KKPMT Hidung [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Cover



KATA PENGANTAR



DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup di bumi diciptakan berdampingan dengan alam, karena alam sangat penting untuk kelangsungan makhluk hidup. Karena itu setiap makhluk hidup, khususnya manusia harus dapat menjaga keseimbangan alam. Untuk dapat menjaga keseimbangan alam dan untuk dapat mengenali perubahan lingkungan yang terjadi, Tuhan memberikan indera kepada setiap makhluk hidup. Indera ini berfungsi untuk mengenali setiap perubahan lingkungan, baik yang terjadi di dalam maupun di luar tubuh. Indera yang ada pada makhluk hidup, memiliki sel-sel reseptor khusus. Sel-sel reseptor inilah yang berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan yang terjadi. Berdasarkan fungsinya, sel-sel reseptor ini dibagi menjadi dua, yaitu interoreseptor dan eksoreseptor. Interoreseptor ini berfungsi untuk mengenali perubahan-perubahan yang terjadi di dalam tubuh. Sel-sel interoreseptor terdapat pada sel otot, tendon, ligamentum, sendi, dinding pembuluh darah, dinding saluran pencernaan, dan lain sebagainya. Sel-sel ini dapat mengenali berbagai perubahan yang ada di dalam tubuh seperti terjadi rasa nyeri di dalam tubuh, kadar oksigen menurun, kadar glukosa, tekanan darah menurun/naik dan lain sebagainya. Eksoreseptor adalah kebalikan dari interoreseptor, eksoreseptor berfungsi untuk mengenali perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi di luar tubuh. Yang termasuk eksoreseptor yaitu: 1. Indera penglihat (mata), indera ini berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan seperti sinar, warna dan lain sebagainya. 2. Indera pendengar (telinga), indera ini berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan seperti suara.



3. Indera peraba (kulit), indera ini berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan seperti panas, dingin dan lain sebagainya. 4. Indera pengecap (lidah), indera ini berfungsi untuk mengenal perubahan lingkungan seperti mengecap rasa manis, pahit dan lain sebagainya. 5. Indera pembau (hidung), indera ini berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan seperti mengenali/mencium bau. Kelima indera ini biasa kita kenal dengan sebutan panca indera. Alat indera adalah organ yang berfungsi untuk menerima jenis rangsangan tertentu. Semua organism memiliki reseptor sebagai alat penerima informasi. Informasi tersebut dapat berasal dari dalam dirinya atau datang dari luar. Reseptor diberi nama berdasarkan jenis rangsangan yang diterimanya, seperti kemoreseptor (penerima



rangsang



zat



kimia),



fotoreseptor



(penerima



rangsang



cahaya),



aodioreseptor (penerima rangsang suara), dan mekanoreseptor (penerima rangsang fisik, seperti tekanan, sentuhan, dan getaran). Selain itu dikenal pula beberapa reseptor yang berfungsi mengenali perubahan lingkungan luar yang dikelompokkan sebagai eksoreseptor. Sedangkan kelompok reseptor yang berfungsi untuk mengenali lingkungan dalam tubuh disebut interoreseptor. Interoreseptor terdapat diseluruh tubuh manusia. Eksoreseptor yang kita kenal ada lima macam, yaitu indera penglihat(mata), pendengar (telinga), peraba (kulit), pengecap (lidah), dan pembau (hidung). Untuk lebih memahami kelima eksoreseptor tersebut, maka kami akan membahasnya dalam Sistem Indera. Pada kesempatan kali ini kami akan membahas lebih dalam mengenai sistem indera pembau (hidung).



1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah proses anatomi pada alat indera pembau ? 2. Bagaimanakah proses perdarahan pada hidung ? 3. Bagaimanakah sistem persyarafan pada hidung ? 4. Bagaimanakah proses histologi pada hidung ? 5. Bagaimanakah sistem fisiologi hidung ? 6. Apakah yang dimaksud Sinus Paranasal ? 7. Apasajakah disfungsi yang terjadi pada indera pembau ? 8. Bagaimanakah patofisiologi dari indra pembau?



