Kesintasan Kanker Laring 18-02-2019 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Penelitian Karsinoma laring merupakan metaplasia skuamosa dari sel epitel gepeng berlapis (epitel respiratorius). Karsinoma laring adalah karsinoma nomor tiga tersering pada keganasan kepala dan leher setelah karsinoma nasofaring dan tumor sinonasal. Tipe karsinoma laring yang tersering adalah karsinoma sel skuamosa (KSS), mulai dari karsinoma in situ hingga karsinoma dengan diferensiasi buruk. Karsinoma laring tiga kali lebih sering muncul pada daerah glotis dibandingkan supraglotis, karsinoma pada daerah subglotis sangat jarang (2%) dari seluruh karsinoma laring.1 Laporan statistik penderita karsinoma laring secara global pada tahun 2018 menunjukkan kasus baru karsinoma laring sebanyak 177.422 dan angka kematian sebesar 94.771.2 Data pada tahun 2018 di Amerika Serikat menunjukkan kasus baru karsinoma laring sebanyak 13.150 dan angka kematian sebesar 3.710.3 Karsinoma laring lebih sering muncul pada laki-laki dibandingkan perempuan (5,8 kasus setiap 100.000 berbanding 1,2 kasus setiap 100.000), pada populasi orang Afrika-Amerika menunjukkan angka insidensi dan mortalitas yang lebih tinggi, serta karsinoma muncul pada usia yang lebih muda dibandingkan pada populasi orang kaukasian.4



1



2



Kasus baru karsinoma laring di China pada tahun 2011 menunjukkan angka estimasi 20.875 kasus dengan angka kematian mencapai 11.488 kasus. Angka insidensi berkisar 2,69 setiap 100.000 pada laki-laki dan 0,35 setiap 100.000 pada perempuan.5 Kasus baru karsinoma laring di India pada tahun 2012 mencapai 25.446 kasus dengan angka kematian mencapai 17.560 kasus dengan angka insidensi 1,26-8,18 setiap 100.000 populasi dengan kesintasan lima tahun sebesar 28%.6 Berdasarkan data National Cancer Registry Annual Report, pada tahun 2018 di Indonesia ditemukan kasus baru karsinoma laring sebesar 3.188 kasus dengan angka kematian 1.564 kasus.7 Prevalensi karsinoma laring di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung sebagian besar penderita datang pada stadium lanjut. Berdasarkan data dari 1.439 penderita keganasan kepala dan leher yang datang ke poli T.H.T.K.L sub bagian onkologi RSHS Bandung didapatkan 100



(6,95%) penderita karsinoma laring yang



menempati urutan ketiga pada keganasan kepala leher di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Perbandingan laki-laki dengan perempuan sebesar 10:1, usia terbanyak terjadi pada dekade 50 tahun. Merokok merupakan faktor risiko terbesar (99%) terjadinya karsinoma laring.8 Faktor risiko utama dari karsinoma laring adalah merokok dan konsumsi alkohol, dengan angka risiko perokok lebih besar 10 – 15 kali lipat terkena karsinoma laring dibanding tidak merokok. Beberapa faktor risiko lainnya berkaitan dengan paparan faktor lingkungan seperti asbestos, debu tekstil, dan hidrokarbon polisiklik aromatik. Faktor risiko karsinoma laring yang berhubungan dengan diet adalah konsumsi daging merah, sedangkan konsumsi buah dan sayuran menurunkan risiko karsinoma laring. Laporan terbaru juga mengkaitkan



3



antara human papillomavirus (HPV) sebagai faktor risiko karsinoma laring, akan tetapi relevansi klinis masih belum dapat dibuktikan.4 Refluks laringofaring juga menjadi salah satu faktor risiko yang dipercayai dapat menimbulkan karsinoma laring. Iritasi berkepanjangan pada laring dapat memicu terjadinya karsinoma laring. Iritasi kronis pada laring dapat menyebabkan perubahan sel menjadi ganas pada pasien yang tidak merokok maupun mengonsumsi alkohol.9 Faktor risiko karsinoma laring lainnya adalah faktor genetik yang berkaitan dengan mutasi titik pada cyclin-dependent kinase inhibitor 2A. Selain itu, ekspresi berlebih dari stomatin-like protein 2 dapat meningkatkan pertumbuhan sel, tumorigenisitas, dan adhesi karsinoma laring.10 Kesintasan merupakan persentase individu yang hidup dalam suatu kelompok dengan penyakit tertentu pada periode yang ditentukan. Periode kesintasan secara keseluruhan dapat dihitung pada periode kesintasan lima maupun 10 tahun. Dalam penelitian bidang kedokteran sering menggunakan kesintasan secara keseluruhan dalam menilai efektivitas terapi yang dapat mempengaruhi prognosis dan angka ketahanan hidup. Kesintasan karsinoma laring dipengaruhi oleh beberapa faktor prognostik yaitu faktor penderita dan tumor.11 Kesintasan dianalisis dengan desain khusus yaitu menggunakan analisis kesintasan. Analisis kesintasan dideskripsikan sebagai kumpulan prosedur statistik dengan menggunakan metode analisis khusus untuk menganalisis variabel data yaitu waktu sampai muncul kejadian, dapat berupa kematian, kekambuhan, atau penyembuhan. Waktu dapat berupa tahun, bulan, hari, jam, atau menit yang diukur sejak pengamatan dimulai hingga muncul kejadian.11



4



Beberapa faktor dipercayai mempengaruhi kesintasan karsinoma laring seperti jenis kelamin, usia pasien, kebiasaan merokok, kebiasaan minum alkohol, komorbiditas, faktor lingkungan, genetik, lokasi tumor, stadium tumor, dan terapi tumor.12 Komorbiditas yang dapat mempengaruhi karsinoma laring diantaranya adalah gangguan ginjal, gangguan paru, dan malnutrisi.13 Sampai dengan saat ini belum ada penelitian yang membahas tentang hubungan antara faktor prognosis dengan kesintasan pada pasien karsinoma laring di Indonesia. Atas dasar latar belakang tersebut di atas penulis tertarik untuk melakukan penilaian mencari hubungan antara faktor prognostik dengan kesintasan karsinoma laring.



1.2 Rumusan Masalah Beberapa rumusan masalah akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah hubungan antara jenis kelamin dengan kesintasan karsinoma laring? 2. Bagaimanakah hubungan antara usia dengan kesintasan karsinoma laring? 3. Bagaimanakah hubungan antara kebiasaan merokok dengan kesintasan karsinoma laring? 4. Bagaimanakah hubungan antara kebiasaan minum alkohol dengan kesintasan karsinoma laring? 5. Bagaimanakah hubungan antara komorbiditas pasien dengan kesintasan karsinoma laring? 6. Bagaimanakah hubungan antara faktor lingkungan dengan kesintasan karsinoma laring?



5



7. Bagaimanakah hubungan antara faktor genetik dengan kesintasan karsinoma laring? 8. Bagaimanakah hubungan antara lokasi tumor dengan kesintasan karsinoma laring? 9. Bagaimanakah hubungan antara stadium tumor dengan kesintasan karsinoma laring? 10. Bagaimanakah hubungan antara terapi tumor dengan kesintasan karsinoma laring?



1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan kesintasan karsinoma laring 2. Mengetahui hubungan antara usia dengan kesintasan karsinoma laring 3. Mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan kesintasan karsinoma laring 4. Mengetahui hubungan antara kebiasaan minum alkohol dengan kesintasan karsinoma laring 5. Mengetahui hubungan antara komorbiditas pasien dengan kesintasan karsinoma laring 6. Mengetahui hubungan antara faktor lingkungan dengan kesintasan karsinoma laring 7. Mengetahui hubungan antara faktor genetik dengan kesintasan karsinoma laring 8. Mengetahui hubungan antara lokasi tumor dengan kesintasan karsinoma laring



6



9. Mengetahui hubungan antara stadium tumor dengan kesintasan karsinoma laring 10. Mengetahui hubungan antara terapi tumor dengan kesintasan karsinoma laring



1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Aspek Ilmiah Menambah informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai hubungan antara faktor-faktor prognostik dengan kesintasan karsinoma laring.



