Kisah Cinta Dan Lain-Lain, Karya Arifin C Noer [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bismillahirrahmanirrahim.



Kisah cinta dan lain-lain Karya: Arifin C Noor.



Sepi. Adalah sebuah ruang tamu dengansegala perabotanya yang terlihat mewah. Tampak sebuah pintu kamar yang tertutup. Sepi lagi. Otong melewati ruangan, dan menghilang disisi yang lain. Masih sepi. Tak lama kemudian Otong muncul lagi, berbalik arah. Sekilas ia melirik ke pintu kamar yang tertutup. Saat hendak masuk, muncul Sri dengan sedikit tergopoh, kemudian mereka berbisik-bisik tak jelas dan menghilang di sisi panggung. Tak lama kemudian pintu kamar terbuka. Muncul Dokter dan Pak Manto. Pak Manto Bagaimana dokter? Apakah masih ada harapan? (Dokter menghela nafas, menggeleng dan diam). Apakah tidak ada jalan lain? Dokter Hasilnya akan sama. Ini bukan semata penyakitnya yang sangat parah, tapi usianya juga ikut mempengaruhi. Saya sarankan bapak dan ibu menabahkan hati, dan pasrah akan cobaan ini. Pak Manto Kalau saya tidak begitu masalah Dokter, tetapi istri saya…. Dokter Nah, itu merupakan tugas bapak untuk menenangkan dan menghibur hati Ibu. Ceritakan saja manfaat dari musibah, agar hati ibu bisa tabah. Sekarang saya mohon pamit. Pak Manto Oh, iya…ya Dokter… terima kasih. Dokter Sama-sama…. (Dokter keluar diantarkan sampai pintu oleh Pak Manto). Pintu terbuka. Muncul Bu Manto dengan tangis, duduk di kursi. Pak Manto menghampiri). Pak Manto Sudahlah bu, kita harus melihat kenyataan…. Bu Manto Kamu harus berusaha. Kamu tahu aku sangat mencintainya. Pak Manto Apalagi yang harus saya perbuat? Bu Manto



Saya tidak mau tahu! Pak Manto Sudah seluruh dokter di kota ini kita mintai bantuan. Bahkan yang terahir tadi itu adalah dokter sepesialis yang paling mahal. Bu Manto Apa?! Kayak gitu dokter spesialis? Apa dia bilang tadi, umurnya tinggal satu jam?! Enak saja! Memangnya dia Tuhan, yang bisa menentukan umur! Pokoknya kamu harus mencari dokter! Kalau perlu semua dokter hewan yang ada di negeri ini! Saya tidak peduli dengan apa yang kau perbuat! (diam) Kenapa kau hanya diam?!!! Pak Manto (Emosi) apa saya banting saja dia! Bu Manto (Kaget) Masya Alloh……..!!!! Teganya kamu pak…..!!!! (menangis tambah keras). Pak Manto Eh, ma…ma…maaf. Saya bingung tadi. (kebingungan menenangkan istrinya) masalahnya berlusinlusin dokter telah kita undang. (diam berfikir) Eh bu, apa tidak lebih baik kita mencoba pengobatan alternatif. Bu Manto (tersadar dan berbinar) Oh iya pak… benar sekali! Kita harus mencoba. Siapa tahu malah sembuh! Segera pak kita hubungi Dukun, tabib, paranormal, mentalis atau pesulap yang sering nongol di tv. Siapa saja terserah! Yang pasti bisa berhubungan dengan alam gaib. Cepat pak! Kenapa masih disini!??? Pak Manto I..iya… bu… saya segera menghubungi Dukun kenalan dari Parang Tritis. (keluar). Bu Manto Sri……! Sri (muncul) Iya bu…. Bu Manto Buatkan bubur, sopnya sudah masak? Sri Sudah bu. Bu Manto dagingnya sudah hancur? Sri