9. Apa saja kodifikasi dari gangguan indra pembau? 10. Apa saja terminologi medis indra pembau?



1.3 Tujuan 1. Tujuan Umum:     Secara umum tenaga kesehatan dapat menjadikan makalah ini sebagai sumber pembelajaran mengenai sistem indera pada tubuh manusia, terutama sistem indera pembau. 2. Tujuan Khusus a. Untuk Pembaca Untuk menambah pengetahuan tentang sistem indera pembau. b. Untuk Penulis Menambah pengetahuan tentang sistem indera pembau. c. Untuk menyelesaikan tugas KKPMT III tentang patofisiologi dan terminologi medis Panca Indera ( Indera Pembau/penghidu).



1.4 Manfaat Setelah mempelajari makalah ini pembaca dapat memperoleh pengetahuan tentang anatomi indera pembau, fisiologi indera pembau, apa itu sinus paranasal, proses perdarahan pada hidung, sistem persyarafan pada hidung, dan proses histologi hidung yang dapat menambah wawasan pembaca maupun penyusun tentang sistem indera pembau.



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Anatomi Hidung Hidung (indera penciuman) merupakan alat visera (alat dalam rongga badan) yang erat hubungannya dengan gastrointestinalis. Sebagian rasa berbagai makanan merupakan kombinasi penciuman dan pengecapan. Reseptor penciuman merupakan kemoreseptor yang dirangsang oleh molekul larutan di dalam mukus. Reseptor penciuman juga merupakan reseptor jauh (telereseptor). Jaras penciuman tidak disalurkan dalam talamus dan tidak di proyeksikan neokorteks bagi penciuman. Olfaktori adalah organ pendeteksi bau yang berasal dari makanan. Pada manusia, bau mempunyai muatan afeksi yang bisa menyenangkan atau membangkitkan rasa penolakan dan keterlibatan memori, selain itu bau juga penting untuk nafsu makan. Secara anatomi, hidung adalah penonjolan pada vertebrata yang mengandung nostril, yang menyaring udara untuk pernafasan. Hidung sebagai suatu istilah, dapat juga digunakan untuk menunjukkan ujung sesuatu, seperti hidung pada pesawat terbang. Secara anatomi, hidung adalah penonjolan pada vertebrata yang mengandung nostril, yang menyaring udara untuk pernafasan. Hidung sebagai suatu istilah, dapat juga digunakan untuk menunjukkan ujung sesuatu, seperti hidung pada pesawat terbang. Hidung manusia Hidung adalah bagian yang paling menonjol di wajah, yang berfungsi menghirup udara pernafasan, menyaring udara,menghangatkan udara pernafasan, juga berperan dalam resonansi suara. Hidung terdiri daripada bagian eksternal dan internal. Bagian eksternal terdapat dipermukaan muka dan terdiri daripada rangka penyokong yang dibentuk oleh tulang dan rawan. Rangka hidung diliputi oleh kulit dan permukaan dalamnya dilapisi oleh membran mukus. Di bawah hidung terdapat dua pembukaan yang disebut lubang hidung atau nares eksternal. Bagian internal hidung terdiri daripada kaviti yang besar di tengkorak terletak atas dari mulut dan di antara dua kaviti orbit. Bagian dalam hidung eksternal dan internal dibagikan kepada bagian kanan dan kiri oleh pembagian vertikal yang dikenali sebagai septum hidung. Setiap kaviti hidung mempunyai atap, lantai, dinding lateral dan dinding medial (septum hidung). Kaviti hidung membuka di anterior melalui



lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal. Bagian- bagian hidung adalah : 1. Saraf pembau yang terletak pada selaput lendir di rongga hidung atas, kerang hidung atas dan permukaan atas kerang hidung tengah. 2. Selaput lender berfungsi untuk menahan kotoran yang terbawa oleh udara yang kita hirup. 3. Bulu - bulu hidung, berfungsi untuk menahan kotoran yang terbawa oleh udara yang kita hirup. 1. Hidung Luar



Hidung luar berbentuk piramid dengan pangkal hidung dibagian atas dan puncaknya berada dibawah. Hidung bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat. Kerangka tulang terdiri dari sepasang os nasal, prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis osfrontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terdiri dari sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago lateralis inferior (kartilago ala mayor) dan tepi anterior kartilago septumnasi. Otot-otot ala nasi terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok dilator, terdiri dari muskulus dilator nares (anterior dan posterior), muskulus proserus, kaputangular muskulus kuadratus



labii superior dan kelompok konstriktor yang terdiri dari muskulus nasalis dan muskulus depressor septi (Dhingra, 2007). Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah yaitu: 1)



Pangkal Hidung (Bridge), dibentuk oleh os nasal kiri dan kanan



2)



