Kesehatan Kerja [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi  keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi  tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.                    Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.  Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.



B. Permasalahan Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja. C. Tujuan Menyusun perencanaan pengembangan desa/ dusun sehat melalui indikator Kesehatan dan Keselamatan Kerja 1. Tujuan khusus a. Memahami konsep desa sehat yang ada di Indonesia b. Mengintegrasikan



konsep



keperawatan



komunitas



dalam



pengembangan



desa/dusun sehat c. Melakukan perencanaan pengembangan desa/dusun sehat melalui indicator Kesehatan dan Keselamatan Kerja



BAB II INDIKATOR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA



1. Desa sehat a. Definisi desa sehat Desa sehat adalah suatu upaya untuk menyehatkan kondisi pedesaan yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni warganya dengan mengoptimalkan potensi masyarakat , melalui pemberdayaan kelompok kerja masyarakat , difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan wilayah. Desa sehat adalah desa yang memiliki sumber daya dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan (bencana dan kegawatdaruratan kesehatan) secara mandiri (Depkes RI, 2006). b. Tujuan dibentuknya desa sehat Tujuan umum: Terwujudnya desa dengan masyarakat yang sehat, peduli, dan tanggap terhadap masalahmasalah kesehatan (bencana dan kegawatdaruratan kesehatan) didesanya. Tujuan khusus: 1) Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan dan menerapkan perilaku hidup sehat 2) Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan 3) Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan 4) Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa



c. Ciri-Ciri desa sehat 1) Pendekatan tergantung permasalahan yang dihadapi 2) Berasal dari kebutuhan masyarakat, dikelola oleh masayarakat, sedangkan pemerintah sebagai fasilitator 3) Mengutamakan pendekatan proses dari pada target, tidak mempunyai batas waktu, berkembang sesuai sasaran yang diinginkan masyarakat yang dicapai secara bertahap. 4) Penyelenggaraan kegiatan didasarkan kesepakatan dari masyarakat (Toma, LSM setempat) bersama Pemkab 5) Kegiatan tersebut dicapai melalui proses dan komitmen pimpinan daerah, kegiatan inovatif dari berbagai sektor yang dilakukan melalui partisipasi masyarakat dan kerjasama 6) Dalam pelaksanaan kegiatan harus terintegrasi kondisi fisik, ekonomi, dan budaya setempat d. Sasaran 1) Terlaksananya program kesehatan dan sektor terkait yang sinkron dengan kebutuhan masyarakat, melalui perberdayaan forum yang disepakati masyarakat. 2) Terbentuknya forum masyarakat yang mampu menjalin kerjasama antar masyarakat, pemerintah kabupaten dan pihak swasta, serta dapat menampung aspirasi masyarakat dan kebijakan pemerintah secara seimbang dan berkelanjutan dalam mewujutkan sinergi pembangunan yang baik. 3) Terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik, sosial dan budaya serta perilaku dan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan secara adil, merata dan terjangkau dengan memaksimalkan seluruh potensi sumber daya di kabupaten tersebut secara mandiri. 4) Terwujutnya kondisi yang kondusif bagi masyarakat untuk menigkatkan produktifitas dan ekonomi wilayah dan masyarakatnya sehingga mampu meningkatkan kehidupan dan penghidupan masyarakat menjadi lebih baik.



2. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan. Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada. Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di  darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.



Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik. 1. Sebab-sebab Kecelakaan Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan



kondisi



kelalaian



dan



memperbaiki



kesadaran



mengenai



keselamatan setiap karyawan pabrik. Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang baik. Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan, mengoperasikan pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya



satu saja. Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan. 2. Faktor - faktor Kecelakaan Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan itu sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan harus menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen. Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah pekerja akan membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-faktor kecelakaan tersendiri. 3. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.



a) Kapasitas Kerja Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja. b) Beban Kerja Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.



c) Lingkungan Kerja Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases). 3. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan 1. Pengertian Tenaga Kesehatan Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau rakyatnya. Masyarakat, dari semua lapisan, memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan kesehatan. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya. Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus pelaksana pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan jenis yang sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat berjalan secara optimal. Kebijakan tentang pendayagunaan tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan sektor lain, seperti: kebijakan sektor pendidikan, kebijakan sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan dan peraturan kepegawaian.



