Klasifikasi Tapak Lokal Berdasarkan Data Mikrotremor Menggunakan Metode Horizontal To Vertical Spectral Ratio (HVSR) Di Daerah Epitermal Borobudur Kabupaten Magelang [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

INTISARI



KLASIFIKASI EFEK TAPAK LOKAL BERDASARKAN DATA MIKROTREMOR MENGGUNAKAN METODE HORIZONTAL TO VERTICAL SPECTRAL RATIO (HVSR) DI DAERAH EPITERMAL BOROBUDUR KABUPATEN MAGELANG Oleh : DENDY PRASTOWO AJI 11/313106/PA/13638



Pengukuran mikrotremor merupakan salah satu metode yang paling populer untuk memperkirakan efek tapak lokal di suatu wilayah. teknik ini digunakan pada 85 titik ukur di daerah epitermal Borobudur, Kabupaten Magelang dengan tujuan mengklasifikasikan efek tapak lokal berdasarkan nilai frekuensi dominan, mengkorelasikan parameter hasil pengolahan dengan kondisi geologi setempat dan menentukan daerah yang rentan terhadap gelombang seismik. Pengolahan data menggunakan metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) yang dipopulerkan oleh Nakamura. Parameter hasil pengolahan berupa Frekuensi Dominan (F0), Amplifikasi (A0), Ketebalan lapisan lapuk (H) dan indeks kerentanan tanah (Kg) dikorelasikan dengan peta geologi dan alterasi lalu dilakukan interptretasi secara kualitatif. Dari penelitian ini diperoleh klasifikasi efek tapak lokal berdasarkan nilai frekuensi dominan yakni nilai frekuensi 0-2,7 Hz merupakan endapan aluvial, 2,75 Hz merupakan batuan beku teralterasi propilitik hingga argilik lanjut dan frekuensi >5Hz batuan beku teralterasi silisifikasi. Nilai F0, H, dan Kg tampak terkorelasi dengan peta geologi dan alterasi sedangkan nilai A0 tidak terkorelasi. Daerah yang rentan terhadap gelombang seismik merupakan daerah di sebelah utara daerah penelitian dengan nilai Kg >30. Kata kunci : HVSR, Mikrotremor, Mikroseismik



i



ABSTRACT SITE EFFECT CLASSIFICATION BASED ON MICROTREMOR DATA USING HORIZONTAL TO VERTICAL SPECTRAL RATIO (HVSR) METHOD IN EPITERMAL AREA OF BOROBUDUR AT MAGELANG REGENCY By : DENDY PRASTOWO AJI 11/313106/PA/13638



Microtremor measurements are one of the most popular method to estimate the site effect in an area. This technique is used at 85 measuring points in the epithermal area of Borobudur with the purpose to classify the site effect based on dominant frequency, to correlate the parameter result of data processing with the geological conditions and to determine area that has high vulnerability indices. The data processing method used is Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) popularized by Nakamura. The Parameters of the data processing are Dominant Frequency (F0), Amplification (A0), the thickness of sediment layer (H), and vulnerability indices (Kg). All of the parameters are correlated by geological and alteration map and then interpreted qualitatively. In this research, the result is the site effect classification based on F0. F0 value 0-2,7 Hz is classificated as alluvial sediment, 2,7-5 Hz as prophylitic up to argillic alteration igneous rock and >5 Hz as sillisification alteration. Values of F0, H, and Kg are correlated with geological and alteration map, however there is no correlation between A0 and geological or alteration map. The risky area toward seismic wave is located in the north area of research field with Kg value >30. Keyword: HVSR, Microtremor, Microseismic.



ii



DAFTAR ISI



INTISARI ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian I.2. Batasan Masalah I.3. Tujuan Penelitian I.4. Waktu dan Tempat Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Geomorfologi Magelang II.2. Geologi daerah Menoreh II.3. Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi II.4. Penelitian Terdahulu BAB III DASAR TEORI III.1. Gelombang Seismik III.1.1.Gelombang Badan III.1.2.Gelombang Permukaan III.2. Mikroseismik III.3. Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) III.4. Frekuensi Dominan III.5. Ketebalan Lapisan Lapuk (H) III.6. Indeks Kerentanan Tanah (Kg) BAB IV METODOLOGI PENELITIAN IV.1. Alat IV.2. Cek Respon Alat IV.3. Pengambilan Data Lapangan IV.4. Metode Pengolahan Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V.1. Pengolahan Data Mentah V.2. Frekuensi Dominan Tanah V.3. Amplifikasi (A0) V.4. Ketebalan Lapisan Lapuk V.5. Indeks kerentanan tanah (Kg) V.6. Klasifikasi dan Korelasi BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1. Kesimpulan VI.2. Saran