Sudah bu. Bu Manto Bawa sopnya kekamar dulu, susunya menyusul saja. Sri Iya bu (keluar). Bu Manto Otong….! Otong Iya bu…. Bu Manto Kamu jangan pergi-pergi, tenagamu setiap saat dibutuhkan pada saat genting begini. Otong Baik bu…. Bu Manto Saya mau kebelakang dulu, kamu disini berjaga-jaga, siap tahu Toni perlu sesuatu. (Bu Manto keluar, Sri masuk dan menuju kamar, tak lama kemudian dia keluar). Otong Bagaimana keadaanya? Sri Ia tak mau makan, yang tadi pagi aja masih utuh. Kasihan dia, tetapi mungkin sudah waktunya Toni pergi. Saya takut Ibu jadi gila. Otong Mana mungkin Ibu bisa gila hanya karena binatang itu. Sri Kenapa tidak mungkin? Lumrah orang mencintai kucing kesayanganya. Otong Memang sih, tapi saya belum pernah melihat orang yang begitu mencintai kucing seperti Bu Manto. Lihat saja seisi rumah ini pontang-panting hanya untuk ngurusi kucing yang sekarat. Sri Semntara tak sepicingpun mata memandang saat kamu terkena malaria? Otong Bukan seperti itu, tapi saya membayangkan bagaimana ributnya kota ini bila kucing itu mati. Kita tahu majikan kita orang yang sangat terkenal, berwibawa, kaya, ketua partai dan dihormati orang. Beritaberita dikoran, radio, televisi pasti akan penuh dengan berita kucing. Benar-benar ajaib! Bahwa semua



kesibukan ini disebabkan hanya karena kucing renta yang moncongnya menjijikan. (muncul Pak Manto dan Dukun) Pak Manto Tong, mana ibu? Suruh kesini, ini mbah dukyun sudajh datang. Silakan duduk mbah…. Dukun Baik pak. (Dukun duduk, Otong dan Sri masuk). Pak Manto Mau minum apa mbah? Kopi? Susu? Soda? Cola? Atau limun? Dukun Ah, nanti saja setelah saya mengobati. (Bu Manto masuk). Bu Manto Oh, mbah Dukun sudah datang to? Selamat malam mbah…. Pasti sembuh kan mbah?! Dukun Selamat malam Bu…. Wallohua a`lam bissowab, semua hanya pada Tuhan yang tahu. Saya hanya perantara. Dimana yang sakit? Bu Manto Di dalam mbah… silahkan. (kemudian Dukun masuk ke kamar sendirian. Sementara Bu Manto mondar-mandir gelisah, sedang Pak Manto duduk di kursi, kelelalahan). Pak Manto Sudahlah bu, kita harus menunggunya dengan tenang. Mari duduk dulu disini. Bu Manto (tak peduli) kamu masih ingat kenapa ia bernama Toni? Pak Manto Tentu, tentu! Tapi sini duduk dulu. Bu Manto Kenapa? Coba kenapa? Pak Manto Sayang… kamu harus…. Pak Manto (memotong keki) Kamu memang tak pernah peduli! Selalu! Aku memang tidak mungkin lahirkan anak, tapi tidak harus kau cemberut dan kesal begitu. Saat itu terdengar teriakan dari dalam kamar, Dukun keluar dengan tergopoh-gopoh ting plandit! Pak Manto



(Sambil memegangi Dukun) Eh, mbah…mbah, sadar mbah…. Ada apa? Bu Manto Sri… Sri… bawakan air putih! (Sri dan Otong muncul sambil, membawa air putih). Bu Manto Mbah… ada apa mbah…. Kok seperti orang gila!? Dukun (Setelah agak tenang) Luar biasa! Luar biasa! Baru kali ini saya menemukan mahluk gaib yang begitu jelas dan mengerikan. Bu Manto Hah! Yang benar mbah? Di rumah ini? Seperti apa mbah bentuknya? Di mana? Apakah seperti drakula? Warnanya apa mbah? Seperti Raksasa ya mbah? Jenisnya…. Pak Manto (memotong) Eh, bu… pelan-pelan dong… satu-satu nanyanya. Biar mbah Dukun ini tenang dulu. Nah, mbah Dukun, coba ceritakan dengan jelas. Dukun (setelah lebih tenang) Begini… bapak ibu sekalian….. tadi saya kan masuk ke kamar itu…. Semua Iya…….. Dukun Saya kan mau mengobati…. Semua Iya……. Dukun Ketika saya sudah di dalam kamar, saya kaget, karena tidak menemukan pasien saya. Setelah saya caricari ternyata tidak ada, bahkan sampai ke kolong tempat tidur. Tetapi saat mata saya tertuju pada tempat tidur…. Saya melihat PENAMPAKAN! Pak Manto Yang benar mbah……. Dukun Sueeerrrrr… saya tidak bohong. Bahkan Penampakan ini jelas-jelas nampak, tidak seperti biasanya atau yang biasa di tv itu. Sri Ihhhhhhh… jadi ngeriiiiii……. Otong



