Klaim (Liana) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS MANAJEMEN KONSTRUKSI “ KLAIM “



A



LIANA MEGA RISTYANI BEKTI (4117010003) Program Studi Perancangan Jalan dan Jembatan Jurusan Teknik Sipil POLITEKNIK NEGERI JAKARTA 2018



A. Definisi Klaim Konstruksi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, klaim berarti tuntutan pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang berhak (memiliki atau mempunyai) atas sesuatu. Klaim berdasarkan kepustakaan bahasa Inggris berarti permintaan (demand) bukan tuntutan, ini adalah pengertian yang benar (Yasin, 2004) . Sedangkan hampir dalam seluruh kepustakaan Indonesia klaim diartikan sebagai tuntutan. Klaim konstruksi, menurut Yasin (2004), adalah klaim yang timbul dari atau sehubungan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan jasa konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa atau antara penyedia jasa utama dengan subpenyedia jasa atau pemasok bahan atau antara pihak luar dengan pengguna/penyedia jasa yang biasanya mengenai permintaan tambahan waktu, biaya, atau kompensasi lain. Di Indonesia hampir tidak ada kontrak konstruksi yang memuat klausula mengenai klaim, kecuali kontrak-kontrak yang mengacu pada sistem kontrak konstruksi international seperti FIDIC, JCT, atau SIA. B. Jenis-Jenis Klaim Pada umumnya klaim konstruksi dibedakan dalam dua bentuk, yaitu klaim dalam bentuk keterlambatan waktu penyelesaian kontruksi dan juga klaim dalam bentuk pembengkakan biaya untuk konstruksi. Tela dan Saleh (2007) membagi jenis klaim dalam 4 jenis, antara lain: 1. Klaim tambahan biaya dan waktu Klaim jenis ini biasanya mengenai permintaan tambahan waktu dan tambahan biaya. Diantara beberapa jenis klaim, dua jenis klaim ini yang sering timbul akibat keterlambatan penyelesaian pekerjaan. 2. Klaim biaya tak langsung (overhead) Penyedia jasa yang terlambat menyelesaikan suatu pekerjaan karena sebab-sebab dari pengguna jasa, meminta tambahan biaya overhead dengan alas an biaya ini bertambah karena pekerjaan belum selesai. 3. Klaim tambahan waktu (tanpa tambahan biaya) Penyedia jasa hanya diberikan tambahan waktu pelaksanaan tanpa tambahan biaya karena lasan-alasan tertentu. 4. Klaim kompensasi lain



Dalam beberapa kondisi, penyedia jasa selain mendapatkan tambahan waktu juga mendapatkan kompensasi lain. Berry et al. (1990) membagi jenis klaim dalam empat kategori utama, yaitu: 1. Klaim atas kerugian karena disebabkan oleh perubahan kontrak yang dilakukan pemilik 2. Klaim atas tambahan elemen nilai kontrak 3. Klaim yang dibuat karena perubahan kerja 4. Klaim karena penangguhan proyek Perubahan kontrak dalam proyek konstruksi biasanya terjadi karena konsultan perencana atau owner sendiri melakukan perubahan desain atau rencana kerja yang telah disepakati sebelumnya. Hal ini mengakibatkan kontraktor pelaksana harus merubah atau bahkan mengganti hasil pekerjaan sebelumnya. Klaim juga dapat terjadi karena adanya penambahan biaya akibat



adanya penambahan elemen nilai



kontrak dari nilai



kontrak



sebelumnya. Hal ini menyebabkan pembengkakan biaya yang harus diderita kontraktor



pelaksana.



Perubahan



pekerjaan



pada



umumnya



berupa



perubahan metode pekerjaan. Terkadang metode pekerjaan yang diterapkan kontraktor pelaksana tidak sesuai dengan keinginan perencana atau owner. Oleh karena itu, kontraktor harus menerapkan metode yang baru untuk proyek konstruksi. Penghentian pekerjaan proyek atau penangguhan proyek juga sering



terjadi



dalam



suatu



proyek



konstruksi.