iii



i ii iii v vii viii 1 1 2 2 3



4 4 4 5 7



10 10



10 11 11 12 14 15 16



19 19 20 20 22



25 25 27 31 33 35 38



40 40 40



DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENGOLAHAN LAMPIRAN 2 KURVA H/V HASIL PENGOLAHAN LAMPIRAN 3 SPESIFIKASI ALAT



iv



41 43 46 54



DAFTAR GAMBAR



Gambar 1.1 Lempeng Tektonik di Indonesia (BNPB, 2010) Gambar 1.2 Lokasi Penelitian (Sumber : Google Earth) Gambar 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian (Idrus et al., 2013) Gambar 2.2 Peta Alterasi Daerah Penelitian (Idrus et al., 2013) Gambar 3.1 (A) Ilustrasi Gerak Partikel Gelombang P (B) Ilustrasi Gerak Partikel Gelombang S (Bolt, 1993) Gambar 3.2 (A) Ilustrasi Gerak Partikel Gelombang Love (B) Ilustrasi Gerak Partikel Gelombang Rayleigh (Bolt, 1993) Gambar 3.3 Perbandingan Nilai H/V di Berbagai Lokasi (Nakamura, 2008) Gambar 3.4 Ilustrasi Peristiwa Resonansi pada Lapisan Sedimen Gambar 3.5 Pengaruh Gelombang Reyleigh Dalam Kurva H/V (Nakamura, 2008) Gambar 3.6 Nilai Kg Yang Diukur Setelah Gempa Loma Prieta (Nakamura, 2008) Gambar 4.1 Seismometer Lennartz 3D Lite Gambar 4.2 Desain Survei Pengukuran Mikroseismik Gambar 4.3 Skema Pengolahan Data HVSR Gambar 4.4 Diagram Alir Pengolahan Data Gambar 5.1 Respon Seismometer Lennartz 3Dlite (Kiri) Dan Lennartz 3D/20s (Kanan) Gambar 5.2 Contoh Rekaman Data yang Rusak (Atas), Sinyal Pada Komponen Utara-Selatan (Kotak Warna Merah) Tidak Terlihat Dan Contoh Hasil Rekaman Yang Baik (Bawah) Gambar 5.3 Contoh Kurva Clearpeak (Kiri), Multiple Peak (Tengah), dan No Peak (Kanan) Gambar 5.4 Histogram Frekuensi Dominan Gambar 5.5 Peta Persebaran Nilai Frekuensi Dominan Gambar 5.6 Histogram Nilai Amplifikasi Gambar 5.7 Peta Persebaran Nilai Amplifikasi Gambar 5.8 Peta Persebaran Vs30 (Kiri) dan Histogram Ketebalan Lapisan Lapuk (Kanan) Gambar 5.9 Peta Ketebalan Lapisan Lapuk Gambar 5.10 Histogram Indeks Kerentanan Tanah Gambar 5.11 Peta Indeks Kerentanan Tanah Gambar 5.12 Nilai Kg Dioverlay Dengan Daerah Pemukiman Gambar L.1 Kurva HVSR Titik MCR01 – MCR14 Gambar L.2 Kurva HVSR Titik MCR15 – MCR27 Gambar L.3 Kurva HVSR Titik MCR28 – MCR40



v



1 3 5 7 10 11 14 15 15 16 19 21 23 24 25



26 27 28 29 31 32 33 34 35 36 38



46 47 48



Gambar L.4 Kurva HVSR Titik MCR41 – MCR53 Gambar L.5 Kurva HVSR Titik MCR54 – MCR65 Gambar L.6 Kurva HVSR Titik MCR66 – MCR79 Gambar L.7 Kurva HVSR Titik MCR80 – MCR92 Gambar L.8 Kurva HVSR Titik MCR94



