Kesetimbangan Kimia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KIMIA FISIKA



KEADAAN PADAT DAN CAIR



DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1 Lisa andriani



(170140136)



Oktaviani



(170140127)



Deswita putri



(170140124)



Annisa masturah



(170140152)



DOSEN PEMBIMBING Zulnazri, S.Si.,MT



JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MALIKUSSALEH BUKIT INDAH 2018



KATA PENGANTAR Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan dengan karunia dan hidayahnya sehingga kami masih diberikan kesadaran dan kemauan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kimia fisika dengan judul “Keadaan Padat dan Cair” sesuai dengan waktu yang telah di tentukan. Laporan ini kami susun berdasarkan berbagai referensi yang kami ambil serta ilmu yang kami peroleh selama pembelajaran yang kami ikuti. Makalah kimia fisika yang telah kami susun ini di buat dalam rangka memenuhi tugas dari dosen pembimbing dan merupakan tanggung jawab kami sebagai mahasiswa untuk menyelesaikan materi presentasi. Dengan selesainya penyusunan makalah ini kami mengucapan terima kasih kepada dosen pembimbing maupun kepada kawan kawan kelompok satu yang senantiasa bekerja sama dalam membantu penyusunan makalah ini. Semoga dengan selesainya makalah ini, kami dapat mempresentasikan hasil kerja kami dengan maksimal. Kami sangat menyadari keterbatasan dan kelemahan juga masih banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu kami mohon maaf jika adanya kekeliruan dalam penyampaian materi ini. Kami juga sangat mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing maupun dari kawan kawan sekalian, agar kami dapat menyusun makalah yeng lebih baik lagi kedepannya.



Bukit indah, 17 April 2018



penyusun



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padatan adalah keadaan benda, diciri-cirikan dengan volume dan bentuk yang tetap. Dalam benda padat, atom/molekul berdekatan, atau "keras"; tetapi, tidak mencegah benda padat berubah bentuk atau terkompresi. Padatan yang ditemukan di sungai dalam dua bentuk, diskors dan dibubarkan. Cairan adalah salah satu dari empat fase benda yang volumenya tetap dalam kondisi suhu dan tekanan tetap, dan, bentuknya ditentukan oleh wadah penampungnya. Cairan juga melakukan tekanan kepada sisi wadahnya dan juga kepada benda yang terdapat dalam cairan tersebut, tekanan ini juga disalurkan ke seluruh arah. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa itu keadaan kristal ? 2. Bagaimana sistem kristal ? 3. Bagaimana difraksi sinar X ? 4. Bagaimana penentuan struktur kristal ? 5. Bagaimana struktur cairan ? 6. Apa itu tekanan uap ? 7. Apa itu Viskositas ?



1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui keadaan kristal 2. Untuk mengetahui sistem kristal 3. Untuk mengetahui difraksi sinar X 4. Untuk mengetahui penentuan struktur kristal 5. Untuk mengetahui struktur cairan 6. Untuk mengetahui tekanan uap 7. Untuk mengetahui viskositas



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Keadaan Kristal Dalam mempelajari keadaan Kristal, akan lebih mudah untuk memahaminya apabila kita memandang Kristal secara geometric. Yang dimaksud secara geometric adalah memandang Kristal sebagai kumpulan atom atau molekul yang tersusun secara teratur dalam ruang. Susunan yang teratur ini dikenal dengan nama kisi. Kisi satu dimensi dinyatakan dengan satu parameter kisi. Parameter kisis ini merupakan suatu besaran vector. Kisi dua dimensi merupakan pengembangan dari kisi satu dimensi. Pada kisi dua dimensi, semua titik kisi dapat dihubungkan dengan garis membentuk pola garis yang teratur. Selain itu, kita juga dapat membagi kisi tersebut ke dalam unit sel, Setiap uit sel dinyatakan oleh dua vector a’ dan b’. Kisi tiga dimensi atau kisi ruang dinyatakan dalam tiga vector, yaitu a” , b” , c”. Jika besaran vector ini hendak diganti dengan besaran scalar, maka untuk menyatakan unit sel perlu ditambahkan sudut α, β, dan γ yang merupakan sudut antara ketiga vector tersebut



2.2 Sistem Kristal Dalam mempelajari kristal, operasi simetri didefenisikan sebagai operasi yang akan mentransformasikan Kristal bayangannya, dimana antara Kristal dengan bayangannya tidak dapat dibedakan. Operasi simetri diakibatkan oleh adanya elemen simetri.