1.4.2 Aspek Praktis 1. Dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan prognosis dan kesintasan pada penderita karsinoma laring. 2. Dapat dijadikan sebagai sumber data untuk penelitian selanjutnya.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS



2.1



Karsinoma Laring



2.1.1



Definisi



Karsinoma laring adalah karsinoma pada laring yang berasal dari epitel respiratorius atau epitel gepeng berlapis yang mengalami metaplasia skuamosa.9 Keganasan ini dapat mengenai bagian-bagian laring meliputi regio 1) Supraglotis (bagian atas dari laring diatas pita suara, termasuk epiglotis); 2) Glotis (bagian tengah dari laring tempat pita suara berada); dan 3) Subglotis (bagian bawah laring antara pita suara dan trachea).14



2.1.2



Epidemiologi Karsinoma Laring



Karsinoma laring merupakan tipe karsinoma ketiga tersering dari karsinoma kepala dan leher di dunia.1,14,15 Setiap tahunnya insidensi penyakit ini berjumlah 151.000 kasus yang mengakibatkan 82.000 kematian. Karsinoma laring juga merupakan karsinoma ke-13 yang paling umum terjadi pada laki-laki di dunia dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1.14,16 Karsinoma laring umumnya terjadi pada orang tua dalam dekade keenam dan ketujuh kehidupan.Karsinoma laring lebih sering terjadi pada usia kurang dari 65 tahun (6,9%) dan > 65 tahun (2,3%).14



7



8



Di India, karsinoma laring menjadi salah satu dari sepuluh penyebab utama kematian pada pria. Pada tahun 2012, terdapat 25.446 kasus baru dan sebanyak 17.560 penduduk mengalami kematian karena menderita karsinoma ini. Menurut Bobdey dkk, faktor risiko utama tingginya angka kejadian karinoma laring di India disebabkan karena merokok dan konsumsi akohol.6 Prevalensi karsinoma laring di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung sebagian besar penderita datang pada stadium lanjut. Dari 1439 penderita keganasan kepala dan leher yang datang ke poli T.H.T.K.L sub bagian onkologi RSHS Bandung didapatkan 100



(6,95%) penderita karsinoma taring yang menempati urutan



ketiga pada keganasan kepala leher di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Perbandingan laki-laki dengan perempuan sebesar 10:1, usia terbanyak terjadi pada dekade 50 tahun. Merokok merupakan faktor risiko terbesar (99%) terjadinya karsinoma laring.8



2.1.3



Anatomi dan Fisiologi Laring



Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas dengan batas atas adalah aditus laring sedangkan batas bawahnya kartilago krikoid. Organ penghasil suara ini terdiri dari 9 kartilago, ligament-ligamen dan pita suara. Kartilago tersebut terdiri dari tiga kartilago yang berpasangan (arytenoid, cuneiform, dan cartilage corniculate) dan tiga kartilago tidak berpasangan (kartilago tiroid, epiglottis, dan cartilage krikoid). Letak Laring berada di leher anterior pada tingkat C3 – C6. Laring menghubungkan bagian terbawah faring (orofaring) dengan trakea.4,17



9



Gambar 2. 1 Anatomi Laring (penampang posterior) Dikutip dari: Lippincott Williams & Wilkins, 201418



Gambar 2. 2 Anatomi Laring (penampang posterosuperior) Dikutip dari: Lippincott Williams & Wilkins, 201418



10



Laring mempunyai tiga fungsi utama dan beberapa fungsi lainnya yaitu:19,20 a. Proteksi jalan nafas b. Respirasi c. Fonasi Fungsi laring lainnya yaitu: a. Refleks batuk b. Sirkulasi c. Menelan d. Emosi



2.1.4



Faktor Risiko Karsinoma laring



Penyebab karsinoma laring belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun diperkirakan berkaitan dengan kebiasaan merokok, konsumsi alkohol berlebihan, paparan radiasi serta infeksi HPV pada sebagian kecil kasus. Beberapa studi telah membuktikan bahwa merokok dan alkohol merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya suatu karsinoma laring.21 a. Merokok Risiko terjadinya karsinoma laring meningkat dengan semakin meningkatnya intensitas dan durasi merokok.21,22 Faktor yang menyebabkan laki-laki lebih rentan terkena karsinoma laring berkaitan dengan lebih tingginya kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol dibanding perempuan.22,23 Komponen rokok yang terbakar, terutama nitrosamin dan hidrokarbon aromatik polisiklik bertindak sebagai karsinogen dalam epitel laring, komponen tersebut secara khusus



11



menyebabkan mutasi pada DNA dan mengganggu proses pembelahan dan proliferasi sel normal yang memicu mekanisme karsinogenesis.24 b. Alkohol Alkohol merupakan faktor risiko penting dalam patogenesis terjadinya karsinoma laring. Peradangan kronis pada lapisan laring dari etanol dapat menyebabkan serangkaian mutasi pada tingkat gen yang mengganggu proliferasi sel dan meningkatkan karsinogenesis.24 Konsumsi alkohol diketahui merupakan faktor risiko terjadinya karsinoma supraglotis, sedangkan, merokok berhubungan erat dengan kejadian karsinoma glottis.9 c. Refluks laringofaring Refluks laringofaring juga menjadi salah satu faktor risiko terjadinya karsinoma laring. Iritasi kronis pada laring dicurigai sebagai faktor risiko karsinoma laring dan dapat berperan dalam terjadinya karsinoma pada mereka yang tidak merokok ataupun mengonsumsi alkohol.9 d. Paparan toksin Eksposur toksin juga menjadi faktor risiko lainnya. Agen-agen yang dicurigai berperan sebagai faktor risiko antara lain asap diesel, asbestos, pelarut organik, asam sulfur, gas mustard, beberapa minyak mineral, debu logam, aspal, debu batu, wol mineral, hidrokarbon polisiklik aromatik, asap kendaraan, pada industri karet, dan debu tekstil.9,25,26 e. Human papillomavirus (HPV) Human papillomavirus telah lama diketahui sebagai agen penyebab karsinoma serviks pada wanita. Infeksi HPV pada tenggorokan dapat menjadi faktor dalam beberapa karsinoma tenggorokan, seperti karsinoma pada tonsil, hipofaring dan



12



laring. Penelitian menemukan DNA HPV juga terdapat pada karsinoma laring.25 Infeksi HPV sangat jarang menjadi faktor dalam karsinoma laring namun, angka kejadian karsinoma laring meningkat sebanyak 5,4 kali pada orang yang terinfeksi HPV. Risiko karsinoma laring lebih besar pada infeksi HPV tipe 16 dibanding HPV tipe 18.27 f. Genetik Genetik pun berperan dalam perkembangan terjadinya karsinoma.9 Penelitian menyebutkan bahwa mutasi titik pada cyclin-dependent kinase inhibitor 2A berhubungan dengan tingkat kekambuhan dan mortalitas karsinoma laring. Ekspresi berlebih dari cyclin D1 dan/atau cyclin-dependent kinase 4 berhubungan dengan karakteristik klinis karsinoma laring dan berguna dalam penentuan prognosis. Selain itu, ekspresi berlebih dari stomatin-like protein 2 dapat meningkatkan pertumbuhan sel, tumorigenisitas, dan adhesi karsinoma laring.10



2.1.5



Diagnosis Karsinoma laring14



1) Anamnesis: Gejala Klinis kasinoma laring tergantung lokasi tumor : a. Tumor supraglotis - Rasa mengganjal - Suara teredam - Disfagia - Dispnea - Otalgi - Metastasis servikal



13



b. Tumor glotis - Suara serak c. Tumor subglotis - Obstruksi saluran napas Pada pasien dalam stadium lanjut karsinoma laring gejala-gejala tersebut dapat ditemukan secara bersamaan. 2) Pemeriksaan fisik: a.