Kebijakan



sektor



kesehatan



yang



berpengaruh



terhadap



pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi



pembangunan kesehatan, kebijakan tentang pelayanan kesehatan, kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, dan kebijakan tentang pembiayaan kesehatan. Selain dari pada itu, beberapa faktor makro yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan, yaitu: desentralisasi, globalisasi, menguatnya komersialisasi pelayanan kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh karena itu, kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan harus memperhatikan semua faktor di atas. 2. Jenis Tenaga Kesehatan Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya. Jenis tenaga kesehatan terdiri dari : a. Perawat b. Perawat Gigi c. Bidan d. Fisioterapis e. Refraksionis Optisien f. Radiographer g. Apoteker h. Asisten Apoteker i. Analis Farmasi j. Dokter Umum k. Dokter Gigi



l. Dokter Spesialis m. Dokter Gigi Spesialis n. Akupunkturis o. Terapis Wicara dan p. Okupasi Terapis. 4. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja. Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi.



Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi bersama. Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang professional. Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 5. Indikator Kesehatan dan Keselamatan Kerja Dalam industri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebuah Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) mengikuti beberapa langkah berikut: 



Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)







Penanganan dan Penilaian Resiko (Risk Assesment and Management)







Penilaian Kerja (Performance Measurement)







Audit







Tindakan Perbaikan (Corrective Action)







Tinjauan (Review)



Agar sistem manajemen K3 dapat berhasil, maka diperlukan pengawasan dan pengukuran terhadap tujuan-tujuan yang telah di rencanakan. Masukan inilah yang nantinya diharapkan bisa menjadi masukan bagi sebuah sistem manajemen yang memungkinkan terjadinya proses perbaikan berkelanjutan.



Secara konvensional, departemen kesehatan kerja sebuah perusahaan umumnya mengumpulkan dan melaporkan angka statistic berupa data perawatan kesehatan, pengujian darah, tes audiometric atau jumlah medical check-up. Meskipun data-data ini sangat bermanpaat bagi perancanaan perusahaan, namun hal-hal tersebut bukanlah indicator kinerja kesehatan. Ada dua tipe indicator kinerja kesehatan di tempat kerja antara lain: A. Metode Proaktif Bisa berupa pemantauan paparan ditempat kerja atau juga penilaian factor lain seperti gaya hidup yang dapat mempengaruhi kesehatan seorang pekerja sebelum mereka menjadi sakit. Penggunaan metode proaktif ini menjadi sangat penting karena ketiadaan penyakit dalam kurun waktu tertentu belum tentu dapat menjadi jaminan bahwa sebuah bahaya telah teridentifikasi dan resiko yang mungkin muncul akibat bahaya tersebut telah ditangani dengan baik, sehingga tidak akan muncul penyakit di kemudian hari. Sebagai perumpaan, paparan terhadap zat-zat karsinogenik (penyebab kanker). Di tempat kerja hanya dapat terlihat pengaruhnya dalam kurun waktu yang lama (efek kronis). Karena itulah, menjadi suatu hal yang penting agar pemantauan awal dapat digunakan sebagai umpan nalik terhadap kinerja sebelum penyakit itu muncul. Beberapa contoh indicator proaktif pada pengukuran kinerja kesehatan : 1. Analisa Resiko Kesehatan (Health Risk Assesment -HRA) Analisa Resiko Kesehatan merupakan identifikasi secara sistematis bahaya-bahaya kesehatan ditempat kerja, penilaian besarnya resiko kesehatan, dan rekomendasi untuk menghilangkan atau menurunkan resiko kesehatan sampai pada nilai ambang yang diperbolehkan. Hal yang diukur adalah jumlah analisa resiko kesehatan, sedang indikatornya tergantung dari persentase kelengkapan penilaian resiko kesehatan dari total populasi yang beresiko. Sumber data bisa didapatkan dari catatan kesehatan kerja dan hygiene perusahaan ; audit