Terdapat 32 kemungkinan kombinasi elemen simetri yang mengakibatkan adanya 32 kristal. Tetapi, klasifikasi Kristal ke dalam 32 kelas ini dapat disederhanakan dengan jalan mengelompokkan kelas – kelas Kristal tadi ke dalam enam sistem Kristal. Walaupun ke-32 kristal merupakan hal yang lebih mendasar, tetapi yang sering digunakan adalah sistem Kristal, karena lebih mudah mengelompokkan suatu Kristal berdasarkan bentuknya ke dalam sistem Kristal daripada mengelompokkannya ke dalam kelas Kristal berdasarkan elemen simetrinya.



2.3 Bidang dan Indeks Miller Kita telah mempelajarin bagaimana kisi satu dimensi, kisi dua dimensi, dan kisi tiga dimensi dapat dinyatakan dengan parameter kisi. Misalnya bentuk kisi tiga dimensi dalam ruang dapat dinyatakan dengan tiga buah vector; ketiga buah vector tersebut adalah parameter kisi. Tetapi dalam kristalografi sinar X, selain dapat dinyatakan dengan “perangkat bidang”. Sebagai contoh, seperti terlihat pada Gambar 2.6, setiap titik kisi dapat dihubung – hubungkan sehingga membentuk garis – garis lurus yang sejajar. Garis – garis sejajar ini



dikenal sebagai perangkat bidang atau lebih dikenal dengan bidang – bidang indeks Miller, karena bidang – bidang tersebut dapat dinyatakan dengan tiga parameter (h, k, l).



Indeks Miller suatu perangkat bidang dapat ditentukan dengan memperhatikan berapa kali perangkat bidang tertentu memotong sumbu – sumbu unit sel. Misalkan pada Gambar 2.6, perangkat bidang (1,2,0) memotong sumbu a’ sekali, memotong sumbu b’ dua kali dan tidak memotong sumbu c’ (karena kisi dua dimensi). Perangkat bidang (3,1,0) memotong sumbu a’ tiga kali (pada 3 posisi, memotong sumbu b’ sekali, dan tidak memotong sumbu c’. Setiap perangkat bidang indeks Miller dicirikan dengan adanya interplanar spacing (jarak) yang dinyatakan dengan menggunakan indeks Miller sebagai subskrip. Jadi d310 menyatakan interplanar spacing untuk bidang (3,1,0). Pada Gambar 2.7 dapat dilihat beberapa bidang indeks Miller pada kisi Bravais yang berbentuk kubik.



2.4 Difraksi Sinar X Jika seberkas sinar X menumbuk partikel berukuran atom, sinar tersebut akan dipantulkan ke segala arah oleh setiap partikel atomic yang ditumbuknya. Peristiwa ini mirip dengan gelombang yang timbul apabila kita melemparkan batu ke permukaan air kolam tenang. Gelombang – gelombang yang ditimbulkan oleh batu yang kita lempar tadi ketika saling bertemu, kadang – kadang membentuk gelombang yang lebih besar dan kadang – kadang tampak saling meniadakan. Demikian pula dengan sinar X, dapat saling memperkuat dan saling meniadakan. Gambar 2.4 memperlihatkan dua gelombang yang saling memperkuat dan saling meniadakan.



Apabila berkas sinar X melalui atom atau ion yang tersusun secara teratur seperti pada Kristal, kita dapat menghitung bilamana interferensi konstruktif (saling memperkuat) akan terjadi. Gambar 2.5 akan memperlihatkan sinar X menumbuk suatu perangkat bidang pada kisi dua dimensi.



Ketika berkas sinar X didifraksikan oleh perangkat bidang, sinar tersebut akan tampak seolah – olah dipantulkan oleh sederetan pantulan yang berasal dari dua lapisan (bidang) yang pertama. Dua berkas sinar yang menuju bidang pada mulanya adalah sefasa, tetapi



ketika dipantulkan karena berkas sinar yang sebelah bawah menempuh jarak yang lebih jauh, sinar pantul yang keluar dari Kristal mungkin tidak sefasa lagi. Apabila sinar – sinar ini sefasa, maka perbedaan jarak yang ditempuh harus merupakan kelipatan bilangan bulat dari panjang gelombang. Perbedaan jarak yang ditempuh = n𝜆, dimana n= 1, 2, 3, 4, ….; 𝜆 = panjang gelombang 2.5