Pemeriksaan T.H.T.K.L lengkap



b.



Pemeriksaan leher : Palpasi : untuk memeriksa pembesaran pada membrane krikotiroid atau tirohioid, yang merupakan tanda ekstensi tumor ke ekstra laryngeal. Infiltrasi tumor ke kelenjar tiroid menyebabkan tiroid membesar dan keras. Memeriksa pembesaran kelenjar getah bening leher.



c.



Pemeriksaan penunjang : indirek laringoskopi, fleksibel endoskopi



3) Pemeriksaan radiologi: a. Rontgen soft tissue leher AP dan lateral b. Rontgen thorak c. CT-Scan laring atau MRI d. Biopsi dapat dilakukan dengan direk laringoskopi dengan bius umum atau dengan fleksibel laringoskopi dengan bius lokal.



14



2.1.6



Histopatologi



Mukosa laring berwarna merah muda dan dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis pada bagian plika vokalis dan vestibulum atas, dan dibagian laring lain dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia. Mukosa pada bagian tepi getaran pita suara merupakan struktur submukosa yang terorganisir dan terspesialisasi yang memungkinkan epitel untuk bergetar secara bebas sepanjang ligamentum vokalis yang mendasarinya.15 Lamina propria laring terdiri dari 3 lapisan, yaitu:14 a. Lapisan superfisial : jaringan fibrosa yang sangat longgar dan asam hyaluronik. b. Lapisan tengah : lebih padat, dengan serat elastis. c. Lapisan dalam : kolagen yang bersilangan, semakin padat menuju bagian ligamentum vokalis. Secara makroskopis, pada karsinoma laring dapat terlihat epitel yang bervariasi mulai dari halus, putih atau penebalan kemerahan dan terkadang terlihat kasar oleh keratosis, verrucous atau lesi putih merah muda.Sekitar 95% karsinoma laring yang terjadi merupakan tumor sel skuamous.4



2.1.7



Stadium Karsinoma laring



Terdapat beberapa jalur penyebaran tanpa invasi kartilago tiroid, misalnya pada celah pada tiroaritenoid yang menyedikan ruang antara aritenoid dan kartilago tiroid, celah ini dapat menyebabkan penyebaran tumor ke arah posterior lateral.Tumor pada ruang pre-epiglotis dapat menginvasi menembus ligament Broyle, tempat pita suara melekat ke kartilago, dengan atau tanpa erosi kartilago.



15



Tumor juga dapat menyebar melalui membrane krikotiroid atau tirohioid. Selain itu, tumor juga dapat menyebar langsung menembus kartilago laring.26 Berdasarkan AJCC (American Joint Comitte on Cancer) pada tahun 2010 didapatkan angka lima tahun harapan hidup atau kesintasan yang bervariasi berdasarkan letak dan stadiumnya. Untuk karsinoma pada supraglotis stadium I dan II adalah 59%, stadium III (53%), dan stadium IV (34%). Untuk karsinoma pada glotis stadium I (90%), stadium II (74%), stadium III (56%), dan stasdium IV (44%). Sementara untuk karsinoma pada subglotis stadium I (65%), stadium II (56%), stadium III (47%), dan stadium IV (32%).17 Stadium karsinoma laring berdasarkan AJCC 2010 adalah sebagai berikut:17 Tumor Primer (T) TX



Tumor primer tidak dapat dinilai



T0



Tidak ditemukan adanya tumor primer



Tis



Karsinoma in situ



Tumor Supraglotik T1



Tumor terbatas di satu sisi supraglotik dengan mobilitas pita suara yang normal



T2



Tumor menginvasi mukosa lebih dari satu sisi supraglotis atau glotis atau daerah diluar supraglotis (mukosa dasar lidah, valekula, dinding medial sinus piriformis) tanpa adanya fiksasi laring



T3



Tumor terbatas di laring dengan pita suara yang terfiksasi dan/atau menginvasi area poskrikoid, ruangan pre epiglotis dan/ atau korteks bagian dalam dari kartilago tiroid



16



T4a Penyebaran moderate atau meluas. tumor menginvasi sampai daerah korteks luar kartilago tiroid dan/atau sudah meluas ke jaringan diluar laring (trakea, jaringan lunak sekitar leher, termasuk otot ekstrinsik lidah bagian dalam, strap muscle, tiroid, atau esofagus) T4b Penyebaran yang meluas, tumor menginvasi ruang prevertebral, sampai ke arteri karotis atau menginvasi struktur mediastinum Tumor Glotik T1



Tumor terbatas di pita suara (dapat melibatkan komissura anterior atau posterior), mobilitas normal



T1a Tumor terbatas pada satu sisi pita suara T1b Tumor mengenai pada dua sisi pita suara T2



Tumor sudah ekstensi ke daerah supraglotis dan atau subglotis (dan atau dengan gangguan mobilitas pita suara)



T3



Tumor terbatas pada laring, dengan fiksasi pita suara dan atau menginvasi ruang paraglotik, dan atau korteks bagian dalam kartilago tiroid



T4a Penyebaran moderate atau meluas, tumor menginvasi kortek bagian luar dari kartilago tiroid dan atau dengan penyebaran ekstralaringeal (trakea, kartilago krikoid, jaringan lunak leher termasuk otot instriksik lidah bagian dalam, strap muscle, tiroid, atau esofagus) T4b Penyebaran yang meluas, tumor menginvasi ruang prevertebral, sampai ke arteri karotis atau menginvasi struktur mediastinum Tumor Subglotik T1



Tumor terbatas di daerah subglotik



17



T2



Tumor ekstensi ke pita suara tanpa disertai gangguan mobilitas pita suara



T3



Tumor terbatas pada daerah laring dengan pita suara yang terfiksasi dan/atau menginvasi ruang paraglotis dan/atau menginvasi korteks bagian dalam dari kartilago krikoid



T4a Penyebaran moderate atau meluas, tumor menginvasi sampai daerah kartilago tiroid dan atau sudah meluas ke luar laring (trakea, jaringan lunak sekitar leher, termasuk otot ekstrinsik lidah bagian dalam, strap muscle, tiroid atau esofagus) T4b Penyebaran yang meluas, tumor menginvasi ruang prevertebral, sampai ke arteri karotis atau menginvasi struktur mediastinum Penyebaran ke Kelenjar Limfe Regional (N) Nx



Kelenjar limfe tidak dapat diperiksa



N1



Metastasis pada satu kelenjar limfe ipsilateral, ukuran diameter < 3cm



N2



Metastasis pada satu kelenjar limfe ipsilateral, ukuran > 3cm tetapi tidak lebih besar dari 6 cm, atau metastasis pada multipel kelenjar limfe ipsilateral, ukuran < 6 cm



N2a Metastasis ke satu kelenjar limfe ipsilateral atau kontralateral, ukuran > 3cm, tetapi < 6 cm. N2b: Metastasis ke multipel kelenjar limfe ipsilateral, teraba dengan ukuran diameter tidak lebih dari 6 cm N2c Metastasis ke multipel limfe bilateral atau kontralateral, teraba dengan ukuran diameter tidak lebih dari 6 cm N3



Metastasis ke kelenjar limfe, teraba dengan ukuran diameter > 6 cm



18



Metastasis Jauh M0 Tidak terdapat metastasis jauh M1 Terdapat Metastasis jauh



Tabel 2.1 Penentuan Stadium Dikutip dari :The American Joint Committee on Cancer: th e 7th Edition of the AJCC Cancer Staging Manual and the Future of TNM, 2010.17 Stadium T N M 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 IVA T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 IVB T4b Semua N M0 Semua T N3 M0 IVC Semua T Semua N M1