2. Kepatuhan Terhadan Nilai Ambang Batas (NAB) Adalah jumlah keadsaan yang bisa menginflementasikan penggunaan NAB dan jumlah kondisi yang berada dibawah NAB tersebut. Indicatornya berupa persentase jumlah pengukuran yang mematuhi nilai NAB. 3. Air Yang Dapat Diminum (Potable) Jumlah sampel air yang memebuhi kualitas standar air minum. Hal ini bisa dilakukan dengan dilakukan pengambilan sampel berkala dan pengukuran pada saat perawatan instalasi penyediaan air bersih. 4. Kepatuhan Terhadap Peraturan Imunisasi Perusahaan Adalah jumlah pekerja yang harus di Imunisasi dikarenakan potensi penyakit yang mungkin mereka derita akibat jabatan atau pekerjaan yang mereka lakukan, sebagaimana dipersyaratkan oleh peraturan perusahaan. Indicator ini dihitung persentase pekerja yang di Imunisasi dari jumlah para pekerja yang memeng harus mendapatkan Imunisasi sebagaimana tertera pada kebijakan perusahaan. Data bisa diambil dari catatan kesehatan pekerja. 5. Jumlah pekerja yang mengikuti surveilens kesehatan Surveilens kesehatan adalah salah satu cara yang dilakukan dengan mempergunakan metodelogi ilmiah dan pengujian, untuk melihat keadaan kesehatan yang sesungguhnya dari para pekerja,atau memiliki potensi terpapar akibat kondisi lingkungan kerja tertentu. Indicator ini bisa menunjukan persentase pekerja berisiko yang mengikuti serveilens kesehatan bagaimana diwajibkan oleh peraturan perusahaan. 6. Analisa dampak terhadap kesehatan masyarakat sekitar Analisa dampak terhadap kesehatan masyarakat sekitar lingkungan kerja dilakukan untuk menilai besarnya potensi dampak akibat project /kegiatan perusahaan. Hal ini



umumnya dilakukan sebagai bagian dari analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Indicator yang dihitung adalah persentasi analisa dampak kesehatan masyarakat pada project/operasi-operasi yang baru dijalankan. 7. Pelatuhan yang terkait dengan kesehatan Adalah jumlah oekerja berisiko yang mengikuti pelatihan terkait tena kesehatan. Indikatornya adalah jumlah pekerja yang berisiko terkena sakit tertentu, dan mengikuti pelatihan terkait penyakit/kesehatan tersebut. B. Metode Reaktif Lebih ditujukan kepada pemantauan akibat dari paparan suatu bahaya kesehatan, seperti kecelakaan, jumlah penyakit akibat kerja, dan temuan dari kurangnya perlindungan kesehatan. Beberapa contoh indicator yang reaktif pada pengukuran kinerja kesehatan adalah : 1. Frekuensi akibat kerja Jumlah kasus akibat penyakiyt akibat kerja (PAK). Indikatornya bisa berupa tingkat frekuensi (Frequency rate) PAK persatu jam paparan kerja 2. Kecelakaan akibat PAK atau yang diakibatkan oleh penyakit yang dapat dicegah. Jumlah pekerja yang terkena penyakit infeksi atau penyakit yangdapat dicegah, seperti malaria, keracunan makanan, penyakit Lionaires, dll. Indikatornya adalah jumlah penyakit baru yang muncul 3. Jumlah Konvensasi yang dikarenakan sakit Jumlah klaim perusahaan yang diakibatkan oleh sakit. Indikatornya adalah persentase jumlah klain sakit dibandingkan dengan jumlah total klaim. Data bisa diambil dari perusahaan asuransi.