Penentuan Struktur Kristal Pada masalah – masalah yang sederhana seperti pada sistem Kristal kubik, elemen -



elemen dan struktur Kristal dapat dengan mudah ditentukan dengan menggunakan persamaan Bragg. Dengan menggunakan dalil Phytagoras, dengan mudah dapat dilihat bahwa pada sistem Kristal kubik berlaku : dhkl = √ℎ2



𝑎 + 𝑘 2 +𝑙2



a = b = c = panjang sisi kubik hkl = indeks Miller untuk bidang sistem kubik dhkl = interplanar spacing dengan menggunakan persamaan 2.1 dengan 2.2 akan diperoleh : 𝑛𝜆



a = 2 sin θhkl √h2 + k2 + l2 2.6



Prosedur Difraksi Sinar X Percobaan dengan menggunakan difraksi sinar X kebanyakan terbataspada zat padat



saja. Hasil yang paling baik akan diperoleh apabila digunakan suatu Kristal tunggal. Alat yang digunakan untuk mengukur dan mempelajari difraksi sinar X dinamakan Ganiometer. Pada metoda Kristal tunggal, sebuah Kristal yang berkualitas baik diletakkan sedemikian rupa sehingga dapat berotasi pada salah satu sumbu Kristalnya. Ketika Kristal itu diputar pada salah satu sumbu Kristal, seberkas sinar X monokhromatik dipancarkan kearah Kristal. Ketika Kristal berputar, perangkat – perangkat bidang yang ada dalam Kristal secara berurutan akan memantulkan berkas sinar X. Berkas sinar X yang dipantulkan ini kemudian direkam pada sebuah piringan fotografik. Jika yang digunakan piringan yang datar, akan diperoleh suatu pola seperti terlihat pada Gambar 2.13, tetapi apabila yang digunakan adalah film fotografik yang lengkung berbentuk silinder dengan Kristal yang diuji terletak ditengah silinder, maka akan diperoleh suatu deretan spot yang berbentuk garis lurus sehingga pengukuran menjadi semakin mudah. Ketika sinar X menumbuk Kristal, sebenarnya electron yang terdapat di sekeliling atom atau ionlah yang menyebabkan terjadinya pemantulan. Makin banyak jumlah electron



yang terdapat di sekeliling atom pada suatu bidang, makin besar intensitas pantulan yang disebabkan oleh bidang tersebut dan akan menyebabkan makin jelas spot yang terekam pada film. Dengan menggunakan suatu metode yang dikenal dengan nama metode sintesi Fourier, kita dapat menghubungkan intensitas spot dengan kepekatan distribusi electron yang terdapat dalam unit sel. Dengan mengamati kepekatan distribusi electron dalam unit sel, kita dapat menduga letak atom dalam unit sel tersebut. Atom akan terletak pada daerah – daerah yang mempunyai kepekatan distribusi electron maksimum. Dengan menggunakan metode difraksi sinar X, struktur molekul yang sangat kompleks dapat ditentukan. Misalnya saja struktur DNA yang sangat kompleks dapat ditentukan dengan metode sinar X seperti yang telah dilakukan oleh Crick, Wilkins, dan Watson.



2.7



Beberapa Struktur Kristal Struktur suatu Kristal ditentukan oleh gaya antara atom – atom dan ukuran atom yang



terdapat dalam Kristal. Kita dapat menganggap atom atau ion sebagai bola padar berjari – jari r. Dengan meletakkan bola – bola tersebut sedemikian rupa sehingga saling bersinggungan satu dengan yang lain dan kemudian meletakkan lapisan bola kedua diatas lapisan pertama yang telah dibentuk tadi, kita dapat membuat beberapa struktur close packed. Ada tiga struktur close packed yang paling nyata : 1. Hexagonal close packing (hcp) 2. Cubic close packing (ccp) 3. Body – centred cubic packing (bcc)



Apabila kita perhatikan model kedua jenis struktur di atas, terlihat bahwa setiap bola akan bersinggungan dengan dua belas bola lain. Penyusun bola – bola seperti ini adalah yang paling efisien. Fraksi ruang yang ditempati oleh satu bola yang disusun seperti di atas adalah 0,74. Hal ini sering dinyatakan dalam persen dan dikenal dengan efisiensi-packing (74%). Hampir semua Kristal logam dapat digolongkan ke dalam salah satu dari ketiga sistem di atas, misalnya : Magnesium







close packing heksagonal



Perak







close packing kubik



Natrium







close packing pusat badan



Cara penyusunan bola pada Kristal ionic tidak sesederhana pada Kristal logam, hal ini disebabkan dua faktor yaitu :



a. Kristal ionic terdiri ion – ion yang bermuatan b. Ion jenis satu dan ion jenis lainnya mempunyai ukuran yang berbeda Sebagai contoh, pada natrium klorida misalnya, jumlah anion yang mengelilingi kation harus sama dengan jumlah kation kation yang mengelilingi anion. Hal ini disebakan molekul NaCl tidak bermuatan. 2(rna+ rcl-) = a a



