Kian Ida Ayu Sri Pertiwi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

IMPLEMENTASI TEORI KOLCABA DALAM ASUHAN KEPERAWATAN NY. P DENGAN NYERI AKUT PADA KASUS POST OPERASI CLOSED FRACTURE ULNA SINISTRA 1/3 DISTAL MELALUI TERAPI MUSIK KLASIK MOZART DI RUANG RATNA RSAD DENPASAR



KARYA ILMIAH AKHIR NERS



IDA AYU SRI PERTIWI, S.KEP NIM: C2219036



PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI 2020



IMPLEMENTASI TEORI KOLCABA DALAM ASUHAN KEPERAWATAN NY. P DENGAN NYERI AKUT PADA KASUS POST OPERASI CLOSED FRACTURE ULNA SINISTRA 1/3 DISTAL MELALUI TERAPI MUSIK KLASIK MOZART DI RUANG RATNA RSAD DENPASAR



KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar Ners pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Usada Bali



IDA AYU SRI PERTIWI, S.KEP NIM: C2219036



PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI 2020 ii



SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS



Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar



Nama



: Ida Ayu Sri Pertiwi, S.Kep



NIM



: C2219036



Tanda Tangan



:



Tanggal



:



iii



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI PROGRAM STUDI PROFESI NERS Karya Ilmiah Akhir Ners, Mei 2020 Ida Ayu Sri Pertiwi, S.Kep Implementasi Teori Kolcaba dalam Asuhan Keperawatan Ny. P dengan Nyeri Akut pada Kasus Post Operasi Closed Fracture Ulna Sinistra 1/3 Distal Melalui Terapi Musik Klasik Mozart di Ruang Ratna RSAD Denpasar



Xii + 55 + 2 tabel + 2 gambar + 2 lampiran



ABSTRAK Fraktur radius-ulna tertutup adalah terputusnya hubungan tulang radius dan ulna yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah, baik trauma langsung maupun trauma tidak langsung. Penatalaksanaan fraktur dapat dilakukan dengan hold reduction, reposisi, dan rehabilitasi. Salah satu masalah keperawatan pada pasien fraktur adalah nyeri akut. Penatalaksanaan fraktur dengan masalah keperawatan nyeri akut yaitu dengan terapi musik klasik mozart. Pemberian terapi musik dapat memberikan rasa nyman pada pasien sehingga membantu dalam mengurangi rasa nyeri. Kenyamanan menurut kolcaba merupakan suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Karya ilmiah akhir ners ini bertujuan untuk mengetahui implementasi teori kolcaba dalam asuhan keperawatan Ny. P dengan nyeri akut pada kasus post operasi closed fracture ulna sinistra 1/3 distal melalui terapi musik klasik mozart di Ruang Ratna RSAD Denpasar. Hasil dari analisa ini didapatkan bahwa terapi musik klasik mozart efektif dalam mengurangi nyeri pada pasien post operasi closed fracture ulna sinistra 1/3 distal. Kata Kunci: Closed Fracture Ulna, Nyeri Akut, Terapi Musik Klasik Mozart



v



ABSTRACT A closed-ulna radius fracture is a disconnection of the radius of the radius and the ulna caused by injury to the forearm, both direct and indirect trauma. Fracture management can be done with hold reduction, repositioning, and rehabilitation. One of the nursing problems in fracture patients is acute pain. Management of fractures with acute pain nursing problems that is with classical music therapy Mozart. Giving music therapy can provide comfort to patients so that it helps in reducing pain. Comfort according to kolcaba is a condition where basic human needs have been fulfilled. This final scientific work aims to find out the implementation of the Kolcaba theory in nursing care. P with acute pain in the postoperative case of closed fracture ulna sinistra 1/3 distal through classical mozart music therapy in Ratna Room Denpasar Hospital. The results of this analysis found that mozart classical music therapy was effective in reducing pain in distal ulna sinistra postoperative 1/3 postoperative patients. Keywords: Closed Fracture Ulna, Acute Pain, Mozart Classical Music Therapy



vi



KATA PENGANTAR



Puji syukur peneliti panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas berkat Asung Kerta Wara Nugraha penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners dengan judul “Implementasi Teori Kolcaba dalam Asuhan Keperawatan Ny. P dengan Nyeri Akut pada Kasus Post Operasi Closed Fracture Ulna Sinistra 1/3 Distal Melalui Terapi Musik Klasik Mozart di Ruang Ratna RSAD Denpasar”, dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Karya ilmiah akhir Ners ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Ners pada Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Usada Bali. Karya ilmiah akhir Ners ini dapat diselesaikan bukanlah semata-mata usaha sendiri, melainkan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu melalui kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. I Putu Santika, MM selaku kepala STIKES Bina Usada Bali yang telah memberikan kesempatan mengikuti pendidikan Program Ilmu Keperawatan di STIKES Bina Usada Bali. 2. Ns. I Putu Arta Wijaya, S.Kep., M.Kep. selaku ketua Program Studi Profesi Ners STIKES Bina Usada Bali yang telah banyak memberikan masukan, pengetahuan dan bimbingan dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners ini. 3. Ns. Ni Made Ari Sukmandari, S.Kep., M.Kes. selaku Penguji yang telah memberikan waktu luang dengan penuh kesabaran untuk menguji dan memberikan masukan kepada peneliti dalam karya ilmiah akhir Ners ini.



vii



4. Ns. Komang Yogi Triana, S.Kep.,M.Kep.Sp.Kep An. selaku pembimbing peneliti yang turut membantu peneliti dalam memberikan masukan dan saran dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners ini. 5. Kedua orang tua, saudara dan keluarga yang telah memberikan banyak dukungan serta doa baik dalam moril ataupun material selama proses penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini. 6. Semua pihak yang telah berperan penting dalam



proses penyusunan



karya ilmiah akhir Ners ini. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah akhir Ners ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan segala saran serta kritik yang sifatnya membangun dalam rangka memperbaiki dan menyempurnakan karya ilmiah akhir Ners ini. Semoga karya ilmiah akhir Ners ini bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.



Mangupura, Mei 2020 Penulis



viii



DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL .......................................................................................... ii SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv ABSTRAK ..................................................................................................... v ABSTRACT .................................................................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................... ix DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN A.



Latar Belakang ................................................................................... 1



B.



Rumusan Masalah .............................................................................. 8



C.



Tujuan Penelitian ............................................................................... 8



D.



Manfaat Penelitian ............................................................................. 9



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.



Konsep Dasar Penyakit ...................................................................... 11



B.



Tindakan Penatalaksanaan Terapi Musik Klasik Mozart ................. 20



C.



Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori .......................................... 24



BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN A.



Profil Lahan Praktik ........................................................................... 32



B.



Ringkasan Asuhan Keperawatan ....................................................... 39



BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A.



Analisis Karakteristik Pasien ............................................................. 44



B.



Analisa Masalah Keperawatan ........................................................... 44



C.



Analisa Intervensi .............................................................................. 45



D.



Analisis Implementasi ........................................................................ 48 ix



BAB V SIMPULAN DAN SARAN A.



Simpulan ............................................................................................ 50



B.