Berbagai



penyebab



penangguhan ini seperti penundaan pembayaran dapat menyebabkan terhentinya proses pekerjaan dalam proyek konstruksi. C. Faktor-Faktor Penyebab Klaim Mitropoulos dan Howell (2001) menjelaskan bahwa pada dasarnya terdapat tiga



akar



permasalahan



penyebab



persengketaan



dalam



proyek



penyelenggaraan proyek konstruksi yaitu: 1. Adanya faktor ketidakpastian dalam setiap proyek konstruksi 2. Masalah yang berhubungan dengan kontrak konstruksi 3. Perilaku oportunis dari para pihak yang terlibat dalam suatu proyek konstruksi Prof. H. Priyatna Abdurrasyid, beberapa sebab utama terjadinya klaim: Informasi design yang tidak tepat, Informasi design yang tidak sempurna,



Investigasi lokasi yang tidak sempurna, Reaksi klien yang lambat, Komunikasi yang buruk, Sasaran waktu yang tidak realistis, Administrasi kontrak yang tidak sempurna, Kejadian eksternal yang tidak terkendali, Informasi tender yang tidak lengkap, Alokasi risiko yang tidak jelas, Keterlambatan – ingkar membayar. Kebanyakan sengketa/ketidaksepakatan dibidang jasa konstruksi pada



umumnya



dapat



diselesaikan



melalui



negosiasi/mediasi



diluar



pengadilan karena kontruksi merupakan kegiatan yang berkelanjutan dari awal sampai akhir. Melempar masalah kepengadilan berarti menghentikan pembangunan untuk jangka waktu yang tidak bisa diperhitungkan. Tapi negosiasi atau mediasi pun dapat tidak berfungsi/gagal. Menurut Robert D. Gilbreath, sebab-sebab terjadinya klaim: 1. Pekerjaan yang cacat. Para pengguna jasa yang tidak puas dengan apa yang dihasilkan penyedia jasa dapat mengajukan klaim atas kerugian termasuk biaya perubahan, penggantian atau pembongkaran pekerjaan yang cacat. Dalam banyak kejadian, pekerjaan yang tidak diselesaikan sesuai dengan spesifikasi yang disebut dalam kontrak atau hal lain yang tidak cocok dengan maksud yang ditetapkan. Kadang-kadang barang-barang atau jasa yang diminta tidak sesuai dengan garansi/jaminan yang diberikan penyedia jasa atau pemasok bahan. 2. Kelambatan yang disebabkan penyedia jasa. Jika penyedia jasa berjanji melaksanakan pekerjaan tersebut, dalam waktu yang telah ditetapkan, pengguna jasa dapat mengajukan klaim atas kerugian bila keterlambatan tersebut disebabkan penyedia jasa atau dalam kejadian lain, bahkan jika keterlambatan tersebut diluar kendali dari penyedia jasa. Jenis-jenis klaim kerugian dalam hal ini adalah kehilangan kesempatan penggunaan dari fasilitas tersebut, pengaruh reaksi terhadap penyedia jasa lain dan kenaikan biaya dari pekerjaan lain yang terlambat. 3. Sebagai klaim tandingan. Para pengguna jasa yang menghadapi klaim-klaim para penyedia jasa dapat membalasnya dengan klaim tandingan. Klaim tandingan biasanya menyerang atau berusaha memojokan/mendiskreditkan unsur-unsur asli dari klaim penyedia jasa, dengan membuka hal-hal yang tumpang tindih atau perangkap kerugian biaya atau menyebutkan perubahan-perubahan



atau pasal-pasal klaim dalam kontrak yang melarang atau modifikasi dari tindakan-tindakan



penyedia



jasa



dalam



hal



terjadinya



sengketa.



Kebanyakan klaim yang ditemukan dalam proyek konstruksi datang dari penyedia jasa terhadap pengguna jasa karena satu dan lain sebab. Dari uraian diatas sebab-sebab atau asal usul klaim dapat dikelompokan sebagai berikut: 



Sebab – sebab umum Komunikasi antara pengguna jasa dan penyedia jasa buruk; Administrasi kontrak yang tidak mencukupi; Sasaran waktu yang tidak terkendali; Kejadian eksternal yang tidak terkendali; Kontrak yang artinya mendua.







Sebab – sebab dari pengguna jasa Informasi tender yang tidak lengkap/sempurna mengenai desain, bahan, spesifikasi; Penyelidikan site yang tidak sempurna/perubahan site; Reaksi/tanggapan



yang



lambat;



Alokasi



risiko



yang



tidak



jelas;



Kelambatan pembayaran; Larangan metode kerja tertentu. 