= dimensi / panjang sisi unit sel



rna+



= jari – jari atom natrium



rcl-



= jari – jari atom klor



salah satu cara untuk menduga struktur Kristal yang terdapat dalam suatu senyawa adalah dengan menggunakan aturan rasio jari – jari yang dikemukakan oleh Pauling. Menurut Pauling, angka hasil bagi jari – jari kation (r +) dengan jari – jari anion (r-) berhubungan dengan bilangan koordinasi yang terdapat dalam Kristal ionic.



Selain Kristal logam dan Kristal ionic, terdapat dua bentuk Kristal lain yaitu Kristal molecular seperti pada iodium dan Kristal kovalen seperti pada intan dan grafit. Pada Kristal molecular, molekul – molekul saling berikatan dengan gaya yang relatif lemah yaitu gaya van der Waals, sedangkan pada Kristal kovalen, atom – atom saling berikatan dengan ikatan kovalen.



2.8



Struktur Cairan Cairan memiliki sifat degree of structure tidak sebesar keadaan kristal, tetapi jelas



lebih daripada gas. Bahwa cairan mempunya struktur, dapat dibuktikan dengan mengukur fungsi distribusi radial (FDR). Untuk memahami apa itu FDR, perhatikanlah uraian berikut:



bayangkan suatu molekul A dalam cairan yang dikelilingi suatu selubung berbentuk bola dengan jari-jari r, pusat bola terletak pada pusat molekul A tersebut. Selubung bole tersebut mempunyai ketebalan sebesar dr. Volume kulit selubung bola adalah: 4/3 π (r + dr)3 – 4/3 πr3 Bila besaran yang mengandung (dr)2 dan (dr)3 diabaikan karena sangat kecil, maka volume kulit selubung adalah: 4 π r2dr Apabila partikel dianggap tersebar secara acak, jumlah partikel (molekul cairan) yang terdapat pada selubung tipis ini adalah: (N/V) 4 πr2drg N



= jumlah partikel dalam sistem cairan



V



= volume sistem cairan



Pada kenyataanya, molekul cairan tidak tersebar secara acak karena cairan memiliki struktur. Jadi, sebenarnya jumlah molekul yang terdapat pada selubung adalah: (N/V) 4 πr2drg(r) g(r) = susunan partikel sebenarnya / susunan partikel acak Bila misalnya cairan tidak memiliki struktur, maka FDR ataau fungsi distribusi radial g(r) akan sama dengan satu. Dengan kataa lain, rata-rata susunan partikel sebenarnya sama dengan susunan partikel acak. Tetapi pada kenyataanya, cairan memiliki struktur, sehingga nilai g(r) tidak sama dengan satu. Bagaimana cara mengukur fungsi distribusi radial? Yakni dengan menggunakan difraksi sinar X. FDR juga dapat diukur dengan metoda difraksi neutron. Metoda ini terutama sangat berguna untuk molekul-molekul yang mempunyai berat molekul kecil. Pada molekulmolekul demikian, berkas neutron akan didifraksikan oleh inti atom molekul-molekul tersebut.



Metoda difraksi sinar X untuk cairan sama saja dengan metoda yang digunakan untuk padatan. Tetapi, pola yang diperoleh agak berbeda. Berbeda dengan hasil difraksi sinar X padatan yang berbentuk susunan spot yang tertur, pada hasil difraksi sinar X cairan, pola spo yang diperoleh lebih menyebar. Tetapi adanya maksimum dan minimum pada pola yang terekam menunjukkan bahwa cairan memang mempunyai struktur.