Wujudnya seperti apa mbah? Dukun Wujudnya sangat mengerikan! Tubuh kering kerontang…. Bertaring… mulutnya menjijikan dan selalu berliur…… matanya bulat hitam….. berkaki empat….. berbulu hitam…… ber…. Semua Kucing! Dukun Ya benar! Kucing! Persis Seperti Kucing! Bu Manto Itu memang kucing mbah… si Toni! Otong Hu…. Dukun gemblung! Sri Saya kira penampakan beneran. Saya sudah takut e…. Pak Manto Itu si Toni mbah… kucing kami. Ya kucing itu yang saklit mbah…. Dukun Jadi….. Bu Manto Mbah kesini memang disuruh mengobatinya. Kenapa mbah….. Dukun Ah, tidak apa-apa… hanya tidak biasa saja…. Bu Manto Jadi bisa apa tidak mbah….. Dukun Akan saya coba… akan saya coba…. Tapi saya akan mengobatinya dari sini saja, sebab firasat saya yang menunggu kucing itu ada di ruangan ini. Bu Manto Siapa…. Dukun Itu… mahluk.. eh .. yang mengganggu.. eh maksud saya… Bu Manto Saya mengerti… Silahkan. (Dukun mulai bersiap-siap) Apa jendela mesti dibuka?



Dukun Ah, tidak usah bu. Bu Manto Jangan ada suara? Dukun Sebaiknya begitu. Bu Manto Semuanya tenang. (Dukun mulai bekerja). Jangan ada suiara. Kalau mau batuk pergi dari sini. Dukun Maaf Bu, saya sedang mulai. Bu Manto Oh ya maaf… maaf….. Dukun Permisi. Kemudian Dukun mulai merapal mantra. Bergumam meraung, ngedan, melotot, melet dan lain sebagainya. Ting klenyit abis. Dukun (ngedan) Disini? Disini? Dsisini? Kenapa? Saya mohon… saya mohon…. (Seperti terpukul) maaf, saya kasar, maaf… saya mohon… tolong… (Setelah meraung, Dukun itu terkapar hampir pingsan. Semua orang panik). Bu Manto Oh, eh, Otong.. Sri.. ambil kopi, teh, cola… atau.. Dukun Tidak usah bu, saya tidak apa-apa… Memang benar-benar luar biasa. Bu Manto Bagaimana mbah…? Dukun Maaf, biar saya istirahat dulu. Bu Manto O ya, silahkan. Maaf saya panik sekali. Terdengar suara kucing. Bu Manto Ia bersuara….???!!!



Otong Bukan bu, itu suara si Bimo, kucing Pak Broto. Bu Manto Bagimanapun saya berharap si Toni bisa bersuara. Bagimana mbah? Dukun (Berat) menyesal sekali bu, saya harus mengatakan bahwa yang menunggu si Toni tidak sepadan dengan saya. Ia luar biasa. Bukan hanya badannya, tapi rohnya. Rupanya ibu mempunyai saingan yang amat berat. Bu Manto Maksud bapak? Dukun Ibu mencintai kucing itu bukan? Bu Manto Saya mncintai Toni seperti saya mencintai diri saya sendiri. Dia boleh minta apa saja kepada saya. Dukun Dan begitu sebaliknya? Bu Manto Ya! Diapun mencintai saya sepenuh keanggunanya sebagai Anggora. Toni tidak mungkin mencintai siapapun selain saya. Tentu dia tak akan melupakan bagaimana saya memungutnya di waktu hujan di pekarangan. Seekor kucing kecil, kurus, kelaparan, sendirian….. Tidak! Tidak mungkin! Dukun Maaf Bu, tapi seperti yang saya bilang tadi, bahwa saingan ibu sangat berat. Dia yang gaib telah memeluknya. Saya telah berusaha memintanya, tetapi seperti yang ibu lihat tadi bahwa kakinya yang sebesar gajah telah menendang saya hingga terkapar. Bu Manto Jadi, mbah Dukun tidak bisa menolong saya (mulai menangis). Dukun Sekali lagi maaf bu… hanya Tuhan yang bisa menolong kita. Bu Manto Tak ada yang bisa menolong saya… (Menangis tambah keras dan masuk ke dalam ruamh). Dukun Maaf pak, hanya ini yang bisa saya lakukan. Pak Manto Oh, tidak apa-apa mbah... terima kasih.. terima kasih sekali. Dukun