Dorsum nasi (batang hidung)



3)



Puncak hidung



4)



Ala nasi, bagian hidung yang dapat digerakkan



5)



Kolumela; pembatas lubang hidung kanan dan kiri



6)



Lubang hidung (nares anterior)



Hidung bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang penyusun hidung luar terdiri dari: 1. Os nasalis (tulang hidung) 2. Prosesus frontalis os maxilla 3. Prosesus nasalis os frontal Kerangka tulang rawan penyusun hidung luar terdiri dari : a. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior



b. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor) c. Beberapa pasang kartilago alar minor d. Tepi anterior kartilago septum Lubang hidung dan puncak hidung dibentuk oleh kartilago ala mayor, yang berbentuk tipis dan fleksibel. Sedangkan kolumela yang memisahkan kedua lubang hidung dibentuk oleh tepi bawah kartilago septum. Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar  dibedakan atas tiga bagian yaitu : 1. Yang paling atas, kubah tulang yang tidak dapat digerakkan. Belahan bawah aperture piriformis kerangka tulang saja, memisahkan hidung luar dengan hidung dalam. Disebelah superior, struktur tulang hidung luar berupa prosesus maxilla yang berjalan keatas dan kedua tulang hidung semuanya disokong oleh prosesus nasalis os frontalis dan suatu bagian lamina perpendikularis os etmoidalis. Spina nasalis anterior merupakan prosesus maksilaris medial. 2. Dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan, dibentuk oleh kartilago lateralis superior yang saling berfusi digaris tengah dan tepi atas kartilago septum kuadrangularis.  3. Yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan dan dipertahankan bentuknya oleh kartilago lateralis inferior. Lobulus menutup vestibulum nasi dan dibatasi sebelah medial oleh kolumela. Sebelah lateral oleh ala nasi dan anterosuperior oleh ujung hidung. Mobilitas lobulus hidung penting untuk ekspresi wajah, gerakan mengendus dan besin. Otot ekspresi wajah yang terletak subkutan diatas tulang hidung, pipi anterior dan bibir atas menjamin mobilitas lobulus. Jaringan ikat subkutan dan kulit juga ikut menyokong hidung luar. Jaringan lunak diantara hidung luar dan dalam dibatasi disebelah inferior oleh kripta piriformis dengan kulit penutupnya, dimedial oleh septum nasi dan tepi bawah kartilago lateralis superior sebagai batas superior dan lateral.



2. Hidung Dalam / Rongga Hidung / Cavum Nasi Cavum nasi



Rongga hidung adalah suatu rongga berbentuk terowongan tempat lewatnya udara pernapasan, yang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi cavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk cavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior ( koana ) yang menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring. Batas-batas cavum nasi : a. Anterior     : Nares anterior b. Posterior    : Nares posterior (koana) c. Lateral       : Konka-konka d. Superior     : Lamina cribifom e. Inferior      : Os maxilla dan Os palatum Bagian – bagian yang terdapat dalam cavum nasi : 1. Vestibulum - Paling anterior, sejajar dengan ala nasi. - Bagian yang masih dilapisi kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang (vibrise) 2. Septum -    Merupakan dinding medial hidung, bagi cavum nasi sama besar, lurus mulai dan anterior sampai posterior (koana).



-    Dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, yaitu: Bagian tulang            : a. Lamina perpendikularis os etmoideus. b. Os Vomer. c. Krista nasalis os maxilla. d. Krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan : a. Kartilago septum (lamina kuadrangularis). b. Kolumela. c. Dilapisi perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang , sedang bagian luarnya lagi dilapisi olaeh mukosa hidung. 3. Konka Terletak dilateral rongga hidung kanan dan kiri. Merupakan tulang tersendiri yang melakat pada os maxilla dan labirin etmoid sedangkan konka suprema, superior, dan media merupakan bagian dari labirin etmoid. Terdiri dari empat konka, dari atas ke bawah : a. Konka suprema; biasanya rudimeter. b. Konka superior; lebih kecil dari konka media. c. Konka media; lebih kecil. d. Konka inferior; terbesar dan letak paling bawah. 4. Meatus – meatus Terletak diantara konka-konka dan dinding lateral hidung. Merupakan tempat bermuara dari sinus paranasal. Berdasarkan letaknya dibagi 3, yaitu : a.



Meatus inferior Terletak antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung, tempat bermuara duktus nasoakrimalis.



b.