4. Jumlah pekerja yang berhenti akibat PAK. Data ini diambil dari jumlah pekerja yang diberhentikan atau di pensiunkan dini, akibat penderita PAK. 5. Jumlah evakuasi medis Yaitu jumlah evakuasi medis yang telah dilakukan. Indikatornya adalah jumlah evakuasi medisyang dilakukan pada pekerja yang berisiko pe rsatu juta jam paparan kerja. 6. Absensi karena sakit Absen karena sakit di definisikan sebagai ketidakhadiran pekerja di karenakan tidak mampu bekerja di karenakan sakit. Indikatornya berupa jumlah absensi per persentase jumlah total hari kerja. 7. Penggunaan fasilitas bantuan kantor karena alasan kesehatan. Beberapa perusahaan mempunyai pasilitas/program bantuan bagi para pekerjanya terkait alasan kesehatan. 8. Hasil akhir dari surveilens kesehatan Adalah jumlah pekerja yang mengikuti surveilens kesehatan, yang telah terbukti positif menderita PAK tidak dapat di sembuhkan (adverse health effect). Penggunaan indicator bagi kinerja kesehatan merupakan salah satu persyaratan penting bagi suksesnya Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) suatu perusahaan. Untuk dapat meningkatkan kinerja kesehatan dari sebuah SMK3, perusahaan perlu memilih dan mengukur indicator yang tepat; perusahaan juga harus bisa mempergunakan data internal maupun eksternal dari laporan-laporan K3 yang dapat digunakan untuk meningkatkan komitmen terhadap aspek kesehatan di dalam SMK3.



9. Kebijakan Kesehatan Kerja 1) Menggali sumber daya untuk optimalisasi tugas dan fungsi institusi pelayanan kesehatan dasar dan rujukan pemerintah maupun swasta di bidang pelayanan kesehatan kerja Kota sehat 2) Meningkatkan profesionalisme para pelaku dalam pembinaan dan pelayanan kesehatan kerja di pusat , propinsi, kabupaten / kota sehat. 3) Mengembangkan jaringan kerjasama pelayanan kesehatan kerja dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kerja bagi angkatan kerja 4) Mengembangkan tenaga ahli kesehatan kerja bagi angkatan kerja dan dokter kesehatan kerja sebagai pemberi pelayanan kesehatan utama dengan pelayanan kesehatan paripurna 5) Mengembangkan kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi 6) Mendorong agar setiap angkatan kerja menjadi peserta dana sehat / asuransi kesehatan sebagai perwujudan keikutsertaannya dalam upaya pemeliharaan kesehatan diri, keluarga dan lingkungannya 7) Mengembangkan iklim yang mendorong dunia usaha yang partisipatif dalam kelembagaan K3 di tempat kerja 8) Mengembangkan peran serta masyarakat pekerja dengan meningkatkan pembentukan UKBM maupun mengaktifkan kegiatan pos UKK yang sudah ada . 9) Mengembangkan sistem informasi manajemen K3 sebagai upaya pemantapan survailans epidemiologi penyakit dan kecelakaan akibat kerja 10. Strategi Kesehatan Kerja 1) Mengembangkan kebijakan dan pemantapan manajemen program kesehatan Kerja 2) Meningkatkan SDM kesehatan kerja 3) Mengaktifkan jaringan komunikasi efektif lintas disiplin ilmu , lintas lembaga / Lintas sektoral dan lintas program Intensifikasi penatalaksanaan PAK dan PAHK Survailan epidemiologi PAK dan PAHK Mengembangkan SIM-KK 4) Pengembangan model lingkungan kerja sehat berbasis wilayah