3 Terlihat bahwa pada kurva respon, di samping puncak – puncak yang tajam, juga terdapat puncak yang lebih landai. Juga semakin jauh dari spot pusat pada film fotografi, yaitu spot yang disebabkan oleh berkas sinar X yang belum terdifraksi, tinggi puncak yang terekam oleh detector semakin pendek. Jika kita hitung nilai FDR dari intensitas dan sudut difraksi θ, maka akan dapat dibuat kurva yang ekivalen seperti berikut (gambar) Terlihat bahwa semakin jauh dari suatu molekul cairan tertentu yang dijadikan patokan, amplitude akan semakin kecil atau g(r) semakin mendekati satu. Pada jarak yang sangat jauh dari molekul tersebut, nilai g(r) menjadi satu. berdasarkan kenyataan ini, cairan dikatakan mempunyai struktur susunan jarak dekat dan tidak memiliki struktur susunan jarak jauh. Bila padatan dicairkan, volumenya biasanya meningkat. Kenaikan volume akan berlainan dari satu zat ke zat lain. Untuk zat argon, bila padatan argon mencair menjadi cairan argon, volumenya meningkat sebanyak ± 10%. Tetapi, walaupun volume meningkat, letak maksimum fungsi bdistribusi radial, yaitu nilai r pada gambar 3.3 pada keadaan cair kurang lebih sama dengan keadaan padat. Pada fasa gas atau uap, sebagian besar terdiri dari ruang kosong dengan molekul – molekul yang bergerak secara acak di dalamnya. Pada cairan, hal sebaliknya ditemui, yaitu sebagian besar terdiri dari molekul – molekul yang terisi dengan beberapa rongga yang bergerak secara acak. Ketika suhu sistem dinaikkan, konsentrasi molekul pada fasa gas akan



meningkat karena adanya molekul – molekul yang pindah dari fasa cair ke fasa gas, juga jumlah rongga di dalam cairan akan meningkat. Pada teorinya, Eyring menyarankan bahwa volume rongga kurang lebih sama dengan volume sebuah molekul. Molekul yang mmbatasi rongga mempunyai sifat yang sama dengan molekul pada fasa gas, sedangkan molekul lain yang tidak membatasi rongga mempunyai sifat yang sama dengan molekul padatan. Bila dimisalkan V1 dan V2 adalah volume molar cairan dan padatan dari suatu zat, maka apabila padatan tersebut mencair, volume akan meningkat sebanyak V1 – V2 . Untuk 1 mol cairan, jumlah rongga yang ada adalah (V1 – V2)/V2. Jumlah total mol cairan dalam 1 mol adalah 1, sehingga jumlah total lubang + mol cairan adalah : 1 + [(V1 – V2)/V2] yang sama denga V1 / V2 Jadi, jumlah fraksi rongga yang memiliki sifat menyerupai gas adalah : [(V1 – V2/V2) / (V1/V2)] = (V1 – V2) / V1 Sisanya, berupa fraksi yang terdiri dari molekul yang memiliki sifat seperti padatan adalah : 1 – [(V1 – V2)/V2] = V1 / V2 Teori Eyring disebut juga sebagai teori significant structure. Teori ini memungkinkan kita untuk memahami sifat cairan berdasarkan sifat padatan dan gas yang telah dikeathui dengan jelas. Cv =



(V2 / V1) 6 serupa padatan



2.9



+



[(V1 – V2)/V1] 3 serupa gas



Tekanan Uap Penguapan cairan terjadi karena molekul-molekul cairan dipermukaan cairan



meninggalkan cairan. Molekul-molekul ini mempunyai tenaga lebih besar daripada tenaga rata-rata dalam cairan. Penguapan tidak terjadi terus menerus, sebab sebagian dari uap kembali kedalam cairan. Bila kecepatan penguapan dan pengembunan sama, terjadi kesetimbangan dan tkanan uap yang terjad disebut tekanan uap jenuh pada temperatur tersebut atau tekanan uap. Untuk suatu temperatur tertentu, banyaknya panas yang diperlukan untuk menguapkan 1 mol cairan disebut panas penguapan molar, ∆Hv. ∆Hv = Hv – H1



Karena : ∆H = ∆E + P ∆V Maka : ∆Hv = ∆E + P ∆V Dimana : Hv = entalpi uap H1 = entalpi cairan ∆Hv = berharga positif ∆H = Vv – V1 P = tekanan uap cairan Besarnya tekana uap cairan dapat ditentukan dengan bermacam-macam cara, namun semuanya dapat digolongkan pada cara statis dan cara dinamis. Kenaikan tekanan uap lambat pada temperatur yang rendah dan sangat cepat pada temperatur tinggi. Hal ini dapat dilihat dalam grafik antara temperatur dan tekanan uap untuk berbagai cairan. Perubahan tekanan uap terhadap temperatur dapat dinyatakan degan persamaan Clausius-Clapeyron:



d P/ d T = ΔH / T ( V2- V1 ) P = tekanan uap pada temperatur T V2 = volume uap (VG) V1 = volume cairan (V1) ΔH = panas penguapan (ΔHv) Pada temperatur jauh dari permukaan kritis V1