Meatus medius Celah yang terletak konka media dengan dinding lateral rongga hidung. Terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris, dan infundibulum



etmoid. Hiatus semilunaris merupakan celah sempit melengkung dimana terdapat muara sinus frontal, maxilla, dan etmoid anterior. c.



Meatus superior Terletak antara konka superior dan konka media. Disini terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sphenoid. Kerangka tulang tampaknya menentukan diameter yang pasti dari rongga udara, struktur jaringan lunak yang menutupi hidung dalam cenderung bervariasi tebalnya juga mengubah resistensi. Akibatnya tekanan dan volume aliran udara inspirasi dan ekspirasi. Diameter yang berbeda-beda disebabkan oleh kongesti dan dekongesti mukosa., perubahan badan vascular yang dapat mengembang pada konka dan septum atas. Ujungujung saraf olfaktorius menempati daerah kecil pada bagian medial dan lateral dinding hidung dalam dan ke atas hingga kubah hidung.   Deformitas struktur demekian pula penebalan atau oedem mukosa berlebihan dapat mencegah aliran udara untuk mencapai daerah olfaktorius dan dengan demikian dapat sangat mengganggu penghidu. Konka umumnya dapat mengkompensasi kelainan septum  ( bila tidak terlalu berat ), dengan memperbesar ukurannya pada sisi yang konkaf dan mengecil pada sisi lainnya sedemikian rupa agar dapat mempertahankan lebar rongga udara yang optimum. Jadi meskipun septum nasi bengkok, aliran udara masih akan ada dan masih normal. Daerah jaringan erektil pada kedua sisi septum  berfungsi mengatur ketebalan dalam berbagai kondisi atmosfer yang berbeda.



2.2 Perdarahan Hidung Bagian hidung mendapat perdarahan dari cabang a. maxillaris interna, diantaranya ujung a.palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabangcabang a. fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anostomosis dari cabangcabang a. sfenopalatina, a. etmoid, a. labialis superior dan a. palatina mayor yang disebut pleksus kiesselbach (little’s area) pleksus ini letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma sehingga sering menjadi epitaksis terutama pada anak. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika yang



berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.



2.3 Persarafan Hidung Bagian depan dan atas ronga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris yang berasal dari n. oftalmikus. Rongga hidung lainnya sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n. maxilla melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion ini selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut sensoris dari n. maxilla, serabut parasimpatis dari n. petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n. petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior konka media. Nervus olfaktorius turun melalui lamina cribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.



2.4 Histologi Hidung Mukosa Hidung Secara histoligi dan fungsional dibagi atas : a. Mukosa pernapasan (mukosa respiratori) b. Mukosa penghidu (mukosa olfaktorius) Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung. Epitel organ pernapasan biasanya berupa epitel torak bersilia, bertingkat palsu (pseudo stratified columnae ephitelium), berbeda-beda pada berbagai bagian hidung, tergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, suhu, dan derajat kelembaban udara. Lapisan mukus yang sangat kental dan lengket menangkap debu, benda asing dan bakteri yang terhirup, dan melalui kerja silia benda-benda ini diangkut ke faring, selanjutnya ditelan dan dihancurkan. Lisozim dan IgA ditemukan pula dalam laapisan mukus, dan melindungi lebih lanjut terhadap patogen. Lapisan mukus hidung diperbaharui 3-4 kali dalam 1 jam. Silia begerak serempak secara cepat kearah aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak dengan lebih lambat. Kecepatan pukulan silia kirakira 700 – 1000 siklus per menit. Dalam keadaan normal, mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dari sel-sel goblet. Mukosa sinus paranasal berhubungan langsung dengan mukosa rongga hidung