2.1.8



Tatalaksana Karsinoma laring



a. Radiasi Radiasi sangat berperan dalam penanganan karsinoma kepala dan leher. Terapi radiasi dapat digunakan untuk mempertahankan suatu organ ataupun sebagai terapi tambahan setelah operasi dilakukan. Secara spesifik, terapi radiasi dilakukan tergantung pada tempat karsinoma timbul atau bertumbuh. Untuk karsinoma laring supraglotis, terapi bedah dan radiasi merupakan terapi yang aman untuk stadium awal (T1-T2N0). Sedangkan untuk stadium awal karsinoma



19



glotis dapat di tangani secara efektif dengan satu modalitas bedah atau radiasi saja.4



b. Pembedahan Pasien dengan tumor stadium awal telah mendapatkan keuntungan dari metode pembedahan yang mempertahankan organ. Pembedahan secara Transoral laser microscopic (TLM) telah menjadi pilihan utama untuk membedah tumor glotis dan supraglotis stadium awal (Tis, T1a, T1b, T2).28 Pasien dengan tumor stadium lanjut dapat dilakukan teknik pembedahan laringektomi



parsial



dan



laringektomi



total.



Laringektomi



total



dapat



dikombinasikan dengan: diseksi leher fungsional, dan diseksi leher radikal.14 Laringektomi total adalah melakukan operasi pengangkatan laring secara keseluruhan dan memisahkan jalan napas dari hidung, mulut, dan esophagus. Indikasi operasi laringektomi adalah sebagai berikut:14 -



Karsinoma laring yang gagal dengan terapi radiasi dan kemoterapi.



-



Karsinoma laring stadium 2 yang tidak mungkin dilakukan parsial laringektomi.



-



Karsinoma laring stadium 3 dan 4



-



Karsinoma subglotik atau karsinoma glotik dengan ekstensi ke subglotik > 1,5 cm.



c. Kemoterapi Kemoterapi merupakan pengobatan karsinoma dengan pemberian golongan obat-obatan tertentu yang bertujuan untuk menghambat pertumbuhan sel



20



karsinoma dan ada pula yang dapat membunuh sel karsinoma. Obat – obatan kemoterapi disebut juga sitostatika atau obat anti-karsinoma.4 Penggunaan kemoterapi pada keganasan bertujuan untuk eradikasi karsinoma secara sistemik atau mengontrol secara lokoregional apabila digunakan bersamaan dengan pembedahan atau radioterapi. Penderita mendapat kemoterapi pada keadaan metastasis baik makroskopik maupun mikroskopik. Metastasis secara makroskopik adalah penderita dengan bukti klinik maupun radiologik terdapat penyebaran tumor. Metastasis secara mikroskopik terdapat deposit kecil metastatik sel tumor yang secara klinik tidak terdeteksi, yang apabila tidak diobati akan menjadi metastasis makroskopik. Pada keadaan ini digunakan kemoterapi secara ajuvan maupun neoajuvan. Kebanyakan obat anti neoplasma yang secara klinis bermanfaat, bekerja dengan menghambat sintesis enzim maupun bahan esensial untuk sintesis dan atau fungsi asam nukleat.4 Menurut prioritas indikasinya terapi karsinoma dapat dibagi menjadi dua yaitu terapi utama dan terapi adjuvan(tambahan/ komplementer/ profilaksis). Terapi utama dapat diberikan secara mandiri, namun terapi adjuvan tidak dapat mandiri, artinya terapi adjuvan tersebut harus meyertai terapi utamanya. Tujuannya adalah membantu terapi utama agar hasilnya lebih sempurna.4 Sebagai terapi utama obat anti karsinoma diberikan pada karsinoma yang kemosensitif atau pada karsinoma yang telah menyebar jauh (umumnya stadium IV). Pemberian kemoterapi pada karsinoma stadium lanjut yang telah menyebar jauh ialah untuk tujuan paliatif.4 Terapi tambahan kemoterapi pada karsinoma lokal atau regional umumnya diberikan pasca operasi dan atau pasca radioterapi untuk karsinoma yang bersifat



21



kemosensitif. Pada penderita karsinoma yang setelah beberapa bulan dan tahun timbul residif yakni pada waktu operasi atau radioterapi masih ada sel karsinoma mikroskopik yang masih hidup dalam lapangan operasi atau ada metastase jauh yang subklinik maka diperlukan pemberian terapi adjuvan.4



2.2



Kesintasan



Kesintasan merupakan suatu angka persentase individu yang bertahan hidup setelah terdiagnosis dengan keganasan.21 Kesintasan menyatakan persentasi dari individu pada sebuah grup yang bertahan hidup setelah durasi waktu yang telah ditentukan.29 Periode kesintasan secara keseluruhan (overall survival) dapat dengan periode kesintasan lima tahun atau 10 tahun. Dalam penelitian bidang kedokteran sering menggunakan kesintasan secara keseluruhan dalam menilai efektivitas terapi



yang dapat mempengaruhi prognosis dan angka ketahanan



hidup.4 Kesintasan merupakan standar baku untuk mengevaluasi hasil pengobatan, namun tidak dilakukan pengukuran mengenai manfaat pengobatan ataupun penyebab kematian yang terjadi pada individu.29 Semenjak tahun 1990an analisis kesintasan pada pasien karsinoma mulai lebih sering digunakan dan popularitasnya meningkat. Data dan register pasien dengan karsinoma dikumpulkan baik itu dalam luasan rumah sakit maupun dalam data nasional.30 Kemajuan dari angka kesintasan lima tahun lebih sering digunakan pada pasien dengan karsinoma, analisis dari kesintasan dapat menggambarkan efektivitas dari tatalaksana pengobatan melawan karsinoma baik itu dalam penelitian ilmiah, dokumen kebijakan kesehatan dan juga promosi kesehatan menggunakan media.31



22



Beberapa faktor prognostik yang telah diteliti dan ditemukan pada karsinoma laring yang dapat mempengaruhi kesintasan, yaitu jenis kelamin, usia pasien, kebiasaan merokok maupun mengkonsumsi alkohol, lokasi dari karsinoma laring, stadium tumor, terapi yang telah dilakukan, serta faktor pemberat penyakit dari pasien atau komorbiditas.12 Komorbiditas dapat meningkatkan rekurensi kanker laring, komorbiditas yang secara signifikan berpengaruh diantaranya adalah gangguan ginjal, gangguan paru, dan malnutrisi.13 Penelitian analisis kesintasan karsinoma laring dapat menjadi menjadi salah satu pertimbangan dalam pendekatan pengobatan karsinoma laring, seperti faktor stadium dengan terapi pembedahan maupun dengan terapi adjuvan seperti radioterapi.32 Penilaian kesintasan berdasarkan parameter-parameter yang dimiliki pasien juga dapat menjadi faktor penilaian dalam mengevaluasi pasien dengan karsinoma laring, terutama dalam perencanaan pendekatan terapi ke depannya dan juga konseling ke pasien dengan karsinoma laring.33



2.3



Kerangka Pemikiran



Analisis kesintasan adalah metode statistik yang digunakan untuk meneliti perubahan dalam kurun waktu tertentu terhadap suatu kejadian yang spesifik. Analisis Kaplan Meier adalah metode yang sering digunakan dalam analisis kesintasan.29 Kesintasan dapat digunakan untuk memahami prognosis karsinoma, yaitu kemungkinan karsinoma dapat disembuhkan. Kesintasan lima tahun dapat digunakan untuk membandingkan efektivitas terapi serta memahami manfaat potensial dan risiko dari pemberian terapi, sehingga faktor risiko dapat diprediksi