Saran .................................................................................................. 51



DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



x



DAFTAR TABEL



Tabel 2.1 Intervensi keperawatan pre operasi ................................................. 29 Tabel 2.2 Intervensi keperawatan pre operasi ................................................. 30



xi



DAFTAR GAMBAR



Gambar 2.1 Anatomi os ulna .......................................................................... 12 Gambar 2.2 Anatomi os radius ....................................................................... 13



xii



DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran 1 Web Of Caution Closed Fracture Ulna Lampiran 2 Standar Operasional Prosedur Terapi Musik Klasik Mozart Lampiran 3 Lembar Bimbingan



xiii



1



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, dam juga tekanan dari luar yang tidak mampu diterima oleh tulang. Fraktur sangat berpengaruh terhadap mobilisasi pada seseorang, semakin tinggi tingkat keparahan fraktur maka mobilisasi semakin rendah. Fraktur dengan tingkat keparahan yang tinggi juga dapat menyebabkan kematian (Helmi, 2016). Hasil penelitian dari WHO (World Health Organization) sebanyak 1,24 juta korban meninggal setiap tahunnya di seluruh dunia akibat kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan terjadinya fraktur (Permana & Nurchayati, 2015). Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi. Menurut Depkes RI 2018, dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang mengalami fraktur pada



1



2



tulang femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia, 970 orang mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula. Walaupun peran fibula dalam pergerakan ektremitas bawah sangat sedikit, tetapi terjadinya fraktur pada fibula tetap saja dapat menimbulkan adanya gangguan aktifitas fungsional tungkai dan kaki. Terjadinya fraktur tersebut termasuk didalamnya insiden kecelakaan, cedera olahraga, bencana kebakaran, bencana alam dan lain sebagainya (Depkes, 2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar 2018 fraktur secara nasional adalah sebanyak 9,2% dengan prevalensi tertinggi di temukan di Sulawesi Tengah sebanyak 13,8 % dan terendah di temukan di jambi sebanyak 5,2%, sedangkan di jawa tengah sebanyak 9,3%, faktor penyebab yang dialami berupa luka (lecet, robek), terkilir, patah tulang, anggota tubuh terputus , gagar otak dan bagian tubuh yang terkena biasanya ekstermitas atas (kepala, lengan atas, lengan bawah, jari tangan) dan ekstermitas bawah (paha, betis, jari kaki). (Riskesdas, 2018). Salah satu fraktur yang terjadi pada daerah ekstermitas atas yaitu fraktur radius-ulna tertutup (Kemenkes RI, 2018). Fraktur radius-ulna tertutup adalah terputusnya hubungan tulang radius dan ulna yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah, baik trauma langsung maupun trauma tidak langsung



(Helmi, 2016). Menurut



(Hoppenfeld & Murthy, 2017) fraktur kedua tulang bawah merupakan cedera yang tidak stabil. Fraktur nondislokasi jarang terjadi. Stabilitas fraktur yang



bergantung pada jumlah energi yang diserap selama cedera dan gaya otot-otot besar yang cenderung menggeser fragmen. Penatalaksanaan fraktur dapat dilakukan dengan hold reduction, reposisi, dan rehabilitasi. Penatalaksanaan fraktur dilakukan dengan melihat kondisi dari fraktur. Hal ini karena fraktur dapat terjadi hanya karena berpindahnya fragmen tulang atau terputusnya fragmen tulang. Fraktur ulna sendiri biasanya berupa terputusnya fragmen tulang sehingga harus dilakukan hold reduction atau rehabilitasi (Asikin et al., 2016). Hampir semua pembedahan mengakibatkan rasa nyeri. Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Perawat lebih banyak menghabiskan waktunya bersama pasien yang mengalami nyeri dibanding tenaga kesehatan lainnya dan perawat mempunyai kesempatan untuk membantu menghilangkan nyeri dan efeknya yang membahayakan (Brunner & Suddarth, 2015). Efek samping yang bisa ditimbulkan dari nyeri pasca pembedahan ortopedi adalah waktu pemulihan yang memanjang, terhambatnya ambulasi dini, penurunan fungsi sistem, terhambatnya discharge planning. Selain itu, efek samping analgesik dengan pengonsumsian yang terus menerus berakibat merugikan pasien dari sisi ekonomi (Maher, 2014). Dari segi psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stres yang dapat mengurangi sistem imun dalam peradangan, serta menghambat penyembuhan respon yang lebih parah akan mengarah pada ancaman merusak diri sendiri.



Proses asuhan keperawatan pada pasien paska operasi sangat penting dilakukan sedini mungkin dan secara komprehensif untuk mengatasi terjadinya masalah keperawatan. Peran perawat sangat dituntut disini dalam mengatasi masalah keperawatan paska operasi seperti keluhan nyeri yang dirasakan pasien pada area post insisi karena perawat selama 24 jam mengetahui kondisi pasien baik fisiologi maupun psikologi pasien. Manajemen dalam mengatasi nyeri haruslah mencakup penanganan secara keseluruhan, tidak hanya pada pendekatan farmakologi saja, karena nyeri juga dipengaruhi oleh emosi dan tanggapan individu terhadap dirinya (Nila, 2016). Tindakan untuk mengatasi nyeri dapat dilakukan dengan tindakan pengobatan (farmakologis) dan tanpa pengobatan (non farmakologis). Tindakan farmakologis yaitu dengan memberikan obat-obatan seperti obat analgesik, analgesik non narkotika dan obat anti inflamasi non steroid (NSAID) (Perry & Potter, 2012). Secara non farmakologis ada beberapa metode yang digunakan untuk membantu penanganan nyeri paska pembedahan, seperti menggunakan terapi fisik (dingin, panas) yang dapat mengurangi spasme otot, akupuntur untuk nyeri kronik (gangguan muskuloskletal, nyeri kepala), terapi tubuh-pikiran (musik, hipnosis, terapi kognitif, terapi tingkah laku) dan rangsangan elektrik pada sistem saraf (TENS, Spinal Cord Stimulation, Intracerebral Stimulation) (Andarmoyo, 2013). Salah satu tindakan non farmakologis adalah pemberian terapi musik yang merupakan mind-body therapy pada terapi komplementer dan alternatif. Terapi musik dipilih karena musik mampu menstimulasi pelepasan endorfin



di otak. Zat kimia otak ini mampu memblok transmisi stimulus nyeri sehingga nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang (Tamsuri, 2012). Pemberian terapi musik dapat memberikan rasa nyman pada pasien sehingga membantu dalam mengurangi rasa nyeri. Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan. Berbagai teori keperawatan menyatakan kenyamanan sebagai kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Kolcaba (1994) mendefinisikan kenyamanan dengan cara yang konsisten pada pengalaman subjektif klien. Kolcaba mendefinisikan kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (Khasanah & Rustina, 2017). Teori Kolcaba termasuk dalam middle range theory. Menurut Kolcaba, teori kenyamanan menjadi salah satu pilihan teori keperawatan yang dapat diaplikasikan langsung di lapangan karena bersifat universal dan tidak terhalang budaya yang dimiliki oleh setiap masyarakat. Hal ini menyebabkan teori kenyamanan bisa dimodifikasi seluas-luasnya sesuai kebutuhan klien masing-masing (Khasanah & Rustina, 2017). Musik menghasilkan perubahan status kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang, dan waktu. Musik harus didengarkan minimal 15 menit agar dapat memberikan efek teraupeutik. Pada keadaan perawatan akut, mendengarkan musik dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya mengurangi nyeri pasca operasi pasien (Perry & Potter, 2012).



Jika musik yang digunakan sesuai, maka pendengar akan merasa nyaman, dan kenyamanan akan membuat seseorang tenang. Selain itu, vibrasi musik sangat mudah diterima organ pendengaran kita dan kemudian melalui saraf pendengaran disalurkan kebagian otak yang memproses emosi. Sehingga



musik



bermanfaat



dalam



meningkatkan



kreativitas,



mengoptimalkan kecerdasan, mengatasi autisme pada anak, menyembuhkan insomnia, mencegah penyakit alzheimer dan mengurangi nyeri (Aizid, 2018). Beberapa musik yang memberi efek positif terhadap kesehatan diantaranya: musik jazz, klasik, baroque, dan alternatif. Dari sekian banyak karya musik, karya musik klasik yang lebih dianjurkan untuk dijadikan sebagi terapi karena musik klasik lebih memberikan efek positif bagi kesehatan karena berirama tenang dan alunannya lembut dan mempunyai efek stimulasi (Sitinjak, 2019). Musik klasik jenis mozart, karya musisi Wolfgang Amadeus Mozart dikenal sebagai musik yang dapat mengalihkan perhatian pasien terhadap reaksi nyeri yang dihadapi post operasi. Adapun cara kerja musik klasik dalam penurunan intensitas nyeri post operasi adalah mengaktifkan hormon endorfin (semacam protein yang dihasilkan di dalam otak dan berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit), meningkatkan perasaan rileks, secara fisiologis memperbaiki sistem tubuh sehingga menurunkan aktivitas gelombang otak, menghalangi masuknya suara-suara bising dari luar (Somoyani et al., 2013). Terapi musik klasik mozart dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori gate control, bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme



pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan ditutup. Salah satu cara menutup mekanisme pertahanan ini adalah dengan merangsang sekresi endorfin yang akan menghambat pelepasan substansi P. Musik klasik mozart sendiri juga dapat merangsang peningkatan hormon endorfin yang merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh. Sehingga pada saat neuron nyeri perifer mengirimkan sinyal ke sinaps, terjadi sinapsis antara neuron perifer dan neuron yang menuju otak tempat seharusnya substansi P akan menghasilkan impuls. Pada saat tersebut, endorfin akan memblokir lepasnya substansi P dari neuron sensorik, sehingga sensasi nyeri menjadi berkurang (Lestari, 2014). Penelitian dilakukan oleh (Sunarsih et al., 2017) dengan judul “Pengaruh Terapi Musik Klasik terhadap Intensitas Nyeri pada Kala I Persalinan di BPS Zubaedahsyah, S.ST Palapa Bandar Lampung 2016”. Dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa hasil pengukuran score frekuensi skala nyeri persalinan kala I fase aktif pada ibu bersalin dari 20 responden sebelum diberikan terapi musik klasik dari skor 1-10, diketahui rata-rata score frekuensi skala nyeri 7,55 (SD: 0,826) (SE: 0,185). Dan setelah diberikan terapi musik klasik diketahui rata-rata score frekuensi skala nyeri pada ibu bersalin adalah 5,55 (SD: 0,686) (SE: 0,153). Hasil uji analisis didapatkan nilai p-value 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat Pengaruh



Terapi Musik Klasik terhadap Intensitas Nyeri pada Kala I Persalinan di BPS Zubaedahsyah, S.ST Palapa Bandar Lampung 2016. Berdasarkan uraian di atas peneliti sangat tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah yang berjudul “Implementasi Teori Kolcaba dalam Asuhan Keperawatan Ny. P dengan Nyeri Akut pada Kasus Post Operasi Closed Fracture Ulna Sinistra 1/3 Distal Melalui Terapi Musik Klasik Mozart di Ruang Ratna RSAD Denpasar”.



B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah antara lain bagaimana implementasi teori kolcaba dalam asuhan keperawatan Ny. P dengan nyeri akut pada kasus post operasi closed fracture ulna sinistra 1/3 distal melalui terapi musik klasik mozart di Ruang Ratna RSAD Denpasar.



C. Tujuan Penelitian 1.



Tujuan Umum Untuk mengetahui implementasi teori kolcaba dalam asuhan keperawatan Ny. P dengan nyeri akut pada kasus post operasi closed fracture ulna sinistra 1/3 distal melalui terapi musik klasik mozart di Ruang Ratna RSAD Denpasar.



2.



Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus pada karya ilmiah akhir ners ini yaitu antara lain : a.



Menganalisis karakteristik pasien dengan kasus Post Operasi Closed Fracture Ulna Sinistra 1/3 Distal di ruang Ratna RSAD Denpasar



b.



Menganalisis masalah keperawatan pada pasien dengan kasus Post Operasi Closed Fracture Ulna Sinistra 1/3 Distal di ruang Ratna RSAD Denpasar



c.



Menganalisis intervensi keperawatan terapi musik klasik mozart pada pasien dengan kasus Post Operasi Closed Fracture Ulna Sinistra 1/3 Distal dengan masalah keperawatan nyeri akut di ruang Ratna RSAD Denpasar



d.



Menganalisis implementasi keperawatan terapi musik klasik mozart pada pasien dengan kasus Post Operasi Closed Fracture Ulna Sinistra 1/3 Distal dengan masalah keperawatan nyeri akut di ruang Ratna RSAD Denpasar



D. Manfaat Penelitian 1.



Bagi Layanan dan Masyarakat a.



Bagi Layanan Hasil karya ilmiah akhir ners ini diharapkan dapat dijadikan sebagai kombinasi terapi farmakologi dan non farmakologi yaitu efektivitas



terapi musik klasik mozart terhadap intensitas nyeri pada pasien dengan kasus post operasi fraktur didalam pelayanan kesehatan. b.



Bagi Masyarakat Hasil karya ilmiah akhir ners ini dapat dijadikan referensi baru didalam masyarakat sebagai kombinasi terapi farmakologi dan non farmakologi yaitu efektivitas terapi musik klasik mozart untuk dapat mengurangi nyeri pada pasien dengan kasus post operasi fraktur.



2.



Bagi Pendidikan dan Perkembangan Ilmu Keperawatan a.



Bagi Pendidikan Hasil karya ilmiah akhir ners ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar di dunia pendidikan dalam melakukan kombinasi terapi farmakologi dan non farmakologi yaitu efektivitas terapi musik klasik mozart untuk dapat mengurangi nyeri pada pasien dengan kasus post operasi fraktur



b.



Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Hasil karya ilmiah akhir ners ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam mengembangkan ilmu keperawatan khususnya kombinasi terapi farmakologi dan non farmakologi yaitu efektivitas terapi musik klasik mozart untuk dapat mengurangi nyeri pada pasien dengan kasus post operasi fraktur.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Konsep Dasar Penyakit 1.



Definisi Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Setyoadi, 2015). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Brunner & Suddarth, 2015). Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat et al., 2018). Fraktur radius-ulna tertutup adalah terputusnya hubungan tulang radius dan ulna yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah, baik trauma langsung maupun trauma tidak langsung (Helmi, 2016). Menurut (Hoppenfeld & Murthy, 2017) fraktur kedua tulang bawah merupakan cedera yang tidak stabil. Fraktur nondislokasi jarang terjadi. Stabilitas fraktur yang bergantung pada jumlah energi yang diserap selama cedera dan gaya otot-otot besar yang cenderung menggeser fragmen. 11



2.



Anatomi Antrebachii a. Tulang Ulna Menurut (Apley, 2012) ulna adalah tulang stabilisator pada lengan bawah, terletak medial dan merupakan tulang yang lebih panjang dari dua tulang lengan bawah. Ulna adalah tulang medial antebrachium. Ujung proksimal ulna besar dan disebut olecranon, struktur ini membentuk tonjolan siku. Corpus ulna mengecil dari atas ke bawah.



Gambar 2.1 Anatomi os Ulna



b. Tulang Radius Radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek dari dari dua tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya meliputi caput pendek, collum, dan tuberositas yang menghadap ke medial. Corpus radii, berbeda dengan ulna, secara bertahap membesar saat ke distal. Ujung distal radius berbentuk sisi empat ketika dipotong melintang. Processus styloideus radii lebih besar daripada processus styloideus ulnae dan memanjang jauh ke distal. Hubungan tersebut memiliki kepentingan klinis ketika ulna dan/atau radius mengalami fraktur (Apley, 2012).



Gambar 2.2 Anatomi os Radius



3.



Etiologi Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang, saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang mampu ditanggungnya. Jumlah gaya pasti yang diperlukan untuk menimbulkan suatu fraktur dapat bervariasi, sebagian bergantung pada karakteristik tulang itu sendiri. Fraktur dapat terjadi karena gaya secara langsung, seperti saat sebuah benda bergerak menghantam suatu area tubuh di atas tulang. Menurut (Aklia, 2014) fraktur batang radius dan ulna biasanya terjadi karena cedera langsung pada lengan bawah, kecelakaan lalu lintas, atau jatuh dengan lengan teregang. Fraktur radius dan ulna biasanya merupakan akibat cedera hebat. Cedera langsung biasanya menyebabkan fraktur transversa pada tinggi yang sama, biasanya di sepertiga tengah tulang (Apley, 2012).



4.



Manifestasi Klinis Tanda dan gejala dari fraktur antara lain (Susan C Smeltzer, 2017): a. Nyeri hebat di tempat fraktur Nyeri akan timbul selama fragmen tulang belum diimobilisasi. Nyeri ini timbul karena ketika tulang tersebut patah, otot akan mengalami spasme.



b. Adanya pemendekan tulang Hal ini diakibatkan oleh kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah fraktur. c. Pembengkakan dan Perubahan Warna Hal ini terjadi karena adanya respon inflamasi. Saat terjadi fraktur, fragmen tulang yang patah akan turut melukai jaringan sekitarnya sehingga terjadi respon inflamasi yang diawali dengan vasodilatasi pembuluh darah dan pelepasan mediator-mediator. d. Hilangnya fungsi radius-ulna e. Deformitas f. Krepitasi Pada anamnesis selalu ditemukannya deformitas pada daerah sekitar radius- ulna pada tangan klien (Helmi, 2016).