didaerah ostium. Mukosa sinus menyerupai mukosa rongga hidung, hanya lebih tipis dan pembluh darahnya lebih sedikit. Tidak ditemukan rongga-rongga vaskuler yang besar. Sel-sel goblet dan kelenjar lebih sedikit dan terutama ditemukan dekat ostium. Palut lendir didalam sinus dibersihkan oleh silia dengan gerakan menyerupai spiral kearah ostium. Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior,dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudo stratified columnar non ciliated ephitelium. Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal, dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan. Silia Silia terbentuk dari dua mikrotubulus sentral tungal yang dikelilingi sembilan pasang mikro tubulus, semuanya terbungkus dalam membran sel berlapis tiga yang tipis dan rapuh. Silia mempunyai fungsi yang penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir didalam cavum nasi akan didorong kearah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat-obatan.    Area Olfaktorius Epitel penghidu bertingkat torak terdiri dari tiga jenis sel: a. Sel saraf bipolar olfaktoris b. Sel sustentakular penyokong yang besar jumlahnya Sejumlah sel basal yang kecil.  Merupakan sel induk dari sel sustentakular Selsel penghidu ini merupakan satu-satunya bagian sistem saraf pusat yang mencapai permukaan tubuh. Pembuluh Darah Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas. Arteriol terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propia dan tersusun secara pararel dan longitudinal. Arteriol ini memberikan perdarahan pada anyaman kapiler periglandular dan subepitelial. Pembuluh eferen dari anyaman kapler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos. Pada bagian ujungnya sinusoid ini mempunyai sfingter otot. Selanjutnya sinusoid akan mengaliskan darahnya ke pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula. Dengan susunan demikian mukosa hidung menyerupai suatu jaringan kavernosus yang erektil, yang mudah mengambang dan mengerut. Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah  ini dipengaruhi saraf otonom.  Suplai



Saraf Yang terlibat langsung saraf kranial pertama untuk penghiduan, divisi oftalmikus dan maxillaris dari saraf trigeminus untuk impuls afferen sensorik lainnya, saraf fasialis untuk gerakan otot-otot pernafasan pada hidung luar, dan system saraf otonom. Sistem Limfatik Suplai limfatik hidung amat kaya dimana terdapat jaringan pembuluh anterior dan posterior. Jaringan limfatik anterior adalah kecil dan bermuara di sepanjang pembuluh fasialis yang menuju ke leher. Jaringan ini mengurus hampir seluruh bagian anterior hidung-vestibulum dan daerah prekonka. Jaringan limfatik posterior mengurus mayoritas anatomi hidung, menggabungkan ketiga saluran utama di daerah hidung belakang-saluran superior, media, dan inferior. Kelompok superior berasal dari konka media dan superior dan bagian dinding hidung yang berkaitan, berjalan di atas eustachius dan bermuara pada kelenjar limfe retrofaringea. Kelompok media, berjalan dibawah tuba eustachius, mengurus konka inferior, meatus inferior, dan sebagian dasar hidung, dan menuju rantai kelenjar limfe jugularis. Kelompok inferior berasal dari septum dan sebagian dasar hidung, berjalan menuju kelenjar limfe di sepanjang pembuluh jugularis interna.



2.5 Fisiologi Hidung Fungsi hidung adalah untuk: 1. Sebagai jalan nafas Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun kebawah ke nasofaring sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana  dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian akan melalui nares anterior dan sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring. Hidung dengan berbagai katup inspirasi dan ekspirasi serta kerja mirip katup dari jaringan erektil konka dan septum, menghaluskan dan membentuk aliran udara, mengatur volume dan tekanan udara yang lewat, dan menjalankan berbagai aktivitas penyesuaian udara (filtrasi, pengaturan suhu dan kelembaban udara). Perubahan tekanan udara didalam hidung selama siklus pernafasan telah diukur memakai rinomanometri. Selama respirasi tenang, perubahan tekanan udara dalam hidung adalah minimal dan normalnya tidak lebih dari 10-15 mmH2O, dengan kecepatan aliran udara bervariasi antara 0-140 ml/menit. Pada inspirasi, terjadi