23



dengan baik.29 Terdapat faktor-faktor yang dapat menjadi penilai dari kesintasan pasien dengan karsinoma laring diantaraya adalah jenis kelamin, usia pasien, merokok dan konsumsi alkohol, komorbiditas, faktor lingkungan, genetik lokasi tumor, stadium tumor, dan terapi.34 Faktor yang menyebabkan laki-laki lebih rentan terkena karsinoma laring berkaitan dengan lebih tingginya kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol dibanding perempuan. Selain itu, laki-laki juga cenderung terlambat dalam mencari usaha pengobatan dikarenakan kurangnya perhatian terhadap kesehatan pribadi bila dibandingkan perempuan.12,35 Usia merupakan faktor prognostik independen yang mempengaruhi kesintasan pasien dengan karsinoma laring. Karsinoma laring biasanya mempengaruhi pria paruh baya, dan karsinoma sel skuamosa merupakan 90% dari karsinoma laring. Pasien dengan usia dibawah 50 tahun memiliki angka kesintasan yang lebih baik dibandingkan dengan pasien usia 50 tahun keatas. Kesintasan pada pasien yang lebih tua sangat rendah dibandingkan dengan pasien yang lebih muda, hal ini dapat dikaitkan dengan pasien yang lebih tua lebih memungkinkan memiliki faktor komorbiditas seperti penyakit jantung, penyakit ginjal, dan gangguan pernapasan.32,35 Merokok dan mengkonsumsi alkohol merupakan faktor risiko utama dari munculnya karsinoma laring. Efek dari merokok saja, dan mengkonsumsi alkohol saja, maupun kombinasi dari keduanya dipercaya dapat meningkatkan risiko terjadinya karsinoma laring dan juga mempengaruhi kesintasan pasien. Merokok dan mengkonsumsi alkohol dikaitkan dengan efek karsinogenik secara langsung



24



dengan cara meningkatkan konversi dari prokarsinogen menjadi mitogen, yang nantinya akan mempercepat produksi dari kelainan DNA pada sel tubuh.32,36-39 Kondisi tubuh pasien yang menderita karsinoma laring dapat mempengaruhi keberhasilan terapi dan juga kesintasan. Faktor komorbiditas merupakan keberadaan kondisi klinis yang muncul dalam perjalanan pasien yang sedang diterapi. Pasien dengan karsinoma laring dikatakan memiliki komorbiditas bila memiliki penyakit lainnya seperti penyakit jantung, penyakit paru, dan penyakit ginjal. Faktor komorbiditas dapat menurunkan kesintasan pada pasien karsinoma laring karena dapat mempengaruhi deteksi dari kanker, pemilihan terapi yang dapat digunakan, serta kepatuhan/kemampuan pasien dalam menjalani terapi.35,40 Faktor lingkungan dan genetik dalam beberapa penelitian dijabarkan sebagai faktor yang juga berkontribusi terhadap munculnya karsinoma laring dan juga berpengaruh terhadap kesintasan. Jenis pekerjaan dapat menggambarkan paparan lingkungan dari pasien seperti paparan asap, debu, maupun toksin lainnya. Sedangkan data genetik dari pasien dikaitkan dengan adanya mutasi gen yang dapat meningkatkan pertumbuhan sel, tumorigenisitas, dan adhesi karsinoma laring.9,25,26 Lokasi tumor juga telah diidentifikasi sebagai faktor prognostik yang mempengaruhi kesintasan setelah didiagnosis karsinoma laring. Pasien yang didiagnosis dengan tumor supraglotis memiliki waktu hidup yang lebih buruk daripada pasien dengan lokasi tumor glotis, masing-masing 70% dan 81% bertahan hidup selama lima tahun.12 Lokasi tumor dapat mempengaruhi kesintasan dapat karena mempengaruhi waktu diagnosis dari pasien karsinoma laring. Pada pasien dengan karsinoma laring glotis akan mengalami gejala lebih cepat seperti



25



suara serak dibandingkan pasien karsinoma laring supraglotis, sehingga pasien karsinoma laring glotis lebih cepat mengakses sarana kesehatan yang berdampak ke diagnosis dan pengobatan.35 Stadium tumor adalah prediktor signifikan lebih lanjut untuk tingkat kelangsungan hidup setelah diagnosis. Pasien dengan tumor T3 dan T4 memiliki risiko kematian sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan pasien dengan tahap T yang lebih rendah. Status kelenjar getah bening yang terlibat juga menjadi prediktor kuat utuk menentukan tingkat kesintasan pada penderita karsinoma laring, pasien dengan status N1, N2 atau N3 memiliki risiko kematian meningkat 3,5 kali lipat pada waktu singkat setelah diagnosis.12 Kekambuhan umum terjadi pada karsinoma laring. Tingkat kekambuhan pada pasien dengan karsinoma laring stadium T1 bervariasi dari lima hingga 13%, dan dengan karsinoma stadium T2 bervariasi dari 25 hingga 30%. Sedangkan untuk pasien dengan penyakit stadium T3 dan T4, tingkat kekambuhan adalah 30-50%.32 Selain radioterapi yang biasanya digunakan untuk tumor berukuran kecil terdapat pula terapi bedah baik laringektomi parsial maupun laringektomi total, dengan atau tanpa radiasi atau kemoradiasi.12 Beberapa penelitian menilai adanya perbedaan yang signifikan dalam kesintasan pada pasien dengan karsinoma laring yang menjalani terapi pembedahan saja, maupun yang menjalani terapi pembedahan dengan kombinasi kemoterapi maupun radiasi. Pendekatan terapi pembedahan dipercaya meningkatkan kesintasan, karena hal ini dapat mencegah terjadinya rekurensi, akan tetapi masih terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan hasil yang berbeda.32,35,41



26



REKAM MEDIS PENDERITA



Faktor Prognostik : -



Jenis Kelamin Usia Merokok Konsumsi Alkohol Komorbiditas Faktor Lingkungan Genetik Lokasi Tumor Stadium Klinis Terapi



Meninggal



Hidup



( waktu



KESINTASAN 5 TAHUN Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran



27



2.3 Premis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dapat dibuat premis-premis sebagai berikut : Premis 1: Laki-laki memiliki kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol lebih tinggi, dan kepedulian terhadap kesehatan yang lebih rendah dibandingkan perempuan.4,12,35 Premis 2: Pasien yang lebih tua cenderung memiliki penyakit penyerta lainnya seperti gangguan jantung, paru-paru, dan penyakit ginjal yang dapat memperberat keadaan umumnya.4,12,35 Premis 3: Merokok dan mengkonsumsi alkohol dapat mempercepat mutasi gen kanker.4,36-38 Premis 4: Komorbiditas



seperti



gangguan



jantung,



paru-paru



dan



ginjal



dapat



mempengaruhi deteksi kanker, pemilihan terapi yang tepat, serta kepatuhan dan kemampuan pasien menjalani terapi.4,12,13,40 Premis 5: Paparan lingkungan seperti asap dan debu dapat meningkatkan paparan toksin maupun zat karsinogenik yang memicu mutasi gen.9,25,26 Premis 6: Faktor genetik dapat meningkatkan pertumbuhan sel, tumorigenesis, dan adhesi karsinoma laring.9,25,26



28



Premis 7: Tumor supraglotis memiliki waktu hidup yang lebih buruk karena didiagnosis lebih lambat dengan gejala minimal.12,32,35 Premis 8: Pasien dengan stadium TNM lebih tinggi menunjukkan tingkat keparahan tumor dan tingkat rekurensi yang lebih tinggi.4,13,34 Premis 9: Terapi pembedahan mengurangi kekambuhan, akan tetapi pada pasien dengan keterlibatan organ yang luas terapi pembedahan sulit dilakukan.4,13,32,41 Premis 10: Terjadinya mutasi gen, kesehatan tubuh buruk, paparan zat toksin, terjadinya pertumbuhan sel ganas, tumorigenesis dan adhesi meningkat, peningkatan stadium, diagnosis lambat, dan terapi mempengaruhi kesintasan.4,6,8,11,19,26,32,41-43



2.4 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran dan premis diatas dapat dibuat hipotesishipotesis sebagai berikut : Hipotesis 1: H0: Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kesintasan penderita karsinoma laring. H1: Terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kesintasan penderita karsinoma laring.