5.



Patofisiologi Mekanisme terjadinya fraktur radius dan ulna adalah tangan dalam keadaan outstretched, sendi siku dalam posisi ektensi, dan lengan bawah dalam posisi supinasi. Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung atau karena hiperpronasi (pemutaran lengan bawah kea rah dalam) dengan tangan dalam keadaan outstretched. Fraktur pada batang radius dan ulna (pada batang lengan bawah) biasanya terjadi pada anak-anak usia 10 tahun (5-13 tahun) .Baik radius



maupun ulna keduanya dapat mengalami patah. Pada setiap ketinggian, biasanya akan mengalami pergeseran bila kedua tulang patah.Adanya fraktur dapat menyebabkan atau menimbulkan kerusakan pada beberapa bagian. Kerusakan pada periosteum dan sumsum tulang dapat mengakibatkan keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang panjang.Sumsum kuning yang keluar akibat fraktur terbuka masuk ke dalam



pembuluh



darah



dan



mengikuti



aliran



darah



sehingga



mengakibatkan emboli lemak. Apabila emboli lemak ini sampai padpat terjadia pembuluh darah yang sempit dimana diameter emboli lebih besar daripada diameter pembuluh darah maka akan terjadi hambatan aliran darah yang mengakibatkan perubahan perfusi jaringan. Kerusakan pada otot atau jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat karena adanya spasme otot di sekitarnya.Sedangkan kerusakan pada tulang itu sendiri mengakibatkan perubahan sumsum tulang (fragmentasi tulang) dan dapat menekan persyaratan di daerah tulang yang fraktur sehingga menimbulkan gangguan syaraf ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan (Apley, 2012).



6.



Pathway (terlampir)



7.



Komplikasi Komplikasi



fraktur



radius



ulna



diklasifikasikan



sebagai



komplikasi cepat (saat cedera), awal (dalam beberapa jam atau hari), dan lambat (dalam beberapa minggu atau bulan). a. Komplikasi Cepat Fraktur Radius Ulna, meliputi: 1) Perdarahan, kehilangan darah dari tulang yang mengalami fraktur, termasuk juga kehilangan darah dari kerusakan pada jaringan sekitar tulang yang mengalami fraktur. 2) Kerusakan arteri saraf brachialis yang terletak di dekat radius ulna b. Komplikasi Awal Radius Ulna, meliputi: 1) Emboli lemak yang terjadi terutama pada bagian yang mengalami fraktur radius ulna 2) Masalah imobilisasi lokal (misalnya ulkus dekubitus, trombosis vena profunda, infeksi dada). 3) Sindrom kompartemen. c. Komplikasi Lambat, meliputi: 1) Deformitas. 2) Osteoarthritis sekunder (sendi). 3) Nekrosis asepsis dan atau avaskular dapat terjadi terutama setela fraktur pada tulang seperti radius ulna Terjadi akibat gangguan suplai darah ke tulang tersebut setelah fraktur (Brooker, 2011).



8.



Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi menggunakan sinar rongen (x-ray) digunakan untuk mendapatkan gambaran spesifik terkait keadaan dan kedudukan tulang, maka digunakan kedudukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral.Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan karena adanya patologi yang dicari berupa superposisi. Permintaan



x-ray



harus



didasari



pada



adanya



permintaan



pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksan ini didapatkan adanya garis patah pada tulang batang humerus pada foto polos. b. Pemeriksaan Laboratorium 1) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang. 2) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang karena menunjukan bahwa kegiatan osteoblast dalam membentuk tulang. 3) Enzyme otot seperti keratin kinase, laktat dehydrogenase (LDH5) aspartate amino transferase (AST), aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tualang. c. Pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan 1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitifitas yang mungkin



mengindikasikan



mikroorganisme.



terjadinya



infeksi



oleh



2) Biopsy tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan oleh dugaan terjadinya infeksi. 3) Arthroscopy: didapatkan trauma jaringan ikat yang rusak atau sobel karena trauma yang berlebihan. 4) Indium imaging: pada pemeriksaan ini akan diadapatkan infeksi pada tulang. 5) MRI: menggambarkan kerusakan pada semua jaringan akibat oleh fraktur, termasuk jaringan lunak, dan tulang (Apley, 2012)



9.



Penatalaksanaan Fraktur dari distal radius adalah jenis fraktur yang paling sering terjadi.Fraktur radius dan ulna biasanya selalu berupa perubahan posisi dan tidak stabil sehingga umumnya membutuhkan terapi operatif.Fraktur yang tidak disertai perubahan posisi ekstra artikular dari distal radius dan fraktur tertutup dari ulnadapat diatasi secara efektif dengan primary care provider.Fraktur distal radius umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja, serta mudah sembuh pada kebanyakan kasus. Terapi fraktur diperlukan konsep ”empat R” yaitu : rekognisi, reduksi/reposisi, terensi/fiksasi, dan rehabilitasi. a. Rekognisis atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa yang benar sehingga akan membantu dalam penanganan



fraktur karena perencanaan terapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna. b. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmenfragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau keadaan letak normal. c. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan. d. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur tersebut dapat kembali normal. helmi



B. Tindakan Penatalaksanaan Terapi Musik Klasik Mozart 1.



Definisi Terapi musik terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan “musik”. Kata “terapi” berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu atau menolong orang lain. Biasanya kata tersebut digunakan dalam konteks masalah fisik atau mental. Kata “musik” dalam terapi musik digunakan untuk menjelaskan media yang digunakan secara khusus dalam rangkaian terapi. Musik adalah terapi yang bersifat nonverbal. Dengan bantuan musik pikiran klien dibiarkan mengembara, baik untuk mengenang hal-hal yang membahagiakan, membayangkan ketakutanketakutan yang dirasakan, mengangankan hal-hal



yang



diimpikan dan dicita-citakan, atau langsung mencoba menguraikan permasalahan yang dihadapi. Seorang terapis musik akan menggunakan



musik dan aktivitas musik untuk memfasilitasi proses terapi dalam membantu kliennya (Salim, 2016). Terapi musik klasik mozart adalah musik yang muncul sejak 250 tahun yang lalu, diciptakan oleh Wolgang Amadeus Mozart. Musik klasik mozart memberikan ketenangan, memperbaiki persepsi sosial, dan memungkinkan pasien untuk berkomunikasi baik dengan hati maupun pikiran. Musik klasik Mozart memiliki kekuatan yang membebaskan, mengobati dan dan menyembuhkan (Intan Anjar Sari, 2018). Musik klasik adalah sebuah musik yang dibuat dan ditampilkan oleh orang yang terlatih secara professional melalui pendidikan musik. Musik klasik juga merupakan suatu tradisi dalam menulis musik, yaitu ditulis dalam bentuk notasi musik dan dimainkan sesuai dengan notasi yang ditulis. Musik klasik adalah musik yang komposisinya lahir dari budaya Eropa dan digolongkan melalui periodisasi tertentu (Indonesia, 2018).



2.



Tujuan Terapi musik akan memberi makna yang berbeda bagi setiap orang namun semua terapi mempunyai tujuan yang sama yaitu: a. Membantu mengekspresikan perasaan b. Membantu rehabilitasi fisik c. Memberikan pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi



d. Meningkatkan memori, serta e. Menyediakan kesempatan unik untuk berinteraksi dan membangun kedekatan emosional. f. Membantu mengurangi stres, mencegah penyakit dan meringankan rasa sakit (Setyoadi, 2015).



3.



Prinsip Pelaksanaan Setelah mendengarkan musik klasik implus atau rangsangan suara akan diterima oleh daun telinga pembacanya. Kemudian telinga memulai proses mendengarkan. Secara fisiologi pendengaran merupakan proses dimana telinga menerima gelombang suara, membedakan frekuensi dan mengirim informasi kesusunan saraf pusat. Setiap bunyi yang dihasilkan oleh sumber bunyi atau getaran udara akan diterima oleh telinga. Getaran tesebut diubah menjadi implus mekanik ditelinga tengah dan diubah menjadi implus elektrik ditelinga dalam yang diteruskan melalui saraf pendengaran menuju ke korteks pendengaran diotak. Disamping menerima sinyal dari talamus (salah satu bagian otak yang berfungsi menerima pesan dari indara dan diteruskan kebagian otak lain). Amigdala juga menerima sinyal dari semua bagian korteks limbic (emosi /prilaku) seperti juga neokorteks lobus temporal (korteks atau lapisan otak yang hanya ada pada manusia) parietal (bagaian otak tengah) dan oksipital (otak belakang) terutama diarea asosiasi auditorik dan area asosiasi visual.