penurunan tekanan; udara keluar dari sinus sementara pada ekspirasi tekanan sedikit meningkat; udara masuk ke dalam sinus. Secara keseluruhan, pertukaran udara sinus sangat kecil, kecuali pada saat mendengus, suatu mekanisme dimana hantaran udara ke membrana olfaktorius yang melapisi sinus meningkat. Pengatur kondisi udara (air conditioning) Fungsi ini untuk menyiapkan udara yang akan masuk kedalam alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur kelembaban dan mengatur suhu. Mengatur kelembaban udara dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi keadaan sebaliknya. Mengatur suhu dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah dibawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara melalui hidung ± 37 ° C.  Penyaringan dan pelindung Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh: Rambut (vibrise) pada vestibulum nasi Silia Palut lendir (mucous blanket) debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan reflek bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia. Lisozym : enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri. Transport benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi ke faring di sebelah posterior, dimana kemudian akan ditelan atau diekspektoran, merupakan kerja silia yang menggerakkan lapisan mukus dengan partikel yang terperangkap. Kerja silia yang efektif dapat terganggu oleh udara yang sangat kering, seringkali terjadi dirumah pada bulan-bulan musim dingin dengan pemanasan. Juga penting untuk mempertahankan PH Netral 7. Polusi udara mengganggu efektivitas silia dalam berbagai cara. Nitrogen dioksida dan sulfur dioksida, komponen lazim dari asam mengganggu kesehatan hidung. Mukus hidung disamping berfungsi sebagai alat transportasi partikel yang tertimbun dari udara inspirasi, juga memindahkan panas. Normalnya mukus menghangatkan udara inspirasi dan mendinginkan udara ekspirasi, serta melembabkan udara inspirasi dengan lebih dari 1 liter uap setiap harinya. Lapisan mukus, disamping menangkap dan mengeluarkan partikel lemah, juga merupakan sawar terhadap alergen, virus, bakteri. Walaupun organisme hidup mudah dibiak dari segmen hidung anterior, sulit untuk mendapat suatu biakan postnasal yang positif. Lisozim yang terdapat pada lapisan mukus, bersifat destruktif terhadap dinding sebagian bakteri. Fagositosis aktif dalam membran hidung merupakan bentuk proteksi di bawah permukaan. Membran sel pernafasan juga memberikan imunitas induksi selular. Sejumlah immunoglobulin



dibentuk dalam mukosa hidung, sebagian oleh plasma yang normal terdapat dalam jaringan tersebut. Sesuai kebutuhan fisiologik, telah diamati adanya Ig G, Ig A, dan Ig E. Indra penghidu Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai bagian ini denagn cara difusi dengan palut lender atau bila menarik nafas dengan kuat. Bila kita ingin mengenali suatu bau, biasanya kita mengendus yaitu menambah tekanan negative guna menarik aliran udara yang masuk ke area olfaktorius. Pada sumbatan hidung yang patologis, pasien sering mengeluh anosmia sebelum mengemukakan bahwa ia juga bernafas lewat mulut. Lebih lanjut kita membedakan berbagai makanan lewat rasa dan bau, keluhan pasien dapat pula berupa makanan tidak pas rasanya. Resonansi suara Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar suara sengausengau (rinolalia). Proses bicara Hidung membantu proses kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir, dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m,n,ng) rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara. Secara umum, bicara yang abnormal akibat perubahan rongga-rongga hidung dapat digolongkan sebagai hipernasal atau hiponasal. Hipernasal terjadi bila insufisiensi velofaringeal menyebabkan terlalu banyak bunyi beresonansi dalam rongga hidung. Pasien – pasien palatoskisis yang tidak diperbaiki secara khas mewakili gangguan bicara ini. Hiponasal timbul bila bunyi-bunyi yang normalnya beresonansi dalam rongga hidung menjadi terhambat. Sumbatan hidung dapat menimbulka kelainan ini dengan berbagai penyebab seperti infeksi saluran pernafasan atas, hipertrofi adenoid, atau tumor hidung. Reflek nasal Mukosa hidung merupakan reseptor reflek yang berhubungan dengan saluran cerna , kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh: iritasi mukosa hidung menyebabkan reflek bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas. 2. Pengatur kondisi udara (air conditioning) Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :



a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya. b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37°C. 3. Sebagai penyaring dan pelindung Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh : a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi b. Silia c. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia. d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime. 4. Indra penghirup Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat. 5. Resonansi suara Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau. 6. Proses bicara



Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara. 7. Refleks nasal Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas. Cara Kerja Hidung Indera penciuman mendeteksi zat yang melepaskan molekul-molekul di udara. Di atap rongga hidung terdapat olfactory epithelium yang sangat sensitif terhadap molekul-molekul bau, karena pada bagian ini ada bagian pendeteksi bau (smell receptors). Reseptor ini jumlahnya sangat banyak ada sekitar 10 juta. Ketika partikel bau tertangkap oleh reseptor, sinyal akan di kirim ke the olfactory bulb melalui saraf olfactory. Bagian inilah yang mengirim sinyal ke otak dan kemudian di proses oleh otak, bau apakah yang telah tercium oleh hidung kita, apakah itu harumnya bau sate padang atau menyengat nya bau selokan.