29



Hipotesis 2: H0: Tidak terdapat hubungan usia dengan kesintasan penderita karsinoma laring. H1: Terdapat hubungan antara usia dengan kesintasan penderita karsinoma laring. Hipotesis 3: H0: Tidak terdapat hubungan antara merokok dan minum alkohol dengan kesintasan penderita karsinoma laring. H1: Terdapat hubungan antara merokok dan minum alkohol dengan kesintasan penderita karsinoma laring. Hipotesis 4: H0: Tidak terdapat hubungan antara komorbiditas dengan kesintasan penderita karsinoma laring. H1: Terdapat hubungan antara komorbiditas dengan kesintasan penderita karsinoma laring. Hipotesis 5: H0: Tidak terdapat hubungan antara faktor lingkungan dengan kesintasan penderita karsinoma laring. H1: Terdapat hubungan antara faktor lingkungan dengan kesintasan penderita karsinoma laring. Hipotesis 6: H0: Tidak terdapat hubungan antara faktor genetik dengan kesintasan penderita karsinoma laring. H1: Terdapat hubungan antara faktor genetik dengan kesintasan penderita karsinoma laring. Hipotesis 7:



30



H0: Tidak terdapat hubungan antara lokasi tumor dengan kesintasan penderita karsinoma laring. H1: Terdapat hubungan antara lokasi tumor dengan kesintasan penderita karsinoma laring. Hipotesis 8: H0: Tidak terdapat hubungan antara stadium klinis dengan kesintasan penderita karsinoma laring. H1: Terdapat hubungan antara stadium klinis dengan kesintasan penderita karsinoma laring. Hipotesis 9: H0: Tidak terdapat hubungan antara terapi dengan kesintasan penderita karsinoma laring. H1: Terdapat hubungan antara terapi dengan kesintasan penderita karsinoma laring.



BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN



3.1



Subjek Penelitian



Subjek penelitian adalah penderita yang didiagnosis karsinoma laring yang datang berobat ke Bagian Ilmu Kesehatan T.H.T.K.L di RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung, serta telah memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi : 1. Penderita yang telah didiagnosis karsinoma laring. 2. Penderita karsinoma laring yang sudah menjalani radioterapi, kemoterapi, pembedahan, atau kombinasi 3. Data rekam medis lengkap. Kriteria eksklusi : 1. Penderita karsinoma laring yang belum atau tidak mendapat terapi 2. Penderita karsinoma laring yang tidak menyelesaikan terapi 3. Penderita karsinoma laring yang tidak dapat dihubungi



31



32



3.2



Besar Sampel



Besar sampel sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan antara faktor prognostik dengan kesintasan karsinoma laring, serta mengetahui faktor yang mempengaruhi kesintasan penderita karsinoma laring di Rumah Sakit Hasan Sadikin. Besar sampel untuk penelitian ini menggunakan perhitungan besar sampel untuk penelitian kohort, yaitu dengan menggunakan relative risk (proporsi) berdasarkan Lemeshow dkk. dengan rumus di bawah ini:44



Keterangan: n



= besar sampel



Z1-α/2 = deviat baku alfa, dengan derajat kemaknaan 5% = 1,96 Z1-β



= deviat baku beta, dengan kekuatan uji 80% = 0.84



p1



= Proporsi kesintasan pada kasus karsinoma laring laki-laki, berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Daneshi dkk.42 = 0,58



p2



= Proporsi kesintasan pada kasus karsinoma laring perempuan, berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Daneshi dkk.42 = 0,76



Maka didapatlah perhitungan: n = [1,96√2x0.58(1-0.58) + 0,84√0,58(1-0,58)+0,76(1-0,76)]2 (0,58-0,76)2



n = 104



33



Berdasarkan perhitungan jumlah sampel sebelumnya, maka besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 104 kasus.



3.3



Metode Penelitian



3.3.1



Desain Penelitian



Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif. Data diambil secara retrospektif dari rekam medis kemudian ditelusuri riwayat kesintasan.



3.3.2



Variabel Penelitian



Variabel yang diukur pada penelitian ini : 1. Variabel bebas adalah jenis kelamin, usia, merokok, minum alkohol, komorbiditas, faktor lingkungan, faktor genetik, lokasi tumor, stadium klinis, dan terapi. 2. Variabel terikat adalah kesintasan.



3.3.3



Definisi Operasional



3.3.3.1 Kesintasan Kesintasan merupakan presentase dari individu pada sebuah grup yang bertahan hidup setelah durasi waktu yang telah ditentukan. Kesintasan dinilai dari efektivitas terapi yang dapat menentukan prognosis dan angka ketahanan hidup. Kesintasan merupakan suatu baku emas untuk mengevaluasi hasil pengobatan, namun tidak dilakukan pengukuran mengenai manfaat pengobatan ataupun penyebab kematian yang terjadi pada individu, dapat dinyatakan kesintasan lima



34



tahun atau 10 tahun. Pada penelitian ini menggunakan angka kesintasan lima tahun. Alat ukur : Kuesioner/Wawancara (aloanamnesis) Skala ukur : Kategorik Ordinal Hasil ukur : Meninggal, Masih hidup



3.3.3.2 Data Faktor Prognostik Faktor prognostik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kesintasan karsinoma laring. Faktor prognostik yang ditemukan pada karsinoma laring yaitu faktor penderita dan faktor tumor. Faktor penderita terdiri dari usia, jenis kelamin, merokok, minum alkohol, dan komorbiditas. Faktor tumor terdiri dari lokasi tumor, stadium klinis, dan terapi. 1) Faktor Penderita (1) Jenis Kelamin Jenis kelamin pasien yang didapatkan sejak lahir yaitu laki-laki dan perempuan. Alat ukur



: Kuesioner (data rekam medis)



Skala ukur



: Kategorik nominal



Hasil ukur



: Laki-laki, Wanita



(2) Usia Usia pasien yang dihitung dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau sama dengan umur pada waktu ulang tahun yang terakhir saat penderita didiagnosis karsinoma laring. Alat ukur



: Kuesioner (data rekam medis)



35



Skala ukur



: Kategorik Ordinal



Hasil ukur



: 50



tahun. (3) Merokok Kebiasaan pasien merokok, dapat dikembangkan sesuai data rekam medis yang didapat menjadi berapa lama merokok, jumlah rokok yang dikonsumsi, dan seterusnya. Alat ukur



: Kuesioner (data rekam medis)



Skala ukur



: Kategorik ordinal



Hasil ukur



: Ya, Tidak



(4) Minum Alkohol Kebiasaan pasien minum alkohol, dapat dikembangkan sesuai data rekam medis yang didapat menjadi berapa lama minum alkohol, jumlah alkohol yang dikonsumsi, dan seterusnya. Alat ukur



: Kuesioner (data rekam medis)



Skala ukur



: Kategorik ordinal



Hasil ukur



: Ya, Tidak



(5) Komorbiditas Data penyakit penyerta pasien, dapat dikembangkan sesuai data yang didapat dari rekam medis seperti gangguan ginjal, gangguan paru, malnutrisi, dan seterusnya. Alat ukur



: Kuesioner (data rekam medis)



Skala ukur



: Kategorik ordinal



36



Hasil ukur



: Gangguan kardiovaskular, gangguan paru, gangguan



ginjal, tidak ada komorbid. (6) Faktor Lingkungan Data faktor lingkungan dapat disesuaikan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pasien, sehingga dapat diperkirakan atau diduga faktor lingkungan yang kemungkinan terpapar. Alat ukur



: Kuesioner (data rekam medis)