Hanya saya berpesan, hibur dan sadarkan hati ibu dengan musibah ini. Dia mencintai kucing itu seperti kita mencintai paru-paru kita. Lumrah! Ini bukan peristiwa yang sangat aneh! Ini lumrah! Kalau bapak dan saudara-saudara menganggap ini aneh, berati bapak dan saudara-saudara belum memahami dengan baik apa itu CINTA. Sekarang saya mohon diri. Permisi…. Semua Mari… mari……. (mbah Dukun keluar. Saat itu Bu Manto muncul lagi). Bu Manto Sri… Sri Saya bu. Bu Manto Otong…. Otong Iya bu. Bu Manto Pak…. Pak Manto Iya, sayang…… Bu Manto Benar kata mbah Dukun tadi, bahwa yang bisa menolong kita hanya Tuhan saja. Sekarang kita berdoa memohon padaNya untuk kesembuhan Toni. Mari kita sama-sama berdoa sesuai kepercayaan masingmasing. Kita mulai pak…. Upacara berdoa dimulai.beberapa saat kemudian terdengar musik misterius dan suara kucing mengeong. Bu Manto Dia mulai bersuara. Otong Itu surara si Bimo, kucing Pak Broto. Bu Manto Gila kamu! Bagimana mungkin saya bisa lupa dengan suara si Toni?! (Terdengar lagi suara kucing). Dia bersuara lagi. Tambah bersemangatlah kalian berdoa, Tuhan mendengar doa kita. Tuhan maha Adil. Pak Manto Sayang…. Bu Manto



Kau harus berdoa juga pak, lebih dari biasanya. (berbisik) Toni Sayang… (Berdoa) Tuhan, yang maha pemurah, yang maha segalanya, Janganlah tinggalkan saya, hamba memang penuh dosa, tapi Tuhan tolong hamba sekali lagi Tuhan, curahkanlah rahmatmu untuk kesembuhan Toni, Tuhan… jangan tinggalkan hamba…. Terdengar lagi suara kucing, yang nampak makin jelas. Bu Manto (terhenyak) Dia bangun! Pak Manto Sayang……. Bu Manto Ada apa pak? Rupanya sejak tadi kamu tidak berdoa?! Masya Alloh! Kamu kejam pak! Kejam! Rupanya kamu benar-benar mengharap Toni mati. Pak Manto Bu, kamu jangan salah paham. Saya hanya kasihan melihatmu begini, hanya gara-gara Toni…. Bu Manto Hanya?!!! Apa kamu bilang pak?!!! Hanya gara-gara Toni!? Lalu kamu anggap apa Toni? Sungguh kau tak punya hati. Mana laki-laki romantis yang kukenal 20 tahun lalu. Apa kamu tidak berpikir bahwa Toni juga punya rasa sakit? Tak punya nyawa? Dan mana rasa keimananmu pak… bahkan mawarpun punya jiwa. Terdengar lagi musik dan suara kucing. Bu Manto Dia mulai menangis lagi, ayo Otong, Sri dan kau pak, kita berdoa lagi. Kucing melolong lagi. Bu Manto Dia tertawa sekarang, Tuhan tolonglah kami, tolong kami… bila ada kesalahan dan dosa pada kami, janganlah Engkau timpakan Adzabmu pada Toni…. Tuhan, Kaulah Maha Penyembuh, hanya Engkau Tuhan… Amiiiin, amin, Amiiiiin…. Tuhan tolonglah, Tuhan…. Amiiiin, Tuhan… Amiiin…. Amin, Amin, Amin. Suara kucing dan musik semakin menghentak. Bu Manto Makin keras suaranya, makin keras suaranya. Oh Tuhan…… (lalu Bu Manto beranjak terburu-buru masuk kamar diikuti Pak Manto. Sementara Otong dan Sri tetap dalam posisi doa). Otong (setelah agak lama) Eh, kamu tampaknya tidak sungguh-sungguh berdoa?! Sri