vi



49 50 51 52 53



DAFTAR TABEL



Tabel 2.1 Klasifikasi Efek Tapak Lokal dengan Metode C-A Fraktal Tabel 2.2 Klasifikasi Efek Tapak Lokal Panah et al. (2002) Tabel 2.3 Klasifikasi Tanah Nogoshi Dan Igarashi (1970) dalam Adib et al. (2015) Tabel 3.1 Rentang Frekuensi Mikrotremor Oleh Gutenberg (1958) Dan Asten (1978, 1984) Dalam Bonnefoy-Claudet et al. (2006) Tabel 5.1 Klasifikasi Batuan Berdasarkan Nilai Frekuensi Dominan Tabel 5.2 Korelasi Parameter F0,A0,H Dan Kg Dengan Peta Geologi dan Alterasi Tabel L.1 Data Hasil Pengolahan Tabel L.2 Spesifikasi Alat



vii



8 8 9 12 38 39 43 54



KATA PENGANTAR



Assalamu‟alaikum Wr.Wb. Alhamdulillahirobbil’alamin, atas berkat nikmat, rahmat dan karunia Allah SWT yang maha kuasa dan dengan didorongkan oleh semangat lahir dan batin, maka telah sampailah penulis pada saat yang berbahagia dengan selesainya penyusunan



skripsi



yang



berjudul



“KLASIFIKASI



TAPAK



LOKAL



BERDASARKAN DATA MIKROTREMOR MENGGUNAKAN METODE HORIZONTAL TO VERTICAL SPECTRAL RATIO (HVSR) DI DAERAH EPITERMAL BOROBUDUR KABUPATEN MAGELANG” sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu di Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Gadjah Mada. Penulis sadar bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa dibantu oleh beberapa pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Mama dan (Alm) Papa tercinta yang telah memberikan Do’a dan dukungan selama kuliah hingga saat ini. 2. Drs. Imam Suyanto selaku dosen pembimbing skripsi yang sudah memberikan banyak waktu, ilmu, dan saran selama penulisan skripsi ini. 3. Dr. Ade Anggraini, M.Si dan Dr. Eddy Hartantyo, M.Si selaku dosen penguji. 4. Keluarga PASAINS yang selalu ada saat dibutuhkan. 5. Amallia Rachim yang selalu memberi semangat. 6. Teman-teman Geofisika UGM angkatan 2011 yang telah membantu dalam pengambilan data mikroseismik selama Field Camp. 7. Seluruh dosen dan karyawan Program Studi Geofisika UGM atas ilmu dan semua bentuk dukungan selama kuliah. 8. Dan semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebut satu per satu.



viii



Hanya Allah SWT yang pantas membalas semua kebaikan yang telah diterima. Saran dan kritik mengenai skripsi ini diharapkan dari semua pihak dan dapat disampaikan melalui email : [email protected]. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pembaca. Amin. Wassalamu‟alaikum Wr.Wb.



PENULIS



ix



BAB I PENDAHULUAN



I.1.



Latar Belakang Penelitian Lokasi Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar,



yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasifik (Gambar 1.1). Akibatnya Indonesia memiliki banyak patahan aktif seperti patahan Semangko di Pulau Sumatra, Cimahi di Pulau Jawa dan



masih banyak lagi patahan aktif



lainnya. Sedangkan apabila ditinjau dari letak geografisnya Indonesia terletak di jalur gempa dunia yaitu jalur sirkum pasifik dan jalur mediterania. Oleh karena itu, Indonesia memiliki aktivitas gempa bumi yang cukup tinggi.



Eurasia PASIFIK



Indo-Australia Gambar 1.1 Lempeng Tektonik di Indonesia (Sumber:BNPB, 2010)



Faktor-faktor yang mengakibatkan kerusakan akibat gempa bumi antara lain: kekuatan gempa bumi, kedalaman gempa bumi, jarak hiposenter, lama getaran, kondisi tanah dan kondisi bangunan (BMKG). Untuk mewaspadai bahaya gempa bumi, perlu dilakukan penelitian terhadap kondisi tanah suatu tempat serta menentukan daerah-daerah yang memiliki tingkat kerentanan seismik tinggi. Metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio merupakan salah satu metode geofisika yang memanfaatkan getaran mikro dari alam. Pemanfaatan metode mikroseismik dapat digunakan untuk mempelajari site effect yaitu efek



1



2



dari geologi lokal suatu wilayah saat terdapat aktifitas seismik. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode mikroseismik akan didapatkan dua parameter yang dapat menggambarkan site effect suatu wilayah. Parameter yang dimaksud adalah frekuensi dominan dan amplifikasi. Metode ini juga dianggap efisien karena selain mudah dalam pengoperasiannya, metode ini juga diketahui memerlukan biaya yang murah.



I.2.



Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal berikut :



1.