2.6 Sinus Parasanal Manusia mempunyai  sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga hidung; jumlah, bentuk, ukuran, dan simetri bervariasi. Sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah dan di beri nama yang sesuai : sinus maxillaris, sfenoidalis, frontalis, dan etmoidalis. Yang terakhir biasanya berupa kelompok-kelompok sel etmoidalis anterior dan posterior yang saling berhubungan, masing-masing kelompok bermuara kedalam hidung. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus, dan bersilia, sekret disalurkan ke rongga hidung. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara. Secara embriologik sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dn perkembangan dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sphenoid dan sinus frontal. Sinus maxilla dan sinus etmoid telah ada sejak anak lahir,



sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia ± 4 athun. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal 15-18 tahun. 1.



Bagian – Bagian Sinus Paranasal a. Sinus maksila Merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila berbentuk segitiga dengan batas dinding anterior sinus adalah fosa canina, dinding poisterior adalah permukaan infra temporal maksila, dinding medial adalah dinding lateral rongga hidung, dinding superior adalah dasar orbita dan dinding inferior prosesus alveolaris dan palatum. Sinus maksila disebut juga antrum highmore, merupakan sinus yang sering terinfeksi oleh karena: 1) Sinus paranasal terbesar. 2) Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar sehingga aliran sekret dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia. 3) Dasar sinus maksilla adalah prosesus alveolaris, sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilla. 4) Ostium sinus maksilla terletak di meatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat. b. Sinus frontal Terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke 4 fetus. Sesudah lahir sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimalpada usia 20 tahun. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran septum atau lekuk dinding sinus pada foto roentgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal di pisahkan oleh tulang relative tipis dari orbita dan fosa serebri anterior sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalr ke daerah ini. c. Sinus etmoid Merupakan focus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.pada orang dewasa berbentuk seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Sinus etmoid di bagi menjadi : sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. d. Sinus sphenoid



Terletak dalam os sphenoid di belakang sinus etmoid posterior. Batasbatasnya: sebelah superior adalah fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferior adalah atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons. 2.



Fungsi sinus paranasal :



a. Sebagai pengatur kondisi udara : sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi b. Sebagai penahan suhu : sinus paransal berfungsi sebagai penahan panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu hidung yang berubah-ubah c. Membantu keseimbangan kepala : karena dapat mengurangi berat tulang muka akan tetapi bila udara dalam sinus dalam tulang hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1 % dari berat kepala. d. Membantu resonansi suara : sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara : fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada saat bersin dan membuang ingus. f. Membantu



produksi



mukus



:



mukus



yang



dihasilkan



oleh



sinus



paranasaljumlahnya lebih kecil dibandingkan mukus dari rongga hidung namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dalam udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius.



2. 7 Disfungsi pembauan Gangguan pembauan dapat disebabkan oleh proses-proses patologis di sepanjang jalur olfaktorius. Kelainan ini dianggap serupa dengan gangguan pendengaran yaitu berupa defek konduktif atau sensorineural. Pada defek konduktif (transport) terjadi gangguan transmisi stimulus bau menuju neuroepitel olfaktorius. Pada defek sensorineural prosesnya melibatkan struktur saraf yang lebih sentral. Secara keseluruhan, penyebab defisit pembauan yang utama adalah penyakit pada rongga hidung dan/atau sinus, sebelum terjadinya infeksi saluran nafas atas karena virus; dan trauma kepala.



1. Defek konduktif a. Proses



inflamasi/peradangan



dapat



mengakibatkan



gangguan



pembauan.