Apa? Otong Kelihatan pada matamu. Seperti kucing. Sri Kalau kamu bagaimana? Otong Kalau saya sungguh-sungguh berdoa. Barangkali saya kesetanan. Tapi benar, saya merasa tak pernah berdoa sekhusuk yang tadi. Sri Tadinya saya juga mau khusuk berdoa, tapi saat ingat moncongnya yang selalu ngece itu jadi males. Otong Ngomong-ngomong kamu masak apa hari ini? Sri Yah biasa seperti hari kemarin….. Otong Kemarin agak keasinan itu… Sri Lah gimana lagi Saya sibuk ngurusin si Toni… (pintu terbuka, muncul muka Bu Manto marah). Bu Manto Ngapain kalian! Berdoa! Kurang ajar! (Lalu menutup pintu lagi). Sri (Setelah agak lama) kamu sungguh-sungguh? Sekarang matamu yang seperti kucing. Otong Sssssst….. jangan berisik. Entar dimarahi lagi.. Sesaat kemudian mereka masih berbsik ngobrol. Kemusdian musik mengentak edan. Terdengar seperti kucing berkelahi. Lantas berhenti semua dalam sekejap. Bu Manto terdengar menangis dari dalam kamar). Otong Ada apa?! Sri Saya rasa kucing itu mati! Otong



Kasihan Bu Manto . Sri Ya kasihan. Sayang Toni bukan betina. Kalau betina, anak-anaknya kan bisa menghibur Bu Manto. (Pintu terbuka, Bu Manto menangis dan dibujuk Pak Manto, mereka duduk di sofa). Otong Pak, Toni…….??! (Pak Manto hanya mengangguk). Pak Manto Bu, kamu tadi kan menasehati saya untuk beriman pada Tuhan….. sekarang kamu juga harus menerima takdirNya. Sekarang diamlah… Bu Manto Saya hanya mau diam bila kamu mau mengabulkan semua permintaan saya. Pak Manto Apa saja… apa saja bu, asal kamu mau diam. Bu Manto Betul? Kamu mau berjanji untuk mengabulkan semua permintaanku? Pak Manto Iya sayang… apapun itu, asal kamu mau diam. Bu Manto Baik! Sekarang saya sudah diam. Sekarang kamu harus mengabulkan permintaanku. (Pak Manto mengangguk), Pertama, kamu harus mengabarkan musibah ini kepada tetangga-tetangga dan kenalan kita. Jangan lupa undang para wartawan malam ini. Pak Manto Tapi sayang… Bu Manto Kedua, kamu harus mengucapkan pidato pada saat upacara penguburan. Pak Manto Tapi Sayang, Itu semua…. Bu Manto Hanya lelucon! Main-main! Malu-maluin! Silahkan pilih tepati janjimu atau saya akan bunuh diri! (Pak Manto panik). Pak Manto Sri! Cepat kabarkan musibah ini ke semua tetangga dan kenalan kita. Jangan lupa Nyonya Linda. Sri Baik pak. Pak Manto



Otong, segera susul wartawan-wartawan segala media. Jangan lupa isi bensin. Otong Baik pak. (lalu mereka berdua pergi. Di ruangan itu tinggal Pak Manto dan Bu Manto yang nampak gelisah.). Bu Manto (setelah agak lama) Pak, bagaimana pidatonya nanti? Apa kamu telah menemukan kata yang tepat? Pak Manto Ya, saya sedang memikirkanya sekarang. Bu Manto Betulkah itu pak? Pak Manto Iya. Saya sedang menyusunya di pikiran. Nah, nanti saya akan mengawali pidato ini, begini: Bapakbapak, ibu-ibu yang kami muliakan. Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih yang luar biasa atas kehadiranya, yang telah rela meluangkan waktu untuk hadir disini, menyaksikan peristiwa yang sangat bersejarah dalam keluarga kami. Yaitu, wafatnya Toni Sayang, kucing kami tercinta. Bu Manto (Bertepuk) Bagus! Bagus sekali pak. Teruskan! teruskan pak…… Pak Manto Bapak-bapak, Ibu-ibu… hanya ada dua peristiwa yang teramat bersejarah dalam hidup kita. Yaitu, kelahiran dan kematian (menangis), Bapak-bapak dan Ibu…, Toni adalah …. Toni adalah….. adalah…. Seekor kucing…. (menangis). Bu Manto (Ikut menangis) Mengharukan sekali, pak. Mengharukan sekali. Teruskan pak… pak, terusnya…….. Pak Manto Sekalipun demikian….. (menangis) sekalipun demikian….. ia adalah…. Ia adalah ……. Mengharukan……(menangis). Istri saya… istri saya ….. sedemikian mencintainya….. sehingga peristiwa ini…. Peristiwa ini….. merupakan petir di siang hari……. (menangis) …. Petir di siang hari….. (Saat itu muncul Sri dan bebereapa tamu). Sri Ibu Broto, bu…. Bu Broto Jadi Toni…. (berpelukan menangis) Dia sangat lucu………. (menangis lagi). Saya juga sangat menyayanginya bu……….. (nangis lagi)…….. Pak Irul Ikut berduka cita Pak Manto.