Area penelitian hanya dilakukan di Desa Kebonsari, Kembanglimus, Tegalarum, Ngadiharjo, Karangrejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.



2.



Pengolahan data mikroseismik menggunakan metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR).



3.



Analisis dilakukan berdasarkan nilai frekuensi dominan, amplifikasi, ketebalan sedimen, dan indeks kerentanan tanah.



I.3.



Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :



1.



Mengklasifikasikan efek tapak lokal berdasarkan parameter yang diperoleh dari pengolahan dengan metode HVSR.



2.



Mengkorelasikan parameter hasil pengolahan dengan metode HVSR dengan kondisi geologi daerah penelitian.



3.



Melokalisasi daerah-daerah yang rentan terhadap gelombang seismik berdasarkan nilai indeks kerentanan tanah.



3



I.4.



Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan



data



mikroseismik



dilakukan



di



desa



Kebonsari,



Kembanglimus, Tegalarum, Ngadiharjo, Karangrejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Secara astronomis area penelitian berada pada 110.157° BT – 110.185° BT dan 7.5928° LS – 7.6107° LS dengan luas area 2km × 3km (Gambar 1.2). Penelitian dilakukan pada tanggal 30 Mei 2015 – 10 Juni 2015.



Gambar 1.1 Lokasi Penelitian (Sumber : Google Earth)



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



II.1.



Geomorfologi Magelang Daerah Magelang termasuk dalam zona pegunungan Kulon Progo bagian



utara, yaitu pada kaki perbukitan Menoreh yang merupakan hasil vulkanisme dari masa lampau. Formasi batuan yang membentuk daerah ini yaitu Formasi Kebobutak yang terdiri dari lava dasit, lava andesit, breksi autoklastik serta endapan Gunung Sumbing Muda berupa breksi andesit. Terdapat tiga fase tektonik yang mempengaruhi pembentukan daerah Kulon Progo. Pengangkatan pada masa Oligosen awal-akhir yang mengaktifkan vulkanisme, penurunan pada miosen awal-tengah, dan pengangkatan kembali pada pliosen-pleistosen. Struktur geologi yang berperan yaitu berupa sesar geser dekstral pada daerah penelitian yang berarah barat laut-tenggara, dan sesar geser sinistral berarah timur laut barat daya. Gaya pembentuk struktur relatif berarah utara-selatan (Idrus et al., 2013).



II.2.



Geologi daerah Menoreh Menurut Sinugroho (2015), daerah Menoreh terdiri dari batuan basaltik



andesit-dasit. Batu andesit diterobos Formasi Mioses Andesit Tua (Formasi Kebo Butak). Mineralisasi terdapat di basaltik andesit – andesit dasitik, terutama di daerah kontak intrusi. Formasi batuan tertua (Formasi Nanggulan) teramati sebagai bongkah besar xenolith di intrusi batu andesit dasitik sedangkan batu kapur yang lebih muda teramati pada singkapan di daerah selatan penelitian. Formasi batugamping kemungkinan sudah terubah karena proses metamorphosis menjadi marmer oleh sistem epitermal. Batuan yang tidak mengalami alterasi dan mineralisasi yaitu mikrodiorit yang mengintrusi andesit dasitik yang tersingkap di atas Bukit Gupit. Intrusi muda ini kemungkinan menghancurkan sistem mineralisasi pada andesit basaltik dan andesit dasitik sebelumnya. Peta geologi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar2.1.



4



5



Penelitian menunjukkan adanya turunan/depresi setengah lingkaran dengan diameter 10km yang diperkirakan sebagai sisa kawah vulkanik masa lampau. Dimana distribusi batuan pembentuk berbeda-beda. Pada bagian terluar dari bentuk sirkular ini terdiri dari batuan basalt, kemudian mendekat ke tengah menjadi batuan andesit basaltik. Pada bagian tengah dari bentuk sirkular ini adalah andesit dasitik.



Gambar 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian (Idrus et al., 2013)



II.3.



Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi Alterasi yang terjadi di daerah ini adalah silifikasi, argilik lanjut, argilik,



dan propilitik (Gambar 2.2). Alterasi silifikasi merupakan alterasi yang sifatnya paling asam dan paling terpengaruh oleh fluida hidrotermal karena dekat dengan sumber keluarnya fluida hidrotermal. Hal ini dicirikan oleh kehadiran silika yang sangat melimpah dengan struktur vuggy silica dan silica masif, sangat sedikit dijumpai mineral lempung. Batuan induk alterasi di lokasi ini adalah lava dasit dan lava andesit. Pada dasit, alterasi ini berada pada sekitar sesar geser sinistral Semunut Kulon yang diduga pembawa mineralisasi, dengan diikuti alterasi argilik lanjut dan algrilik di sekitarnya sedangkan pada andesit, alterasi ini kontak langsung dengan batuan yang mengalami alterasi propilitik. Endapan mineral logam yang terbentuk yaitu enargit (CuAsS), kalkopirit (CuFeS2), pirit (FeS2),



6



digenit (Cu9S5), emas (Au), dan hematit (Fe2O3). Tekstur vuggy silica dijumpai dalam bentuk urat setebal 15cm. Zona mineralisasi berikutnya yaitu argilik lanjut yang dicirikan oleh kehadiran silika dan mineral lempung yang cukup masif. Batuan induk alterasi ini yaitu lava dasit dan sebagian lava andesit. Kenampakan singkapan alterasi argilik lanjut di lapangan yaitu batuan berwarna abu-abu – putih kecoklatan, komposisi silika dan mineral lempung. Pada batuan sering dijumpai stockwork berupa sulfida dan urat kuarsa yang memiliki panjang 5–25cm dengan lebar 0,5–2cm. Terdapat pula kehadiran mineral sulfur, enargit yang berwarna kehitaman, mineral lempung jarosit yang berwarna jingga, alunit yang berwarna putih susu, dan hematit. Alterasi argilik terbentuk pada kisaran temperatur 150-200 °C dengan pH 3-5. Batuan yang teralterasi argilik umumnya berwarna putih kecoklatan dengan komposisi penyusun mineral yang lunak. Warna putih menunjukkan adanya mineral lempung, biasanya kaolin sedangkan warna kecoklatan menunjukkan intensitas proses pelapukan pada alterasi tersebut. Mineral sulfida seperti pirit banyak yang teroksidasi menjadi hematit yang berwarna kuning kecoklatan. Urat dengan panjang 10cm - 3m dengan ketebalan 2mm – 10cm, umumnya memiliki orientasi berarah timurlaut – baratdaya. Batuan asal yang mengalami alterasi argilik ini adalah lava dasit dan lava andesit. Zona alterasi propilitik merupakan zona terluar dari setiap sistem alterasi hidrotermal. Alterasi propilitik dicirikan oleh melimpahnya kehadiran klorit dan epidot. Alterasi propilitik terbentuk pada temperatur 100-250 °C dengan salinitas beragam, pH mendekati netral dan terbentuk pada daerah dengan permeabilitas rendah. Batuan induk teralterasi propilitik adalah lava andesit dengan tekstur faneritik hingga faneroporfiritik. Batuan ini memiliki fenokris berukuran 0,5-5 mm dan tersusun atas mineral hornblend, piroksen, sedikit kuarsa, epidot, klorit, dan mineral opak. Berdasarkan beberapa analisa paragenesa mineral logam, baik berdasarkan suhu pembentukan dan bentuk kontak antar mineral, dapat diketahui bagaimana urutan pembentukan seluruh mineral logam dan kisaran suhu pembentukan mineralisasi pada daerah penelitian. Urutan mineralisasi dari yang pertama



7



terbentuk hingga yang paling akhir yaitu : magnetit (Fe2O3), enargit (CuAsS), kalkopirit (CuFeS2),



galena (PbS), pirit (FeS2), emas (Au), digenit (Cu9S5),



hematit (Fe2O3) (Idrus, 2013)



Gambar 2.2 Peta Alterasi Daerah Penelitian (Idrus et al., 2013)



II.4.



Penelitian Terdahulu Sebagai referensi digunakan literatur penelitian sejenis yang telah



dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut antara lain : 1. Penelitian dengan judul Site effect classification based on microtremor data analysis using a concentration–area fractal model yang dilakukan oleh A. Adib, P. Afzaldan K. Heydarzadeh pada tahun 2014 – 2015. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil klasifikasi efek tapak lokal yang dilakukan oleh Panah et al. (2002) dan Nogoshi dan Igarashi (1961) dengan klasifikasi berdasarkan metode concentration – area fractal. Diperoleh hasil klasifikasi efek tapak lokal sebagai berikut (Tabel 2.1):



8



Tabel 2.1 Klasifikasi Efek Tapak Lokal dengan Metode C-A Fraktal oleh Adib et al. (2015)



Frekuensi



Amplifikasi



(Hz)



(A0)



6,2-8