Sebab - sebab dari penyedia jasa Pekerjaan yang cacat/mutu pekerjaan buruk; Kelambatan penyelesaian; Klaim tandingan/perlawanan klaim; Pekerjaan tidak sesuai spesifikasi; Bahan yang dipakai memenuhi syarat garansi.



D. Penyelesaian Klaim Menurut Eilen dan Imelda ada 6 (enam) metode penyelesaian yang umum digunakan dalam industri konstruksi, antara lain : 1. Negosiasi Pihak-pihak yang berselisih mencari penyelesaian perselisihan tanpa campur tangan pihak lain. Keputusan akhir sifatnya tidak mengikat (Barrie, Paulson,1992) 2. Mediasi Pihak-pihak yang berselisih menggunakan mediator (pihak ketiga) untuk menyelesaikan perselisihan dimana pihak ketiga ini bersifat netral. Keputusan akhir sifatnya tidak mengikat (Barrie, Paulson,1992) 3. Arbitrasi Penyelesaian perselisihan yang dibentuk melalui kontrak dimana pihakpihak yang berselisih menunjuk arbitrator dari badan arbitrase dalam



menyelesaikan perselisihan. Keputusan akhir sifatnya mengikat. Arbitrasi ini merupakan alternatif yang lebih cepat dan murah untuk menyelesaikan klaim namun memiliki banyak kerugian, biasanya disebabkan karena proses yang lambat (berkaitan dengan kesibukan jadwal arbitrator) (Patterson, 1997) 4. Litigasi Perselisihan akan dibawa ke pengadilan, dimana masing- masing pihak akan diwakili oleh pengacaranya (Barrie, Paulson,1992). Sebelum itu, diberikan waktu bagi pihak- pihak yang bertikai untuk menganalisa situasi dan menyiapkan kasusnya. Biaya peradilan yang besar dan penantian keputusan dalam jangka waktu yang lama disamping keinginan kontraktor untuk menjalin hubungan yang baik dengan pemilik, menyebabkan alternatif ini jarang digunakan (Muller, 1990; Treacy, 1995). 5. Mini Trial Penyelesaian perselisihan dimana pihak yang berselisih diwakili oleh masing- masing manajer proyek dan adanya pihak ketiga (neutral panel) sebagai penasihat (three member panel) (Abdul-Malak, El-Saadi, AbouZeid, April 2002) 6. Dispute review boards Penyelesaian perselisihan dimana masing-masing pihak yang berselisih memilih satu perwakilan lalu perwakilan tersebut memilih pihak ketiga (three member panel). Keputusan akhir sifatnya tidak mengikat (AbdulMalak, El Saadi, Abou-Zeid, April 2002) Metode-metode



penyelesaian



tersebut



memiliki



keunggulan



dan



kelemahan masing-masing. Tidak semua perselisihan dalam suatu proyek konstruksi dapat diselesaikan dengan metode yang sama, ada beberapa kasus yang memerlukan metode penyelesaian tertentu. Adalah keputusan dari masing-masing pihak yang terkait dalam perselisihan untuk menentukan mana metode yang dirasa paling tepat dalam menyelesaikan perselisihan.



DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang No. 18/1999, tentang Jasa Konstruksi. Yasin Nazarkhan, 2004, Mengenal Klaim Konstruksi & Penyelesaian Sengketa Konstruksi, PT.Gramedia Pustaka Utama,Jakarta. Gautama Sudargo,1999, “Undang-Undang Arbitrase Baru”, PT.Citra Aditya Bakti. Jakarta. Harahap, Yahya, 1999, ” Arbitrase”, Pustaka Kartini, Jakarta. Barry et al, 1990, Avoiding and Revolving Construction Claims, R.S. Means Company Inc., United States. Tela, Nengah dan Saleh, Nursyam, 2007, Klaim Pada Kontrak Kerja Konstruksi di Indonesia dan Cara Penyelesaiannya Saleh, Nursyam, 2007,



Faktor - Faktor Yang Menyebabkan Klaim dan



Penyelesaiannya Dalam Industri Konstruksi.