Skala ukur



: Kategorik ordinal



Hasil ukur



: Terdapat faktor lingkungan, tidak terdapat faktor



lingkungan. (7) Genetik Data faktor genetik dapat diambil dari rekam medis berupa saudara sekandung yang menderita penyakit yang sama, maupun jenis kanker lainnya. Alat ukur



: Kuesioner (data rekam medis)



Skala ukur



: Kategorik ordinal



Hasil ukur



: Terdapat faktor genetik, tidak terdapat faktor genetik



2) Faktor Tumor (1) Lokasi Data lokasi karsinoma laring Alat ukur



: Kuesioner (data rekam medis)



Skala ukur



: Kategorik ordinal



37



Hasil ukur



: Supraglotis, Glotis, Transglotis, dan tanpa diketahui



tempat awalnya. (2) Stadium Klinis Penentuan stadium menggunakan sistem klasifikasi American Joint Comittee on Cancer (AJCC) 2010 untuk menjelaskan ekstensi dan progresivitas penyakit pada pasien karsinoma kepala dan leher dengan menggunakan sistem penilaian TNM ( ukuran tumor, KGB yang terlibat, dan metastasis).17 Alat ukur



: Sistem klasifikasi yang dikembangkan dari AJCC 2010



(data menggunakan kuesioner dari rekam medis) Skala ukur



: Kategorik Ordinal



Hasil ukur



: Stadium I,II, III, IVA, IVB, dan IVC



(3) Terapi Penentuan terapi apakah pasien sudah menjalani terapi, baik itu radiasi, pembedahan, maupun kemoterapi.



3.3.3



Alat ukur



: Kuesioner (data rekam medis)



Skala ukur



: Kategorik ordinal



Hasil ukur



: radiasi, pembedahan, kemoterapi



Teknik Pengambilan Data



Penderita yang didiagnosis karsinoma laring yang datang ke Bagian Ilmu Kesehatan T.H.T.K.L dan telah mendapatkan terapi sampai tahun 2014. Pengambilan data melalui rekam medis mengikuti definisi operasional variabel, yaitu alamat (domisili), status sosioekonomi, pendidikan, suku, usia, jenis



38



kelamin, merokok, minum alkohol, komorbiditas, lokasi tumor, stadium klinis, dan terapi. Kemudian penderita atau keluarga dihubungi oleh peneliti untuk mengetahui keadaan penderita apakah hidup atau meninggal. Peneliti menghubuni subjek penelitian menggunakan data nomor telepon (kontak) yang terdapat di rekam medis, apabila tidak dapat dihubungi makan akan masuk ke dalam kriteria ekslusi.



3.3.4



Analisis Data



Data yang sudah terkumpul diolah secara komputerisasi untuk mengubah data menjadi informasi. Adapun langkah dalam pengolahan data dimulai dari: 1.



Editing, yaitu memeriksa kebenaran data yang diperlukan



2.



Coding, yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.



3.



Data entry yaitu memasukkan data, yakni hasil pemeriksaan dan pengukuran subjek penelitian yang telah di-coding, dimasukan ke dalam program komputer.



4.



Cleaning, yaitu apabila semua data dari pasien telah selesai dimasukkan, maka perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan koreksi.



Data numerik akan dinyatakan dalam rerata simpangan baku. Data kategorik akan dinyatakan dalam proporsi dan presentase (%). Pertama yang dilakukan adalah pengecekkan asumsi Proporsional Hazard (PH) dengan membuat kurva Kaplan Meier. Langkah selanjutnya adalah analisis bivariat menggunakan Regresi



39



Cox untuk menguji hipotesis hubungan faktor prognostik terhadap kesintasan Ca Laring. Ukuran kekuatan variabel dinyatakan dalam Rasio Hazard. Uji hipotesis bermakna apabila p < 0,05. Analisis data dilakukan dengan SPSS 2a.



3.4



Waktu dan Tempat Penelitian Data didapat melalui rekam medis pada sampai tahun 2014 di Bagian Ilmu



Kesehatan T.H.T.K.L, kemudian dilakukan wawancara. Penelitian dimulai sejak usulan penelitian diterima sampai dengan jumlah sampel yang dibutuhkan terpenuhi.



3.5



Aspek Etik Penelitian Penelitian ini menggunakan data rekam medis semua kasus penderita yang



didiagnosis karsinoma laring dan sudah mendapatkan terapi sampai tahun 2014 yang datang berobat ke Bagian Ilmu Kesehatan RS. Dr. Hasan Sadikin dan akan dikerjakan apabila sudah mendapatkan ethical clearance dari Komite Etika Penelitian FK UNPAD / RSHS. Aspek etik pada penelitian ini adalah terjaganya kerahasiaan identitas, data dari rekam medis dan wawancara yang dilakukan dengan kesediaan penderita atau keluarga yang hanya diketahui oleh peneliti serta tidak akan dipublikasikan tanpa seijin subyek penelitian. Manfaat langsung bagi penderita karsiona laring tidak ada, sedangkan manfaat tidak langsung adalah memberikan informasi mengenai kesintasan atau ketahanan hidup penderita karsiona laring dan digunakan untuk pengembangan ilmu serta sumber data.



40



Data rekam medis akan diperlakukan dengan penuh rasa tanggung jawab sejak proses pengumpulan sampai penelitian ini selesai, dan akan dikembalikan ke tempat penyimpanan rekam medis tersebut. Tindak lanjut pasien dari data rekam medis apabila diperlukan dan mengeluarkan biaya, maka biaya akan ditanggung oleh peneliti. Kegiatan yang dilakukan demi menjaga etik dan kerahasiaan informasi mengenai penyakit penderita, yaitu penggunaan catatan rekam medis untuk kepentingan penelitian akan dilaksanakan setelah ada izin dari pihak yang berwenang d RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung.



41



3.6 Tabel Model Tabel 3.1 Kesintasan dan Faktor Prognostik Kesintasan 5 tahun + Jenis Kelamin



Laki-laki Perempuan



Usia



Usia lanjut Usia muda



Kebiasan Merokok



Ya Tidak



Minum Alkohol



Ya Tidak



Komorbiditas



Ya Tidak



Faktor Lingkungan



Ada Tidak



Faktor Genetik



Ada Tidak



Lokasi Tumor



Supraglotis Glotis Transglotis Tidak diketahui



Stadium Klinis



IVC IVB IVA III II I



Kesintasan 5 tahun (-)



42



Terapi



Pembedahan (-) Pembedahan + Kemoterapi (-) Kemoterapi + Radiasi (-) Radiasi +



43



DAFTAR PUSTAKA



1.



Surono A, Priyanto P, Indrasari SR. Hypoxia-Inducible Factor-1α Expression in Indonesian Laryngeal Squamous Cell Carcinoma Patients. Journal of oncology. 2016;2016.



2.



Bray F, Ferlay J, Soerjomataram I, Siegel RL, Torre LA, Jemal A. Global cancer statistics 2018: GLOBOCAN estimates of incidence and mortality worldwide for 36 cancers in 185 countries. CA: a cancer journal for clinicians. 2018;68(6):394-424.



3.



Siegel RL, Miller KD, Jemal A. Cancer statistics, 2018. CA: A Cancer Journal for Clinicians. 2018;68(1):7-30.



4.



Steuer CE, El‐Deiry M, Parks JR, Higgins KA, Saba NF. An update on larynx cancer. CA: a cancer journal for clinicians. 2017;67(1):31-50.



5.



Du L, Li H, Zhu C, Zheng R, Zhang S, Chen W. Incidence and mortality of laryngeal cancer in China, 2011. Chinese Journal of Cancer Research. 2015;27(1):52.



6.



Bobdey S, Jain A, Balasubramanium G. Epidemiological review of laryngeal cancer: An Indian perspective. Indian journal of medical and paediatric oncology: official journal of Indian Society of Medical & Paediatric Oncology. 2015;36(3):154.