Pak Saring Saya juga ikut berduka cita atas kematian Toni pak…. Pak Manto Terima kasih… terima kasih…. (saat itu muncul perempuan sedang hamil). Perempuan Pak, bu. Saya mencari Ortong, dia berjanji mau mengawini saya. (tamu-tamu terus berdatangan). Kalau bayi ini lahir saya taruh di mana? (semua menangis). Otong (masuk dengan seorang wartawan) Cuman Pak Putut yang bisa datang pak… . wartawan-wartawan yang lain sedang menghadiri pemakaman kucing-kucing yang lain. Wartawan Saya ikut berduka cita pak, bu. Bu Manto Pak Putut, jangan lupa menyebutkan dalam koran, bahwa Toni pernah kencing di sepatu saya, ia juga seringb menjilati betis saya…. Saya bahagia sekali waktu itu pak Putut….. Perempuan Kang Otong… Otong Kenapa kamu kemari? (keduanya lalu keluar. Dan muncul beberapa tamu yang lain). Lantas mereka satu persatu mengucapkan belasungkawa dan lain-lain. Mereka saling tangis. Haru. Biru. Riuh rendah. Lebih-lebih Bu Manto yang semakin menjadi. Sesaat kemudian mereka berusaha membujuk Bu Manto untuk tenang. Seorang pemuda tiba-tiba muncul). Pemuda Saya mencari Otong… dimana Otong? Anaknya meninggal. Bu Broto Kucing itu lucu sekali. Bu Manto Tidak Cuma lucu. (semua mengomentari) Pemuda Saya mencari Otong anaknya meninggal. Bu Manto Pak, sekarang kamu harus pidato.



Pak Manto



Bapak-bapak, Ibu-ibu….. yang kami muliakan. Betapa berterima kasihnya kami atas kehadiran BapakBapak, Ibu-ibu sekalian, untuk penghormatan terakhir kepada Toni tercinta, kucing kami yang telah……. (menangis) semua ini sebagai…… Bu Manto Petir di siang hari pak….. Pak Manto Ya, petir di siang hari…… (menangis). Bu Manto Dia betul-betul terharu… singkat saja pak…. Lanjutkan sebelum kau pingsan. Pak Manto Singkatnya dengan ini kami mengharpkan kehadiran Bapak Ibu sekalian dalam upacara pemakaman Toni sayang besok siang di kebun. (Semua orang menyampaikan rasa berduka citanya kembali sambil berjabat tangan). Pemuda Saya mencari Otong. Anaknya meninggal sore tadi. Bu Broto Tabahkan hatimu Bu Manto. Bu Manto Tapi siapa yang akan saya jumpai besok pagi? (menangis berpelukan). Musik mengalun, bisa tambahkan takbir atau lain sebagainya. Lampu fide out. Gelap dan lain-lain. Alhamdulillahirobbil Alamin. Medio, Sanggar Sunan 13 jan.` 04, jam. O9 10 wib.



Adaptasi naskah Arifin C. noer



.



Medio, Sunan 13 jan. `04, jam 09.10 wib. + kepada Sanggar Ilir: mari kita mengeja teater dengan sesungguhnya. + teruntuk manisku yang baru sms aku empat menit yang lalu.