Talamus juga menjalankan sinyal ke neokorteks (area otak yang berfungsi untuk berfikir atau mengolah data serta infomasi yang masuk ke otak). Di neokorteks sinyal disusun menjadi benda yang difahami dan dipilah-pilah menurut maknanya, sehingga otak mengenali masing masing objek dan arti kehadirannya. Kemudian amigdala menjalankan sinyal ke hipokampus. Hipokampus sangat penting untuk membantu otak dalam menyimpan ingatan yang baru. Hal ini dimungkinkan karena hipokampus merupakan salah satu dari sekian banyak jalur keluar penting yang berasal dari area “ganjaran” dan “hukuman”. Diantara motivasi-motivasi itu terdapat dorongan dalam otak untuk



mengingat



menyenangkan,



dan



pengalaman-pengalaman, tidak



menyenagkan



pikiran-pikiran .



walaupun



yang



demikian



mendengarkan musik klasik tanpa mengetahui maknanya juga tetap bermanfaat apabila mendengarkan dengan keikhlasan dan kerendahan hati. Sebab musik klasik akan memberikan kesan positif pada hipokampus dan amigdala sehingga menimbulkan suasana hati yang positif. Selain dengan mendengarkan musik klasik kita juga dapat memperoleh manfaat dengan hanya mendengarkan nya. Hipotalamus juga dinamakan pusat stress otak karena fungsi gandanya dalam keadaan darurat. Fungsi pertamanya mengaktifkan cabang simpatis dan sistem otonom. Hipotalamus menghantarkan implus saraf ke nukleus-nukleus dibatang otak yang mengendalikan fungsi sistem saraf otonom cabang simpatis saraf otonom bereaksi langsung



pada otot polos dan organ internal yang menghasilkan beberapa perubahan tubuh seperti peningkatan denyut jantung dan peningkatan tekanan darah (Primadita, 2016).



4.



Prosedur Penggunaan (terlampir)



C. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori 1. Pengkajian a. Identitas pasien Nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua. b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama Alasan utama pasien dengan close frakture ulna sinistra 1/3 distal adalah nyeri pada tangan setelah jatuh atau kecelakaan. 2) Riwayat penyakit sekarang Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang, pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma angulasi akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan



menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat. 3) Riwayat penyakit dahulu Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang 4) Riwayat kesehatan keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik. c. Pengkajian pola fungsional Gordon 1) Aktifitas atau Istirahat Keterbatasan atau kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri) 2) Sirkulasi a) Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri atau ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)



b) Takikardia (respon stresss, hipovolemi) c) Penurunan atau tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena. d) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera. 3) Neurosensori a) Hilangnya gerakan atau sensasi, spasme otot b) Kebas atau kesemutan (parestesia) c) Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit) spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi. 4) Agitasi (mungkin badan nyeri atau ansietas atau trauma lain) 5) Nyeri atau kenyamanan a) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan atau kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak ada nyeri akibat kerusakan syaraf . b) Spasme atau kram otot (setelah imobilisasi) 6) Keamanan a) Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna b) Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba). 7) Pola hubungan dan peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.



8) Pola persepsi dan konsep diri Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan pandangan terhadap dirinya yang salah. 9) Pola sensori dan kognitif Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami gangguan. Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur. 10) Pola nilai dan keyakinan Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi dan konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oleh nyeri dan keterbatasan gerak yang dialami klien.



2. Diagnosa Keperawatan a. Pre Operasi 1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (fraktur) 2) Cemas berhubungan dengan proses operasi b. Post Operasi 1) Nyeri berhubungan dengan post pembedahan. 2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post pembedahan. 3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi.



3. Intervensi Keperawatan a. Pre operasi No



Dignosa



1



Nyeri akut b.d Setelah agen



NOC



NIC tindakan  Kaji nyeri klien (P,Q,R,S,T)



dilakukan



cidera keperawatan selama 3 x 24 jam,  Ajarkan



fisik



tehnik



diharapkan nyeri pasien dapat



nonfarmakologi



berkurang dengan kriteria hasil :



relaksasi(tarik nafas dalam)



 Skala



berkurang  Kolaborasi



nyeri



menjadi 4  Klien



dengan



dokter



pemberian analgetik



mampu



nyeri



/tehnik



mengontrol  Tingkatkan istirahat



dengan



tehnik



nonfarmakologi  TTV dalam batas normal



2



dilakukan



tindakan  Kaji



Cemas



Setelah



berhubungan



keperawatan selama 1 x 30



dengan



menit, diharapkan cemas pasien  Berikan



kurangnya



dapat teratasi dengan kriteria



informasi



hasil :



 Jelaskan prosedur operasi



(prosedur



 Kontak mata baik



 Observasi



operasi)



 Pasien terlihat tenang  Pasien tidak gelisah  TD normal



faktor



kecemasan pasien. dukungan



reaksi



 Temani pasien dan dengarkan keluhan pasien



kepada pasien



b. Post operasi Dignosa



NOC



nonverbal



pasien.



Tabel 2.1 Intervensi keperawatan pre operasi



No



kepada



pasien.



Pasien dapat mengungkapkan  Tunjukkan keluhannya



penyebab



NIC



sikap



empati



1



Nyeri akut b.d Setelah



dilakukan



tindakan  Kaji nyeri klien (P,Q,R,S,T)



post



keperawatan selama 3 x 24 jam,  Tingkatkan istirahat Kaji



pembedahan



diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dengan kriteria hasil :  Intensitas nyeri 0-2.



lokasi dan intensitas nyeri.  Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit.



 Ekspresi wajah rileks.



 Tinggikan ekstremitas yang fraktur.  Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam.  Kolaborasi dalam memberikan terapi analgetik.



2



dilakukan



tindakan  Kaji kulit pada luka terbuka,



Kerusakan



Setelah



integritas kulit



keperawatan selama 3 x 24 jam,



benda



berhubungan



di harapkan penyembuhan luka



perdarahan, perubahan warna,



dengan trauma



sesuai waktu/penyembuhan lesi



kelabu, memutih.



post



terjadi.



asing,



kemerahan,



 Observasi tanda-tanda vital.  Masase kulit dan penonjolan



pembedahan



tulang.



Pertahankan



tempat



tidur kering dan bebas kerutan.  Letakkan bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang.  Ubah



posisi



tidur



secara



periodik tiap 2 jam. 3



dilakukan



tindakan  Observasi TTV terutama suhu



Resiko tinggi



Setelah



infeksi



keperawatan selama 3 x 24 jam,  Jaga daerah luka tetap bersih



berhubungan



diharapkan nyeri pasien dapat



dengan luka



berkurang dengan kriteria hasil  Tutup daerah yang luka dengan



operasi.



:Tidak ada tanda-tanda infeksi ditandai dengan:



dan kering.



kasa steril/balutan bersih.  Rawat luka dengan teknik



- Suhu normal 36-370C



aseptik.



- Tidak ada kemerahan, tidak  Kolaborasi ada edema, luka bersih.



dengan



untuk pemberian antibiotik.



Tabel 2.2 Intervensi keperawatan post operasi



4. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuha dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursalam, 2011). Implementasi dilaksanakan sesuai intervensi yang telah dibuat.