5) Menggali, mengembangkan dan memanfaatkan potensi spesifik daerah 6) Menghimpun potensi yang dimiliki para pelaku K3 dalam asas kebersaman dan saling menguntungkan 7) Menerapkan dan membangun kemitran sebagai landasan kerja dan promosi kesehatan kerja. 8) Proaktif terhadap segala perubahan dalam mengantisipasi dampak globalisasi. 11. Konsep Keperawatan Komunitas a. Pengertian Komunitas adalah sekelompok manusia yang saling berhubungan lebih sering dibandingkan dengan manusia yang lain berada diluarnya serta saling ketergantungan untuk memenuhi keperluan barang dan jasa yang penting untuk kehidupan sehari-hari. Menurut WHO(1959) keperawatan komunitas adalah bidang perawatan khusus yang merupakan gabungan keterampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan social, sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan guna meningkatkan kesehatan, menyempurnakan kondisi social, perbaikan lingkungan fisik, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan bahaya yang lebih besar, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat akan terpengaruh secara keseluruhan. b. Tujuan keperawatan komunitas 1) Tujuan umum: Meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan masyarakat secara menyeluruh dalam memelihara kesehatannya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal secara mandiri. 2) Tujuan khusus: a) Masyarakat paham mengenai konsep sehat sakit b) Masyarakat paham mengenai konsep Kesehatan dan Keselamatan Kerja c) Tertanganinya kelompok masyarakat rawan yang memerlukan pembinaan dan asuhan keperawatan dirumah, dan dimasyarakat



d) Teratasi dan terkendalinya keadaan lingkungan fisik dan social untuk menuju keadaan sehat optimal. c. Sasaran keperawatan komunitas 1) Individu sebagai klien Individu adalah anggota keluarga yang unik sebagai kesatuan yang utuh dari aspek biologi, psikologi, sosiologi, dan spiritual. 2) Keluarga sebagai klien Keluarga merupakan sekelompok individu yang berhubungan erat secara terus menerus dan terjadi interaksi satu sama lain baik secara perorangan maupun secara bersama-sama,



didalam



lingkungannya



sendiri



atau



masyarakat



secara



keseluruhan. 3) Masyarakat sebagai klien Masyarakat memiliki ciri yaitu adanya interaksi antar warga, diatur oleh adat istiadat, norma, hukum, dan peraturan yang khas dan memiliki identitas yang kuat mengikat semua warga. d. Lingkup keperawatan komunitas Bentuk asuhan/pelayanan langsung yang berfokus pada kebutuhan dasar komunitas yang berkaitan dengan kebiasaan atau pola perilaku masyarakat yang tidak sehat, ketidakmampuan masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan internal dan eksternal. Keperawatan komunitaas mencakup berbagai bentuk upaya pelayanan kesehatan baik upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitative, maupun resosialitatif. e. Peran perawat komunitas 1) Pemberi pelayanan: memberikan yankep langsung dan tidak langsung kepada klien dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan terhadap individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. 2) Pendidik: memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dengan risiko tinggi atau kader kesehatan



3) Pengelola: merencanakan, mengorganisasi, mengerakkan dan mengevaluasi yankep baik langsung maupun tidak langsung dan menggunakan peran serta aktif masyarakat dalam kegiatan keprawatan komunitas. 4) Konselor: memberikan konseling atau bimbingan kepada kader, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan komunitas 5) Pembela klien (advokator): melindungi dan memfasilitasi dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan komunitas 6) Peneliti: melakukan penelitian untuk mengembangkan keperawatan komunitas 12. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk mencapai Desa Sehat a. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun



terhadap



orang



disekitarnya



desanya.



Dengan



deteksi



dini,



maka



penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi : 1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Anamnese umum Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi: a. Anamnese pekerjaan b. Penyakit yang pernah diderita



c. Alrergi d. Imunisasi yang pernah didapat e. Pemeriksaan badan f. Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu : -



Tuberkulin test



-



Psikotest



2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan. 3. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. b. Pola Hidup Sehat dan Bersih dalam bekerja Hidup sehat di mulai dari diri dan lingkungan dimana lingkungan tempat kerja terdiri dari tiga bagian yang telah ada dalam program K3 : 1.



Ruang kerja 



Memelihara kebersihan ruang dan alat kerja serta alat penunjang kerja.







Secara periodik peralatan/penunjang kerja perlu di up grade.







Menyimpan tanaman hias seperti jenis sansiviera







Tidak merokok diruang kerja



2. Toilet/Kamar mandi 



Disediakan tempat cuci tangan dan sabun cair.







Membuat petunjuk-petunjuk mengenai penggunaan closet duduk, larangan berupa gambar dll.