Kelainannya meliputi rhinitis (radang hidung) dari berbagai macam tipe, termasuk rhinitis alergika, akut, atau toksik (misalnya pada pemakaian kokain). Penyakit sinus kronik menyebabkan penyakit mukosa yang progresif dan seringkali diikuti dengan penurunan fungsi pembauan meski telah dilakukan intervensi medis, alergis dan pembedahan secara agresif. b. Adanya massa/tumor dapat menyumbat rongga hidung sehingga menghalangi aliran odorant ke epitel  olfaktorius. Kelainannya meliputi polip nasal (paling sering), inverting papilloma, dan keganasan. c. Abnormalitas developmental (misalnya ensefalokel, kista dermoid) juga dapat menyebabkan obstruksi. d. Pasien pasca laringektomi atau trakheotomi dapat menderita hiposmia karena berkurang atau tidak adanya aliran udara yang melalui hidung. Pasien anak dengan trakheotomi dan dipasang kanula pada usia yang sangat muda dan dalam jangka waktu yang lama kadang tetap menderita gangguan pembauan meski telah dilakukan dekanulasi, hal ini terjadi karena tidak adanya stimulasi sistem olfaktorius pada usia yang dini. 2. Defek sentral/sensorineural a. Proses infeksi/inflamasi menyebabkan defek sentral dan gangguan pada transmisi sinyal. Kelainannya meliputi infeksi virus (yang merusak neuroepitel), sarkoidosis (mempengaruhi stuktur saraf), Wegener granulomatosis, dan sklerosis multipel. b. Penyebab kongenital menyebabkan hilangnya struktur saraf. Kallman syndrome ditandai oleh anosmia akibat kegagalan ontogenesis struktur olfakorius dan hipogonadisme hipogonadotropik. Salahsatu penelitian juga menemukan bahwa pada Kallman syndrome tidak terbentuk VNO. c. Gangguan endokrin (hipotiroidisme, hipoadrenalisme, DM) berpengaruh pada fungsi pembauan. d. Trauma kepala, operasi otak, atau perdarahan subarakhnoid dapat menyebabkan regangan, kerusakan atau terpotongnya fila olfaktoria yang halus dan mengakibatkan anosmia.



e. Disfungsi pembauan juga dapat disebabkan oleh toksisitas dari obat-obatan sistemik atau inhalasi (aminoglikosida, formaldehid). Banyak obat-obatan dan senyawa yang dapat mengubah sensitivitas bau, diantaranya alkohol, nikotin, bahan terlarut organik, dan pengolesan garam zink secara langsung. f. Defisiensi gizi (vitamin A, thiamin, zink) terbukti dapat mempengaruhi pembauan. g. Jumlah serabut pada bulbus olfaktorius berkurang dengan laju 1% per tahun. Berkurangnya struktur bulbus olfaktorius ini dapat terjadi sekunder karena berkurangnya sel-sel sensorik pada mukosa olfaktorius dan penurunan fungsi proses kognitif di susunan saraf pusat. h. Proses degeneratif, pada sistem saraf pusat (penyakit Parkinson, Alzheimer disease, proses penuaan normal) dapat menyebabkan hiposmia. Pada kasus Alzheimer disease, hilangnya fungsi pembauan kadang merupakan gejala pertama dari proses penyakitnya. Sejalan dengan proses penuaan, berkurangnya fungsi pembauan lebih berat daripada fungsi pengecapan, dimana penurunannya nampak paling menonjol selama usia dekade ketujuh. Walau dahulu pernah dianggap sebagai defek konduktif murni akibat adanya edema mukosa dan pembentukan polip, rhinosinusitis kronik nampaknya juga menyebabkan kerusakan neuroepitel disertai hilangnya reseptor olfaktorius yang pemanen melalui upregulated apoptosis.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat kita tarik beberapa kesimpulan yaitu. Alat indra merupakan organ yang berfungsi untuk menerima jenis rangsangan tertentu. Alat indera manusia diantaranya ada mata ( indera penglihatan), telinga ( indera pendengaran), kulit ( indera peraba ), lidah ( indera pengecap ) dan hidung ( indera pembau). Bagian-bagian indra penciuman terdiri dari lubang hidung, batang hidung, rongga hidung yang terdiri dari : rambut hidung, dan lapisan lendir. 



3.2 Saran Dengan adanya makalah ini, penulis mengharapkan kepada para pembaca setelah membaca, mempelajari serta memahami seluruh isi makalah ini dapat menerapkan



dalam



lingkungan



masyarakat.Seorang



pemula



dalam



menulis



mengalami berbagai kesulitan dalam menuangkan fikirannya dalam bentuk coretan, dengan membaca makalah ini penulis mengharapkan pembaca mudah dalam menuangkan fikirannya dalam bentuk tulisan. Untuk penulis, saran yang ingin disampaikan adalah, lakukan penulisan dengan objektif dan gunakan bebagai macam referensi yang ada agar tulisan benar-benar terbukti validitasnya.



DAFTAR PUSTAKA Adams Boeis Higler. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 1997. Boeis, Higler, Priest. Fundamental of Otolaryngology, “ A textbook of Ear, Nose, and Throat Disease”,



fourth



Edition.



Dr.H.Efiaty



Soepardi,



Sp.THT



dan



Prof.Dr.H.Nurbaiti



Iskandar,Sp.THT. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Edisi ke Lima, Balai penerbit FKUI, Jakarta. 2002.