5. Evaluasi Menurut Nursalam (2011), evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu: a. Evaluasi formatif



Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai. b. Evaluasi somatif



Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan SOAP.



medik



D. Konsep Teori Kolcaba Kolcaba menjabarkan keperawatan adalah penilaian kebutuhan akan kenyamanan, perancangan kenyamanan digunakan untuk mengukur suatu kebutuhan, dan penilaian kembali untuk mengukur kenyamanan setelah dilakukan implementasi. Penilaian awal dan penilaian kembali dapat dinilai secara subjektif, seperti ketika perawat menanyakan kenyamanan pasien. Secara objektif seperti observasi penyembuhan luka, perubahan nilai laboratorium, atau perubahan perilaku. Penilaian juga dapat melalui penilaian skala melalui penglihatan atau daftar pertanyaan, yang mana keduanya telah dikembangkan oleh Kolcaba (Khasanah & Rustina, 2017). Kolcaba mengembangkan teori kenyamanan melalui tiga jenis: 1. Induksi terjadi ketika penyamarataan dibangun dari suatu kejadian yang diamati secara specifik, disini perawat dengan sungguh-sungguh melakukan



praktek



dan



dengan



sungguh-sungguh



menerapkan



keperawatan sebagai disiplin, sehingga mereka menjadi terbiasa dengan konsep implisit atau eksplisit, terminologi dan dalil. 2. Pengurangan adalah suatu format dari pemikiran logis dimana kesimpulan spesifik berasal dari prinsip atau pendapat yang lebih umum, prosesnya dari yang umum ke yang spesifik. Langkah mengurangi pengembangan



teori



mengakibatkan



teori



kenyamanan



dapat



dihubungkan dengan konsep lain untuk menghasilkan suatu teori. Kerja dari tiga ahli teori keperawatan diperlukan untuk mendefinisikan



kenyamanan, oleh karena itu Kolcaba lebih dulu melihat ditempat lain untuk bekerja secara bersama. 3. Retroduksi adalah suatu format pemikiran untuk memulai ide, bermanfaat untuk memilih suatu fenomena yang dapat dikembangkan lebih lanjut dan diuji. Pemikiran jenis ini diterapkan di dalam bidang dimana tersedia sedikit teori. Seperti pada kasus hasil riset, dimana saat ini berpusat pada pengumpulan data dasar untuk mengukur hasil dan berhubungan pada pengeluaran untuk jenis keperawatan, medis, institusi,atau masyarakat. Penambahan suatu kerangka teori keperawatan untuk riset hasil akan meningkatkan area penelitian keperawatan karena praktek dasar teori memungkinkan perawat untuk mendesain intervensi yang sama dan selaras dengan hasil yang diinginkan. Kolcaba menjelaskan bahwa kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang bersifat individual dan holistik. Terpenuhinya kenyamanan dapat menyebabkan perasaan sejahtera pada diri individu tersebut. Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian komprehensif seseorang terhadap lingkungannya. Manusia menilai kondisi lingkungan berdasarkan rangsangan yang masuk kedalam dirinya melalui keenam indera melalui syaraf dan dicerna oleh otak untuk dinilai. Hal ini tidak hanya terlihat masalah biologis, namun juga perasaan. Selain itu suara, cahaya, bau, suhu dan lain-lain dirangkum sekaligus, lalu diolah oleh otak. Kemudian otak akan memberikan penilaian



relatif apakah kondisi itu nyaman atau tidak. Ketidaknyamanan di satu faktor dapat ditutupi oleh faktor lain (Khasanah & Rustina, 2017). Menurut Kolcaba aspek kenyamanan terdiri dari : 1. Kenyamanan fisik berkenaan dengan sensasi tubuh yang dirasakan oleh individu itu sendiri. 2. Kenyamanan psikospiritual berkenaan dengan kesadaran internal diri yang meliputi konsep diri, harga diri, makna kehidupan, seksualitas hingga hubungan yang sangat dekat dan lebih tinggi. 3. Kenyamanan lingkungan berkenaan dengan kondisi lingkungan dan pengaruh dari luar kepada manusia seperti temperatur, warna, suhu, pencahayaan dan lain-lain. 4. Kenyamanan sosial kultural berkenaan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial atau masyarakat (keuangan, perawatan kesehatan individu, kegiatan religius, dan tradisi keluarga). Meningkatnya kebutuhan rasa nyaman diartikan bahwa, seseorang telah mendapatkan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan dan bantuan secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah bebas dari rasa nyeri (Potter & Perry, 2016). International Association for Study of Pain (IASP), menyatakan nyeri adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan didapat dari keterkaitan dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Teori “specificity suggest” menyatakan bahwa nyeri



adalah sensori spesifik yang muncul karena adanya injuri dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri saraf. Nyeri secara umum terdiri dari nyeri akut dan nyeri kronis, 1. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, tidak melebihi enam bulan, dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot dan cemas 2. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari enam bulan meliputi nyeri terminal, sindrome nyeri kronis dan psikosomatik (Suzanne C Smeltzer, 2018). Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata dengan menggunakan Nordic Body Map (NBM) merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri dan dengan NBM dinilai dengan (1) tidak nyeri, (2) agak nyeri, (3) nyeri, (4) nyeri sekali.



BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN



A. Profil Lahan Praktik 1.



Sejarah Rumah Sakit Rumah Sakit Angkatan Darat Denpasar merupakan Rumah Sakit Militer yang menjadi Rumah Sakit rujukan tertinggi di lingkungan Kodam IX/Udayana yang mempunyai tugas pokok yaitu menmberikan pelayanan Kesehatan bagi personel TNI-AD, PNS beserta keluarganya di jajaran Kodam IX/Udayana dan merupakan Rumah Sakit rujukan dari personel



TNI-AU/TNI-AL/PNS



dan



keluarganya



(Rumah



Sakit



integrasi). Dalam perjalannya, Rumah Sakit Angkatan Darat Denpasar mengalami perkembangan dan perubahan baik secara fisik bangunan, fasilitas kesehatan maupun nama dan status Rumah Sakit. Rumah Sakit ini memulai perjalanan sejarahnya pada tahun 1950 dimana terjadi serah terima pemerintah dari Hindia Belanda kepada pemerintah Republik Indonesia yang pada saat ini diserahkan kepada Tentara Nasional Indonesia sehingga terjadi pergantian nama Rumah Sakit dari Palang Merah KNIL menjadi Jawatan Kesehatan Tentara yang disingkat DKT yang beralamat di jalan Melati Denpasar (sekarang merupakan bangunan CV, Gajah Gotra) yang dulu dipakai sebagai Bangsal Bersalin dan Bangsal Anak.



35



Selama kurun waktu perjalanan sejarah dari tahun 1950 sampai dengan sekarang Rumah Sakit Angkatan Darat Denpasar mengalami pergantian nama Rumah Sakit dan pergantian pejabat-pejabat Kepala Rumah Sakit maupun dilakukan perbaikan / penambahan bangunan utama / perkantoran, sarana penunjang maupun bangsal perawat. Dari Perjalanan waktu ke waktu sampai dengan sekarang, Rumah Sakit Angkatan Darat Denpasar mengalami pergantian nama berdasarkan keputusan pimpinan Angkatan Darat, dimana pergantian dimulai tahun 1950 sampai dengan sekarang, sebagai berikut : a.



Tahun 1950 – 1957 dengan nama Palang Merah KNIL menjadi Dinas Kesehatan Tentara (DKT).



b.



Tahun 1958 – 1963 Perubahan nama dari DKT menjadi Jawatan Kesehatan Teriorial Tujuh.



c.



Tahun 1964- 1976 Perubahan nama dari Jawatan Kesehatan Teritorial Tujuh menjadi Rumah Sakit Tentara (RST)



d.



Tahun 1977 – 1985 Perubahan nama dari RST menjadi Rumkitdam XVI/Udayana.



e.



Tahun 1985 – 2012 Perubahan nama dari Rumkitdam XVI/Udayana menjadi Rumah Sakit Tk. III Denpasar.



f.



Tahun 2012 sampai dengan sekarang Perubahan nama dari Rumah Sakit Tk. III Denpasar menjadi Rumah Sakit Angkatan Darat Denpasar.