Penyediaan bak sampah yang tertutup.







Lantai kamar mandi diusahakan tidak licin.



3. Kantin 



Memperhatikan personal hygiene bagi pramusaji (penggunaan tutup kepala, celemek, sarung tangan dll).







Penyediaan air mengalir dan sabun cair.







Lantai tetap terpelihara.







Penyediaan makanan yang sehat dan bergizi seimbang. Pengolahannya tidak menggunakan minyak goreng secara berulang.







Penyediaan bak sampah yang tertutup.



4. Pengelolaan Sampah 



Terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, kuat, tertutup, dan mudah dibersihkan







Tersedia alat angkut sampah yg kuat, mudah dibersihkan dan mudah dipindahkan







Tersedia tempat pembuangan sampah sementara (TPS), kedap air, kuat, kedap air atau kontainer, mudah dibersihkan dan mudah dijangkau petugas pengangkut sampah







TPS tidak menjadi tempat perindukan binatang (vektor) penular penyakit







Sampah diangkut minimal 1 x 24 jam 



Secara umum di setiap unit kerja dibuat poster yang berhubungan dengan pemeliharaan kebersihan lingkungan kerja.



BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH



Desa Sumberjaya secara administrasi termasuk dalam Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang. Lokasi studi Desa Sumberjaya memiliki batas-batas sebagai berikut: 



Utara



: Desa Pancakarya, Kecamatan Tempuran







Selatan



: Desa Tanjungjaya, Kecamatan Tempuran







Barat



: Desa Mekar pohaci, Kecamatan Cilebar







Timur



: Desa Cikuntul, Kecamatan Tempuran



Dari hasil wawancara dari ketua RT Sumberjaya, Jumlah penduduk Desa Sumberjaya, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang berjumlah 2.625 KK terdiri dari: laki-laki 4.137 jiwa, perempuan 4.250 jiwa. Masyarakat Sumberjaya 60% bekerja sebagai buruh swasta yaitu bekerja disebuah perusahaan yang berada di luar kecamatan Tempuran. Dalam hal ini banyak resiko kecelakaan yang mungkin saja terjadi karena factor lelah atau ngantuk saat pulang dari tempat kerjanya. 22% sebagai petani yang berada di wilayahnya sendiri. 18% sebagai pedagang sembako yang berjualan di masing-masing rumahnya. Adapun resiko PAK yang mempengaruhi derajat kesehatnnya dari semua pekerjaan tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya sebuah masalah. Dari hasil wawancara dari beberapa orang yang bekerja sebagai buruh swasta di sebuah perusahaan, 10 dari 8 orang mengatakan sering mengalami batuk-batuk karena tidak menggunakan masker saat bekerja. Dari hasil observasi, banyak para petani yang mengangkat beban (karung berisi padi) tidak diperhatikan cara mengangkat beban yang berat dengan baik dan benar serta pelindung diri (baju tangan panjang) untuk menghindari resiko integritas kulit.



BAB IV PEMBAHASAN



Dalam Rensta Kementrian Kesehatan tahun 2010-2014 dinyatakan bahwa arah pembangunan kesehatan yang diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud dengan penekanan pada pencapaian sasaran prioritas nasional, SPM bidang kesehatan, dan MDGs (Kepmenkes RI, 2010). Program K3 selama ini sudah di buat oleh Departemen Kesehatan dalam upaya peningkatan produktivitas kerja. Namun kesadaran akan pentingnya pelaksaaan program ini masih belum tercapai. Banyak keluhan gangguan kesehatan yang dirasakan oleh setiap pekerja namun hal itu dirasakan sebagai gangguan biasa. Padahal dari gangguan yang dialami bisa saja itu merupakan sebuah gejala Sick Building Sindrome. Maka dari itu, diperlukan usaha yang tepat untuk selalu menjelaskan pola hidup sehat dan pengertian K3 itu sendiri. Adapun program serta anggaran yang perlu disiapkan adalah sebagai berikut: 1. Melakukan sosialisasi mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja kepada seluruh masayarakat Desa Sumberjaya 



Target Populasi : Kades, Masyarakat Desa Sumberjaya, Kader, Toma, Toga, DinKes, Puskesmas







Anggaran







Sewa Infokus



: Rp.