7.



Population Fact Sheets Indonesia. International Agency for Research on Cancer - WHO; 2018.



8.



Cahyadi I, Permana AD, Dewi YA, Aroeman NA. Karakteristik Penderita Karsinoma Laring di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Rumah Sakit dr Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2013–Juli 2015. Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan. 2016;3(1).



9.



Armstrong W, Vokes D, Maisel R. Malignant tumors of the larynx In: Flint PW, Haughey BH, Lund VJ, et al, eds. Cumming Otolaryngology Head and Neck Surgery.5:1601-32.



44



10. Yang C-w, Wang S-f, Yang X-l, Wang L, Niu L, Liu J-X. Identification of gene expression models for laryngeal squamous cell carcinoma using coexpression network analysis. Medicine. 2018;97(7). 11. Adriana R, Dewi YA, Samiadi D. Kesintasan Penderita Karsinoma Nasofaring dan Faktor yang Mempengaruhinya di Rumah Sakit Hasan Sadikin 2015. 12. Ramroth H, Schoeps A, Rudolph E, Dyckhoff G, Plinkert P, Lippert B, et al. Factors predicting survival after diagnosis of laryngeal cancer. Oral oncology. 2011;47(12):1154-8. 13. Hu M, Ampil F, Clark C, Sonavane K, Caldito G, Nathan CAO. Comorbid predictors of poor response to chemoradiotherapy for laryngeal squamous cell carcinoma. The Laryngoscope. 2012;122(3):565-71. 14. Neoplasma Laring. Modul Utama Bedah Onkologi Kepala Leher II ed 2ed: Kolegium Ilmu Kesehatan telinga Hidung Tenggorokan Bedah kepala Leher; 2015. p. 17. 15. Lee KJ, Maniglia AJ. Essential otolaryngology: head & neck surgery: McGraw-Hill, Medical Pub. Division; 2008. 16. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head & neck surgery-otolaryngology: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. 17. Edge SB, Compton CC. The American Joint Committee on Cancer: the 7th edition of the AJCC cancer staging manual and the future of TNM. Annals of surgical oncology. 2010;17(6):1471-4. 18. Moore KL, Dalley AF, Agur AM. Clinically oriented anatomy. 7 ed: Lippincott Williams & Wilkins; 2014. 19. Adams GT, L R



Boies, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT.



2010(6):369-78. 20. Noordzij JP, Ossoff RH. Anatomy and physiology of the larynx. Otolaryngologic Clinics of North America. 2006;39(1):1-10. 21. Compton CC. Cancer Survival Analysis. American Joint Committee on Cancer. 2012:23-31.



45



22. Markou K, Christoforidou A, Karasmanis I, Tsiropoulos G, Triaridis S, Constantinidis I, et al. Laryngeal cancer: epidemiological data from Νorthern Greece and review of the literature. Hippokratia. 2013;17(4):313. 23. Tawab, Abdel HM, et al. Study of the epidemiology and management of laryngeal cancer in Kasr Al-Aini Hospital. The Egyptian Journal of Otolaryngology. 2014;30(3):208. 24. Putri SA, Dewi YA, Dewayani BM. Risk Factors of Laryngeal Carcinoma in Otorhinolaryngology-Head and Neck Division of Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung. Journal of Medicine & Health. 2018;2(2). 25. Paget-Bailly S, Cyr D, Luce D. Occupational exposures and cancer of the larynx—systematic review and meta-analysis. Journal of occupational and environmental medicine. 2012;54(1):71-84. 26. Marchiano E, Patel DM, Patel TD, Patel AA, Xue YE, Eloy JA, et al. Subglottic squamous cell carcinoma: a population-based study of 889 cases. Otolaryngology–Head and Neck Surgery. 2016;154(2):315-21. 27. Li X, Gao C, Yang Y, Zhou F, Li M, Jin Q, et al. Systematic review with meta‐analysis: the association between human papillomavirus infection and oesophageal cancer. Alimentary pharmacology & therapeutics. 2014;39(3):270-81. 28. Hartl DM, Brasnu DF. Contemporary surgical management of early glottic cancer. Otolaryngologic Clinics of North America. 2015;48(4):611-25. 29. Driscoll JJ, Rixe O. Overall survival: still the gold standard: why overall survival remains the definitive end point in cancer clinical trials. The Cancer Journal. 2009;15(5):401-5. 30. Brenner H, Hakulinen T. Maximizing the benefits of model-based period analysis of cancer patient survival. Cancer Epidemiology and Prevention Biomarkers. 2007;16(8):1675-81. 31. Maruvka YE, Tang M, Michor F. On the validity of using increases in 5year survival rates to measure success in the fight against cancer. PLoS One. 2014;9(7):e83100.



46



32. Li P, Hu W, Zhu Y, Liu J. Treatment and predictive factors in patients with recurrent laryngeal carcinoma: A retrospective study. Oncology letters. 2015;10(5):3145-52. 33. Lee JR, Almuhaimid TM, Roh JL, Oh JS, Kim SJ, Kim JS, et al. Prognostic value of 18F‐FDG PET/CT parameters in patients who undergo salvage treatments for recurrent squamous cell carcinoma of the larynx and hypopharynx. Journal of surgical oncology. 2018;118(4):644-50. 34. Marur S, Forastiere AA, editors. Head and neck cancer: changing epidemiology, diagnosis, and treatment. Mayo Clinic Proceedings; 2008: Elsevier. 35. Gholizadeh N, Najafi S, Zadeh MK, Afzali S, Sheykhbahaei N. Trend in laryngeal cancer, mortality and survival rate in Iran. Journal of Contemporary Medical Sciences. 2018;4(1). 36. Elwood J, Pearson J, Skippen D, Jackson S. Alcohol, smoking, social and occupational factors in the aetiology of cancer of the oral cavity, pharynx and larynx. International Journal of Cancer. 1984;34(5):603-12. 37. MACSWEEN RN. Alcohol and cancer. British medical bulletin. 1982;38(1):31-4. 38. Lee KW, Kuo WR, Tsai SM, Wu DC, Wang WM, Fang FM, et al. Different impact from betel quid, alcohol and cigarette: risk factors for pharyngeal and laryngeal cancer. International journal of cancer. 2005;117(5):831-6. 39. Tuyns AJ, Esteve J, Raymond L, Berrino F, Benhamou E, Blanchet F, et al. Cancer of the larynx/hypopharynx, tobacco and alcohol: IARC international case‐control study in Turin and Varese (Italy), Zaragoza and Navarra



(Spain),



Geneva



(Switzerland)



and



Calvados



(France).



International journal of cancer. 1988;41(4):483-91. 40. Søgaard M, Thomsen RW, Bossen KS, Sørensen HT, Nørgaard M. The impact of comorbidity on cancer survival: a review. Clinical epidemiology. 2013;5(Suppl 1):3. 41. Harada A, Sasaki R, Miyawaki D, Yoshida K, Nishimura H, Ejima Y, et al. Treatment outcomes of the patients with early glottic cancer treated



47



with initial radiotherapy and salvaged by conservative surgery. Japanese journal of clinical oncology. 2014;45(3):248-55. 42. Daneshi N, Fararouei M, Mohammadianpanah M, Zare-Bandamiri M, Parvin S, Dianatinasab M. Effects of Different Treatment Strategies and Tumor Stage on Survival of Patients with Advanced Laryngeal Carcinoma: A 15-Year Cohort Study. Journal of Cancer Epidemiology. 2018;2018. 43. Talamini R, Bosetti C, La Vecchia C, Dal Maso L, Levi F, Bidoli E, et al. Combined effect of tobacco and alcohol on laryngeal cancer risk: a case– control study. Cancer causes & control. 2002;13(10):957-64. 44. Lemeshow S, Hosmer DW, Klar J, Lwanga SK, Organization WH. Adequacy of sample size in health studies. 1990.