B. Ringkasan Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Berdasarkan hasil pengkajian di ruang Ruang Ratna RSAD Denpasar didapatkan dapat pasien dengan identitas Ny. P berusia 35 tahun, tinggal di Jalan Gunung Arjuna, Denpasar. Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama suami dan anaknya.. Pasien beragama Hindu dan pendidikan terakhir pasien SMA. Pasien dibawa ke UGD RSAD Denpasar pada tanggal 20 April 2020 dengan keluhan nyeri pada tangan kiri setelah terjatuh terpeleset di dapur rumahnya. Selama di observasi di UGD RSAD Denpasar, pasien terpasang IVFD NaCl 20 tpm, injeksi ketorolac 30 mg, injeksi ceftriaxone 2 gram. Pada awal pemeriksaan didapat tekanan darah pasien 130/80 mmHg, nadi 118x/menit, RR 22x/menit, suhu 36,70C akral hangat. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan fraktur berbentuk oblique pada regio ulna sinistra 1/3 distal, lalu ditegakkan diagnose medis pasien mengalami Closed Fracture Ulna Sinistra 1/3 Distal. Pasien kemudian direncanakan tindakan Open Reduction Interna Fixation (ORIF) pada tanggal 21 April 2020 pukul 10.00 WITA. Berdasarkan hasil pengkajian data pada tanggal 21 April 2020, didapatkan data pasien mengeluh nyeri pada tangan kiri, nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6 (0-10), nyeri dirasa hilang timbul. Tidak ada keluhan mual muntah, BAB dan BAK dalam batas normal, riwayat hipertensi dan kencing manis disangkal. Data obyektif didapatkan pasien



tampak meringis, kesadaran composmentis, tampak balutan luka pada tangan kiri, akral teraba hangat, tidak terdapat retraksi dinding dada, tidak ada edema, dan tidak terdengar suara nafas tambahan. Pada tanda-tanda vital didapatkan TD 130/80 mmHg, nadi 108x/menit, RR 22x/menit, suhu 36,50C.



2. Analisa Data Data subjektif berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis didapatkan bahwa pasien mengeluh nyeri pada tangan kiri, nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6 (0-10), nyeri dirasa hilang timbul. Data



obyektif



didapatkan



pasien



tampak



meringis,



kesadaran



composmentis, tampak balutan luka pada tangan kiri, akral teraba hangat, tidak terdapat retraksi dinding dada, tidak ada edema, dan tidak terdengar suara nafas tambahan. Pada tanda-tanda vital didapatkan TD 130/80 mmHg, nadi 108x/menit, RR 22x/menit, suhu 36,50C. Mekanisme terjadinya fraktur radius dan ulna adalah tangan dalam keadaan outstretched, sendi siku dalam posisi ektensi, dan lengan bawah dalam posisi supinasi. Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung atau karena hiperpronasi (pemutaran lengan bawah kea rah dalam) dengan tangan dalam keadaan outstretched (Hartanto, 2013). Kerusakan pada otot atau jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat karena adanya spasme otot di sekitarnya.Sedangkan kerusakan pada tulang itu sendiri mengakibatkan perubahan sumsum



tulang (fragmentasi tulang) dan dapat menekan persyaratan di daerah tulang yang fraktur sehingga menimbulkan gangguan syaraf ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan (Hartanto, 2013).



3. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan hasil analisa data diatas, maka dirumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. P dengan kasus Post Operasi Closed Fracture Ulna Sinistra 1/3 Distal sebagai berikut : a.



Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik ditandai dengan nyeri luka post operasi



b.



Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma post pembedahan ditandai dengan adanya luka terbuka post operasi



c.



Risiko infeksi berhubungan dengan luka operasi



4. Intervensi Keperawatan Fokus intervensi keperawatan yang peneliti lakukan pada Ny. P dengan medis Post Operasi Closed Fracture Ulna Sinistra 1/3 Distal yaitu permasalahan nyeri akut. Pada diagnosa kerusakan integritas kulit peneliti hanya memonitor kondisi luka, sementara untuk perawatan luka akan direncanakan saat kontrol kembali. Untuk diagnosa keperawatan risiko infeksi, peneliti hanya mengkaji tanda-tanda adanya infeksi di sekitar luka, peneliti tidak menemukan adanya ruam kemerahann pada luka ataupun peningkatan suhu tubuh, akan tetapi peneliti tetap



melakukan kolaborasi pemberian antibiotik ceftriaxone 1 gram tiap 12 jam. Rencana asuhan keperawatan akan diberikan pada pasien dengan masalah keperawatan nyeri akut dengan diagnose medis Post Operasi Closed Fracture Ulna Sinistra 1/3 Distal yaitu pemberian terapi musik klasik mozart. Terapi musik klasik mozart adalah musik yang muncul sejak 250 tahun yang lalu, diciptakan oleh Wolgang Amadeus Mozart. Musik klasik mozart memberikan ketenangan, memperbaiki persepsi sosial, dan memungkinkan pasien untuk berkomunikasi baik dengan hati maupun pikiran. Musik klasik Mozart memiliki kekuatan yang membebaskan, mengobati dan dan menyembuhkan (Intan Anjar Sari, 2018). Pelaksanaan terapi musik klasik mozart akan dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari selama 3 hari. Setelah dilakukan terapi musik klasik mozart selama 3 hari, pasien akan dievaluasi kembali pada hari terakhir dengan melakukan pengkajian nyeri.



5.



Implementasi Keperawatan Implementasi dilakukan pada tanggal 21 April 2020 sampai dengan 23 April 2020. Implementasi yang diberikan yaitu pemberian terapi musik klasik mozart yang dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari selama 3 hari. Setelah dilakukan terapi musik klasik



mozart selama 3 hari, pasien akan dievaluasi kembali pada hari terakhir dengan melakukan pengkajian nyeri.



6. Evaluasi Evaluasi yang di dapatkan pada asuhan keperawatan pada Ny. P dengan masalah keperawatan nyeri akut setelah diberikan asuhan keperawatan dan terapi musik klasik mozart pada pagi dan sore hari selama 3 hari. Hasil yang didapatkan antara lain lain pasien mengatakan sudah lebih nyaman, nyeri sudah berkurang, skala nyei 1-2, akral sudah teraba hangat, tanda vital pasien pada hari terakhir intervensi didapatkan tekanan darah 120/70 mmHg, nadi : 84x/menit, RR : 20x/menit, temp : 36,50 C, hal ini membuktikan bahwa pemberian musik klasik mozart efektif diberikan untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien sehingga pasien menjadi lebih nyaman.



BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN



A. Analisis Karakteristik Pasien Berdasarkan hasil pengkajian di ruang Ruang Ratna RSAD Denpasar didapatkan dapat pasien dengan identitas Ny. P berusia 35 tahun, tinggal di Jalan Gunung Arjuna, Denpasar. Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama suami dan anaknya.. Pasien beragama Hindu dan pendidikan terakhir pasien SMA. Pasien dibawa ke UGD RSAD Denpasar pada tanggal 20 April 2020 dengan keluhan nyeri pada tangan kiri setelah terjatuh terpeleset di dapur rumahnya.



B. Analisa Masalah Keperawatan Setelah dilakukan pengkajian pada kasus Post Operasi Closed Fracture Ulna Sinistra 1/3 Distal yang dijelaskan sebelumnya, didapatkan data subyektif dan obyektif yang mengarah pada masalah keperawatan nyeri akut. Fraktur radius-ulna tertutup adalah terputusnya hubungan tulang radius dan ulna yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah, baik trauma langsung maupun trauma tidak langsung (Helmi, 2016). Mekanisme terjadinya fraktur radius dan ulna adalah tangan dalam keadaan outstretched, sendi siku dalam posisi ektensi, dan lengan bawah dalam posisi supinasi. Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung atau



karena hiperpronasi (pemutaran lengan bawah kea rah dalam) dengan tangan dalam keadaan outstretched (Hoppenfeld & Murthy, 2015). Keluhan yang paling sering dialami oleh orang yang mengalami fraktur adalah nyeri pada daerah fraktur. Nyeri ini timbul karena ketika tulang tersebut patah, otot akan mengalami spasme. Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri dan terjadi kapan saja saat merasa nyeri. Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri (Amalia & Susanti, 2014). Pengkajian keperawatan dilakukan pada tanggal 21 April 2020 dengan pendekatan pengkajian teori comfort didapatkan data sebagai berikut: a.



Kenyamanan fisik Keadaan umum saat pengkajian didapatkan pasien mengeluh nyeri pada tangan kiri, nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6 (0-10), nyeri dirasa hilang timbul. Tidak ada keluhan mual muntah, BAB dan BAK dalam batas normal, riwayat hipertensi dan kencing manis disangkal. Data obyektif didapatkan pasien tampak meringis, kesadaran composmentis, tampak balutan luka pada tangan kiri, akral teraba hangat, tidak terdapat retraksi dinding dada, tidak ada edema, dan tidak terdengar suara nafas tambahan. Pada tanda-tanda vital didapatkan TD 130/80 mmHg, nadi 108x/menit, RR 22x/menit, suhu 36,50C.



b.