Konsumsi



: Rp. 1.000.000







Foto copy Leaflet



: Rp.



100.000







Sewa tempat



: Rp.



150.000







Lain-lain



: Rp.



500.000



Jumlah



: Rp. 1.850.000



100.000



2. Memperbaiki lingkungan fisik, social, ekonomi, dan budaya masyarakat yang mempengaruhi Kesehatan dan Keselamatan Kerja masyarakat dengan bekerja sama dengan beberapa instansi terkait seperti dinas social, dinas kebudayaan masyarakat, maupun dinas perekonomian serta membentuk suatu kelompok kerja kesehatan yang peduli terhadap kesehatan masyarakat tertuma dalam bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. a.



Target Populasi : Kades, Masyarakat Desa Sumberjaya, Kader, Toma, Toga, DinKes, Puskesmas



b.







Anggaran Membuat Gedung untuk forum Kesehatan dan Keselamatan Kerja : Rp. 1.000.000.000







Perlengkapan atau fasilitas Gedung Forum Kesehatn dan Keselamatan Kerja : Rp. Jumlah



120.000.000



: Rp. 1.120.000.0000



3. Melakukan pelatihan terhadap para kader dalam bidang kesehatan maupun sector lain agar mampu memberikan kontribusi yang optimal terhadap perkembangan kesehatan, ekonomi, budaya maupun bidang lain. a. Target Populasi : Kades, Kader, Toma, Toga, DinKes, Puskesmas b. Anggaran 



Honor narasumber



: Rp. 1.500.000







Foto copy materi



: Rp.



450.000







Konsumsi Pelatihan : Rp.



500.000







Lain-lain



: Rp.



500.000



Jumlah



: Rp.



2.950.000



Total Anggaran



: Rp : 1.124.800.000



Berikut ini adalah analisa S.W.O.T. dari masalah program K3 (keselamatan dan kesehatan kerja): a. Strenght (kekuatan) Program K3 ini sangat bermanfaat bagi setiap pekerja yang menjalankannya: 1. Menurunkan angka kemangkiran pekerja 2. Berkurangnya biaya rawat kesehatan 3. Meningkatkan kinerja kerja pekerja 4. Menurunkan cidera karena pekerjaan 5. Meningkatkan derajat kesehatan pekerja b. Weaknesss (kelemahan) Pada pelaksanaan program ini belum disosialisasikan dengan baik oleh pemerintah dan belum adanya kesiapan dari pemerintah dalam menjalankannya. Sehingga perusahaan masih meragukan program itu. c. Opportunity (peluang) Program K3 di Indonesia masih kurang dipahami oleh setiap pekerja namun dengan adanya sosialisasi K3 ke setiap masyarakat dapat menjadikan kondisi kerja yang baik dengan pekerja yang sehat dan semangat bekerja. d. Threatment (ancaman) Program K3 ini berhubungan dengan pengawasan terhadap orang, mesin, material dan metode yang mencakup lingkungan kerja agar pekerja tidak mengalami cedera. Terkadang luput dari mata pengawasan petugas maupun pekerja itu sendiri. Semua pekerja belum menyadari pentingnya K3. Sehingga pihak dari perusahaan ataupun masing-masing individu tidak menjadikan itu sebagai hal penting, yang terpenting pekerjaan beres sesuai waktu yang ditentukan.



BAB V PENUTUP



A. Kesimpulan Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja. B. Saran Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan, individu atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA



Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo. Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji Masagung Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung Agung, 1985 -------------------,1990. Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia. [s.]:Direktorat Bina Peran Masyarakat Depkes RT. Depkes. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI



Notoatmodjo, Soekidjo. 2003.Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. Wikipedia. 2012. Formaldehida. http://id.wikipedia.org/wiki/Formaldehida diakses hari jumat, 11 Mei 2010