. Manajemen (Management ) Penilaian terhadap faktor manajemen dilakukan dengan pendekatan kualitatif terhadap penilaian komponen-komponen sejumlah 30 pertanyaaan dengan bobot skor 15 jika semua jawaban pertanyaan “Ya” untuk lebih jelasnya dapat dirinci sebagai berikut: a. Manajemen Umum Dinilai atas dasar 5 pertanyaan



dengan bobot nilai 3 atau setiap pertanyaan



mendapat skor 0,6 apabila jawaban pertanyaan “Ya“ dan skor 0 jika jawaban “Tidak” b. Manajemen Kelembagaan Dinilai dengan 5 pertanyaan dengan bobot nilai 3 atau setiap pertanyaan mendapat skor 0,6 apabila jawaban “Ya“ dan skor 0 Jika jawaban “Tidak“ c. Manajemen Permodalan Dinilai dengan 5 pertanyaan dengan bobot nilai 3 atau setiap pertanyaan mendapat skor 0,6 apabila jawaban “Ya“ dan skor 0 Jika jawaban “Tidak“ d. Manajemen Aktiva Dinilai dengan 5 pertanyaan dengan bobot nilai 3 atau setiap pertanyaan mendapat skor 0,6 apabila jawaban “Ya“ dan skor 0 Jika jawaban “Tidak“ e. Manajemen Likuiditas Dinilai dengan 5 pertanyaan dengan bobot nilai 3 atau setiap pertanyaan mendapat skor 0,6 apabila jawaban “Ya“ dan skor 0 Jika jawaban “Tidak“ 4. Efisiensi (Efficiency) Aspek Efisiensi adalah penilaian aspek terhadap sejauhmana tingkat efisiensi kinerja koperasi sehingga pada akhirnya akan dapat memperoleh keuntungan yang optimal dengan tidak mengurangi kompetitif pelayanan kepada anggota dan non anggota. Dalam hal ini didasarkan pada analisis Rasio Beban Operasi Anggota terhadap Partisipasi Bruto. Analisis Rasio ini adalah perbandingan Beban Operasi Anggota (Jumlah beban pokok ditambah Beban Usaha Anggota dan Beban



Perkoperasian / untuk USP Beban Perkoperasian dihitung secara proporsional) dibagi dengan Partisipasi Bruto (Kontribusi anggota kepada koperasi sebagai imbalan penyerahan barang dan jasa kepada anggota) kali 100 % . Sasaran analisis ini untuk mengetahui tingkat efisiensi beban biaya usaha dan beban organisasi jika dibanding pendapatan yang diperoleh dari anggota, sehingga semakin rendah rasio semakin efisien. 5. Likuiditas (liquidity) Aspek ini digunakan untuk menganalisa dan menginterpresentasikan posisi keuangan jangka pendek dan juga sangat membantu bagi manajemen untuk efisiensi modal kerja.



DAFTAR PUSTAKA M. Nur Rianto Al Arif, pengantar ekonomi syariah teori dan praktek. CV. Pustaka setia:Bandung 2015.



SKRIPSI Zulfa Saiban, Analisis Tingkat Kesehatan KSPS BMT Rama Tahun 2010 (STAIN: Salatiga, 2011)