Kenyamanan psikospiritual Suami dan ibu pasien bergantian dalam menemani pasien. Suami pasien



terlihat ingin selalu memberikan perawatan yang terbaik untuk anaknya. Pemberian waktu untuk kunjungan dari orang terdekat merupakan suatu bentuk memenuhi kebutuhan psikospiritual. c.



Kenyamanan sosiokultural Pasien hanya ditunggui suami dan ibu pasien. Pasien dihibur dan ditenangkan oleh suaminya. Tidak ada keyakinan khusus yang berhubungan dengan kesehatan. Tidak ada budaya yang dianut yang bertentangan



dengan



kesehatan.



Tidak



ada



hambatan



dalam



berkomunikasi. Pasien menggunakan bahasa yang sama dengan bahasa perawat. d.



Kenyamanan lingkungan Pasien dirawat di ruang kelas satu dengan dua tempat tidur. Pasien tampak nyaman diruangannya dan tidak terdengar gaduh dan berisik karena posisi ruangan pasien berada di ujung dan pojok ruangan



C. Analisis Intervensi Rencana asuhan keperawatan akan akan diberikan pada pasien dengan masalah keperawatan nyeri akut pada pasien Post Operasi Closed Fracture Ulna Sinistra 1/3 Distal adalah pemberian intervensi berupa terapi musik klasik mozart. Pelaksanaan terapi musik klasik mozart akan dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari selama 3 hari. Setelah dilakukan terapi musik klasik mozart selama 3 hari, pasien akan dievaluasi kembali pada hari terakhir dengan melakukan pengkajian nyeri.



Intervensi keperawatan berdasarkan konsep kolcaba pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik ditandai dengan nyeri luka post operasi yaitu: a. Standard Comfort 1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif 2) Berikan posisi nyaman semifowler 3) Ajarkan teknik nonfarmakologi berupa napas dalam b. Coaching 1) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik c. Comfort food for the soul 1) Berikan terapi musik klasik mozart Hasil yang didapatkan setelah dilakukan intervensi antara lain lain pasien mengatakan sudah lebih nyaman, nyeri sudah berkurang, skala nyei 12, akral sudah teraba hangat, tanda vital pasien pada hari terakhir intervensi didapatkan tekanan darah 120/70 mmHg, nadi : 84x/menit, RR : 20x/menit, temp : 36,50 C, hal ini membuktikan bahwa pemberian musik klasik mozart efektif diberikan untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien sehingga pasien menjadi lebih nyaman. Terapi musik klasik mozart adalah musik yang muncul sejak 250 tahun yang lalu, diciptakan oleh Wolgang Amadeus Mozart. Musik klasik mozart



memberikan



ketenangan,



memperbaiki



persepsi



sosial,



dan



memungkinkan pasien untuk berkomunikasi baik dengan hati maupun



pikiran. Musik klasik Mozart memiliki kekuatan yang membebaskan, mengobati dan dan menyembuhkan (Intan Anjar Sari, 2018). Musik menghasilkan perubahan status kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang, dan waktu. Musik harus didengarkan minimal 15 menit agar dapat memberikan efek teraupeutik. Pada keadaan perawatan akut, mendengarkan musik dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya mengurangi nyeri pasca operasi pasien (Potter & Perry, 2016). Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Sari & Putra, 2016) dengan judul “Pengaruh Terapi Musik Mozart terhadap Intensitas Nyeri pada Pasien Fraktur di Ruang Bedah RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2014”. Hasil penelitian ini rata-rata (Mean) penurunan skala nyeri selama pemberian intervensi 3 hari adalah sebesar 1.080, dan dapat disimpulkan terdapat perbedaan rata-rata (Mean) penurunan skala nyeri sebelum dan sesudah diberi terapi musik dengan skala nyeri sebelum (pretest) dilakukan pemberian terapi musik memiliki rata-rata 5.20, sedangkan skala nyeri sesudah (posttest) dilakukan pemberian terapi musik memiliki rata-rata 3.70. hasil uji analisis didapatkan nilai p-value 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh terapi musik mozart terhadap intensitas nyeri pada pasien fraktur di ruang bedah RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2014. Terapi musik klasik mozart dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori gate control, bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa



impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan ditutup. Salah satu cara menutup mekanisme pertahanan ini adalah dengan merangsang sekresi endorfin yang akan menghambat pelepasan substansi P. Musik klasik mozart sendiri juga dapat merangsang peningkatan hormon endorfin yang merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh. Sehingga pada saat neuron nyeri perifer mengirimkan sinyal ke sinaps, terjadi sinapsis antara neuron perifer dan neuron yang menuju otak tempat seharusnya substansi P akan menghasilkan impuls. Pada saat tersebut, endorfin akan memblokir lepasnya substansi P dari neuron sensorik, sehingga sensasi nyeri menjadi berkurang (Lestari, 2014). Hasil ini didukung penelitian yang dilakukan oleh (Ndode et al., 2018) dengan judul “Pengaruh Terapi Musik Klasik Mozart terhadap Kualitas Tidur pada Pasien Post Operasi di Rumah Sakit Baptis Batu”. Dalam penelitian tersebut didapatkan hasil setelah intervensi terapi musik klasik mozart hampir seluruhnya 25(83,3%) pasien post operasi mengalami kualitas tidur baik. Hasil uji analisis didapatkan nilai p-value 0,000 sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh terapi musik klasik mozart terhadap kualitas tidur pada pasien post operasi di Rumah Sakit Baptis Batu.



D. Analisis Implementasi Pelaksanaan asuhan keperawatan dengan menggunakan intervensi inovatif yaitu terapi musik klasik mozart dapat diberikan pada pasien dengan



nyeri akut, karena mekanismenya sendiri dapat memberikan rangsngan pada saraf yang nantinya akan mempengaruhi pembuluh darah menjadi vasodilatasi dan dapat memperbaiki sirkulasi darah pada pasien sehingga pasien menjadi rileks dan menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan. Hasil ini dibuktikan dengan respon pasien yang mengatakan sudah lebih nyaman, nyeri sudah berkurang, skala nyei 1-2, akral sudah teraba hangat, tanda vital pasien pada hari terakhir intervensi didapatkan tekanan darah 120/70 mmHg, nadi : 84x/menit, RR : 20x/menit, temp : 36,5 0 C, hal ini membuktikan bahwa pemberian musik klasik mozart efektif diberikan untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien sehingga pasien menjadi lebih nyaman. Kolcaba menjelaskan bahwa kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang bersifat individual dan holistik. Terpenuhinya kenyamanan dapat menyebabkan perasaan sejahtera pada diri individu tersebut. Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian komprehensif seseorang terhadap lingkungannya (Khasanah & Rustina, 2017). Manusia menilai kondisi lingkungan berdasarkan rangsangan yang masuk kedalam dirinya melalui keenam indera melalui syaraf dan dicerna oleh otak untuk dinilai. Hal ini tidak hanya terlihat masalah biologis, namun juga perasaan. Selain itu suara, cahaya, bau, suhu dan lain-lain dirangkum sekaligus, lalu diolah oleh otak. Kemudian otak akan memberikan penilaian



relatif apakah kondisi itu nyaman atau tidak. Ketidaknyamanan di satu faktor dapat ditutupi oleh faktor lain (Khasanah & Rustina, 2017). Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Kurniasari & Alvionita, 2017) dengan judul “Pengaruh Terapi Musik Klasik Mozart terhadap Tingkat Kecemasan dan Nyeri pada Ibu Bersalin Kala I Laten di Puskesmas Daya Murni 2016”. Dalam penelitian tersebut didapatkan rata-rata tingkat nyeri responden pada kelompok sebelum diberikan terapi musik klasik Mozart adalah 5,77 dengan standar deviasi 0,752. Sedangkan rata-rata tingkat nyeri responden pada kelompok setelah diberikan terapi musik klasik Mozart adalah 2,41 dengan standar deviasi 0,590. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=